• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER Oleh : Maimun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER Oleh : Maimun"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak

Pendidikan bukan hanya membangun kecerdasan dan transfer of knowledge, tetapi juga harus mampu membangun karakter atau character building dan perilaku. Apabila suatu bangsa dihuni oleh manusia yang bermoral dan bermartabat, maka pastilah kehidupan serta peradaban dalam bangsa tersebut akan membawa bangsa kepada kehidupan yang jauh lebih layak dan jauh dari keterpurukan, kemiskinan dan krisis moral yang berkepanjangan. Penanaman nilai pada anak seyogyanya dilakukan melalui pendidikan keluarga yang kuat sebagai peletak dasar dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak.

Kata Kunci: Keluarga, Pendidikan Karakter

Pendahuluan

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UU Sisdiknas Pasal 3).1

Berangkat dari konsep pendidikan yang tertuang didalam UU Sisdiknas di atas, bahwa pendidikan nilai, akhlak, atau karakter sangat urgen dan menjadi perioritas untuk diberikan di semua jenjang pendidikan mulai Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi, mengingat perkembangan teknologi komunikasi dan informasi begitu pesat dan mempengaruhi pola pikir dan prilaku masyarakat terutama para pelajar.

(2)

Pendidikan karakter sekarang ini mutlak diperlukan, bukan hanya di sekolah, tetapi juga di rumah dan di lingkungan masyarakat. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan saja anak-anak dan remaja, tetapi juga usia dewasa, mutlak perlu untuk kelangsungan hidup bangsa.2

Bayangkan persaingan yang akan muncul diakhir tahun 2015 nanti (dimana pasar bebas (MEA) akan berlaku)?. Anak-anak akan menghadapi persaingan dengan rekan-rekannya dari berbagai belahan Negara di Asean. Bahkan kita yang masih akan berkarya ditahun tersebut akan merasakan perasaan yang sama. Tuntutan kualitas sumber daya manusia tentunya membutuhkan good character.

Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.

Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan karakter juga berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sistematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan optimisme. Inilah tantangan kita bangsa Indonesia.

Pada Peringatan Hari Ibu 2012, Presiden SBY pernah menekankan pentingnya nation character building . Kutipan pernyataan Presiden SBY adalah sebagai berikut: “Dalam era globalisasi, demokrasi, dan modernisasi dewasa ini, watak bangsa yang unggul dan mulia adalah menjadi kewajiban kita semua

2 http://rifahmahmud.staff.stainsalatiga.ac.id/2013/01/29/pendidikan-karakter-di-indonesia/. diakses 10 Januari 2015

(3)

untuk membangun dan mengembangkannya. Character building penting, sama dengan national development yang harus terus menerus dilakukan. Marilah kita berjiwa terang, berpikir positif, dan bersikap optimistis. Dengan sikap seperti itu, seberat apapun persoalan yang dihadapi bangsa kita, insya Allah akan selalu ada jalan, dan kita akan bisa terus meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia”. 3

Poin dari pernyataan di atas adalah pendidikan karakter mempunyai fungsi strategis bagi kemajuan bangsa, harus ada komitmen untuk menjalankan pendidikan karakter sebagai bagian dari jati diri bangsa. Komitmen yang harus kita jalankan semua, mengacu kepada 5 nilai karakter bangsa untuk menjadi manusia unggul yang disampaikan oleh Presiden SBY yaitu :

1. Manusia Indonesia yang bermoral, berakhlak dan berperilaku baik; 2. Mencapai masyarakat yang cerdas dan rasional;

3. Manusia Indonesia ke depan menjadi manusia yang inovatif dan terus mengejar kemajuan;

4. Memperkuat semangat “Harus Bisa”, yang terus mencari solusi dalam setiap kesulitan;

5. Manusia Indonesia haruslah menjadi patriot sejati yang mencintai bangsa,Negara dan tanah airnya.

Pendidikan bukan hanya membangun kecerdasan dan transfer of knowledge, tetapi juga harus mampu membangun karakter atau character building dan perilaku. Tidak bisa ditunda lagi, generasi penerus bangsa harus serius untuk dibekali pendidikan karakter agar dapat memenuhi 5 nilai manusia unggul di atas.4

