PENERAPAN METODE RADON TRANSFORM
UNTUK REDUKSI GELOMBANG
MULTIPLE
SEISMIK 2D DI
PERAIRAN BARAT SUMATRA
I GEDE MAHENDRA WIJAYA
SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
PENERAPAN METODE RADON TRANSFORM UNTUK REDUKSI GELOMBANG MULTIPLE SEISMIK 2D DI PERAIRAN BARAT SUMATERA
Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam publikasi ilmiah dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 18 Februari 2013
RINGKASAN
I GEDE MAHENDRA WIJAYA. PENERAPAN METODE RADON TRANSFORM UNTUK REDUKSI GELOMBANG MULTIPLE SEISMIK 2D DI PERAIRAN BARAT SUMATERA.
Dibimbing oleh HENRY MUNANDAR MANIK.
Metode seismik adalah suatu metode dalam geofisika yang digunakan untuk mempelajari struktur dan strata bawah permukaan bumi dengan
memanfaatkan perambatan, pembiasan, pemantulan gelombang gempa. Salah satu pekerjaan penting dalam pekerjaan pengolahan data seismik adalah
mengidentifikasi dan menekan keberadaan multiple. Salah satu jenis multipel yang harus direduksi dalam pengolahan data seismik adalah multipel permukaan. Multiple permukaan atau lebih tepatnya multiple yang berhubungan dengan permukaan adalah suatu kejadian yang memiliki paling sedikit satu refleksi downward yang dimulai di permukaan. Dalam penelitian ini penulis melakukan pengolahan data seismik yang diharapkan dapat mereduksi multiple pada data seismik 2D SUME23.31 daerah survey yang berada di perairan barat pulau Sumatra.
Banyak metode yang telah dikembangkan untuk menekan keberadaan multiple. Salah satunya adalah menggunakan metode transformasi Radon. Prinsip kerja dari Radon transform ini adalah mengubah domain data dari T-X (Time-Offset) menjadi τ- ρ (intercept time-ray parameter) dengan ray parameter ρ~1/v, maka event primary akan dipetakan sekitar ρ=o dan event multiple pada daerah dengan ρ>0. Sehingga dalam mutingradon, multiple dan primary akan dipisahkan dengan batas muting yang telah didapatkan berdasarkan hasil dari Interactive Radon/Tau-P Analysis.
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang didapatkan dari penelitian ini dan terkait kepada tujuan awal, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan Radon Transform dapat mereduksi multiple dari data seismik SUME23.31, namun tidak secara keseluruhan. Sebab dari data, pada near offset masih terdapat sedikit multiple. Sedangkan pada far offset, metode ini dapat menghilangkan efek bowtie. Pengaruh offset merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap data.
© Hak cipta milik I Gede Mahendra Wijaya tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk
PENERAPAN METODE RADON TRANSFORM UNTUK REDUKSI GELOMBANG MULTIPLE SEISMIK 2D DI PERAIRAN BARAT
SUMATERA
I GEDE MAHENDRA WIJAYA C54080004
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
SKRIPSI . .
Judul Penelitian :
PENERAPAN METODE RADON TRANSFORM
UNTUK REDUKSI GELOMBANG MULTIPLE
SEISMIK 2D DI PERAIRAN BARAT SUMATRA
Nama Mahasiswa : I Gede Mahendra Wijaya
Nomor Pokok : C54080004
Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
.Dosen Pembimbing
Dr. Henry M Manik, S.Pi, MT. NIP. 19701229 199703 1 008
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc. NIP. 19640801198903001
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Shang Hyang Widhi Waca atas
segala karunia dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dengan judul “Penerapan Metode Radon Transform Untuk Reduksi Gelombang Multiple Seismik 2D di Perairan Barat Sumatra”.
Penelitian ini tidak terlepas dari kontribusi berbagai pihak, oleh karena itu
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada,
Dr. Ir. Henry M. Manik, M.T sebagai dosen pembimbing dalam penelitian
skirpsi ini atas segala saran, bimbingan dan nasehatnya selama penelitian
berlangsung dan selama penulisan skripsi ini.
Ibu Puji yang bukan hanya sebagai dosen penulis juga sebagai orang tua
asuh selama kuliah di ITK dan telah memberikan semangat dan motivasi
besar dan sangat menginspirasikan penulis.
Dr. Udrekh, Ibu Trevi Puspitasari dan Ibu Sumira di Laboratorium
NEO-Net, P3TISDA serta Balai Teknologi Survey Kelautan – BPPT yang telah memberikan saran, masukan serta sarana dan prasarana dalam pengolahan
data seismik untuk penulisan skripsi ini.
Bapak Susilo, Pak Reza Rahardian, Pak Tumpal, Pak Subarsyah, Pak
Andrian Wilyan, Pak Kris Budiono, Ibu Yulinar dari pihak Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (PPPGL) Bandung yang telah
memberikan masukkan dan saran serta dukungan dalam penyelesaian
skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Orang Tua penulis
yang begitu berharga , serta telah memberikan pelajaran luhur dan segala
doa serta kerja kerasnya kepada penulis dari awal hingga akhir
penyusunan skripsi ini.
Marsya, Buncay, Nano, Fahmi, Pitoy, Reffa, Kijah, Joni, dan teman-teman
congers (ITK45) di departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB atas
sumbangsihnya serta motivasi dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Mbak Besta, Bang Aris Jamady, dan Kang Aad atas segala masukkan dan
bantuannya selama penulis mengerjakan tugas akhir ini.
Seluruh staff pengajar dan administrasi mayor Ilmu dan Teknologi
Kelautan-IPB (Mbak Mayang) atas bantuannya.
Netie dan Teguh yang telah membantu persiapan sebelum seminar.
Sharifa Ayu Raisa Magis yang telah menyemangati dalam sidang.
Semoga penelitian ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat. Penulis
menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu
apabila terdapat kesalahan dalam hal penulisan, penulis mohon maaf. Kritik dan
saran dari pembaca sangat diharapkan oleh penulis demi penyempurnaan
penelitian ini
Bogor, 18 Februari 2013
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
1. PENDAHULUAN... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Tujuan ... 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Konsep Dasar Metode Seismik ... 4
2.1.1 2D Seismic Marine Acquisition ... 4
2.1.2 Sistem Perekaman Seismik ... 5
2.1.3 Prosedur Operasional Seismik Laut ... 7
2.2 Tipe Gelombang Elastik ... 8
2.2.1 Hukum-Hukum yang Mendasari Penjalaran Gelombang .. 12
2.2.2 Efek Medium Pada Penjalaran Gelombang ... 16
2.2.3 Pembagian Energi Pada Suatu Batas Lapisan ... 18
2.3 Atenuasi ... 18
2.3.1 Mekanisme Atenuasi ... 19
2.4 Pemrosesan Data Seismik ... 19
2.4.1 Format Rekaman dan Input Data ... 19
2.4.2 Geometry... 22
2.4.3 Editing dan Filtering ... 22
2.4.4 True Amplitude Recovery ... 23
2.4.5 Deconvolution ... 25
2.4.6 Analisa Kecepatan ... 27
2.4.7 Normal Moveout (NMO) Correction ... 31
2.4.8 Stacking ... 32
2.5 Gangguan pada Data Seismik ... 33
2.5.1 Noise ... 33
2.5.2 Gelombang Multiple ... 34
2.6 Radon Transform ... 37
2.6.1 Radon Transform Parabolic ... 40
2.6.2 Transformasi Radon Slant-Stack ... 42
2.6.3 Transformasi Radon Hiperbolik ... 43
3. METODOLOGI PENELITIAN ... 45
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 45
3.2 Alat dan Bahan ... 45
