• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENEKANAN GELOMBANG MULTIPLE PADA DATA SEISMIK 2D DENGAN MEMBANDINGKAN ANTARA METODE F-K FILTER DAN RADON TRANSFORM DI LAPANGAN ‘DSCR’ DAERAH KALIMANTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENEKANAN GELOMBANG MULTIPLE PADA DATA SEISMIK 2D DENGAN MEMBANDINGKAN ANTARA METODE F-K FILTER DAN RADON TRANSFORM DI LAPANGAN ‘DSCR’ DAERAH KALIMANTAN"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PENEKANAN GELOMBANG MULTIPLE PADA DATA

SEISMIK 2D DENGAN MEMBANDINGKAN ANTARA

METODE F-K FILTER DAN RADON TRANSFORM DI

LAPANGAN ‘

DSCR

’ DAERAH

KALIMANTAN

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh

derajat Sarjana Strata Satu (S-1) Program Studi Teknik Geofisika Fakultas Teknik

Universitas Lampung

Oleh:

Fajrin Maulana

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA FAKULTAS TEKNIK

(2)

ii

REDUCTION OF MULTIPLE WAVES IN 2D SEISMIC DATA BY COMPARING METHOD OF F-K FILTER AND RADON TRANSFORM IN

THE FIELD 'DSCR' KALIMANTAN REGION wave in 2D reflection seismic data. Multiple is a repeating phenomenon caused by the reflection seismic signal that trapped in a layer of sufficient contrast. Multiple data is noise data which present in seismic data recording, as a result of multiple giving wrong information about the subsurface rock layers and certainly containing multiple seismic data will be less precise data in further seismic data processing, for example inversion and migration, it will ultimately affect the quality of interpretation. Method of Radon Transform and F-K Filter is one of the methods used for multiple waves attenuation on seismic data. In the process of demultiple, method Radon Transform is transforming data domain from offset-time to tau-p (intercept offset-time-ray parameter) domain, while F-K Filter method transforming into the frequency domain (f) and wave number (k). This is caused in the tau-p domain as well as frequency (f) and wave number (k) a multiple would be easily distinguished from primary data. After demultiple, the data will be returned in the initial domain, namely offset-time. Previous to do some velocity analysis to determine the velocity of the primary wave and multiple wave that will be used to process of demultiple. The results show the Radon Transform method has the ability to multiple wave attenuation and produce subsurface section better than the F-K Filter methods.

(3)

iii

PENEKANAN GELOMBANG MULTIPLE PADA DATA SEISMIK 2D

DENGAN MEMBANDINGKAN ANTARA METODE F-K FILTER DAN

RADON TRANSFORM DI LAPANGAN ‘DSCR’ DAERAH KALIMANTAN

FAJRIN MAULANA

Prodi Teknik Geofisika FT Universitas Lampung

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pada lapangan ‘DSCR’ daerah kalimantan dengan membandingkan metode F-K Filter dan Radon Transform untuk penekanan gelombang multiple dari data seismik refleksi 2D. Multiple merupakan fenomena pengulangan refleksi akibat sinyal seismik yang terperangkap pada suatu lapisan yang cukup kontras. Data multiple merupakan data pengganggu yang ada dalam data rekaman seismik, akibatnya data multiple memberikan informasi yang salah tentang perlapisan batuan bawah permukaan dan tentunya data seismik yang mengandung multiple akan menjadi data yang kurang tepat dalam pengolahan data seismik lebih lanjut, misalnya inversi maupun migrasi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas interpretasi. Metode Radon Transform dan F-K Filter merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengatenuasi gelombang multiple pada data seismik. Dalam proses demultiple, metode Radon Transform merubah domain data dari domain jarak-waktu menjadi domain tau-p (intercept time-ray parameter) sedangkan metode F-K Filter merubah menjadi domain frekuensi (f) dan bilangan gelombang (k). Hal ini dilakukan karena pada domain tau-p maupun frekuensi (f) dan bilangan gelombang (k) suatu multiple

akan mudah dibedakan dengan data primernya. Setelah dilakukan demultiple, data akan dikembalikan dalam domain awal yaitu, jarak-waktu. Sebelumnya dilakukan beberapa analisis kecepatan untuk menentukan kecepatan dari gelombang primer dan gelombang multiple yang nanti nya akan digunakan untuk proses demultiple. Hasilnya menunjukkan metode Radon Transform memiliki kemampuan untuk mengatenuasi gelombang multiple dan menghasilkan penampang bawah permukaan yang lebih baik dibandingkan dengan metode F-K Filter.

(4)

iv

PENEKANAN GELOMBANG MULTIPLE PADA DATA

SEISMIK 2D DENGAN MEMBANDINGKAN ANTARA

METODE F-K FILTER DAN RADON TRANSFORM DI

LAPANGAN ‘

DSCR

’ DAERAH

KALIMANTAN

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh

derajat Sarjana Strata Satu (S-1) Program Studi Teknik Geofisika Fakultas Teknik

Universitas Lampung

Oleh:

Fajrin Maulana

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA FAKULTAS TEKNIK

(5)

v

Judul Penelitian : PENEKANAN GELOMBANG MULTIPLE PADA DATA SEISMIK 2D DENGAN

MEMBANDINGKAN ANTARA METODE F-K FILTER DAN RADON TRANSFORM DI

LAPANGAN ‘DSCR’ DAERAH KALIMANTAN

Nama : Fajrin Maulana

No. Pokok Mahasiswa : 0715 051 010

Jurusan : Teknik Geofisika

Fakultas : Teknik

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing,

Pembimbing Utama,

Bagus Sapto M, S.Si., M.T. NIP. 19700120 200003 1 001

Pembimbing Pendamping,

Rustadi, S.Si., M.T.

NIP. 19720515 199703 1 001

2. Ketua Jurusan Teknik Geofisika

(6)

vi

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Bagus Sapto M, S.Si., M.T. ...

Sekretaris : Rustadi, S.Si., M.T. ...

Penguji Utama : Prof. Dr. Suharno, M.S., M.Sc. ...

2. Dekan Fakultas Teknik

Dr.Ir. Lusmeilia Afriani, DEA NIP. 19650510 199303 2 008

(7)

vii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah dilakukan orang lain, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat

karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang

secara tertulis diacu dalam naskah ini sebagaimana disebutkan dalam daftar

pustaka, selain itu saya menyatakan pula bahwa skripsi ini dibuat oleh saya

sendiri.

Apabila pernyataan saya ini tidak benar maka saya bersedia dikenai sangsi sesuai

dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, 7 Januari 2013

(8)

viii

RIWAYAT HIDUP

Fajrin Maulana

dilahirkan di Bekasi, Bekasi Utara

pada tanggal 17 Oktober 1989 dari pasangan Bapak

Aturman dan Ibu Arbiah, yang merupakan putra bungsu

dari tiga bersaudara.

Penulis mulai masuk sekolah dasar pada tahun 1995 dan menamatkan pendidikan

dasar di Sekolah Dasar Negeri 15 Harapan Jaya pada tahun 2001. Kemudian

penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPN

Negeri 25 Bekasi dan pada tahun 2004 penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah

Umum di SMU Bani Saleh Bekasi. Pada tahun 2007 penulis tercatat sebagai

mahasiswa SI Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui

jalur SPMB.

Pada bulan Mei 2011, penulis melaksanakan Kerja Praktek (KP) di Divisi GDP

(Geodata Processing) PT. Pertamina , Jakarta. Kemudian, penulis melakukan

penelitian kembali sebagai bahan penyusunan Tugas Akhir di PT. Waviv

Technologies tentang “Penekanan Gelombang Multiple Pada Data Seismik 2D

Dengan Membandingkan Antara Metode F-K Filter Dan Radon Transform

(9)

ix

Skripsi ini Saya Persembahkan Untuk :

Wanita Terhebat ‘The Most Beautiful Angel’

,

Ibunda Tercinta : Arbiah

Pria Jawara dan Salah Satu Inspirator Hidup Saya,

Misad : Syamsu Daliend

Dan

(Bang Hero, Bang Robbi, dan seluruh keluarga besar

Daliend)

Serta

(10)

x

KATA PENGANTAR

(Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang)

Allhamdulillahirobbil‘alamin, puji syukur atas segala nikmat dan karunia-Nya.

