• Tidak ada hasil yang ditemukan

Linda Ariany Mahastanti. Yeterina Widi Nugrahanti. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Linda Ariany Mahastanti. Yeterina Widi Nugrahanti. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERDAYAAN UMKM DALAM RANGKA PENINGKATKAN

KEUNGGULAN KOMPETITIF MELALUI PROSES INOVASI

MENGGUNAKAN PENDEKATAN KNOWLEDGE MANAGEMENT

(STUDI PADA PENGUSAHA KERUPUK TUNTANG KAB. SEMARANG)

Linda Ariany Mahastanti

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana linda.ariany@staff.uksw.edu

Yeterina Widi Nugrahanti

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana yeterina.nugrahanti@staff.uksw.edu

Sri Hartini

Fakultas Sains Matematika Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRACT

Product innovation capabilities urgently needed by SMEs (Micro, Small and Medium Enterprises) to improve SMEs competitive advantage in the industry. This is important because a lot of SMEs that could not survive or diminishing their income in this era of globalization because they are unable to compete in product innovations. It also occurs in the cracker industry Tuntang Semarang District. Good innovation process will be created if the craftsmen crackers have a good knowledge management in managing information and knowledge from tacit knowledge that will be developed into exsplisit knowledge to peak at a business purpose. Good product innovation needs to be done in a way to have a good knowledge management. One of the things that will be done in the process of knowledge management is how craftsmen crackers Tuntang willing and able to replace the production process of using borax to the production process without the use of borax in making dough crackers called NasDem techniques through sharing knowledge among the craftsmen crackers. The method used in this research is the Research and Development (R & D). This method was chosen because it contains elements of empowerment unutuk crackers artisans to create innovative products of crackers through knowledge management models that tapat. In the research process craftsmen are actively involved through their experience so far in FGD for knowledge management process in terms of the production of crackers. The results showed that the process of knowledge management from knowledge creation to knowledge dissemination has been done well by businessman crackers. To expedite the process of knowledge management they also incorporate local knowledge of local culture. This is done because the employers have a strong attachment to local wisdom.

Keywords: knowledge management, kearifan lokal SMEs

(2)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pertumbuhan Perekonomian di Indonesia sangat didukung oleh peran serta UMKM di dalamnya. Berdasarkan data Dinas Koperasi dan UMKM 2011 UMKM mampu menyumbang 56% dari PDB Indonesia. Selain itu UMKM juga mampu mnyerap tenaga kerja 97% terhadap keseluruhan tenaga kerja yang ada di Indonesia. Sehingga pemberdayaan UMKM diharapakan mampu untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia ke depan karena pertumbuhan perekonomian di Indonesia hampir 50% ditopang oleh UMKM(BPS, 2011).

Namun demikian saat ini banyak sekali UMKM yang mengalami tantangan khususnya masalah rendahnya kemampuan inovasi. Usaha kecil yang mulai berkembang saat ini, sering kali banyak mengalami hambatan dalam perkembangannya terkait dengan proses inovasi yang tidak bisa berjalan dengan baik. Beberapa kendala yang dihadapi terkait dengan proses inovasi terkait dengan kemampuan transfer knowledge yang masih rendah diantara para pengusaha UMKM. Berdasarkan hasil penelitian Mahastanti dan Nugrahanti (2010) kondisi ini terjadi karena tingkat pendidikan yang masih relatif rendah rata rata lulusan SD dan SMP. Hal ini sejalan dengan penelitian Menurut Tambunan (2008) penyebab utama rendahnya produktivitas di UMKM di Indonesia (dan di negara sedang berkembang pada umumnya) adalah keterbatasan teknologi dan SDM, dimana jumlah pengusaha UKM yang memiliki gelar diploma dariuniversitas hanya berjumlah sekitar 2,20 persen.Hal ini menarik karena walupun tingkat pendidikan rendah tetapi pengalaman mereka dalam melakukan usaha relatif cukup lama rata rata 15 tahun. Jika dilihat dari pengalaman yang dimiliki kemampuan mereka dalam mengelola tacit knowledge sangat baik. Menurut Polanyi (1967) tacit knowledge adalah sebuah pengetahuan yang dimiliki oleh invidu yang timbul karena proses akulturasi dari observasi dan pengalaman yang sudah cukup lama, di dalamnya juga mengandung unsur nilai nilai dan kepercayaan. Sehingga tacit knowledge ini terkadang akan sulit untuk di transferkan dari satu individu ke individu yang lain. Semakin lemahnya proses transfer knowledge akan membuat proses inovasi tidak bisa berjalan dengan baik, pada akhirnya hal ini akan menurunkan daya saing dari usaha UKM. Padahal semakin ketatnya persaingan bisnis maka dibutuhkan kreatifitas dan inovasi produk untuk meningkatkan competitive advantage, profitabilitas dan menunjang kelangsungan usaha (Pimentel dan Campos,2008). Untuk menumbuhkan proses pembelajaran dalam menciptakan inovasi produk dibutuhkan transfer knowledge yang bagus. Proses pembelajaran untuk mengembangan inovasi dapat dilakukan secara individu, kelompok, organisasi ataupun di level industri (Shrivastava,1993) dalam Sabestova dan Rylkova (2011).

Potret mengenai usaha kecil yang mengalami kesulitan dalam proses inovasi produk juga terjadi di usaha kerupuk Tuntang Kabupaten Semarang. Berikut ini data data mengenai jumlah pengrajin kerupuk di tuntang

Tabel 1

Jumlah Pengusaha Kerupuk Tuntang Kab. Semarang TUNTANG

(3)

GADING PRAGUMAN

Kedelai Singkong Kedelai Singkong

Pengusaha 32 24 10 41

JUMLAH 56 51

Sumber: data olahan Mahastanti dan Nugrahanti (2010)

Jenis usaha kerupuk yang dilakukan ada dua macam yaitu kerupuk dengan bahan baku kedelai dan singkong. Hampir seluruh penduduk di kedua dukuh (Gading dan Praguman) adalah pengusaha kerupuk. Mereka melakukan usaha yang sama karena termotivasi oleh tetangga lain yang sudah memulai terlebih dahulu dan berhasil. Potensi usaha kerupuk ini sangat besar karena setiap bulan pengusaha kerupuk ini mampu memproduksi dan menjual 800 pak ( 1 pak 5 kg) dengan harga perkilo adalah Rp 7.200. Sehingga omset rata-rata perbulannya mencapai Rp28.000.000 dengan keuntungan bersih rata-rata perbulan 3,6 juta rupiah.

Untuk memberikan pemahaman mengenai profil usaha kerupuk Tuntang, pada bagian ini akan membahas karakteristik usaha kerupuk yang meliputi jumlah tenaga kerja, lama usaha, besarnya upah, kapasitas produksi, pangsa pasar, asal pemasok dan prosedur pembayaran. Berdasarkan survey pada sentra usaha kerupuk kedelai di desa Gading dan Praguman Kecamatan Tuntang, maka didapatkan gambaran dari 30 usaha kerupuk kedelai sebagai berikut :

Tabel 1.2 Statistik Deskriptif Usaha Kerupuk Kedelai Tuntang

Satuan Min Rata-Rata Max

Jumlah Tenaga Kerja Laki-Laki Orang - 4 7

Jumlah Tenaga Kerja Perempuan Orang - 2 8

Jumlah Total Tenaga Kerja Orang - 6 13

Lama Usaha Tahun 4 15 30

Upah Tetap / orang / hari Rp 20,000 33,867 70,000 Upah Borongan / orang / hari Rp 5,714 7,500 13,231 Kapasitas Produksi Kg 100 236 430

(4)

Seluruh usaha kerupuk kedelai di Tuntang dimiliki oleh keluarga, yang kesemuanya belum berbadan hukum. Usaha kerupuk tersebut ada yang hanya dikerjakan sendiri oleh anggota keluarga, sehingga tidak memperkerjakan tenaga kerja yang diupah. Rata-rata usaha kerupuk di Tuntang memperkerjakan 6 orang tenaga upahan (tenaga diluar keluarga inti), bahkan ada yang sampai memiliki 13 karyawan. Tenaga laki-laki pada umumnya dipekerjakan untuk membuat adonan, yang memang memerlukan kekuatan fisik. Sedangkan tenaga kerja perempuan lebih banyak digunakan sebagai tenaga memotong adonan, menjemur, sampai mengemas. Tenaga kerja tersebut ada yang dibayarkan upahnya secara harian (tenaga tetap), antara Rp 20.000 sampai Rp. 70.000, tergantung banyaknya tanggungjawab atau kapasitas produksi harian. Pada umumnya, tenaga kerja tetap ini adalah tenaga kerja untuk membuat adonan. Untuk tenaga kerja potong, jemur, dan pengemasan pada umumnya dilakukan oleh tenaga kerja borongan yang diupah per hari antara Rp. 5.714 sampai Rp. 13.231 per hari.

