• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 PENGARUH PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO PADA PADA BAMBU BETUNG TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR LIGNIN DAN SELULOSA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 PENGARUH PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO PADA PADA BAMBU BETUNG TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR LIGNIN DAN SELULOSA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

4 PENGARUH PRA-PERLAKUAN SECARA

BIOLOGIS-GELOMBANG MIKRO PADA PADA BAMBU BETUNG

TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR LIGNIN DAN

SELULOSA

4.1 Pendahuluan

Untuk lebih memperbaiki ketercernaan substrat dalam proses hidrolisis maka pemilihan pra-perlakuan yang efektif penting dilakukan. Kombinasi pra-perlakuan biologis-gelombang mikro dapat menjadi alternatif untuk memodifikasi kondisi bahan sehingga proses hidrolisis lebih baik. Pengaruh utama pra-perlakuan kombinasi ini adalah degradasi lignin dan hemiselulosa serta peningkatan porositas serat. Hal ini mengingat dalam pra-perlakuan biologis, JPP digunakan untuk mendegradasi polimer lignin melalui degradasi enzim lignolitik (Sun dan Cheng 2002; Zhang et al 2007; Messner dan Srebotnik 1994; Kirk dan Chang 1981). Untuk memperoleh selektifitas delignifikasi dan rendemen gula pereduksi dari hidrolisis enzimatis yang tinggi, maka pemilihan jenis jamur yang cocok dengan substrat penting untuk dilakukan. JPP, TV merupakan jamur yang telah terbukti mampu tumbuh baik dalam substrat bambu betung untuk biopulping dibandingkan dengan jamur lain yaitu Pleurotus ostreatus and Phanerochaete chrysosporium. Jamur ini memberikan selektifitas delignifikasi yang lebih baik pada pulpnya (Fatriasari et al. 2011; Falah et al. 2011).

Pra-perlakuan menarik lain yang relatif ramah lingkungan adalah pra-perlakuan gelombang mikro pada bahan berlignoselulosa dalam medium cair (Kheswani et al. 2007). Metode ini telah diaplikasikan pada berbagai bahan berlignoselulosa seperti switch grass, bagas, jerami padi, bahan berkayu, TKKS, batang dan pelepah sawit dan lain-lain (Azuma et al. 1984; Hu dan Wen 2008; Keshwani 2009; Anita et al. 2012; Risanto et al. 2012; Lai dan Idris 2013) karena waktu proses yang singkat dan rendemen serta kualitasnya yang tinggi (Hermiati et al. 2011). Pra-perlakuan gelombang mikro memberikan panas internal langsung terhadap biomasa yang dihasilkan dari vibrasi molekul polar yang bergetar sejajar dengan medan magnet (Kheswani et al. 2007). Lebih lanjut, pra-perlakuan ini dapat meningkatkan produksi ion sehingga memungkinkan pelarutan bahan non polar dan hidrolisis biomasa tanpa katalis (Tsubaki dan Azuma 2011).

Studi paralel pra-perlakuan biologis dan gelombang mikro pada bambu betung juga telah dilakukan untuk menentukan kondisi perlakuan tunggal terbaik yang akan digunakan sebagai substrat untuk pra-perlakuan kombinasi biologis dan gelombang mikro. Pra-pra-perlakuan biologis dengan waktu inkubasi 30 hari terpilih untuk dikombinasikan dengan pretreament gelombang mikro karena kehilangan lignin yang tinggi dengan kehilangan selulosa yang rendah. Pra-perlakuan gelombang mikro dengan iradiasi selama 5, 10 dan 12.5 pada daya 330 W menit serta 5 menit pada daya 770 W memiliki kehilangan berat yang relatif rendah dengan mempertimbangkan alfa selulosa yang relatif tinggi dan hemiselulosa yang

(2)

rendah dibandingkan dengan kondisi pra-perlakuan gelombang mikro lain. Sejauh ini belum ada studi yang melaporkan perubahan struktur lignin dan karbohidrat yang terjadi setelah kombinasi pra-perlakuan biologis-gelombang mikro. Dalam penelitian ini, pengaruh inokulum dalam pra-perlakuan biologis dikombinasikan dengan waktu iradiasi dan daya pada pra-perlakuan gelombang mikro diinvestigasi secara detail untuk melihat perubahan karakteristik setelah pra-perlakuan.

