• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARADOKS: JURNAL ILMU EKONOMI Volume 4. No. 1 (2021); Januari Analisis Ketimpangan Wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PARADOKS: JURNAL ILMU EKONOMI Volume 4. No. 1 (2021); Januari Analisis Ketimpangan Wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 4. No. 1 (2021); Januari

Analisis Ketimpangan Wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan

Tahun 2014-2018

Author

Kadriwansyah1, Baharuddin Semmaila2, Junaiddin Zakaria3* Email kadriwansyah1414@gmail.com baharuddin.semmaila@umi.ac.id junaiddin.zakaria@umi.ac.id Afiliasi

1Magister Ilmu Ekonomi, Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia 2, 3*Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Muslim Indonesia

Abstract:

Penelitian ini dilakukan dengan bertujuan untuk : (1) mengetahui laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014-2018; (2) mengetahui sektor unggulan/sektor basis kabupaten/kota dan lapangan usaha Provinsi Sulawesi Selatan; (3) mengetahui produktivitas kerja perekonomian kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014-2018; (4) mengetahui klasifikasi kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Selatan; (5) mengetahui ketimpangan wilayah Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014-2018; (6) mengetahui hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan wilayah. Penelitian ini menggunakan data sekunder melalui data BPS Provinsi Sulawesi Selatan yaitu Provinsi Sulawesi Selatan Dalam Angka 2019. Penelitian dilakukan pada bulan Februari-Maret 2020. Data diolah menggunakan analisis laju pertumbuhan ekonomi, analisis location quotient, analisis shift share, analisis tipologi sektoral dan tipologi klassen, analisis Indeks Williamson dan Indeks Entrophy theil, serta analisis Korelasi Pearson. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa : (1) Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014-2018 mengalami pertumbuhan secara fluktuatif dan Kota Makassar merupakan kabupaten/kota dengan kontribusi tertinggi pembentukan PDRB Provinsi Sulawesi Selatan; (2) Nilai LQ tertinggi berada pada sektor transportasi dan pergudangan yang berada di Kabupaten Maros; (3) Nilai National Share (NJ) tertinggi berada pada sektor transportasi dan pergudangan di Kota Makassar; (4) Kota Makassar dan Kabupaten Maros merupakan Daerah Maju dan Tumbuh cepat berdasarkan Tipologi Klassen; (5) Tingkat ketimpangan wilayah Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014-2018 relatif tinggi (tidak merata) yaitu I(W) : 1,174 dan I(y) : 0,7530; (6) Korelasi pearson pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan wilayah memiliki hubungan kuat dan bernilai negatif yaitu yaitu r : - 0,7805. Hal ini berarti spesialisasi pada sektor unggulan penting dilakukan, guna mendorong pertumbuhan ekonomi di tiap-tiap Kabupaten/kota dan memperkecil tingkat ketimpangan wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan.

Kata kunci: Ketimpangan Wilayah, Pertumbuhan Ekonomi, Sektor Basis, Produktifitas

Pendahuluan

Menurut Todaro (2000) pembangunan harus memenuhi tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis dalam memahami pembangunan yang paling hakiki yaitu kecukupan (sustainance) memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri dan jati diri (self-estreem), serta kebebasan (freedom) untuk memilih.

Menurut Junaidin (2018:3) pembangunandapat di konseptualisasikan sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan dari suatu masyarakat atau sistem sosial secara

(2)

keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusia. Pembangunan suatu negara atau daerah dapat dilihat keberhasilannya melalui laju pertumbuhan ekonominya.

Masalah ketimpangan wilayah adalah masalah historis yang dihadapi oleh setiap negara mulai dari ras kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, kepulauan bahkan global. Dikatakan bahwa di Indonesia pembangunan bagian timur lebih tertinggal dibandingkan dengan bagian barat. Ketimpangan tersebut tidak terlepas dari adanya keragaman potensi sumberdaya alam, letak geografis, kualitas sumberdaya manusia, ikatan etnis ataupun politik. Keberagaman ini dapat menjadi sebuah keunggulan dalam satu sisi, namun disisi lain dapat berpotensi sebagai sumber instabilitas sosial dan politik nasional. Untuk itu, penyelenggaraan pembangunan secara terencana dan berorientasi terhadap pengurangan ketimpangan antar wilayah menjadi sangat penting untuk dilakukan. Pemahaman secara komprehensif terhadap persoalan ketimpangan tersebut perlu menjadi acuan dalam perumusan perencanaan pembangunan, sehingga dapat mendukung upaya pemerataan pembangunan di Indonesia.

Provinsi Sulawesi Selatan adalah sebuah provinsi di Indonesia dengan Ibukota Makassar memiliki posisi yang sangat strategis, karena terletak ditengah-tengah kepulauan Indonesia.

Permasalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah laju pertumbuhanan ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014-2018; bagaimanakah sektor unggulan kabupaten/kota dan lapangan usaha Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014-2018; bagaimanakah analisis shift share Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014-2018; bagaimanakah analisa tipologi sektoral dan tipologi klassen Provinsi Sulawesi Selatan; bagaimanakah analisa ketimpangan wilayah Provinsi Sulawesi Selatan; dan bagaimanakah hubungan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan wilayah di Sulawesi Selatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, Struktur ekonomi dan Ketimpangan Wilayah yang terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2014-2018. Penelitian ini diharapkan mampu untuk menjadi bahan pertimbangan untuk Pemerintah Daerah serta sebagai pengembangan ilmu pengetahuan.

Metode Penelitian

Pendekatan penelitian cara berpikir yang diadopsi peneliti tentang bagaimana desain riset dibuat dan bagaimana penelitian akan dilakukan. Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan campuran yaitu penelitian deskriptif kuantitatif. Lokasi peneltian di Provinsi Sulawesi Selatan dengan tempat Penelitian Kantor Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan.Penelitian ini dilaksanakan sejak tanggal dikeluarkannya izin penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Maret 2020. Berikut ini metode analisis data yang digunakan pada Analisis Ketimpangan Wilayah dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2014-2018: 1) Analisis Laju Pertumbuhan Ekonomi dari satu periode ke periode laindengan menggunakan persentase. Laju pertumbuhan ekonomi adalahh laju perubahan atau pertumbuhan produk domestik bruto suatu negara dari satu tahun ke tahun lainnya. Formasi yang di gunakan untuk menentukan pertumbuhan ekonomi adalah, a) Analisis Location quotient (LQ) merupakan suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat spesialisasi sektor-sektor ekonomi disuatu wilayah yang memanfaatkan sektor basis atau sektor unggulan. 2) Analisis Shift Share umumnya di pakai untuk menganalisis peranan suatu sektor ataupun pergeseran suatu sektor di daerah terhadap sektor yang sama dalam perekonomian nasional/ wilayah. Data yang sering digunakan adalah data yang terkait kegiatan ekonomi atau ketenagakerjaan (Putra, 2011), 3) Analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui klasifikasi dan pola dari masing-masing daerah berdasarkan tingkat pendapatan dan tingkat pertumbuhan suata daerah. Pada dasarnya analisis tipologi daerah ini dalam membagi daerah mengacu pada dua indikator utama yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan tingkat pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah, 4) Untuk

mengetahui

tingkat ketimpangan antar wilayah menggunakan indeks ketimpangan

(3)

regional (regional inquality) yang dinamakan indeks ketimpangan williamson. Model Indeks Williamson menurut Kuncoro (2014), 5) Indeks Entrophy Theil dari suatu distribusi pada dasarnya merupakan aplikasi konsep teori informasi dalam mengukur ketimpangan ekonomi dan konsentrasi industri. Data yang diperlukan dalam analisis Indeks Entrophy Theil adalah Produk Domestik regional bruto (PDRB) perkapita dan jumlah penduduk untuk setiap wilayah dan 6) Korelasi Pearson (r) Korelasi adalah suatu metode yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat atau derajat hubungan (asosiasi) antar variabel. Suatu parameter untuk mengukuur tingkat atau derajat hubungan dikenal sebagai koefisien korelasi (r).

Hasil dan Pembahasan

Berikut ini adalah hasi penelitian laju pertumbuhan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014-2018, sebagai berikut :

Tabel 1. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Sulawesi Selatan Atas Harga Konstan tahun 2010 Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2014-2018

Kabupaten/Kota Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) Kontribusi (%) Regency/city 2015 2016 2017 2018 𝑿" 1 Kep. Selayar 8,83 7,35 7,61 8,77 8,14 1,08 2 Bulukumba 5,62 6,77 6,89 5,05 6,08 2,67 3 Bantaeng 6,64 7,39 7,31 8,08 7,36 1,62 4 Jeneponto 6,54 8,32 8,25 6,3 7,35 2,04 5 Takalar 8,42 9,61 7,37 6,65 8,01 1,98 6 Gowa 6,79 7,57 7,21 7,11 7,17 4,13 7 Sinjai 7,55 7,09 7,23 7,49 7,34 2,15 8 Maros 8,44 9,5 6,81 6,19 7,74 4,36 9 Pangkep 7,63 8,31 6,6 4,76 6,83 5,29 10 Barru 6,32 6,01 6,48 7,08 6,47 1,45 11 Bone 8,3 9,01 8,41 8,9 8,66 6,48 12 Soppeng 5,11 8,11 8,29 8,15 7,41 2,07 13 Wajo 7,06 4,96 5,21 1,07 4,58 4,24 14 Sidrap 8,03 8,77 7,09 5,02 7,23 2,63 15 Pinrang 8,24 7,44 7,84 6,91 7,61 3,84 16 Enrekang 6,91 7,63 6,84 3,12 6,12 1,43 17 Luwu 7,26 7,88 6,79 6,85 7,19 2,95 18 Tana Toraja 6,85 7,29 7,47 7,93 7,39 1,36 19 Luwu utara 6,67 7,49 7,6 8,42 7,55 2,44 20 Luwu Timur 6,42 1,58 3,07 3,44 3,63 5,48 21 Toraja Utara 7,76 8,01 8,22 8,11 8,03 1,52 22 Makassar 7,55 8,03 8,2 8,42 8,05 35,62 23 Pare-pare 6,3 6,87 6,97 5,58 6,43 1,52 24 Palopo 6,47 6,95 7,17 7,52 7,03 1,64 Sulawesi Selatan 7,35 7,50 7,34 6,98 7,29 100,00