Usaha kerupuk kedelai di Tuntang sudah berjalan cukup lama dan turun-temurun, dimana rata-rata sudah berpengalaman sekitar 15 tahun, bahkan ada yang sampai 30 tahun. Para pengusaha tersebut dapat menghasilkan kerupuk rata-rata sebanyak 236 Kg/hari, bahkan ada yang dapat berproduksi sampai 430 Kg/hari.

Fenomena yang menarik dari industri kecil di atas adalah mereka berhasil memasarkan produk kerupuk mereka sampai di luar kota bahkan sampai di luar pulau seperti Jakarta, Surabaya, Jogjakarta, Kalimantan, dan Sumatera. Berdasarkan hasil penelitian Mahastanti dkk (2013) beberapa hal yang dapt dilihat dari fenomena industri kerupuk adalah inisiasi dari kegiatan memulai usaha ini turun temurun 57% dan memulai sendiri karena ikut ikutan tetangga sekitar 43%. Proses transfer knowledge yang terjadi di usaha turun temurun terjadi dari tacit knowledge ke tacit knowledge antara orang tua dan anak hal ini terjadi karena tempat usaha dan rumah biasanya menjadi satu sehingga anak secara tidak langsung melakukan observasi dari cara pembuatan kerupuk dalam proses jangka waktu yang lama. Sedangkan untuk ikut ikutan tetangga biasanya mereka meniru apa yang dilakukan oleh pemilik perusahaan sebelumnya disini terjadi transfer knowledge dari tacit knowledge ke eksplisit knowledge. Hal ini terjadi karena pemilik perusahaan mampu untuk memprosedurkan bagaimana cara membuat adonan kerupuk yang mudah dipahami oleh orang lain.

Selain itu para pengrajin kerupuk Tuntang juga sudah sering mengikuti pelatihan yang dilakukan oleh Dinas 50%. Pelatihan biasanya diberikan oleh Dinas Koperasi dan UMKM ataupun Perguruan Tinggi dengan materi seperti pemasaran dan produksi. Dari data di atas masih banyak pengrajin kerupuk Tuntang yang belum tersentuh untuk mengikuti pelatihan dalam rangka mengembangkan pengetahuan mereka. Sifat pelatihan yang diberikan oleh Dinas biasanya secara berkelompok melalui Kelompok Usaha Bersama. Masalah lain yang muncul adalah setelah mendapatkan pelatihan tidak ada kemauan dan motivasi yang dimiliki oleh Pengrajin kerupuk untuk melatih sendiri pengetahuan yang didapatkan dari pelatihan pelatihan untuk diterapkan dalam usaha mereka secara berkelanjutan yang pada akhirnya nanti menjadi sebuah tacit knowledge bagi mereka. Masalah yang dihadapi dalam tahap ini adalah motivasi yang kurang dari para pengusaha untuk berlatih sendiri dalam meyerap ilmu yang diterima selama pelatihan. Hal ini diduga terjadi karena adanya budaya “nrimo” dikalangan orang Jawa. Budaya ini membuat seseorang enggan keluar dari zona kenyamanan yang dimiliki selama ini. Pada tahapan ini dibutuhkan proses motivasi diri yang kuat dari masing-masing pengusaha. Dalam proses terakhir ini lebih kepada individual learning dibandingkan

(5)

dengan organizational learning, Sedangkan tiga tahapan sebelumnya termasuk dalam organizational learning (Bratianu, 2000).

Mahastanti dkk (2013) terhadap hasil laboraturium kerupuk tuntang kandungan gizi portein, karbohidrat, dan serat terlarut dari kerupuk Tuntang tidak kalah dengan kerupuk Finna ( kerupuk Finna menjadi kontrol dalam penelitian ini karena dari komposisi bahan hampir sama tapi proses penjualan dan pemasaran lebih baik dari kerupuk Tuntang). Kendala utama yang dihadapi oleh pengrajin kerupuk Tuntang adalah kandungan PH yang relatif tinggi dibandingkan dengan Finna. Hal ini mempersulit pengrajin ketika meminta ijin PIRT (Perijinan Industri Rumah Tangga) kepada Dinas Koperasi UMKM dan Dinas Kesehatan. Kandungan PH yang tinggi terjadi karena selama melakukan proses produksi pengrajin menggunakan borak (bleng) dalam rangka untuk memperoleh kekenyalan adonan dan membuat kerupuk mereka menjadi renyah ketika digoreng. Ijin PIRT ini penting karena ketika pengrajin akan memperluas pangsa pasar mereka di pasar modern salah satu persyaratan dalam kemasan yang dibuat harus mencantumkan ijin PIRT dari Dinas. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa makanan tersbut secara kesehatan aman untuk dikonsumsi.

Kendala di atas dapat dipecahkan jika pengrajin mau untuk menggantikan komposisi borak dengan bahan kimia lain yang diijinkan oleh pemerintah seperti STPP. Pada penelitian tahap pertama tim peneliti melakukan beberapa ujicoba komposisi STPP sebagai pengganti Borak, kendala yang muncul adalah ternyata tidak semua pengrajin mau menerima STPP sebagai pengganti Borak. Dengan alasan bahwa resep borak adalah resep turun temurun dari orang tua, dan selama ini tidak ada masalah penyakit yang muncul dari konsusmi borak tersebut. Disinilah pentingnya pendekatan budaya lokal untuk memberikan pemahaman kepada pengrajin dalam memberikan pelatihan bahaya penggunaan borak. Hal ini penting untuk dilakukan mengingat persaingan industri kerupuk saat ini semakin ketat, oleh karena itu salah satu terobosan yang harus dilakukan pengrajin adalah memperluas pangsa pasar di pasar modern dengan memperoleh PIRT terlebih dahulu. Berdasarkan hail penelitian Mahastanti dkk (2014) menyatakan bahwa dengan menggunakan pendekatan budaya lokal “Slametan” proses komunikasi dalam melakukan transfer knowledge menjadi lebih lancar, bahkan beberapa pengrajin mampu untuk membuat tehnik pembuatan kerupuk tanpa menggunakan bahan kimia yang disebut sebagai tehnik “nasdem” (panas adem atau panas dingin). Tehnik ini cukup sederhana hanya menggunakan pergantian air panas dan air dingin dalam membuat adonan kerupuk sehingga adonannya bisa mengembang. Penemuan tehnik ini didasarkan dari tacit knowledge yang sudah terbentuk sejak lama dari pengrajin kerupuk dalam membuat adonan. Namun demikian dalam penelitian ini mendapatkan hasil bahwa setelah kerupuk di tes dalam pengorengan hasil penggorengannya tidak bisa mengembang dengan optimal dibandingkan dengan kerupuk yang menggunakan bahan kimia. Dengan demikian proses knowledge management yang selama ini sudah dimiliki oleh pengrajin kerupuk masih perlu untuk ditingkatkan dalam hal memperbaiki komposisi adonan dengan menggunakan tehnik nasdem.

