• Tidak ada hasil yang ditemukan

LONGSORAN DISEBABKAN OLEH HUJAN PADA MASSA BATUAN: STUDI KASUS PADA TAMBANG BATUBARA SENAKIN. Galih W. Swana, 1) Maulana Ashari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LONGSORAN DISEBABKAN OLEH HUJAN PADA MASSA BATUAN: STUDI KASUS PADA TAMBANG BATUBARA SENAKIN. Galih W. Swana, 1) Maulana Ashari"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

43

LONGSORAN DISEBABKAN OLEH HUJAN PADA MASSA BATUAN: STUDI KASUS PADA TAMBANG BATUBARA SENAKIN

1) Galih W. Swana, 1) Maulana Ashari 1)PT Arutmin Indonesia

*Email: galihwiriaswana@gmail.com

ABSTRAK

Longsoran disebabkan oleh hujan seringkali muncul pada area dengan iklim tropis. Intensitas hujan yang berat yang cukup umum terjadi di Indonesia adalah penyebab utama dari hal tersebut. Di proyek tambang, bukaan lereng bukan hanya dibuat pada lereng pit tambang tapi ada juga pada drainase lereng tambang. Pada April 2020, terdapat longsoran pada drainase Tambang Senakin yang disebabkan oleh tingginya curah hujan. Berdasarkan dari laporan investigasi longsor, longsoran dikategorikan sebagai longsoran yang disebabkan oleh hujan. Lereng yang longsor adalah lereng batuan yang memiliki bidang diskontinuitas yang umumnya disebut sebagai massa batuan. Selain itu, massa batuan pada area ini di kategorikan sebagai medium rock mass dengan terdapat bidang diskontinuitas yang cukup persisten dan berpotensi sebagai bidang gelincir serta bersifat tidak menguntungkan terhadap geometri lereng. Analisis balik dilakukan menggunakan kombinasi sensitivity analysis dan trial & error method dengan mensimulasikan tekanan pori air bertahap. Berdasarkan hasil analisis balik tersebut dengan curah hujan yang ada, material yang longsor adalah material yang sebelumnya merupakan area wetting front. Dari longsoran tersebut, penulis mencoba untuk menghubungkan pengaruh curah hujan yang tinggi dengan lereng massa batuan, termasuk kenaikan pore pressure seiring dengan berjalannya waktu, perilaku massa batuan ketika wetting front muncul, dan kemungkinan kemungkinan lain yang ada pada longsoran tersebut. Diharapkan dengan adanya paper ini, dapat digunakan untuk mengurangi uncertainties dalam asesmen geoteknik sehingga optimisasi batubara dapat dilakukan berdasarkan dengan parameter hidrologi yang lebih optimis.

Kata kunci: Hujan, Longsor, Massa Batuan, Hidrologi

ABSTRACT

Rainfall induced landslide often occurred in the area with tropical climate. Heavy rainfall intensity which is common in Indonesia is a main cause of that. In mining project, cutslope not only constructed at open pit slope but also at mine drainage slope. In April 2020, there was a failure at mine drainage in Senakin Mine induced by high rainfall intensity. According to failure investigation report, the failure categorized as rainfall induced landslide. The slope of the failure area is a rock slope which contains discontinuities commonly called rock mass. Besides that, rock mass of this area is categorized as medium rock mass, but contain some discontinuity planes which have long persistence and unfavourable toward the slope. Back Analysis conducted using combined sensitivity and trial error method by simulating the sequenced pore pressure stage. According to the back analysis from the failure, with rainfall rate in that time, displaced material only occurred at the wetting front area.

From that failure, writers try to connect the influence of heavy rainfall with rock mass slope, including pore pressure increasing by time, rock mass behaviour while wetting front occured, and possibility of

(2)

44

another condition which lead to that failure. Hopefully from that relation it can be used for reducing uncertainties in geotechnical assessment so coal mine optimization can be conducted according to geotechnical assessment with more optimistic parameter in hydrological data.