Sumber: BPS Sulawesi Selatan (diolah)

Penelitian ini menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014-2018 mengalami pertumbuhan secara fluktuatif. Kondisi ini disebabkan dari seberapa besar kontribusi kabupaten/kota terhadap pembentukan PDRB Provinsi

(4)

Sulawesi Selatan. Kota Makassar merupakan kabupaten/kota dengan kontribusi tertinggi, sehingga PDRB Provinsi Sulawesi Selatan sangat bergantung pada pertumbuhan ekonomi Kota Makassar dan relatif terjadi ketimpangan wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan, ketimpangan disini kita dapat lihat berdasarkan kontribusi tiap-tiap kabupaten/kota yaitu antara Kota Makassar dengan kabupaten/kota lain memiliki nilai kontribusi yang relatif cukup perbedaannya.

Berikut ini adalah tabel 2 analisis laju pertumbuhan PDRB Sulawesi Selatan menurut lapangan usaha tahun 2014-2018:

Tabel 2. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Sulawesi Selatan atas dasar harga Konstan menurut Lapangan Usaha tahun 2014-2018

Lapangan usaha Laju Pertumbuhan (%) Kontribusi (%) Industry 2015 2016 2017 2018 𝑿"

1 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 5,87 7,86 5,56 5,32 6,15 21,4

2 Pertambangan dan Penggalian 7,42 1,22 3,8 1,05 3,37 5,9

3 Industri Pengolahan 6,77 8,23 5,03 0,94 5,24 13,9

4 Pengadaan listrik, Gas dan Air -1,38 11,52 6,1 7,26 5,87 0,1

5 Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang 0,34 5,44 7,89 6,51 5,05 0,1

6 Kontruksi 8,32 7,02 8,74 8,6 8,17 12

7

Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda

Motor 7,89 9,57 10,42 11,57 9,86 14,4

8 Transportasi dan Pergudangan 6,82 7,75 8,37 10,32 8,32 3,7

9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,81 8,47 11,94 1,71 6,98 1,4

10 Informasi dan Komunikasi 7,92 8,13 10,52 11,99 9,64 6,4

11 Jasa Keuangan dan Asuransi 7,41 13,63 4,39 4,67 7,52 3,5

12 Real Estate 7,39 6,37 4,48 4,63 5,72 3,6

13 Jasa Perusahaan 5,88 7,87 8,44 10,02 8,05 0,4

14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial

Wajib 7,88 -0,22 5,2 9,96 5,71 4,3

15 Jasa Pendidikan 7,25 6,86 9,72 9,77 8,4 5,4

16 Jasa Kesehatan dan kegiatan Sosial 9,3 8,45 8,8 10,17 9,18 2

17 Jasa Lainnya 8,99 9,81 9,58 13,13 10,38 1,3

Produk Domestrik Regional Bruto 7,19 7,42 7,21 7,07 7,22 100

Sumber: BPS Sulawesi Selatan (diolah)

Berdasarkan lapangan usaha, laju pertumbuhan PDRB Provinsi Sulawesi selatan menunjukkan bahwa kontribusi sektor pertanian, kehutanan dan perikanan merupakan sektor dengan kontribusi tertinggi pada pembentukan PDRB Sulawesi Selatan. Tingginya kontribusi sektor ini tidak terlepas dari potensi dan kondisi sumber daya alam di Provinsi Sulawesi selatan yang relatif berada di kabupaten, seperti Kepulauan Selayar dengan potensi kelautan dan perikanannya yang sangat besar diantaranya potensi kegiatan ikan dan terumbu karang di Taka Bonerate. Kabupaten Bone yang memiliki potensi besar pada sektor pertanian khususnya tanaman pangan. Tanaman pangan terdiri dari padi dan palawija (jagung, kacang, kacang tanah, kedelai, ubi jalar dan ubi kayu). Selain itu, Provinsi Sulawesi Selatan memiliki potensi hutan yang masih cukup tinggi yang berada di beberapa kabupaten di Provisi Sulawesi Selatan

(5)

misalnya di Tana toraja, Gowa. Hal ini senada dengan teori Adam Smith bahwa pertumbuhan ekonomi relatif ditentukan oleh besarnya sumber daya alam (keunggulan yang dimiliki oleh daerah).

