• Tidak ada hasil yang ditemukan

PIT1_Sebuah Pemikiran Kadaster Laut Sebagai Langka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PIT1_Sebuah Pemikiran Kadaster Laut Sebagai Langka"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)Pertemuan Ilmiah Tahunan I Teknik Geodesi - ITS, Surabaya, 13 Oktober 2004. SEBUAH PEMIKIRAN KADASTER LAUT SEBAGAI LANGKAH MENUJU PENATAAN WILAYAH LAUT Dr. Budi Sulistiyo, MSc Badan Riset Kelautan dan Perikanan. 1. Pendahuluan Tidak dapat dipungkuri lagi bahwa bangsa Indonesia menaruh harapan besar terhadap laut sebagai sumber ekonomi negeri ini. Sudah selayaknya saat ini, menterjemahkan harapan masyarakat ini menjadi suatu langkah yang lebih konkret. Sementara itu ”slogan” pembangunan kelautan secara lestari masihlah dirasakan oleh masyarakat kebanyakan, masihlah merupakan hal yang relatif abstrak. Kata lestari bukan lagi bertindak sebatas sebuah jargon dalam kebijakan pembangunan, namun diartikan suatu tindakan pemanfaatan sumberdaya yang terukur dengan segala pertimbangan berdasarkan sifat maupun karakter yang dimilikinya dan dapat memberikan nilai tambah bagi perabadan manusia yang memanfaatkannya. Di samping itu penyusunan format pembangunan kelautan haruslah didasarkan pada suatu pemahanan fungsi laut, diantaranya laut sebagai laut sebagai (1) wilayah, (2) ekosistem dan sumberdaya, (3) media kontak sosial dan budaya, serta (4) sumber dan media penyebar bencana alam. Pemahaman terhadap fungsi laut ini secara selaras dan seimbang, diharapkan dapat memberikan sebuah kerangka pemikiran pembangunan kelautan di Indonesia ke depan, yang komperhensif sekaligus mendukung prinsip pemanfaatan sumberdaya secara lestari.. 2. Makna dan Fungsi Laut bagi Bangsa Indonesia Bagi sebuah negara kepulauan seperti Indonesia, laut memegang peranan penting serta memiliki makna dan fungsi yang sangat berarti bagi bangsa Indonesia : a. Laut sebagai Wilayah Salah satu persyaratan mutlak harus dimiliki oleh sebuah negara adalah wilayah kedaulatan, di samping rakyat dan pemerintahan yang diakui. Konsep dasar wilayah negara kepulauan telah diletakkan melalui Deklarasi Djuanda 13 Desember 1967. Deklarasi tersebut memiliki nilai sangat strategis bagi bangsa Indonesia, karena telah melahirkan konsep Wawasan Nusantara yang menyatukan wilayah Indonesia. Laut nusantara bukan lagi sebagai pemisah, akan tetapi sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang disikapi sebagai wilayah kedaulatan mutlak Negara Kesatuan Republik Indonesia. Diakuinya konsep ini oleh dunia internasional seperti yang tercantum pada UNCLOS 1982, memberikan tanggung jawab besar Indonesia dalam mengelola laut baik (1) bagi kepentingan nasional sebagai sumber perekonomian negara, (2) secara regional berbatasan dengan negaranegara tetangga yang juga memiliki kepentingan mengelola laut, dan (3) secara internasional perairan Indonesia merupakan perairan vital yang dapat berpengaruh pada perdagangan, kepentingan pertahanan global maupun keseimbangan ekosistem laut global.. “Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan Perundangan Otonomi Daerah”. 26.