Untuk mnyelesaikan masalah inovasi pembuatan kerupung di Tuntang adalah dengan meng-implementasikan Knowledge Management dalam tubuh organisasi / perusahaan. Seperti yang telah dijelaskan, bahwa Knowledge Management menurut merupakan proses suatu organisasi menciptakan nilai yang bersumber dari asset organisasi yang berbasis pada pengetahuan dan intelektual. Asset UKM yang berupa tacit knowledge seperti pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu atau staff pada perusahaan merupakan modal berharga yang kemudian dapat dikembangkan menjadi keunggulan

(6)

perusahaan.Priambada dkk (2010) menyatakan bahwa bahwa 4 (empat) aspek yang diperlukan dalam merancang suatu system Knowledge Management, yaitu (1) manusia, (2) proses, (3) teknologi dan (4) isi (content). Aspek-aspek yang disyaratkan tersebut pada umumnya telah tersedia dalam sebuah organisasi UKM, khususnya aspek manusia, proses dan teknologi. Namun, aspek isi (content) dalam sebuah UKM masih berupa tacit knowledge yang harus digali dari setiap individu dan kemudian didistribusikan.Aspek manusia yang dimaksud dalam sebuah organisasi UKM adalah individu-individu yang terlibat dalam organisasi UKM, baik di lingkungan internal maupun eksternal perusahaan.

Dalam internal perusahaan, individu dapat berarti seluruh staff atau karyawan dalam seluruh level jabatan dan divisi yang secara aktif bekerja dalam sebuah UKM. Meliputi pemilik usaha, manager, supervisor, kepala bagian, staff bagian, hingga karyawan honorer. Sedangkan dalam ektsternal perusahaan meliputi pelanggan, supplier, distributor, dinas UKM kota / daerah, dan pihak-pihak luar perusahaan yang terkait dengan aktivitas UKM. Aspek proses dalam sebuah organisasi UKM adalah proses-proses yang terjadi dalam aktivitas kerja. Aspek proses meliputi berbagai proses yang terdapat pada UKM seperti pada bagian produksi, pelayanan, penjualan dan pemasaran, administrasi, keuangan dan lain sebagainya. Aspek proses merupakan suatu kasus yang dapat dijadikan dasar dalam penggalian tacit knowledge. Sedangkan teknologi adalah metode atau tools yang digunakan untuk membantu agar proses-proses yang terjadi dalam UKM berjalan dengan lebih mudah, lebih cepat dan lebih baik. Proses implementasi Knowledge Management dimulai dengan mengumpulkan informasi, melakukan analisis kemudian perancangan dan dilanjutkan dengan institusionalisasi dan evaluasi. Tahapan evaluasi dilakukan kembali pada saat mengumpulkan informasi dan melakukan analisis. Proses ini terus berulang sehingga menjadikan implementasi Knowledge Management terus berkembang. Oleh karena itu pengrajin kerupuk Tuntang harus mampu menerapkan knowledge management dalam meningkatkan daya saing dengan mencipatakan inovasi kerupuk dengan tehnik “nasdem”. Karena hal ini diharapkan mampu untuk menjadi terobosan baru dalam industri kerupuk di Tuntang untuk menyatakan bahwa kerupuk yang dibuatnya sudah bebas boraks. Inovasi ini perlu diperbaiki dalam rangka menghasilkan formula komposisi bumbu, bahan dan tehnik untuk kerupuk menghasilkan kerupuk yang baik.

Perumusan masalah

Bagaimana proses knowledge management untuk inovasi produk kerupuk “nasdem” bebas boraks? Dengan menggunakan pendekatan tacit knowledge yang selama ini sudah dimiliki oleh pengrajin kerupuk. Tujuan Khusus

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Membuat inovasi produk kerupuk bebas borak dengan tehnik “nasdem” (bebas boraks) sampai kepada pembuatan hak paten proses produksi “nasdem”

2. Membuat model Model penerapan Knowledge Magament untuk UMKM (pengrajin kerupuk Tuntang). Komponen-komponen model ini akan dipetakan sesuai dengan faktor-faktor yang membuat model Knowledge Management dapat berjalan dengan baik, seperti (1) siapa pengirim (sender) meliputi peneliti dalam hal teknologi inovasi kerupuk., (2) Penerima (receiver), yaitu pengrajin kerupuk di Desa Praguman dan Desa Gading Tuntang Kabupaten Semarang, melalui pendekatan model komunikasi. Pendekatan ini penting mengingat karakteristik pengrajin kerupuk di daerah tersebut memiliki tingkat pendidikan rendah. Sehingga dibutuhkan pendekatan sharing

(7)

(komunikasi 2 arah ) antara pihak pengirim dan penerima. Dengan proses sharing ini maka akan didapatkan umpan balik dari penerima yang nantinya akan memperbaiki proses Knowledge Management (Gibson & Slimor, 1991 dalam Wahab et al, 2009)

3. Dengan adanya Model knowledge Management yang baik dalam implementasi inovasi produk kerupuk di Desa Praguman dan Desa Gading Tuntang Kabupaten Semarang. Hal ini berdampak pada peningkatan daya saing dari pengusaha kerupuk karena mampu menjual kerupuk dengan rasa, nilai gizi serta kemasan yang berbeda, sehingga mampu untuk meningkatkan nilai tambah produk yang akan berdampak pada kenaikan harga jual kerupuk.

TINJAUAN PUSTAKA Knowledge Management

Maimunah dkk (2008) berpandangan bahwa Knowledge Managementmerupakan aktifitas merencanakan, mengumpulkan dan mengorganisir, memimpin dan mengendalikan data dan informasi yang telah dimiliki oleh sebuah perusahaan yangkemudian digabungkan dengan berbagai pemikiran dan analisa dari berbagai macamsumber yang kompeten. Knowledge Management dapat dilihat sebagai sebuahpendekatan yang menyeluruh dalam mencapai tujuan perusahaan dengan memfokuskan pada pengetahuan (Bornemann dkk, 2003).Secara sederhana, Uriarte (2008) mendefinisikan Knowledge Management sebagai suatuproses konversi tacit knowledge menjadi explicit knowledge yang kemudian dibagikankepada anggota dalam sebuah organisasi. Lebih lanjut, Uriarte menjelaskan bahwaKnowledge Management merupakan proses suatu organisasi menciptakan nilai yangbersumber dari asset organisasi yang berbasis pada pengetahuan dan intelektual

Knowledge Management Sebagai Keunggulan Kompetitif

Menurut Bornemann et al (2003), keuntungan utama penerapan KnowledgeManagement bagi organisasi adalah (1) adanya informasi pengetahuan yang lebihtransparan (2) terdapatnya proses penciptaan nilai tambah berbasis pengetahuan (3)meningkatkan motivasi staff (4) meningkatkan daya saing, serta (5) keamanan danketahanan organisasi untuk jangka panjang. Sedangkan Fajar (2009) berpendapatanbahwa Knowledge Management bertujuan untuk meningkatkan keuntungan perusahaanmelalui komunikasi dan meningkatkan penguasaan pengetahuan melalui transferpengetahuan (knowledge sharing).Tujuan Knowledge Management adalah untuk meningkatkan dan memperbaikipengoperasian perusahaan dalam meraih keuntungan kompetitif dan meningkatkan laba.Konsep Knowledge Managemet pada sebuah perusahaan juga bertujuan untukmeningkatkan kinerja dengan cara menumbuhkan budaya berbagi pengetahuan, dimanapengetahuan merupakan asset yang dapat dikelola sehingga dapat dikomunikasikan dandigunakan secara bersama (Priambada et al, 2010). Disamping itu, penerapanknowledge management juga dapat memberikan manfaat nyata bagi kinerja perusahaan(Kosasih dan Budiani, 2007 ). Jika perusahaan mampu memanfaatkanknowledge yang dimilikinya dengan baik, maka perusahaan tersebut akan memilikikompetitive advantage yang akan mendukung pencapaian tujuan perusahaan yang telahditetapkan (Ramzy, 2009).