Keywords: Rainfall, Failure, Rock Mass, Hydrology. A. PENDAHULUAN

Pada suatu penambangan terbuka (open pit), lereng adalah salah satu faktor dalam menunjang aktivitas tersebut. Selain lereng pada tambang, lereng juga dapat terbentuk dari timbunan, drainase tambang, dan diversi sungai. Pada pertambangan drainase tambang, memegang peranan penting dalam proses penambangan. Peran tersebut adalah mengalihkan dan menjaga aliran air permukaan agar tidak masuk tidak masuk ke tambang dan mempengaruhi produksi tambang (Khusairi, 2018).

Air permukaan (run-off) tidaklah dapat dihindari khususnya pada lereng drainase tambang terbuka. Dalam pelaksanaanya air permukaan dapat mempengaruhi performa dari lereng drainase tambang beberapa contoh air permukaan adalah air hujan serta sungai- sungai intermitten yang mungkin dapat menggerus muka lereng tersebut.

Dalam paper ini membahas longsoran yang terjadi pada lereng yang tersusun atas massa batuan pada drainase tambang akibat pengaruh air permukaan. Selanjutnya dilakukan analisis balik yang diharapkan dapat mengetahui laju infiltrasi pada massa batuan pada saat curah hujan maksimal sehingga harapannya dapat digunakan sebagai pedoman analisis desain lereng ke depannya sehingga uncertainties pada lereng tambang dapat berkurang dan dapat mengoptimalkan cadangan yang terambil.

B. METODOLOGI PENELITIAN B.1. Identifikasi Longsoran

Pada tanggal 10 April 2020 lereng drainase tambang terbuka senakin mengalami longsoran. Longsoran dapat dilihat pada gambar dibawah (Gambar.1) .

Gambar.1 Lokasi area longsoran pada drainase tambang (Arutmin Indonesia, 2020)

Berdasarkan failure investigation report, jenis longsoran adalah merupakan jenis circular-planar sliding dikarenakan secara kenampakan memiliki, mahkota longsor, bidang gelincir, zona deplesi, dan zona

(3)

45

akumulasi yang ideal (Cruden & Varnes, 1996), zona akumulasi menutupi sepenuhnya dari lebar drainase tambang sehingga berpotensi melimpahnya air pada aliran drainase tambang tersebut. Displaced material merupakan massa batulempung yang terkekarkan sedang. Longsoran dikontrol oleh bidang diskontinuitas yang bersifat unfavourable dikarenakan selisih dari dip bidang diskontinutas dan dip dari lereng adalah 38º (Romana, 1984). Sedangkan pemicu dari longsoran tersebut adalah adanya aliran sungai intermitten yang timbul seiring dengan naiknya intensitas curah hujan pada area tersebut. Aliran air intermitten dan curah hujan yang membentuk zona jenuh (wetting front) pada massa batuan tersebut ditambah kontrol dari bidang diskontinuitas menyebabkan terjadinya longsoran (Gambar 2).

Gambar 2. Reka longsoran pada area drainase tambang (Arutmin Indonesia, 2020)

B.2. Klasifikasi Massa Batuan

Berdasarkan hasil orientasi di lapangan dan data bor terdekat massa batuan dari batuan yang longsor adalah merupakan jenis massa batuan sedang (Medium Rock Mass) berdasarkan klasifikasi Rock Mass Rating (RMR) (Bieniawski, 1989) adalah 45. Berdasarkan pada klasifikasi massa batuan Geological Strength Index (GSI) (Hoek dan Brown, 1997, dalam Hoek, 2006), nilai GSI dari massa batuan tersebut adalah 41, termasuk dalam jenis massa batuan sedang.

Berdasarkan hasil uji laboratorium, batulempung pada area tersebut memiliki nilai intact rock sebesar 8.3 MPa termasuk kedalam batuan sedang. Berdasarkan nilai Rock Quality Designation (RQD) (Deere, 1964, dalam Priest 1993) batuan tersebut memiliki RQD 60% - 80% dengan bidang diskontinutas yang terkandung terdiri dari kekar dan bidang perlapisan yang terisi oleh ironstone. Secara umum persistensi dan roughness bidang diskontinuitaas tersebut adalah menerus dengan tingkat kekasaran halus hingga agak kasar dan tingkat kegelombangan planar hingga sedikit undulasi. Spasi bidang diskontinuitas berkisar antara 10cm hingga lebih dari 1m.