Karena dengan petunjuk dan jalanMu akhirnya skripsi yang berjudul “Penekanan

Gelombang Multiple Pada Data Seismik 2D Dengan Membandingkan Antara

Metode F-K Filter Dan Radon Transform Di Lapangan „DSCR‟ Daerah

Kalimantan” dapat diselesaikan dengan tepat waktu sebagai syarat untuk

mendapat gelar Sarjana.

Skripsi ini dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2012 di PT. Waviv Technologies,

Bandung. Skripsi ini tentunya dapat terselesaikan atas bantuan dari pihak-pihak

terkait. Penulis sangat menyadari dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan. Sehingga, penulis sangat mengharapkan saran dan

kritik yang membangun dari semua pihak.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat

bagi semua. Amin.

Bandar lampung, Januari 2013

Penulis,

(11)

xi

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan

hidayah-Nya Skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah

kepada Nabi Muhammad SAW, kerabat serta keluarganya.

Dalam proses pembuatan Tugas Akhir ini sudah banyak bantuan yang penulis

dapatkan baik berupa dukungan, saran dan do’a serta semangat yang tiada habisnya.

Oleh sebab itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orangtua, Khususnya Mama saya tercinta Ibu Arbiah serta kedua

kakakku, Festero Mohamad Papeko dan Robbi Rahmansyah, terima kasih

untuk segala cinta yang tiada habis dan do’a yang terus terpanjatkan

hingga detik ini, kita adalah keluarga yang besar dengan jiwa yang besar.

2. Bapak R. Bagus Sapto M, M.T selaku Ketua Jurusan Teknik Geofisika

Universitas Lampung dan sebagai pembimbing I.

3. Bapak Rustadi, M.T selaku pembimbing II, serta dosen-dosen Geofisika

yang telah membimbing penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir.

4. Bapak Khairul Ummah, selaku pembimbing yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan Tugas Akhir (Skripsi) di

(12)

xii

5. Mas Didit, sebagai pembimbing lapangan selama penulis melakukan

penelitian Tugas Akhir (Skripsi) di PT. Waviv Technologies.

6. Yaris ibdia cakra, Tika R pertiwi, pak Asep, mas Pandu, mba Lastri, mas

Dika, mas Yanto, dan semua karyawan PT Waviv Technologies, terima

kasih untuk nuansa hangat, bimbingan serta motivasi selama berada di

Bandung.

7. Seluruh keluarga besar saya, khususnya paman saya Syamsu Daliend dan

keluarganya yang selalu memberikan dukungan dalam bentuk apapun.

8. Irfan, bang Gumi, Adven, Albert, Binsar, bang Dika, bang Ferly, Restu,

Oneng, bang Togi, Irawan, bang Abrar, dan semua teman dikosan C12 |

terima kasih untuk kebersamaan dan kegilaannya selama ini ya.

9. Aldo, teman seperjuangan penelitian Tugas akhir | terima kasih untuk

kebersamaan dan ilmunya ya.

10.Nugroho, Rifai, Banu, Rahmat, Rangga, Nando, Alpan, Ujang, Yuza,

Ncep, Gunadi, Ariasman, Sinku, Lasmi, Nana, Devi, St, Iis, Mega, Titin,

Fitriani, Rini, Seruni, Kiki, Mukti, sahabat di Teknik Geofisika 2007

tanpa terkecuali .

11.Untuk semua mahasiswa Teknik Geofisika Unila ( Angkatan 2008-2012 )

Bandar Lampung, 7 Januari 2013

(13)
(14)
(15)
(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Lokasi daerah penelitian Lapangan “DSCR” Daerah Cekungan

Kalimantan Timur Utara.(Biantoro dkk., 1996)………. 4 2. Stratigrafi Regional Cekungan Kalimantan Timur Utara (kiri:

dimodifikasi dari Heriyanto dkk., 1991; kanan: IBS, 2006)……… 10

3. Tektonik Sub-Cekungan Tarakan

(Modifikasi dari Biantoro dkk., 1996)……… 12 4. Model rambat gelombang seismik a). gelombang P dan

b). gelombang S (Abdullah,2007) ..……… 15 5. Beberapa macam Multiple: (a) Free-Surface Multiple,

(b) peg-leg Multiple dan (c) intra-bed Multiple. (Uren,1995) …… 17 6. Contoh noise yang terdapat pada data seismik

(Bancroft, 2004)….………...… 19 7. Konsep gelombang seismik (Badley, 1985) ………...…… 20 8. Pemantulan gelombang …...……… 21 9. Prinsip filter Wiener yang mengubah sinal menjadi paku.

(Claerbout, 1985) ...… ...……... 23 15. Metode Penembakan symetrical split spread (elnusa, 1991)……… 37 16. Diagram Alir Penelitian..…...……… 43 17. Sebelum Geometry extraction.……… 45 18. Setelah Geometry extraction.……… .……… .………… 46 19. Semblance Picking Velocity pertama (dimana dilakukan pada

nilai-nilai semblance terkuat).…… .……… 47 20. Semblance Picking Velocity kedua (dimana dilakukan mengikuti

trend kemiringan kecepatan pada picking velocity pertama) …..… 49 21. (A) Semblance sebelum dilakukan proses Radon Transform

parabolik. (B) Semblance Setelah dilakukan proses

Radon Transform parabolik I...………...………...………. 50 22. Stack sebelum dilakukan demultiple I..……… 51 23. Stack setelah dilakukan demultiple dengan menggunakan

metode Radon Transform I...…… ....…….……… 52 24. Bentuk filter yang digunakan dalam proses F-K Filter……….…… 53 25. (A) Semblance sebelum dilakukan proses F-K Filter I.

(17)

xvii

27. Stack setelah dilakukan demultiple dengan menggunakan

metode F-K Filter.……….……… 55 28. Semblance Picking Velocity ketiga (dimana dilakukan mengikuti

pada semblance yang menunjukkan keberadaan multiple………. 57 29. Stack setelah dilakukan demultiple dengan menggunakan

metode Radon Transform parabolik kedua……….…….. 59 30. Stack setelah dilakukan demultiple dengan menggunakan

metode F-K Filter kedua.…...….….….….…..…..…..…..….... 59 31. Analisis Stack setelah dilakukan demultiple dengan

menggunakan metode Radon Transform parabolik kedua.…….. 61 32. Analisis Stack setelah dilakukan demultiple dengan

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A., 2007, Seismik Online Ensiklopedia, www. ensiklopediseismik online.com, 18 Oktober 2012, 14:00.

Alonso, M., Finn, E.J., 1967, "Fundamental University Physics" Volume 2 – Fields and Waves, Addison-Wesley Publishing Company.

Badley, M.E. 1985. Practical Seismic Interpetation.Prentice Hall. USA.

Bancroft, J. and Cao, Z., 2004, Multiple attenuation using the spacetime Radon transform and equivalent offset gathers. SEG Technical Program Expanded Abstracts 2004: pp. 1313-1316.

Biantoro, E., M.I. Kusuma, dan L.F. Rotinsulu. 1996.Tarakan Sub-basin Growth Fault, North-East Kalimantan: Their Roles in Hydrocarbon Entrapments. Proceedings Indonesian Petroleum Association, 21st Silver Anniversary Convention, 175-189.

.

Berkhout, A. J., 1984, Seismic resolution—A quantitative analysis of resolving power of acoustical echo techniques: Geophysical Press.

Cao, Z., 2006, Analysis and Application of the Radon Transform: University of Calgary, Canada.

Claerbout, J.F., 1985, Imaging the Earth’s Interior, Blackwell Scientific Publications, London.

Dewar, J,. Downton, J,. Larser,G,. Michelangelo, 2003, Seismic and Seeing

What’s There: Calgary.

Elnusa. P.T, 1991, ―Observer Report Data Seismik 2D Tuban, Jawa Timur, GDP; Jakarta .