3.3 Metode Pengolahan Data ... 46
3.3.2 Sorting Data ... 50
3.3.3 Geometry ... 52
3.3.4 Trace editing ... 62
3.3.5 Bandpass Filter dan Spectral Analysis ... 64
3.3.6 True Amplitude Recovery 1 ... 66
3.3.7 Penentuan Deconvolution Gate... 69
3.3.8 Tes Parameter 2... 71
3.3.9 Preprocessing ... 73
3.3.10 Velocity Analysis 1 ... 76
3.3.11 Stack ... 85
3.3.12 Pengolahan Data Seismik (Radon Demultiples) ... 87
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 92
4.1 Analisis Spektral ... 92
4.2 Parameter Test dalam True Amplitude Recovery ... 96
4.3 Velocity Analysis ... 98
4.4 Prepocessing ... 101
4.4.1 Hasil Prepocessing... 103
4.5 Stack ... 107
4.5.1 Brute Stack ... 109
4.6 Penerapan Filter Radon Tranform ... 110
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 118
5.1 Kesimpulan ... 118
5.2 Saran ... 118
DAFTAR PUSTAKA ... 120
LAMPIRAN ... 122
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Proses Perekaman Data Seismik Laut (Agus Abdulah, 2011) ... 4
2. Penampang Hydrophone ... 6
3. Diagram Metode Penembakan Refraksi (a) dan Refleksi (b) ... 7
4. Pergerakan Gelombang Permukaan dan Gelombang Badan di Medium a) Gelombang P, b) Gelombang S, c) Gelombang Rayleigh, d) Gelombang Rayleigh Pada Arah Horizontal, e) Gelombang Love, f) Gelombang Love Pada Arah Horizontal ... 9
5. Ilustrasi Trayektori Gerakan Partikel dari (a) Gelombang Pressure (Longitudinal), (b) Gelombang Transversal. ... 10
6. Ilustrasi Trayektori Gerakan Partikel dari (a) Gelombang Rayleigh, dan (b) Gelombang Love ... 12
7. Ilustrasi Prinsip Hyugens ... 13
8. Refleksi Gelombang Pada Bidang Batas Lapisan ... 13
9. Refraksi Gelombang pada Bidang Batas Lapisan ... 15
10. Ilustrasi Difraksi Gelombang ... 16
11. Pembagian Energi Pada Bidang Batas. ... 18
12. Prinsip Demultiplexing ... 20
13. Fenomena Perambatan Gelombang Seismik... 26
14. Sketsa Traveltime ... 31
15. Geometri Akuisisi Data Seismik dan Refleksi Primary ... 35
16. Plot Semblance,Kiri (Mutiple dan Primary), Tengah (Multiple), Kanan (Primary) ... 35
17. Water-Column Reverberation. ... 36
18. Peg-Leg Multiples. ... 37
19. Interbed Multiples ... 37
20. Pemetaan Event dari Domain T-X ke Domain τ- ρ. ... 40
21. Parabolic Radon Transform ... 40
23. Even Hiperbolik dalam Domain CMP (a) yang Dipetakan Pada Titik yang Fokus dalam Domain Radon (b) dengan Transformasi
Radon Hiperbolik... 44
24. Parameter-Parameter dalam Akuisisi Data di Lapangan ... 53
25. Flow Chart Pengolahan Data Menggunakan Promax ... 47
26. Ruang Kerja Area di dalam Promax ... 47
27. Ruang Kerja Line dalam Promax ... 48
28. Ruang Kerja Flow dalam Promax ... 48
29. Flow Input Data ... 49
30. Parameter Masukkan Dalam Input Data ... 49
31. Disk Data Output ... 49
32. Pengurutan Data Berdasarkan Source Number 900 dan 1000 ... 50
33. Pengurutan Data Berdasarkan Source dan Chanenel Number ... 50
34. Pengurutan Data Berdasarkan CDP Number ... 51
35. Cara Menampilkan Penampang Near Offset ... 52
36. Flow Chart Geometry ... 53
37. Geometri Data Seismik Laut 2D ... 53
38. Setup Parameter ... 54
39. Auto 2D Parameter... 55
40. SIN Ordered Parameterspreadsheet ... 56
41. Pattern Parameter ... 57
42. Penyocokan Pattern dan Source ... 58
43. Binning dan Penomoran CDP ... 59
44. Finalisasi Geometry ... 59
45. Trace QC ... 60
46. Penggabungan Data Seismik dan Desain Geometry ... 60
47. Flow Penggabungan Data Seismik dan Desain Geometri ... 61
48. Pengubahan Config-File untuk dapat Mengatur File Penyimpanan Hasil Geometry ... 61
49. Pengecekan Database Hasil Geometry ... 62
50. Flows untuk Menampilkan Data dengan Automatic Gain Control.... 63
52. Picking Top Mute ... 64
53. Flow Chart Bandpass Filter dan Spectral Analysis ... 64
54. Flow Spectral Analysis... 65
55. Flow Aplikasi Bandpass Filter ... 65
56. Flow ChartTrue Amplitude Recovery (TAR)... 66
57. Flows Tes Parameter 1 ... 67
58. Tes Parameter untuk TAR... 68
59. Tampilan Tes Parameter untuk TAR1 1/dist (Atas), TAR2 1/(time*vel**2) (Bawah) ... 69
60. Flows Penentuan DeconvolutionGate ... 69
61. Penentuan Time Gate Deconvolution ... 70
62. Flows dalam Test Parameter 2 ... 71
63. Spiking/Predictive Decon ... 72
64. Tes Parameter untuk Dekonvolusi ... 73
65. Flow Preprocessing ... 74
66. Koreksi NMO ... 75
67. Flow Chart Velocity Analysis ... 76
68. Flow Velocity Analysis ... 77
69. Parameter Precomputed ... 78
70. Flow dalam Analisa Kecepatan I ... 79
71. Supergather Formation ... 79
72. Velocity Analysis Precompute ... 80
73. Pembuatan Trace Header sg_cdp dalam Disk Data Input ... 82
74. Velocity Analysis ... 82
75. Picking Kecepatan dalam Analisa Kecepatan ... 83
76. Volume Viewer/Editor ... 83
77. Volume Viewer/Editor untuk Kontrol Kualitas Hasil Analisa Kecepatan ... 84
78. Flow Pembuatan Brute Stack ... 85
79. CDP/Ensemble Stack... 86
80. Hasil Brute Stack ... 87
82. Interactive Radon/Tau-P Analysis ... 88
83. Proses Muting dalam Analisa Radon/Tau-P. Sebelum Muting (kiri) dan Sesudah Muting (kanan). ... 89
84. Parameter dalam RadonFilter ... 90
85. Sebelum Dilakukan Bandpass Filter ... 92
86. Setelah Dilakukan Proses Bandpass Filter ... 93
87. Kisaran Nilai Frekeunsi Kurang dari 75 Hz ... 94
88. Data a) Sebelum di-Mutting dan b) Sesudah di-Mutting ... 95
89. Perbedaan Penggunaan spherical Divergence Corrections (atas) 1/dist, dan (bawah) 1/(time*vel**2) ... 97
90. Picking Velocity Terhadap Semblance dengan Nilai Kecepatan yang Tinggi Ditunjukkan dengan Warna Merah ... 99
91. Manipulasi Hasil Picking Velocity Menggunakan Volume Viewe /Editor... 101
92. Hasil Prepocessing ... 104
93. Spiking Menggunakan Phase Correction Only ... 105
94. Spiking Menggunakan Zero Phase Spiking ... 105
95. Spiking Menggunakan Minimum Phase Predictive ... 106
96. Spiking Menggunakan Minimum Phase Spiking ... 106
97. a) Sebelum di-NMO (Hiperbola Refleksi), b) Setelah di-NMO ... 108
98. Hasil Brute Stack ... 109
99. Parameter Masukkan Dalam Radon Filter ... 111
100.Analisa Radon yang Mengelompokkan Multipel dan Sinyal dari Data Seismik Berdasarkan Perbedaan Moveout-nya Sebelum Dilakukan Radon Velocity Filter ... 112
101.Analisa Radon yang Mengelompokkan Multipel dan Sinyal Berdasarkan Moveout-nya Sesudah Dilakukan Filter Radon ... 112
102. Perbandingan Hasil (a) Sebelum dan (b) Sesudah Radon Filter ... 113
103. Variasi Muting dalam Domain τ-p ... 115
104. Data Seismik Domain T-X Hasil Transformasi Balik ... 115
DAFTAR LAMPIRAN
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Metode seismik merupakan salah satu bagian dari sistem seismologi
eksplorasi yang dikelompokkan dalam metode geofisika, dimana pengukuran dan
perekaman data dilakukan dengan menggunakan sumber seismik berupa palu,
ledakan dynamit, airgun. Metode seismik adalah suatu metode dalam geofisika
yang digunakan untuk mempelajari struktur dan strata bawah permukaan bumi.
Metode ini memanfaatkan perambatan, pembiasan, pemantulan gelombang
gempa.