Dari hasil investigasi longsoran internal, diketahui bahwa terdapat satu bidang diskontinuitas yang persisten dan menjadi bidang gelincir pada longsoran tersebut. Secara pengamatan, bidang diskontinuitas tersebut memiliki tingkat kekasaran halus dan planar, berdasarkan identifikasi nilai JRC (Barton, 1973 dalam Wylie dan Mah, 2004) masuk dalam kisaran 1-2.

(4)

46

Dari nilai tersebut diatas akan digunakan kriteria keruntuhan Hoek dan Brown untuk menentukan nilai properti massa batuan dengan menggunakan parameter Mohr-Coulomb (C dan ϕ). Parameter Mohr-Coulomb dapat digunakan menggunakan persamaan (1) dan (2) dengan menambahkan persamaan (3).

ϕ = sin−1 [ 6amb (s+mbσ3n)a−1

2(1+a)(2+a)+6amb(s+mbσ3n)a−1] (1)

C = σci[(1+2a)s+(1−a)mbσ3n](s+mbσ3n)a−1

(1+a)(2+a)√1+(6amb(s+mbσ3n)a−1)/((1+a)(2+a)) (2)

σ3n= σ3max/σci (3)

Menggunakan nilai faktor pengganggu (D 0-1) berupa ekskavasi mekanik, nilai modulus elastisitas massa batuan (E) dapat ditentukan dengan persamaan berikut (4).

Erm(MPa) = 100000 (

1−D 2 1+e(75+25D−GSI11 )

) (4)

Dalam menentukan nilai mb, s, dan a, perlu menggunakan nilai GSI, faktor pengganggu, konstanta jenis massa batuan (berdasarkan jenis litologi) (mi), dan konstanta tetap (e) dengan menggunakan persamaan (5), (6), dan (7) mb= miexp ( GSI−100 28−14D) (5) s = exp(GSI−100 9−3D ) (6) a = 1 2+ 1 6 (e −GSI/15 − e−20/3) (7)

Data Indeks properties yang akan digunakan dalam analisis balik akan menggunakan data hasil pengujian laboratorium dikarenakan area longsoran terdiri dari satu jenis batuan dan nilai intact rock dianggap mewakili jenis massa batuan tersebut (Tabel 1). Data tersebut akan digunakan sebagai dasar analisis balik menggunakan sensitivity analysis pada metode analitik serta numerik.

Tabel 1. Engineering Properties pada massa batuan yang longsor. Lithologi GSI UCS

(MPa) Ei (MPa) Υ γ (MN/m3) Crm (MPa) Φrm (º) Erm (MPa) Claystone Rock Mass 41 8.3 1735 0.26 0.023 0.124 28 93.4 Kekar (gouge) - - - 0.35 19 0.014 5.7 30

(5)

47 B.3. Identifikasi Kondisi Hidrologi

Untuk mengetahui laju infiltrasi (Infiltration Rate) perlu dilakukan identifikasi wetting front dengan melakukan pengecekan kondisi aktual lokasi longsoran serta identifikasi geometri sebelum dan sesudah longsor sehingga didapat luasan area yang terdapat wetting front. Kemudian dengan dilakukan analisis balik menggunakan analisis numerik, diperoleh kisaran nilai laju infiltrasi untuk setiap curah hujan tersebut.

Analisis numerik yang digunakan adalah berdasarkan dari hukum Darcy (Todd, 2005) yaitu pada persamaan (8)

dl

dh

K

v

(8)

V adalah darcy flux, K adalah konduktivitas hidrolik, h adalah hydraulic head, dan l adalah jarak. Jika kondisi Steady State menempatkan debit masuk sama dengan debit keluar (9), maka transient state menerangkan bahwa debit masuk sama dengan debit keluar ditambah dengan perubahan spesific storage seiring dengan waktu, dengan Ss adalah spesific storage yang dipengaruhi oleh Porositas dan Water Content (10).