(19)

Heriyanto, N., W. Satoto, S. Sardjono. 1992. An Overview of Hydrocarbon Maturity and Its Migration Aspects in Bunyu Island, Tarakan Basin.

Proceedings Indonesian Petroleum Association, 21st Annual Convention, vol. 1, hal. 1-22.

Herrmann,P.,Mojesky,T.,Magesan,M.,Hugonnet,P., 2000, De-aliased, High resolution Radon transforms: 69th Ann.Intl.Mtg.,Soc.Expl. Geophys. Expanded Abstracts.

Gadallah, M.R., 1994, Reservoir Seismology: Geophysics in Nontechnical Language. Tulsa, Oklahoma: PennWell Books.

Kearey and brooks, 1999, An Introduction to Geophysical Exploration, BlackWell Publishing . USA .

Russel, B,. Hampson, D,. and Chun, J,. 1990, Noise Elimination and the Radon Transform – Part I: The Leading Edge, Hal 18 – 23.

Schultz, P.S. 1985, Seismic Data Processing: Industry Practice and New Direction, Geophysich, Hal 43.

Uren, Norman., 1995, Analisis Introduction to Multiples amd Its Atenuation Methods, Canbridge University Press.

Verschuur,. D. J,. And Berkhout, A. J,. 1997, Estimation of Multiple Scattering by Iteractive Invertion, Part I: Theorretical Consideration: Geophysich, Vol 62, No 5.

Yan, Y,. 2002, Suppression of Water-Column of Ocean-Bottom Seismic Surveys, University of Calgary. Canada.

(20)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam eksplorasi hidrokarbon, para ahli geofisika menggunakan metode seismik

untuk mendapatkan informasi bawah permukaan, sehingga bisa memprediksi

jebakan-jebakan struktur atau straigrafi dari reservoir hidrokarbon yang dianggap prospek. Metode seismik ini memanfaatkan perambatan, pembiasan, pemantulan

gelombang yang menjalar di bawah permukaan bumi. Penggambaran bawah

permukaan bumi tersebut tergantung dari teknik yang digunakan dalam

pengolahan data seismik (seismic data processing). Pengolahan data seismik ini adalah langkah yang sangat penting, karena akan digunakan hasilnya untuk

menginterpretasi data seismik.

Dalam pengolahan data seismik, teknik yang cocok sangat penting untuk

meningkatkan rasio signal-to-noise. Gelombang multiple masih menjadi permasalahan serius dalam pengolahan data seismik, karena sulit dibedakan dari

gelombang utama dan sering sekali energi utama tidak fokus dengan masih

adanya energi multiple. Radon transform dan F-K filter merupakan teknik yang sering dilakukan untuk mengatenuasi berbagai noise termasuk untuk menekan

(21)

2

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam tugas akhir ini penulis melakukan

penelitian mengenai penekanan gelombang multiple pada data seismik dengan

membandingkan antara metode F-K Filter dengan Radon Transform.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penyusunan penelitian tugas akhir ini adalah :

1. Penekanan gelombang multiple pada data seismik 2D

2. Membandingkan metode F-K filter dengan Radon transform terhadap penekanan

gelombang multiple pada data seismik 2D.

1.3 Batasan Masalah

Pembatas permasalahan pada tugas akhir ini antara lain pada aspek :

1. Data yang digunakan merupakan data sekunder 2D di daerah “DSCR”

2. Penekanan gelombang multiple pada data seismik 2D dengan menggunakan metode F-K filter dan Radon transform.

3. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak VISTA 2D-3D seismic processing

(22)

3

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu:

1. Dapat menunjukkan bahwa penentuan teknik atenuasi noise khususnya

multiple yang tepat dapat menghasilkan citra seismik bawah permukaan yang jauh lebih baik dengan menerapkan F-K Filter dan Radon Transform.

2. Mendapatkan citra struktur seismik bawah permukaan yang mendekati

sebenarnya.

3. Hasil penelitian ini diharapkan pula dapat menunjang khasanah keilmuan

dalam menghasilkan data dari berbagai metode pengolahan data geofisika

(23)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geomorfologi

Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga

dengan Cekungan Tarakan yang merupakan salah satu cekungan penghasil

hidrokarbon di Kalimantan Timur bagian utara. Cekungan Tarakan dapat dibagi

menjadi 4 sub-cekungan yaitu: cekungan Tidung, cekungan Berau,

Sub-cekungan Tarakan, dan Sub-Sub-cekungan Muara.

Gambar 1 . Lokasi daerah penelitian Lapangan “DSCR” Daerah Cekungan Kalimantan Timur Utara.(Biantoro dkk., 1996)

(24)

5

Batas-batas dari empat sub-cekungan tersebut adalah zona-zona sesar dan tinggian.

Bagian utara dari Cekungan Kalimantan Timur Utara dibatasi oleh Tinggian

Samporna yang terletak sedikit ke utara dari perbatasan wilayah Indonesia dan

Malaysia. Bagian barat ke arah Kalimantan dibatasi oleh Punggungan Sekatak-Berau.

Sedangkan di bagian selatan, terdapat Punggungan Mangkalihat yang memisahkan

Cekungan Tarakan dengan Cekungan Kutai. Batas timur dan tenggara dari cekungan

ini berupa laut lepas Selat Makasar. (Heriyanto,1991)

2.2. Stratigrafi

Batuan dasar pada cekungan Kalimantan Timur Utara terdiri dari sedimen-sedimen

berumur tua, meliputi Formasi Danau atau disebut juga Formasi Damiu, Formasi

Sembakung, dan Batulempung Malio. Sedimen-sedimen tersebut telah terkompaksi,

terlipatkan, dan tersesarkan.

Formasi Danau

Formasi Danau terdeformasi kuat dan sebagian termetamorfosa, mengandung breksi

terserpentinitisasi, rijang radiolaria, spilit, serpih,slate, dan kuarsa. Formasi Sembakung dan Batulempung Malio

Formasi Sembakung diendapkan di atas Formasi Danau secara tidak selaras. Formasi

(25)

6

Tengah. Di atas Formasi Sembakung diendapkan batulempung berfosil, karbonatan,

dan mikaan yang dikenal dengan Batulempung Malio yang berumur Eosen Tengah.

Siklus 1: Formasi Sujau, Mangkabua, dan Selor (Eosen Akhir – Oligosen)

Sedimen-sedimen pada Siklus 1 diendapkan secara tidak selaras terhadap Formasi

Sembakung dan memiliki lingkungan pengendapan dari laut littoral sampai dangkal.

Formasi Sujau terdiri dari sedimen klastik (konglomerat dan batupasir), serpih, dan

volkanik. Klastika Formasi Sujau merepresentasikan tahap pertama pengisian

cekungan “graben-like” yang mungkin terbentuk sebagai akibat dari pemakaran

Makassar pada Eosen Awal. Produk erosional dari Paparan Sunda di sebelah barat

terakumulasi bersamaan dengan endapan gunungapi dan pirokasltik pada bagian

bawah siklus ini. Keberadaan lapisan-lapisan batubara dan interkalasi napal pada

bagian bawah mengindikasikan fasies pengendapan danau yang bergradasi ke atas

menjadi lingkungan laut. Batugamping mikritik dari Formasi Seilor diendapkan

secara tidak selaras di atas Formasi Sujau dan Formasi Mangkabua yang terdiri dari

serpih laut dan napal yang berumur Oligosen menjadi penciri perubahan suksesi

ke basinward. Batuan sedimen siklus 1 terangkat, sebagian tersingkap dan tererosi sebagian di tepi barat dari cekungan berkaitan dengan aktivitas volkanisme yang

(26)

7

Siklus 2: Formasi Tempilan, Formasi Taballar, Napal Mesalai, Formasi

Naintupo (Oligosen Akhir – Miosen Tengah).

Sedimen-sedimen yang diendapkan di atas sedimen sebelumnya secara tidak selaras.