Penggunaan metode ini akan memudahkan pekerjaan eksplorasi
hidrokarbon karena dengan metode seismik dapat digunakan untuk menyelidiki
batuan yang diperkirakan mengandung hidrokarbon atau tidak. Dalam eksplorasi
hidrokarbon, para ahli geofisika menggunakan metode seismik untuk
mendapatkan informasi bawah laut sehingga dapat memprediksi jebakan-jebakan
struktur (stratigrafi) reservoir hidrokarbon yang terdapat di bawah lapisan dasar dengan jarak secara vertikal yang relatif jauh.
Survey laut merupakan sesuatu yang mahal dan membutuhkan biaya yang
begitu mahal. Dalam proses perekaman data seismik laut seringkali membutuhkan
kemampuan teknologi dan user yang baik. Hal ini berguna untuk meningkatkan akurasi dari interpretasi data di lapangan. Dalam survei seismik, suatu trace seismik yang ideal mestinya hanya berisi signal data yaitu sederetan spike TWT
trace seismik tersebut juga terdapat noise. Analisis trace diperlukan untuk
mengindentifikasi signal dan noise dalam gather.
Signal merupakan data yang diharapkan dalam trace seismik yang berisi
informasi reflektifitas lapisan bumi sedangkan noise dalam trace seismik merupakan gangguan terhadap data yang tidak diinginkan. Pengamatan yang
cermat sangat diperlukan dalam tahap analisis trace, misalnya dengan menduga
adanya daerah kemenerusan event refleksi (reflektor) pada tracegather,
amplitudo sinyal seismik dan polaritas pada setiap trace. Polaritas pulsa terpantul
memiliki koefesien refleksi (R) antara -1 dan +1. Bila R = 0, berarti tidak terjadi pemantulan.
Secara garis besar noise dapat dikategorikan menjadi dua, yakni koheren dan inkoheren. Noise koheren memiliki pola keteraturan dari trace ke trace sementara noise inkoheren atau acak atau random terdiri dari noise-noise yang
tidak memiliki pola teratur. Randomnoise biasanya mempunyai frekuensi yang lebih tinggi dan fasanya tidak sama sedangkan pada noise koheren frekuensi dan fasanya sama dengan sinyal seismik.
Salah satu akibat yang disebabkan oleh noise saat perekaman di lapangan adalah terjadinya multiple. Multiple ini dapat terjadi karena sepanjang perambatan
gelombang akustik di air laut, gelombang tersebut banyak terperangkap
(teratenuasi) oleh air laut atau terperangkap dalam lapisan batuan lunak.
Sehingga untuk dapat menajamkan interpretasi sinyal digital seismik
dibutuhkan pengolahan atau pemrosesan sinyal untuk dapat mengurangi efek
multiple yang terjadi. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan
menjadi permasalahan serius dalam pengolahan data seismik terutama pada data
marine karena sulitnya dibedakan dari gelombang utama dan seringkali energi utama tidak fokus dengan masih adanya energi multiple. Penelitian ini ditujukan
untuk mengetahui efek penggunaan Radon Transform untuk mengurangi efek multiple gelombang seismik yang terjadi.
1.2 Tujuan
Penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk menganalisa efek diterapkannya
metode Radon Transform pada data real time terhadap efek multiple yang
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Metode Seismik 2.1.1 2D Seismic Marine Acquisition
Akuisisi data seismik laut 2D dilakukan untuk memetakan struktur geologi
di bawah laut dengan menggunakan peralatan yang cukup rumit seperti: streamer, air-gun, perlengkapan navigasi. Skema akuisisi marine 2D dapat dilihat pada
gambar 1.
Gambar 1. Proses Perekaman Data Seismik Laut (Abdulah, 2011).
Dalam prakteknya akuisisi seismik laut terdiri atas beberapa komponen:
kapal utama, gun, streamer, GPS, kapal perintis dan kapal pengawal dan
kadang-kadang perlengkapan gravity (ditempatkan di dalam kapal) dan magnetik yang biasanya ditempatkan 240 meter di belakang kapal utama (3 meter di dalam air).
Di dalam kapal utama terdapat beberapa departemen : departemen
kerja, departemen lingkungan, dokter, juru masak, dan kadang-kadang di lengkapi
dengan departemen survey gravity dan magnetik, dll. Jumlah orang yang terlibat dalam keseluruhan operasi berjumlah sekitar 40 orang.
Untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, selama operasi ini disertai
pula dua buah kapal perintis (chase boat) yakni sekitar 2 mil di depan kapal utama. Selain bertanggung jawab membersihkan lintasan yang akan dilewati
(membersihkan rumpon, perangkap ikan, dll) , kapal perintis bertugas untuk
menghalau kapal-kapal yang dapat menghalagi operasi ini. Selain itu di belakang
streamer, terdapat juga sebuah kapal pengawal. Operasi akuisisi data seismik memakan waktu dari mulai beberapa minggu sampai beberapa bulan, tergantung
pada kesehatan perangkat yang digunakan, musim, arus laut, dll.
2.1.2 Sistem Perekaman Seismik
Tujuan utama akuisisi data seismik adalah untuk memperoleh pengukuran
travel-time dari sumber energi ke penerima. Keberhasilan akusisi data bisa
bergantung pada jenis sumber energi yang dipilih. Sumber energi seismik dapat
dibagi menjadi dua yaitu sumber impulsif dan vibrator. Sumber impulsif adalah
sumber energi seismik dengan transfer energinya terjadi secara sangat cepat dan
suara yang dihasilkan sangat kuat, singkat dan tajam. Sumber energi impulsif
untuk akuisisi data seismik yang digunakan untuk akusisi data seismik di laut
adalah air-gun.
Sumber energi vibrator merupakan sumber energi dengan durasi beberapa
detik. Panjang sinyal input dapat bervariasi. Gelombang outputnya berupa
gelombang sinusoidal. Seismik refleksi resolusi tinggi menggunakan vibrator
Perekaman data seismik melibatkan detektor dan amplifier yang sangat
sensitif serta magnetic tape recorder. Alat untuk menerima gelombang-gelombang refleksi untuk survei seismik di laut adalah hydrophone. Hydrophone merespon
perubahan tekanan. Hydrophone terdiri atas kristal piezoelectric yang terdeformasi oleh perubahan tekanan air. Hal ini akan menghasilkan beda
potensial output. Elemen piezoelectric ditempatkan dalam suatu kabel streamer
yang terisi oleh kerosin untuk mengapungkan dan insulasi. Model Hydrophone seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Penampang Hydrophone.
Hampir semua data seismik direkam secara digital. Karena output dari
hydrophone sangat lemah dan output amplitudedecay dalam waktu yang sangat singkat, maka sinyal ini harus diperkuat. Amplifier bisa juga dilengkapi dengan
filter untuk meredam frekuensi yang tidak diinginkan (Sanny, 2004).
2.1.3 Prosedur Operasional Seismik Laut
Kapal operasional seismik dilengkapi dengan bahan peledak, instrumen
perekaman serta hydrophone , dan alat untuk penentuan posisi tempat
Prihadi (2004), terdapat dua pola penembakan dalam operasi seismik di laut yaitu
:
a) Profil Refleksi, pola ini memberikan informasi gelombang-gelombang seismik sebagai gelombang yang merambat secara vertikal melalui
lapisan-lapisan di bawah permukaan. Teknik ini melakukan tembakan
disepanjang daerah yang disurvei dengan kelajuan dan penembakan yang
konstan. Jarak penembakan antara satu titik terhadap lainnya disesuaikan
dengan informasi refleksi yang diperlukan, seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 1.
b) Profile Refraksi, Pola ini memberikan informasi gelombang-gelombang seismik yang merambat secara horizontal melalui lapisan-lapisan di bawah
permukaan. Pada teknik ini kapal melakukan tembakan pada titik-titik
tembak yang telah ditentukan (Gambar 3).
Gambar 3. Diagram Metode Penembakan Refraksi (a) dan Refleksi (b).
Gelombang seismik diilhami oleh gelombang elastik yang merambat pada
waktu terjadi gempa bumi. Seismik berasal dari kata seismos yang berarti gempa bumi. Jika terjadi gempa bumi, pada stasiun penerima akan diperoleh bentuk
gelombang yang digambarkan dalam amplitudonya. Ada beberapa bentuk
gelombang yang dapat dikenal (gambar 4), yang datang paling awal disebut
gelombang kompresi atau gelombang primer yang biasa disebut sebagai
gelombang P. Gelombang ini akan bergerak searah dengan arah perambatan
gelombangnya. Berikutnya terdapat gelombang shear atau gelombang sekunder
yang biasa disebut gelombang S. Gelombang ini merambat tegak lurus terhadap
arah perambatannya. Gelombang P dan gelombang S disebut sebagai gelombang
badan atau body waves. Gelombang rayleigh dan gelombang love disebut sebagai gelombang permukaan atau surface waves.