Pendidikan Karakter merupakan bentuk kegiatan manusia yang di dalamnya terdapat suatu tindakan yang mendidik diperuntukkan bagi generasi selanjutnya.Tujuannya untuk membentuk penyempurnaan diri individu secara terus-menerus dan melatih kemampuan diri demi menuju kearah hidup yang lebih baik. Pendidikan karakter merupakan aspek yang penting bagi generasi

3 Harian Kompas, 31 Agustus 2012 4

Azra, Azyumardi. Pendidikan Karakter Teguhkan Pribadi Bangsa, Makalah Seminar yang terselenggarakan atas kerja sama PT Penerbit Erlangga dan Himpunan Mahasiswa Biologi, FMIPA, UNNES Semarang, Minggu, 23 September, 2012

(4)

penerus. Seorang individu tidak cukup hanya diberi bekal pembelajaran dalam hal intelektual belaka tetapi juga harus diberi hal dalam segi moral dan spiritualnya, seharusnya pendidikan karakter harus diberi seiring dengan perkembangan intelektualnya yang dalam hal ini harus dimulai sejak dini khususnya dilembaga pendidikan. Pendidikan karakter dapat dimulai dengan memberikan contoh yang dapat dijadikan teladan bagi murid dengan diiringi pemberian pembelajaran seperti keagamaan dan kewarganegaraan sehingga dapat membentuk individu yang berjiwa sosial, berpikir kritis, memiliki dan mengembangkan cita-cita luhur, mencintai dan menghormati orang lain, serta adil dalam segala hal.

Jadi Pendidikan karakter merupakan perpaduan yang seimbang diantara empat hal yaitu, olah hati, olah pikir, olah rasa, dan olah raga. Olah hati bermakna berkata, bersikap, dan berperilaku jujur. Olah pikir, cerdas yang selalu merasa membutuhkan pengetahuan. Olah rasa artinya memiliki cita-cita luhur, dan olah raga maknanya menjaga kesehatan seraya menggapai cita-cita tersebut. Dengan memadukan secara seimbang keempat anasir kepribadian itu, seseorang akan mampu menghayati dan membatinkan nilai-nilai luhur pendidikan karakter.

Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter melalui jalur pendidikan formal, akan tetapi tidak bisa lepas dari dukungan keluarga melalui penanaman nilai didalam rumah tangga.

Permasalahan yang dihadapi bangsa kita adalah Pendidikan akhlak belum mendapat tempat yang prioritas dalam pendidikan anak-anak kita, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun sekolah. Padahal pengaruh perkembangan teknologi yang mulai merambah sampai ke desa-desa, seperti HP, Internet, TV kabel, dan sebagainya mengharuskan anak-anak kita memiliki filter untuk menangkal pengaruh negatif dari kemajuan tersebut.

Krisis Karakter Bangsa

Ketika bangsa kita yang besar ini mengalami keterpurukan pada berbagai bidang kehidupan, kita sangat terperanjat. Betapa tatanan kehidupan yang sejak dulu dikenal sebagai Pancasilais dan agamis, terjungkalbalik oleh

(5)

realita yang diciptakan sendiri oleh masyarakat bangsa ini. Seakan bangsa ini telah meninggalkan nilai-nilai luhur yang telah dicanangkan oleh para pendahulu republik ini. Perilaku-perilaku santun, toleransi, solidaritas, kepedulian sosial, gotong royong, dan semacamnya sebagai atribut negara kita sebagai negara yang memiliki adat ketimuran, tergantikan oleh budaya baru, seperti saling curiga, egoisme, anarkisme dan semacamnya. Masyarakat kita mudah sekali terprovokasi untuk berbuat brutal dan anarkis.

Banyak sekali kasus-kasus yang terjadi, yang menggambarkan rapuhnya moralitas bangsa dalam kehidupan bermasyarakat, yang terjadi hampir merata pada seluruh wilayah tanah air; mulai dari protes akibat kesenjangan sosial yang terlalu tajam, separatisme yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, sampai pada konflik SARA.

Runtuhnya karakter bangsa ini bahkan telah diketahui secara luas oleh dunia internasional. Setidaknya kejujuran bangsa Indonesia sedang dipandang rendah oleh dunia internasional, diukur dari tingkat transparansi penyelenggaraan negara, sistem peradilan, dan penghormatan terhadap hak properti intelektual.

Rendahnya kredibilitas negeri kita di mata internasional adalah cerminan dari perilaku individu-individu yang tidak berkarakter, sehingga berdampak negatif terhadap pengelolaan negara, yang akhirnya membuat negeri kita ini semakin terpuruk secara sosial, ekonomi, dan budaya.