(2) Pertemuan Ilmiah Tahunan I Teknik Geodesi - ITS, Surabaya, 13 Oktober 2004. Dalam mengelola laut sebagai wilayah ada dua hal pokok yang harus diselesaikan. Pertama, eksternal menata batas-batas maritim dengan negara-negara tetangga sesuai dengan ketentuan internasional yang berlaku dan kedua, internal menata wilayah laut khususnya batas-batas peruntukan lahan laut sebagai suatu pengaturan pemanfaatan lahan laut yang mengakomodasi semua kepentingan dengan tetap mengutamakan azas persatuan dan kesatuan bangsa. b. Laut sebagai Sumberdaya dan Ekosistem Laut merupakan fenomena alam yang tersusun dalam suatu sistem yang kompleks, terdiri dari komponen-komponen sumberdaya hayati dan non hayati dengan keragaman dan nilai ekonomi yang tinggi. Setiap sumberdaya laut tersusun sebagai suatu ekosistem dengan karakterisik tertentu. Interaksi antar ekosistem-ekosistem ini membentuk suatu keseimbangan lingkungan laut. Ekosistem laut beraksi relatif lebih sensitif dan selalu berupaya mencari keseimbangan baru terhadap adanya perubahan. Hal ini mengakibatkan adanya keseimbangan baru suatu ekosistem di laut dapat berdampak pada kawasan yang luas atau bahkan global. Indonesia sebagai negara yang mengelola laut perlu secara serius bukan hanya memperhatikan aspek keseimbangan lingkungan di wilayah laut Indonesia, namun juga mempunyai kepentingan untuk memantau kualitas ekosistem laut secara global. c. Laut sebagai Media Kontak Sosial dan Budaya Seiring dengan pemanfaatan laut sebagai media transportasi, terbukalah hubungan antar masyarakat baik melalui perdagangan maunpun kegiatan lainnya. Hubungan antar masyarakat ini secara langsung dan tidak langsung telah membuka adanya pertukaran budaya. Namun aktifitas ekonomi dan sosial masyarakat di laut perlu diwaspadai adanya peluang timbulnya tindakan negatif atau bahkan cenderung sebagai tindakan kriminal. Perompakan kapal, pengambilan sumberdaya yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku atau tindak kejahatan lainnya, merupakan dampak negatif aktifitas sosial ekonomi di laut. d. Laut sebagai Sumber dan Media Penyebar Bencana Alam Sifat laut sebagai media penghantar energi yang baik, dicermati sebagai aspek ancaman terhadap kehidupan manusia. Bencana tsunami menunjukan salah satu bukti bahwa laut meneruskan energi yang terlepas secara mendadak akibat gempa tektonik bawah air. Bencana tumpahan minyak di laut secara cepat akan dipindahkan dan disebarkan pada area yang cukup luas. Media air menyebarkan tumpahan minyak sesuai dengan arah dan besaran tenaga dominan yang bekerja pada pemukaan. Mengingat laut sebagai sumber dan media bencana alam yang baik, maka dalam faktor bencana alam merupakan aspek penting sebagai pertimbangan dalam menentukan pola pemanfaatan laut.. “Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan Perundangan Otonomi Daerah”. 27.

(3) Pertemuan Ilmiah Tahunan I Teknik Geodesi - ITS, Surabaya, 13 Oktober 2004. 3. Wilayah Laut Perlu Ditata Perjuangan Indonesia atas konsep wilayah laut bagi negara kepulauan telah membawa dampak signifikan bagi perkembangan wilayah laut dengan disertai hak-hak serta kewenangan-kewenangan dalam pengelolaannya. Laut telah berkembangan menjadi aset nasional sebagai wilayah kedaulatan, ekosistem, sumberdaya yang dapat bertindak sumber energi, sumber bahan makanan, sumber bahan farmasi, serta berperan sebagai media lintas laut antar pulau, media pertukaran sosial-budaya, kawasan perdagangan, dan wilayah pertahanan keamanan.. Gambar 1 : Ilustrasi pemanfaatan ruang laut untuk berbagai kepentingan (kartografer I. Pramudji). Di sisi lain, mengingat fungsi laut sebagai sumberdaya yang dapat dikonversi sebagai nilai ekonomi, maka aktifitas manusia dalam kaitannya kepentingan pemanfaatan sumberdaya laut memperlihatkan adanya kecenderungan tanpa memperhatikan fungsi laut lainnya. Tanpa pengaturan yang tegas dalam pemanfaatan laut akan dapat berdampak pada konflik pemanfaatan ruang di laut. Penataan wilayah laut pada dasarnya diperlukan dalam kaitannya pengaturan pemanfaatan laut secara optimal dengan mengakomodasi semua kepentingan sekaligus sebagai upaya tindakan menghindari adanya konflik pemanfaatan ruang di laut. Pengertian ini mengarah pada suatu pemahaman, bahwa pemanfaatan suatu sumberdaya laut haruslah diberikan batas yang jelas antara zona pemanfaatan yang satu dengan zona yang lain, dengan memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut: a. Sifat Dinamis Laut Air sebagai media pengantar yang baik sehingga sensitif terhadap setiap perubahan. Perubahan suhu akan berpengaruh pada perubahan salinitas dan sifat fisik lainnya. Alam tersusun oleh. “Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan Perundangan Otonomi Daerah”. 28.