(8)

Aktvitas-aktivitas dalam Pengelolaan Pengetahuan

Dalam pengelolaan pengetahuan setiap organisasi memiliki aktivitas yang berbeda-beda. Ada 8 (delapan) aktivitas yang dilakukan organisasi dalam mengelola pengetahuannya, yaitu: nowledge creation, knowledge sharing, knowledge acquisition, knowledge documentation, knowledge application, knowledge transfer, responsiveness to knowledge dan knowledge dissemination (Sangkala, 2007; Seleim dan Khalil, 2007; Chen, 2007; Munir, 2008; Ellitan dan Anatan, 2009).

1. Knowledge Creation

Menurut Hendrik (2003) knowledge creation merupakan tahap memasukkan segala pengetahuan yang baru ke dalam sistem, termasuk juga pengembangan dan penemuan pengetahuan. Zuhal (2010) menyatakan bahwa proses dalam knowledge creation, sebagai berikut: pengetahuan tentang apa yang diinginkan oleh pelanggan (tacit knowledge) dapat kita konversikan menjadi suatu konsep produk baru (explicit knowledge) melalui proses sosialisasi dan eksternalisasi. Dari kajian pustaka di atas dapat disimpulkan bahwa knowledge creation merupakan proses penciptaan pengetahuan yang terjadi di dalam organisasi. Pada makalah ini knowledge creation merupakan aktivitas yang bertujuan untuk menciptakan pengetahuan baru dengan cara engkombinasikan pengetahuan internal dan eksternal.

2. Knowledge Sharing

Menurut Setiarso (2009) knowledge sharing merupakan salah satu aktivitas dalam pengetahuan management yang digunakan untuk memberikan kesempatan kepada anggota suatu organisasi, instansi atau perusahaan untuk berbagi ilmu pengetahuan, teknik, pengalaman dan ide yang mereka miliki kepada anggota lainnya. Munir (2008) menyatakan bahwa sasaran knowledge sharing adalah menyebarkan pengetahuan yang dikuasai oleh satu orang ke sebanyak mungkin orang di organisasi. Penyebaran pengetahuan dari satu orang ke orang lain, atau dari satu unit kerja ke unit kerja yang lain diharapkan akan meningkatkan kualitas pengetahuan yang dimiliki oleh individu, unit kerja dan akhirnya organisasi. Dari kajian pustaka di atas disimpulkan bahwa knowledge sharing merupakan metode yang digunakan untuk membagi pengetahuan. Pada makalah ini knowledge sharing merupakan aktivitas yang dilakukan untuk membagi pengetahuan yang dimiliki karyawan di dalam perusahaan baik yang berupa tacit maupun eksplisit sehingga membantu penyelesaian pekerjaan di perusahaan.

3. Knowledge Acquisition

Menurut Sangkala (2007) knowledge acquisition pada dasarnya adalah aktivitas yang berorientasi pada penambahan pengetahuan yang sudah ada di dalam organisasi. Knowledge acquisition dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan mengakuisisi pengetahuan yang bersumber dari luar maupun dari dalam organisasi. Munir (2008) menyatakan bahwa sasaran aktivitas dalam proses knowledge acquisition adalah untuk memperoleh pengetahuan yang dibutuhkan oleh organisasi. Dari kajian pustaka di atas disimpulkan bahwa knowledge acquisition merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mengakuisisi atau menambah pengetahuan. Pada makalah ini knowledge acquisition merupakan aktivitas untuk menambah atau mengakuisisi pengetahuan yang sudah dimiliki perusahaan dengan cara memperolehnya dari internal maupun eksternal perusahaan.

4. Knowledge Documentation

Menurut Seleim dan Khalil (2007) knowledge documentation melibatkan aktivitas yang menginstitusionalkan pengetahuan dalam bentuk memori organisasi yang selanjutnya dapat

(9)

ditransfer dan digunakan kembali di masa yang akan datang. Munir (2008) menyatakan bahwa knowledge documentation merupakan aktivitasyang ditujukan untuk memastikan bahwa pengetahuan yang ada di organisasi terpelihara dan tersimpan dalam bentuk yang mudah diakses oleh yang membutuhkan. Dari kajian pustaka di atas disimpulkan bahwa knowledge documentation merupakan aktivitasyang dilakukan untuk menyimpan dan memelihara pengetahuan organisasi. Pada makalah ini knowledge documentation merupakan aktivitas yang dilakukan untuk menyimpan atau mendokumentasikan pengetahuan di dalam organisasi sehingga terpelihara dengan baik dan dapat diakses dengan mudah saat dibutuhkan.

5. Knowledge Application

Menurut Seleim dan Khalil (2007) knowledge application mengacu pada aktivitas organisasi untuk menggunakan pengetahuan yang tersedia untuk memperbaiki proses, produk, dan pelayanan juga kinerja organisasi. Ellitan dan Anatan (2009) menyatakan bahwa knowledge application mencakup aplikasi pengetahuan dalam skenario yang baru dan belajar dari skenario tersebut yang mencakup analisis dan evaluasi kritis. Knowledge application menekankan bahwa pengetahuan harus diterapkan dalam produk, proses dan jasa. Dari kajian pustaka diatas disimpulkan bahwa knowledge application merupakan aktivitas yang dilakukan organisasi untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh. Pada makalah ini knowledge application merupakan aktivitasyang dilakukan untuk menerapkan pengetahuan yang ada agar bisa memperbaiki proses, produk maupun pelayanan yang diberikan sehingga menjadi lebih efektif dan efisien.

6. Knowledge Transfer

Menurut Hendrik (2003) knowledge transfer menyangkut aktifitas pemindahan pengetahuan dari satu pihak ke pihak lain. Seleim dan Khalil (2007) menyatakan bahwa knowledge transfer termasuk kegiatan-aktivitasyang mendukung pertukaran pengetahuan antar individu, kelompok, unit-unit di dalam organisasi dan di tingkat organisasi yang berbeda. Transfer pengetahuan yang eksplisit lebih banyak terjadi dari pada transfer pengetahuan yang tidak eksplisit (tacit pengetahuan). Seorang ahli mengatakan bahwa 80% know how ada pada area yang tidak mudah atau tidak dapat dikodifikasi. Dari kajian pustaka di atas disimpulkan bahwa knowledge transfer merupakan aktivitas memindahkan atau mentransfer pengetahuan dari satu orang atau unit ke orang atau unit lain. Pada makalah ini knowledge transfer merupakan aktivitasyang berkaitan pertukaran pengetahuan tacit dan eksplisit yang dimiliki, dilakukan di tingkat individu, unit-unit, dan perusahaan dengan cara formal maupun informal.

7. Responsiveness To Knowledge

Menurut Darroch (2003) responsiveness to knowledge merupakan aktivitas organisasi yang memberi respon terhadap berbagai tipe pengetahuan yang diakses, contoh: respon terhadap pengetahuan tentang teknologi dan pemasaran. Chen (2007) menyatakan responsiveness to knowledge fokus pada mengukur lingkungan bisnis internal dan eksternal, mengidentifikasi dan memperoleh pengetahuan yang menantang menjadi sesuatu yang jelas, mengartikulasikan tujuan dan strategi. Dari kajian pustaka di atas disimpulkan bahwa responsiveness to knowledge merupakan respon organisasi dalam mengantisipasi perkembangan bisnis. Pada makalah ini responsiveness to knowledge adalah aktivitasyang dilakukan sebagai wujud respon atau reaksi terhadap saran, kritik, dan komplain dari pegawai dan pelanggan untuk memperbaiki produk, pelayanan dan proses pekerjaan.

