“ATENUASI WATER-BOTTOM MULTIPLE DENGAN MENGGUNAKAN METODE F-K
FILTER PADA DATA SEISMIK 2D MARINE (STUDI KASUS : PERAIRAN SELAT
SUNDA)”
Lilis Misliana1*, Fatkhan2, Mokhammad Puput Erlangga1
1Teknik Geofisika, Jurusan Teknik Manufaktur dan Kebumian, Institut Teknologi Sumatera, Jalan Terusan
Ryacudu, Way Huwi, Lampung Selatan, Lampung 35365
2Teknik Geofisika, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, Jalan
Tamansari 64, Bandung, Jawa Barat 40116 *Corresponding author’s email: [email protected]
Abstract: Research has been carried out using the seismic reflection method in the Sunda Strait area. The data used is 2D seismic data in SEG-Y format with a total of 501 shots. This study aims to identify the presence of a water-bottom multiple and then to attenuate the water-bottom multiple using the F-K filter method. Water-bottom multiple is one of the problems in the seismic data processing. The F-K filter method is a demultiple method by separating the primary wave and multiple waves, then attenuating the multiple waves. The cross-section results are a cross-section of stacking before the F-K filter is carried out and the results of the cross-section after the F-K filter is done. The results of data processing show that the cross-section after the F-K filter produces data that is free from water-bottom multiple, which will then be processed further data (Kirchhoff time migration). From the results of the migration process, it was found the migration using a 316 m aperture value produces a better seismic cross-section compared to using aperture values of 500 m, 1000 m, and 2000 m.
Keywords: water-bottom multiple, F-K filter, demultiple, Kirchhoff time migration, attenuation
Abstrak: Telah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode seismik refleksi di daerah Perairan Selat Sunda.
Data yang digunakan merupakan data seismik 2D dengan format SEG-Y dengan jumlah shot sebanyak 501 shot. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keberadaan bottom multiple lalu mengatenuasi kehadiran water-bottom multiple tersebut dengan menggunakan metode F-K filter. Keberadaan water-water-bottom multiple merupakan salah satu permasalah dalam pengolahan data seismik. Metode F-K filter merupakan salah satu metode demultiple dengan cara memisahkan antara gelombang primer dan gelombang multiple, lalu mengatenuasi gelombang multiple nya. Hasil penampang yang diperoleh berupa penampang stacking sebelum dilakukan F-K filter dan hasil penampang setelah dilakukan F-K filter. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa penampang setelah dilakukan F-K filter menghasilkan penampang yang terbebas dari water-bottom multiple, yang selanjutnya akan dilakukan pengolahan data lanjutan (Kirchhoff time migration). Dari hasil proses migrasi, dapat diketahui bahwa migrasi dengan menggunakan nilai aperture sebesar 316 m memiliki hasil penampang seismik yang lebih baik dibandingkan dengan hasil migrasi dengan menggunakan nilai aperture 500 m, 1000m, dan 2000 m.
Katakunci : water-bottom multiple, F-K filter, demultiple, Kirchhoff time migration, atenuasi
PENDAHULUAN
Kegiatan eksplorasi hidrokarbon pada metode seismik dikelompokkan dalam tiga tahapan, yaitu akuisisi, pengolahan data, dan interpretasi data seismik. Dari ketiga tahapan tersebut, pengolahan data seismik memiliki peran yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas data seismik secara maksimal, sehingga dihasilkan penampang seismik yang mendekati geologi bawah permukaan yang sebenarnya. Masalah utama dalam pengolahan data seismik laut adalah munculnya multiple yang terjadi akibat adanya kontras parameter fisis tiga medium, yaitu udara, air laut, dan sedimen dasar laut. Gejala ini akan
menurunkan resolusi dan perbandingan sinyal terhadap noise.
Keberadaan noise multiple sampai saat ini masih menjadi permasalahan utama pada pengolahan data seismik laut, karena dengan adanya energi multiple menyebabkan energi dari gelombang primer menjadi tidak fokus, sehingga sulit dibedakan antara gelombang primer dengan multiple. Padahal model dasar dalam pengolahan data seismik berasumsi bahwa data refleksi hanya mengandung sinyal primer. Oleh karena itu dibutuhkan metode yang tepat untuk menekan keberadaan noise multiple.