Sedimen-sedimen tersebut merupakan sikuen-sikuen transgersif dan tidak terlalu

terdeformasi. Fasies klastik basal dari Formasi Tempilan diendapkan pertama kali

pada siklus ini dan diikuti oleh batugamping mikritik dari Formasi Taballar. Formasi

Taballar merupakan sikuen paparan karbonat dengan perkembangan reef lokal

Oligosen Akhir sampai Miosen Awal. Formasi ini secara gradual menipis ke arah

cekungan terhadap napal Mesalai yang kemudian berubah menjadi Formasi Naintupo

di atasnya. Formasi Naintupo terdiri dari lempung dan serpih yang bergradasi ke atas

menjadi napal dan batugamping yang menandakan meluasnya genang laut di

cekungan Tarakan.

Siklus 3: Formasi Meliat, Formasi Tabul, dan Formasi Santul (Miosen Tengah –

Miosen Akhir).

Sedimen-sedimen dari siklus 3 ini terdiri dari sikuen-sikuen deltaik regresif yang

terbentuk setelah tektonisma Miosen Awal (Orogenesa Intra-Miosen). Siklus

sedimentasi ini terbagi menjadi 3 formasi, yaitu: Formasi Meliat, Tabul, dan Santul.

Perbedaan sikuen deltaik antara formasi-formasi tersebut sulit untuk diuji dan

dibedakan mengingat sedikitnya fosil-fosil yang dapat ditemukan dan kesamaan

litologi antar formasi-formasi tersebut. Pengangkatan yang terjadi menyebabkan

(27)

8

bersifat laut terbuka menjadi lebih paralik. Perubahan ini mengawali pola

pengendapan baru di Cekungan Tarakan yang membentuk delta-delta konstruktif

dengan progradasi dari barat ke timur.

Formasi Meliat merupakan nama formasi tertua dari siklus 3 dan diendapkan secara

tidak selaras dengan Serpih Naintupo. Formasi ini terdiri dari batupasir kasar, serpih

karbonatan, dan batugamping tipis. Di beberapa bagian, Formasi Meliat terdiri dari

batulanau dan serpih dengan sedikit lensa-lensa batupasir. Formasi Tabul terdiri dari

batupasir, batulanau, dan serpih yang kadang disertai dengan kemunculan lapisan

batubara dan batugamping. Bagian paling atas dari siklus ini adalah Formasi Santul.

Pada formasi ini sering dijumpai lapisan batubara tipis yang berinterkalasi dengan

batupasir, batulanau, dan batulempung, yang diendapkan di lingkungan delta plain sampai delta front pada Miosen Akhir.

Siklus 4: Formasi Tarakan (Pliosen)

Pada siklus sedimentasi Pliosen, diendapkan Formasi Tarakan. Formasi ini terdir i

dari interbeding batulempung, serpih, batupasir, dan lapisan-lapisan batubata lignit, yang menunjukan fasies pengendapan delta plain. Dasar dari Formasi Tarakan pada

beberapa ditepresentasikan oleh ketidakselarasan, sedangkan di Pulau Bunyu, kontak

antara Formasi Santul dengan Tarakan bersifat transisional.

Siklus 5: Formasi Bunyu (Plistosen)

Sejak Pliosen, sedimen fluviomarine yang sangat tebal terbentuk, terutama terdiri dari

(28)

9

dinamakan Formasi Bunyu, diendapkan di lingkungan delta plain sampai fluviatil.

Batupasir tebal, berukuran butir medium sampai kasar, kadangkala konglomeratan

dan interbeding batubara lignit dengan serpih merupakan litologi penyusun dari formasi Bunyu. Batupasir formasi ini lebih tebal, kasar, dan kurang terkonsilidasi jika

dibandingkan dengan batupasir Formasi Tarakan. Batas bawah dari Formasi ini dapat

bersifat tidak selaras maupun transisional. Meningginya muka laut pada kala

Pleistosen Akhir menyebabkan garis pantai mundur ke arah barat seperti garis pantai

(29)

10

Gambar 2. Stratigrafi Regional Cekungan Kalimantan Timur Utara (kiri:

(30)

11

2.3. Struktur Geologi

Perkembangan struktur-struktur di Sub-cekungan Tarakan, Cekungan Tarakan

berlangsung dalam beberapa tahapan yang mempengaruhi pengendapan sedimen

pada area tersebut. Konfigurasi secara struktural sudah dimulai oleh rifting sejak Eosen Awal. Pemekaran (rifting) pada sub-cekungan ini disebabkan oleh pembentukan sesar-sesar normal. Pergerakan dari sesar-sesar tersebut menghasilkan

daerah-daerah rendahan yang kemudian terisi oleh sedimen-sedimen tertua pada

sub-cekungan ini, seperti Formasi Sembakung (akhir Miosen Awal-Miosen Tengah).

Sedimen-sedimen pra-Tersier tidak terpenetrasi pada banyak sumur yang dibor pada

sub-cekungan ini, namun keberadaannya terdeteksi pada data seismik. (Biantoro dkk.,

1996).

Proses Rifting berjalan dengan terus menerus disertai dengan adanya pengangkatan secara lokal di bagian barat dari sub-cekungan mengontrol siklus-siklus pengendapan

sedimen pada sub-cekungan ini. Pengendapan pada sub-cekungan ini dapat dibagi

menjadi 4 siklus berhubungan dengan beberapa kejadian tektonik pada regional.

Pengendapan sedimen-sedimen siklus yang pertama (Siklus 1) terjadi pada saat

terjadinya pengangkatan pada Eosen Tengah yang menyebabkan erosi di

Tinggian/Punggungan Sekatang.

Pengendapan siklus yang kedua (Siklus 2) dimulai sejak pengangkatan Oligosen

Awal pada fasa transgresif, dengan sedimen yang diendapkan secara tidakselarasan

(31)

12

berakhir dan pengangkatan mencapai puncaknya pada akhir dair Miosen Akhir. Pengangkatan yang kedua ini berbeda dengan proses pengangkatan pertama karena

berkembang ke arah timur dan menghasilkan Punggungan Dasin-Fanny.

Proses rifting yang kedua ini menghasilkan sesar-sesar normal yang memiliki arah timurlaut-baratdaya.

(32)

13

Pengendapan Siklus 3 yang regresif berlangsung pada lingkungan

transisional-deltaik. Sedimen-sedimen yang diendapkan dalam jumlah yang besar menyebabkan

rekativasi dari sesar-sesar tua yang terbentuk selama Oligosen sampai Miosen Awal

yang berkembang menjadi growth fault. Petumbuhan dari sesar-sesar tersebut berhenti untuk sementara waktu pada awal pengendapan dari Formasi Santul

dikarenakan oleh terjadinya fasa trangresif yang pendek. Pensesaran tersebut

berlangsung selama Pliosen ketika siklus pengedapan keempat (Siklus 4), yaitu

Formasi Tarakan diendapkan.

Aktivitas Tektonik pada Pliosen Akhir-Pleistosen bersifat kompresif dan

menghasilkan sesar-sesar strike-slip. Di beberapa tempat, kompresi ini menginversikan sesar-sesar normal menjadi sesar-sesar naik (Biantoro dkk., 1996).

Kegiatan tekonik yang menyebabkan pengangkatan, perlipatan, dan pensesaran

keseluruhan Cekungan Tarakan pada Pliosen Akhir kemudian menyebabkan

munculnya ketidakselarasan di beberapa daerah secara lokal. Pada Siklus 5 yang

merupakan siklus pengendapan terakhir pada sub-cekungan ini, diendapakan Formasi

(33)

III. TEORI DASAR

3.1. Konsep Seismik Refleksi

Metode seismik memanfaatkan penjalaran gelombang seismik ke dalam bumi.

Metode seismik refleksi merupakan metode seismik mengenai penjalaran

gelombang elastik yang dimulai dari suatu sumber, dan pada titik tertentu akan

direfleksikan kembali ke permukaan, sehingga dapat menggambarkan lapisan

bawah permukaan secara vertikal.

Gelombang elastik terdiri dari dua macam gelombang, yaitu gelombang body, yang meliputi gelombang-P dan gelombang-S, dan gelombang permukaan,

gelombang Love dan gelombang Rayleigh.