Gelombang elastik dapat dibagi dua tipe berdasarkan medium
penjalarannya, yaitu gelombang tubuh (body wave) dan gelombang permukaan (surface wave). Gelombang tubuh merupakan gelombang yang energinya ditransfer melalui medium di dalam bumi, sedangkan gelombang permukaan
merupakan gelombang yang transfer energinya terjadi pada permukaan bebas.
Pada gelombang permukaan transfer energy terjadi akibat free surface dan
c d
a b
e f
Gambar 4. Pergerakan Gelombang Permukaan dan Gelombang Badan di Medium a) Gelombang P, b) Gelombang S, c) Gelombang Rayleigh, d) Gelombang Rayleigh Pada Arah Horizontal, e) Gelombang Love, f) Gelombang Love Pada Arah Horizontal.
1. Gelombang tubuh
Berdasarkan sifat gerakan partikel mediumnya, maka gelombang tubuh
dibagi menjadi dua, yaitu gelombang P dan gelombang S. Gelombang Pressure (P) disebut juga sebagai gelombang kompresi atau gelombang longitudinal.
Gerakan partikel pada gelombang ini searah dengan arah penjalaran gelombang.
Persamaan 1 gerak gelombang P diperlihatkan pada persamaan adalah sebagai
berikut. Kecepatan penjalarannya ditunjukkan pada persamaan 1.
Vp = √
Dimana :
Vp : Kecepatan Primer : Modulus Bulk
: Konstanta Lame
: Densitas
Gelombang shear disebut juga gelombang sekunder yang kecepatannya lebih rendah dari gelombang P. Gelombang ini disebut juga gelombang S atau
transversal; memiliki gerakan partikel yang berarah tegak lurus terhadap arah
penjalaran gelombang.
Jika arah gerakan partikel merupakan bidang horisontal, maka gelombang
S tersebut gelombang S horisontal (SH), dan jika pergerakan partikelnya vertikal,
maka gelombang tersebut disebut gelombang S vertikal (SV). Trayektori gerakan
partikel dari gelombang P dan S diperlihatkan pada Gambar 5a dan b.
Gambar 5. Ilustrasi Trayektori Gerakan Partikel dari (a) Gelombang Pressure (Longitudinal), (b) Gelombang Transversal.
(a)
Kecepatan penjalarannya ditunjukkan pada persamaan 2.
VS = √
Dimana :
VS : Kecepatan Gelombang Sekunder
: Konstanta Lame
: Densitas
2. Gelombang Permukaan
Gelombang permukaan merupakan gelombang yang memiliki amplitudo besar
dan frekuensi rendah yang menjalar pada permukaan bebas (free surface). Kecepatan penjalarannya berkisar antara 500 m/detik dan 600 m/detik.
Berdasarkan sifat gerakan partikel mediumnya maka gelombang permukaan
dibagi 2 yaitu gelombang Rayleigh dan gelombang Love. Gelombang Rayleigh merupakan gelombang permukaan yang gerakan partikelnya merupakan
kombinasi gerakan partikel gelombang P dan S, yaitu berbentuk ellips. Sumbu mayor ellips tegak lurus dengan permukaan dan sumbu minor sejajar dengan arah
penjalaran gelombang. Kecepatan gelombang Rayleigh dapat dituliskan sebagai
berikut :
VR = 0.09194 √
= 0.09194 Vs
Dimana :
VR : Kecepatan Gelombang Rayleigh
: Konstanta Lame
: Densitas
Gelombang Love merupakan gelombang permukaan yang menjalar dalam
bentuk gelombang transversal. Gerakan partikelnya mirip dengan gelombang S.
Kecepatan penjaralannya bergantung dengan panjang gelombangnya dan
bervariasi sepanjang permukaan. Trayektori gerakan partikel gelombang rayleigh dan love diperlihatkan pada gambar 6a dan b.
Gambar 6. Ilustrasi Trayektori Gerakan Partikel dari (a) Gelombang Rayleigh, dan (b) Gelombang Love.
Berdasarkan arah gerak partikel dan propagasi pada gelombang P dan S
dapat dilihat bahwa kedua gelombang tersebut independent satu dengan lainnya.
Gelombang S yang mengalami polarisasi dengan arah gerak partikel membentuk
bidang vertikal disebut gelombang S vertikal (SV), sedangkan gelombang S yang
mengalami polarisasi dengan arah gerak partikel membentuk bidang horisontal
disebut gelombang S horizontal (SH).
2.2.1 Hukum-hukum yang mendasari penjalaran gelombang
Prinsip Huygens menjelaskan bahwa setiap titik pada muka gelombang
(a)
merupakan sumber dari gelombang baru yang menjalar dalam bentuk bola
(spherical). Jika gelombang bola menjalar pada radius yang besar, gelombang tersebut dapat diperlakukan sebagai bidang. Garis yang tegak lurus dengan muka
gelombang tersebut disebut wave path atau rays.
Gambar 7. Ilustrasi Prinsip Hyugens.
Gambar 7 Mengilustrasikan sebuah gelombang datang miring terhadap
bidang permukaan dua medium elastik yang memiliki kecepatan longitudinal VL1 dan VL2, kecepatan gelombang transversal VT1 dan VT2, serta memiliki densitas ρ1 dan ρ2.
Gelombang yang datang pada AB, titik A merupakan pusat pembentuk
gelombang baru baik untuk transversal maupun longitudinal. Jika gelombang
yang kita perhatikan hanya yang kembali ke medium atas, saat sinar gelombang
melewati B menuju permukaan (titik C) dan berjarak x dari B, gelombang bola
longitudinal dari A juga berjalan sejauh X dan gelombang transversal berjarak (VT1/VL1)X. Sudut refleksi yang terjadi merupakan tangen titik C ke permukaan
bola pertama, yang memiliki nilai sama dengan sudut datang. Tangen untuk lingkaran yang lebih kecil (mempresentasikan gelombang transversal yang
terpantul) membentuk sudut yang ditentukan melalui hubungan
sin rt =
x sin i
Untuk kasus normal insiden (i=0), perbandingan dari energi refleksi gelombang
longitudinal dapat dituliskan sebagai berikut.
=
–
Akar dari persamaan di atas merupakan koefisien refleksi. Dari hubungan di atas
dapat terlihat energi refleksi tergantung pada kontras dari densitas dan kecepatan pada batas medium. Energinya berkurang sejalan dengan pertambahan sudut I,
mencapai minimum dan bertambah perlahan pada sudut kritis dan kemudian
bertambah cepat. Untuk gelombang yang menjalar pada medium ke dua
perhatikan Gambar 9.
Gambar 9. Refraksi Gelombang pada Bidang Batas Lapisan.
Dari gambar 9 terlihat gelombang longitudinal pada medium yang lebih rendah
menjalar sepanjang AD, sementara muka gelombang berjalan pada medium atas
dari titik C ke B yang berjarak x, dan gelombang yang mengalami refraksi dan
membentuk sudut RL dengan bidang batas. Dari gambar tersebut dapat dilihat
bahwa :
sin I =
sin RL = = sehingga
=
Persamaan 6 merupakan hukum Snellius, untuk gelombang transversal
=
Bila sin i = VL1/VL2, maka sin RL sama dengan satu, karena membentuk sudut 900. Pada kasus ini gelombang refraksi tidak menjalar pada medium, tetapi pada bidang batas atau
sin i0 = sin-1
(6)
(7)
(8)
dimana i0 merupakan sudut kritis untuk gelombang longitudinal. Untuk nilai i yang lebih besar dari sudut kritis, maka tidak ada gelombang yang direfraksikan
ke medium dua. Sudut kritis ini sangat penting untuk seismik refraksi, dimana
gelombang yang datang dengan sudut kritis pada permukaan lapisan yang
memiliki kecepatan tinggi menjalar horisontal sepanjang permukaan, kemudian
direfraksikan kembali ke permukaan bumi dengan sudut yang sama.
Gelombang seismik mengalami difraksijika gelombang tiba pada sudut
yang membuatnya sebagai sumber baru beradiasi kembali ke permukaan seperti
gambar di bawah berikut :
Gambar 10. Ilustrasi Difraksi Gelombang.