Berikut ini adalah tabel 3 analisis LQ Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014-2018:

Penelitian ini menunjukkan bahwa sektor basis/sektor unggulan untuk kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan adalah, sebagai berikut: 1) Kepulauan Selayar menunjukkan bahwa nilai LQ tertinggi pada lapangan usaha berada pada sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (S1) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut, 2) Kabupaten Bulukumba menunjukkan bahwa nilai LQ tertinggi pada lapangan usaha berada pada sektor pengadaan listrik, gas dan air (S4) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut, 3) Kabupaten Bantaeng menunjukkan bahwa nilai LQ tertinggi pada lapangan usaha berada pada sektor kontruksi (S6) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut, 4) Kabupaten Jeneponto menunjukkan bahwa nilai LQ tertinggi pada lapangan usaha berada pada sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (S1) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut, 5) Kabupaten Takalar menunjukkan bahwa nilai LQ tertinggi pada lapangan usaha berada pada sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (S1) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut, 6) Kabupaten Gowa menunjukkan bahwa nilai LQ pada lapangan usaha berada pada sektor pengadaan listrik, gas dan air (S4) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut, 7) Kabupaten Sinjai menunjukkan bahwa nilai LQ pada lapangan usaha berada pada sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (S1) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut, 8) Kabupaten Maros menunjukkan bahwa nilai LQ pada lapangan usaha berada pada sektor transportasi dan pergudangan (S8) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut, 9) Kabupaten Pangkep menunjukkan bahwa nilai LQ pada lapangan usaha berada pada sektor industri pengolahan (S3) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut, 10) Kabupaten Barru menunjukkan bahwa nilai LQ pada lapangan usaha berada pada sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib (S14) dan dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut, 11) Kabupaten Bone menunjukkan bahwa nilai LQ pada lapangan usaha berada pada sektor transportasi dan pergudangan (S8) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut, 12) Kabupaten Soppeng menunjukkan bahwa nilai LQ pada lapangan usaha berada pada sektor jasa keuangan dan asuransi (S11) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut.

(6)

Selanjutnya, 13) Kabupaten Wajo menunjukkan bahwa nilai LQ pada lapangan usaha berada pada sektor jasa keuangan dan asuransi (S11) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut, 14) Kabupaten Sidrap menunjukkan bahwa nilai LQ pada lapangan usaha berada pada sektor jasa keuangan dan asuransi (S11) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut, 15) Kabupaten Pinrang menunjukkan bahwa nilai LQ pada lapangan usaha berada pada sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (S1) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut, 16) Kabupaten Enrekang menunjukkan bahwa nilai LQ pada lapangan usaha berada pada sektor industri pengolahan (S3) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut, 17) Kabupaten Luwu menunjukkan bahwa nilai LQ pada lapangan usaha berada pada sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (S1) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut, 18) Kabupaten Tana Toraja menunjukkan bahwa nilai LQ pada lapangan usaha berada pada jasa perusahaan (S13) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut, 19) Luwu Utara menunjukkan bahwa nilai LQ pada lapangan usaha berada pada sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (S1) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut, 20) Luwu Timur menunjukkan bahwa nilai LQ pada lapangan usaha berada pada sektor pertambangan dan penggalian (S2) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut, 21) Kabupaten Toraja Utara menunjukkan bahwa nilai LQ pada lapangan usaha berada pada sektor jasa keuangan dan asuransi (S11) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut, 22) Kota Makassar menunjukkan bahwa nilai LQ pada lapangan usaha berada pada sektor jasa keuangan dan asuransi (S11) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut, 23) Kota Pare-Pare menunjukkan bahwa nilai LQ pada lapangan usaha berada pada sektor jasa keuangan dan asuransi (S11)dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut dan 24) Kota Palopo menunjukkan bahwa nilai LQ pada lapangan usaha berada pada sektor jasa keuangan dan asuransi (S11) dan relatif mampu berspesialisasi pada sektor tersebut.

Berikut ini adalah tabel 4 hasil analisis Shift Share Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014-2018:

(7)

Penelitian ini menunjukkan bahwa Komponen National Share (NJ) terhadap PDRB Sulawesi Selatan Tahun 2014-2018 terjadi ketimpangan terhadap share Provinsi, relatif share tertinggi berda pada Kota Makassar, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Bone, dan Kabupaten Barru. Komponen National (Nj) Berdasarkan Sektor lapangan usaha yaitu, sebagai berikut: 1) Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan menunjukkan Kabupaten Bone sebagai share terbanyak yaitu 15,7 %, 2) Sektor Pertambangan dan Penggalian menunjukkan Kabupaten Luwu sebagai share terbanyak yaitu 59,4 %, 3) SektorIndustri Pengolahan menunjukkan Kota Makassar sebagai share terbanyak yaitu 50,4 % 4) Sektor Pengadaan listrik, Gas dan Air menunjukkan Kota Makassar sebagai share terbanyak yaitu 17,4 %, 5) Sektor Pengelolaan Sampah, Limbah dan daur ulang menunjukkan bahwa Kabupaten Barru sebagai share terbanyak yaitu 72,5%, 6) Sektor Kontruksi menunjukkan Kota Makassar sebagai share terbanyak yaitu 49,8 %, 7) Sektor Perdagangan Besar dan Eceran,Reparasi Mobil dan Sepeda Motor menunjukkan Kota Makassar sebagai share terbanyak yaitu 41,9 %. 8) Sektor Transportasi dan Pergudangan menunjukkan Kota Makassar sebagai share terbanyak yaitu 95,3 %.

