• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN SENSITIVITAS OPTIMUM FLAME PHOTOMETRIC DETECTOR (FPD)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN SENSITIVITAS OPTIMUM FLAME PHOTOMETRIC DETECTOR (FPD)"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN SENSITIVITAS OPTIMUM

FLAME PHOTOMETRIC DETECTOR (FPD)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana S-1

Program Studi Fisika Jurusan Studi Fisika

Oleh :

ALOYSIUS TRIYANTO NIM : 023214011

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2007

(2)
(3)
(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada

Tuhan Yesus Kristus yang telah mencurahkan segala rahmat-Nya dan mengabulkan segala permohonanku

Ibunda tercinta Theresia Tukinem Lan kagem swargi bapak Adrianus Marijo

”Maturnuwun kagem ibuk sampun kanthi sabar gulowentah kulo ”

Mbak Wati dan mas Woto yang selalu kusayangi

adikku Theresia Endang. M yang selalu mas sayangi dan cintai

Motto

”Kesuksesan tidak datang dengan sendirinya tetapi dengan ketekunan dan kesabaran”

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi Yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 29 Maret 2007

Penulis

(6)

ABSTRAK

PENENTUAN SENSITIVITAS OPTIMUM FLAME PHOTOMETRIC DETECTOR (FPD)

Flame photometric detector (FPD) merupakan jenis detektor cahaya yang digunakan di dalam kromatografi gas. Detektor ini berfungsi untuk mendeteksi emisi cahaya dari suatu senyawa yang berpendar di dalam nyala. FPD bekerja berdasarkan prinsip pancaran emisi cahaya yang dihasilkan oleh suatu senyawa yang tereksitasi di dalam nyala. FPD memiliki karakteristik sensitif terhadap larutan Diazinon. Untuk menunjukan FPD lebih sensitif, maka telah dilakukan perbandingan antara sensitivitas FPD dengan sensitivitas Flame ionization detector (FID) dalam kromatografi gas untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon.

Hasil penelitian menunjukan bahwa FPD lebih sensitif dibandingkan dengan FID untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon. Pada temperatur detektor 225 oC, 250 oC, 275 oC, 300 oC nilai sensitivitas FPD untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon berturut-turut adalah 0,150±0,006 (cm/mgl-1); 0,162±0,009 (cm/mgl-1); 0,163±0,009 (cm/mgl-1); 0,156±0,006 (cm/mgl-1) dan nilai sensitivitas FID untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon berturut-turut berturut-turut adalah 0,092±0,041 (cm/mgl-1); 0,020±0,001 (cm/mgl-1); 0,016±0,002 (cm/mgl-1); 0,015±0,003 (cm/mgl-1).

(7)

ABSTRACT

THE DETERMINATION OF THE OPTIMUM SENSITIVITY OF THE FLAME PHOTOMETRIC DETECTOR (FPD)

Flame Photometric Detector (FPD) is the type of light detector used in gas chromatography. The detector is used to measure the light emission from the compound that luminescent in the flame. The FPD operates based upon the principles of light emission produced from the compound that excited in the flame. The FPD is sensitive to Diazinon solution, to prove that FPD is more sensitive a comparison between the FPD sensitivity and the Flame ionization detector (FID) sensitivity was in the gas chromatography conducted.

The result of the research showed that for measuring the Diazinon solution. FPD was more sensitive than FID. At the detector temperature of 225 oC, 250 oC, 275 oC, 300 oC the FPD sensitivity values were respectively 0,150±0,006 (cm/mgl-1); 0,162±0,009 (cm/mgl-1); 0,163±0,009 (cm/mgl-1); 0,156±0,006 (cm/mgl-1) and the FID sensitivity values were respectively 0,092±0,041 (cm/mgl

-1

); 0,020±0,001 (cm/mgl-1); 0,016±0,002 (cm/mgl-1); 0,015±0,003 (cm/mgl-1).

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia dan penyertaan-Nya yang diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi yang berjudul ”Penentuan Sensitivitas Optimum Flame Photometric Detector (FPD)”.

Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi program sarjana stratum-1 di Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Ing. Edi Santosa selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran membimbing dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dari awal hingga akhir karya tulis ini.

2. Ibu Ir. Sri Agustini selaku dosen dan kaprodi Fisika.

3. Dr. Agung Bambang Setyo Utomo, SU selaku dosen penguji.

4. Seluruh staf dosen dan asisten yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

5. Mas Bimo selaku staf laboratorium analisa pusat yang telah banyak membantu penulis selama mengerjakan skripsi.

6. Almarhum bapak Adrianus Marijo karena selama masih hidup sudah gulowentah saya.

(9)

7. Ibunda Theresia Tukinem yang dengan kesabaran mendidik dan berjuang keras membanting tulang mencari nafkah sendiri demi anak-anaknya supaya bisa sekolah.

8. Mas Woto dan mbak Wati trimakasih atas dorongan semangat bagi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

9. Pakdhe Ngadiman, Bulek jumiasri terimakasih atas dukungan baik secara moril maupun materiel.

10. Mas Jumadi, mas Supri , mas ugi, Ika dan Dwi terimakasih atas bantuan dan dorongannya.

11. Adikku Theresia Endang.M yang dengan setia menemani, perhatian, dan mendorong dan terimakasih telah meminjami komputernya.

12. My friends angkatan 2002 Lori (pok idun), Kia (mami), Ima, Erni, Hanik, Adet, yuda, Adit, Iman, Ridwan (thanx sudah meminjami komputernya sampai aku nglembur dikosmu), Basil, Ook, Danang, Dian, Ratna, Inke, Frida, Gita, christoper ‘00, asri, mamat ,hari, wisnu dan teman-teman fisika yang lain.

13. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu trimakasih telah membantu kelancaran dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis dengan hati terbuka menerima kritik dan saran dari semua pihak untuk bahan perbaikan di masa mendatang. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi para pembaca.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul i

Halaman Persetujuan Pembimbing ii

Halaman Pengesahan Universitas iii

Halaman Persembahan iv

Pernyataan Keaslian Karya v

Abstrak vi

Abstract vii

Kata Pengantar viii

Daftar Isi x

Daftar Gambar xiii

Daftar Grafik xiv

Daftar tabel xv BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 B. BATASAN MASALAH 3 C. RUMUSAN MASALAH 4 D. TUJUAN PENELITIAN 4 E. MANFAAT PENELITIAN 4 x

(11)

BAB II. DASAR TEORI

A. TEORI ATOM 5

B. PRINSIP KERJA

FLAME PHOTOMETRIC DETECTOR (FPD) 9

C. SENSITIVITAS 13

D. LINEARITAS 14

BAB III. METODE PENELITIAN

A. TEMPAT PENELITIAN 15

B. ALAT DAN BAHAN

B.1. Alat 15

B.2. Bahan 15

C. PERSIAPAN BAHAN

C.1. Pembuatan larutan standar 16

C.2. langkah pembuatan larutan standar 16

D. LANGKAH KERJA

™ Percobaan hubungan sensitivitas terhadap

Temperatur FPD 18

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL 19

A.1. Hasil eksperimen 20

A.2. Percobaan pengaruh temperatur FPD

terhadap sensitivitas 21

(12)

B. PEMBAHASAN 27 BAB V. PENUTUP A. KESIMPULAN 31 B. SARAN 31 DAFTAR PUSTAKA 32 LAMPIRAN

LAMPIRAN A. Data percobaan untuk FPD 33

LAMPIRAN B. Data percobaan untuk FID 38

LAMPIRAN C. Tabel pembuatan konsentrasi

larutan standar Diazinon 43

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Peristiwa eksitasi dan de-eksitasi 6

Gambar 2. Diagram blok alur kromatografi gas dengan detektor FPD 9 Gambar 3. Skema bagian lengkap Flame Photometric Detector (FPD) 11 Gambar 4. Gambar hasil eksperimen pada temperatur FPD 225 oC 20

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Tabel hubungan responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l)

larutan standar Diazinon pada temperatur FPD 250 oC 21 Tabel 4.2. Tabel hubungan sensitivitas (cm/mgl-1) terhadap temperatur FPD

untuk larutan Diazinon 23 Tabel 4.3. Tabel hubungan responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l)

larutan standar Diazinon pada temperatur FID 250 oC 24 Tabel 4.4. Tabel hubungan sensitivitas (cm/mgl-1)

terhadap temperatur FID untuk larutan Diazinon 25 Tabel 4.5. Tabel hubungan sensitivitas FPD dan sensitivitas FID

terhadap temperatur detektor 29

(15)

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 4.1. Grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l)

larutan standar Diazinon pada temperatur FPD 250 oC 22

Grafik 4.2. Grafik hubungan sensitivitas (cm/mgl-1) terhadap

temperatur FPD (oC) untuk larutan Diazinon 23

Grafik 4.3. Grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l)

larutan standar Diazinon pada temperatur FID 250 oC 25

Grafik 4.4. Grafik hubungan sensitivitas (cm/mgl-1) terhadap

temperatur FID (oC) larutan Diazinon 26

Grafik 4.5. Grafik hubungan sensitivitas terhadap temperatur (oC)

detektor untuk FPD dan FID 30

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada zaman modern seperti sekarang ini keberadaan persenyawaan kimia dalam kehidupan sehari-hari sangat beragam dan dalam jumlah yang relatif kecil [Achmad, 2004]. Maka dari itu, untuk memastikan jenis persenyawaan kimia dalam suatu sampel diperlukan suatu metode analisis yang sensitif dan spesifik. Metode analisis yang berkembang pada saat ini adalah metode kromatografi. Metode ini sangat bermanfaat sebagai metode pemisahan suatu campuran senyawa dalam larutan menjadi komponen-komponennya. Dalam analisis kimia terdapat bermacam-macam metode kromatografi tetapi yang cukup handal dan memiliki sensitivitas tinggi adalah metode kromatografi gas.

Metode kromatografi gas adalah metode pemisahan suatu cairan atau gas dengan menggunakan gas sebagai fase geraknya [Haris, 1987]. Komponen hasil pemisahan di dalam kolom kromatografi gas kemudian dideteksi dengan menggunakan suatu detektor. Detektor yang digunakan dalam kromatografi gas ini bermacam-macam, hal ini disesuaikan dengan jenis senyawa yang akan dideteksi. Secara garis besar detektor yang digunakan di dalam kromatografi gas adalah thermal conductivity detector (TCD), Flame photometric detector (FPD), Elektron capture detector (ECD), Thermionic emisi detector (TED),

(17)

2

Flame ionisasi detector (FID), Nitrogen-Phosforus detector (NPD), Sulfur chemiluminescence detector (SCD) [Haris, 1987].

Detektor yang digunakan dalam kromatografi gas memiliki berbagai karakteristik tersendiri, yang membedakan detektor satu dengan jenis detektor lainnya seperti tingkat sensitivitas, responsivitas, resolusi, threshold dan linearitasnya. Berbagai karakteristik yang dimiliki masing-masing jenis detektor menunjukan kelebihan dan kekurangan masing-masing jenis detektor. Detektor dikatakan baik jika mempunyai daya resolusi yang tinggi, linearitas yang lebar, sensitivitas yang tinggi, dan threshold yang rendah.

Perbandingan setiap detektor dalam kromatografi gas dapat dilihat dari tingkat sensitivitasnya, yaitu untuk FID lebih sensitif dibandingkan TCD untuk senyawa organik. TED lebih sensitif dibandingkan FID untuk senyawa nitrogen dan posfor. FPD sangat sensitif dibandingkan dengan NPD untuk senyawa yang mengandung sulfur dan posfor [Skoog,1985]. Dilihat dari tingkat sensitivitas detektor yang digunakan di dalam kromatografi gas, maka untuk detektor yang sangat sensitif terhadap senyawa yang mengandung sulfur adalah Flame Photometric Detector (FPD).

Flame photometric detector (FPD) adalah detektor yang digunakan untuk mendeteksi emisi cahaya dari suatu senyawa yang berpendar di dalam nyala hidrogen-udara. Senyawa yang dibakar di dalam nyala hidrogen-udara akan menyebabkan atom-atom senyawa tereksitasi oleh energi termal. Atom yang tereksitasi tersebut kemudian mengalami peristiwa deeksitasi dengan memancarkan emisi cahaya dalam bentuk foton dengan panjang gelombang

(18)

3

tertentu. Foton yang dipancarkan ini dilewatkan kesuatu filter cahaya, dimana filter cahaya ini berfungsi untuk memilih panjang gelombang yang khas dari senyawa yang tereksitasi. Kemudian foton tersebut akan mengenai permukaan fotosensitif pada tabung pengganda foton sehingga dihasilkan pelipatan jumlah elektron.

Dalam bidang analisis kimia FPD banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang antara lain bidang farmasi, seperti penetapan obat yang mengandung sulfur atau posfor seperti obat penisilin dan tiazida [Munson, 1991]. Pada bidang pertanian untuk mengetahui kandungan sulfur atau posfor dalam pestisida [Dean, 1995].