8. Knowledge Dissemination

Menurut Echols dan Shadily (2000) knowledge dissemination adalah penyebaran pengetahuan (informasi). Ellitan dan Anatan (2009) menyatakan bahwa diseminasi pengetahuan melibatkan siapa

(10)

saja yang mendapatkan pengetahuan (personalisasi) dan bagaimana (distribusi). Dalam fase ini, tidak semua informasi dan pengetahuan yang dikumpulkan berguna bagi semua orang. Oleh karena itu pengetahuan harus dipersonalisasikan dan didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan spesifik pengguna. Dari kajian pustaka di atas disimpulkan bahwa knowledge dissemination merupakan penyebaran pengetahuan di dalam organisasi, karena itu informasi atau pengetahuan yang akan disebarkan harus dipilih dan diseleksi dengan baik. Pada makalah ini knowledge dissemination merupakan kegiatan-aktivitasyang bertujuan untuk menyebarkan pengetahuan yang dimiliki di dalam perusahaan

METODE PENELITIAN

Research and Development ( Penelitian dan Pengembangan)

Penelitian dan Pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada. Karakteristik Research and Development adalah penelitian ini berbentuk “siklus” , yang diawali dengan adanya kebutuhan, permasalahan yang membutuhkan pemecahan dengan suatu produk tertentu ( Danang, 2010). Siklus tersebut terdiri dari perencanaan, membuat tindakan dari perencanaan, melakukan observasi, melakukan evaluasi (termasul Self evaluation) dan juga analisis kritis untuk kembali ke tahap awal yaitu perencanaan (O'Brien, 2001; McNiff, 2002). Semua siklus tersebut diikuti dengan partisipasi langsung dari objek penelitian dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan praktis dari objek peneliti dan juga mampu memberdayakan kemampuan komunitas lokal (Dick, 2002). Sedangkan Menurut Borg and Gall (1989:782) dalam (Danang, 2010)., yang dimaksud dengan model penelitian dan pengembangan adalah “a process used develop and validate educational product.

Research and Development juga bertujuan untuk menemukan pengetahuan-pengetahuan baru melalui ‘basic research’, atau untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan khusus tentang masalah-masalah yang bersifat praktis melalui ‘applied research’, yang digunakan untuk meningkatkan praktik-praktik pemberdayaan UMKM. Dalam penelitian ini Research and Development dimanfaatkan untuk menghasilkan model transfer knowledge sebagai upaya pemberdayaan, sehingga kemampuan pengusaha kerupuk dapat berkembang.

Dalam penelitian ini, tahapan penelitian dengan metode research and development adalah sebagai berikut: 1) meneliti dan mengumpulkan informasi tentang kebutuhan pengembangan, inovasi produk kerupuk 2) merencanakan prototipe komponen yang akan dikembangkan termasuk mendefinisikan jenis kerupuk yang akan dikembangkan, merumuskan tujuan, menentukan urutan kegiatan dan membuat skala pengukuran (instrumen penelitian), 3) mengembangkan prototipe awal untuk dijadikan model pengkomunikasian (transfer knowledge dari hasil inovasi kerupuk kepada pengusaha kerupuk), 4) melakukan validasi model konseptual kepada para ahli atau praktisi. 5) melakukan ujicoba terbatas (tahap I) terhadap model awal, 6) merevisi model awal, berdasarkan hasil ujicoba dan analisis data, 7) melakukan ujicoba secara luas (tahap II), 8) melakukan revisi akhir atau penghalusan model, apabila peneliti dan pihak terkait menilai proses dan produk yang dihasilkan model belum memuaskan, dan 9) membuat laporan penelitian dan melakukan diseminasi kepada berbagai pihak.

(11)

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah Tuntang Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah dengan populasi pengusaha kecil yang bergerak dalam industri kerupuk. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada kondisi sosial dan perekonomian pengusaha kecil kerupuk yang bisa menggambarkan situasi penelitian. Pertimbangan lainnya adalah dari aspek kemudahan mengakses informasi (manageable). Pemilihan lokasi ini diharapkan bisa menggambarkan masalah penelitian yang telah dirumuskan.

Teknik Pengumpulan Data

Data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dilapangan dengan pedoman pada instrumen penelitian menggunakan kuisoner, sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai laporan dan publikasi yang relevan dari penelitian. Pengisian kuisoner dilakukan dengan teknik interview langsung kepada responden melalui proses FGD. Disamping itu, akan diteliti juga secara mendalam (depth interview) kepada beberapa orang kunci untuk menggambarkan peranan pengrajin di sana dalam melakukan proses knowledge management.

Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah pengusaha kecil kerupuk. Unit analisis dari penelitian ini adalah pengusaha krupuk yang melibatkan istri dalam mengelola usahanya. Sampel yang akan digunakan sebagai unit analisis akan diambil dengan menggunakan tehnik purposivesampling yang bertipe judgementsampling. Menurut Emory dan Cooper (1991), tehnik ini digunakan ketika peneliti secara teliti ingin memilih anggota sampel untuk memenuhi beberapa kriteria sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai dan untuk memenuhi kriteria gambaran populasi.

Rancangan Kuesioner

Untuk memperoleh data yang dapat mendukung penelitian ini, maka instrumen penelitian yang berupa kuesioner ini dirancang terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu: 1) data profil kontraktor dan responden berisi data perusahan yang berkaitan dengan kualifikasi kontraktor, pengalaman bidang konstruksi, pekerjaan konstruksi yang dilaksanakan, dan data profil responden yang berkaitan mengenai umur, tingkat pendidikan, pengalaman bekerja dan tingkat manajer. 2) pandangan kontraktor terhadap aktivitas-aktivitas pengetahuan management. Bagian ini menyangkut pernyataan responden mengenai pandangannya terhadap aktivitas pengetahuan management

Analisis Data

Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap dari lapangan, tahap berikutnya adalah tahap analisis data. Pada tahap ini, data dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga dapat dipakai untuk menjawab tujuan penelitian. Analisis yang dilakukan, yaitu: analisis statistik deskriptif dan menentukan tingkat pengelolaan pengetahuan atau knowledge management dalam perusahaan.

(12)

Karakteristik Responden

Berikut ini data mengenai karakteristik demografi pengusaha kerupuk Tuntang yang akan digali lebih jauh penerapan knowledge management yang dilakukan:

Tabel 4.1 Usia dan lama usaha Pengusaha Kerupuk

Sumber: data olahan 2015

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa pengusaha kerupuk rata-rata usianya ada pada kisaran 30 tahun sampai dengan 40 tahun. Pada usia tersebut secara psikologis para pengusaha sudah memiliki pengalaman usaha yang cukup lama untuk mengembangakn usaha mereka.

Selain itu pengusaha memiliki lama usaha berkisar 10 tahun (70%) sedangkan yang memiliki usaha hampir 20 tahun berkisar 24%. Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha kerupuk sudah lama menggeluti usaha ini, sehingga mereka paham benar bagaimana menjalankan usaha kerupuk dan juga melakukan pengembangan serta inovasi dalam menjalankan usahanya.

Selanjutnya akan dibahas tingkat pendidikan pengusaha kerupuk Tuntang. Berikut ini diagram tingkat pendidikan pengusaha kerupuk Tuntang.

(13)

Aktivitas Knowledge Management Skor Knowledge_Creation 4.496 Knowledge_Sharing 4.215 Knowledge_Aquisition 4.431 Knowledge_Documentation 4.186 Knowledge_Application 4.194 Knowledge_Transfer 3.826 Responsiveness_to_Knowledge 4.213 Knowledge_Dissemination 3.832 Budaya_Kearifan_Lokal 3.824

Sumber : data olahan, 2015

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan pengusaha rata rata ada pada kisaran SD (38%) dan juga SMU (35%), dengan demikian banyak pengusaha yang memiliki tingkat pendidikan yang relatif lebih rendah yaitu lulusan SD. Namun demikian walaupaun tingkat pendidikan mereka relatif rendah, tapi mereka memiliki cukup banyak pengalaman dari menjalankan usaha yang dilihat dari lama usaha mereka yang berada pada kisaran 10 sampai 20 tahun.

Knowledge Management

Setelah melihat data mengenai karakteristik demografik responden pengusaha kerupuk, beikut ini akan dilihat aktivitas knowledge management yang dilakukan oleh pengusaha kerupuk selama ini.

