• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buku Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PEDOMAN TEKNIS

BANGUNAN SEKOLAH TAHAN GEMPA

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa disusun dengan latar belakang banyaknya kejadian gempa bumi di wilayah Indonesia yang berpotensi menimbulkan kerusakan pada sarana prasarana pendidikan, juga kemungkinan jatuhnya korban jiwa dari pengguna bangunan sekolah.

Perencanaan bangunan sekolah tahan gempa di Indonesia perlu menjadi langkah kebijakan antisipatif yang bersifat umum, terlebih ditujukan pada daerah-daerah yang masuk dalam kategori zona rawan gempa.

Dengan telah diberlakukannya UU No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dimana setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsinya, maka bangunan sekolah sebagai bangunan publik yang masuk dalam kategori bangunan dengan fungsi sosial dan budaya, terikat untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini bangunan sekolah perlu memenuhi persyaratan keselamatan

Direktorat Pembinaan SMA, sebagai bagian dari stakeholder pendidikan menengah dengan fungsi regulator, memandang strategis pentingnya pemenuhan persyaratan keselamatan bangunan khususnya untuk meminimalisir kerusakan bangunan sekolah dan kemungkinan jatuhnya korban jiwa yang timbul akibat gempa. Untuk itu salah satu program yang dilaksanakan oleh Sub Direktorat Sarana dan Prasarana pada tahun 2010 ini adalah mempersiapkan penyusunan Pedoman Teknis Bangunan Sekolah Tahan Gempa, yang diharapkan dapat disosialisasikan dan menjadi dasar perencanaan umum bangunan sekolah tahan gempa di sekolah menengah atas (SMA) di seluruh Indonesia.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah mendukung penyusunan pedoman teknis bangunan sekolah tahan gempa ini, kiranya dapat menjadi sumbangsih bagi peningkatan kualitas pelayanan pendidikan khususnya di bidang sarana dan prasarana.

(4)
(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Defi nisi Bangunan Sekolah Tahan Gempa ... 2

1.3. Tingkat Keamanan Minimum Bangunan Sekolah Tahan Gempa ... 3

1.4. Potensi Kerusakan Bangunan Sekolah Akibat Gempa ... 4

1.5. Aspek Hukum dalam Pemenuhan Fungsi Bangunan Sekolah ... 7

1.5.1. Ketentuan Hukum tentang Bangunan Tahan Gempa ... 7

1.5.2. Pelanggaran dan Sanksi ... 8

BAB 2 GEMPA BUMI DAN KONSEP BANGUNAN TAHAN GEMPA ... 11

2.1. Gaya Gempa dan Gaya Redam ... 11

2.2. Sistem Struktur Bangunan Sekolah ... 16

2.3. Peta Zonasi Gempa Indonesia ... 17

2.4. Ketentuan Dasar Perencanaan Bangunan Sekolah Tahan Gempa ... 20

BAB 3 PERENCANAAN KONSTRUKSI BANGUNAN SEKOLAH TAHAN GEMPA ... 25

3.1. Prasyarat Tahan Gempa pada Bangunan Sekolah Tidak Bertingkat ... 25

3.1.1. Bangunan Sekolah dengan Struktur Rangka dengan Dinding Pasangan Bata ... 26

3.1.2. Bangunan Sekolah dengan Struktur Rangka dengan Dinding Papan Kayu ... 27

3.1.3. Rekomendasi Model Struktur Rangka dengan Dinding Pasangan Bata atau Papan Kayu Per Provinsi ... 28

3.2. Prasyarat Tahan Gempa pada Bangunan Sekolah Bertingkat dengan Konstruksi Beton Bertulang ... 30

BAB 4 PELAKSANAAN KONSTRUKSI BANGUNAN SEKOLAH TAHAN GEMPA ... 41

4.I. Tata Cara Konstruksi Bangunan ... 41

4.2. Penggunaan Bahan Bangunan ... 52

BAB 5 PERBAIKAN DAN PERKUATAN BANGUNAN SEKOLAH ... 57

(6)

5.3. Teknik-teknik Restorasi pada Bangunan Sekolah ... 61

5.4. Teknik Perkuatan Pada Bangunan Sekolah ... 61

5.5. Tipe-tipe Kerusakan ... 65

5.6. Sebab-sebab Kerusakan ... 66

5.7. Metode Perbaikan dan Perkuatan ... 68

5.8. Estimasi Biaya untuk Perbaikan dan Perkuatan Bangunan Sekolah ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 87

(7)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gempa bumi di Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, terjadi di banyak daerah. Mulai gempa bumi tektonik di Provinsi NAD dan Sumatera Utara yang disusul oleh tsunami, hingga gempa vulkanik di beberapa wilayah gunung berapi aktif di Indonesia. Letak geografi s Indonesia yang terletak pada pertemuan antara lempeng Australia (yang bergerak ke arah utara), lempeng Pasifi k (yang bergerak ke arah Utara-Barat) dan lempeng Eurasia, mengakibatkan peristiwa gempa sering terjadi. Gempa tektonik berkekuatan kuat rata-rata terjadi 3 kali setiap 2 tahun di Indonesia. Gempa tektonik ini terkadang menjadi pemicu terjadinya gempa vulkanik, yang diakibatkan oleh pergeseran lempeng bumi.

Gambar 1- 1. Indonesia (lingkaran hijau) terletak pada pertemuan lempeng Australia, Pasifi k dan Eurasia

Gempa bumi yang sering terjadi di wilayah Indonesia, baik yang bersifat tektonik maupun vulkanik menimbulkan dampak kerusakan yang tidak sedikit khususnya pada sarana dan prasarana maupun infrastruktur secara umum. Salah satu kerusakan yang sering terjadi adalah pada bangunan, baik yang merupakan prasarana umum, perkantoran, rumah tinggal dan bangunan lainnya. Langkah antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya gempa merupakan langkah yang paling

(8)

Bangunan sekolah sebagai bangunan umum, merupakan salah satu bangunan yang berpotensi mengalami kerusakan pada saat terjadinya gempa dan beresiko terhadap jatuhnya korban, mengingat banyaknya jumlah pengguna bangunan yang berada di dalam bagian bangunan pada saat yang sama.

Gambar 1- 2. Kerusakan ruang kelas pada bangunan sekolah akibat gempa SUMBER: hai-online.com

Bangunan sekolah perlu direncanakan sebagai bangunan tahan gempa, mengingat kerusakan pada bangunan sekolah dapat menganggu dan melumpuhkan sebagian proses pelayanan pendidikan akibat sarana dan prasarana yang tidak dapat dipakai sebagaimana mestinya. Hal ini yang melatar belakangi disusunnya pedoman teknis bangunan sekolah tahan gempa. Perencanaan bangunan sekolah tahan gempa di Indonesia perlu menjadi langkah kebijakan antisipatif yang bersifat umum, terlebih ditujukan pada daerah-daerah yang masuk dalam kategori zona rawan gempa.

1.2. Defi nisi Bangunan Sekolah Tahan Gempa

Bangunan sekolah tahan gempa merupakan bangunan sekolah yang mampu meredam energi gempa yang terjadi, melalui kombinasi gaya dalam bangunan yang dihasilkan dari komponen struktur dan non struktur bangunan. Sehingga apabila terjadi gempa khususnya gempa dengan skala besar, bangunan sekolah dapat memberikan perlindungan maksimal dimana penghuni bangunan memiliki kesempatan untuk menyelamatkan diri sebelum terjadi keruntuhan atau meminimalisir terjadinya

(9)

Upaya untuk meminimalisir kerusakan bangunan sekolah dan kemungkinan jatuhnya korban jiwa yang timbul akibat gempa, secara sistematis dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Memberlakukan standar perencanaan bangunan tahan gempa untuk bangunan-bangunan sekolah SMA yang akan dibangun. Langkah ini ditujukan pada perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan sekolah baru atau unit bangunan sekolah yang baru.

2) Melakukan upaya perkuatan, perbaikan dan peningkatan mutu bangunan khususnya pada bangunan sekolah yang komponen strukturnya dinilai memiliki kelemahan dalam meredam gaya gempa. Komponen struktur yang perlu mendapat perhatian adalah hubungan kolom dan balok, hubungan kolom dan pondasi, serta panjang penyaluran pembesian pada hubungan komponen struktur lainnya. 3) Memperbaiki dan memperkuat bangunan sekolah yang rusak (ringan dan sedang)

akibat gempa, sehingga kekuatan dan kekakuan bangunan menjadi lebih baik. Langkah ini ditujukan untuk bangunan sekolah yang mengalami kerusakan akibat gempa, baik rusak ringan, sedang dan berat.

Tiga langkah di atas merupakan upaya bagi tercapainya tingkat keamanan minimum pada bangunan sekolah saat terjadinya gempa.

1.3. Tingkat Keamanan Minimum Bangunan Sekolah Tahan Gempa

Tingkat keamanan bangunan minimum yang terjadi pada bangunan sekolah SMA harus setara dengan bangunan gedung yang masuk dalam kategori bangunan tahan gempa, yaitu memenuhi kondisi sebagai berikut:

1) Bila terkena gempa bumi yang lemah, bangunan sekolah tersebut tidak mengalami kerusakan sama sekali.

2) Bila terkena gempa bumi sedang, bangunan sekolah tersebut boleh rusak pada elemen-elemen non-struktural (dinding, plafon, penutup atap, dll), tetapi tidak boleh rusak pada elemen-elemen struktur.