0

)

(

)

(

)

(

z

h

K

z

y

h

K

y

x

h

K

x

x y z (9)

t

h

S

z

h

K

z

y

h

K

y

x

h

K

x

x y z s

)

(

)

(

)

(

(10)

Berdasarkan kondisi pengukuran curah hujan di lapangan curah hujan pada Bulan Maret hingga April terlihat bahwa lereng relatif pada kondisi kering pada Tanggal 16-28 Maret. Kemudian relatif ada pada kondisi wetting front maksimal pada 28 Maret hingga 10 April (13 Hari) dengan curah hujan tertinggi 46 mm/hari pada tanggal 7 April. Rata-rata curah hujan pada kondisi wetting front maksimal dari tanggal 28 Maret hingga 10 April adalah 14mm/hari. Pada kondisi maksimal tersebut akan dilakukan analisis balik transient analysis selama 13 hari untuk mengetahui laju infiltrasi (Gambar 3). Parameter hidrolik yang digunakan sebagai dasar awal dalam menlakukan analisis balik adalah sebagai berikut (Tabel 2).

(6)

48

Tabel 2. Nilai hydraulic properties

Lithologi Ks (m/s) WC n a(1/m)

Claystone Rockmass 1.20E-06 1.1 8.87 0.5

Gouge Kekar 5.50E-07 3.59 0.8 1.09

B.4. Analisis Balik

Dalam paper ini penulis menggunakan metode limit equilibrium sebagai dasar analisis balik menggunakan sensitivity analysis untuk mengetahui nilai real dari Engineering Properties, selain itu dengan menggunakan metode Trial & Erorr juga dilakukan untuk mengetahui angka laju infiltrasi serta tekanan pori yang terbentuk nantinya. Kemudian menggunakan metode numerik yaitu metode elemen hingga (Finite Element Method) (FEM) untuk menyamakan total displacement terhadap zona akumulasi longsoran (Aryal, 2008).

C. Hasil Analisis

Berdasarkan identifikasi data topografi, diperoleh bahwa kedalaman bidang gelincir adalah 5.5m hingga 1.5m. Pada bagian atas bidang gelincir terdapat juga perkiraan material longsor (displaced material) yang juga diperkirakan sebagai zona wetting front (Gambar 4). Dari identifikasi tersebut juga diperoleh lebar zona akumulasi adalah 18m dengan panjang 22m.

Gambar 4. Identifikasi lereng sebelum dan sesudah longsor

Dari identifikasi topografi tersebut dibuat model sesuai kondisi yang terjadi untuk mengetahui laju infiltrasi pada massa batuan yang longsor, Perubahan tekanan pori (pore pressure) terhadap kestabilan lereng massa batuan dan penentuan nilai Mechanical Properties yang akan digunakan untuk jenis massa batuan dan bidang diskontinuitas sebagai bidang gelincir.

Model analisis balik akan disimulasi selama nilai curah hujan maksimal sebelum longsor yaitu selama 13 hari sesuai dengan hasil analisis data curah hujan (Gambar 5), dengan meggunakan acuan batas Faktor Keamanan mendekati 0.999.

Pada hari pertama analisis, yaitu tanggal 29 Maret dengan curah hujan 6mm per hari hasil simulasi menunjukan bahwa belum terdapat perubahan signifikan pada tekanan pori dari material yang akan

(7)

49

longsor dan kekar sebagai bidang gelincir. Tekanan pori pada muka lereng untuk material yang akan longsor berkisar adalah hingga -540 kPa hingga 0 kPa yang melambangkan kondisi jenuh dan kering pada permukaan di beberapa area lereng.

Nilai Factor of Safety (FoS) dengan bidang gelincir sesuai dengan akhir juga cukup besar yaitu 1.696, dengan tekanan pori berkisar antara -540 kPa hingga -320 kPa (Gambar 5). Discharge rate yang keluar sangat kecil yaitu 2.9e-28m3/ hari.