Tabel 4.3 Aktivitas Knowledge Management yang dilakukan pengusaha kerupuk

Sumber : data olahan, 2015 Knowledge Creation

Menurut Hendrik (2003) knowledge creation merupakan tahap memasukkan segala pengetahuan yang baru ke dalam sistem, termasuk juga pengembangan dan penemuan pengetahuan. Zuhal (2010) menyatakan bahwa proses dalam knowledge creation, sebagai berikut: pengetahuan tentang apa yang diinginkan oleh pelanggan (tacit knowledge) dapat kita konversikan menjadi suatu konsep produk baru (explicit knowledge) melalui proses sosialisasi dan eksternalisasi. Dari kajian pustaka di atas dapat disimpulkan bahwa knowledge creation merupakan proses penciptaan pengetahuan yang terjadi di dalam

(14)

organisasi. Deangan demikian knowledge creation merupakan aktivitas yang bertujuan untuk menciptakan pengetahuan baru dengan cara mengkombinasikan pengetahuan internaldan eksternal. Berdasarkan informasi di atas knowledge creation yang dimiliki oleh pengusaha kerupuk memiliki nilai yang cukup tinggi 4,5 yang artinya hampir semua responden pernah melakukan knowledge creation. Tingginya nilai knowledge creation di pengusaha kerupuk Tuntang terjadi karena adanya tuntutan dari pelanggan untuk menghasilkan kerupuk bebas borak, hal ini terjadi karena konsumen sudah mulai sadar akan pentingnya kesehatan, terutama untuk makanan yang mereka konsumsi. Selain itu pengusaha kerupuk selama ini juga mendaptkan pendampingan baik dari Dinas pemerintahan terkait (Dinas Koperasi dan UMKM serta dinas Kesehatan) dan juga mendapatkan pendampingan dari beberapa Perguruan Tinggi untuk menghasilkan kerupuk sehat bebas borak. Lingkungan yang mendukung inilah yang membuat pengusaha kerupuk bersemangat untuk menciptakan penegtahuan baru dalam membuat kerupuk sehat berdasarkan masukan dan pendampingan dari beberapa pihak terkait.

Knowledge Sharing

Menurut Setiarso (2009) knowledge sharing merupakan salah satu aktivitas dalam pengetahuan management yang digunakan untuk memberikan kesempatan kepada anggota suatu organisasi, instansi atau perusahaan untuk berbagi ilmu pengetahuan, teknik, pengalaman dan ide yang mereka miliki kepada anggota lainnya. Munir (2008) menyatakan bahwa sasaran knowledge sharing adalah menyebarkan pengetahuan yang dikuasai oleh satu orang ke sebanyak mungkin orang di organisasi. Penyebaran pengetahuan dari satu orang ke orang lain, atau dari satu unit kerja ke unit kerja yang lain diharapkan akan meningkatkan kualitas pengetahuan yang dimiliki oleh individu, unit kerja dan akhirnya organisasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa knowledge sharing merupakan metode yang digunakan untuk membagi pengetahuan. Knowledge sharing merupakan aktivitas yang dilakukan untuk membagi pengetahuan yang dimiliki karyawan di dalam perusahaan baik yang berupa tacit maupun eksplisit sehingga membantu penyelesaian pekerjaan di perusahaan.

Pengusaha kerupuk di daerah Tuntang meiliki skor cukup tinggi di knowledge sharing yaitu sebesar 4.2. Tingginya skor pada knowledge sharing terjadi karena adanya kesadaran yang dimiliki oleh masing-masing pengusaha kerupuk untuk membagi ilmu yang dimilikinya baik kepada karyawan ataupun kepada sesama pengusaha dalam rangka mengembangkan bisnis. Hal ini didukung dengan adanya Kelompok Usaha Tuntang Jaya yang rutin melakukan pertemuan setiap bulannya untuk membahas masalah yang dihadapi pengusaha kerupuk dan mencari solusi terhadap masalah tersebut secara bersama-sama.

Knowledge Acquisition

Menurut Sangkala (2007) knowledge acquisition pada dasarnya adalah aktivitas yang berorientasi pada penambahan pengetahuan yang sudah ada di dalam organisasi. Knowledge acquisition dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan mengakuisisi pengetahuan yang bersumber dari luar maupun dari dalam organisasi. Munir (2008) menyatakan bahwa sasaran aktivitas dalam proses knowledge acquisition adalah untuk memperoleh pengetahuan yang dibutuhkan oleh organisasi. Dari kajian pustaka di atas disimpulkan bahwa knowledge acquisition merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mengakuisisi atau menambah pengetahuan. Pada penelitian ini knowledge acquisition merupakan aktivitas untuk menambah atau mengakuisisi pengetahuan yang sudah dimiliki perusahaan dengan cara memperolehnya dari internal maupun eksternal perusahaan.

(15)

Skor knowledge aquisition yang dimiliki oleh pengusaha kerupuk cukup tinggi yaitu 4.3. Artinya banyak pengusaha kerupuk yang melakukan proses akuisisi pengetahuan dari pihak lain seperti (Dinas terkait, Perguruan Tinggi) yang selama ini melakukan pendampingan di industri kerupuk tersebut. Para pengusaha kerupuk sering menghadiri seminar ataupun pelatihan yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi ataupun Dinas terkait. Dengan mengikuti seminar ataupun pelatihan mereka mampu untuk mengakuisisi pengetahuan dari pihak lain yang selama ini mereka belum pahami.

Knowledge Documentation

Menurut Seleim dan Khalil (2007) knowledge documentation melibatkan aktivitas yang menginstitusionalkan pengetahuan dalam bentuk memori organisasi yang selanjutnya dapat ditransfer dan digunakan kembali di masa yang akan datang. Munir (2008) menyatakan bahwa knowledge documentation merupakan aktivitasyang ditujukan untuk memastikan bahwa pengetahuan yang ada di organisasi terpelihara dan tersimpan dalam bentuk yang mudah diakses oleh yang membutuhkan. Dari hasil penetian di atas disimpulkan bahwa knowledge documentation merupakan aktivitasyang dilakukan untuk menyimpan dan memelihara pengetahuan organisasi. Pada penelitian ini knowledge documentation merupakan aktivitas yang dilakukan untuk menyimpan atau mendokumentasikan pengetahuan di dalam organisasi sehingga terpelihara dengan baik dan dapat diakses dengan mudah saat dibutuhkan.

Para pengusaha kerupuk di daerah Tuntang sudah sangat sadar dengan adanya knowledge documentation. Hal ini dapat dilihat pada skor knowledge documentation sebesar 4.2. Para pengurus Kelompok Usaha Bersama Tuntang Jaya memiliki peran yang sangat penting dalam rangka mendokumentasikan seluruh pengetahuan yang ada misalanya mendokumentasikan materi pelatihan, ataupun mendokumentasikan cara simulasi pembuatan kerupuk bebas borak. Dengan adanya dokumentasi yang baik akan memepermudah akses anggota kelompok yang lain ketika mereka membutuhkannya. Knowledge Application

Menurut Seleim dan Khalil (2007) knowledge application mengacu pada aktivitas organisasi untuk menggunakan pengetahuan yang tersedia untuk memperbaiki proses, produk, dan pelayanan juga kinerja organisasi. Ellitan dan Anatan (2009) menyatakan bahwa knowledge application mencakup aplikasi pengetahuan dalam skenario yang baru dan belajar dari skenario tersebut yang mencakup analisis dan evaluasi kritis. Knowledge application menekankan bahwa pengetahuan harus diterapkan dalam produk, proses dan jasa. Dari kajian pustaka di atas disimpulkan bahwa knowledge application merupakan aktivitas yang dilakukan organisasi untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh. Pada makalah ini knowledge application merupakan aktivitas yang dilakukan untuk menerapkan pengetahuan yang ada agar bisa memperbaiki proses, produk maupun pelayanan yang diberikan sehingga menjadi lebih efektif dan efisien.

Pengusaha kerupuk Tuntang tidak hanya mendokumentasikan pengetahuan yang dimiliki saat ini, mereka juga sudah menerapkan pengetahuan mereka untuk mengembangakan usaha kerupuk. Hal ini dapat dilihat dari skor knowledge aplication sebesar 4.2. Pengetahuan baru yang mereka miliki dari hasil pelatihan ataupun seminar, mereka coba terapkan khususnya untuk membuat kerupuk bebas borak dengan menggunakan beberapa bahan kimia yang aman seperti STPP (sodium tripolyphospat) dengan adanya

(16)

penerapan ilmu baru dalam memproduksi kerupuk diharapkan mampu untuk memberikan pelayanan kepada konsumen yang elbih baik terutama untuk memenui kebutuhan kerupuk sehat bebas borak.