3) Bila terkena gempa bumi yang sangat kuat, bangunan sekolah tersebut dapat mengalami dua kondisi:

• Bangunan sekolah tidak mengalami keruntuhan baik sebagian maupun keseluruhan,

(10)

Tingkat kerusakan pada bangunan sekolah akan semakin besar apabila tidak direncanakan sebagai bangunan yang dapat meredam energi gempa. Sehingga sering dijumpai bangunan yang runtuh atau rusak total yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa yang tidak sedikit. Tingkat kerusakan bangunan tergantung dari:

1) Kekuatan gempa (skala Richter) dan Intensitas gempa, 2) Durasi atau lamanya gempa berlangsung,

3) Kondisi tanah dan struktur geologi tanah (zona gempa), 4) Konfi gurasi struktur bangunan,

5) Kekakuan struktur dan keseragaman pembebanan pada bangunan, 6) Kekuatan dan daktilitas (keteguhan) struktur bangunan,

7) Mutu bahan bangunan,

8) Mutu pengerjaan konstruksi bangunan.

Gambar 1- 3. Bangunan sekolah dengan struktur bertingkat harus memenuhi tingkat keamanan minimum sebagai bangunan tahan gempa

SUMBER: padangkini.com SUMBER: padangkini.com

Perencanaan bangunan sekolah tahan gempa berkaitan erat dengan upaya meminimalisasi potensi kerusakan yang terjadi, mulai dari tingkat kerusakan ringan hingga berat.

1.4. Potensi Kerusakan Bangunan Sekolah Akibat Gempa

Potensi kerusakan bangunan sekolah akibat gempa yang perlu diantisipasi oleh para pengelola sekolah diantaranya:

1) Pecahnya fondasi dan lantai yang mengakibatkan bangunan sekolah turun atau miring, fondasi merupakan bagian dari komponen struktur bangunan.

(11)

Gambar 1- 4. Bangunan sekolah yang mengalami keretakan pada fondasi hingga struktur atas

SUMBER: arryshevche.mutiply.com

2) Dinding dan atau rangka pintu atau jendela retak atau pecah

Gambar 1- 5. Kerusakan bangunan sekolah pada dinding, rangka pintu dan jendela

SUMBER: alanmalingi.wordpress.com SUMBER: gempasumatera.net

Dinding, rangka pintu dan jendela merupakan komponen non struktur dari bangunan sekolah.

3) Rangka bangunan sekolah, plafon, atap, mengalami pergeseran ke arah horizontal dan menjadi labil, sehingga ikatan antara komponen struktur lepas.

(12)

Gaya geser horizontal akibat gempa memperlemah ikatan antara komponen struktur (ring balk dan kolom) dengan komponen non struktur (dinding, plafon dan atap).

4) Kemungkinan terjadi korsleting listrik yang dapat menimbulkan kebakaran,

SUMBER: chychuy.site90.com SUMBER: justnorman.wordpress.com

Gambar 1- 7. Kebakaran akibat korsleting atau kebocoran gas pada bangunan

Kebakaran yang diakibatkan korsleting pada Instalasi listrik dan kebocoran pipa gas atau tabung gas elpiji dapat menjadi dampak susulan dari terjadinya kerusakan bangunan akibat gempa.

5) Kerusakan yang paling total adalah robohnya bangunan sekolah tersebut

SUMBER: sains.kompas.com

Gambar 1- 8. Robohnya bangunan sekolah

Besarnya potensi kerusakan bangunan sekolah akibat terjadinya gempa, memberikan pemahaman bahwa konstruksi bangunan sekolah harus mengikuti kaidah perencanaan struktur bangunan tahan gempa.

(13)

1.5. Aspek Hukum dalam Pemenuhan Fungsi Bangunan Sekolah

Bangunan sekolah sebagai bangunan publik masuk dalam kategori bangunan dengan fungsi sosial dan budaya, yaitu bangunan gedung untuk pelayanan pendidikan.

Mengacu pada Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Pasal 7 ayat (1) bahwa: Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.

Persyaratan administratif bangunan gedung, meliputi: persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Adapun prasayarat teknis mencakup: persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.

1.5.1. Ketentuan Hukum tentang Bangunan Tahan Gempa

Ketentuan hukum tentang bangunan tahan gempa diatur dalam sub prasyarat keandalan bangunan gedung yaitu persyaratan keselamatan. Dimana lingkup dari persyaratan keandalan bangunan gedung adalah persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.

Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 28/2002, menjelaskan lebih rinci tentang ketentuan persyaratan keselamatan gedung yang diuraikan dalam pasal 32 dan 33 sebagai berikut:

• Pasal 32

Persyaratan keselamatan meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir.

• Pasal 33

1) Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.

2) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara

(14)

3) Dalam perencanaan struktur bangunan gedung terhadap pengaruh gempa, semua unsur struktur bangunan gedung, baik bagian dari sub struktur maupun struktur gedung, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa rencana sesuai dengan zona gempanya.

4) Struktur bangunan gedung harus direncanakan secara daktail sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan gedung menyelamatkan diri.

5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa bumi dan/atau angin, dan perhitungan strukturnya mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.

Bangunan sekolah sebagai bangunan gedung dengan fungsi sosial budaya harus memenuhi ketentuan hukum bangunan sekolah tahan gempa sebagaimana diatur dalam pasal-pasal pada Undang-undang dan Peraturan Pemerintah di atas.

Disusunnya pedoman teknis bangunan sekolah tahan gempa ini merupakan upaya pemenuhan terhadap persyaratan keselamatan pada bangunan sekolah.

1.5.2. Pelanggaran dan Sanksi

UU 28/2002 juga mengatur tentang sanksi terhadap pelanggaran sebagaimana dijelaskan dalam pasal 44, dimana: “Setiap pemilik dan/atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi, dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan bangunan gedung, dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana”. Adapun bentuk sanksinya dapat disarikan dari pasal 45, 46 dan 47 dalam beberapa poin sebagai berikut:

• Pasal 45

1) Sanksi administratif dapat berupa: a. peringatan tertulis,

b. pembatasan kegiatan pembangunan,

c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan, d. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung, e. pembekuan izin mendirikan bangunan gedung,

f. pencabutan izin mendirikan bangunan gedung, g. pembekuan sertifi kat laik fungsi bangunan gedung,

(15)

2) Selain pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat 1) dapat dikenai sanksi denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun.

• Pasal 46

1) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai bangunan, jika karenanya mengakibatkan kerugian harta benda orang lain.

2) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak 15% (lima belas per seratus) dari nilai bangunan gedung, jika karenanya mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain yang mengakibatkan cacat seumur hidup.

3) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak 20% (dua puluh per seratus) dari nilai bangunan gedung, jika karenanya mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.

• Pasal 47

1) Setiap orang atau badan yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini sehingga mengakibatkan bangunan tidak laik fungsi dapat dipidana kurungan dan/atau pidana denda.

2) Pidana kurungan dan/atau pidana denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

a. pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak 1% (satu per seratus) dari nilai bangunan gedung jika karenanya mengakibatkan kerugian harta benda orang lain;

b. pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak 2% (dua per seratus) dari nilai bangunan gedung jika karenanya mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain sehingga menimbulkan cacat seumur hidup;

c. pidana kurungan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak 3% (tiga per seratus) dari nilai bangunan gedung jika karenanya

(16)

Uraian tentang sanksi baik administratif maupun pidana akibat pelanggaran memberikan gambaran tentang pentingnya pemenuhan ketentuan perundangan, khususnya dikaitkan dengan ketentuan bangunan sekolah tahan gempa.

(17)

BAB 2

GEMPA BUMI DAN

KONSEP BANGUNAN TAHAN GEMPA

Gempa bumi adalah sebagian dari proses alam yang membentuk permukaan bumi dan terbentuknya gunung , bukit dan lembah-lembah. Gempa bumi yang sering terjadi adalah gempa tektonik yaitu terlepasnya energi pada kerak bumi yang dilepaskan secara tiba-tiba sehingga menimbulkan arah gaya yang tidak beraturan/ acak kesegala arah. Hal ini disebabkan terlepasnya tegangan akibat gesekan-gesekan tanah pada lipatan-lipatan pada kulit bumi tersebut terlepas. Gempa bumi sangat sering terjadi dimuka bumi akan tetapi sangat sedikit yang dapat dirasakan manusia karena gempa tersebut terlalu lemah.

Pada prinsipnya gaya gempa bekerja sebanding dengan berat massa bangunan dan dapat dirumuskan dengan hukum Newton ; F = m.a (m = massa bangunan, a = percepatan yang dihasilkan). Sehingga semakin berat massa bangunan semakin besar gaya gempa yang bekerja pada bangunan tersebut. Hal ini sangat berpengaruh pada konsep dasar perencanaan bangunan untuk dapat bertahan terhadap gaya gempa yang timbul.

Gaya gempa yang bekerja pada elemen struktur dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

Gaya Vertikal ; berpengaruh terhadap elemen bangunan pendukung gaya normal, seperti kolom-kolom, jenis balok kantilever dan dinding-dinding pendukung.

Gaya Horizontal ; bekerja pada bangunan akibat respons bangunan dan sistem pondasinya dan bukan disebabkan oleh percepatan gerakan tanah. Muatan gempa horizontal dianggap bekerja dalam arah sumbu-sumbu utama bangunan yang pada bangunan bertingkat tinggi gaya yang lebih menonjol adalah gaya-gaya dorong yang berasal dari tiap lantai.