Gambar 5. Simulasi analisis balik hari pertama tanggal 29 Maret 2020

Pada hari ke 5, yaitu tanggal 2 April dengan curah hujan 42mm per hari hasil simulasi menunjukan bahwa terdapat perubahan signifikan pada tekanan pori dari material yang akan longsor dan kekar sebagai bidang gelincir. Tekanan pori pada muka lereng untuk material yang akan longsor berkisar adalah hingga -270 kPa hingga 30 kPa yang melambangkan kondisi jenuh dan kering pada beberapa area muka lereng. Pada kondisi inilah wetting front mulai terbentuk pada bagian tengah hingga kaki lereng.

Nilai FoS dengan bidang gelincir sesuai dengan identifikasi awal juga cukup besar yaitu 1.603, dengan tekanan pori berkisar antara -620kPa hingga -30 kPa (Gambar 6), dari nilai tersebut terlihat bahwa rembesan belum menyentuh bidang kekar yang diperkirakan merupakan bidang gelincir. Discharge rate yang keluar yaitu sebesar 4.6e-7m3/hari.

(8)

50

Gambar 6. Simulasi analisis balik hari ke 5 tanggal 2 April 2020

Pada hari ke 12, yaitu tanggal 9 April dengan curah hujan 42mm per hari hasil simulasi menunjukan bahwa terdapat perubahan sangat signifikan pada tekanan pori dari material yang akan longsor dan kekar sebagai bidang gelincir. Tekanan pori pada muka lereng sudah mencapai hingga 30 kPa, sedangkan pada kekar dan bidang gelincir berkisar antara -30 hingga 30 kPa. Pada kondisi ini material longsor sudah jenuh penuh diindikasikan dengan wetting front sudah menyentuh bidang gelincir (Gambar 7).

Pada hari ke 12 nilai FoS telah mencapai 0.992, atau sudah terbentuk displacement dengan bidang gelincir sesuai dengan identifikasi awal (Gambar 7). Discharge rate yang keluar yaitu sebesar 0.8e-3m3/hari.

(9)

51

Pada hari ke 13, yaitu tanggal 10 April dengan curah hujan 4mm per hari hasil simulasi menunjukan bahwa tekanan pori sudah melebihi muka bidang gelincir atau kekar dengan besar tekanan pori adalah 60 hingga 30 kPa serta wetting front sudah melewati kekar atau bidang gelincir. Nilai FoS pada lereng telah mencapai 0.989 dan diperkirakan displacement sudah sangat besar dengan bidang gelincir sesuai dengan identifikasi awal (Gambar 8). discharge rate yang keluar yaitu sebesar 0.8e-3m3/day atau

mengalir.

Gambar 8. Simulasi analisis balik hari ke 13 tanggal 10 April 2020

Berdasarkan hasil analisis balik, diperoleh rentan nilai laju infiltrasi sebesar 45mm/hari hingga 95 mm/hari dengan maksimum tekanan pori yang terbentuk adalah 30kPa. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai laju infiltrasi lebih besar dari nilai curah hujan pada area tersebut dan secara umum sisa air yang masuk ke dalam massa batuan tersebut selain dari hujan adalah berasal dari aliran air permukaaan (run-off) atau sungai intermitten. Hasil analisis keseluruhan dapat dilihat pada tabel berikut ( Tabel 3).

Tabel 3. Summary hasil analisis balik

Hari

ke Bulan Tanggal

Tekanan pori muka lereng

(kPa)

Tekanan pori pada kekar/ bidang gelincir

(kPa) Laju infiltrasi (m/day) FoS 1 Maret 29 -540 - 0 -540 - -320 0.0451 1.696 2 30 -600 - 60 -450 - -90 0.0528 1.683 3 31 -570 - 60 -420 - 30 0.0603625 1.658 4 April 1 -450 - 60 -480 - 30 0.0603625 1.652 5 2 -270 - 60 -620 - -30 0.0707375 1.603 6 3 -300 - 60 -450 - 30 0.071675 1.467 7 4 -90 -60 -390 - 30 0.0718 1.328 8 5 -60 - 60 -150 - 30 0.0718 1.25

(10)