Gelombang badan (body wave) merupakan gelombang yang energinya ditransfer melalui medium bumi. Gelombang badan (body wave) dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Gelombang kompresi / Gelombang P adalah gelombang longitudinal dimana

arah pergerakan partikel akan searah dengan arah rambat gelombang.

(34)

15

Pada metode seismik refleksi, jenis gelombang yang digunakan, yaitu gelombang

body terutama pada gelombang-P (kompresi) .

Di bawah ini adalah gambar dua macam gelombang yang telah disebutkan di atas

Gelombang kompresi ini atau disebut dengan gelombang suara, yaitu gelombang

yang arah gerak partikelnya searah dengan arah rambatnya dan kecepatannya

lebih besar dari gelombang S yang arah gerak partikelnya tegak lurus dengan arah

rambatnya.

3.2. Noise Dalam Data Seismik

Noise adalah sinyal yang dianggap menggangu dan tidak diinginkan, oleh karena itu dalam proses pengolahan data seismik dilakukan usaha pengurangan noise

hingga persentase noise pada data menjadi seminimal mungkin. Secara umum,

(35)

16

dan noise yang bersifat koheren, noise tersebut biasanya ditimbulkan oleh sumber ledakan. (Kearey, 1999)

3.2.1. Random Noise (Ambient noise)

Ambient noise adalah noise yang disebabkan oleh segala sesuatu yang tidak disebabkan oleh sumber (source). Noise acak ini dapat ditimbulkan oleh adanya angin, hujan, aliran air, aktifitas manusia, hewan, aktifitas mesin industri, dan

faktor lingkungan lainnya. Ciri-ciri dari tipe noise ini antara lain: bersifat acak (random), memiliki spektrum yang lebar, memiliki energi yang relatif rendah

(berasosiasi dengan amplitudo kecil).

3.2.2. Noise Koheren (Shot generated noise)

Noise koheren adalah noise yang timbul akibat peledakan yang dilakukan pada sumber saat pengambilan data. Beberapa jenis noise yang termasuk dalam kategori ini antara lain;

a. Ground roll

Adalah noise yang menjalar melalui permukaan yang radial (gelombang permukaan) menuju receiver. Ciri-ciri dari ground roll antara lain: memiliki energi besar (amplitudo tinggi), memiliki frekuensi yang relatif rendah,

mempunyai kecepatan yang lebih rendah dari sinyal utama, tetapi lebih besar dari

(36)

17

b. Air blast (air wave)

Adalah noise yang diakibatkan oleh penjalaran gelombang langsung melalui udara. Karakter dari noise ini hampir sama dengan ground roll, hanya saja kecepatan air blast lebih rendah.

c. Multiple

Adalah sinyal refleksi yang dapat berupa short- path multiple (SPM) maupun long

– path multiple (LPM). SPM pada data rekaman seismik akan tiba setelah sinyal utama, sehingga akan mempengaruhi tampilan sinyal utama. Sedangkan LPM,

akan terlihat pada penampang seismik sebagai sebuah “event” lain yang berulang.

Multiple dapat dianggap sebagai noise, karena tidak menggambarkan event reflektor sebenarnya.

(37)

18

Multiple merupakan suatu fenomena gelombang seismik yang memantul lebih dari sekali sebelum kembali ke permukaan dan terekam kembali oleh perekam.

Multiple terjadi apabila gelombang seismik melewati suatu batas lapisan yang memiliki kontras impedansi antar lapisan yang sangat besar (misalnya dari kolom

air laut menuju lantai dasar laut yang keras, lapisan karbonat, dll). Saat ini metode

akuisisi yang biasa digunakan adalah metode dengan menggunakan multi-coverage data acquisition, hal ini merupakan salah satu usaha dari beberapa perusahaan penyedia jasa untuk meningkatkan kualitas image di bawah permukaan. Penggunaan metode ini pada akuisisi seismik refleksi biasanya

dilakukan secara berulang, sehingga satu titik refleksi dapat diiluminasi oleh

(38)

19

Gambar 6. Contoh noise yang terdapat pada data seismik (Bancroft, 2004).

Dalam seismik refleksi, dasar metodenya adalah perambatan gelombang bunyi

dari sumber getar ke dalam bumi atau formasi batuan, kemudian gelombang

tersebut dipantulkan ke permukaan oleh bidang pantul yang merupakan bidang

batas suatu lapisan yang mempunyai kontras Impedansi Akustik (IA). Di

permukaan bumi gelombang itu ditangkap oleh serangkaian instrumen penerima

(39)

20

Gambar 7. Konsep gelombang seismik. (Badley, 1985)

Nilai-nilai impedansi akustik yang dimaksud adalah kecepatan dan massa jenis

batuan penyusun perlapisan bumi. Hubungan antara keduanya dapat dinyatakan

sebagai koefisien refleksi (R) dan koefisien transmisi (T).

(40)

21

Waktu perambatan gelombang dari sumber ledakan, kemudian dipantulkan

kembali oleh bidang reflektor tersebut merupakan waktu dua arah atau lebih

dikenal dengan istilah two-way traveltime (TWT) dan besarnya waktu ini tergantung pada kedalaman reflektor, semakin dalam lapisan batuan semakin

besar waktu yang diperlukan Tc>Ta>Tb (Gambar 8).

Sebagian energi yang dipantulkan tersebut akan diterima oleh serangkaian

detektor, kemudian akan direkam dalam satu Magnetic Tape. Parameter yang direkam adalah waktu penjalaran gelombang seismik dari sumber menuju

(41)

22

3.3 Penjalaran Gelombang Seismik pada Medium Isotropik

Dalam metode seismik, pengetahuan tentang teori gelombang, khususnya

gelombang elastik, merupakan hal yang sangat penting. Gelombang yang menjadi

perhatian dalam eksplorasi seismik adalah gelombang badan P (primary), yang bersifat kompresi dan memiliki pergerakan partikel searah dengan arah

rambatannya (longitudinal).

Persamaan (2) menunjukkan bahwa cepat rambat gelombang elastis bergantung

pada beberapa sifat fisik medium yang dilaluinya, dalam ini adalah modulus

elastis dan densitas. Energi gelombang datang akan terbagi pada gelombang yang

dipantulkan dan dibiaskan. Dalam banyak kasus gelombang yang dipantulkan

lebih banyak membawa energi daripada gelombang yang dibiaskan. (Berkhout,

1984)

3.4 Dekonvolusi

Dekonvolusi adalah suatu proses untuk meniadakan konvolusi. Seperti banyak

diketahui bahwa fenomena perambatan gelombang seismik yang dipakai dalam

(42)

23

Tujuan proses dekonvolusi itu sendiri ada 2 macam, yaitu :

1. Menghilangkan noise yang bersifat koheren (seperti multipel dan

dereverberasi).

2. Memisahkan suatu sinyal seismik dengan koefisien refleksi dari suatu

seismogram, yang dilakukan pada data seismik yang sudah bebas noise.

Pada pengolahan data seismik dikenal beberapa jenis dekonvolusi, yaitu :

3.4.1. Dekonvolusi sebelum stack

Dekonvolusi ini berperan untuk membentuk sinyal dan meningkatkan resolusi

data seismik.

a. Spiking Dekonvolusi

Dekonvolusi jenis ini pada prinsipnya ditujukan untuk membentuk sinyal. Dalam

keadaan khusus bila sinyal yang diinginkan berupa paku (spike), maka dekonvolusinya disebut spiking dekonvolusi. Konsep untuk menyelesaikan hal ini ada di dalam teori yang disebut filter Wiener, (gambar 9)

Gambar 9. Prinsip filter Wiener yang mengubah sinal menjadi paku. (Claerbout, 1985) t S(t)

0

0 t

(43)

24

Filter Wiener adalah sebuah proses operasi matematik yang menganut azas

kwadrat terkecil dalam menjalankan operasinya. Tahap operasinya dibagi menjadi

dua tahap, yakni tahap perancangan (filter design) dan tahap pemakaian (filter application). (Claerbout, 1985)

b. Filter Inversi

Konsep filter inversi muncul berdasarkan anggapan bahwa bumi telah bertindak

sebagai filter, sehingga sinyal seismik yang kita rekam mempunyai bentuk yang

rumit. Filter inversi adalah suatu filter yang dirancang untuk mengembalikan

bentuk sinyal seismik yang rumit tadi menjadi sederhana seperti paku.

c. Filter Inversi Di Domain Frekuensi

Filter inversi dapat dilakukan di domain frekuensi, bila spektrum seismik yang

akan kita dekonvolusi adalah S(f), maka filter inversinya adalah :

(3)

Filter inversi ini dapat direalisasaikan bila nilai-nilai semua komponen S(f)>0.