2.1. Gaya Gempa dan Gaya Redam

Gaya gempa yang terjadi pada bangunan merupakan respon bangunan terhadap pergerakan tanah permukaan akibat gempa. Gaya gempa yang terjadi pada

(18)

F = m . a Dimana:

F = gaya gempa yang terjadi pada bangunan

m = massa bangunan

a = percepatan tanah akibat gempa

Gambar 2-1 : Respon bangunan terhadap pergerakan tanah permukaan akibat gempa

Hubungan dari formulasi gaya gempa di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut: • Gaya gempa pada bangunan (F) berbanding lurus dengan massa bangunan (m)

dan percepatan tanah (a) akibat gempa. Besaran massa bangunan atau percepatan gerakan tanah, berakibat pada besaran gaya gempa yang terjadi pada bangunan. • Percepatan gerakan tanah (a) akibat gempa bumi, dipengaruhi oleh kondisi geologis

tanah sesuai zona gempa. Bangunan sekolah yang berada pada zona rawan gempa (lihat gambar 2-9), akan memiliki percepatan pergerakan tanah yang lebih besar. • Massa bangunan (m) dipengaruhi oleh tingkat konstruksi bangunan dan

pembebanan yang terjadi. Bangunan sekolah dengan bertingkat 3 (tiga) akan memiliki massa bangunan yang lebih besar dibandingkan dengan bangunan

(19)

Perencanaan bangunan tahan gempa dimaksudkan untuk membangun bangunan sekolah yang dapat meredam gaya gempa yang terjadi dengan kekuatan dan kekakuan struktur bangunan, sesuai dengan hukum Newton :

Aksi = Reaksi

Gaya gempa pada bangunan = Gaya inersia (dalam) bangunan

Gaya Gempa

Gaya Inersia Bangunan

Gambar 2-2 : Aksi dan Reaksi bangunan dari gaya gempa pada bangunan dan gaya dalam dari bangunan

Aksi yang berasal dari gaya gempa pada bangunan harus diimbangi atau diredam oleh gaya inersia melalui kombinasi gaya dalam dari kekuatan dan kekakuan komponen struktur (pondasi, sloof, balok, kolom) dan non struktur (dinding pemikul dan dinding pengisi).

Penyaluran gaya gempa pada arah horizontal akan menyebabkan terjadinya perubahan bentuk atau “deformasi” yaitu karena terjadinya tegangan-tegangan pada seluruh bangunan terutama pada elemen-elemen pendukungnya.

Terdapat 4 (empat) jenis deformasi yang dapat terjadi pada struktur bangunan, yaitu:

1. Deformasi Lentur

Terjadi pada struktur bangunan yang mempunyai massa yang terbagi rata. Misalnya ; bangunan-bagunan dengan komposisi dinding-dinding masif dan solid antara lain seperti dinding geser (shear wall), dinding pendukung beban vertikal (bearing wall). Pada dasarnya terjadi pada bangunan yang dipenuhi oleh elemen-elemen dinding yang struktural seperti pada sistem core, dimana hampir seluruh dinding core dibungkus oleh dinding/elemen masif. Akibat langsung adalah adanya bagian sisi bangunan yang mengalami gaya tekan dan dibagian sisi lainnya mengalami gaya tarik. Bangunan terlihat “melentur”.

(20)

Gambar 2-3 : Deformasi lentur pada struktur bangunan

2. Deformasi Geser

Terjadi akibat getaran horizontal kolom-kolom bangunan bertingkat banyak disertai dengan sistem plat lantai yang kaku. Umumnya terjadi pada sistem struktur rangka baja yaitu dimana plat-plat lantai kaku (sebagai diafragma) sedangkan sistem rangka, yaitu pertemuan elemen rangka dan sambungan-sambungan rangka kurang kaku. Struktur bangunan terlihat “doyong”

Gambar Sketsa :

Gambar 2-4 : Deformasi geser pada struktur bangunan

3. Deformasi Torsi

Terjadi akibat “twisting” dari massa bangunan yang mempunyai kekakuan yang berbeda sebagi satu kesatuan. Misalnya pada bangunan dengan banyaknya perbedaan distribusi kekakuan pada bagian-bagiannya. Bangunan terpatah-patah pada arah vertikal. Setiap bagian bangunan mempunyai reaksi yang berbeda-beda.

(21)

Gambar 2-5 : Deformasi torsi pada struktur bangunan

4. Deformasi Guling “Over Turning”

Terjadi efek guling akibat bagian dasar bangunan jauh lebih kaku dari bagian diatasnya. Sebagai contoh pada bangunan-bangunan dengan sistem balok-balok transfer yang kuat dan sangat kaku; pada podium-podium yang sangat kokoh, sementara bagian bangunan yang menjulan tinggi tidak menyatu utuh dengan dasarnya atau dudukannya.

Gambar Sketsa :

Gambar 2-6 : Deformasi guling pada struktur bangunan

Pada umumnya dalam suatu kejadian terdapat hanya satu jenis deformasi saja yang lebih dominan, walaupun dalam kejadian tersebut terdapat lebih dari satu jenis deformasi. Sebaiknya dalam merancang dan mendisain sistem struktur khusunya bangunan tinggi, kekakuan dan kekuatan pada massa bangunan harus diusahakan selalu menerus dengan utuh atau kontinuitas sistem struktur harus terjaga, baik untuk kontinuitas elemen vertikal ataupun elemen horizontal.

(22)

Pengaruh gaya gempa dengan arah vertikal pada umumnya sudah diantisipasi oleh kekuatan sistem kolom-kolom pada bangunan yang memang diperhitungkan untuk gaya-gaya normal atau beban gravitasi, sehingga tidak berpengaruh besar terhadap deformasi yang akan terjadi.

2.2. Sistem Struktur Bangunan Sekolah

Sistem struktur untuk bangunan sekolah pada umumnya hanya mengunakan dua macam sistem struktur, yaitu:

1) Dinding pemikul

Dinding pemikul beban adalah dinding yang diperkuat dengan kerangka dari kayu atau beton bertulang yang berfungsi sebagai pemikul beban-beban yang diakibatkan oleh beban sendiri, beban gempa atau beban angin. Dinding pemikul dapat berupa pasangan bata atau batako yang memikul beban.

2) Struktur rangka pemikul

Kerangka pemikul beban adalah kerangka baik yang dibuat dari kayu, beton bertulang dan baja yang difungsikan untuk memikul beban-beban yang diakibatkan oleh angin atau gempa, dimana dinding pengisi tidak diperhitungkan memikul beban.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

(23)

Balok lintel Jangkar Ring balk Sloof Kolom

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 2- 8. Bangunan berlantai 2 dengan struktur rangka beton bertulang dan dinding pemikul dari pasangan bata

Model sistem struktur di atas memperlihatkan pasangan bata berperan sebagai dinding pemikul, dimana beban berat sendiri, beban gempa, beban angin dan beban kusen (jendela) dipikul dan diteruskan pada rangka pemikul beton bertulang dengan adanya jangkar. Rangka pemikul merupakan kombinasi kolom, sloof, balok lintel dan ring balk, yang menerima pembebanan dan selanjutnya disalurkan pada pondasi bangunan.

Pasangan bata atau batako apabila tidak berfungsi sebagai dinding pemikul, maka dapat pula hanya berfungsi sebagai dinding pengisi yang menambah kestabilan dan kekuatan struktur rangka pemikul (balok dan kolom), dimana tidak ada penyaluran angkur dari kolom ke dinding pasangan.

2.3. Peta Zonasi Gempa Indonesia

Peta zonasi gempa adalah peta yang menggambarkan besarnya koefi sien gempa pada suatu daerah yang sesuai dengan besaran kegempaannya. Peta zonasi gempa disusun berdasarkan hasil analisis terhadap data gempa bumi yang tercatat selama kurun waktu pengamatan terakhir, sehingga dapat disusun peta zona gempa dengan informasi di dalamnya yang mencakup frekuensi kejadian gempa dan skala besaran gempa sesuai dengan zona kegempaannya.

(24)

Peta zonasi gempa menjadi dasar perencanaan dan perancangan infra struktur tahan gempa serta menjadi petunjuk teknik bagi penanggulangan gempa bumi dan bencana ikutannya.

Indonesia telah berhasil menyusun peta gempa yang membagi wilayah Negara Indonesia dalam 15 (lima belas) zona gempa. Pembagian dilakukan berdasarkan respon spectra percepatan 1 detik di batuan dasar. Sehingga dapat ketahui pembagian zonasi gempa di Indonesia sebagai berikut:

• Zona 1: < 0,05g • Zona 2: 0,05 – 0,1g • Zona 3: 0,1 – 0,15g • Zona 4: 0,15 – 0,2g • Zona 5: 0,2 – 0,25g • Zona 6: 0,25 – 0,3g • Zona 7: 0,3g – 0,4g • Zona 8: 0,4g – 0,5g • Zona 9 : 0,5 - 0,6g • Zona 10: 0,6 – 0,7g • Zona 11: 0,7 – 0,8g • Zona 12: 0,8 – 0,9g • Zona 13: 0,9 – 1,0g • Zona 14: 1,0 – 1,2g • Zona 15: > 1,2g

Peta zonasi gempa pada gambar 2-9, oleh konsultan perencana bangunan dapat menjadi dasar perhitungan dan informasi dalam perencanaan dan perancangan bangunan sekolah tahan gempa di suatu daerah.

(25)

Gambar 2- 9. Peta Zonasi Gempa Indonesia

(26)

2.4. Ketentuan Dasar Perencanaan Bangunan Sekolah Tahan Gempa

Perencanaan bangunan sekolah tahan gempa bertujuan untuk mengoptimalkan potensi gaya inersia bangunan agar dapat mengimbangi dan meredam gaya gempa yang terjadi pada bangunan, untuk itu perlu memenuhi ketentuan dasar perencanaan bangunan sekolah tahan gempa, yaitu:

1) Tata letak bangunan harus memenuhi konfi gurasi struktur bangunan yang sederhana dan simetris pada seluruh bagian bangunan

• Tata letak bangunan sekolah sederhana dan simetris terhadap kedua sumbu bangunan dan tidak terlalu panjang. Perbandingan panjang dengan lebar bangunan 2 : 1.

X Y

Lokal 3

CELAH DILATASI ± 10 cm

Lokal 1 Lokal 2 Lokal 4

Gambar 2- 10. Tata letak bangunan yang simetris dengan perbandingan P:L = 2:1

Apabila dimensi ruang kelas dengan ukuran simetris adalah 8 m x 8 m, maka ketentuan ideal adalah maksimal 2 (dua) lokal dalam satu unit bangunan. Sehingga apabila akan dibangun 2 (dua) lokal tambahan, harus dalam unit bangunan yang terpisah. Dimana masing-masing unit bangunan diberi celah dilatasi ± 10 cm. Ketentuan ini mengacu pada Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU-Ciptakarya.