Salah satu metode yang digunakan untuk menekan dan mengatenuasi keberadaan noise multiple adalah dengan menggunakan metode filtering dalam domain F-K. Metode filtering ini bersifat pemisahan reflektor primer dan multiple kemudian menghilangkan multiplenya (differential moveout) [1].
LOKASI DAN GEOLOGI REGIONAL
Gambar 1. Lokasi Penelitian
Secara koordinat geografis, lokasi penelitian berada pada 7°45’17.9028’’ S / 105°1’32.2968” E sampai dengan 7°53’16.2996” S / 104°50’31.7796” E di Perairan Selat Sunda. Selat sunda yang terletak di antara Pulau Jawa dan Sumatera merupakan bagian dari busur Kepulauan Sunda yang merupakan zona peralihan tunjaman asimetri miring lempeng tektonik aktif Samudera Hindia-Australia dengan lempeng tektonik Benua Asia di sebelah Barat Pulau Sumatera dengan tunjaman asimetri tegak di sebelah Selatan Pulau Jawa. Struktur dalaman di daerah ini terbentuk sebagai graben dengan arah relatif utara-selatan [2]. Namun, di beberapa bagian, struktur dalaman yang berarah timurlaut-baratdaya juga terekam [3] kearah palung, terdapat cekungan busur muka yang sangat sempit apabila dibandingkan dengan daerah di sebelahnya, baik di selatan Sumatera maupun di selatan Jawa. Di bagian terluar daerah busur muka Selat Sunda terdapat komplek prisma akresi yang terbentuk lebih menjorok ke arah darat, ditandai dengan mundurnya zona palung dibandingkan dengan zona yang sama di daerah selatan Jawa ataupun Sumatera.
Sesar berkembang terutama di daerah pantai Sumatera, sedangkan di pantai Jawa tidak berkembang. Sesar-sesar tersebut adalah Sesar Pantai Timur, Sesar Panjang, Sesar Semangko, Sesar Kotaagung, sedangkan di Jawa adalah Sesar Batuhidung, Sesar Honje, dan Sesar Krakatau yang memotong Selat Sunda. Batimetri di bagian barat selat menunjukkan adanya empat rangkaian tinggian (ridges), yang dikenal dengan Semangko horst, Tinggian-tinggian Tabuan, Panaitan dan Krakatau serta dua graben utama yang dikenal sebagai Graben Semangko dan Graben Krakatau.
Stratigrafi regional di Selat Sunda pada umumnya, dapat ditarik dengan tegas berdasarkan adanya ketidak-selarasan yang menandai mulai munculnya karakter susut dan genang laut berulang secara sering pada Zaman Pleistosen. Sebelum Miosen Akhir daerah Selat Sunda dan sekitarnya kemungkinan telah berkembang
dalam lingkungan darat, lingkungan laut dangkal terdapat pada daerah-daerah berbatuan dasar rendah. Kegiatan kegunungapian diawali pada jaman Miosen Akhir ketika Selat Sunda mulai membuka, dan sejak itu telah menjadi sumber endapan klastik. Tiga satuan endapan dapat diidentifikasi, yakni: Unit 1, Unit 2 dan Unit 3, yang mewakili endapan-endapan Miosen Akhir, Pliosen dan Plistosen [4].
TEORI DASAR
Multiple
Pada pengambilan data seismik laut, multiple timbul akibat adanya gelombang yang terperangkap dalam lapisan air laut maupun lapisan batuan karena adanya kontras impedansi medium perambatan yang sangat besar. Gelombang tidak dapat menembus lapisan untuk dapat kembali ke permukaan, sehingga terpantul dalam lapisan yang sama. Gelombang tersebut ditangkap oleh hydrophone (receiver) dan akan memberikan informasi waktu rambat gelombang yang lebih lama daripada saat gelombang tersebut hanya terpantulkan sekali oleh suatu lapisan (lapisan primer). Berdasarkan informasi waktu rambat gelombang ini, maka akan menimbulkan efek lapisan baru yang sebenarnya tidak ada pada data seismik.
Refleksi primer hanya sekali terpantul pada batas medium subsurface sebelum ditangkap oleh penerima. Refleksi primer tersebut menyediakan beberapa informasi, antara lain kecepatan dan identifikasi struktur bawah permukaan bumi. Akan tetapi, tidak hanya refleksi primer saja, penerima juga merekam refleksi dari satu kali sebelum diterima di permukaan. Refleksi multiple biasanya mengganggu refleksi primer dan cenderung menghasilkan gambaran seismik yang buruk [5].