52 Hari ke Bulan Tanggal Tekanan pori muka lereng (kPa)

Tekanan pori pada kekar/ bidang gelincir

(kPa) Laju infiltrasi (m/day) FoS 9 6 -30 - 60 -120 - 30 0.071925 1.227 10 7 0 -60 -150 - 30 0.0833625 1.144 11 8 30 -90 - 30 0.0857375 1.025 12 9 30 -30 - 30 0.09405 0.992 13 10 30 30 0.095125 0.989

Hasil analisis balik selain untuk mengetahui nilai tekanan pori pada material dan bidang longsor, juga untuk mengetahui properti mekanik yang akan digunakan dalam analisis selanjutnya. Untuk mengetahui hal tersebut dilakukan sensitivity analysis dengan melakukan pengeplotan pada grafik terhadap parameter mohr-coulumb dari penyusun longsoran tersebut.

Gambar 9. Grafik sensitivity pada kekar dan massa batuan batulempung.

Berdasarkan hasil analisis balik sebelumnya perubahan tekanan pori akibat infiltrasi berpengaruh cukup banyak pada penurunan Faktor Keamanan. Pada grafik sensitivitas diatas (Gambar 9) terlihat bahwa nilai properti mekanik yang cenderung mengalami penurunan dan berpengaruh terhadap longsoran adalah bidang kekar sebagai bidang gelincirnya sedangkan massa batuan batulempung yang memiliki kelas massa batuan menengah cenderung tidak mengalami penurunan dan cenderung bersifat sebagai media resapan bagi air menuju ke bidang kekar sebagai bidang gelincir pada bagian bawahnya. Dikarenakan bidang kekar pada lereng tersebut cukup persisten dan memotong hingga muka lereng maka aliran air dari rembesan relatif lebih besar karena infiltration rate yang besar serta dapat berlanjut (Salve dkk, 2008) dan longsoran dapat terbentuk.

Kemungkinan besar bidang kekar yang terbentuk dan mengkontrol longsoran tersebut memiliki isian (infilling/gouge) yang cenderung terdisintegrasi atau mengalami pelapukan akibat adanya peningkatan tekanan pori. Ciri tersebut mendekati terhadap jenis isian lunak atau soft infilling).

0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 0 50 100 Fact or of Safety -janbu si m pl ifi e d

Percent of Range (mean = 50%)

Grafik Sensitivity Gouge Kekar

Gouge : Cohesion (kN/m2) Gouge : Phi (deg)

0,9 0,92 0,94 0,96 0,98 1 0 50 100 Fact or of Safety -janbu si m pl ifi e d

Percent of Range (mean = 50%)

Grafik Sensitivity Claystone

Rockmass

Claystone Rockmass : Cohesion (kN/m2) Claystone Rockmass : Phi (deg)

(11)

53

Untuk mengetahui total displacement yang terbentuk, perlu menggunakan analisis numerik untuk penelitian ini digunakan metode elemen hingga dengan menggunakan nilai mechanical properties hasil sensitivity analysis sebelumnya. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan lebar zona akumulasi adalah

18m, nilai tersebut terbukti sesuai berdasarkan hasil analisis numerik (Gambar 10)

Gambar 10. Hasil analisis numerik dengan total displacement hingga 18m D. Kesimpulan

Berdasarkan dari paper ini, hujan dapat menjadi penyebab longsoran pada massa batuan jika pada lerengnya terdapat bidang diskontinuitas yang cenderung persisten dan orientasinya bersifat tidak menguntungkan. Pada longsoran ini massa batuan cenderung tidak mengalami perubahan akibat pengaruh tekanan pori dari hasil infiltrasi air permukaan atau sungai intermitten, namun perubahan terjadi pada bidang kekar yang menkontrol longsoran tersebut. Massa batuan hanya mengalami kejenuhan muka ketika curah hujan maksimal namun dapat mengalirkan pada bidang kekar yang nantinya menjadi bidang gelincir.