Selain prinsip dan hukum yang telah disebutkan di atas, prinsip Fermat
mengatakan bahwa :
Sinar gelombang bergerak dari satu titik ke titik yang lain akan menempuh
lintasan sedemikian rupa, sehingga bila dibandingkan dengan lintasan lain
didekatnya, waktu yang dibutuhkan adalah minimum.
2.2.2 Efek Medium Pada Penjalaran Gelombang
Salah satu yang penting dari penjalaran gelombang adalah masalah energi
yang berasosiasi dengan gerak medium pada saat gelombang melewatinya.
Biasanya orang tidak tertarik pada energi total, tetapi pada energi pada sekitar titik
pengamatan. Densitas energi didefinisikan sebagai energi persatuan volume
disekitar titik pengamatan. Suatu gelombang bola harmonis gelombang P
memiliki diplacement radial sebesar : u = Δ cos (ωt + γ)
dimana λ adalah amplitudo dan γ adalah sudut fasa. Karena displacement bervariasi dengan waktu, maka setiap elemen dalam medium memiliki kecepatan
sebesar û = ∂u/∂t, yang berasosiasi dengan energi kinetik. Energi kinetik δEk didapatkan dalam setiap elemen volum δV sebesar δEk = ½(ρδV) û2. Energi per unit volume adalah :
δEk / δV = 1/2pû2= 1/2ρω2Δ2
sin2(ωt + γ)
Jika gelombang mengandung energi kinetik maksimum, maka energi
potensialnya mendekati 0 dan sebaliknya. Karena energi total sama dengan energi
kinetik maksimum, maka densitas energi untuk gelombang harmonik adalah :
E = 1/2ρω2Δ2 = 2π2 ρυ2Δ2
Sedangkan pengertian intensitas adalah kuantitas energi yang mengalir
melalui suatu unit bidang normal terhadap arah propagasi dalam suatu unit waktu.
Ambil suatu silinder tak hingga dengan penampang δϑ, dimana sumbernya paralel dengan propagasi gelombang dan panjangnya sama dengan jarak yang dilalui
dalam waktu δt. Energi totalnya adalah EVδtδϑ. Besarnya intensitas sama dengan energi total dibagi dengan δϑ, dan dengan interval waktu δt, adalah :
I = E V
Untuk gelombang harmonis,
I = 1/2ρVω2 A2 = 2π2ρVυ2Δ2
(10)
(11)
(12)
(13)
2.2.3 Pembagian Energi Pada Suatu Batas Lapisan
Mode konversi terjadi akibat deformasi partikel oleh gelombang kompresi
pada saat menemui bidang batas. Deformasi ini akan dapat menimbulkan dua
model deformasi akibat dua jenis tipe stress yang bekerja, yakni deformasi kompresi – dilatasi dan deformasi shear (geser). Sifat dari dua medium dapat dibedakan atas dasar densitas dan kecepatan. Bila sinar gelombang melewati suatu
batas lapisan, maka ada empat persamaan yang dihasilkan dari kondisi syarat
batas untuk gelombang datang P atau SV, refleksi dan transmisi. Untuk
gelombang datang SH, hanya akan terdapat gelombang refleksi dan transmisi
gelombang SH. Pembagian energi gelombang P pada bidang batas lapisan
diperlihatkan pada gambar berikut ini :
Gambar 11. Pembagian Energi Pada Bidang Batas.
2.3 Atenuasi
Dalam bumi yang homogen dan elastik sempurna, berkurangnya
amplitudo gelombang seismik dalam penjalarannya disebabkan oleh efek
jarak. Pada batuan inelastik, berkurangnya amplitudo selain oleh faktor jarak, juga
disebabkan oleh sifat internal batuan yang menyebabkan energi gelombang
tersebut terdisipasi. Peristiwa berkurangnya energi gelombang yang disebabkan
oleh faktor ini lazim disebut sebagai peristiwa atenuasi. Pada peristiwa ini yang
terjadi sebenarnya bukan semata-mata berkurangnya amplitudo gelombang, tetapi
juga terjadi absorpsi (penyerapan) selektif terhadap frekuensi yang terkandung
dalam gelombang seismik.
2.3.1 Mekanisme Atenuasi
Beberapa teori telah dikembangkan untuk menjelaskan mekanisme
atenuasi, antara lain sebagai berikut :
Dalam batuan yang kering, mekanisme yang terpenting adalah gesekan
antar butir dan relaksasi antar butir dalam batuan (Sanny, 1998). Keberadaan
fluida di dalam batuan juga berpengaruh terhadap atenuasi. Beberapa teori telah
diusulkan dalam hal ini, seperti aliran dari fluida terhadap matriks batuan, yang
disebut sebagai biot flow dan berbagai jenis dari aliran dalam rekahan atau squirting mechanism (Triyoso, 1991). Dalam kondisi batuan real di lapangan,
atenuasi dapat disebabkan oleh sejumlah mekanisme, mana yang lebih dominan
sangat tergantung pada kondisi fisik dari batuan tersebut.
2.4 Pemrosesan Data Seismik
2.4.1 Format Rekaman dan Input Data
Gelombang seismik yang terpantul beserta noise dan gelombang lainnya
diterima oleh geophone masih berupa analog. Gelombang analog ini dicuplik menjadi digital dengan menggunakan multiplexer pada interval tertentu di saat
Biasanya data seismik dari lapangan (field tape) masih ada dalam format
multiplex dan ditampilkan dalam bentuk common shot gather, oleh karena itu perlu dilakukan perubahan dari format urutan waktu (time sequential) ke urutan
trace (trace sequential).
Gambar 12. Prinsip Demultiplexing.
Tahapan ini dilakukan karena data seismik yang direkam dalam media
penyimpanan pada umumnya masih dalam format multiplexer sehingga
menyebabkan data yang diperoleh bukan lagi gelombang-gelombang menurut
trace akan tetapi berupa gelombang-gelombang menurut sampel.
Dalam notasi matriks, data seismik yang berupa amplitudo gelombang
seismik yang direkam oleh saluran 1 sampai saluran ke-n yang terdiri dari sampel
ke-1 sampai sampel ke-m dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
mn m m m n n n ija
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
A
...
...
...
...
...
...
...
...
...
3 2 1 3 33 32 31 2 23 22 21 1 13 12 11i = 1 sampai m, menyatakan nomor sampel,
j = 1 sampai n, menyatakan nomor trace,
n menyatakan jumlah trace (jumlah channel dipakai saat diaktifkan)
Dalam hal ini m menyatakan jumlah sampel di dalam setiap trace
Baris dalam persamaan tersebut menyatakan amplitudo dari gelombang
seismik pada nomor sampel yang sama akan tetapi nomor trace yang berlainan,
maka data dalam bentuk seperti yang dituliskan sesuai dengan format multiplexer.
Proses demultiplexing pada hakekatnya adalah memutar (mentranspose) data
multiplex menjadi data demultiplex.
Demultiplexing adalah mengubah Aij menjadi Aji
Demultiplexing = (Aij)T
Data Demultiplex = Aji
Dengan diterapkannya proses demultiplexing ini, maka kita mempunyai
mn n n n n n m jia
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
A
...
...
...
...
...
...
...
...
...
3 2 1 3 33 23 13 2 32 22 12 1 31 21 11Dalam hal ini baris pertama menyimpan sampel nomor 1 sampai m untuk
saluran nomor 1 saja. Baris kedua menyimpan sampel nomor 1 sampai m dari
2.4.2 Geometry
Koreksi geometri dilakukan untuk menggabungkan dan mencocokkan
paramater lapangan dari observer log, yaitu besaran di permukaan dengan besaran
bawah permukaan. Besaran-besaran di permukaan adalah nomor trace, jarak antar shot point dan nomor stasiun, dll. Besaran-besaran di bawah permukaan adalah banyaknya fold coverage, dll. Pada dasarnya koreksi geometri berusaha
mencocokkan antara file number (terdapat di observer report) dengan data seismik yang direkam dalam 1 shot (dalam pita magnetik atau media
penyimpanan yang lain).
2.4.3 Editing dan Filtering
Tahapan ini memiliki tujuan untuk memunculkan sinyal-sinyal refleksi,
sehingga sinyal-sinyal yang tidak mencerminkan refleksi akan dianggap sebagai
informasi yang tak perlu ditampilkan sehingga dapat dihilangkan. Proses yang
dilakukan dalam tahap ini meliputi muting dan editing.
Muting adalah proses untuk membuang sinyal-sinyal gelombang langsung dan gelombang refraksi. Parameter muting menentukan kemiringan suatu garis
lurus dalam koordinat x-t yang menjadi batas antara sinyal-sinyal langsung dan
sinyal refraksi terhadap sinyal-sinyal yang lain.