Untuk mendapatkan karakteristik FPD yang baik maka FPD harus dioptimasi. Salah satu parameter optimasi yang dapat dilihat adalah nilai sensitivitas FPD untuk mengukur konsentrasi pestisida misalnya larutan Diazinon. Sensitivitas FPD dipengaruhi oleh temperatur detektor karena jika temperatur detektor terlalu rendah, maka akan terjadi kondensasi (pengembunan) yang berpengaruh terhadap sensitivitas FPD. Selain itu untuk mengetahui FPD lebih sensitif, maka dalam penelitian ini juga dilakukan perbandingan sensitivitas FPD dengan salah satu detektor dalam kromatografi gas, yaitu FID.

B. BATASAN MASALAH

1. Mengoptimalkan Flame photometric detector (FPD).

2. Senyawa yang digunakan adalah larutan Diazinon yang digunakan untuk pestisida.

(19)

4

C. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana mendapatkan sensitivitas optimum FPD untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon.

2. Bagaimana sensitivitas FPD terhadap pengaruh perubahan temperatur FPD.

D. TUJUAN PENELITIAN

Mendapatkan sensitivitas optimum Flame Photometric Detector (FPD) untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon.

E. MANFAAT PENELITIAN

1. Memberikan informasi mengenai kondisi sensitivitas optimum dari FPD dan FID untuk pengukuran konsentrasi larutan Diazinon.

2. Memberikan informasi mengenai jenis detektor dalam kromatografi gas yang sensitif untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon.

3. Memberikan tambahan pengetahuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

4. Memberikan informasi tentang penerapan FPD dalam bidang analisis kimia.

(20)

BAB II DASAR TEORI

A. TEORI ATOM

Bila di dalam senyawa diberikan suatu bentuk energi maka atom-atom senyawanya akan menghasilkan spektrum pancar atom (atomicemission spectra). Spektrum pancar ini dapat diperoleh dengan cara memberikan energi termal kedalam atom senyawa misalnya dengan nyala atau lucutan listrik bila zat berwujud gas bertekanan rendah [Beiser, 1989].

Senyawa yang dibakar di dalam nyala akan mendapatkan energi termal sehingga mengakibatkan atom-atom senyawa tersebut tereksitasi kemudian diikuti peristiwa deeksitasi dan menghasilkan spektrum pancar (emisi cahaya) dengan panjang gelombang tertentu (diskret). Besarnya energi yang dipancarkan oleh atom adalah :

hv

E = ……….……….. .(2.1)

di mana v adalah frekuensi radiasi foton yang dipancarkan dan h adalah

konstanta Planck dengan nilai = 6,63 X 10-34 J.s [Krane,1992].

Pada tahun 1913, Niels Bohr memberikan penjelasan teoritis tentang spektrum pancar atom hidrogen. Bohr menyatakan gagasannya tentang model atom hidrogen, yaitu bahwa setiap elektron dalam atom hidrogen hanya dapat menempati orbit tertentu dimana setiap orbit elektron memiliki energi tertentu.

Bohr menyatakan bahwa elektron dapat berpindah dari satu tingkat energi ke tingkat energi yang lain seperti yang ditunjukan pada gambar 1. Jika elektron

(21)

6

menyerap energi maka elektron dapat berpindah dari orbit berenergi rendah (ground state) ke orbit berenergi lebih tinggi, peristiwa ini disebut eksitasi. Sedangkan berpindahnya elektron dari orbit berenergi lebih tinggi ke orbit yang berenergi lebih rendah dengan memancarkan satu kuantum energi dalam bentuk cahaya dengan panjang gelombang tertentu [Krane, 1992] disebut peristiwa

de-eksitasi.

Berdasarkan interaksi elektrostatik dan hukum Newton tentang gerak, dapat ditunjukkan bahwa di dalam atom hidrogen (Z=1) memiliki tingkat energi sebesar : ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = 12 n R En H ….. ……….……….…...(2.2) di mana: n =1,2,3,..

RH = konstanta Rydberg dengan 2 2 0 4 8 h me RH ε =

Persamaan (2.1) disebut tingkat energi atom, dimana tingkat energi atom tersebut hanya tergantung dari bilangan kuantum utama n. Besarnya energi yang

(22)

7

diserap atau dipancarkan sama dengan selisih energi antara tingkat energi awal dan tingkat energi akhir elektron, yaitu :

f

i E

E

hv= − ..………...………...(2.3)

Keadaan tingkat energi awal dan tingkat energi akhir atom hidrogen yang bersesuian dengan bilangan kuantum utama ni dan nf, menurut persamaan tingkat

energi adalah : Energi awal = Ei = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − 2 2 2 0 4 1 8 h ni me ε ………...……...……...(2.4) Energi akhir = Ef = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − 2 2 2 0 4 1 8 h nf me ε ……...………...(2.5)

Jadi perbedaan tingkat energi antara kedua keadaan ini adalah :

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − = − = 2 2 2 2 0 4 1 1 8 f i f i n n h me E E hv ε ...(2.6)

Karena elektron berpindah dari tingkat energi lebih tinggi ke tingkat energi lebih rendah dengan memancarkan foton berfrekuensi v, maka frekuensi foton yang dipancarkan dalam transisi ini adalah :

v = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − 2 2 3 2 0 4 1 1 8 h nf ni me ε ...(2.7)

Persamaan (2.7) menjelaskan hubungan antara frekuensi foton dalam spektrum emisi hidrogen dengan energi yang dipancarkan, bila elektron berpindah dari tingkat energi tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah.

(23)

8

Karena λ = cv, maka panjang gelombang foton yang dipancarkan adalah:

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − = 2 3 2 2 0 4 1 1 8 1 i f n n ch me ε λ ...(2.8)

di mana : m = massa elektron (9,1 x 10-31kg)

e = muatan elektron (1,6 x 10-19C)

c = kecepatan cahaya (3 x 108 m/s)

h = tetapan Planck (6,63 x 10-34 J.s)

ε

0

=

permivitas ruang hampa (8,85 x 10-12 F/m)

ni = bilangan kuantum utama awal nf = bilangan kuantum utama akhir

Persamaan (2.8) menjelaskan bahwa radiasi yang dipancarkan oleh atom hidrogen yang tereksitasi hanya memiliki panjang gelombang tertentu [Beiser, 1989]. Panjang gelombang ini tergantung pada bilangan kuantum utama nf dan ni.

(24)

9

B. PRINSIP KERJA FLAME PHOTOMETRIC DETECTOR (FPD)

FPD adalah detektor fotometri nyala yang digunakan untuk mendeteksi emisi cahaya dari suatu senyawa yang berpendar di dalam nyala hidrogen-udara. Di dalam FPD terjadi proses pembakaran sampel yang telah dipisahkan di dalam kolom dengan nyala hidrogen-udara. Sampel yang terbakar tersebut atom-atomnya tereksitasi, kemudian mengalami peristiwa deeksitasi sehingga dihasilkan pancaran emisi cahaya dalam bentuk foton dengan panjang gelombang tertentu.