(4) Pertemuan Ilmiah Tahunan I Teknik Geodesi - ITS, Surabaya, 13 Oktober 2004. sistem-sistem keseimbangan yang sifat dinamis. Artinya adanya perubahan salah satu atau lebih faktor dalam suatu sistem, maka alam akan mencari keseimbangan baru. Sebutlah terumbu karang. Terumbu karang akan hidup dengan optimal pada suhu antara 200C – 300C, kondisi salinitas berkisar 300/00 – 330/00, kedalaman hingga 40 m tergantung penetrasi sinar matahari. Terumbu karang merupakan tempat bertelur, berpijah ataupun hidup beberapa jenis ikan. Adanya perubahan tingkat kecerahan misalnya akibat arus turbulensi yang mengangkut material endapan, maka kondisi terumbu karang akan menurun atau bahkan mati. Perubahan keseimbangan ini berdampak pada kehidupan ikan yang selama ini bersimbiosis. Aspek sifat laut yang dinamis perlu diperhatikan dalam penarikan zona untuk suatu peruntukan tertentu. Sifat-sifat keseimbangan ekosistem yang terkait pada zona tersebut perlu diketahui, sehingga penetapan zona apakah dapat dilakukan hanya secara spasial atau juga spasialtemporal untuk menjaga keseimbangan yang ada. b. Penafsiran Nilai Ekonomi dan Nilai Beban Lingkungan Pada suatu kawasan perairan mengandung berbagai macam sumberdaya. Sumberdaya ini perlu laut didata secara seksama, meliputi jenis dan rekaan kandungan cadangannya. Dikaitkan dengan penarikan zona pemanfaatan untuk peruntukan tertentu ada 2 (dua) unsur utama yang harus diperhatikan, yakni (1) Potensi Pasokan, merupakan kondisi sumberdaya laut baik fisik maupun biologi yang mempunyai kemampuan tumbuh dan berkembang serta dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya; serta (2) Potensi Permintaan yang meliputi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang dalam perkembangannya memerlukan potensi pasokan yang memadai. Tindakan pemanfaatan sumberdaya laut dapat dipastikan berdampak pada adanya perubahan keseimbangan alam. Tanpa adanya suatu pengaturan yang tegas, keseimbangan baru yang ditimbulkannya merupakan beban lingkungan. Apabila pada akhirnya biaya untuk perbaikan lingkungan lebih besar daripada nilai ekonomi yang telah didapatkan, maka tujuan pemanfaatan sumberdaya untuk dapat memberikan nilai tambah tidaklah dapat tercapai. Untuk itu dirasakan penting bahwa selain penilaian terhadap potensi pasokan dan potensi pemintaan, penilaian juga dilakukan pada potensi beban lingkungan akibat pemanfaatan sumberdaya. Penilaian ketiga potensi tersebut dilakukan pada setiap sumberdaya yang tersedia pada kawasan perairan tersebut untuk menyusun skala prioritas jenis pemanfaatan sumberdaya laut yang akan dikembangkan. c. Sosial Budaya Masyarakat Pesisir dan Pulau Kehidupan sosial budaya masyarakat pesisir dan pulau di Indonesia sangatlah beragam. Perkembangan sosial budaya ini secara langsung dan tidak langsung dipengaruhi oleh faktor alam. Perkembangan selanjutnya memberikan karakteristik dalam aktifitasnya mengelola sumberdaya alam. Tidaklah jarang ditemukan bahwa masyarakat pesisir dan pulau belum tentu memilih laut sebagai lahan utama dalam mencari mata pencaharian. Demikian pula, pada masyarakat pesisir. “Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan Perundangan Otonomi Daerah”. 29.