Selanjutnya, 9) Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan menunjukkan Kota Makassar sebagai share terbanyak yaitu 55,5 %, 10) Sektor Informasi dan Komunikasi menunjukkan bahwa Kota Makassar sebagai share terbanyak yaitu 65,2 %, 11) Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi menunjukkan bahwa Kota Makassar sebagai share terbanyak yaitu 53,6 %, 12) Sektor Real Estate menunjukkan Kota Makassar sebagai share terbanyak yaitu 29,4%, 13) Sektor Jasa Perusahaan menunjukkan bahwa Kota Makassar sebagai share terbanyak yaitu 71,6%, 14) Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib menunjukkan Kota Makassar sebagai share terbanyak yaitu 25,8%, 15) Sektor Jasa Pendidikan menunjukkan Kota Makassar sebagai share terbanyak yaitu 61,7%, 16) Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial menunjukkan Kota Makassar sebagai share terbanyak yaitu 48,5% dan 17) Sektor Jasa Lainnya menunjukkan Kota Makassar sebagai share terbanyak yaitu 67,2%.

(8)

Analisis Tipologi Sektoral Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014-2018 menunjukkan sebagai berikut: 1) Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan menunjukkan bahwa untuk potensi istimewa (tipe I) terdapat 3 (tiga) kabupaten yaitu Kepulauan Selayar, Enrekang dan Luwu, 2) Sektor pertambangan dan penggalian menunjukkan bahwa terdapat 3 kabupaten/kota yang memiliki potensi istimewa (tipe I) yaitu Kabaupaten Maros, Pangkep dan Bone, 3) Sektor industri pengolahan menunjukkan bahwa hanya Kabupaten Sidrap yang memiliki potensi istimewa (tipe I) pada sektor industri pengolahan, 4) Sektor Pengadaan listrik, gas dan air menunjukkan bahwa terdapat 8 (delapan) kabupaten/kota yang memiliki potensi istimewa (tipe I) yaitu Kabupaten Kepulauan Selayar, Jeneponto, Gowa, Barru, Soppeng, Wajo, Luwu dan Tana Toraja, 5) Sektor pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang menunjukkan bahwa terdapat 4 (empat) kabupaten/kota yang memiliki potensi istimewa (tipe I) yaitu kabupaten Gowa, Toraja Utara, Pare-pare, dan Kota Palopo, 6) Sektor kontruksi menunjukkan bahwa terdapat 4 (empat) kabuapten/kota yang memiliki potensi istimewa (tipe I) yaitu kabupaten Kepulauan Selayar, Bantaeng, Sidrap dan Toraja Utara, 7) Sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan motor menunjukkan bahwa terdapat 4 (empat) kabupaten/kota yang memiliki potensi istimewa (tipe I) yaitu Kabupaten Bulukumba, Bantaeng, Wajo, Tana Toraja, Toraja Utara, 8) Sektor transportasi dan pergudangan menunjukkan bahwa terdapat 3 (tiga) kabupaten/kota yang memiliki potensi (tipe I) yaitu Kabupaten Bone, Toraja Utara dan Kota Palopo, 9) Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum menunjukkan tidak adanya kabupaten/kota yang berada pada potensi istimewa (tipe I) atau tipe II, terdapat 5 kabupaten/kota berada pada tipe III yaitu Kabupaten Gowa, Bone, Toraja Utara, Kota Makassar dan Pare-Pare serta cenderung lebih banyak berada pada tipe VII.

Selanjutnya, 10) Sektor informasi dan komunikasi menunjukkan tidak adanya kabupaten/kota yang berada pada tipe I dan II, relatif hanya kabupaten Gowa dan Kota Makassar yang berada pada tipe III (baik), dan relatif lebih banyak pada tipe V dan tipe VII, 11) Sektor jasa keuangan dan asuransi menunjukkan bahwa relatif kabupaten/kota berada pada potensi istimewa (tipe) yaitu sebanyak 21 kabupaten/kota, dan hanya menempatkan 3 kabupaten/kota Kepulauan Selayar, Pangkep dan Luwu Timur, 12) Sektor real estate menunjukkan bahwa terdapat 6 (enam) kabupaten/kota yang memiliki potensi istimewa (tipe I) yaitu Kabupaten Takalar, Gowa, Soppeng, Sidrap, Toraja Utara, dan Kota Pare-Pare, 13) Sektor jasa perusahaan menunjukkan tidak adanya kabupaten/kota berada pada tipe I, II, III, IV, relatif kabupaten/kota hanya berada pada tipe V dan tipe V, 14) Sektor administarsi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib menunjukkan bahwa terdapat 4 (empat) kabupaten/kota yang memiliki potensi istimewa (tipe I) yaitu Kabupaten Bantaeng, Jeneponto, Takalar dan Luwu, 15) Sektor jasa pendidikan menunjukan bahwa terdapat hanya kabupaten Luwu utara yang memiliki potensi istimewa (tipe I), 16) Sektor kesehatan dan kegiatan sosial menunjukkan bahwa terdapat 4 (empat) kabupaten/kota yang memiliki potensi istimewa (tipe I) yaitu Kabupaten Bantaeng, Luwu, Toraja Utara dan Kota Pare-Pare dan 17) Sektor jasa lainnya menunjukkan bahwa terdapat 3 (tiga) kabupaten/kota yang memiliki potensi istimewa (tipe I) yaitu kabupaten Tana Toraja, Toraja Utara dan Kota Makassar.