Knowledge Transfer

Menurut Hendrik (2003) knowledge transfer menyangkut aktifitas pemindahan pengetahuan dari satu pihak ke pihak lain. Seleim dan Khalil (2007) menyatakan bahwa knowledge transfer termasuk kegiatan-aktivitas yang mendukung pertukaran pengetahuan antar individu, kelompok, unit-unit di dalam organisasi dan di tingkat organisasi yang berbeda. Transfer pengetahuan yang eksplisit lebih banyak terjadi dari pada transfer pengetahuan yang tidak eksplisit (tacit pengetahuan). Seorang ahli mengatakan bahwa 80% know how ada pada area yang tidak mudah atau tidak dapat dikodifikasi. Dari hal di atas disimpulkan bahwa knowledge transfer merupakan aktivitas memindahkan atau mentransfer pengetahuan dari satu orang atau unit ke orang atau unit lain. Knowledge transfer merupakan aktivitasyang berkaitan pertukaran pengetahuan tacit dan eksplisit yang dimiliki, dilakukan di tingkat individu, unit-unit, dan perusahaan dengan cara formal maupun informal.

Pengusaha kerupuk Tuntang sudah melakukan transfer knowledge baik secara tacit ataupun eksplisit knowledge. Tacit knowledge didapatkan dari orang tua mereka. Kebanyakan pengusaha kerupuk di Tuntang adalah usaha turun temurun, dari kecil mereka diajak oleh orang tua untuk membantu mebuat kerupuk dirumah hal inilah yang membuat tacit knowledge mereka berkembang. Sedangkan untuk eksplisit knowledge mereka juga melalukan proses transfer knowledge ke sesama pengusaha ataupun ke karyawan yang dimiliki melalui forum pertemuan di kelompok usaha ataupun seminar dan pelatihan yang diikuti. Proses transfer knowledge yang baik dapat dilihat dari skor komponen ini sebesar 3.8.

Responsiveness To Knowledge

Menurut Darroch (2003) responsiveness to knowledge merupakan aktivitas organisasi yang memberi respon terhadap berbagai tipe pengetahuan yang diakses, contoh: respon terhadap pengetahuan tentang teknologi dan pemasaran. Chen (2007) menyatakan responsiveness to knowledge fokus pada mengukur lingkungan bisnis internal dan eksternal, mengidentifikasi dan memperoleh pengetahuan yang menantang menjadi sesuatu yang jelas, mengartikulasikan tujuan dan strategi. Dari kajian pustaka di atas disimpulkan bahwa responsiveness to knowledge merupakan respon organisasi dalam mengantisipasi perkembangan bisnis. Pada makalah ini responsiveness to knowledge adalah aktivitasyang dilakukan sebagai wujud respon atau reaksi terhadap saran, kritik, dan komplain dari pegawai dan pelanggan untuk memperbaiki produk, pelayanan dan proses pekerjaan.

Pengusaha kerupuk Tuntang paham bahwa untuk mengembangkan usaha dibutuhkan saran dan msukan dari beberapa pihak terkait seperti pelanggan, pegawai, dan juga Dinas dari pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dari skor responsiveness to knowledge yang tinggi sebesar 4.2. Masukan dari pelanggan dan juga karyawan untuk membuat kerupuk yang sehat serta berprodusksi secara efektif dan efisien dijadikan bahan pertimbangan bagi pengusaha kerupuk untuk melakukan perbaikan usaha membauat kerupuk sehat. Hal ini penting dilakukan untuk merespon perkembangan bisnis yang ada.

(17)

Knowledge Dissemination

Menurut Echols dan Shadily (2000) knowledge dissemination adalah penyebaran pengetahuan (informasi). Ellitan dan Anatan (2009) menyatakan bahwa diseminasi pengetahuan melibatkan siapa saja yang mendapatkan pengetahuan (personalisasi) dan bagaimana (distribusi). Dalam fase ini, tidak semua informasi dan pengetahuan yang dikumpulkan berguna bagi semua orang. Oleh karena itu pengetahuan harus dipersonalisasikan dan didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan spesifik pengguna. Dari kajian pustaka di atas disimpulkan bahwa knowledge dissemination merupakan penyebaran pengetahuan di dalam organisasi, karena itu informasi atau pengetahuan yang akan disebarkan harus dipilih dan diseleksi dengan baik. Pada makalah ini knowledge dissemination merupakan kegiatan-aktivitas yang bertujuan untuk menyebarkan pengetahuan yang dimiliki di dalam perusahaan.

Proses penyebaran pengetahuan (Knowledge dissemination) yang dimiliki oleh pengusaha kerupuk sudah sangat memadai, hal ini dapat dilihat pada nilai skor sebesar 3.8. Penyebaran pengetahuan biasanya dilakukan pada acara pertemuan rutin kelompok usaha dengan beberapa topik yang diangkat menjadi isu permasalah yang dihadapi oleh para pengusaha seperti bagaimana membuat kerupuk bebas borak. Deangan demikian penyebaran pengetahuan sudah dipilih dan diseleksi dengan baik sesuai dengan kebutuhan pengusaha kerupuk.

Budaya Kearifan Lokal

Kearifan lokal yang dimiliki oleh daerah setempat dimana para pengusaha kerupuk tinggal juga memiliki peran yang cukup besar dalam membuat sebuah knowledge management. Para pengusaha masih sangat terikat dengan budaya lokal setempat. Contohnya ketika akan dilakukan perubahan bahan baku dari menggunakan borak ke STPP mereka tidak bisa menerima secara mudah karena mereka berfikir borak adalah resep warisan secara turun temurun. Sehingga jika akan dirubah harus dilakuan proses Slametan terlebih dahulu. Proses Slametan ditujukan untuk meminta restu dari nenek moyang untuk mengganti bahan baku borak ke STPP. Proses ini penting dilakukan agar mereka diberi keselamatan dan keberkahan selama menggunakan STPP. Bila dilihat dari skor budaya kearifan lokal yang nilainya 3.8 menandakan bahwa keterikatan pengusaha dengan budaya lokal sangat tinggi. Untuk mengembangkan pengetahuan mereka juga masih menggunakan unsur budaya lokal.

KESIMPULAN

Secara keseluruhan proses knowledge management yang dilakukan oleh para pengusaha kerupuk Tuntang sudah berjalan baik. Hal ini dapat dilihat dari seriap aktivitas knowledge management dari knowledge creation sampai knowledge dissemination yang memiliki skor yang tinggi diatas 4. Selain itu untuk menunjang proses knowledge management dibutuhkan juga akselerasi dengan budaya lokal setempat karena pengusaha kerupuk masih sangat terikat dengan budaya di sekitar mereka. Dengan melibatkan budaya setempat membuat proses knowledge management dapat berlangsung dengan baik.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Adam, L. (2007). Information and Communication Technologies, Knowledge Management and Indigenous Knowledge: Implications to Livelihood of Communities in Ethiopia. Paper Presented at a Workshop on "The Role of ICT in Preserving and Disseminating Indigenous Knowledge", Addis Ababa, April 19, 2007.

Andriessen D, & Broom M. (2007). “ East is East and West is West and((n)ever its Intelectual Capital shall Meet”. Journal of Intelectual Capital Vol 8 ,No 4

Barret, P. (1993). Profitable Practice Management-For The Construction Professional. London.

Bornemann, Manfred et al, An Illustrated Guide to Knowledge Management,Wissenmanagement Forum, 2003, Graz, Austria

Boven, K. & Morohashi, J. (2002). Best Practices using Indigenous Knowledge: Ajoint publication by Nuffic, The Hague, The Netherlands, and UNESCO/MOST, Paris, France http://www.unesco.org/most/bpikpub.htm

Bratianu, C. (2009). “ A Critical Analysis of Nonaka Model of Knowledge Dinamics” Electronic Journal of Knowledge Managemen Volume 8 Issue 2 pp 193-200

Danang, Hidayat. (2010). Peran Penelitian Research & Development Dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Di Pendidikan Teknologi Dan Kejuruan. Diambil dari www.google.com

De Long, D.W. (2000). Diagnosing Cultural Barriers to Knowledge Management. Academy of Management Executive, 14 (4), 113-27.