Kemudian emisi cahaya yang dihasilkan tersebut dilewatkan oleh filter cahaya. Dimana filter ini berfungsi untuk memilih panjang gelombang emisi cahaya yang khas. Setelah foton melewati filter cahaya, maka foton tersebut akan mengenai permukaan fotosensitif di dalam tabung pengganda foton (PMT), sehingga menyebabkan terlepasnya elektron dari permukaan fotosensitif. Elektron yang terlepas tersebut oleh PMT dilipatgandakan jumlahnya dan pada akhirnya diubah menjadi arus listrik, arus listrik tersebut kemudian dikuatkan oleh amplifier dan diubah menjadi signal analog yang ditampilkan oleh recorder.

Gambar alur dari kromatografi gas dengan menggunakan FPD diperlihatkan pada gambar 2.

(25)

10

Keterangan : 1. Kolom

Kolom ini berfungsi untuk memisahkan senyawa menjadi komponen- komponennya sebelum senyawa dibakar di dalam nyala.

2. Komponen utama dalam FPD terdiri dari : a. Zona emisi

Zona emisi adalah daerah dimana atom-atom senyawa yang tereksitasi kemudian mengalami peristiwa deeksitasi dengan memancarkan emisi cahaya dalam bentuk radiasi foton.

b. Filter cahaya

Filter cahaya ini berfungsi untuk memilih panjang gelombang foton yang khas dan sebagai pelindung untuk mencegah emisi karbon yang mencapai PMT (tabung pengganda foton).

c. Tabung pengganda foton (PMT).

Tabung pengganda foton berfungsi mengubah foton yang mengenai permukaan fotosensitif dari PMT sehingga dihasilkan elektron. Elektron yang dihasilkan ini dilipatgandakan jumlahnya di dalam PMT, sehingga terkumpul jutaan elektron dan diubah menjadi sinyal listrik. Sinyal listrik ini kemudian dikuatkan oleh amplifier dan selanjutnya ditampilkan menjadi data analog dengan menggunakan recorder (penampil).

(26)

11

d. Gambar bagian lengkap dari Flame Photometric Detector (FPD) ditunjukan pada gambar 3.

Gambar 3. Skema bagian lengkap Flame Photometric Detector (FPD) Keterangan :

ƒ Zona emisi adalah daerah pemancaran emisi cahaya

ƒ Filter cahaya adalah filter yang digunakan untuk memilih panjang gelombang yang khas dari suatu senyawa yang berpendar di dalam nyala.

ƒ Window adalah jendela tempat masuknya cahaya sebelum mencapai filter cahaya.

ƒ Kolom adalah tempat pemisahan senyawa menjadi komponen- komponennya.

ƒ Udara sebagai oksidator dan hidrogen sebagai bahan bakar, hasil pembakaran antara hidrogen-udara menghasilkan uap air.

(27)

12

ƒ Makeup adalah gas pembawa yang digunakan untuk mendorong senyawa ke dalam kolom dan mendorong senyawa keluar dari kolom ke tempat pembakaran.

ƒ Ventilasi adalah tempat pembuangan hasil pembakaran yang berupa uap air.

ƒ Perisai adalah pelindung panas dari nyala

(28)

13

C. SENSITIVITAS

Sensitivitas didefinisikan sebagai kemiringan (slope) grafik kalibrasi atau nilai responsivitas tiap satu satuan konsentrasi larutan standar. Di dalam FPD terjadi proses pemancaran emisi cahaya oleh suatu senyawa yang dibakar dalam nyala hidrogen-udara. Besarnya intensitas emisi cahaya yang dipancarkan tergantung dari besarnya konsentrasi senyawa yang terbakar, jadi jika konsentrasi senyawanya semakin besar maka intensitas emisi yang dihasilkan juga semakin besar, hal ini menyebabkan responsivitas detektor semakin besar. Besarnya responsivitas detektor (R) adalah

C k

R= 1 ….……….(2.9)

dimana, R= Responsivitas detektor (cm)

k1= Tetapan perbandingan (nilai sensitivitas)

C= Konsentrasi larutan standar (mg/l)

Responsivitas detektor adalah besarnya sinyal yang ditimbulkan oleh sejumlah komponen senyawa yang berpendar di dalam nyala [Khopkar, 1990]. Responsivitas ini dipengaruhi oleh emisi cahaya yang dihasilkan oleh atom-atom senyawa yang berpendar di dalam nyala. Emisi cahaya yang dihasilkan selama pembakaran tergantung dari banyaknya atom senyawa yang menghasilkan emisi cahaya di dalam nyala. Banyaknya atom senyawa yang menghasilkan emisi cahaya dipengaruhi oleh temperatur nyala.

(29)

14

D. LINEARITAS

Pada umumnya dikehendaki suatu hubungan linear antara output dengan input. Jika nilai inputnya semakin besar maka nilai outputnya juga semakin besar sebaliknya jika nilai inputnya semakin kecil maka nilai outputnya juga semakin kecil. Hubungan linear ini digunakan untuk mendapatkan nilai sensitivitas instrumen yang diperoleh dari gradien (kemiringan ) garis linear. Sifat linear dari instrumen tergantung dari kondisi alat dan sampel yang digunakan.

Untuk mendapatkan hubungan linear antara output dengan input dapat digunakan persamaan garis linear yaitu :

b mq

qo = i + ……….(2.10)

dengan , qo= besaran keluaran (variabel terikat ) qi= besaran masukan (variabel bebas) m = kemiringan garis (gradien garis)

b = perpotongan garis dengan sumbu vertikal nilai m dan b diperoleh dengan hubungan (Doebelin, 1992) :

(

)(

)

(

)

− − = 2 2 i i o i o i q q N q q q q N m ...(2.11)

(

)

(

)

(

)(

)

(

)

− − = 2 2 2 i i i o i i o q q N q q q q q b ...(2.12)

(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium analisa pusat, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

B. ALAT DAN BAHAN B.1. Alat

Alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

1. Kromatografi gas dengan Detektor fotometri nyala (FPD) 2. Kromatografi gas dengan Detektor ionisasi nyala (FID) 3. Flowmeter (untuk mengukur kecepatan aliran gas) 4. Kolom DB-1701, 30 m x 0,320 mm

5. Syringe (10 µl ), Labu ukur (50 ml) 6. Stopwatch, pipet, gelas ukur

7. Recorder, Kertas gaftar, Mistar B.2. Bahan

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah : 1. Bahan aktif Diazinon 600 g/l (sebagai larutan induk), Diazinon 60 EC

2. Hexane (sebagai internal standart dan pelarut)

(31)

16

C. PERSIAPAN BAHAN

C.1. Pembuatan Larutan Standar

Dalam percobaan ini akan digunakan beberapa larutan standar yang mempunyai konsentrasi tertentu. Larutan standar ini dibuat dengan mengencerkan larutan induk dengan konsentrasi sesuai yang diinginkan, dihitung dengan menggunakan persamaan.