Perbandingan antara panjang dan lebar bangunan 2:1, mengkondisikan kekakuan struktur pada arah sumbu-x dan sumbu-y tidak jauh berbeda. Apabila 4 (empat) lokal berada dalam satu unit bangunan, maka kekakuan bangunan secara keseluruhan pada arah sumbu-x akan menjadi sangat kuat, dan kekakuan yang lemah terjadi pada arah sumbu-y. Sehingga diperlukan disain struktur rangka yang memperkuat kekakuan pada arah sumbu-y.

(27)

• Bila dikehendaki denah bangunan gedung dan rumah yang tidak simetris, maka denah bangunan tersebut harus dipisahkan dengan alur pemisah sedemikian rupa sehingga denah bangunan merupakan rangkaian dari denah yang simetris.

Bangunan simetris

Celah dilatasi + 10 cm

Bangunan simetris

Bangunan simetris Bangunan simetris Bangunan simetris

Gambar 2- 11. Bangunan tidak simetris dengan alur pemisah

• Pada bangunan sekolah yang tidak memenuhi ketentuan di atas, perlu memenuhi kaidah perencanaan dan perancangan bangunan tahan gempa yang melibatkan konsultan perencana bangunan yang kompeten. Karena sering dijumpai unit bangunan sekolah terdiri dari 3 (tiga) lokal ruang kelas, sehingga tidak memenuhi kriteria rasio 2:1 untuk panjang : lebar bangunan. Pada kondisi lain masih sering dijumpai unit bangunan sekolah yang tidak simetris, baik berbentuk L maupun U, tanpa adanya celah dilatasi, sebagaimana contoh di atas.

• Pemenuhan tata letak bangunan ini merupakan hal yang mendasar yang sebaiknya dilaksanakan pada bangunan sekolah yang berada di zona rawan gempa.

(28)

2) Distribusi berat bangunan sekolah harus merata, tidak terjadi penumpukan pembebanan pada salah satu bagian bangunan baik arah horizontal maupun vertikal. Denah Lantai 2 Denah Lantai 1 Lokal 3 Lokal 4 Lantai 1 Lantai 2 Lokal 1 Lokal 2

Gambar 2- 12. Distribusi berat bangunan arah horisontal dan vertikal

• Unit bangunan sekolah harus menerima distribusi beban yang merata, sebagai ilustrasi pada gambar di atas pembebanan pada 2 (dua) lokal di lantai 1 dan lantai 2 akan relatif sama karena dipakai sebagai ruang kelas. Contoh kasus: apabila lokal 4 beralih fungsi sebagai ruang perpustakaan maka akan terjadi distribusi beban yang tidak merata, karena secara umum distribusi beban akan lebih dominan pada ruang perpustakaan. Rekomendasi yang diberikan adalah menggunakan lantai 1 untuk penempatan perpustakaan atau fungsi ruang lainnya dengan distribusi beban yang relatif besar dan tidak merata. • Semakin besar berat bangunan, makin besar pula daya massa jika terjadi

gempa bumi.

• Beban hidup maksimum yang diperkenankan untuk ruang kelas adalah 250 kg/m2 , sedangkan untuk ruang perpustakaan adalah 400 kg/m2. Beban hidup ini harus sudah masuk dalam perencanaan bangunan.

• Perubahan fungsi ruang harus memperhitungkan beban disain yang telah ditetapkan.

(29)

3) Struktur bangunan yang direncanakan harus sederhana, struktur yang sederhana akan tahan pada kondisi gempa bumi yang keras. Struktur bangunan sekolah pada umumnya bersifat sederhana.

SUMBER: norman – data digital SUMBER: norman – data digital

Gambar 2- 13. Struktur bangunan sekolah umumnya struktur sederhana, potongan melintang dari struktur bangunan berlantai 2 (dua) disertai selasar bangunan

4) Tinggi bangunan sekolah sebaiknya tidak melebihi empat kali lebar bangunan. • Standar sarana prasarana untuk SMA menetapkan bahwa jumlah lantai

maksimum untuk bangunan sekolah adalah 3 (tiga) lantai.

• Dengan lebar bangunan 8 m serta jarak antar as lantai bangunan adalah 4 m, maka apabila jumlah lantai bangunan sekolah adalah 3 (tiga) lantai, dipastikan tidak melebihi 4 x lebar bangunan.

• Bangunan sekolah dengan jumlah lantai 4 (empat), direkomendasikan memiliki lebar bangunan 8 m atau tidak melebihi rasio tinggi dan lebar bangunan yang ditetapkan.

5) Struktur bangunan sekolah sebaiknya monolit, berarti seluruh struktur bangunan dikonstruksikan dengan bahan bangunan yang sama karena pada saat gempa terjadi, bahan bangunan yang berbeda akan memberikan reaksi yang berbeda pula.

• Struktur rangka beton bertulang dengan dinding pengisi bata atau batako menjadi pilihan umum dalam sistem struktur bangunan sekolah.

• Bangunan sekolah dengan sistem struktur terdiri dari struktur rangka kayu dengan dinding pengisi kayu atau semi permanen, masih dijumpai dibeberapa daerah di Indonesia.

(30)

SUMBER: norman – data digital SUMBER: norman – data digital

Gambar 2- 14. Struktur rangka beton dan dinding bata (kiri) serta Struktur rangka kayu dan dinding semi permanen (kanan)

• Struktur yang monolit akan memberikan kontribusi terhadap kekakuan dan kekuatan struktur bangunan secara keseluruhan. Untuk daerah rawan gempa struktur rangka beton bertulang dengan dinding pengisi pasangan bata atau batako merupakan pilihan yang direkomendasikan.

6) Pondasi berada pada tanah yang keras dan sekuat mungkin sehingga tidak akan pernah patah pada saat gempa.

• Tidak diperkenankan pondasi berada pada dua kondisi tanah berbeda, tanah keras dan tanah lunak (urugan) karena akan menyebabkan patahan pada pondasi.

• Jenis pondasi dapat berupa pelat lantai beton bertulang atau pondasi batu kali yang diperkuat dengan sloof beton bertulang.

7) Manajemen supervisi dan pengawasan saat pelaksanaan pembangunan bangunan sekolah akan menjamin kualitas bangunan, sesuai dengan spesifi kasi perencanaan sebagai bangunan sekolah tahan gempa.

(31)

BAB 3

PERENCANAAN KONSTRUKSI BANGUNAN

SEKOLAH TAHAN GEMPA

Perencanaan konstruksi bangunan sekolah tahan gempa, berdasarkan klasifi kasi tingkat bangunannya akan dibagi menjadi:

• Perencanaan konstruksi untuk bangunan sekolah tidak bertingkat, dan • Perencanaan konstruksi untuk bangunan sekolah bertingkat.

Konsep perencanaan yang disampaikan dalam bab ini merupakan penjelasan tentang prasyarat minimum dalam perencanaan konstruksi bangunan sekolah yang bersifat umum dan perlu mendapat perhatian, dengan demikian tidak mengabaikan aspek perencanaan yang dibuat oleh pihak sekolah yang melibatkan konsultan perencana yang kompeten.

3.1. Prasyarat Tahan Gempa pada Bangunan Sekolah Tidak Bertingkat

Perencanaan bangunan sekolah tidak bertingkat tahan gempa adalah dikaitkan dengan pemenuhan syarat minimum bangunan tahan gempa. Sesuai dengan sistem struktur yang dijumpai pada bangunan-bangunan sekolah di Indonesia.

Bangunan sekolah tidak bertingkat tahan gempa, akan dibagi menjadi:

• Bangunan sekolah dengan struktur rangka beton atau rangka kayu dengan dinding pemikul pasangan bata.

(32)

3.1.1. Bangunan Sekolah dengan Struktur Rangka dengan Dinding Pasangan Bata

Syarat minimum yang harus dipenuhi dalam perencanaan pembangunan bangunan sekolah dengan dinding pasangan bata, secara umum dapat dijelaskan dalam ilustrasi gambar di bawah ini.

Untuk bangunan sekolah satu lantai dengan tembok bata, persyaratan minimum bangunan yang harus dipenuhi adalah:

Bangunan terletak di atas tanah yang stabil 1) Denah bangunan sederhana dan simetris 2) Sloof diangkur ke pondasi

3) Gunakan bahan struktur atap dan penutup atap yang ringan, apabila memakai konstruksi kayu gunakan kayu yang kering.

4) Dinding bata dipasang angkur setiap jarak vertikal 30 cm yang dijangkatkan pada kolom.

(33)

5) Setiap luasan dinding 9 m2 harus dipasang kolom praktis 6) Dipasang balok ring yang diikat kaku dengan kolom

7) Seluruh kerangka bangunan harus terikat secara kokoh dan kaku 8) Komposisi bahan adukan beton adalah 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil.

9) Setiap penggunaan 1 zak semen diperlukan kira-kira 5 ember (25 liter) air untuk adukan beton.

10) Pelaksanaan dengan pendampingan tukang yang berpengalaman.

Detil ilustrasi bangunan sekolah tahan gempa dengan tembok bata dapat diperkuat dengan perkuatan beton bertulang atau perkuatan kayu dapat dilihat pada lampiran.