Bila salah satu saja dari komponennya berharga nol, maka F(f) tidak dapat

direalisasikan karena akan ada nilai yang besarnya tak berhingga. Untuk

mengatasi masalah ini, maka pada umunya orang menambahkan “white noise

kepada spektrum sinyal. Pekerjaan ini disebut spectral pre whitening. White noise

(44)

25

% saja relatif terhadap amplitudo maksimum dari spektrum sinyalnya. (Yan,

2002)

3.4.2. Dekonvolusi Setelah Stack

Teknik-teknik dekonvolusi setelah stack dimaksudkan untuk menekan noise yang koheren. Noise yang koheren adalah sinyal seismik juga, akan tetapi lintasan penjalarannya melalui jalan yang tidak kita inginkan, jadi tidak sebagaimana

halnya dengan pantulan-pantulan primer. (Schultz, 1985)

a. Filter Prediktif

Filter prediktif adalah suatu filter digital yang beropersi atas dasar informasi yang didapat di bagian awal suatu gelombang untuk menghilangkan hal-hal yang tidak

diinginkan di bagian belakang dari gelombang tersebut. Filter prediktif digunakan

untuk menekan noise-noise yang koheren misalnya seperti multipel.

b. Dereverberasi

Derevereberasi merupakan fenomena yang banyak dijumpai pada seismik eksplorasi di laut. Hal ini diakibatkan karena dasar laut dapat bertindak sebagai

reflektor yang kuat dan permukaan laut memang sudah merupakan pemantulan

yang kuat juga dengan koefisien refleksi 1.

3.5. Common Mid-Point (CMP) Gather

CMP gather (Common Mid-Point gather) didefinisikan sebagai kumpulan dari

(45)

26

antara sepasang source dan reciver. Contoh dari geometri CMP Gather ditujukkan pada gambar 10.

Offset adalah jarak antara source dan receiver dan merupakan salah satu dari dua dimensi CMP gather. Dimensi yang lainnya adalah waktu (time), yang merupakan

two-way traveltime sebagai tanda waktu yang di habiskan pada jalur perambatan dari titik source ke titik reflector kemudian ke titik receiver. Dan Common depth point (CDP) gather sama seperti CMP, namun memiliki perbedaan pada permukaan yang menurun.

(46)

27

3.6. Kecepatan ( Velocity )

Kecepatan merupakan parameter yang sangat penting dalam mempengaruhi

kualitas stacking pada pengolahan data seismik. Kecepatan yang digunakan dalam pengolahan data seismik memiliki fungsi yang berbeda. Dalam melakukan

Migrasi domain waktu, kecepatan yang digunakan adalah kecepatan Root Mean Square (RMS) yang diperoleh dari analisis kecepatan. (Schultz, 1985)

3.6.1. Kecepatan Root Mean Square (RMS)

Untuk medium berlapis dan memiliki offset pendek, persamaan hiperbolik dapat didekati dengan penyederhanaan persamaan dengan menggunakan kecepatan

RMS. Kecepatan RMS merupakan kalkulasi dari kecepatan interval pada medium.

Kecepatan RMS merupakan kecepatan total dari sistem perlapisan horisontal

dalam bentuk akar kuadrat pukul rata. Apabila waktu rambat vertikal t1, t2, … ,

Proses koreksi NMO bertujuan untuk menghilangkan efek moveout pada

(47)

28

konsep seismik. Radon transform dan F-K filter memiliki hubungan yang sangat kuat dengan efek moveout dan traveltime offset.

Waktu datang gelombang refleksi adalah

V = Kecepatan geombang seismik

X = Jarak sumber dan penerima

(48)

29

Koreksi NMO

 

Tx adalah koreksi yang diperlukan untuk membawa gelombang

refleksi dari pantulan miring (NNI = non normal incidence) ke pantulan normal

Untuk suatu nilai x dapat diamati bahwa Tx ternyata berubah dengan waktu, hal ini disebabkan karena lengkung hiperbola refleksi yang dinyatakan oleh

persamaan (5) berperilaku semakin landai untuk T0 yang semakin besar. Karena

Common Mid-Point (CMP) gather yang sudah terkoreksi NMO dan dijumlahkan berdasarkan offset. Sehingga rasio signal-to-noise akan meningkat setelah CMP

stack dilakukan.

3.9 Filtering

Filtering merupakan upaya untuk „menyelamatkan‟ frekuensi yang di kehendaki

dari gelombang seismik dan membuang yang tidak dikehendaki. Terdapat

(49)

30

Didalam pengolahan data seismik band pass filter lebih umum digunakan karena biasanya gelombang seismik terkontaminasi noise frekuensi rendah (seperti

ground roll) dan noise frekuensi tinggi (ambient noise)

Gambar 12. Low Pass, High Pass, Band Pass(Abdullah, 2007).

Secara matematis, operasi filtering merupakan konvolusi dalam kawasan waktu

antara gelombang „mentah‟ dengan fungsi filter diatas dan perkalian dalam

(50)

31

3.10 Radon Transform

Radon Transform merupakan teknik secara matematika yang telah luas digunakan dalam pengolahan data seismik. Ada 3 jenis Radon Transform yang biasa digunakan untuk menekan multiple yaitu slant-stack atau τ-ρ transform, Radon Transform hiperbolik, dan Radon Transform parabolik. Radon Transform

hiperbolik dan parabolik yang diterapkan untuk mengatenuasi multiple

berdasarkan perbedaan moveout antara gelombang utama (primary) dan multiple. Pada penelitian ini pembahasan akan di fokuskan pada satu tipe saja dari Radon Transform yaitu Radon transform parabolik.

Prinsip kerja Radon Transform dengan merubah data dari domain T-X ( time-offset) menjadi domain τ-ρ (intercept time-ray parameter). Radon Transform

dikenakan pada data Common Mid-Point (CMP) gather yang sudah terkoreksi NMO atau pada Common Shot gather.

(51)

32

Radon transform memliki kekurangan yaitu tidak dapat menangani energi

multiple pada near-offset dan tidak bisa menahan amplitude dari energi primer sehingga ada kebocoran energi primer. (Cao, 2006)

3.10.1. Radon Transform Parabolik

Radon transform parabolik dalam pengolahan data seismik adalah metode transformasi domain data seismik, dari domain T-X ke dalam domain T-X ( time-offset) menjadi domain τ-ρ (intercept time-ray parameter). Jika pada Radon transform linear, ρ adalah ray parameter (1/v), maka pada Radon transform

parabolik, ρ adalah nilai residualmoveout. Jika pada Radon transform linear, data

dijumlahkan oleh trajektori linear (LMO), maka pada Radon transform parabolik, data dijumlahkan oleh trajektori parabola. Radon transform parabolik dikenakan pada Common Mid-Point (CMP) gather yang telah dikoreksi NMO. Transformasi tersebut didefinisikan oleh persamaan τ = t + ρx2.

Setelah melalui koreksi NMO, event refleksi primary yang terkoreksi oleh kecepatan event primer itu sendiri akan menjadi datar, sedangkan multiple yang terkoreksi kecepatan primary akan undercorrected dan mendekati bentuk parabola. Pada Radon transform parabolik, nilai ρ didefinisikan oleh : 1/(2.τv2), dimana nilai v adalah kecepatan hiperbolik suatu sinyal refleksi dan τ adalah

intercept time. Pada aplikasinya, nilai kecepatan v ini direpresentasikan oleh nilai

residual moveout.