Gambar 1. Ilustrasi primary path dan multiple paths [6]
Multiple dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis. Pertama, multiple diklasifikasikan berdasarkan pertimbangan refleksi antarmuka. Berdasarkan refleksi antarmuka, multiple dibagi menjadi dua, yakni internal multiple dan surface-related multiple. Internal multiple merupakan gelombang multiple yang terefleksikan ke
bawah pada reflektor pertama di bawah permukaan sebelum gelombang direfleksikan kembali ke atas dan direkam oleh penerima. Surface-related multiple merupakan gelombang multiple yang mengalami refleksi ke bawah pada lapisan permukaan sebelum direfleksikan kembali ke atas dan direkam oleh penerima [6].
Gambar 2. (a) Internal multiple, (b) Surface-related
multiple [6]
Kedua, multiple dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan waktu penjalaran gelombangnya, yaitu short period multiple dan long period multiple. Short period multiple memiliki waktu tiba gelombang multiple yang tidak berlaku jauh dari waktu tiba gelombang primernya, sehingga multiple dalam data seismik tergambarkan tidak jauh dari event primernya. Long period multiple memiliki waktu tiba gelombang multiple yang sangat besar daripada waku tiba gelombang primernya, sehingga multiple jenis long period multiple akan tergambarkan jauh dari event primernya.
Gambar 3. (a) Long-period multiple, (b) Short
period multiple [6]
Multiple memiliki beberapa karakteristik, di antaranya yaitu [1]:
1) Multiple merupakan refleksi primer yang diulang dengan interval teratur dan memiliki travel time yang lebih lambat daripada refleksi primer. 2) Multiple mampu meningkatkan kemiringan
lapisan, khususnya pada multiple orde tinggi. Namun kemiringan lapisan yang digambarkan oleh multiple tidak sesuai dengan kemiringan lapisan yang sederhana.
3) Multiple yang muncul pada orde tinggi akan memperbesar efek amplitudo.
Multiple merupakan salah satu noise yang terjadi akibat terperangkapnya gelombang seismik dalam air laut dan lapisan batuan lunak. Pada multiple terjadi pengulangan refleksi dimana gelombang seismik akan terpantul pada
perlapisan yang sama, kemudian terpantulkan ke permukaan dan diterima oleh receiver. Hal ini akan membuat gambaran permukaan dari data seismik menjadi tidak jelas.
Untuk dapat menghilangkan multiple, perlu adanya pengetahuan mengenai karakteristik dari multiple itu sendiri. Di dalam rekaman seismik, terdapat beberapa jenis multiple diantaranya, water-bottom multiple, peg-leg multiple, dan intra-bed multiple. Di dalam rekaman seismik, masing-masing multiple akan menunjukkan morfologi reflektor yang sama dengan reflektor utamanya (primary) namun memiliki waktu yang berbeda.
Normal Moveout Correction
Koreksi NMO merupakan koreksi untuk menghilangkan pengaruh beda jarak antara sumber dan penerima pada data seismik, sehingga seolah-olah sumber dan penerima berada pada satu sumbu garis vertikal (zero offset). Perbedaan antara waktu datang gelombang pantul pada masing-masing offset dengan waktu datang gelombang pantul untuk offset nol, inilah yang disebut dengan Normal Move Out (NMO) [1]. Waktu tempuh gelombang dapat dituliskan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
v
x
t
x
t
2 2 2 2)
0
(
)
(
(1)dimana adalah offset, yaitu jarak antara masing-masing sumber dan penerima dan adalah kecepatan dari medium di atas reflektor dan adalah waktu bolak-balik vertikal (Two-Way Travel Time). Selisih waktu NMO dipengaruhi oleh kecepatan penjalaran gelombang seismik pada medium batuan. Besarnya move-out berbanding lurus dengan jarak antara sumber-penerima. Selain itu semakin besar kedalaman lapisan pada jarak sumber-penerima yang tetap, maka semakin kecil nilai moveoutnya. Moveout adalah selisih waktu antara jarak suatu titik reflektor terhadap titik nol secara horizontal [7].
Gambar 4. Selisih waktu [7]
Waktu rambat gelombang untuk satu titik di subsurface akan terekam oleh sejumlah receiver sebagai garis lengkung hiperbola. Kondisi seperti ini tidak mewakili kondisi struktur bawah permukaan yang sebenarnya. Koreksi NMO apabila digunakan kecepatan primer
maka gelombang primer akan menjadi flat dan multiple akan under-corrected, begitu pula sebaliknya apabila digunakan kecepatan multiple maka gelombang multiple akan flat dan gelombang primer akan over-corrected (Gambar 5.). Perubahan kelurusan dari data seismik ini dinamakan dengan nilai moveout.