4.2 Bahan dan Metode 4.2.1 Persiapan Bahan

Prosedur penyiapan serbuk bambu (40-60 mesh) mengikuti metode yang disebutkan pada bab 2.2 dan 3.2. Serbuk itu kemudian disimpan dalam plastik tertutup sebelum digunakan sebagai substrat pra-perlakuan pada kondisi ruang.

4.2.2 Metode

Pretratment kombinasi ini dilakukan dengan melakukan pra-perlakuan biologis terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pra-perlakuan gelombang mikro. Adapun detail tahapan metode ini disampaikan berikut ini.

4.2.2.1 Pra-perlakuan Biologis

Tahapan prosedur penyiapan bahan, pembuatan inokulum yang digunakan mengikuti metode pra-perlakuan biologis dengan jamur TV dengan waktu inkubasi 30 hari (bab 2.2). Sampel hasil pra-perlakuan tersebut kemudian dicuci dan disimpan dalam lemari pendingin.

4.2.2.2 Pra-perlakuan Gelombang Mikro

Bambu hasil pra-perlakuan biologis selanjutnya digunakan sebagai substrat untuk pra-perlakuan gelombang mikro dengan terlebih dahulu ditentukan kadar airnya. Tahapan prosedur yang digunakan juga mengikuti tahapan pada pra-perlakuan gelombang mikro (bab 3.2). Substrat (0.1 g berat kering oven) diiradiasi dengan daya 330 W selama 5,10 dan 12.5 menit dan daya 770 W selama 5 menit. Pulp (fraksi padat) hasil penyaringan dari pra-perlakuan ini selanjutnya sebagian disimpan dalam lemari pendingin, sedangkan sebagian lain digunakan sebagai sampel untuk analisis komponen kimia dan pengujian XRD, SEM-EDS dan FTIR.

4.2.2.3 Perubahan Morfologi dan Karakteristik Selulosa dan Lignin Pulp hasil pra-perlakuan kombinasi biologis-gelombang mikro diukur perubahan komponen kimia. Penghitungan kehilangan berat mengikuti metode Pandey dan Pitman (2003), sedangkan selektifitas delignifikasi dihitung berdasarkan nisbah kehilangan lignin terhadap kehilangan selulosa (Yu et al. 2010). Penentuan indeks kristalinitas, struktur kristal selulosa alomorf dan ukuran kristal selulosa dilakukan dengan analisis XRD. Pola

(3)

biodegradasi dan gugus fungsional dievaluasi dengan analisis FTIR. Kondisi pengujian dan metode untuk evaluasi komponen kimia dan karakteristik ini sama dengan prosedur pada bab 2.2 dan 3.2. Perubahan morfologi bambu setelah pra-perlakuan kombinasi biologis-gelombang mikro dilakukan dengan SEM, sedangkan perubahan elemen penyusun pulp tersebut menggunakan EDS dengan prosedur pengujian mengikuti metode pada bab 3.2.

4.2.3 Analisis Data

Percobaan penentuan komponen kimia dilakukan dengan tiga kali ulangan dan data disajikan dalam rata-rata.

4.3 Hasil dan Pembahasan

4.3.1 Perubahan Komponen Kimia pada Bambu Setelah Pra-perlakuan Biologis-Gelombang Mikro

Alfa selulosa, hemiselulosa, lignin, dan ekstraktif merupakan komponen kimia penyusun bambu. Berdasarkan data pada Gambar 4.1 mengindikasikan bahwa bambu memiliki kandungan alfa selulosa yang tinggi, polimer ini merupakan sumber utama gula dengan rantai karbon 6 (C-6) yang dapat dikonversi menjadi etanol. Polimer selulosa ini terdiri dari bagian amorf dan kristalin, dimana daerah kristalin harus dimodifikasi melalui proses pra-perlakuan. Lebih lanjut, dalam komplek struktur dari lignoselulosa, polimer lignin dapat menghambat proses biodegradasi bahan lignoselulosa dalam hidrolisis enzimatis sehingga menghasilkan rendemen gula yang rendah. Dalam penelitian ini, kombinasi pra-perlakuan biologis-gelombang mikro digunakan untuk mengurangi kadar lignin dengan penyerangan polimer lignin, pelarutan hemiselulosa dan peningkatan porositas substrat. Oleh karena itu, hemiselulosa sebagai sumber gula lima (C-5) yang tidak dapat difermentasi oleh ragi, Saccaromyces cerevisiae dihilangkan.