C1*V1=C2*V2...(3.1)

dimana: C1 adalah konsentrasi larutan induk sebelum diencerkan (mg/l)

V1 adalah Volume larutan induk yang diencerkan (ml)

C2 adalah konsentrasi larutan standar yang diinginkan (mg/l)

V2 adalah Volume larutan standar setelah diencerkan (ml)

C.2. Langkah pembuatan larutan standar

Untuk mengukur sensitivitas FPD dilakukan pengukuran responsivitas dengan cara membuat larutan standar Diazinon pada berbagai konsentrasi larutan standar, dalam hal ini digunakan konsentrasi larutan standar 6 (mg/l); 12(mg/l); 18(mg/l); 24(mg/l); 30(mg/l); 36(mg/l); 42(mg/l); 48(mg/l); 54(mg/l); 60(mg/l), jangkauan konsentrasi yang diinginkan diatas dibuat dengan mengencerkanlarutan induk Diazinon 600 g/l dengan menggunakan persamaan (3.1). Misalkan untuk membuat larutan standar Diazinon 50 ml dengan konsentrasi 6 (mg/l), maka dibutuhkan larutan induk sebanyak :

(32)

17

C1*V1=C2*V2 6*10 5 *V1=6*0,05

V1=0,5.10 -6 liter

= 0,5 μl (mikroliter)

Volume Larutan induk yang diambil sebanyak 0,5 μl kemudian dimasukan ke dalam labu ukur 50 ml dan dilakukan pengenceran dengan menambahkan larutan hexane sampai volumenya 50 ml (karena dibutuhkan standar 50 ml). Untuk pembuatan larutan standar Diazinon dengan konsentrasi 12(mg/l); 18(mg/l); 24(mg/l); 30(mg/l); 36(mg/l); 42(mg/l); 48(mg/l); 54(mg/l); 60(mg/l) ditunjukan pada tabel C.1 dalam lampiran C.

(33)

18

D. LANGKAH KERJA

™ Percobaan Hubungan Sensitivitas Terhadap Temperatur FPD

Percobaan hubungan sensitivitas terhadap temperatur FPD ini, dilakukan dengan mengukur besarnya responsivitas berbagai larutan standar pada berbagai nilai temperatur FPD. Parameter tetap didalam percobaan ini adalah temperatur injektor, temperatur kolom, tekanan udara, tekanan H2,

volume injeksi.

Selain itu dalam penelitian ini juga dilakukan percobaan hubungan sensitivitas terhadap temperatur FID untuk membandingkan sensitivitas FPD untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon. Parameter tetap dalam percobaan ini sama seperti pada percobaan hubungan sensitivitas terhadap temperatur FPD.

Untuk analisa seluruh data hasil percobaan hubungan sensitivitas yang dipengaruhi oleh temperatur detektor dengan menggunakan microsoft exel dan menggunakan program origin 41.

(34)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL

Flame photometric detector (FPD) merupakan jenis detektor cahaya yang berfungsi untuk mendeteksi emisi cahaya dari suatu senyawa yang berpendar di dalam nyala. Sedangkan Flame ionisasi detector (FID) adalah jenis detektor ion yang berfungsi untuk mendeteksi ion yang dihasilkan oleh senyawa yang berpendar di dalam nyala. Kedua detektor tersebut memiliki kesamaan pada hal penggunaan nyala hidrogen–udara tetapi berbeda pada prinsip kerjanya.

FPD bekerja berdasarkan prinsip pancaran emisi cahaya yang dihasilkan oleh suatu senyawa yang dibakar didalam nyala hidrogen–udara dan FID bekerja berdasarkan prinsip ionisasi dari suatu senyawa yang dibakar di dalam nyala hidrogen-udara. Bila konsentrasi senyawa yang dibakar di dalam nyala semakin besar, maka emisi cahaya yang dihasilkan di dalam FPD dan ion-ion yang dihasilkan di dalam FID juga akan semakin besar. Hal ini menyebabkan responsivitas detektornya juga semakin bertambah besar. Jadi besarnya responsivitas sebanding dengan konsentrasi larutan standar Diazinon. Kenaikan responsivitas ini dapat dilihat dengan adanya kenaikan tinggi puncak kromatogramnya.

Untuk mendapatkan sensitivitas optimum FPD, maka dalam penelitian ini dilakukan percobaan pengaruh temperatur FPD terhadap sensitivitas untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon. Ada beberapa variabel tetap dalam melakukan percobaan ini yaitu temperatur injektor, temperatur kolom, tekanan

(35)

20

udara, tekanan H2, volume injeksi. Selain itu juga untuk membandingkan

sensitivitas FPD diukur sensitivitas FID untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon.

Pada saat pengukuran akan diperoleh data responsivitas untuk berbagai konsentrasi larutan standar Diazinon. Dari nilai responsivitas untuk setiap konsentrasi larutan standar Diazinon diperoleh grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi larutan standar Diazinon. Dari grafik tersebut didapatkan nilai sensitivitas yang diperoleh dari kemiringan (slope) grafik garis linear dengan menggunakan persamaan (2.10).

Gambar 4, memperlihatkan data hasil eksperimen pada temperatur FPD 225 oC untuk berbagai konsentrasi larutan standar Diazinon. Bentuk puncak pada gambar 4 menunjukan bahwa semakin besar konsentrasi larutan standar Diazinon, maka responsivitasnya semakin bertambah besar. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan ketinggian puncak untuk setiap konsentrasi larutan standar Diazinon, ketinggian puncak ini merupakan nilai dari responsivitas detektor. Untuk gambar hasil eksperimen pada temperatur FPD 250 oC, 275 oC dan 300 oC bentuk puncak yang diperoleh sama tetapi berbeda pada nilai responsivitasnya.

A.1. Hasil eksperimen

(36)

21

A.2. Percobaan pengaruh temperatur FPD terhadap sensitivitas

Parameter tetap didalam percobaan ini adalah temperatur injektor 225 oC, temperatur kolom 200 oC, tekanan udara 4,4 Bar, tekanan H2 1,8 Bar, volume

injeksi 5 μl. dengan variabel bebas temperatur FPD 225 o

C, 250 oC, 275 oC, 300

o

C. Tabel 4.1 memperlihatkan data yang didapat pada temperatur FPD 250 oC. Tabel 4.1, didapatkan grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi larutan standar seperti yang diperlihatkan pada grafik 4.1.