(5) Pertemuan Ilmiah Tahunan I Teknik Geodesi - ITS, Surabaya, 13 Oktober 2004. dan pulau yang memanfaatkan laut sebagai lahan mata pencaharian utama, menunjukkan pola dan karakter yang berbeda dari kawasan perairan satu ke kawasan lain memiliki pola yang berbeda. Adat istiadat suku yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau sangatlah beragam pula. Di beberapa tempat sering dijumpai adanya budaya pengaturan lahan laut atau sering disebut hak ulayat laut. Aturan-aturan semacam ini merupakan satu kearifan lokal yang perlu dihargai sesuai dengan UUD 1945 pasal 18B ayat 2 yang menyebutkan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dengan undang-undang. Selanjutnya kondisi demografi yang menyangkut perkembangan penduduk, taraf pendidikan, suku bangsa, agama serta tingkat arus informasi yang dapat diterima, merupakan faktor-faktor terkait dalam mengkaji permasalahan sosial budaya masyarakat pesisir untuk perumusan kebijakan penataan wilayah laut. 4. Administrasi Lahan Laut UU No. 24 tahun 1992 pasal 1 tentang Penataan Ruang secara tegas menyebutkan, bahwa Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara. Dalam kaitan ini Ruang diterjemahkan sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makluk hidup lainnya untuk melakukan dan memelihara kelangsungan hidup mereka.. “Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan Perundangan Otonomi Daerah”. 30.

(6) Pertemuan Ilmiah Tahunan I Teknik Geodesi - ITS, Surabaya, 13 Oktober 2004. Gambar 2: Sistematika pengembangan Sistem Administrasi Lahan Laut sebagai langkah penataan wilayah laut secara kuantitatif yang diperkuat aspek hukum dalam pemanfaatannya (sumber ARC Marine Cadastre, 2002 dengan perubahan dan penyesuaian).. Berdasarkan pemahaman ini, maka dapat dikembangkan suatu konsep bahwa laut yang merupakan kesatuan wilayah negara yang perlu ditata dan diatur tanpa mengurangi prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada kenyataannya hingga sampai saat ini, penataan wilayah laut belum diatur secara tegas. Batasbatas pemanfaatan lahan laut juga belum secara keseluruhan memiliki kepastian hukum yang kuat dibandingkan dengan pengaturan pengelolaan wilayah darat.. “Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan Perundangan Otonomi Daerah”. 31.

(7) Pertemuan Ilmiah Tahunan I Teknik Geodesi - ITS, Surabaya, 13 Oktober 2004. Tanah negara, misalnya dibagi habis dalam bentuk persil yang diatur berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960 dengan pemberian hak, kewajiban, dan larangan yang jelas. Hak diberikan kepada masyarakat dalam bentuk hak milik, hak guna, hak pakai, dan sebagainya. Batas-batas persil tersebut memiliki kekuatan hukum dan memiliki kewajiban sesuai dengan hak yang diberikan. Pengaturan ini merupakan administrasi publik terhadap lahan di darat yang diatur secara tegas, sehingga adanya kepastian hukum terhadap penyelesaian konflik pemanfaatan lahan. Menjadi suatu pemikiran, apakah konsep administrasi publik lahan di darat ini dapat diadopsi dan diterapkan untuk pengaturan lahan di laut dengan memperhatikan karakteristik wilayah laut. Pemikiran ini telah menjadi salah satu dasar penyusunan kadaster laut. Apabila konsep akan diterapkan, maka hal-hal yang perlu pendapatkan perhatian, adalah: (a) pandangan secara 3 (tiga) dimensi terhadap lahan atau persil laut (b) penggunaan lahan laut diberikan dengan mempertimbangkan aspek keseimbangan dinamis laut, dengan demikian penggunaan lahan laut nantinya diberikan dengan pertimbangan baik spasial maupun spasial-temporal (c) mengingat bahwa laut paradigma yang telah berkembang sejak abad ke 17 adalah : "that the ocean space as a common, available to all by owned by none", maka hak milik tidak dapat diberikan pada lahan laut (d) hukum-hukum adat dan hak-hak tradisional yang berlaku pada masyarakat dalam pengaturan pemanfaatan laut perlu mendapat perlindungan hukum yang jelas 5. Kesimpulan Permasalahan penataan wilayah laut merupakan tantangan bagi para pemangku kepentingan yang terlibat dalam penataan wilayah di Indonesia. Penataan wilayah laut setidaknya beberapa permasalahan yang ada : 1. Sebagai negara kepulauan, Indonesia sudah selayaknya mengelola laut untuk berbagai kepentingan yang dapat memberikan nilai tambah. Belum diatur dan ditatanya pemanfaatan laut secara tegas dan sebagai akibat pembangunan kelautan yang masih sektoral selama ini, memberikan kerentanan terhadap konflik pemanfaatan ruang di laut. Kenyataan ini mengarah pada suatu urgensi akan sebuah konsep penataan wilayah laut di Indonesia. 2. Kadaster laut pada saat ini merupakan sebuah konsep yang masih berkembang dan dikaji lebih lanjut, sebelum langkah penerapan dilakukan. Namun sebagai negara kepulauan dengan wilayah perairan luas, Indonesia sudah selayaknya memikirkan secara bersama sebuah konsep dalam penataan wilayah lautnya. 3. Jenis pemanfaatan pada kawasan tersebut ditetapkan kemudian berdasarkan kajian daya dukung lahan laut dan disusun sebagai suatu zonasi pemanfaatan dengan batas-batas dalam suatu sistem koordinat yang jelas. Untuk menghindari adanya konflik pemanfaatan ruang di laut atau menyelesaikan permasalahan konflik secara hukum, maka diperlukan suatu administrasi publik terhadap lahan. Administrasi publik ini ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan untuk mengatur hak, kewajiban dan larangan untuk setiap lahan laut. 4. Dalam menata wilayah laut tidak dapat dihindari adanya penetapan batas-batas lahan di laut dengan tetap memperhatikan aspek ekonomi, ekologi dan sosial budaya masyarakat guna mendukung prinsip pemanfaatan laut secara lestari. Penetapan batas-batas lahan laut haruslah diartikan sebagai upaya managemen sumberdaya laut secara kuantitatif yang diatur secara hukum berdasarkan azas kesatuan dan persatuan wilayah NKRI.. “Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan Perundangan Otonomi Daerah”. 32.