Kombinasi pra-perlakuan jamur dan gelombang mikro menyebabkan terjadinya kehilangan berat pada sampel (Gambar 4.1), dengan kehilangan berat pada inokulum 10% lebih rendah daripada inokulum 5%. Kehilangan berat tertinggi terjadi pada inokulum 5% dengan iradiasi 10 menit pada daya 330 W, dan yang terendah pada inokulum 10% pada daya 770 W selama 5 menit. Kehilangan berat total berkisar antara 5.47-19.88%. Kehilangan alfa selulosa yang menunjukkan fenomena yang berkebalikan dengan kehilangan berat. Selektifitas delignifikasi tertinggi pada pra-perlakuan dengan inokulum 5% yang kemudian diiradiasi selama 5 menit. Selektifitas delignifikasi (lebih dari dua) yang tinggi mengindikasikan efektifitas pemecahan polimer lignin dibandingkan dengan aktivitas degradasi selulosa pada substrat (Gambar 4.1).

(4)

Gambar 4.1 Perubahan komponen kimia bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang mikro. Komponen: KI, konsentrasi inokulum; KB, kehilangan berat; LK, lignin klason; HC, hemiselulosa; AC, alfaselulosa; E, ekstraktif etanol-benzene; SD, selektivitas delignifikasi

Kehilangan lignin cenderung meningkat dengan semakin lamanya iradiasi gelombang mikro pada pra-perlakuan biologis dengan inokulum 5%. Energi panas dari gelombang mikro melingkupi substrat dengan efektif terkait dengan fenomena ini. Kadar alfa selulosa dari sampel setelah pra-perlakuan cenderung meningkat yang dihasilkan dari pemecahan hambatan struktural biomasa dengan terganggunya ikatan hidrogen intra dan inter molekul yang berikatan dengan lignin.

Dalam aktifitas delignifikasi lignin, karbohidrat juga ikut terdegradasi seperti alfa selulosa dan hemiselulosa. Hal ini mungkin disebabkan oleh kerusakan sebagian ikatan hidrogen dalam LCC (kompleks lignin karbohidrat) (Li et al. 2010). Pra-perlakuan biologis menyebabkan pembukaan struktur kompleks dari lignoselulosa melalui depolimerisasi lignin sehingga terjadi peningkatan asesibilitas terhadap bagian karbohidrat. Meskipun pra-perlakuan dengan waktu iradiasi 12.5 menit menyebabkan degradasi lignin yang lebih tinggi, namun kehilangan selulosanya juga cukup tinggi. Iradiasi gelombang mikro dapat merubah ultrasuktur selulosa; mendegradasi lignin dan hemiselulosa dalam bahan berlignoselulosa yang menyebabkan peningkatan suseptibilitas bahan berlignoselulosa (Binod et al. 2012). Pemanasan gelombang mikro mentransfer dan menginduksi panas secara langsung dalam subtrat bambu, yang menyebabkan depolimerisasi struktur bangunan gula menjadi oligosakarida (Ebringerova 2006). Untuk menghilangkan lebih banyak lignin dan hemiselulosa maka diperlukan penggunaan suhu diatas suhu Tg (transisi gelas) dari lignin (180-1900C).

Nilai selektifitas delignifikasi tertinggi (lebih dari 2) ditemukan setelah bambu diberikan pra-perlakuan dengan inokulum 5% dan kemudian

0% 20% 40% 60% 80% 100% Kontrol 5% KI, 5 min 5% KI, 10 min 5% IL, 12.5 min 5% IL, 5 min 10% IL, 5 min 10% IL, 10 min 10% IL, 12.5 min 5% IL, 5 min K om p osi si k om p on en ki m ia WL AIL HC AC E 2.9 1 0.46 1.08 1.14 SD 0.77 0.59 1.14

(5)

diiradiasi selama 5 menit. Selektifitas delignifikasi yang lebih tinggi mengindikasikan bahwa pemecahan polimer lignin lebih efektif daripada aktivitas degradasi selulosa pada substrat.