3.1.2. Bangunan Sekolah dengan Struktur Rangka dengan Dinding Papan Kayu

Untuk bangunan sekolah satu lantai dengan tembokan kayu, persyaratan minimum bangunan yang harus dipenuhi adalah:

1) Bangunan terletak di atas tanah yang stabil 2) Denah bangunan sederhana dan simetris 3) Sloof diangkur ke pondasi

4) Balok kayu (ring balk) dipasang keliling dan diikat kaku dengan kolom 5) Seluruh kerangka kayu harus terikat secara kokoh dan kaku

6) Pada tiap sudut (dinding lantai, atap) diberi skoor pengaku 7) Gunakan kayu kering dan pilih bahan atap yang ringan

8) Pilih bahan dinding yang ringan (papan) dan dipaku ke rangka dinding.

9) Rangka kuda-kuda papan kayu atau kuda-kuda gantung, pada titik simpul sambungan kayu diberi baut dan pelat pengikat

10) Pelaksanaan dengan pendampingan tukang yang berpengalaman.

Syarat minimum yang harus dipenuhi dalam perencanaan pembangunan bangunan sekolah dengan dinding pengisi papan kayu, secara umum dapat dijelaskan dalam ilustrasi gambar di bawah ini.

(34)

Gambar 3- 1. Struktur rangka dengan dinding pengisi papan kayu

Detil ilustrasi bangunan sekolah tahan gempa dengan dinding kayu diperkuat dengan perkuatan kayu dapat dilihat pada lampiran.

3.1.3. Rekomendasi Model Struktur Rangka dengan Dinding Pasangan Bata atau Papan Kayu Per Provinsi

Disamping aspek teknis perencanaan bangunan sekolah juga perlu mempertimbangkan kondisi alam dan ekonomi dimana bangunan sekolah didirikan. Kondisi alam terkait keadaan geologis, yaitu karakteristik lapisan tanah pada suatu wilayah yang berhubungan dengan perilaku pergerakan tanah serta daya dukungnya terhadap bangunan yang ada di atasnya. Hal ini dapat tercermin pada peta wilayah gempa Indonesia.

Kondisi ekonomi dikaitkan dengan kearifan lokal khususnya potensi material pendukung pembangunan yang ada diberbagai wilayah Indonesia. Model struktur rangka bangunan sekolah dengan tembok bata (dinding pemikul) atau kayu (dinding pengisi) serta kombinasi dari keduanya, masih menjadi pilihan umum dan dijumpai pada bangunan-bangunan sekolah eksisting. Hal ini tidak terlepas dari kondisi ekonomi terkait

(35)

Pada tabel di bawah ini ditampilkan rekomendasi model struktur rangka dengan dinding pemikul atau pengisi yang direkomendasikan pada masing-masing provinsi.

Vcdgn"5/"30

Tgmqogpfcuk"Oqfgn"Mqpuvtwmuk"Dcpiwpcp"fgpicp"Ogorgtvkodcpimcp"Mqpfkuk"Igqnqiku"fcp" Rqvgpuk"Nqmcn

(36)

3.2. Prasyarat Tahan Gempa pada Bangunan Sekolah Bertingkat dengan Konstruksi Beton Bertulang

Perencanaan bangunan sekolah tahan gempa salah satunya ditujukan agar struktur bangunan sekolah memiliki daktilitas yang baik terhadap beban gempa. Daktilitas adalah kemampuan struktur bangunan untuk mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. Sesuai dengan dengan tingkat keamanan minimum bangunan sekolah yang dijelaskan sebelumnya.

Penempatan dan pengaturan tulangan, terutama pada sambungan-sambungan merupakan upaya untuk mengkondisikan struktur rangka yang daktail, sehingga harus mendapat perhatian atau pengawasan khusus. Ujung-ujung tulangan harus dijangkarkan dengan baik. Pada setiap penampung balok dan kolom harus terpasang minimum empat batang besi tulang.

Adapun detail dimensi struktur rangka beton dan luas minimum tulangan beton pada masing-masing komponen struktur, sepenuhnya mengikuti disain perencanaan bangunan sekolah bertingkat yang telah dibuat oleh konsultan perencana bangunan.

Gambar di bawah ini menjelaskan lokasi hubungan sambungan komponen struktur beton bertulang untuk bangunan gedung bertingkat, yang harus memenuhi syarat daktilitas sebagai bangunan sekolah bertingkat tahan gempa.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

(37)

Kriteria minimum yang harus dipenuhi dari bangunan gedung bertingkat dengan struktur beton bertulang, diantaranya:

• Kekuatan tekan beton minimum 175 kg/cm2, dan kekuatan tarik baja 2400 kg/ cm2.

• Diameter tulangan sengkang minimum baik untuk balok maupun kolom adalah Ø 8 mm, jarak sengkang dan luas tulangan atas dan tulangan bawah dari balok dan plat harus dihitung berdasarkan peraturan yang berlaku, begitu juga untuk luas tulangan untuk kolomnya.

• Pada setiap penampang balok dan kolom harus terpasang minimum empat batang besi tulang.

Beberapa detil hubungan dari struktur rangka beton bertulang dari gambar 3.3 di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Hubungan plat lantai dengan balok

Gambar berikut adalah detail hubungan plat lantai dengan balok, tulangan atas plat menerus melewati balok bagian dalam dan ditekuk ke bawah hingga 40 d. Untuk mendapatkan panjang penyaluran, dimana d adalah diameter tulangan plat. Tulangan plat bawah menerus ke dalam balok dan tidak perlu ditekuk.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

(38)

2) Hubungan balok anak dan balok induk

• Tulangan atas balok anak menerus melewati balok induk bagian dalam dan ditekuk ke bawah hingga 40 d untuk mendapatkan panjang penyaluran,di mana d adalah diameter tulangan balok anak.

• Tulangan bawah balok anak menerus ke dalam balok induk dan ditekuk ke atas hingga 30 d untuk panjang penyalurannya.

• Jarak sengkang maksimum (s1) untuk balok anak adalah 2/3 tinggi balok anak atau 20 cm. Diambil yang terkecil.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

(39)

3) Hubungan balok atap dengan kolom pinggir (Detail A)

• Tulangan atas balok atap menerus melewati kolom bagian dalam dan ditekuk ke bawah hingga 40 d untuk mendapatkan panjang penyaluran, di mana d adalah diameter tulangan balok atap . Tulangan bawah balok atap menerus ke tengah kolom dan ditekuk ke bawah hingga 40 d untuk panjang penyalurannya.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 3- 2. Hubungan balok atap dengan kolom pinggir

• Jarak sengkang maksimum balok anak di sepanjang 2 kali tinggi balok atap (s2) dari muka kolom adalah ¼ tinggi balok anak atau 16 kali diameter tulangan balok atap atau 15 cm, diambil yang terkecil. Jarak sengkang maksimum balok atap di tengah bentang (s3) adalah jarak terkecil dari ½ tinggi balok

(40)

• Sengkang kolom menerus hingga melewati ke dalam balok atap. Jarak sengkang (s4) maksimum untuk kolom di sepanjang mulai dari atas balok atap sampai dengan 1/6 kali tinggi kolom, atau 45 cm dari permukaaan bagian bawah balok atap adalah 10 cm, Jarak sengkang maksimum untuk kolom di bagian tengah (s5) adalah ½ lebar kolom atau 20 cm, diambil yang terkecil. Sengkang balok atap tidak menerus melewati kolom tapi berhenti di sejarak (s6) maksimum 7,5 cm dari muka kolom. Panjang penyaluran pada sambungan besi tulangan pada kolom maupun balok adalah minimum 40 d, dengan d adalah diameter tulangan balok atau kolom. Sambungn besi harus ditempatkan pada ¼ bentang balok atau di setengah tinggi kolom.

4) Hubungan balok lantai dengan kolom pinggir (Detail B)

Gambar dibawah ini merupakan sketsa detail penulangan pada hubungan balok lantai dengan kolom pinggir, Ketentuan jarak sengkang, panjang penyaluran dan penempatan sambungan adalah sama dengan ketentuan yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

(41)

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

(42)

5) Hubungan balok lantai dengan kolom tengah (Detail C)

• Tulangan memanjang atas pada balok didaerah sepanjang 2 kali tinggi balok dari muka kolom harus dipasang 3 batang tulangan, sedangkan ditengah bentang minimal 2 batang.Tulangan memanjang bawah pada balok harus dipasang minimal 2 batang di sepanjang bentang balok.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 3- 5. Hubungan balok lantai dengan kolom tengah

• Tulangan memanjang pada kolom minimum 4 batang di sepanjang ketinggian kolom.

• Baik tulangan memanjang balok maupun kolom harus menerus dan saling melewati panel hubungan kolom dan balok.Kolom harus menerus melewati panel hubungan balok dan kolom.

(43)

6) Hubungan pondasi menerus batu kali dengan kolom sudut

• Tulangan memanjang kolom harus menerus melewati balok sloof dan ditekuk ke dalam balok sloof hingga panjang 40 d untuk panjang penyaluran, dimana d adalah diameter tulangan memanjang kolom.

• Tulangan memanjang balok sloof menerus melewati dan ditekuk ke balok sloof yang lainya yang saling tegak lurus.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

(44)

7) Hubungan pondasi menerus batu kali dengan melewati kolom tengah

• Tulangan memanjang kolom menerus melewati balok sloof dan ditekuk ke dalam balok sloof disebelah kiri dan kanan kolom (panjang penyaluran sama dengan ketentuan sebelumnya).

• Balok sloof dengan pondasi dihubungkan dengan angkur dari besi dengan diameter 12 mm, dan dipasang pada setiap 1,5 m.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

(45)

8) Hubungan kolom, balok sloof/balok pengikat dengan pondasi setempat dari beton bertulang.

• Tulangan memanjang balok sloof menerus melewati kolom dan ditekuk ke atas. Tulangan memanjang kolom terus menerus masuk ke pondasi setempat dan ditekuk ke kanan dan ke kiri di dalam telapak pondasi.

• Tulangan sengkang kolom melewati balok sloof dengan jarak sengkang seperti terlihat pada gambar di atas.