Di masa depan nanti perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai laju infiltrasi pada massa batuan. Selain itu, uji yang perlu dilakukan adalah uji swelling dan slake durability dan uji kuat geser skala besar pada massa batuan agar dapat diperoleh nilai pasti terkait penurunan kuat geser akibat wetting front oleh infiltration rate sehingga menyebabkan terjadinya kegagalan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Manajemen PT Arutmin Indonesia Site Senakin serta jajarannya dalam proses pembuatan Paper ini.

(12)

54 DAFTAR PUSTAKA

Arutmin Indoneia, PT. (2020): Failure Investigation Report of Mine Drainage Blencong, Tidak dipublikasikan.

Aryal, K.P. (2008): Differences between LE dan FE Methods used in Slope Stability Evaluations, Journal of 12th International Conference of International Association for Computer Methods and Advances in Geomechanics (IACMAG), Goa, India.

Bieniawski, Z.T. (1989): Engineering Rock Mass Classifications: a Complete Manual for Engineers, Geologists, in Mining, Civil, and Petroleum Engineering, John Willey and Sons, Kanada. Cruden, D.M., & Varnes D.J., (1996): Landslide Type & Processes, Special Report – National Research

Council, Transportation Research Board 247: 36-75, Research Gate. Hoek, E. (2006): Rock Engineering Course Notes, Rocscience, Vancouver, Kanada.

Khusaeri A. R., Kasim T., Yunasril. (2018): Kajian Teknis Sistem Penyaliran Tambang pada Tambang Terbuka Batubara PT. Nusa Alam Lestari Kenagarian Sinamar, Kecamatan Asam Jujuhan, Kabupaten Dharmasraya, Jurnal Bina Tambang Volume 3 Nomor 3 ISSN 2302-333, Indonesia Romana, M.R., (1984): A Geomechanical Classification for Slopes: Slope Mass Rating, Pergamon

Press, Oxford – New York, Seoul, Tokyo.

Salve, R., Ghezzehei, T.A., & Jones R. (2008): Infiltration into Bedrock, Water Resource Research Volume 44 Issue 1, Wiley & Jones Online Library.

Todd, D. K., & Mays, W.L. (2005): Groundwater Hydrology, John Wiley and Sons, Inc., United States of America.

Wyllie, D. C. & Mah, W.C. (2004): Rock Slope Engineering, (Civil and Mining) 4th ED, Spoon Press Taylor & Francis Group, London & Newyork.

Gambar

Gambar 2. Reka longsoran pada area drainase tambang (Arutmin Indonesia, 2020)
Tabel 1. Engineering Properties pada massa batuan yang longsor.
Gambar 3. Curah hujan pada area longsor
Gambar 4. Identifikasi lereng sebelum dan sesudah longsor
+6

Referensi

Dokumen terkait

Standar Nasional Pendidikan adalah jenis terendah yakni aturan skema pendidikan di Indonesia yang bertumpu pada standar-standar: materi, kajian, penilaian,

PENGARUH PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN STRUKTUR MODAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING Studi Pada Perusahaan

Kalimat dalam wacana di atas kini tak tertarik mengejar popularitas ini menunjukkan bahwa perempuan setelah berkeluarga terutama yang mempunyai anak biasanya

Pertimbangan para redaktur dan pimpinan adalah bahwa perempuan memiliki keterbatasan dalam hal fisik artinya secara kodrati tidak mampu melaksanakan tugas dengan

Anak angkat harus dilindungi harkat dan martabatnya. Salah satunya melalui syarat-syarat calon orangtua angkat yang harus dipenuhi sebelum melakukan pengangkatan

رشانلل ةيبرعلا ةغللا باتكل روصلما سوماقلا ليلد ميمصت "ةليقع" ءارجإ دعب متي جنوبنت ناديم نيدلا ةيملاسلاا ةيئادتبلاا ةسردمب عبارلا لصفل ضو (

Kesimpulan hasil penelitian ini adalah bahwa circuit training (latihan zigzag, suad jump, lompat rintangan, push up, sit up, sprint dan black up ) sangat

1 Agus (2016) Pengaruh Gaya Kepemimpinan partisipatif dan motivasi terhadap semangat kerja karyawan pada PT.Bank Rakyat Indonesia cabang medan Memiliki variabel