Lihatlah kondisi masyarakat kita saat ini yang berada dalam keadaan lemah, hina, rendah diri, terbelakang, dan ditimpa berbagai krisis maupun perpecahan. Lengkap sudah segala penderitaan yang ada, berbagai simbol negatif pun tersematkan di dada bangsa kita, bangsa yang tidak beradab, tidak jujur, dan tidak bermoral! Padahal dahulu Indonesia di kenal sebagai bangsa yang sangat santun dan welas asih! Mengapa ini bisa terjadi?. Negeri kita telah mengalami krisis diberbagai aspek kehidupan, krisis multi dimensial!

Lickona seorang profesor pendidikan dari Cortland University, yang mendeskripsikan hubungan antara aspek moral dengan kemajuan bangsa. Menurut Lickona ada sepuluh tanda-tanda zaman yang harus diwaspadai karena jika tanda-tanda ini sudah ada, maka itu berarti sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran. Tanda-tanda yang dimaksud adalah: (1)

(6)

meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, (2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, (3) pengaruh peer group yang kuat dalam tindakan kekerasan, (4) meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol, dan seks bebas, (5) semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, (6) menurunnya etos kerja, (7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, (8) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, (9) membudayanya ketidakjujuran, dan (10) adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.5

Saya tidak ingin menyimpulkan, apakah sepuluh tanda-tanda itu telah muncul di kalangan masyarakat kita atau belum. Saya persilahkan para jamaah yang budiman untuk intidhor atas fenomena sosial yang ada di sekeliling kita.

Pemerhati Pendidikan di negeri kita termasuk pemerintah rupanya sudah menyadari hal ini, sehingga melalui jalur pendidikan ditata karakter bangsa ini, yakni terbitnya Kurikulum 2013 yang diberi muatan Karakter yang cukup memadai dengan harapan outcome pendidikan kita akan menjadi manusia yang berkarakter. Harapan kita, i'tikad baik dari pemerintah mendapat dukungan semua pihak dan diberkati Tuhan YME untuk kebaikan generasi bangsa di masa kini dan mendatang.

Pendidikan Karakter di Indonesia

Setelah melakukan penelitian yang panjang, Balitbang Kemendiknas (2010:7) telah menetapkan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini:

1. Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.

5 Lickona, T. Character matters : How to help our children develop good judgment, integrity, and other essential virtues. New York: Simon & Schuster. 2003.h. 154

(7)

2. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai-nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.

3. Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.

4. Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan diberbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.6

Adapun nilai dasar yang dikembangkan dalam pembentukan karakter dan budaya bangsa di Indonesia terdiri dari 18 nilai yang terincikan sebagai berikut:

Religius : Sikap dan perilaku yang patuh dalam

melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain,

6 Kemendiknas. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Litbang Pusat Kurikulum Dan Perbukuan, Jakarta. 2010

(8)

serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

Jujur : Perilaku yang didasarkan padaupaya menjadikan

dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

Toleransi : Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya

Disiplin : Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Kerja Keras : Perilaku yang menunjukkan upaya

sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

Kreatif : Berpikir dan melakukan sesuatu untuk

menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

Mandiri : Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

Demokratis : Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

Rasa Ingin Tahu

: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar. Semangat Kebangsaan

: Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

Cinta Tanah Air

: Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan

(9)

politik bangsa. Menghargai Prestasi

: Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatuyang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.

Bersahabat/Komunikatif : Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

Cinta Damai : Sikap, perkataan, dan tindakan yang

menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya

Gemar Membaca

: Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

Peduli Lingkungan

: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan

mengembangkan upaya-upaya untuk

memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Peduli Sosial : Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi

bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

Tanggung jawab

: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam catatan tambahannya dijelaskan bahwa ada 5 nilai yang diharapkan menjadi nilai minimal yang dikembangkan di setiap sekolah yaitu nyaman, jujur, peduli, cerdas, dan tangguh/kerjakeras. Sekolah dan guru dapat menambah atau pun mengurangi 18 nilai-nilai yang telah terincikan tersebut

(10)

sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dilayani sekolah dan hakekat materi SK/KD dan materi bahasan suatu mata pelajaran.7