4.3.2 Perubahan Struktur Selulosa dan Lignin Bambu Setelah Pra-perlakuan

Spektroskopi FTIR digunakan untuk menginvestigasi perubahan struktur kimia pada bambu setelah iradiasi seperti di tunjukkan oleh Gambar 4.2. Absorbansi yang luas dan lebar tampak pada bilangan gelombang sekitar 3340 cm-1 yang mengindikasikan serapan regangan gugus hidrogen (O-H). Daerah pada 3000-2600 cm-1 identik dengan daerah regangan O-H dari selulosa I. Pita pada bilangan gelombang 2700-2901 cm-1 berhubungan dengan regangan C-H (Pandey dan Pitman 2003). Pra-perlakuan biologis-gelombang mikro mempengaruhi luas dan tinggi puncak pada bilangan gelombang 3340 cm-1 (uluran O-H) (Gambar 4.2A dan B). Hal ini mengindikasikan pelemahan ikatan hidrogen intra dan intermolekul (Goshadrou et al. 2011).

Gambar 4.2A. Spektra FTIR bambu setelah pra-perlakuan biologis (inokulum 5% inkubasi 30 hari) dilanjutkan dengan pra-perlakuan gelombang mikro

Spektrum FTIR dengan frekuensi sekitar 1600 dan 1510 cm-1 (vibrasi cincin aromatik), 1470 dan 1460 cm-1 (deformasi C-H dan vibrasi cincin aromatik) merupakan indikasi dari struktur lignin (Fengel dan Wegener 1998). Lignin pada bambu terdiri dari unit guaiacyl (G) (1257 cm-1) dan syringyl (1327 cm-1) (S) propana yang mengandung satu dan dua gugus metoksil dapat diobservasi secara jelas pada semua pra-perlakuan. Penurunan absorbansi pada bilangan gelombang 1327 cm-1 dan 1257 cm-1 seiring dengan peningkatan waktu iradiasi menunjukkan penurunan kadar lignin. Hal ini sebagai indikasi efek delignifikasi yang terkait dengan pra-perlakuan yang dilakukan. Absorbansi syringyl lebih rendah daripada guiacy menunjukkan bahwa syringyl lebih mudah terlarut dibandingan guiacyl pada pra-perlakuan biologis-gelombang mikro.

A

Absor

ba

nsi un

(6)

Gambar 4.2B Spektra FTIR bambu setelah pra-perlakuan biologis (inokulum 10% inkubasi 30 hari) dilanjutkan dengan pra-perlakuan gelombang mikro

Puncak pita tajam sekitar 895 cm-1 (ikatan β-glikosida) antar unit gula dalam selulosa (Nelson dan Connor 1964) tampak jelas dalam spektra FTIR. Hal ini mengindikasikan hilangnya lignin yang membentuk matrik dengan selulosa. Penambahan waktu iradiasi menyebabkan penurunan intensitas pita dari gugus fungsional (C=O) dalam hemiselulosa (3), C-H dalam selulosa dan hemiselulosa (9), dan C-O-C dalam hemiselulosa (12).

Frekuensi pita IR dan spektrum FTIR komponen bambu dalam bilangan gelombang, cm-1 diilustrasikan pada Tabel 4.1. Enam belas gugus fungsional dapat diobservasi pada delapan kondisi pra-perlakuan. Setiap gugus fungsional yang teridentifikasi dapat ditemukan pada semua perlakuan, meskipun terdapat sedikit pergeseran bilangan gelombang pada puncak-puncak tersebut. Pada perlakuan inokulum 5 dan 10% dengan iradiasi selama 5 menit (770 W) menyebabkan kehilangan gugus fungsional C-Ph (1605 cm-1) yang merupakan gugus aromatik lignin (5). Selain itu pra-perlakuan menyebabkan penurunan intensitas absorbansi puncak.

B

Absor

ba

nsi un

(7)

Tabel 4.1 Gugus fungsional dari spektra pita IR bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang mikro

N o

Pra-perlakuan Biologis

Gugus Fungsional

Inokulum 5% inkubasi 30 hari inokulum 10% inkubasi 30 hari

Pra-perlakuan Gelombang mikro 330 W (5 min) 330 W (10 min) 330 W (12.5 min) 770 W (5 min) 330 W (5 min) 330 W (10 min) 330 W (12.5 min) 770 W (5 min) Bilangan gelombang (cm-1)

1 3340 3333 3418 3384 3418 3425 3364 3464 Absorbsi regangan ikatan hidrogen (O-H)1