Berikut ini adalah tabel Hasil Klasifikasi Tipologi Klassen Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014-2018:

(9)

Tabel 6. Klasifikasi Tipologi Klassen Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2014-2018

Kuadran I Kuadran II

Makassar dan Maros Pangkep dan Luwu Timur

Kuadran III Kuadran IV

Kepulauan Selayar, Bulukumba, Bantaeng, Takalar, Gowa, Sinjai, Bone, Soppeng, Pinrang, Luwu, Tana

Toraja, Luwu Utara, Toraja Utara, Pare-Pare

Jeneponto, Barru, Wajo, Enrekang, Palopo

Sumber: BPS Sulawesi Selatan (diolah)

Keterangan :

I = Daerah Maju dan Tumbuh Cepat III = Daerah yang berkembang

II = Daerah Maju tapi Tertekan IV = Daerah Relatif Tertinggal

Penelitian Klasifikasi Tipologi Klassen Pendekatan Daerah berdasarkan PDRB tahun 2014-2018 adalah sebagai berikut: 1) Kuadran I (Daerah Maju dan tumbuh cepat) di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu Kota Makassar dan Kabupaten Maros, 2) Kuadran II (Daerah Maju tapi tertekan) di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu Kabupaten Pangkep dan Luwu Timur, 3) Kuadran III (Daerah yang berkembang) di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu Kepulauan Selayar, Bulukumba, Bantaeng, Takalar, Gowa, Sinjai, Bone, Soppeng, Pinrang, Luwu, Tana Toraja, Luwu Utara, Toraja Utara dan Pare-Pare dan 4) Kuadran IV (Daerah Relatif Tertinggal) di provinsi Sulawesi Selatan yaitu Jeneponto, Barru, Wajo, Enrekang, Palopo

Selanjutnya dilakukan Analisis Ketimpangan Wilayah, Berikut ini Tabel Hasil Analisis Indeks Williamson dan Indeks Entrophy Theil Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014-2018. Tabel 7. Indeks Williamson dan Entrophy Theil Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2014-2018

Provinsi Tahun Indeks Williamson Indeks Theil

Sul aw es i Sel at an 2014 0,629 0,7520 2015 1,297 0,7538 2016 1,296 0,7513 2017 1,300 0,7539 2018 1,348 0,7538 Rata-rata 1,174 0,7530

Sumber: Data BPS Sulawesi Selatan (diolah)

Indeks Williamson dan Entrophy Theil menunjukkan angka ketimpangan PDRB perkapita antar kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan selama periode 2014-2018 yaitu indeks williamson sebesar 1,174 dan indeks entrophy theil 0,7530. Angka ini menandakan bahwa di Provinsi Sulawesi Selatan distribusi pendapatannya relatif tidak merata, dengan kata lain tingkat ketimpangan pendapatannya relatif tinggi. Untuk mengurangi ketimpangan yang terjadi beberapa hal yang dapat dilakukan. Pertama, kebijakan pembangunan yang memprioritaskan pada daerah yang relatif tertinggal tanpa mengabaikan daerah yang sudah maju dan tumbuh pesat, bagi kabupaten/kota yang masuk daerah sudah maju adalah memberikan bantuan bagi daerah yang tertinggal berupa pembiayaan program pemberdayaan masyarakat yang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia (menciptakan human capital) karena peningkatan kualitas sumber daya manusia ini akan berdampak positif bagi pertumbuhan melalui peningkatan penyerapan ide dan inovasi teknologi serta kewirausahaan,

(10)

terlabih lagi banyak kabupaten/kota yang sudah maju dan berkembang cepat mengandalkan sektor industri yang membutuhkan sumber daya manusia berkualitas.