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

Gambar 3- 8a. Detail penulangan pada hubungan balok pengikat/sloof dengan kolom (alternatif jika digunakan fondasi setempat )

(46)

SUMBER: Pedoman Teknis Bangunan Gedung Tahan Gempa, PU – Ciptakarya,

(47)

BAB 4

PELAKSANAAN KONSTRUKSI BANGUNAN

SEKOLAH TAHAN GEMPA

4.1.1 Tata Cara Konstruksi Bangunan

Pelaksanaan pekerjaan konstruksi bangunan sekolah tahan gempa menentukan kualitas bangunan, oleh karenanya harus mengikuti dan memperhatikan tahapan pelaksanaan dalam membuat konstruksi bangunan.

1) Pemasangan papan bouwplank

• Bouwplank adalah panduan untuk semua peil bangunan. Sebelum mulai pekerjaan galian tanah, bouwplank harus sudah terpasang. Patok kayu kaso dibuat setiap 2 meter untuk dudukan papan bouwplank ukuran 2/20. Bagian sisi atas diratakan dengan serut.

SUMBER: sipil93.com SUMBER:building-smart.blogspot.com

Gambar 4- 1. Pemasangan bouwplank pada pekerjaan fondasi bangunan

• Permukaan atas bouwplank harus horizontal atau mendatar, dengan bantuan selang air. Pada permukaan atas papan inilah nantinya dibentangkan benang yang akan menjadi as atau pedoman denah bangunan. Pertemuaan as dinding harus siku atau tegak lurus.

(48)

2) Galian Fondasi

• Pengalian tanah untuk pasangan fondasi, dalamnya galian umumnya disesuaikan dengan syarat-syarat kedalaman galian yang ditentukan. Untuk bangunan tidak bertingkat, galian fondasi dilakukan hingga mencapai tanah keras/asli.

SUMBER:smkn1bansari.wordpress.com SUMBER: picasaweb.google.com

Gambar 4- 2. Galian fondasi batu kali dan fondasi telapak beton bertulang

• Jenis tanah di mana fondasi dibuat bisa bermacam-macam, ada yang lunak dan ada yang keras. Pada kedua jenis tanah tersebut fondasi yang kuat bisa dibangun. Tanah tidak perlu digali terlalu dalam kalau kondisi tanah tersebut cukup keras dan memenuhi persyaratan kepadatan yang ditentukan. Dalam keadaan ini, galian fondasi tidak perlu terlalu dalam, cukup minimal 45 cm saja.

• Kalau tanahnya lunak, harus dibuat fondasi yang lebar dan dalam. Sebaiknya seluruh galian fondasi kemudian diisi dengan bahan batu kali, beton, dsb.

3) Pasangan fondasi batu kali

• Fondasi merupakan kaki dari konstruksi bangunan. Kaki ini befungsi untuk meneruskan beban struktur bangunan ke dalam tanah. Sistem fondasi bekerja secara simultan dengan elemen konstruksi lainnya seperti kolom guna menahan beban dan berat bangunan.

• Penentuan jenis fondasi ditentukan berdasarkan besar beban yang akan ditahan, daya dukung tanah, posisi dari tanah keras yang ada, dan jenis bahan bangunan yang akan digunakan.

(49)

SUMBER: building-smart.blogspot.com SUMBER: kaskus.us

Gambar 4- 3. Fondasi batu kali yang telah disertai angkur untuk disalurkan ke balok sloof, baik dari beton bertulang maupun balok kayu

• Pada pekerjaan pasangan fondasi, tahapan pekerjaan yang pertama adalah mempersiapkan lahan siap bangun dengan membersihkan lahan dari segala material, semak tanaman, akar pohon, dan konstruksi lama yang masih tertanam.

• Selanjutnya galian tanah dibuat hingga kedalaman tanah keras, minimal 60 cm. Alas fondasi ditaburi lapisan pasir pasang 5 cm. Aanstamping dipasang memakai batu belah kecil, panjang 15 cm yang ditata berdiri. Lapisan aanstamping ini direkatkan dengan taburan pasir yang disiram air.

• Fondasi dibuat dengan menyusun batu kali selapis demi selapis, direkatkan dengan adukan semen-pasir 1 pc: 6ps. Batu fondasi dipilih dari batu pecah yang memiliki Ø rata-rata 30 cm, bertekstur kasar dan keras.

• Pada setiap pertemuan dinding disiapkan lubang pada fondasi untuk penempatan tulangan kolom masuk ke badan fondasi.

• Fondasi harus dilengkapi angkur besi Ø8 m ke dalam sloof, dengan jarak tiap angkur 60 cm.

Angkur D-8mm SUMBER: Teddy Boen & Rekan - WSSI

(50)

• Harus dihindarkan penempatan fondasi pada sebagian tanah keras dan sebagian tanah lunak.

• Sangat disarankan menggunakan fondasi menerus, mengikuti panjang denah bangunan,

4) Pasangan fondasi plat beton bertulang

• Fondasi plat beton pada umumnya diterapkan pada bangunan dua lantai, namun tidak jarang bangunan satu lantai memakai fondasi plat yang diposisikan pada lokasi dimana beban bangunan pada titik tersebut cukup besar, khususnya untuk mendukung kolom tumpuan bagi dudukan balok kayu atau beton bertulang.

SUMBER: marchelanugrahsakti.co.cc SUMBER: norman-data digital

Gambar 4- 5. Fondasi telapak beton bertulang

• Pekerjaan yang dilaksanakan dimulai dari galian tanah dibuat hingga kedalaman tanah keras, minimal 60 cm. Alas fondasi ditaburi lapisan pasir pasang 5 cm. Siapkan bekisting dan pembesian fondasi. Untuk fondasi plat beton praktis gunakan Ø 12, sedangkan untuk sengkang kolom fondasi memakai Ø 10. Pembesian fondasi pelat beton praktis dengan dimensi 80cm x 80cm atau 100cm x 100cm tersedia di pasaran.

• Pengecoran dilakukan secara bertahap mulai dari telapak fondasi kemudian dilanjutkan pada kolom fondasi hingga pertemuan dengan sloof.

(51)

5) Pasangan sloof

• Setelah fondasi selesai dibuat, disiapkan tulangan di atas fondasi menerus. Tulangan yang digunakan yaitu tulangan pokok 4 x Ø 12 mm dengan sengkang Ø 8 mm jarak 25 cm. Sloof beton tersebut di cor dengan dimensi 15 x 20 cm.

SUMBER: erwin4rch.wordpress.com

Gambar 4- 6. Pekerjaan pengecoran balok sloof bersamaan dengan peletakan pembesian kolom

• Begisting atau cetakan cor menggunakan papan cor maupun batu bata. Pertemuan sloof (sudut L,T) tulangan pokok diharuskan dengan sambungan/ overstek 40 d. Setiap ujung besi harus diberi hak.

6) Pasangan dinding bata

• Pasangan batu bata adalah susunan batu bata dengan macam-macam ikatan tertentu dan diikat dengan bahan pengikat yang disebut mortar atau adukan semen/ pasir.

• Pasangan bata dibangun berdasarkan aturan berikut. Pada 2 buah lapisan yang berurutan siar tegak tidak boleh segaris dengan lapisan diatas atau dibawahnya.

• Pasangan batu bata harus betul-betul tegak, lurus, dan datar. Selisih antara lapis pertama dengan lapis kedua harus ½ panjang bata siar tegak dan siar datar memiliki ketebalan maksimal 1,5 cm.

(52)

• Setiap 6 (enam) lapis bata atau batako dipasang jangkar Ø-8mm sepanjang 40 cm, disalurkan ke dalam tulangan kolom

Jangkar Dia.-8mm

SUMBER: Teddy Boen & Rekan - WSSI

Gambar 4- 7. Penjangkaran dari pasangan bata / batako ke dalam tulangan kolom

SUMBER: ideaonline.co.id SUMBER: farm3.static.fl ickr.com

Gambar 4- 8. Pasangan bata merah dan batako

• Dinding bata sebaiknya ditutup dengan plesteran agar tampak rapi dan halus. Plesteran dinding berfungsi untuk melindungi konstruksi dinding dari pengaruh cuaca dan memberikan permukaan dinding yang halus dan rata serta memberikan keindahan pada bangunan.

• Persyaratan adukan plesteran mengikuti ketentuan berikut. Untuk lapisan dasar (penghubung) dibuat berbandingan 1ps : 4ps, adukan dibuat encer, dengan tebal lapisan dasar 10 mm. Untuk lapisan kedua (perata) dibuat dalam perbandingan 1 pc : 6 ps dengan tebal lapisan 6 mm. Untuk lapisan fi nishing (akhir) dibuat campuran 1 pc : 2 ps halus dengan tebal 3 mm.

(53)

7) Pekerjaan Pembesian

• Pekerjaan penulangan besi terdiri atas pekerjaan pemotongan tulangan sesuai dengan rencana ukuran dengan toleransi yang disyaratkan pembengkokkan petulangan berupa/ hak dan begel, sesuai dengan bentuk yang direncanakan.

• Persyaratan pemasangan tulangan mengikut aturan berikut. Tulangan harus bebas dari kotoran, lemak, dsb. Yang akan mengurangi daya lekatnya. Tulangan harus dipasang sedemikian rupa agar selama dan sebelum pengecoran tidak berubah tempatnya. Dimensi penulangan harus memperhatikan ketebalan penutup beton.

• Salah satu sifat beton bertulang adalah beton dan baja mempunyai angka muai yang hampir sama sehingga pada perubahan suhu hanya akan sedikit saja timbul tegangan-tegangan antara beton dan baja. Angka muai beton dipengaruhi juga oleh perbandingan campuran dan komponennya serta umur dan kadar airnya.