2 2901 2901 2901 2901 2901 2901 2901 2916 Absorbsi regangan C-H nyata1

3 1728 1736 1736 1728 1728 1728 1713 1728 C=O tidak terkonjugasi dalam xylan1

4 1643 1651 1651 1636 1643 1643 1643 1636 O-H terabsorbsi dan C-O terkonjugasi1

5 1605 1605 1605 - 1605 1605 1605

-Gugus aromatik skeletal1

6 1512 1512 1512 1512 1512 1512 1512 1504 7 1458 1458 1458 1458 1458 1458 1458 1458 Deformasi C-H1 8 1427 1427 1427 1427 1427 1427 1427 1435 C-H2 scissoring motion1 9 1373 1373 1373 1373 1373 1373 1373 1373 Deformasi C-H1 10 1327 1335 1335 1327 1327 1327 1327 1327 Vibrasi C-H 1

Vibrasi C1-O dalam turunan syringyl 1

11 1257 1257 1250 1257 1257 1257 1250 1250 Cincin Guaiacyl

1 Regangan C-O1

12 1165 1165 1165 1165 1165 1165 1165 1165 Vibrasi C-O-C1

13 1111 1111 1111 1111 1111 1111 1111 1111 Gugus aromatik skeletal dan regangan C-O1

14 1041 1034 1041 1034 1041 1041 1041 1065 Regangan C-O1

15 895 895 895 895 895 895 895 895 Regangan C-O-C pada ikatan β glikosida

atau deformasi C-H dalam selulosa2

16 833 833 833 833 833 833 833 833 Vibrasi C-H1

1Pandey dan Pitman (2003), 2Nelson dan O’Connor (1964), 3Cheng et al. (2013)

(8)

4.3.3 Pengaruh Pra-perlakuan Biologis-Gelombang Mikro Terhadap Morfologi Bambu

Mikrograf SEM dari sampel setelah pra-perlakuan digunakan untuk mengobservasi perubahan karakteristik morfologi pada berbagai waktu iradiasi. Photomigraf bambu setelah pra-perlakuan disajikan pada Gambar 4.3A dan B. Gambar SEM pada inokulum 5 dan 10% menunjukkan bahwa sampel setelah pra-perlakuan mengalami kerusakan pada sebagian struktur serat. Pemecahan polimer lignin dalam dinding sel sebagai efek pra-perlakuan berkontribusi terhadap disorganisasi morfologi serat dengan semakin banyaknya serat yang terpapar. Semakin lama waktu iradiasi, derajat kerusakan serat yang terjadi cenderung semakin intensif. Perubahan morfologi dinding sel karena kehilangan lignin menghasilkan pembesaran ukuran pori di permukaan, memberikan penetrasi enzim yang lebih baik pada selulosa. Degradasi sebagian lignin dan hemiselulosa merusak beberapa ikatan eter dalam lignin dan kompleks lignin-karbohidrat, yang mendorong terjadi pemisahan ikatan antar serat (Li et al. 2010). Ketercernaan selulosa dapat berpotensi ditingkatkan akibat pemutusan lignin (Nazarpour et al. 2013). Observasi struktur bambu setelah pra-perlakuan menyebabkan struktur lebih terbuka dan membentuk struktur yang lebih rapuh yang dapat meningkatkan laju reaksi hidrolisis.

Gambar 4.3A. Mikrograf SEM bambu setelah pra-perlakuan biologis (inokulum 10% inkubasi 30 hari) dilanjutkan dengan pra-perlakuan gelombang mikro pada pembesaran 10.000 x

(9)

Gambar 4.3B Mikrograf SEM bambu setelah pra-perlakuan biologis (inokulum 5% inkubasi 30 hari) dilanjutkan pra-perlakuan gelombang mikro pada pembesaran 10.000x

Berdasarkan Tabel 4.2 mengindikasikan bahwa terjadi penurunan kadar karbon yang sangat besar ketika dilakukan iradiasi gelombang mikro selama 5 menit pada daya 770 W. Penyebab pasti fenomena ini belum diketahui secara pasti. Sebaliknya kadar oksigen sangat tinggi pada kondisi pra-perlakuan ini.