Tabel 4.1. Tabel hubungan responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l) larutan standar Diazinon pada temperatur FPD 250 oC

No

Konsentrasi larutan standar (mg/l) Responsivitas (cm) 1 6 1,2 2 12 1,4 3 18 3,3 4 24 4,5 5 30 5,1 6 36 6,7 7 42 7,3 8 48 8,4 9 54 9,0 10 60 10,2

(37)

22 R =0,162C + 0,25 0 2 4 6 8 10 12 0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60

Konsentrasi larutan standar (m g/l)

R es p o n si vi ta s ( cm )

Grafik 4.1. Grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l) larutan standar Diazinon pada temperatur FPD 250 oC

Dengan menggunakan persamaan (2.9), maka grafik diatas memiliki nilai sensitivitas sebesar 0,162±0,009 (cm/mgl-1) pada temperatur FPD 250 oC. Berdasarkan nilai sensitivitas pada grafik di atas dan nilai sensitivitas pada grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi larutan standar pada temperatur FPD 225 oC, 275 oC, 300 oC yang ditunjukan oleh grafik A.2.1.1, A.2.1.2, A.2.1.3 pada lampiran A, maka diperoleh tabel hubungan sensitivitas terhadap temperatur FPD yang ditunjukan oleh tabel 4.2.

(38)

23

Tabel 4.2. Tabel hubungan sensitivitas (cm/mgl-1) terhadap temperatur FPD untuk larutan Diazinon

No Temperatur FPD (oC) Sensitivitas (cm/mgl-1) 1 225 0,150±0,006 2 250 0,162±0,009 3 275 0,163±0,009 4 300 0,156±0,006

Tabel 4.2 diatas, menunjukkan bahwa nilai sensitivitas FPD untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon mengalami kenaikan sensitivitas lalu mencapai optimum. Nilai sensitivitas optimum dicapai pada temperatur 275 oC yaitu 0,163±0,009 (cm/mgl-1). Setelah mencapai sensitivitas optimum nilai sensitivitasnya mengalami penurunan pada temperatur maksimum FPD 300 oC. Hal ini akan lebih jelas jika data tabel 4.2 ditampilkan dalam bentuk grafik, seperti yang ditunjukan pada grafik 4.2.

0.145 0.15 0.155 0.16 0.165 0.17 0.175 225 250 275 300 Temperatur FPD S e n s it iv it a s

Grafik 4.2. Grafik hubungan sensitivitas (cm/mgl-1) terhadap temperatur FPD (oC) untuk larutan Diazinon

(39)

24

Sebagai pembanding sensitivitas FPD telah dilakukan pengukuran untuk sensitivitas FID. Maka dilakukan percobaan hubungan sensitivitas terhadap temperatur FID.

Parameter tetap didalam percobaan ini adalah temperatur injektor 225 oC, temperatur kolom 200 oC, tekanan udara 4,4 Bar, tekanan H2 1,8 Bar, volume

injeksi 5 μl, dengan variabel bebas temperatur FID 225 o

C, 250 oC, 275 oC, 300

o

C. Tabel 4.3 menunjukkan data yang diperoleh pada temperatur FID 250 oC. Tabel 4.3, didapatkan grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi larutan standar, seperti diperlihatkan pada grafik 4.3.

Tabel 4.3. Tabel hubungan responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l) larutan standar Diazinon pada temperatur FID 250 oC

No

Konsentrasi larutan standar (mg/l) Responsivitas (cm) 1 6 0,1 2 12 0,3 3 18 0,4 4 24 0,6 5 30 0,7 6 36 0,8 7 42 0,9 8 48 0,9 9 54 1,2 10 60 1,3

(40)

25 R=0,020C + 0,03 0 0.5 1 1.5 0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60

Konsentrasi larutan standar (mg/l)

R e sp o n si vi ta s ( c m )

Grafik 4.3. Grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l) larutan standar Diazinon pada temperatur FID 250 oC

Dengan menggunakan persamaan (2.9), maka grafik 4.3 diatas memiliki nilai sensitivitas sebesar 0,020±0,001 (cm/mgl-1) pada temperatur FID 250 oC. Berdasarkan nilai sensitivitas pada grafik 4.3 diatas dan nilai sensitivitas pada grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi larutan standar pada temperatur FID 225 oC, 275 oC, 300 oC pada grafik B.1.1.1, B.1.1.2, B.1.1.3 lampiran B, maka dapat diperoleh tabel hubungan sensitivitas terhadap temperatur FID yang ditunjukan tabel 4.4.

Tabel 4.4. Tabel hubungan sensitivitas (cm/mgl-1) terhadap temperatur FID untuk larutan Diazinon

No Temperatur FID (oC) Sensitivitas (cm/mgl-1)

1 225 0,092±0,041

2 250 0,020±0,001

3 275 0,016±0,002

(41)

26

Tabel 4.4, memperlihatkan bahwa nilai sensitivitas FID untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon, nilai sensitivitas optimum dicapai pada temperatur FID 225 oC yaitu 0,092±0,041 (cm/mgl-1). Setelah mencapai sensitivitas optimum nilai sensitivitas FID mengalami penurunan pada temperatur FID 250 oC. Hal ini akan lebih jelas jika data tabel 4.4 ditampilkan dalam bentuk grafik, seperti yang ditunjukan pada grafik 4.4.

0

0.005

0.01

0.015

0.02

0.025

225

250

275

300

Temperatur FID

S

e

n

s

it

iv

it

a

s

Grafik 4.4. Grafik hubungan sensitivitas (cm/mgl-1) terhadap temperatur FID (oC) larutan Diazinon

(42)

27

B. PEMBAHASAN

Suatu larutan diinjeksikan ke dalam injektor yang sudah diatur temperaturnya, maka larutan akan segera teruapkan kemudian didorong oleh gas pembawa (sebagai fase gerak) menuju ke dalam kolom. Di dalam kolom larutan dipisahkan menjadi komponen-komponennya dan didorong keluar dari kolom menuju zona emisi. Di zona emisi ini larutan yang telah dipisahkan dibakar dengan menggunakan nyala hidrogen-udara. Sehingga atom-atom senyawa larutan yang terbakar mendapatkan energi termal dari nyala, dan menyebabkan atom-atom senyawanya tereksitasi kemudian mengalami peristiwa deeksitasi dengan memancarkan emisi cahaya dalam bentuk foton.