Gambar 5. Pengaruh kecepatan terhadap sinyal primer
dan multiple [8]
F-K Filter
Penerapan F-K filter pada sebuah data bertujuan agar multiple terpisah dari sinyal primer dalam domain tertentu. Dalam data seismik sinyal primer dan noise akan sulit dibedakan jika mempunyai frekuensi yang sama. Apabila ingin menghilangkan noise yang terkandung pada data menggunakan filter frekuensi biasa, maka informasi data akan hilang. Oleh karena itu dilakukan dengan cara mentransformasikan data dari domain waktu-jarak (T-X) menjadi domain frekuensi-bilangan gelombang (F-K) agar informasi data tetap utuh terjaga. Proses ini dikenal dengan F-K filter. Metode F-K filter menggunakan data yang sudah terkoreksi NMO karena hasil dari koreksi NMO akan membedakan sinyal primer dan multiple dari moveoutnya.
Gambar 6. Filtering pada domain F-K pada data
seismik marine [9]
Adapun tahapan F-K demultiple [1] adalah sebagai berikut :
1) Penerapan koreksi normal moveout (NMO) terhadap common mid point (CMP) gathers yang sudah siap diproses dengan menggunakan
kecepatan gelombang seismik (vb) dengan vm < vb < vp, dimana vm merupakan kecepatan multiple dan vp merupakan kecepatan gelombang primer, sehingga posisi gelombang primer menjadi over-corrected dan posisi multiple menjadi under-corrected.
2) Transformasi CMP gathers yang telah terkoreksi dari domain T-X menjadi domain F-K dengan menggunakan 2D Fourier Transform.
dtdr
e
e
t
X
φ
ω
k
iωt ikr
(
,
).
.
)
,
(
Φ
(2)3) Pilih kuadran dalam domain F-K yang berisi reflektor primer.
4) Lakukan inversi Transformasi Fourier dari domain F-K menjadi domain T-X.
ω
dkd
e
e
ω
k
π
t
x
φ
ikx iωt
Φ
(
,
).
.
)
2
(
1
)
,
(
2 (3)5) Lakukan inversi NMO untuk menghilangkan koreksi NMO dengan kecepatan vb.
6) CMP gathers yang telah mengalami tahapan tersebut siap untuk di stacking atau migrasi. Domain F-K kemiringan positif akan terpetakan dikuadran kanan dan kemiringan negatif akan dikuadran kiri, sedangkan untuk penampang datar pada domain F-K akan memiliki bilangan gelombang nol. Dengan demikian, semakin besar kemiringan domain (T-X) akan memberikan harga gelombang yang lebih besar (jauh dari nol). Hubungan k dengan panjang gelombang pada domain (F-K) adalah
v
π
k
2
, dimanav
f
λ
, sehingga diperoleh :v
f
π
k
2
(4) dimana :k
= bilangan gelombangf
= frekuensi (Hz)v
= cepat rambat gelombang (m/s)Kelebihan dari filter jenis frekuensi-bilangan gelombang ini adalah dapat melakukan analisis dan identifikasi kemunculan aliasing, sehingga memungkinkan juga tidak melibatkan sinyal dalam frekuensi tertentu yang sudah mengalami aliasing.
Kirchhoff Time Migration
Metode migrasi Kirchhoff dilakukan setelah proses stack. Migrasi Kirchhoff adalah suatu migrasi yang didasarkan pada diffraction summation. Migrasi Kirchhoff dapat dilakukan dalam suatu migrasi kawasan waktu dengan menggunakan kecepatan rms dan straight ray, atau dalam migrasi kawasan kedalaman menggunakan kecepatan interval dan ray tracing. Migrasi Kirchhoff disebut juga migrasi tipe difraksi, yang merupakan suatu pendekatan secara statistik dimana posisi suatu titik dibawah permukaan dapat saja
berasal dari berbagai kemungkinan lokasi dengan tingkat probabilitas yang sama. Secara praktis, migrasi Kirchhoff dilakukan dengan cara menjumlahkan amplitudo dari datu titik reflektor sepanjang suatu tempat kedudukan yang merupakan kemungkinan lokasi yang sesungguhnya, berupa kurva difraksi.