Dick, B. (2002). Action research: Action and research Accessed on Feb 3, 2007

Emory, C. William and Donald R.Cooper,(1991). Business Research Methods.Fourth Edition. Richard D. Irwin, Inc

Fajar. (2009).Knowledge Management dan Impelementasinya, diakses dari http://fajar205140016.blogspot.com/2009/01/knowledge-management-nimplementasi.html

Freire, Paulo.(1984). Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan ( terjemahan. AA. Nugroho), Jakarta : PT Gramedia.

Friedmann, J.(1992). Empowerment. The Politics of an Alternative Development. Oxford: Basil Blackwell. Garavan, T.,Ocinneide,B., and Fleming, P. (1997).Entrepreneurship and Business Start-ups in Ireland, Oak

Tree Press

Hong, J., Easterby-Smith, M. and Snell, R. (2006), ‘Transferring organizational learning systems to Japanese subsidiaries in China’, Journal of Management Studies, vol. 43 no.5, pp.1027-1058.

(19)

Kosasih dan Budiani. (2007), Pengaruh Knowledge Management terhadap kinerja karyawan :Studi kasus departemen front office Surabaya plaza hotel, Jurnal ManajemenPerhotelan, FE, Universitas Kristen Petra, Vol. 3 No. 2, September 2007 : hal 80 –88

Maimunah, El Rayeb, S. Augury, Siti,. (2008). Knowledge Management Sebagai Salah SatuJembatan Pengembangan Institusi Unggulan, Jurnal AMIK Raharja, Vol. 2, No. 1,2008 : 80 – 90

Naland, F. Riany. (2011), Implementasi Knowledge Management di Hyundai Motor, diaksesdari http:// rainynaland.wordpress.com/2008/09/16/implementasi-nowledgemanagement-di-hyundai-motor/ pada Januari, 18, 2011

Lu, Shu-Ling dan Sexton, Martin. (2006) Innovation in Small Construction Knowledge-Intensive Profession Service Firm: A Case Study of an Architectural Practice. Construction Management and Economics. Vol 24, p 1269-1282

Mahastanti. L dan Nugrahanti, Yeterina (2010). Peranan Women Co-Entrepreneur dalam pengambangan bisnis (studi kasus pengusaha kerupuk daerah Tuntang Kabupaten Semarang). Jurnal Siasat Bisnis Vol 14 :1-100.

Mahastanti. L dan Nugrahanti, Yeterina (2011).. Myths and realities of Women Entrepreneur Access to Bank Loan. Procceding Internatioal Conference Atmaja Jakarta

Mahastanti. L dan Nugrahanti, Yeterina (2014).. Akselerasi Proses Transfer knowledge menggunakan pendekatan model SECI yang disesuaikan dengan kearifan lokal masyarkat jawa”Slametan” Procceding Seminar Nasional dan Call for Paper UPN Veteran Jogjakarta

McNiff, (2002) Action research for professional development. Accessed online Feb 2, 2007

Nonaka (1997). Organization knowledge Creation. At the Knowledge Advantage Conference held November 11-12,

Nonaka I Takeuchi.,H 1995. “The Knowledge Creating CompanyHow Japanese Company Create the Dinamics Of Innovation”. Oxford University Press, Oxford

O'Brien, R. (2001). An overview of the methodological approach of action research In Roberto Richardson (Ed.), Theory and Practice of Action Research. João Pessoa, Brazil: Universidade Federal da Paraíba. (English version) Accessed online on Feb. 2, 2007

O’ Cannor Valerie, Hamauda Angela, Henry Colette,Johsonston (2003).”Co-entrepreneural Venture:a study of mix gender founders of ICT companies in Ireland.(www.google.com).

Polanyi, M. (1962). Personnal Knowledge: Towards a Post Critical Philosophy, Rouledge and Kegan Paul. London.

(20)

Priambada D. Boy. (2010),Implementasi Knowledge Management System di Perusahaan,Program Pascasarjana Ilmu Komputer, IPB, 2010, Bogor

Ramzy. (2011), Knowledge Management Sebagai Competitive Advantage, 2009, diakses darihttp:// km.gunarta.net/node/37, diakses pada Januari, 18, 2011

Robeiro-Sorano, D. And Urbano D. (2009). Overview of Collaborative Entrepreneurship ; An Intregeted Approach between Business Decessions and Negotiations. Group Decission and negotiations, 18 pp.419-430

Sabestova J, Rylkova Z. (2011). Competencies and Innovation Within Learning Organization. Economic and management vol 16 pp 954-960.

Sexton, M.G and Barret (2003). A Literature Synthesis of innovation in small construction firm. Sexton, M.G and Barret. (2003). Appropriate Innovation in Small Costruction Firm.

Swan,J.,Scarbrouht,H.,And Robertson,M.(2002). The Contruction of Communitiesof Practice in The Management of Innovation. Management learning. 33.477-97

Tambunan, Tulus, Ukuran Daya Saing Koperasi dan UKM, Backgound studi RPJM Nasional 2010 – 2014, Bidang Pemberdayaan Koperasi dan UKM, Bappenas,2010

Tambunan, Tulus, Masalah Pengembangan UKM di Indonesia : Sebuah Upaya Mencari Jalan Alternatif, Bahan diskusi Forum Keadilan Ekonomi (FKE) Institute for Global Justice, Jakarta, 28 September 2008

Timmons, J.A. (1994).”New Venture Creation: Entrepreneurship for the 21”Century,Irwin.

Uriarte A. Filemon. (2008) Introduction to Knowledge Management, ASEAN Foundation, 2008, Jakarta, Indonesia

Wijaya Marcel. (2011) Knowledge dan Implementasinya yang tidak tanpa kendala, diakses ari http://marcelwijayacc.wordpress.com/2010/10/17/knowledge-management- animplemetasinya- yang-tidak-tanpa-kendala/ pada Januari, 18, 2011

Wahab A,S.,Rose R, Uli J,Abdulllah. (2009). A Review on yhe Technology Transfer Model : Knowledge Based on Organizational Learning Model on Technology Transfer. Europian Journal of Social Sciences vol 10 Nov 4,pp 550-562.

Warren, D. M. 1991 "Using Indigenous Knowledge in Agricultural Development"; World Bank Discussion Paper No.127. Washington, D.C.: The World Bank.

(21)

Gambar

Tabel 4.1 Usia dan lama usaha Pengusaha Kerupuk
Tabel 4.3 Aktivitas Knowledge Management yang dilakukan pengusaha kerupuk

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan pendidikan secara umum adalah mewujudkan perubahan positif yang diharapkan ada pada peserta didik setelah menjalani proses pendidikan, baik perubahan

[r]

Pilih ukuran pasak yang sesuai dengan kayu yang akan disambung, baik tebal maupun lebarnya.. Tentukan ukuran kayu penyambung (kayu tepi) yang cocok untuk ukuran pasak yang

alamat memori, alamat port, atau data immediate dari sebuah instruksi.  Operand adalah sasaran dari instruksi.  Pada bagian operand terbagi menjadi dua.. bagian yaitu sumber

[r]

penelitian adalah Untuk mendiskripsikan persepsi siswa tentang hubungan remaja yang sehat sebelum dan sesudah diberikan layanan informasi berbantuan audio visual pada kelas

Berdasarkan persamaan (3), suku (1 - e -λt ) merupakan fungsi dari lama waktu iradiasi atau dapat digunakan untuk menentukan perbandingan antara jumlah

ammonium sulfat, ammonium klorida, ammonium dihidrogen fosfat dan HNS (aditif kontrol) memenuhi persyaratan mutu ekspor berdasarkan SNI No.1903-2011. Persyaratan mutu