(8) Pertemuan Ilmiah Tahunan I Teknik Geodesi - ITS, Surabaya, 13 Oktober 2004. 5. Dunia geomatika di Indonesia diharapkan menterjemahkan tuntutan terhadap penataan wilayah laut yang sinergis ini, sebagai tantangan ke depan untuk mengambil peran aktif secara profesional pada bidang kompetensinya. Daftar Pustaka Ian P. W., M. Sigit (2001), Marine Cadastre PCGIAP, Working Group 3, Penang, 11-12 September 2001. J. Rais, (2001), Proseeding Seminar Kelautan IMG 2001, IMG, Bandung, Hal. 42-56. Klaas J.V. (2001), Kompilasi Marine Cadastre, DTGD, ITB. Nichols S., D. Monahan and M.Sutherland (2000) Good Governance of Canada’s Offshore Coastal Zone : Towards and Understanding of the Marine Boundary Issues. Geomatica 54(4):415-424. Nichols S., and D. Monahan (1999) Fuzzy Boundaries in a Sea of Uncertainty. FIG Commision VII Conference, Bay of Islands, NZ, October 9-15, pp. 33-43. P.A. Collier, Leahy, LP. Williamson (2000), Defining Marine Cadastre For Australia, (in press).. “Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan Perundangan Otonomi Daerah”. 33.

(9)

Gambar

Gambar 1 : Ilustrasi pemanfaatan ruang laut untuk berbagai kepentingan  (kartografer I
Gambar 2: Sistematika pengembangan Sistem Administrasi Lahan Laut sebagai langkah penataan  wilayah laut secara kuantitatif yang diperkuat aspek hukum dalam pemanfaatannya  (sumber ARC Marine Cadastre, 2002 dengan perubahan dan penyesuaian)

Referensi

Dokumen terkait

Pada Tabel 2 hasil uji LSD diperoleh nilai yang berbeda bermakna adalah antara nilon termoplastis yang direndam dalam akuades selama 7 hari dengan nilon termoplastis

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai pengaruh tidak langsung antara Penghargaan Intrinsik terhadap Kinerja melalui Motivasi Kerja lebih... besar daripada

Pelaksanaan parate eksekusi yang dilakukan pihak eksternal dalam mengeksekusi objek jaminan fidusia ada sebanyak 3 orang responden unit/barang jaminan fidusia yang berhasil

Rumah Belajar O-Friends ingin siswa bimbingannya dapat berhasil dan lolos dalam ujian SBM-PTN tetapi terdapat masalah yang ada yaitu, Kepala Unit selaku pengambil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah terasi dan lama penyimpanan berpengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua parameter kecuali kadar abu, total mikroba, total

Tabel 4 menunjukkan bahwa berat badan kerbau rawa yang ada di Kalimantan Selatan termasuk dalam kisaran berat kerbau lumpur yaitu untuk jantan 500 kg dan betina 400 kg. Ukuran