Hasil pembakaran antara hidrogen dan udara akan menghasilkan banyak sekali uap air, hal ini mempengaruhi sensitivitas FPD. Karena uap air yang dihasilkan tersebut akan menempel di filter cahaya sehingga menghalangi filter untuk mentransmisikan emisi cahaya yang dihasilkan oleh atom senyawa. Jika temperatur FPD terlalu rendah dibawah temperatur kolom atau temperatur kolom mendekati temperatur FPD, maka sensitivitasnya akan semakin kecil. Jadi temperatur FPD akan mempengaruhi sensitivitas FPD. Karena temperatur FPD ini akan mempengaruhi banyak sedikitnya uap air yang menempel di filter cahaya dan mempengaruhi banyaknya atom senyawa yang menghasilkan emisi cahaya.

Berdasarkan persamaan (2.9), sensitivitas didefinisikan sebagai nilai responsivitas tiap satu satuan konsentrasi sampel. Nilai sensitivitas ini diperoleh dengan melakukan pengukuran responsivitas berbagai konsentrasi larutan standar Diazinon pada berbagai nilai temperatur detektor. Grafik hubungan responsivitas

(43)

28

terhadap konsentrasi larutan standar Diazinon bersifat linear. Nilai gradien dari persamaan garis linear ini menyatakan nilai sensitivitas. Nilai sensitivitas ini dipengaruhi oleh temperatur detektor. Pada proses pembakaran, jika semakin besar konsentrasi sampel yang terbakar maka responsivitasnya semakin bertambah besar. Karena emisi cahaya yang dihasilkan oleh atom senyawa yang tereksitasi semakin bertambah besar.

Grafik 4.2, menunjukan bahwa sensitivitas FPD mengalami kenaikan nilai sensitivitas mulai temperatur FPD 225 oC sampai mencapai sensitivitas optimal pada temperatur FPD 275 oC. Pada temperatur FPD ini emisi cahaya yang dihasilkan semakin besar sebab konsentrasi atom senyawa yang menghasilkan emisi cahaya semakin besar. Penambahan energi eksitasi menyebabkan elektron berpindah dari keadaan dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi, kemudian kembali ke tingkat dasar dengan memancarkan energi dalam bentuk energi radiasi foton.

Setelah mencapai sensitivitas optimum terjadi penurunan nilai sensitivitas FPD pada temperatur maksimum detektor 300 oC. Pada temperatur ini elektron cenderung tetap berada di tingkat yang lebih tinggi, karena energi eksitasinya terlalu besar. Sehingga menyebabkan elektron yang berada dalam keadaan tereksitasi berpindah ketingkat energi yang lebih tinggi dengan menyerap energi termal. Hal ini dikarenakan elektron mendapatkan tambahan energi yang lebih besar. Jadi panjang gelombang emisi cahaya yang dipancarkan oleh elektron yang kembali ketingkat dasar, tidak lagi sesuai dengan panjang gelombang dari filter cahaya. Di mana filter cahaya yang digunakan di dalam FPD hanya dapat

(44)

29

mentransmisikan cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai dengan panjang gelombang dari filter cahaya. Karena panjang gelombang yang dipancarkan tidak sesuai dengan panjang gelombang dari filter cahaya. Maka akan menurunkan banyaknya emisi cahaya yang dapat dideteksi oleh FPD. Penurunan emisi cahaya ini menyebabkan responsivitas dari detektor akan semakin kecil, sehingga sensitivitas FPD akan mengalami penurunan.

Dari hasil pengukuran sensitivitas FPD dapat dibandingkan dengan sensitivitas FID untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon yang ditunjukan pada tabel 4.5.

Tabel 4.5.Tabel hubungan sensitivitas FPD dan sensitivitas FID terhadap temperatur detektor Temperatur Detektor (oC) Sensitivitas FPD (cm/mgl-1) Sensitivitas FID (cm/mgl-1) 225 0,150±0,006 0,092±0,041 250 0,162±0,009 0,020±0,001 275 0,163±0,009 0,016±0,002 300 0,156±0,006 0,015±0,003

(45)

30

Tabel 4.5, memperlihatkan bahwa FPD lebih sensitif dibandingkan dengan FID, agar lebih jelas dapat dibuat grafik hubungan sensitivitas terhadap temperatur detektor seperti yang ditunjukan pada grafik 4.5.

0

0.05

0.1

0.15

0.2

225

250

275

300

Temperatur detektor

S

e

n

s

it

iv

it

a

s

Sensitivitas FPD

Sensitivitas FID

Grafik 4.5. Grafik hubungan sensitivitas terhadap temperatur (oC) detektor untuk FPD dan FID

Grafik 4.5 diatas, menunjukkan bahwa FPD lebih sensitif dibandingkan dengan FID untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon. Pada temperatur detektor 225 oC, 250 oC, 275 oC, 300 oC nilai sensitivitas FPD berturut-turut adalah 0,150±0,006 (cm/mgl-1); 0,162±0,009 (cm/mgl-1); 0,163±0,009 (cm/mgl-1); 0,156±0,006 (cm/mgl-1) dan untuk nilai sensitivitas FID berturut-turut adalah 0,092±0,041 (cm/mgl-1); 0,020±0,001 (cm/mgl-1); 0,016±0,002 (cm/mgl-1); 0,015±0,003 (cm/mgl-1), jadi FPD lebih sensitif dibandingkan dengan FID. Karena nilai sensitivitas FPD lebih besar dibandingkan dengan nilai sensitivitas FID untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon.

(46)

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Sensitivitas FPD dipengaruhi oleh temperatur FPD.

2. Didapatkan sensitivitas optimum FPD pada temperatur FPD 275 oC. dengan nilai sensitivitas sebesar 0,163±0,009 (cm/mgl-1).

3. FPD lebih sensitif dibandingkan dengan FID untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon yang banyak digunakan untuk pestisida.

B. SARAN

Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang perbandingan detektor untuk jenis detektor lain dalam kromatografi gas dilihat dari tingkat sensitivitasnya untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon.

(47)

32

Daftar Pustaka

1. Achmad, M. (2004). Peran Analisis Kimia Bagi Kehidupan Manusia. Universitas Muhamadiyah Surakarta.

2. Beiser, A. (1983). Konsep Fisika Modern Edisi 4. Jakarta : Airlangga 3. Dean, J. (1995). Analytical Chemistry Handbook. New York :

Mcgraw-Hill, Inc.

4. Doebelin, E. (1992). Penerjemah: Edigon, A. Sistem Pengukuran

Aplikasi Dan Perancangan Edisi 3. Jakarta : Airlangga.