Tabel 4.2 Perubahan berat elemen penyusun pada bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang mikro

N o

Elemen (b/b %)

Pra-perlakuan Biologis

5% inokulum (30 hari) 10% inokulum (30 hari ) Pra-perlakuan Gelombang mikro 330W (5 min) 330W (10 min) 330W (12.5 min) 770W (5 min) 330W (5 min) 330W (10 min) 330W (12.5 min) 770W ( 5 min) 1 C 50.18 50.26 50.55 14.6 51.66 50.35 51.48 11.4 2 O 44.83 43.52 45.52 77.9 47.54 48.37 47.62 81.1 3 F - - 0.04 - - 0.14 - - 4 Si - - 0.04 0.7 - - 0.01 - 5 Cu 2.63 3.37 1.68 - 0.05 - - - 6 Pb 2.63 2.84 2.17 - 0.75 1.14 0.9 - 7 N - - - 7.4 - - - 7.5 Total 100.2 99.99 100 100.6 100 100 100 100

(10)

Elemen minor seperti silikon hanya sedikit teridentifikasi ketika pra-perlakuan gelombang mikro 5 menit (770 W), 12.5 menit (330 W). Nitrogen hanya ditemukan ketika iradiasi gelombang mikro menggunakan daya 770 W. Nilai presentasi total dari elemen ini mewakili spot yang diamati.

4.3.4 Struktur Kristal Selulosa Alomorf

Struktur kristal selulosa alomorf pada sampel setelah pra-perlakuan yang diobservasi dengan analisis XRD ditunjukkan oleh Tabel 4.3. Semua pra-perlakuan mempunyai struktur monoklinik kecuali pada inokulum 5% dengan iradiasi 10 menit (330 W) dan 5 menit (770 W) dengan inokulum 10%. Fase kristal Iα diharapkan akan memperbaiki ketercernaan selulosa

terkait dengan kemampuan yang lebih mudah didegradasi dibandingkan dengan fase kristal Iβ (Wada dan Okano 2001). Selain itu struktur triklinik

ini bersifat tidak stabil dan lebih reaktif dibandingkan dengan struktur monklinik (O’Sullivan 1997; Sassi et al. 2000).

Tabel 4.3 Struktur kristal selulosa alomorf bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang mikro

Pra-perlakuan Biologis

Pra-perlakuan

Gelombang mikro Struktur kristal alomorf

Kristal alomorf Inokulum (%) Inkubasi (hari) Daya (W) Iradiasi (min) d (101) nm d (10-1) nm z Kontrol 0.58 0.53 -45.47 Iβ 5 30 330 5 0.60 0.55 -28.49 Iβ 10 0.61 0.52 13.69 Iα 12.5 0.60 0.55 -34.50 Iβ 770 5 0.61 0.54 -5.58 Iβ 10 30 30 5 0.55 0.52 -80.11 Iβ 10 0.56 0.51 -66.92 Iβ 12.5 0.57 0.52 -44.48 Iβ 770 5 0.62 0.53 28.32

4.3.5 Pola Biodegradasi Bambu Setelah Pra-perlakuan Biologis-Gelombang Mikro

Biodegradasi bambu setelah pra-perlakuan dievaluasi dengan analisis FT IR. Analisis spektroskopi FTIR yang detail berdasarkan metode analisis Pandey dan Pitman (2003) dilakukan untuk mengitung intensitas vibrasi gugus aromatik terhadap pita-pita ciri karbohidrat pada bambu setelah pra-perlakuan. Perubahan relatif intensitas gugus aromatik skeletal puncak lignin pada bilangan gelombang 1512 cm-1 terhadap empat ikatan karbohidrat tidak terkonjugasi yaitu 1736 cm-1 (C=0 di xylan), 1373 cm-1 (deformasi C-H dalam selulosa dan hemiselulosa), 1165 cm-1 (vibrasi C-O-C dalam selulosa dan hemiselulosa), 895 cm-1 (deformasi C-H atau regangan C-O-C pada karakteristik ikatan β glikosida dalam selulosa) yang dihitung berdasarkan tinggi puncak dan luas daerah puncak diringkas pada

(11)

Tabel 3.6. Empat puncak ciri karbohidrat dan gugus aromatik lignin disajikan pada Gambar 4.4 A dan B.

Gambar 4.4A Spektra FTIR bambu setelah pra-perlakuan biologis (inokulum 10% inkubasi 30 hari) dilanjutkan pra-perlakuan gelombang mikro

Gambar 4.4B Spektra FTIR bambu dengan pra-perlakuan biologis (inokulum 5% inkubasi 30 hari) dilanjutkan pra-perlakuan gelombang mikro

Pada inokulum 5%, penambahan lama iradiasi cenderung meningkatkan nisbah lignin/karbohidrat. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin lamanya waktu iradiasi gelombang mikro dapat menyebabkan penurunan kemampuan degradasi lignin. Degradasi karbohidrat setelah perlakuan berkontribusi menyebabkan fenomena ini. Pada inokulum 10%,

A

(12)

selektifitas delignifikasi cenderung tidak selektif setelah iradiasi gelombang mikro selama 10 menit.