Gambar 7. Metode migrasi Kirchhoff dengan prinsip
penjumlahan difraksi [10]
Menurut prinsip tersebut, amplitudo pada posisi refleksi yang sebenarnya akan dijumlahkan secara koheren sepanjang kurva difraksi (Gambar 7.). Kelebihan dari migrasi jenis Kirchhoff ini adalah dapat meresolusi struktur dengan kemiringan yang curam. Sedangkan salah satu kekurangannya adalah kenampakan yang buruk jika data seismik mempunyai S/N yang rendah atau data yang buruk.
Didalam migrasi Kirchhoff dikenal dengan adanya aperture yang merupakan jarak atau cakupan suatu data yang akan dimasukkan ke dalam perhitungan pada migrasi Kirchhoff. Aperture harus dapat mencangkup setiap reflektor yang menjadi target agar amplitudo dapat dimigrasi ke posisi reflektor sebenarnya (Gambar
8.).
Jika aperture tidak cukup lebar, maka akan terdapat amplitudo yang tidak termigrasi. Untuk keberhasilan proses imaging ini, aperture haruslah cukup lebar untuk mencangkup garis sinar refleksi dari setiap target. Aperture setidaknya harus dua kali lebih lebar dari jarak perpindahan lateral antara titik perekaman dengan titik refleksi atau bisa juga merupakan jarak daripada far offsetnya.
Gambar 8. Skema aperture dari migrasi [11]
Aperture dapat juga dirumuskan dengan :
f
t
v
/
2
(5)Dengan v adalah kecepatan rata-rata (m/s), t adalah waktu tempuh (s), dan f adalah frekuensi dominan (Hz).
METODOLOGI PENELITIAN
Perangkat lunak yang digunakan dalam mengolah data adalah software ProMAX 2D versi 5000.0.2.0 berbasis OS LINUX produk Landmark. Tahapan awal pengolahan data adalah input data berupa rawdata dalam format SEG-Y. Setelah input data dilakukan maka pengolahan data dilanjutkan dengan tahap pengisian geometri dengan mencocokkan parameter FFID dan observer report. Kemudian dilakukan proses editing dengan melakukan top muting dan trace killing. Pengolahan data dilanjutkan dengan melakukan proses true amplitude recovery (TAR), dekonvolusi, koreksi NMO dan analisa kecepatan. Kemudian velan table yang diperoleh dari proses analisa kecepatan dijadikan parameter kecepatan pada proses TAR, lalu dilakukan kembali proses TAR dengan menggunakan nilai kecepatan yang sebenarnya.
Output dari TAR akan dijadikan sebagai data input pada proses F-K Filter. Selanjutnya hasil dari F-K Filter akan dilakukan proses stacking dan migrasi.
Adapun diagram alir yang digunakan pada proses atenuasi multiple dengan menggunakan metode F-K filter adalah sebagai berikut :
Gambar 9. Diagram Alir Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penerapan metode F-K filter, akan memperlihatkan penampang seismik sebelum diterapkan atenuasi water-bottom multiple (Gambar 10.) dan penampang seismik setelah diterapkan metode F-K filter sebagai bahan perbandingan (Gambar 15.).
Berdasarkan perbandingan antara gambar 4 dan 5, metode F-K filter mampu mengatenuasi water-bottom
multiple. Data yang dimasukkan pada hasil stack sebelum dilakukan F-K filter merupakan data True Amplitude Recovery (TAR) yang telah dilakukan picking velocity analysis dengan primary header CDP bin number dan secondary header AOFFSET, sehingga nilai kecepatan pada penampang TAR tersebut tidak lagi menggunakan nilai kecepatan estimasi. Hasil stack TAR yang diperoleh akan digunakan untuk melihat hasil awal sebelum dilakukan atenuasi water-bottom multiple.
Gambar 10. merupakan penampang hasil brutestack
yang diperoleh dari tahapan pre-processing. Nilai kecepatan yang digunakan adalah kecepatan RMS yang diperoleh dari proses velocity analysis, kemudian dijadikan sebagai parameter NMO pada proses stacking sehingga menghasilkan penampang seismik awal yang kemudian disebut dengan penampang brutestack. Hasil brutestack ini ditampilkan dengan tujuan untuk melihat
hasil stacking awal dimana keberadaan multipel masih bercampur dengan data primer. Data primer pada penampang berada pada time ke 5000 ms dan pada time ke 9700 ms, sedangkan multipel berada pada time ke 10.000-13.000 ms yang kemudian diidentifikasi sebagai water-bottom multiple. Multipel ini yang kemudian akan diatenuasi dengan metode F-K Filter sehingga mengurangi risiko kesalahan dalam interpretasi data.