Peran Keluarga dalam Pendidikan Karakter

Dalam perspektif Islam, keluarga sebagai “school of love” dapat disebut sebagai “madrasah mawaddah wa rahmah, tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang. Islam memberikan perhatian yang sangat besar kepada pembinaan keluarga (usrah). Keluarga merupakan basis dari ummah (bangsa); dan karena itu keadaan keluarga sangat menentukan keadaan ummah itu sendiri. Bangsa terbaik yang merupakan ummah wahidah (bangsa yang satu) dan ummah wasath (bangsa yang moderat), sebagaimana dicita-citakan Islam hanya dapat terbentuk melalui keluarga yang dibangun dan dikembangkan atas dasar mawaddah wa rahmah.8

Berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan Anas r.a, keluarga yang baik memiliki empat ciri. Pertama; keluarga yang memiliki semangat (ghirah) dan kecintaan untuk mempelajari dan menghayati ajaran-ajaran agama dengan sebaik-baiknya untuk kemudian mengamalkan dan mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, keluarga di mana setiap anggotanya saling menghormati dan menyayangi; saling asah dan asuh. Ketiga, keluarga yang dari segi nafkah (konsumsi) tidak berlebih-lebihan; tidak serakah dalam usaha mendapatkan nafkah; sederhana atau tidak konsumtif dalam pembelanjaan. Keempat, keluarga yang sadar akan kelemahan dan kekurangannya; dan karena itu selalu berusaha meningkatkan ilmu dan pengetahuan setiap anggota keluarganya melalui proses belajar dan pendidikan seumur hidup (life long learning), min al-mahdi ila al-lahdi.9

Penggemblengan anak didalam keluarga yang sakinah dengan ciri-ciri seperti di atas, maka anak-anak telah memiliki potensi dan bekal yang memadai untuk mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Dan, sekali lagi, sekolah— seperti sudah sering dikemukakan banyak orang--seyogyanya tidak hanya

7 Kemendiknas.

Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Litbang Pusat Kurikulum Dan Perbukuan, Jakarta. 2010, h. 10

8 Azra, op.cit. 9 Ibid

(11)

menjadi tempat belajar, namun sekaligus juga tempat memperoleh pendidikan, termasuk pendidikan watak dan pendidikan nilai.

Peran orang tua menjadi utama dan pertama di dalam proses pendidikan anak-anaknya. Karena orangtualah yang mestinya paling mengerti bagaimana sifat dan potensi yang dibawa anak-anaknya, termasuk kesenangan atau kesukaannya, apa saja yang anaknya tidak sukai, perubahan dan perkembangan karakter serta kepribadian anak-anaknya, termasuk rasa malu, takut, sedih dan gembira. Idealnya orangtualah yang pertama kali memahaminya, sehingga dalam hal ini, keluarga merupakan salah satu tempat sosialisasi pertama bagi anak-anak untuk mempelajari semua hal (socialization agent).10 (

Andayani dan Koentjoro, 2012)

Anak yang pada dasarnya lahir dalam keadaan tidak berdaya namun memiliki potensi yang bisa dikembangkan yang membutuhkan arahan dan bimbingan orang dewasa yakni orang tua untuk mengembangkan potensi tersebut. Jadi anak sesungguhnya memiliki ketergantungan yang sangat tinggi kepada orang tua terutama pada usia pra sekolah. Orang tua dan lembaga pendidikan merupakan dua unsur yang memiliki keterkaitan yang kuat satu sama lain. Dalam hal mendidik, orang tua tidak dapat menyerahkan kepercayaan seluruhnya kepada guru di lembaga pendidikan.

Sekolah, pada hakikatnya bukanlah sekedar tempat “transfer of knowledge” belaka. Seperti dikemukakan Fraenkel, sekolah tidaklah semata-mata tempat di mana guru menyampaikan pengetahuan melalui berbagai semata-mata pelajaran. Sekolah juga adalah lembaga yang mengusahakan usaha dan proses pembelajaran yang berorientasi pada nilai (value-oriented enterprise). 11

Pembentukan watak dan pendidikan karakter melalui sekolah tidak bisa dilakukan semata-mata melalui pembelajaran pengetahuan, tetapi adalah melalui penanaman atau pendidikan nilai-nilai yang mencakup dua bidang pokok, estetika, dan etika (atau akhlak, moral, budi pekerti). Estetika mengacu kepada hal-hal tentang dan justifikasi terhadap apa yang dipandang manusia sebagai “indah”, apa yang mereka senangi. Sedangkan etika mengacu kepada