Radon transform parabolik dapat dikenakan pada Common Mid-Point (CMP)

gather yang sudah terkoreksi NMO dengan menjumlahkan data sepanjang jalur

(52)

33

kurva parabolik yang tepat pada Common Mid-Point (CMP) domain bisa dipetakan secara teori pada satu titik yang terfokus pada Radon transform

parabolik. t = τ + qx2 bisa dianggap sebagai satu event dengan two-way traveltime

pada zero-offset t0 dan kecepatan RMS Vrms. Jika event ini dikoreksi dengan satu

kecepatan Vc.

Radon transform parabolik dapat didefinisikan pada t2 – stretched CMP atau shot gather, karena hiperbola pada domain CMP menjadi parabola setelah peregangan

t2 pada sumbu waktu (time). Anggapan event pada Common Mid-Point (CMP)

gather dengan traveltime hiperbolik didefinisikan oleh :

2

Yang didefiniskan sebagai parabola. Sehingga Radon transform parabolik bisa didefinisikan pada t2– stretched CMP atau shot gather. (Yilmaz, 1989)

3.11. F-K Filter

F-K Filter merupakan salah satu filter dalam pengolahan data seismik yang dilakukan dengan cara merubah data seismik dari domain waktu (t) dan jarak (x)

menjadi domain frekuensi (f) dan bilangan gelombang (k) dengan menggunakan

(53)

34

adalah kemiringan event, dalam milidetik per trace, bukan kemiringan dari struktur geologi), maka tiap kemiringan yang berbeda dalam domain T-X akan

berubah menjadi garis dengan kemiringan yang berbeda dalam domain F-K. Event

horizontal dalam domain T-X mempunyai nilai bilangan gelombang sama dengan

nol, sehingga dalam domain F-K akan diplot sepanjang sumbu frekuensi. Semakin

besar nilai kemiringan suatu event dalam domain T-X semakin dekat plotnya dengan sumbu bilangan gelombang. Sinyal dengan kemiringan positif akan

mempunyai bilangan gelombang positif dan sinyal dengan kemiringan negatif

akan mempunyai bilangan gelombang yang negatif. Berbagai event dengan perbedaan kemiringan selalu menunjukkan perbedaan kemiringan ketika

dipetakan dalam domain F-K. (Dewar, 2003)

F-K Filter juga bisa disebut filter kecepatan, karena semua energi seismik yang

berasal dari source dengan kecepatan perambatan yang sama yang melewati event

miring.

Transformasi Fourier 2D dibutuhkan untuk mentransformasi data seismik ke dalam domain frekuensi (f) dan bilangan gelombang (k). Pertama, transformasi

Fourier mengubah domain waktu (t) kedalam domain frekuensi (f) kemudian mentransformasi domain jarak (x) ke dalam domain bilangan gelombang (k).

Hubungan bilangan gelombang (k) dengan panjang gelombang adalah k = 1/λ. Seperti halnya frekuensi (cycles/meter) adalah kebalikan dari perioda, maka bilangan gelombang (m-1 atau cycles/meter) adalah kebalikan dari panjang gelombang.

Kerugian F-K Filter, yaitu apabila filter terlalu kuat, maka output akan kelihatan

(54)

35

(55)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Keberadaan gelombang multiple pada data seismik 2D dapat ditekan dengan menggunakan beberapa metode filtering seperti Radon Transform dan F-K Filter.

2. Metode Radon Transform memiliki kemampuan untuk mengatenuasi gelombang multiple dan menghasilkan penampang bawah permukaan yang lebih baik dibandingkan dengan metode F-K Filter.

6.2 Saran

(56)

44

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1. Geometry extraction

Pemrosesan awal setelah dilakukan input data seismik 2D sekunder ini adalah

Geometry extraction. Karena pada data ini memiliki informasi yang telah terdapat pada header. Sehingga untuk memperoleh informasi yang telah ada perlu dilakukan proses ekstrasi dari header ke database. Selain itu, proses ini bertujuan untuk memperbaharui (update) geometry, karena adanya beberapa perekaman yang tidak ada datanya, dan indentification header serta trace header yang salah dan kesalahan geometry lainnya. Setelah itu dilakukan pengurutan (sorting) pada

Common Mid-Point (CMP) dan jarak antara titik tembak dan geophone.

5.1.2. Analisis Kecepatan (Velocity Analysis) I

Analisis kecepatan merupakan salah satu tahap yang sangat penting dalam

pengolahan data seismik, karena untuk menentukan nilai kecepatan yang tepat

yang nantinya akan digunakan untuk menghitung kedalaman dari reflektor bawah

(57)

44

Gambar 17. Sebelum Geometry extraction.

(58)

45

Gambar 18. Setelah Geometry extraction.

(59)

47

Gambar 19. Semblance Picking Velocity pertama (dimana dilakukan pada nilai-nilai semblance terkuat).

Multiple dapat dibedakan dari gelombang primer, karena semakin besar offset

akan terjadi perbedaan moveout antara keduanya. Sehingga gelombang multiple

(60)

48

Keberadaan multiple dapat dilihat dari hasil stacking dan spektrum kecepatan (semblance) pada saat melakukan analisis kecepatan, karena multiple memiliki nilai kecepatan yang lebih rendah dan konstan. Pada gambar 19, spektrum

kecepatan (semblance) analisis kecepatan pertama terlihat gelombang multiple

cukup dominan dan beberapa lebih kuat dibandingkan sinyal pada reflektor utama

yang ditunjukkan semblance-semblance yang memiliki kecepatan yang rendah dan cukup konstan dari waktu 600 ms hingga 5000 ms yaitu berkisar 2000 m/s.

Sehingga, menutupi event dari gelombang primer.

5.1.3. Analisis Kecepatan (Velocity Analysis) II

Pada tahap analisis kecepatan kedua ini sama seperti analisis kecepatan pertama

sebelumnya, pada tahap ini bertujuan untuk mendapatkan kecepatan dan reflektor

bawah permukaan. Akan tetapi pada tahap analisis kecepatan kedua ini memiliki

perbedaan dalam melakukan picking velocity-nya. Jika pada analisis kecepatan pertama dilakukan picking velocity pada semblance-semblance terkuat yang biasanya mencerminkan reflektor utama. Sedangkan, pada analisis kecepatan

(61)

49

Gambar 20. Semblance Picking Velocity kedua (dimana dilakukan mengikuti

trend kemiringan kecepatan pada picking velocity pertama)

Seperti yang dijelaskan pada buku Seismic Data Analysis oleh Oz. Yilmaz, untuk menekan gelombang multiple pada data seismik dalam tahap analisis kecepatan perlu dilakukan berulang dan melakukan picking velocity pada trend kemiringan yang ditunjukkan pada gambar 20 agar menghilangkan efek dari multiple dan mendapatkan kecepatan yang sebenarnya. Selain itu, untuk mempertegas event

(62)

50

5.1.4. Demultiple I

5.1.4.1. Radon Transform Parabolik I

Pada proses pengolahan data Radon Transform parabolik pertama menggunakan

input dari Common Mid-Point (CMP) gather yang telah dikoreksi NMO dengan menggunakan kecepatan (velocity) hasil dari analisis kecepatan kedua. Radon Transform parabolik menggunakan prinsip merubah data dari domain T-X kedalam domain τ-ρ, dengan sumbu ρ yang memepresentasikan residual moveout

hasil koreksi NMO. Sinyal refleksi yang terkoreksi NMO akan datar (residual moveout bernilai nol), sedangkan multiple yang terkoreksi NMO oleh kecepatan primer akan mendekati parabola.

Gambar 21. (A) Semblance sebelum dilakukan proses Radon Transform

(63)

51

Keberadaan gelombang multiple salah satunya dapat terlihat jelas pada sepektrum kecepatan (semblance) pada proses analisis kecepatan. Seperti pada gambar 21, dapat terlihat perubahan spektrum kecepatan (semblance) untuk penekanan gelombang mutiple dengan menggunakan Radon Transform parabolik. Dilihat dari gambar 21 (A) sebelum dilakukan demultiple dengan menggunakan Radon Transform parabolik spektrum kecepatan (semblance) sangat mendominasi pada kecepatan sekitar 2000 m/s yang menunjukkan keberadaan multiple. Sedangkan pada gambar 21 (B) setelah dilakukan Radon Transform parabolik bentuk spektrum kecepatan atau semblance-nya sudah bergeser ke arah kanan atau yang berarti penekanan gelombang multiple dilakukan dengan baik, karena event dari gelombang primer sudah tidak terhalang oleh gelombang multiple sebelum dilakukan demultiple.