5. Haris, D.C. (1987). Quantitative Chemical Analysis. (Second Edition). New York : W. H. Freeman and Company.

6. Munson, J.W. (1991). Penerjemah: Harjana. Analisis Farmasi. Surabaya : Airlangga University Press.

7. Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

8. Krane, K. (1992). Penerjemah: Wospakrik, H.J. Fisika Modern. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

9. Skoog, A. (1985). Principles Of Instrumental Analysis. (third Edition). Japan : CBS College Publishing.

(48)

33

LAMPIRAN A

Data percobaan untuk Flame Photometric Detektor (FPD) A.1. Percobaan hubungan sensitivitas terhadap temperatur FPD untuk

larutan Diazinon.

Percobaan ini parameter tetapnya adalah temperatur injektor 225 0C, temperatur kolom 200 0C, tekanan udara 4,4 Bar, tekanan H2 1,8 Bar,

volume injeksi 5 µl.

A.1.1 Tabel Hubungan Responsivitas Terhadap Kosentrasi (mg/l) Larutan Standar Diazinon.

Tabel A.1.1.1. Tabel hubungan responsivitas terhadap kosentrasi (mg/l) larutan standar Diazinon pada temperatur FPD 225 0C No Konsentrasi larutan standar (mg/l) Responsivitas (cm)

1 6 1,1 2 12 2,3 3 18 3,3 4 24 4,0 5 30 4,7 6 36 5,3 7 42 6,5 8 48 8,3 9 54 8,5 10 60 9,2

(49)

34

Tabel A.1.1.2. Tabel hubungan responsivitas terhadap kosentrasi (mg/l) larutan standar Diazinon pada temperatur FPD 275 0C

No

Konsentrasi larutan standar (mg/l) Responsivitas (cm) 1 6 1,2 2 12 2,4 3 18 3,1 4 24 4,3 5 30 5,9 6 36 6,5 7 42 7,1 8 48 9,0 9 54 9,7 10 60 10,3

(50)

35

Tabel A.1.1.3. Tabel hubungan responsivitas terhadap kosentrasi (mg/l) larutan standar Diazinon pada temperatur FPD 300 0C

No

Konsentrasi larutan standar (mg/l) Responsivitas (cm) 1 6 1,1 2 12 2,4 3 18 3,8 4 24 4,2 5 30 5,2 6 36 6,2 7 42 7,4 8 48 8,2 9 54 9,4 10 60 10,2

(51)

36

A.2.1. Grafik Hubungan Responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l) Larutan Standar Diazinon

R = 0,150C +0,34 0 2 4 6 8 10 0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60

Konsentrasi larutan standar (m g/l)

R e s pons iv it a s ( c m )

Grafik A.2.1.1. Grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l) larutan standar Diazinon pada temperatur FPD 225 oC.

R=0,163C + 0,45 0 2 4 6 8 10 12 0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60

Konsentrasi larutan standar (m g/l)

R e sp o n si vi tas ( cm )

Grafik A.2.1.2. Grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l) larutan standar Diazinon pada temperatur FPD 275 oC.

(52)

37 R = 0,156C +0,56 0 2 4 6 8 10 12 0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 Konsentrasi larutan standar (m g/l)

R esp o n sivit as ( cm )

Grafik A.2.1.3. Grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l) Larutan standar Diazinon pada temperatur FPD 300 oC.

(53)

38

LAMPIRAN B

Data percobaan untuk Flame Ionisasi Detektor (FID) B.1. Percobaan hubungan sensitivitas terhadap temperatur FID untuk

larutan Diazinon.

Percobaan ini parameter tetapnya adalah temperatur injektor 225 0C, temperatur kolom 200 0C, tekanan udara 4,4 Bar, tekanan H2 1,8 Bar,

volume injeksi 5 µl.

Tabel B.1.1.Tabel Hubungan Responsivitas Terhadap Kosentrasi (mg/l)Larutan Standar Diazinon

Tabel B.1.1.1. Tabel hubungan responsivitas terhadap kosentrasi (mg/l) larutan Diazinon pada temperatur FID 225 0C

No Konsentrasi larutan standar (mg/l) Responsivitas (cm)

1 6 0,1 2 12 0,2 3 18 0,5 4 24 0,6 5 30 0,8 6 36 0,9 7 42 0,9 8 48 1,0 9 54 1,1 10 60 1,3

(54)

39

Tabel B.1.1.2 Tabel hubungan responsivitas terhadap kosentrasi (mg/l) larutan standar Diazinon pada temperatur FID 275 0C No Konsentrasi larutan standar

(mg/l) Responsivitas (cm) 1 6 0,2 2 12 0,3 3 18 0,3 4 24 0,5 5 30 0,6 6 36 0,7 7 42 0,8 8 48 0,9 9 54 0,7 10 60 0,8

(55)

40

Tabel B.1.1.3. Tabel hubungan responsivitas terhadap kosentrasi (mg/l) larutan standar Diazinon pada temperatur FID 3000C

No Konsentrasi larutan standar (mg/l) Responsivitas (cm) 1 6 0,1 2 12 0,2 3 18 0,3 4 24 0,4 5 30 0,5 6 36 0,5 7 42 0,5 8 48 0,5 9 54 0,6 10 60 0,9

(56)

41

B.2.1. Grafik Hubungan Responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l) Larutan Standar Diazinon. R = 0,093C -1,52 0 0.5 1 1.5 0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60

Konsentrasi larutan standar (mg/l)

R e s pons iv it a s ( c m )

Grafik B.2.1.1. Grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l) larutan standar Diazinon pada temperatur FID 225 oC

R=0,017C + 0,07 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60

Konsentrasi larutan standar (mg/l)

Resp o n si vi tas ( c m )

Grafik B.2.1.2. Grafik Hubungan Responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l) larutan standar Diazinon pada temperatur FID 275 oC

(57)

42 R= 0,015C - 0,01 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60

Konsentrasi larutan standar (mg/l)

Resp o n s ivi tas ( cm )

Grafik B.2.1.3. Grafik Hubungan Responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l) larutan standar Diazinon pada temperatur FID 300 oC

(58)

43

LAMPIRAN C

Tabel C.1.Tabel pembuatan konsentrasi larutan standar Diazinon

Volume larutan induk yang akan diencerkan (mikroliter) Kosentrasi larutan standar Diazinon (mg/l) 0,5 6 1 12 1,5 18 2 24 2,5 30 3 36 3,5 42 4 48 4,5 54 5 60

Gambar

Gambar alur dari kromatografi gas dengan menggunakan FPD  diperlihatkan pada gambar 2
Gambar 3. Skema bagian lengkap Flame Photometric Detector (FPD)  Keterangan :
Gambar 4. Gambar hasil eksperimen pada temperatur FPD 225  o C
Tabel 4.1, didapatkan grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi  larutan standar seperti yang diperlihatkan  pada grafik 4.1
+7

Referensi

Dokumen terkait