Editing berbeda dengan muting. Kalau muting beroperasi dalam dua dimensi (x-t) sekaligus, maka editing beroperasi dalam satu dimensi dan bersifat sangat lokal. Editing berusaha mengedit atau mengoreksi amplitudo-amplitudo
editing berusaha menjadi killing artinya semua amplitudo yang tidak bernilai nol
di dalam trace tersebut diset menjadi nol. Hal ini tidak akan mempengaruhi hasil akhir karena pada saat stacking, ada berpuluh-puluh trace seismik yang
dijumlahkan.
2.4.4 True Amplitude Recovery
Tujuan dari True Amplitude Recovery (TAR) adalah untuk memunculkan
amplitudo-amplitudo gelombang seismik yang lemah setelah faktor penguatan
oleh amplifier diangkat (Gain Removal). Pengangkatan faktor penguatan ini
diperlukan dalam upaya mendapatkan amplitudo yang lebih representatif di
daerah penyelidikan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya amplitudo gelombang
seismik (Priyono, 2006), yaitu :
1. Kekuatan sumber ledakan dan kopling antara sumber ledakan dengan medium.
2. Divergensi bola (spherical divergence) yang menyebabkan energi gelombang terdistribusi dalam volume bola.
3. Variasi koefisien refleksi terhadap sudut datang gelombang atau terhadap
offset.
4. Atenuasi dan absorpsi.
5. Pantulan berulang atau multiple oleh lapisan-lapisan tipis. 6. Hamburan gelombang oleh struktur-struktur yang runcing.
7. Interferensi dan superposisi oleh gelombang-gelombang yang berbeda
asalnya.
9. Sensitivitas dan kopling antara geophone dengan tanah.
10.Superposisi dengan noise.
11.Pengaruh instrumen (instrument balance).
Dalam praktek TAR terdiri atas :
1. Gain Removal.
2. Koreksi Divergensi Bola.
3. Koreksi Atenuasi.
Gain removal adalah proses membuang penguatan yang dilakukan oleh
amplifier. Karena setelah penguatannya dibuang sinyal-sinyal refleksi akan
menjadi demikian lemah, maka penguatan amplifier ini digantikan oleh penguatan
lain yang nilai-nilainya didapat dari experimental gain curve yang dianggap lebih cocok untuk daerah yang diselidiki.
n tg : amplitudo trace seismik yang direkam dengan n = 1 s/d m (jumlah
sampel).
t
: interval sampel
T : interval sampel
N : 1,2,3,...,m (jumlah sampel pada setiap trace)
n tG : sampel-sampel dari gainamplifier yang direkam bersamaan dengan
amplitudo trace seismik.
maka :
Gain Removal =
n t g
n t Gt n
g
n tg' merupakan trace seismik dengan amplitudo yang sangat lemah untuk
waktu yang semakin membesar.
Setelah kurva-kurva koreksi divergensi bola dan koreksi atenuasi berhasil
didapatkan, kurva-kurva ini kemudian dikalikan dengan g'
nt dalam upayauntuk mengangkat amplitudo sinyal agar kembali muncul.
Proses True Amplitude Recovery secara singkat dapat dirumuskan :
1
.
10
2010
201 B t t
t
n
v
t
n
G
t
n
g
t
n
h
di mana :
n th adalah amplitudo yang telah mengalami TAR
n tg adalah amplitudo trace seismik yang direkam
n tG adalah besarnya gainamplifier
adalah koefisien atenuasiB adalah suatu konstanta eksperimental
2.4.5 Deconvolution
Dekonvolusi adalah suatu proses untuk menghilangkan wavelet seismik sehingga yang tersisa hanya estimasi dari reflektifitas lapisan bumi. Dekonvolusi
berguna untuk meningkatkan resolusi temporal dari data seismik dengan
mengkompres wavelet seismik dasar. Gelombang seismik yang dikirim ke dalam
filter terhadap energi seismik tersebut. Akibat efek filter bumi, maka bentuk
gelombang seismik (wavelet) yang semula tajam dan tinggi amplitudonya (dalam kawasan waktu), menjadi lebih lebar dan menurun amplitudonya (melar /
streching).
Fenomena perambatan gelombang seismik yang dipakai dalam seismik eksplorasi
dapat didekati dengan model konvolusi. Trace seismik dapat dianggap sebagai
hasil konvolusi antara deret koefisien refleksi dengan sinyal seismik (wavelet).
Gambar 13. Fenomena Perambatan Gelombang Seismik.
Dekonvolusi bertujuan untuk :
Menghilangkan ringing
Meningkatkan resolusi vertikal
Memperbaiki penampilan dari stacked section sehingga menjadi lebih mudah
untuk diinterpretasi
Seismic section menjadi lebih mirip dengan model geologi
Menghilangkan multiple
Metoda-Metoda Dekonvolusi
Secara garis besar metoda dekonvolusi dapat dibagi menjadi dua, yaitu
deterministik dan statistik (Cary, 2001). Dekonvolusi deterministik adalah
dekonvolusi menggunakan operator filter yang sudah diketahui atau didesain
untuk menampilkan suatu bentuk tertentu. Contoh dekonvolusi deterministik
dapat memperolehnya secara statistik dari data itu sendiri. Metoda ini disebut
dekonvolusi statistik. Contoh dekonvolusi statistik adalah dekonvolusi prediktif.
Dekonvolusi Prediktif
Dekonvolusi prediktif dilakukan dengan cara mencari bagian - bagian
yang bisa diprediksi dari trace seismik untuk kemudian dihilangkan. Dekonvolusi
prediktif adalah suatu filter yang berusaha menghilangkan efek multiple. Dekonvolusi prediktif biasanya dipergunakan untuk :
1. Prediksi dan eliminasi event-event yang berulang secara periodik seperti multiple perioda panjang maupun pendek.
2. Prediksi dan eliminasi „ekor‟ wavelet yang panjang dan kompleks.
Dekonvolusi Spike
Spiking deconvolution bertujuan untuk menghasilkan keluaran yang spike
sehingga sesuai dengan deret reflektifitas. Proses spiking deconvolution sendiri adalah peminimuman selisih antara masukan, yang berupa konvolusi antara deret
reflektifitas dan wavelet sumber, dan keluaran yang diinginkan, yaitu deret
reflektifitas yang berbentuk spike. Spiking deconvolution biasanya dipergunakan untuk eliminasi multiple perioda pendek dan wavelet sumber.
2.4.6 Analisa Kecepatan
Sifat elastis batuan di bumi sangat bervariasi. Pada jenis batuan yang
samapun dapat memiliki sifat elastis yang berbeda, misalnya disebabkan tingkat
kekompakan dari batuan tersebut (Rahadian, 2011). Pengukuran di lapangan
menunjukkan bahwa faktor petrologi dan geologi sangat berpengaruh terhadap
Kecepatan gelombang seismik dalam formasi bawah permukaan adalah
salah satu informasi penting yang akan digunakan untuk konversi data seismik
dari domain waktu ke kedalaman. Sumber data kecepatan yang paling akurat
didapat dari pengukuran check-shot sumur tetapi metoda tersebut hanya dapat dilakukan pada area yang sangat dekat dengan lokasi sumur, pada kenyataannya
interpretasi dilakukan pada area-area yang jauh dari lokasi sumur. Masalah
lainnya adalah adanya struktur geologi yang kompleks sehingga menimbulkan
variasi kecepatan terhadap kedalaman. Hal-hal tersebut dapat menimbulkan
masalah dalam penentuan posisi struktur dan masalah pada waktu dilakukan
proses migrasi. Oleh karena itu analisa kecepatan adalah suatu proses yang sangat
penting dalam tahapan pemrosesan data seismik.
Kecepatan seismik yang sering digunakan dalam pekerjaan eksplorasi
terdiri dari :
1. Kecepatan interval, dirumuskan sebagai
t z VI
dimana Δt adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan penjalaran sejauh
Δz, VI merupakan kecepatan interval.
2. Kecepatan rata-rata, dirumuskan sebagai
yaitu kecepatan interval sepanjang suatu section geologi ketika puncak dari interval adalah datum referensi untuk pengukuran seismik
3. Kecepatan instantaneous, dirumuskan sebagai berikut
yaitu kecepatan yang diukur dengan log kecepatan
4. Kecepatan Root Mean Square (RMS), dirumuskan sebagai
yaitu akar kuadrat rata-rata (root mean square) dari kecepatan interval.