Gambar 11. Identifikasi keberadaan water-bottom multiple pada penampang stack sebelum F-K filter
Selanjutnya akan dilakukan tahapan F-K filter, tetapi sebelumnya dilakukan picking semblance velocity untuk memisahkan antara gelombang primary dan multiple dengan cara melakukan picking di antara kecepatan gelombang primary dan kecepatan multiple (Gambar 6.), sehingga gelombang primary akan mengalami over-corrected dan multiple akan mengalami under-corrected.
Gambar 12. Hasil picking semblance pemisahan
gelombang primary dan gelombang multiple (vm < vb < vp) pada CDP-1801
Selanjutnya akan dilakukan pemilihan gate di kuadran yang terdapat reflektor (Gambar 7.).
Respon dari hasil proses picking F-K filter dapat dilihat pada Gambar 14. sebagai berikut :
Gambar 14. Tampilan respon dari hasil picking gate
F-K
Dengan menzonasi area yang dilakukan picking untuk digunakan dalam F-K filtering maka akan diperoleh hasil seperti terlihat pada Gambar 14. Terlihat bahwa multiple pada offset dekat tereduksi akan tetapi tidak
signifikan berbeda dengan multiple pada offset jauh yang tereduksi secara signifikan.
Gambar 15. Penampang hasil stack setelah F-K filter (final stack)
Dari hasil penampang final stack yang didapat (Gambar 15.) dapat diketahui bahwa water-bottom multiple yang terdapat pada time 10.000 ms-13.000 ms dapat teratenuasi, hal ini disebabkan karena pada saat proses pickingF-K analysis, efek dari gate F-K tersebut menyebabkan amplitudo dari water-bottom
multiple melemah, sehingga water-bottom multiple dapat teratenuasi. Dengan teratenuasinya water-bottom multiple, reflektor yang semula bercampur dengan multiple, setelah dilakukan proses F-K filter, reflektor tersebut menjadi lebih jelas dengan teratenuasinya water-bottom multiple.
Gambar 16. Penampang stack setelah dilakukan F-K filter : panah merah menunjukkan water-bottom multiple
yang teratenuasi
Setelah dilakukan proses F-K stack, tahapan selanjutnya adalah proses migrasi. Pada data lapangan perlu dilakukan migrasi karena reflektornya memiliki kemiringan yang curam, sehingga perlu dilakukan proses migrasi agar reflektornya kembali pada posisi semula.
Migrasi yang dilakukan adalah Kirchhoff time migration yang merupakan salah satu jenis post stack migration, yaitu migrasi yang dilakukan setelah dilakukan proses stacking.
Langkah pertama untuk melakukan proses migrasi adalah dengan menghitung aperture. Dari proses migrasi yang dilakukan, didapat penampang hasil migrasi (Gambar 17.). Dari hasil penampang migrasi yang didapat, dapat diamati bahwa reflektor yang semula berada dalam posisi yang curam, setelah dilakukan proses migrasi, reflektor menunjukkan kemenerusan.
Gambar 17. Penampang hasil Kirchhoff Time Migration
Sebagai bahan perbandingan dilakukan juga migrasi dengan nilai aperture yang berbeda-beda.
Gambar 18. Penampang hasil Kirchhoff Time Migration dengan nilai aperture 500 m
Gambar 19. Penampang hasil Kirchhoff Time Migration dengan nilai aperture 1000 m
Gambar 20. Penampang hasil Kirchhoff Time Migration dengan nilai aperture 2000 m
Dari hasil penampang migrasi yang didapatkan dengan nilai aperture 500 m, 1000, m, dan 2000, dapat diketahui bahwa hasil penampang migrasi dengan nilai aperture yang semakin besar masih mampu menunjukkan event-event seismik pada reflektor-reflektor yang cenderung datar, namun tidak untuk
reflektor yang memiliki kemiringan yang curam, dan semakin besar nilai aperture yang digunakan pada penelitian ini, semakin reflektornya akan menunjam keatas. Oleh karena itu, hasil penampang migrasi dengan nilai aperture 316 m, dianggap sebagai hasil yang paling baik pada penelitian ini.