• Pemotongan dan pembengkokan baja tulangan dapat dilaksanakan di bengkel kerja ataupun di lapangan. Dibengkel kerja, alat-alat perlengkapan dan baja tulangan yang akan dikerjakan tidak perlu dibawa ke tempat pekerjaan sehingga cukup baja tulangan yang telah siap untuk dipasang saja yang diangkut ke pekerjaan.

SUMBER: skyscrapercity.com

Gambar 4- 9. Bengkel pembesian untuk pemotongan dan pembengkokan

• Pemotongan baja beton Ø kecil, biasanya menggunakan gunting baja tangan, sedangkan untuk Ø besar digunakan mesin gunting yang digerakkan oleh mesin. Di dalam praktek, pemotongan baja Ø besar dengan jumlah hanya

(54)

• Setelah baja tulangan selesai dibengkokkan dan acuan dimana tulangan akan dipasang sudah selesai dikerjakan, dapat dimulai perakitan begel ke tulangan pokok. Ukuran panjang batang baja tulangan adalah terbatas hanya 12-14 meter, pada konstruksi yang panjang, baja tulangan harus disambung. Penyambungan tulangan harus dilaksanakan di tempat yang telah ditentukan menurut gambar konstruksi.

• Detail penulangan kolom, ringbalk, gunungan, pada kontruksi bangunan harus memperhatikan ketentuan berikut. Tulangan utama 4 x Ø12 mm, sengkang Ø 8 mm jarak 15 cm, mendekati persilangan jarak sengkang 5 cm. Tebal selimut beton minium 2,5 cm dari sengkang.

• Overstek tulangan ujung kolom dibengkokkan ke arah dalam. Sambungan tulangan pokok dilaksanakan dangan panjang lewatan 40 Ø. Sambungan diposisikan pada ½ ketinggian kolom.

• Khusus untuk pembesian ringbalk, tulangan ekstra atas dipasang di tengah bentang, sedangkan tulangan ekstra bawah dipasang di 1/3 benteng kiri-kanan. Posisi tulangan harus tertanam ke dalam beton, dengan bantuan tahu beton 3 x 3 x 3 cm.

8) Struktur Rangka

• Dinding pasangan bata diperkuat dengan ring balok, kolom, dan sloof sehingga membentuk struktur yang kaku dan stabil. Perkuatan beton bertulang pada struktur rangka beton ditempatkan di setiap pertemuan dinding pasangan bata atau dengan panjang lebih dari 3 m (kurang lebih 9 m2).

• Hubungan penulangan antar ring balok, kolom dan sloof, harus memenuhi panjang penyaluran tulangan yang telah ditetapkan.

9) Pekerjaan beton

• Pengadukan beton menggunakan tangan harus dilakukan di atas bak pencampur dengan dasar lantai dari papan kayu atau dari pasangan yang diplester supaya kotoran-kotoran tanah tidak mudah tercampur dan air pencampur tidak mudah keluar. Pengadukan beton dengan jumlah besar sebaiknya dilakukan di bawah atap, supaya dapat terlindung terhadap panas matahari dan hujan. Pengadukan cara ini biasanya selalu dengan perbandingan volume. Supaya perbandingan bermutu baik harus menggunakan takaran

(55)

• Pengadukan beton dengan mesin pengaduk beton (mollen) akan didapatkan adukan beton lebih rata dan sempurna. Pengadukan beton dapat dilaksanakan di pabrik, kemudian adukan beton tersebut diangkut dengan mobil pengangkut khusus ke tempat-tempat pekerjaan untuk dicorkan.

• Pengecoran beton

Pengecoran beton pada konstruksi sloof dan ringbalk sebaiknya dilaksanakan secara menerus tanpa jeda. Sedangkan pengecoran beton pada kolom dilaksanakan secara bertahap sesuai ketinggian. Hal tersebut untuk menghindari gaya gravitasi yang akan menarik kerikil menumpuk di sisi bawah. Selain itu pengecoran bertahap akan menghindari tekanan berlebih yang terjadi di bekisting bawah.

Gambar 4-10. Pekerjaan pengecoran pada pelat lantai 2 disertai pemakaian alat vibrator

SUMBER: erwin4rch.wordpress.com SUMBER: b-panel.com SUMBER: readymix-concrete.indonetwork.co.id

• Pekerjaan cor kolom dan ringbalk

- Titik pemasangan kolom ditentukan. Kolom harus menyatu dengan fondasi dan sloof. Kolom praktis direncanakan setiap luasan dinding 12 m2.

- Bila bata dijadikan sebagian dari cetakan, ukuran cetakan perlu diperhatikan agar sesuai ukuran kolom rencana. Ukuran setengah bata hanya 10 cm, sehingga papan cetakan harus diganjal dengan kayu reng. Papan cetakan harus mampu mencegah air semen mengalir keluar. Beton segar tidak boleh didiamkan lebih dari 45 menit.

- Pemadatan beton dilaksanakan dengan cara digetarkan dengan batang panjang misalnya besi Ø 16 mm serta dipukul-pukul dinding cetakan menggunakan palu. Skor dan unting-unting digunakan untuk menjamin kolom lurus vertikal.

(56)

- Cetakan kolom dapat dibuka setelah 24 jam. Permukaaan beton dibasahi minimal 3 kali sehari, selama minimal 1 minggu.

- Pengecoran ringbalk, diusahakan cor menerus tidak berhenti. Cor tidak dihentikan secara horizontal atau selapis. Pentahapan cor harus dilaksanakan per bagian kolom, tidak per lapis.

- Pengecoran dilaksanakan sepertiga dari tinggi kolom, setelah beton agak kering dilaksanakan pengecoran sepertiga lagi, dan seterusnya hingga penuh. Pada saat pengecoran dilaksanakan dipastikan semua agregat beton masuk ke dalam cetakan, dengan cara ditusuk-tusuk besi Ø 12 mm, dan bekisting diketok-ketok palu. Hindari membuka cetakan pada saat beton masih basah. Umur beton mencapai keras adalah 28 hari.

10) Gunungan

• Tanpa perkuatan, pasangan gunung-gunung rentan terhadap gaya horizontal, bangunan mudah roboh. Banyak kecelakaan terjadi karena bata gunungan lepas dan menimpa penghuni saat gempa.

Gambar 4- 11. Detail tulangan gunungan

SUMBER: Dinas Kimpraswil DIY

• Untuk menghindari hal tersebut, beberapa perlakuan harus diberikan dalam desain gunungan, antara lain menggunakan perkuatan dengan beton bertulang pada sisinya sebagaimana terlihat pada gambar di atas, yaitu Ø 12 untuk kolom dan ring balk serta diamater 8 untuk sengkang setiap 15 cm.

• Bahan cor menggunakan campuran spisi sesuai spesifi kasi, dan memplester gunungan agar bata tidak mudah terlepas jatuh.

(57)

11) Kuda-kuda

• Prinsip dasar konstruksi kuda-kuda kayu yaitu dudukan kuda-kuda diatas tumpuan kokoh, misal beton bertulang, salah satu ujung dudukan kuda-kuda dibuat bebas sedang yang lain diikat dengan baut angkur, antara kuda-kuda dihubungkan dengan kait angin sebagai pengaku, dan bahan penutup atap dibuat seringan mungkin sesuai dengan kekuatan pendukungnya.

• Penggunaan kuda-kuda beton tidak direkomondasikan. Beton hanya efektif untuk mendukung gaya tekan karena kekuatan tariknya sangat rendah. Selain itu, kuda-kuda beton memiliki batang tarik sehingga batangnya tidak efektif dan membahayakan, karena mudah runtuh.

12) Pekerjaan Rangka Atap

• Pemasangan konstruksi penutup atap mengikuti ketentuan berikut. Material atap dibuat dari bahan yang ringan, kayu yang digunakan sebagai rangka atap harus kering, detail sambungan kuda-kuda harus kuat, kesatuan rangka atap dengan menutup atap harus baik, dan rangka/kuda- kuda atap harus diikat pada rangka struktur balok dan kolom dan dijangkarkan pada dinding. Rangka kuda-kuda dipersiapkan sebelum dirakit diatas bangunan.

• Pada pemasangan kuda-kuda atap, pada titik simpul sambungan diberi baut dan plat pengikat. Kuda-kuda diangkurkan ke ringbalk. Ø baut dan jangkar yang digunakan minimal Ø 12 mm.

13) Pekerjaan fi nishing

• Yang termasuk dalam pekerjaan fi nishing antara lain pemasangan kusen dan daun pintu-jendela, pemasangan plafon, pemasangan lantai, dan pengecatan dinding. Pemasangan kusen harus diberi angkur ke tembok bata.

(58)

4.2. Penggunaan Bahan Bangunan

Selain faktor tata cara pelaksanaan bangunan tahan gempa perlu menggunakan bahan bangunan yang berkualitas, sehingga menghasilkan bangunan dengan mutu yang memadai, mudah diperoleh di sekitar lokasi agar terjamin ketersediaannya selama proses konstruksi, dan sesuai dengan persyaratan Peraturan Standar Bangunan yang berlaku.

1) Portland Cement (PC)

• Semen Portland merupakan bahan jadi bila dicampur dengan air akan dapat mengeras. Jumlah air yang digunakan menentukan kualitas adukan dan mutu beton yang dihasilkan.

• Semen portland tersedia di pasaran dalam banyak merek dan memiliki mutu yang tidak jauh berbeda, sehingga dapat dipakai untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

2) Pasir

• Pasir merupakan bahan adukan, terdiri atas bahan bantan berukuran kecil, dengan persyaratan butiran berukuran 0.15 mm, butiran keras berbentuk tajam dan tidak mudah hancur oleh pengaruh perubahan iklim, tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 %, bila mengandung lumpur harus dicuci, tidak boleh mengandung bahan organik, garam,minyak, dsb, dan pasir laut tidak boleh dijadikan bahan bangunan kecuali bila telah diadakan penelitian dan petunjuk dari ahli bangunan.