Kecepatan RMS selalu lebih besar daripada kecepatan rata - rata kecuali untuk
kasus satu lapisan.
5. Kecepatan NMO, dirumuskan sebagai
yaitu kecepatan yang diperlukan untuk melakukan proses NMO dengan benar. (18) (19) (20) (21) (22) (23)
n i i i n i i n n n I t t VI t t t t VI t VI t VI V 1 1 2 1 2 2 1 ... .... 2 1 1 1 1 2 2 , 1 n n n n n n n n To To To VRMS To VRMS VID dt dz t z Lim VE6. Kecepatan interval Dix, dirumuskan sebagai
karena VNMO ≈ VRMS
7. Kecepatan rata - rata Dix, dirumuskan sebagai pendekatan terhadap kecepatan
rata-rata menggunakan rumus kecepatan interval Dix menjadi
Untuk perumusan - perumusan di atas, t didefinisikan sebagai waktu searah
(one-way time) dan T didefinisikan sebagai waktu dua arah (two-way time).
Faktor-faktor penting yang berpengaruh terhadap penjalaran gelombang
seismik antara lain adalah sebagai berikut (Abdulah, 2007):
1. Sifat elastis dan densitas batuan
2. Porositas
3. Tekanan, baik akibat dari tekanan luar (efek over burden) atau tekanan
pori
4. Temperatur, dimana sifat elastis berubah karena batuan mencair atau
akibat pengaruh kedalaman
5. Sejarah terjadinya, seperti pengaruh tektonik, pengaruh kimiawi atau
termal yang menyebabkan batuan berubah, pengaruh pelapukan,
transportasi dan sedimentasi
6. Umur batuan. Batuan yang berumur tua umumnya sangat kompak,
porositas kecil, densitas besar dan umumnya mempunyai kecepatan lebih
besar dibandingkan batuan sejenis yang lebih muda.
2.4.7 Normal Moveout (NMO) Correction
Apabila pada gambar 14 adalah model kecepatan konstan, maka travel-time t(x) dari CMP gather sepanjang jalur perambatan dari source ke D kemudian
kembali ke receiver masing-masing didefinisikan sebagai berikut. t2 (x) = t02 + x2/v2
dimana x adalah offset, yaitu jarak antara masing-masing source dan receiver, v adalah kecepatan (velocity) dari medium di atas reflector dan t0 adalah waktu bolak-balik vertikal (Two-Way Travel-Time) sepanjang MD atau two-way travel-time pada zero-offset. Untuk reflektor yang flat seperti gambar 14. Perbedaan two-way travel-time t(x) pada offset x dan t0 pada zero offset disebut normal moveout atau NMO.
Gambar 14. Sketsa Travel-Time.
Waktu rambat gelombang untuk satu titik di sub-surface akan terekam
oleh sejumlah geophone sebagai garis lengkung (hiperbola). Di dalam CDP gather koreksi NMO diperlukan untuk mengoreksi masing-masing CDP-nya agar
garis lengkung tersebut menjadi horisontal, sehingga pada saat stack diperoleh
sinyal yang maksimal.
Kecepatan NMO tidak bernilai konstan tetapi bergantung pada jarak
(offset) antara sumber dan penerima. Karena hasil dari koreksi NMO sensitif terhadap kecepatan yang digunakan maka fenomena ini dapat digunakan untuk
menentukan kecepatan yang sesuai. Kecepatan NMO yang sesuai akan
memberikan hasil event refleksi yang segaris sehingga ketika di-stack akan memberikan hasil refleksi yang paling besar.
Sebelum dilakukan proses NMO data sebaiknya sudah melalui proses
pemfilteran untuk menghilangkan efek noise koheren dan acak terhadap event seismik. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan reliabilitas perkiraan event seismik
sehingga hasil proses NMO bisa optimal.
2.4.8 Stacking
Stacking adalah penggabungan dua atau lebih tracemenjadi satu trace atau disebut dengan gather data. Dalam pengolahan data digital, amplitudo dari trace dinyatakan sebagai angka sehingga stacking dapat dilakukan dengan
menambahkan angka-angka tersebut. Tujuan utama dalam merekam data multi
kelipatan adalah untuk stacking semua trace secara bersama-sama. Stacking tidak
efektif dalam menekan multiple dan difraksi. Sebelum akhir stacking semua koreksi NMO, DMO, static corrections dilakukan. Umumnya sebelum
deconvolution dan analisa kecepatan, gather di-stack agar memiliki gambaran
2.5 Gangguan pada Data Seismik 2.5.1 Noise
Dalam survei seismik, suatu trace seismik yang ideal merupakan trace
yang hanya berisi sinyak data yaitu sederetan spike TWT yang berkaitan dengan reflektor di dalam bumi. Namun pada kenyataannya pada trace seismik tersebut juga terdapat noise di dalamnya. Sinyalmerupakan data yang kita harapkan dalam trace seismik, yang berisi informasi reflektifitas lapisan bumi. Sedangkan noise merupakan sinyal atau gangguan yang tidak diinginkan. Pengamatan yang cermat sangat diperlukan dalam tahap analisis trace, misalnya
dengan menduga adanya daerah kemenerusan reflektor pada trace gather,
amplitudo sinyal seismik dan polaritas pada setiap trace. Polaritas pulsa terpantul memiliki koefesien refleksi (R) antara -1 dan +1. BilaR= 0, berarti tidak terjadi
pemantulan. Secara garis besar noise dapat dikategorikan menjadi dua, yakni koheren dan inkoheren.
Noise koheren memiliki pola keteraturan dari trace ke trace sementara noise inkoheren atau acak atau random terdiri dari noise-noise yang tidak memiliki pola teratur. Noise acakbiasanya mempunyai frekuensi yang lebih tinggi dan
fasanya tidak sama, sedangkan pada noise koheren frekuensi dan fasanya sama dengan sinyal seismik (Ekasapta, 2008). Menurut Yilmaz (1987), jenis-jenis
noise yang biasanya ditemui dalam trace gather antara lain sebagai berikut : 1. Direct wave, yaitu gelombang yang langsung merambat dari sumber getar ke
receiver tanpa mengalami peristiwa refleksi.
3. Ground-roll, yaitu noise koheren berfrekuensi rendah sering dijumpai pada
data darat.
4. Noise electro-static, trace yang mengandung noise ini biasanya berfrekuensi
tinggi.
5. Multiple, yaitu noise koheren dimana event seismik mengalami lebih dari satu kali refleksi dari posisi reflektor primernya.
6. Noise reverse polarity, yaitu pembalikan polaritas trace seismik yang disebabkan oleh kesalahan penyambungan konektor pada kanal detektor. 7. Slash, yaitu gangguan pada trace seismik yang disebabkan oleh konektor
antar kabel yang kurang baik.
8. Noise instrumen, yaitu noise yang muncul karena kerusakan kanal selama akuisisi berlangsung.
2.5.2 Gelombang Multiple
a) Refleksi Multiple dan Primary
Data seismik diperoleh dengan menggunakan sumber energi yang
menghasilkan gelombang elastik dan direfleksikan kembali oleh lapisan bawah
permukaan ke receiver yang ada di permukaan. Refleksi gelombang utama
(Primary) memberikan sebuah informasi penting seperti kecepatan dan
identifikasi struktur bawah permukaan. Teknik penggambaran penampang seismic
Gambar 15. Geometri Akuisisi Data Seismik dan Refleksi Primary.
Bagaimanapun pada refleksi gelombang utama yang pertama, receiver merekam juga refleksi multiple yang direfleksikan antara reflektor bawah permukaan lebih dari satu kali sebelum sampai ke permukaan. Refleksi multiple
sering mengganggu refleksi primary dan membuat jelek visualisasi penampang seismik.
Gelombang primary dan multiple dibedakan dengan menganalisa
keduanya pada spektrum kecepatan (semblance) seperti pada gambar di bawah ini.
b) Penyebab Terjadinya Gelombang Multiple
Gelombang multiple terjadi karena adanya kontras penurunan kecepatan atau dengan kata lain terjadinya koefesien negatif (Van Der Kruk, 2001).
Sehingga dengan adanya penurunan kecepatan, maka akan terjadi refleksi selain
refleksi gelombang utama sebelum energy diterima oleh receiver.