Kemiringan yang belum teratasi Kemiringan yang belum teratasi Kemiringan yang belum teratasi
SIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Hasil stack F-K filter efektif untuk mengatenuasi water-bottom multiple.
b. Keberadaan water-bottom multiple dapat teridentifikasi pada time 9400-12.800 ms.
c. Pada data, water-bottom multiple dapat teratenuasi, sehingga penampang hasil stacking terbebas dari atenuasi water-bottom multiple. Salah satu keberhasilan F-K filter dalam mengatenuasi water-bottom multiple adalah data yang memiliki offset yang cukup panjang, sehingga lebih mudah untuk melakukan pemisahan reflektor dan multiple.
d. Efek gate pada F-K filter menyebabkan amplitudo melemah. Hal ini menyebabkan water-bottom multiple dapat teratenuasi.
e. Hasil penampang setelah dilakukan proses migrasi menunjukkan event-event pada reflektor sudah kembali ke posisinya (horizontal), sehingga lebih mudah untuk dilakukan interpretasi.
f. Hasil penampang migrasi dengan nilai aperture 316 m dianggap sebagai penampang hasil migrasi yang paling baik, karena menghasilkan penampang yang memiliki reflektor horizontal.
SARAN
Adapun saran yang dapat dilakukan untuk penelitian yang lebih lanjut, antara lain :
a. Pada tahapan demultiple dapat ditambahkan dengan metode lain, seperti radon transform, WEMR, dan SRME agar kualitas data yang dihasilkan akan semakin baik dengan menghilangnya multiple secara sempurna. b. Dalam pengolahan data seimik, perhitungan dan
pemilihan parameter-parameter yang akan digunakan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas penampang seismik yang dihasilkan. Oleh karenanya, diperlukan perhitungan yang benar-benar mendetail dan perlunya perbandingan antara hasil parameter satu dengan yang lainnya.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing yaitu Bapak Dr. Ir. Fatkhan, M.T. dan Bapak Mokhammad Puput Erlangga S.Si., M.T. yang telah memberikan arahan dan bimbingannya kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen-dosen Program Studi Teknik Geofisika Institut Teknologi Sumatera.
REFERENSI
[1] O. Yilmaz, Seismic Data Analysis Second Edition, 2nd ed. Chicago, United States of America: Society of Exploration Geophysict, 2001.
[2] H Lelgemann, M. A. Gutschef, and J. Bialas, "Transtensional Basins In The Western Sunda Strait," Journal Geophys, no. 27, pp. 3545-3548, 2000.
[3] J. A. and Kemal, B. M. Malod, "The Sumtra margin: oblique subduction and lateral displacement of the acceretionary prism. In: Hall, R, Blundell, D.J. (Eds), Tectonic Evolution of Southeast Asia," Geol. Soc, London, Spec., vol. 106, pp. 19-28, 1996.
[4] Susilohadi S, C. Gaedicke, and A. Ehrhardt, "Neogene Structure and Sedimentation History Along the Sunda Forearc Basins Off Southwest Sumatra and Southwest Java," Journal of Marine Geology, no. 219, pp. 133-154, 2005.
[5] Z. Cao, "Analysis and Application of the Radon Transform," University of The Radon Transform, University of Calgary, Thesis ISSN, 2006. [6] D. J. Veschuur, Seismic Multiple Removal
Technique : Past, Present, and Future (Revised Edition). Delft, European Association of Geoscientist Exploration, 2013.
[7] W. Tricahyono, "Eliminasi Multiple dengan Menggunakan Transformasi Radon Parabola," Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, Skripsi Jurusan Fisika FMIPA 2000.
[8] R. Pradityo, "Analisa Kecepatan Data Seismik Refleksi 2D Zona Darat Menggunakan Metode Semblance," Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Skripsi 2011.
[9] S. Pholpark, "Geophysical Data Processing 612 (Petroleoum)," Journal Lectures of Geophysical, p. 40, 2014.
[10] J. Bancroft, "Multiple Attenuation Using the Space-Time Radon Transform and Equivalent Offset Gathers," in SEG Technical Program Expanded Abstract, 1997, pp. 1313-1316.
[11] S. Fagin, Becoming Effective Velocity-Model Builders and Depth Imagers, Part 1-The Basics of Pre-Stack Depth Migration. Texas, TLE: TLE, 2002.