Selanjutnya dilakukan Analisis Korelasi pearson Berikut tabel 8 Analisis Korelasi person pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan Sulawesi Selatan tahun 2014-2018:

Tabel 8. Analisis Korelasi Pearson Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2014-2018

Tahun Pertumbuhan Ekonomi (X) Ketimpangan Pendapatan (Y) XY 2014 7,54 0,629 56,8516 0,3956 4,7427 2015 7,19 1,297 51,6961 1,6822 9,3254 2016 7,42 1,296 55,0564 1,6796 9,6163 2017 7,21 1,3 51,9841 1,6900 9,3730 2018 7,07 1,348 49,9849 1,8171 9,5304

Jumlah ∑X = 36,43 ∑Y= 5,87 ∑X² = 265,5731 ∑Y² = 7,2646 ∑XY = 42,5878

Sumber : BPS Sulawesi Selatan (diolah)

𝒓 = 𝒏 𝚺𝑿𝒀 − (𝚺𝑿)(𝚺𝒀) +[𝒏𝚺𝑿² − (𝚺𝑿)²][𝒏𝚺𝒀𝟐− (𝚺𝒀)𝟐] 𝒓 = 𝟓(𝟒𝟐, 𝟓𝟖𝟕𝟖) − (𝟑𝟔, 𝟒𝟑)(𝟓, 𝟖𝟕) +[𝟓(𝟐𝟔𝟓, 𝟓𝟕𝟑𝟏) − (𝟑𝟔, 𝟒𝟑)²][𝟓(𝟕, 𝟐𝟔𝟒𝟔) − (𝟓, 𝟖𝟕)²] 𝒓 = 𝟐𝟏𝟐, 𝟗𝟑𝟗 − 𝟐𝟏𝟑, 𝟖𝟒𝟒𝟏 +[𝟏𝟑𝟐𝟕, 𝟖𝟔𝟓𝟓 − 𝟏𝟑𝟐𝟕, 𝟏𝟒𝟒𝟗][𝟑𝟔, 𝟑𝟐𝟑 − 𝟑𝟒, 𝟒𝟓𝟔𝟗 𝒓 = −𝟎, 𝟗𝟎𝟓𝟏 +(𝟎, 𝟕𝟐𝟎𝟔)(𝟏, 𝟖𝟔𝟔𝟏) 𝒓 =−𝟎, 𝟗𝟎𝟓𝟏 √𝟏, 𝟑𝟒𝟒𝟕 𝒓 =−𝟎, 𝟗𝟎𝟓𝟏 𝟏, 𝟏𝟓𝟗𝟔 𝒓 = −𝟎, 𝟕𝟖𝟎𝟓

Indeks Korelasi pearson menunjukkan bahwa hubungan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan wilayah adalah Kuat dan bernilai negatif.

Untuk mengetahui hubungan antara laju pertumbuhan ekonomi dengan disparitas pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang terjadi selama tahun 2014-2018 yaitu dapat dibuktikan apakah Hipotesis Kusnetz berlaku disini. Kecenderungan kenaikan disparitas pendapatan yang ditunjukkan dengan indeks williamson dan Indeks Entrophy theil menunjukkan belum berlakunya Hipotesis “U” terbalik dan Kusnetz di kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Selatan. Meskipun terdapat pembangunan ekonomi yang terus meningkat secara positif tetapi tidak mengurangi tingkat pendapatan masyarakat di Provinsi Sulawesi Selatan. Faktor-faktor yang menyebabkan tidak berlakunya Hipotesis Kusnetz ini adalah faktor

(11)

sumber daya alam yang tidak merata pada tiap kabupaten/kota, perpindahan tenaga kerja yang terlalu terpusat diperkotaan, perpindahan modal dan kebijakan pemerintah daerah yang belum terlalu fokus pada pemerataan pembangunan.

Referensi

Adisasmita, H.R. 2005. Pembangunan Ekonomi Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Agussalim. 2010. Pertumbuhan dan Kemiskinan. Sanggupkah Pertumbuhan Ekonomi memperbaiki Ketimpangan dan Mereduksi Kemiskinan.

Agussalim. 2015. Desentralisasi Fiskal di Indonesia. Perspektif Kritis dari Daerah. Nala Cipta Natera. Makassar.

Angelia. Yuki. (2010). Analisis ketimpangan pembangunan wilayah di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1995- 2008.

Apriyanti. (2017), Peran Ekonomi dalam Pendidikan dan Pendidikan dalam pembangunan Ekonomi.

Ardani, A. (1992). Analysis of Regional and Disparity: the impact Analysis of the Project on Indonesia Development. Unpublished Dissertation. USA: Univercity of Pennsylvania Philadelphia.

Armstrong, Harvey, and Jim Taylor. 2000. Regional Economiics and Policy (third edition), New York : harvester Wheatsheaf.

Arsyad, L.1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: STIE YKPN.

Asih, Widi. (2015). Analisis Ketimpangan dalam Pembangunan Ekonomi antar Kecamatan di Kabupaten Cilacap tahun 2004-2013.

Aswar. (2018), Analisis Ketimpangan Wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2002-2016.

Bappenas. (2013), Analisis Kesenjangan Antarwilayah 2013, Jakarta Pusat. Boediono.1999.Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Hasan Putra, Thohir. (2018). Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan antar Wilayah di Provinsi Lampung dan Sumatra Selatan.

Hirschamn. 1958. The Strategy of Economic Development.

Homme, Prud. (1995). The Dangers of Decetralization According .

Jhingan, M.L.2001. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT. Raja Grifindo Persada.

Krisnantiya, Narina. (2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan antar wilayah di Provinsi Jawa Timur dan D.I. Yogyakarta.

Kuncoro, Mudrajad.2004. Analisis Spasial dan Regional. Yogyakarta: AMP YKPN.