Sebagai contoh pada data seismic marine, refleksi gelombang multiple
banyak terjadi disebabkan adanya kontras impedansi yang tinggi antara
permukaan lapisan air dan udara. Koefesien refleksi air-udara mendekati -1. Jika
di bagian bawah air padat, maka lapisan air akan menjebak energi antara
permukaan air dan bagian bawahnya. Pada kasus ini, refleksi multiple bisa lebih
kuat dari pada refleksi primary.
Energi multiple yang terperangkap tersebut mencakup water-column reverberations (gambar 17) dan peg-leg multiples (gambar 18). Tipe utama
lainnya adalah interbed multiple (gambar 19) yang terjadi sebagai contoh akibat pengaruh salinitas atau lingkungan yang ada garam (Abdullah, 2007).
Gambar 18. Peg-Leg Multiples.
Gambar 19. Interbed Multiples.
2.5 Radon Transform
Teknik untuk menekan multiple pada pengolahan data seismik yang dikerjakan dalam tugas akhir ini adalah dengan menggunakan radon transform. Prinsip dari radon transformadalah mengubah data dari domain waktu t(x) ke τ-ρ sehingga dengan mute yang tepat bisa memisahkan gelombang utama (primary) dan multiple (Rahadian, 2011).
Radon transform dilakukan untuk menekan keberadaan longpath multiple yang diakibatkan oleh dasar laut. Data seismik yang merupakan data dengan
domain waktu (T) dan jarak (X) ditansformasikan secara linier ke dalam domain
Data seismik masukkan dalam radon transform berupa data seismik CMP
gather yang sudah dilakukan koreksi NMO sehingga multiple dalam domain T-X yang terlihat memiliki gradient negative akan memiliki kenampakan yang berubah
dalam domain τ-p yaitu gradient akan menjadi positif. Hal ini dikarenakan nilai
kecepatan yang beragam dan mengecil dari multiple. Sedangkan reflektor dalam domain T-X yang terlihat datar akan memiliki kenampakan berupa titik yang
berada pada nilai p sekitar nol karena nilai kecepatan pada reflektor akan
mendekati tak hingga.
Selanjutnya dilakukan muting pada domain τ-p untuk menghilangkan
multiple. Muting pada domain τ-p dilakukan dalam beberapa variasi untuk dibandingkan dan dianalisa agar menghasilkan CMP gather yang terbaik bebas dari multiple dan tidak menghilangkan efek AVO (Kumar, 2004).
Pada tahap pre-conditioning, untuk memudahkan analisa digunakan satu
CMP. Sebelumnya di bandpass filter untuk menghilangkan groundroll, lalu pada data yang telah dikoreksi NMO dikenakan radon transform. Multiple akan
mengalami atenuasi setelah berubah dari domain t(x) ke domain τ-ρ. Pada domain
τ-ρ dilakukan koreksi NMO, event primary akan menjadi flat tetapi multiple
memiliki residualmoveout yang naik berdasarkan offset. Dan karena memiliki
perbedaan moveout, primary dan multiple akan tampak pada daerah yang berbeda
pada domain τ-ρ. Kemudian dilakukan muteterhadap daerah ρ>0 yang dianggap
sebagai multiple. Sehingga energy primary dipisahkan dari energy multiple yang
Radon transform merupakan teknik secara matematika yang telah luas
digunakan dalam pengolahan data seismic. Terdapat tiga jenis radon transform yang biasa digunakan untuk menekan multiple,yaitu slant-stackatau τ-ρ
transform hiperbolik dan radon transform parabolic (Cao Zhihong, 2006). Radon transform hiperbolik dan parabolik yang diterapkan untuk mengatenuasi multiple berdasarkan perbedaan moveout antara gelombang utama (primary) dan multiple.
Radon transform yang digunakan pada penghilangan efek multiple pada data seismik adalah bertipe parabolik.
Radon transform pertama dibuat oleh Johan Radon (1917). Deans (1983) mendiskusikan teori matematikanya dan Durrani serta Bisset (1984) menguji sifat
dasar dari Radon transform ini. Thorson dan Claerbout (1985) menggunakan Radon transform hiperbolik sebagai dasar penggunaan velocity analysis tools, dan Radon transform parabolic pertama kali digunakan dalam teknik mengatenuasi multiple oleh Hampson (1986). Sejak saat itu Radon transform menjadi salah satu
pendekatan yang banyak digunakan untuk mengatenuasi multiple (Verschnuur, 1997).
Gambar 20. Pemetaan Event dari Domain T-X ke Domain τ- ρ.
Radon transform memiliki kekurangan yaitu tidak menangani energi multiple pada near-offset dan tidak bisa menahan amplitude dari primary sehingga ada
kebocoran energi primary.
2.6.1 Radon Transform Parabolic
Rahadian (2011) menunjukkan bahwa refleksi multiple pada CMP gather
yang sudah terkoreksi NMO bisa diperkirakan dengan melihat sebagai parabolik.
Radon transform parabolic bisa dikenakan pada CMP gather yang sudah
terkoreksi NMO dengan menjumlahkan data sepanjang jalur stacking yang
didefinisikan dengan persamaan t = τ + qx2dengan q= ρ.
Gambar 21. Parabolic Radon Transform.
Sebuah kurva parabolic yang tepat pada CMP domain bisa dipetakan
zero-offset t0 dan kecepatan RMS Vrms. jika event ini dikoreksi dengan satu kecepatan Vc, maka event tersebut akan tampak pada time T(x) dimana :
Persamaan yang diturunkan dalam deret Taylor didapatkan :
Kecepatan residu Vr bisa ditemukan dengan :
Persamaan bisa dituliskan juga sebagai :
Jika (x/(Vrt0)) << 1, maka rumus dengan orde lebih tinggi bisa dihentikan. Sehingga pada tingkat persamaan tersebut (persamaan 30) adalah benar. Event
yang terkoreksi NMO pada input bisa dilihat kira-kira sebagai parabolik dan
dipetakan pada titik dalam domain Radon Transform oleh persamaan :
(27)
(28)
(30) (29)
Dengan q=1/2t0Vr2 sebagai event yang mempunyai selisih dengan bentuk ideal parabolik, amplitudo yang tidak bisa diperkirakan dalam radon dan event yang dipisahkan menjadi lebih tegas. Tricahyono (2000) mempunyai definisi berbeda
tentang Radon Transform parabolik yaitu didefinisikan pada t2-stretched CMP atau shot gather karena hiperbola pada domain CMP menjadi betul-betul parabola setelah peregangan t2 pada sumbu time. Anggapan bahwa event pada CMP gather
dengan travel-time hiperbola didefinisikan oleh :
kemudian dilakukan peregangan (stretching) pada arah waktu (time) dengan
menentukan t‟=t2
dan t0‟=to2. Selanjutnya persamaan 32 menjadi berbentuk :
Yang didefinisikan sebagai parabola. Sehingga Radon Transform parabolik bisa didefinisikan pada t2-stretched CMP atau shot gather.
2.6.2 Transformasi Radon Slant-Stack
Transformasi slant-stack adalah salah satu jenis dari transformasi radon. Istilah lain dari transformasi tersebut adalah transformasi radon atau transformasi
= τ-ρ linier. Hal itu didefinisikan dengan menjumlahkan data pada domain
time-offset sepanjang lintasan linier :
S (τ,ρ) = ∑xd(t = τ + ρx,x)
Disini S (τ,ρ) merepresentasikan sebuah gelombang bidang ; d(t,x) adalah
shot, CMP (Commom Mid Point) atau CSP (Common Scatter Point) gahter; τ adalah two-way intercept traveltime ; t adalah two-way traveltime ; x adalah offset
(32)
(33)
ρ adalah parameter ray yang didefinisikan sebagai ρ = sinɵ/v dimana kecepatan
jalar gelombang v dan sudut datang ɵ.
Secara teori, sebuah event dengan linear moveout dalam domain
time-offset dapat dipetakan menjadi sebuah titik dengan transformasi slant-stack dan event hiperbolik, seperti sebuah even primer atau sebuah multipel, dapat dipetakan menjadi sebuah elipsedalam domain τ-ρ seperti pada gambar di bawah ini
(Rahadian 2011).
Gambar 22. Event Linear dan Hiperbolik dalam CDP Gather dan Transformasi Slant-Stack.
2.6.3 Transformasi Radon Hiperbolik
Formula umum dari transformasi Radon telah didefinisikan pada persamaan 35. Sebuah titik pantul pada lapisan horizontal menghasilkan even
hiperbolik ke dalam titik yang fokus pada domain Radon, transformasi Radon
Hiperbolik sepanjang CMP gather didefinisikan sebagai