10 Andayani, Budi dan Koentjoro, Peran Ayah menuju Coparenting. Sidoarjo: Laras, 2012, h. 54 11 Fraenkel, Jack R., 1977, How to Teach about Values: An Analytical Approach, Englewood, NJ: Prentice Hall. h. 1-2

(12)

hal-hal tentang dan justifikasi terhadap tingkah laku yang pantas berdasarkan standar-standar yang berlaku dalam masyarakat, baik yang bersumber dari agama, adat istiadat, konvensi, dan sebagainya. Dan standar-standar itu adalah nilai-nilai moral atau akhlak tentang tindakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Lingkungan masyarakat luas jelas memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai estetika dan etika untuk pembentukan karakter. Dari perspektif Islam, menurut Quraish Shihab, situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan. Jika sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada “kini dan di sini”, maka upaya dan ambisinya terbatas pada kini dan di sini pula.12

Dalam konteks itu, al-Qur’an dalam banyak ayatnya menekankan tentang kebersamaan anggota masyarakat menyangkut pengalaman sejarah yang sama, tujuan bersama, gerak langkah yang sama, solidaritas yang sama. Di sinilah, tulis Quraish Shihab, muncul gagasan dan ajaran tentang amar ma`ruf dan nahy munkar; dan tentang fardhu kifayah, tanggung jawab bersama dalam menegakkan nilai-nilai yang baik dan mencegah nilai-nilai yang buruk.

Simpulan

Pendidikan karakter pada suatu bangsa akan membentuk moral bangsa itu sendiri. Apabila suatu bangsa dihuni oleh manusia yang bermoral dan bermartabat, maka pastilah kehidupan serta peradaban dalam bangsa tersebut akan membawa bangsa kepada kehidupan yang jauh lebih layak dan jauh dari keterpurukan, kemiskinan dan krisis moral yang berkepanjangan.

Penanaman nilai pada anak seyogyanya dilakukan melalui pendidikan keluarga yang kuat sebagai peletak dasar dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak.

12 Shihab, M. Quraish, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu`i atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan. 1996.h. 321

(13)

Rujukan:

Andayani, Budi dan Koentjoro, Peran Ayah menuju Coparenting. Sidoarjo: Laras, 2012

Azra, Azyumardi. Pendidikan Karakter Teguhkan Pribadi Bangsa, Makalah Seminar yang terselenggarakan atas kerja sama PT Penerbit Erlangga dan Himpunan Mahasiswa Biologi, FMIPA, UNNES Semarang, Minggu, 23 September, 2012

http://rifahmahmud.staff.stainsalatiga.ac.id/2013/01/29/pendidikan-karakter-di-indonesia/. diakses 10 Januari 2015

Fraenkel, Jack R., How to Teach about Values: An Analytical Approach, Englewood, NJ: Prentice Hall. 1977.

Rukiyanto, Agus. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Kanisius. 2009.

Kemendiknas. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta. 2010.

Kemendiknas. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Litbang Pusat Kurikulum Dan Perbukuan, Jakarta. 2010

Lickona, T. Character matters : How to help our children develop good judgment, integrity, and other essential virtues. New York: Simon & Schuster. 2003.

Shihab, M. Quraish, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu`i atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan. 1996.

Referensi

Dokumen terkait

Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,

Dalam lingkungan sekolah, pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga

Pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki dan

Beberapa fakta rendahnya karakter suatu bangsa tercermin pada peserta didik, diantaranya adalah rendahnya kejujuran siswa yang dibuktikan dengan adanya budaya

Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa adalah perkembangan potensi peserta didik agar menjadi berperilaku baik, dan bagi peseta didik yang telah memiliki

IPS sebagai pewarisan nilai-nilai kewarganegaraan tujuan utamanya adalah mempersiapkan anak didik menjadi warga negara yang baik.. Nilai dan budaya bangsa akan

Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Memiliki makna sebagai pendidikan yang mengembangkan Nilai- nilai Budaya dan Karakter Bangsa pada diri Peserta didik sehingga nilai-

Sejalan dengan konsep karakter keindonesiaan di atas, Tilaar 2003 menyatakan bahwa pendidikan multikultural diharapkan dapat mempersiapkan anak didik secara aktif sebagai warga negara