Kuznets, S. 1955. Economic Growth and Income Inquality. The American Economic Review.

Looney,R and Frederiksen,P. (1981). The Regional Impact of in Infrastructure Invesment in Mexico.

Mc. Kinnon, Ronald I. 1995 . Market Preserving Fiskal Federalism In the American Monetary Union.

Myrdal, Gunnar. 1967. Economic theory and under- developed regions.

Prasetyo, S.1993. Analisis Shift Share: Perkembangan dan Penerapan, Yogyakarta; JEBI Putong, Iskandar. 2013. Economics Pengantar Mikro dan Makro, Penerbit Wacana

Media,Jakarta.

Putra, Windhu. 2018. Tata Kelola Ekonomi Keuangan Daerah. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Depok.

Rafi’i, Ahmad (2018), Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah Pengembangan di Provinsi Papua Barat.

Romer. 1986. Increasing returns and long run growth and The origins of endogenous growth.

(12)

Samuelson, Paul A and Nordhaus, William D, 2004. Ilmu Makro Ekonom.. PT. Media Edukasi, Jakarta.

Sari, Emilda. (2017). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketimpangan Pendapatan di Pulau Sumatera Tahun 2011- 2015.

Sjafrizal. 2012. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat, Jakarta:Jurnal Buletin Prisma.

Sukwika, Tatan. (2018), Peran Infrastruktur terhadap Ketimpangan Ekonomi Antar wilayah di Indonesia.

Sukirno, S.2006. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan, Jakarta: LPFE UI

Solow, Robert M. 1956. A Contribution to the Theory of Economic Growth Author.

Thiessen. (2013). Fiscal Decestralisation and Economic Growth in High -income OECD countries.

Todaro, Michael P. (2000). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga. Jakarta. Todaro, Michael P. 2006. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.. Jakarta : Erlangga. Umiyati, Etik. (2013). Analisa pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pembangunan Antar

wilayah di Pulau Sumatera.

Williamson, J.G. 1965. Regional Inequality and the Process of National Development:: A Description Of the Pattens. Ekocomic Development and cultural Change.

Yunan Y, Zuhairan. 2012. Tipologi sektoral sebagai pengukur dalam mennetukan sektor potensial Potensial Kabupaten Lampung Selatan, Jurnal Signifikan Vol 1 No.1 hlm 15-30.

Zakaria, Junaidin, 2018. Ekonomi Perencanaan dan Pembangunan.. Penerbit PT Umitoha Ukuwah Grafika, Makassar.

Zheng & Tatsuaki Kuroda. 2013. ‘ The Role of Public Infrastructure in China’s Regional Inequality and Grwoth: A Simultaneous Equations Approach”. The Developing Economies, Institute of Developing Economies.

Gambar

Tabel    1.  Laju  Pertumbuhan  PDRB  Provinsi  Sulawesi  Selatan    Atas  Harga  Konstan  tahun 2010 Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2014-2018
Tabel 2. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Sulawesi Selatan atas dasar harga Konstan  menurut Lapangan Usaha tahun 2014-2018
Tabel 6.  Klasifikasi Tipologi Klassen Provinsi Sulawesi Selatan  Tahun 2014-2018
Tabel 8.  Analisis Korelasi Pearson Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2014-2018  Tahun  Pertumbuhan  Ekonomi (X)  Ketimpangan Pendapatan  (Y)  X²  Y²  XY  2014  7,54  0,629  56,8516  0,3956  4,7427  2015  7,19  1,297  51,6961  1,6822  9,3254  2016  7,42  1,2

Referensi

Dokumen terkait

terhadap sesuatu) merupakan modal besar untuk mencapai tujuan. Motivasi merupakan dorongan diri sendiri, umumnya karena kesadaran akan pentingnya sesuatu. Cara belajar,

Dahulu pembelajaran yang hanya dapat dilakukan secara langsung, kini dapat dilakukan tanpa adanya proses tatap muka antara guru dan siswa, dan saat ini pembelajaran

Berikut merupakan persentase hasil respon siswa kertas indikator alami sebagai media pembelajaran berbasis lingkungan dapat dilihat pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa

Penelitian ini penting dilakukan dalam mengembangkan ilmu pariwisata, di mana konsep Sapta Pesona merupakan konsep yang digunakan dalam mengembangkan kepariwisataan

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa umur panen timun Suri berpengaruh nyata (taraf 5%) terhadap kadar protein es krim, sedangkan formulasi perbandingan

Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sesungguhnya untuk dapat digunakan sebagai bukti pemenuhan persyaratan bakal calon Anggota DPRD Kabupaten sebagaimana

Adapun hasil analisis dari perhitungan produktivitas dengan pendekatan rasio dimana membandingkan antara keluaran (efektivitas) dengan masukan (efisiensi) pada mesin

Apa yang dapat disimpulkan daripada perbincangan di atas ialah masih wujud konflik bidang kuasa antara Mahkamah Sivil dan Mahkamah Syariah dalam membicarakan