(64)

52

Gambar 23. Stack setelah dilakukan demultiple dengan menggunakan metode

Radon Transform I.

Selain pada spektrum kecepatan (semblance), gelombang multiple juga dapat terlihat pada hasil stacking. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 22, sebelum dilakukan proses demultiple bentuk reflektornya masih terhalang oleh adanya

multiple. Berbeda dengan hasil stacking yang ditunjukkan pada gambar 23 yang terlihat jelas hasil penekanan gelombang multiple, sehingga reflektor-reflektor utamanya dapat terlihat jauh lebih jelas dan tegas.

5.1.4.2. F-K Filter I

Pada proses demultiple dengan menggunakan metode F-K Filter sama seperti pada proses pengolahan data dengan menggunakan metode Radon Transform

parabolik pertama yang menggunakan input dari Common Mid-Point (CMP)

(65)

53

dilakukan pre-conditioning terlebih dahulu, yaitu dengan menggunakan bandpass filter. Analisa F-K filter dilakukan pada Common Mid-Point (CMP) gather yang terkoreksi NMO, dan untuk meloloskan energi yang diinginkan dan untuk

menekan multiple dibentuk filter yang bisa meng-cover sinyal dari event flat.

(66)

54

Gambar 25. (A) Semblance sebelum dilakukan proses F-K Filter I. (B)

Semblance Setelah dilakukan proses F-K Filter I.

Seperti pada proses penekanan gelombang multiple dengan menggunakan metode

Radon Transform parabolik, hasil dari proses penekanan gelombang multiple

dengan menggunakan metode F-K Filter dapat terlihat jelas pada bentuk spektrum kecepatan (semblance) yang ditunjukkan pada gambar 25 (B) yang bergeser ke arah kanan atau dapat menekan gelombang multiple yang sebelumnya menutupi

event gelombang primer yang terhalang gelombang multiple yang berada pada kisaran kecepatan 2000 m/s.

(67)

55

Gambar 26. Stack sebelum dilakukan demultiple I.

(68)

56

5.1.5. Analisis Kecepatan (Velocity Analysis) III

Sebelum dilakukan demultiple kedua dengan menggunakan metode Radon Transform parabolik dan F-K Filter, dilakukan analisis kecepatan ketiga pada data seismik dengan melakukan inverse NMO dari hasil TransformasiRadon parabolik dan F-K Filter pertama, yang kemudian dilakukan koreksi NMO lagi menggunakan kecepatan (velocity) hasil dari analisis kecepatan ketiga ini.

Tahap analisis kecepatan ketiga ini berfungsi seperti analisis kecepatan kedua

sebelumnya, yaitu mendapatkan hasil koreksi NMO yang lebih baik dan agak

mendapatkan nilai kecepatan yang jauh lebih baik dari analisis kecepatan

sebelumnya. Perbedaan yang dilakukan pada analisis kecepatan ketiga ini dengan

(69)

57

Gambar 28. Semblance Picking Velocity ketiga (dimana dilakukan mengikuti pada semblance yang menunjukkan keberadaan multiple).

5.1.6. Demultiple II

5.1.6.1. Radon Transform Parabolik II

Metode Radon Transform parabolik ini dilakukan dua kali, karena pada hasil

Radon Transform parabolik pertama masih menunjukkan keberadaan gelombang

multiple yang dapat dilihat dari analisis semblance pada kecepatan ketiga dan dari hasil stack pada Radon Transform parabolik pertama. Tahap Radon Transform

(70)

58

pada analisis kecepatan ketiga yang sebelumnya menggunakan hasil inverse NMO dari hasil Radon Transform Parabolik pertama. Penekanan gelombang multiple

pada domain ini dilakukan cara multiple dinolkan (mute) dalam domain Radon Transform parabolik, zona mute dibuat dari hasil trial and error dan asumsi bahwa event dari gelombang primer dipetakan di sekitar nilai residual moveout

=0.

5.1.6.2. F-K Filter II

Seperti demultiple kedua dengan menggunakan Radon transform parabolik kedua, metode F-K Filter juga menggunakan input dari koreksi NMO terbaru, yaitu dari analisis kecepatan ketiga. Dan pada tahap ini metode F-K Filter ini masih dilakukan analisis Common Mid-Point (CMP) gather yang terkoreksi NMO, dan untuk meloloskan energi yang diinginkan dan untuk menekan gelombang multiple

dibentuk filter yang bisa meng-cover sinyal dari event flat. Pada metode F-K Filter ini tetap perlu dilakukan pre-conditioning terlebih dahulu, yaitu dengan menggunakan bandpass filter. Pada metode F-K Filter ini koreksi inverse NMO menggunakan kecepatan sebelumnya yang dipakai pada koreksi NMO yang

(71)

59

Gambar 29. Stack setelah dilakukan demultiple dengan menggunakan metode

Radon Transform parabolik kedua.

Gambar 30. Stack setelah dilakukan demultiple dengan menggunakan metode

(72)

60

5.2Pembahasan

5.2.1. Pemisahan Gelombang Multiple dan Gelombang Primer.

Gelombang multiple dapat dipisahkan dari gelombang primer karena semakin besar offset akan terjadi perbedaan moveout antara keduanya. Sehingga, gelombang multiple akan terlihat jelas berbeda pada far-offset. Dan pada spektrum kecepatan (semblance), gelombang multiple dapat dibedakan dari gelombang primer karena memiliki kecepatan yang lebih rendah dan konstan.

5.2.2. Hasil Penampang Seismik dengan Menggunakan Metode Radon

Transform parabolik dan F-K Filter.

Setelah melakukan picking velocity pada tahap analisis kecepatan, maka didapatkan kecepatan yang akan kita gunakan untuk membuat stack. Dengan membandingkan hasil stack, kita dapat melihat perbedaan antara hasil stack

dengan menggunakan metode Radon Transform parabolik dan F-K Filter.

Pada Common Mid-Point (CMP) gather yang sudah dikenakan Radon Transform

parabolik. Terlihat event multiple jauh lebih teratenuasi dibandingkan dengan menggunakan metode F-K Filter seperti yang di tunjukkan pada gambar 31 dan gambar 32 dibawah ini. Akan tetapi dengan menggunakan metode Radon Transform parabolik masih memiliki multiple residu. Hal tersebut menunjukkan bahwa Radon Transform parabolik mampu menekan multiple tapi kurang baik dalam meng-cover daerah near-offset karena adanya refleksi dari gelombang primer dan gelombang multiple yang sulit dibedakan disekitar zero-offset pada domain T-X sehingga meninggalkan multiple residu. Kekurangan lain dari metode

(73)

61

Gambar 31. Analisis Stack setelah dilakukan demultiple dengan menggunakan metode Radon Transform parabolik kedua.

(74)

62

Gambar 32. Analisis Stack setelah dilakukan demultiple dengan menggunakan metode F-K Filter kedua.

Gambar

Gambar 1 . Lokasi daerah penelitian Lapangan “DSCR” Daerah Cekungan Kalimantan Timur Utara.( Biantoro dkk., 1996)
Gambar 2.  Stratigrafi Regional Cekungan Kalimantan Timur Utara (kiri:
Gambar 3.  Tektonik Sub-Cekungan Tarakan (Modifikasi dari Biantoro dkk., 1996).
Gambar 5. Beberapa macam Multiple: (a) Free-Surface Multiple, (b) peg-
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil atenuasi dengan menggunakan kombinasi metode SRME dan radon parabolik menunjukkan bahwa kedua kombinasi metode tersebut cukup efektif untuk menghilangkan jenis

Oleh karena itu dilakukan dengan cara mentransformasikan data dari domain waktu-jarak (T-X) menjadi domain frekuensi- bilangan gelombang (F-K) agar informasi data