• Pasir untuk pembuatan adukan atau beton harus memenuhi persyaratan tersebut. Selain pasir alam dari sungai atau galian tanah, terdapat pula pasir buatan yang dihasilkan dari batu yang dihaluskan dengan mesin pemecah batu, dari terak dapur tinggi yang dipecah-pecah melalui suatu proses.

3) Kerikil / Split

• Kerikil atau batu pecah yang akan dipakai sebagai campuran beton harus memiliki persyaratan berasal dari sungai/darat, bebas dari tanah lumpur lebih dari 1 % , bebas dari bahan organik, memiliki butiran keras tidak berpori, berbentuk pipih tidak lebih dari 20 % dari pemakaian agregat beton, dan berØ 1 – 2 cm.

(59)

• Sebelum dicampur dalam beton, kerikil ditempatkan di tempat terbuka. Pengawasan agregat harus dilakukan sejak material datang ke penimbunan hingga saat pengambilan kembali. Penimbunan agregat sebaiknya dilakukan di atas bak atau lantai plesteran agar tanah tidak terbawa ketika mengambil bahan. Penimbunan agregat harus berjauhan dengan pasir pasang. Apabila agregat kasar terdiri atas beberapa jenis butiran, penyimpanannya harus dipisah.

4) Air Kerja

• Air digunakan untuk membuat adukan semen-pasir-kerikil menjadi seperti bubur kental. Air bereaksi bersama bahan lain untuk mengeras, sangat dibutuhkan dalam pekerjaan pasangan. Tanpa air, konstruksi pasangan tidak akan baik dan sempurna.

• Air untuk keperluan konstruksi harus bersih, bebas dari bahan organik (kotoran hewan/ manusia, tumbuhan), dan tidak boleh mengandung minyak, garam, dan zat lain yang dapat merusak pasangan. Oleh karena itu, air sebaiknya diambil dari sumur atau sungai bersih dan jernih. Air tersebut berguna untuk membuat adukan beton, menyiram/ membasahi beton dan pasangan, dan untuk membersihkan peralatan kerja. Air yang digunakan untuk membuat adukan bila perlu diuji di laboratorium. Untuk adukan kedap air dari semen kira-kira 25% dari isi bahan yang dicampur.

• Air laut dapat mengakibatkan kerusakan pada tembok. Air yang mengandung bahan-bahan busuk seperti air danau yang mengandung larutan asam humus, tidak dipergunakan.

5) Batu Bata

• Bentuk batu bata pada umumnya merupakan prisma tegak (balok) dengan penampung empat persegi panjang ukuran batu bata tidak sama di beberapa daerah. Hal tersebut karena belum ada standar keseragaman dimensi dan teknik pengolahan. Ukuran batu bata umumnya berkisar 22 x 10.5 x 4.8 cm hingga 24 x 11.5 x 5.5 cm.

• Penimbunan bata sebaiknya diberi alas berjarak 30 cm dari permukaan tanah. Dengan tinggi maksimal tumpukan 2 meter. Bata disusun berdiri arah lebarnya dan disusun berselang-selang empat buah-empat buah agar tidak

(60)

pecah. Untuk menjaga bata tetap kering, penyimpanan ditutup dengan terpal/ plastik. Batu bata disusun rapi dan dihindarkan dari hujan agar tidak pecah dan rusak.

• Pasangan bata seluas 1 m2 untuk pasangan 1 bata, diperlukan 130 buah bata.

6) Batu Belah

• Material batu kali dan batu belah biasanya digunakan untuk pasangan fondasi, dinding turap penahan tanah, bahkan kadang-kadang digunakan sebagai bahan dinding. Ciri visual batu ini yaitu tidak terlalu banyak pori-pori, tidak keropos, dan keras. Penimbunan sebaiknya di tempat yang kering agar permukaan batu tidak terkena lumpur. Dimensi batu kali dari alam berukuran besar, Guna mendapatkan dimensi standar untuk pasangan fondasi, dapat dipecah dengan martil.

7) Kayu

• Kayu sebagai materi konstruksi bangunan antara lain digunakan untuk bekisting atau cetakan pengecoran, pembentuk struktur bangunan misalnya kolom, murplat, kuda-kuda, dan rangka atap, penutup bangunan, dan fi nishing. Sebagai penutup bangunan, kayu biasanya diolah dalam bentuk papan sehingga mudah diaplikasikan sebagai penutup dinding. Sebagai bahan fi nishing, kayu digunakan pada penutup atap (sirap), pintu, daun jendela, dan kusen.

• Kayu yang dipilih sebagai bahan bangunan harus sesuai spesifi kasi dan terhindar dari cacat kayu sebagai berikut.

- Spring yaitu melengkung memanjang bagian tebal - Bow yaitu melengkung memanjang bagian lebar. - Cup yaitu melengkung kearah lebar.

- Pecah rambut permukaan.

- Twist yaitu kayu melenting/terpuntir. - Mata kayu terlepas.

- Pecah ujung agak besar.

- Terdapat mata kayu busuk maupun muda - Kayu terkelupas pada lingkaran tahun.

(61)

8) Besi Tulangan Baja.

• Baja tulangan adalah baja berbentuk batang yang digunakan untuk penulangan beton. Baja tulangan dalam konstruksi beton berperan sebagai pembentuk daya dukung struktur beton bertulang. Ø baja yang digunakan disesuaikan dengan gambar rencana yang disiapkan sebelumnya.

• Untuk melindungi baja tulangan terhadap karat, dibuat selimut (penutup beton) atau dengan lapisan anti karat.

• Baja tulangan dalam beton bertulang digunakan sebagai penahanan daya tarik, karena beton sangat lemah terhadap gaya tarik.

• Penyimpanan baja tulangan dapat ditempat tertutup maupun di tempat terbuka. Dalam penimbunannya, baja tulangan tidak boleh langsung berhubungan dengan tanah. Batang tulangan yang jenis dan ukurannya berbeda harus dipisahkan penimbunannya.

• Pembengkokan besi menggunakan kunci maupun mesin pembengkok, sedangkan pemotongannya menggunakkan mesin elektrik, gunting baja, maupun gergaji manual.

(62)
(63)

BAB 5

PERBAIKAN DAN PERKUATAN

BANGUNAN SEKOLAH

Kerusakan yang terjadi pada bangunan sekolah akibat gempa bumi perlu segera ditindaklanjuti dengan langkah perbaikan, untuk memulihkan fungsi bangunan dan mendukung proses pelayanan pendidikan. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah identifi kasi kerusakan dan dilanjutkan dengan perbaikan melalui metode pelaksanaan yang disesuaikan dengan jenis dan tingkat kerusakannya. Bab ini akan mengulas langkah perbaikan dan perkuatan bangunan sekolah yang mengacu pada pedoman teknis bangunan gedung tahan gempa dari PU-Ciptakarya.

5.1. Identifi kasi Kerusakan Akibat Gempa

Pasca terjadinya gempa langkah awal yang dilakukan terkait dengan bangunan sekolah adalah identifi kasi kerusakan akibat gempa. Berdasarkan tingkat dan skalanya mengacu pada Pedoman Bangunan Gedung Tahan Gempa dari PU-Ciptakarya, kerusakan bangunan akibat gempa dapat dikategorikan sebagai berikut:

1) Kerusakan Ringan Non-Struktur

Bangunan sekolah dikategorikan mengalami kerusakan ringan nonstruktur apabila terjadi hal-hal sebagai berikut :

• retak halus (lebar celah lebih kecil dari 0,075 cm) pada plesteran • serpihan plesteran berjatuhan

• mencakup luas yang terbatas

Tindakan yang perlu dilakukan adalah perbaikan secara arsitektur tanpa perlu mengosongkan bangunan.

2) Kerusakan Ringan Struktur

Bangunan sekolah dikategorikan mengalami kerusakan struktur tingkat ringan apabila terjadi hal-hal sebagai berikut :

Gambar

Gambar 1- 3. Bangunan sekolah dengan struktur bertingkat harus memenuhi tingkat keamanan minimum  sebagai bangunan tahan gempa
Gambar 1- 5. Kerusakan bangunan sekolah pada dinding, rangka pintu dan jendela
Gambar 1- 7. Kebakaran akibat korsleting atau kebocoran gas pada bangunan
Gambar 2-1 : Respon bangunan terhadap pergerakan tanah permukaan akibat gempa
+7

Referensi

Dokumen terkait

struktur beton bertulang tahan gempa dengan sistem rangka pemikul momen. khusus berdasarkan “Tata cara perencanaan ketahanan

Indonesia merupakan daerah gempa aktif, jadi struktur rangka baja juga harus dihitung agar dapat menahan beban yang dihasilkan gempa.Dalam penulisan tugas akhir ini, dibahas

Indonesia merupakan daerah gempa aktif, jadi struktur rangka baja juga harus dihitung agar dapat menahan beban yang dihasilkan gempa.Dalam penulisan tugas akhir ini, dibahas

Pedoman Teknis ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai acuan bagi perencana, pelaksana dan masyarakat, dalam perencanaan dan pelaksanaaan bangunan rumah tinggal berbasis

Sehubungan dengan upaya yang terus-menerus itu, guru PAI dan pengawas PAI pada sekolah layak mendapat penghargaan (reward) sebagai wujud perhatian, pengakuan,

a) Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak lebih dari 10 tingkat atau 40 m.. b) Skema bentuk struktur adalah persegi panjang tanpa tonjolan dan jika ada

Oleh karena itu dalam pembahasan kali ini saya akan menggunkan metode perencanaan struktur tahan gempa yang di aplikasikan pada bangunan tinggi dengan menggunakan variasi penempatan FVD

Grafik Kinerja Batas Layan Ultimit SRPMM Menurut perhitungan pengaturan kinerja batas ultimit struktur gedung untuk arah X dan Y pada tabel, struktur gedung mencukupi batas yang