Tabel 4.4 Nisbah intensitas lignin berasosiasi dengan pita karbohidrat bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang mikro

Pra-perlakuan Biologis

Pra-perlakuan Gelombang

mikro

Intensitas relatifa vibrasi gugus aromatik (I1512)

terhadap pita ciri untuk karbohidrat Inokulum (%) Inkubasi (hari) Daya (%) Iradiasi (min) I1512/I1736 I1512/I1373 I1512/I1165 I1512/I897 kontrol 1.04(1.06) 1.02(1.06) 0.98(0.95) 1.28(1.29) 5 30 330 5 1.24(0.83) 0.86(0.6) 0.67(0.33) 1.74(3.75) 10 1.49(1.19) 0.88(0.57) 0.64(0.34) 1.59(3.57) 12.5 1.74(1.88) 0.94(0.81) 0.58(0.48) 3.26(2.5) 770 5 0.99(0.57) 0.79(1.12) 0.69(0.79) 1.11(0.87) 10 30 330 5 1.42(1.37) 0.83(0.74) 0.59(0.48) 1.55(1.51) 10 1.28(0.75) 0.78(0.48) 0.56(0.29) 1.58(4.0) 12.5 1.36(1.33) 0.84(0.77) 0.57(0.47) 1.73(1.69) 770 5 0.83(0.68) 0.78(1.02) 0.72(1.02) 0.72(0.25) Intensitas relatif dihitung menggunakan tinggi puncak (diluar tanda kurung) dan luas (dalam tanda kurung)

4.3.6 Indeks Kristalinitas Bahan dan Ukuran Kristal Selulosa

Struktur kristalin dan amorf selulosa dapat diidentifikasi dari puncak utama dari pola difraksi XRD yang antara 22-23dan puncak kedua pada kisaran sudut 2θ 16-18 (Lai dan Idris 2013; Liu et al. 2012). Puncak-puncak ini dalam kisaran sudut 2θ yang disebutkan tersebut teridentifikasi pada semua perlakuan, yang mengindikasikan daerah kristalin dan amorf selulosa (Gambar 4.5A dan B).

Transformasi intensitas dalam ikatan hidrogen dalam selulosa dapat ditentukan dari variasi lebar puncak kristalin. Pemanasan yang bersumber dari iradiasi gelombang mikro dapat merusak ikatan hidrogen yang dapat meningkatkan efek pemutusan pada daerah kristalin dan memaksimalkan ekspansi/perluasan daerah amorf (Liu et al. 2012). Indeks kristalinitas bambu setelah pra-perlakuan dapat digunakan untuk menginterpretasikan perubahan selulosa yang terjadi akibat perlakuan yang dilakukan. Indeks kristalinitas ini cenderung meningkat bersamaan dengan peningkatan lama iradiasi. Peningkatan ini disebabkan oleh hilangnya fraksi amorf seperti lignin dan hemiselulosa dari serat selama perlakuan. Fenomena ini didukung oleh kehilangan komponen lignin yang disajikan pada Gambar 4.1.

Indeks kristalinitas merupakan salah satu sifat terpenting yang berpengaruh terhadap kemudahan proses hidrolisis yang dapat juga dianalisis dengan spektroskopi FTIR. Perubahan kristalinitas dapat dipelajari dari LOI dari data spektrum FTIR (Tabel 4.5). Peningkatan waktu iradiasi cenderung meningkatkan LOI. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh

(13)

transformasi struktur kristalin selulosa menjadi bentuk amorf. Fenomena ini sejalan dengan penentuan indeks kristalinitas berdasarkan analisis XRD. Tabel 4.5 CI dan LOI bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang

mikro Pra-perlakuan

Biologis

Pra-perlakuan

Gelombang mikro CI LOI

Inoku lum (%) Inku basi (hari) Daya (W) Iradia si (min) Fc (Krista Lin) Fa (Am orf ) CI A1427 (krist alin) A897 (Amorf) LOI Kontrol 0.69 2.13 24.58 0.50 0.40 1.25 5 30 330 5 0.99 1.48 40.19 0.98 0.51 1.92 10 1.23 1.72 41.76 1.43 0.84 1.70 12.5 1.12 1.54 42.04 0.74 0.23 3.22 770 5 1.42 1.76 44.55 1.16 0.87 1.33 10 30 330 5 1.16 1.74 39.98 1.14 0.65 1.75 10 1.13 1.63 40.96 0.75 0.40 1.88 12.5 0.93 1.34 40.84 1.20 0.63 1.91 770 5 1.24 1.75 41.54 0.76 0.47 1.62

Tabel 4.6 Ukuran kristal bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang mikro

Pra-perlakuan Biologis

Pra-perlakuan Gelombang

mikro Ukuran kristal (nm) Inokulum (%) Inkubasi (hari) Daya (W) Iradiasi (min) D D D D (101) (10-1) (002) (040) Kontrol 5.46 8.71 5.59 16.52 5 30 330 5 - 6.57 5.17 20.99 10 14.95 7.07 5.74 38.80 12.5 8.69 4.86 6.19 16.51 770 5 10.83 10.83 10.83 10.83 10 30 330 5 - 5.32 5.74 86.33 10 5.20 5.36 5.82 22.85 12.5 10.68 - 5.47 36.98 770 5 12.45 - 5.66 27.72

Ukuran kristal selulosa pada bambu bervariasi pada bidang kisi (101), (10-1) dan (002) (Tabel 4.6). Ukuran kristal bervariasi antara 5.19 sampai 10.68. Ukuran kristal selulosa terbesar pada bidang kisi (002) ditemukan pada pra-perlakuan biologis dengan inokulum 5% diiradiasi selama 12.5 menit. Penambahan iradiasi gelombang mikro berpengaruh terhadap

(14)

peningkatan ukuran kristal pada bidang kristal (002). Panjang kristal (bidang kisi 040) tertinggi ditemukan pada pra-perlakuan biologis dengan inokulum 10% diiradiasi selama 5 menit. Tidak terdapat kecenderungan yang sama pada panjang kristalin setelah pra-perlakuan gelombang mikro antara inokulum 5 dan 10%.

Gambar 4.5A Spektra XRD bambu setelah pra-perlakuan biologis (inokulum 5% inkubasi 30 hari) dilanjutkan dengan pra-perlakuan gelombang mikro

Gambar 4.5B Spektra XRD bambu setelah pra-perlakuan biologis (inokulum 10% diinkubasi 30 hari) dilanjutkan dengan pra-perlakuan gelombang mikro

A

(15)

4.4 Simpulan

Pra-perlakuan menyebabkan kehilangan berat dan komponen kimia. Selektifitas delignifikasi tertinggi diberikan pada pra-perlakuan biologis-gelombang mikro dengan inokulum 5% dengan iradiasi 5 menit. Berdasarkan spektrum FTIR, terjadi kehilangan gugus fungsional C-Ph (gugus aromatik lignin) ketika iradiasi 5 menit (770 W). Selain itu terjadi kecenderungan penurunan intensitas absorbansi gugus fungsional sejalan dengan penambahan waktu iradiasi yang mengindikasikan terjadinya perubahan struktural setelah pra-perlakuan. Intensitas unit guiacyl propana lebih tinggi dibandingkan dengan unit syringy propana. Peningkatan indeks kristalinitas bahan berhubungan dengan hilangnya bagian amorf. Pra-perlakuan menyebabkan kerusakan struktur serat berdasarkan hasil gambar SEM. Semakin lamanya waktu iradiasi, tingkat kerusakan serat cenderung semakin intensif. Penambahan waktu iradiasi pada inokulum 5% cenderung menyebabkan penurunan kemampuan degradasi lignin. Struktur kristal alomorf monoklinik pada kontrol bertransformasi menjadi struktur triklinik pada pra-perlakuan biologis dengan inokulum 5% diiradiasi 10 menit (330 W) dan inokulum 10% diiradiasi selama 5 menit (770 W).

Gambar

Gambar  4.1  Perubahan  komponen  kimia  bambu  setelah  pra-perlakuan  biologis-gelombang  mikro
Gambar  4.2A.  Spektra  FTIR  bambu  setelah  pra-perlakuan  biologis  (inokulum  5%  inkubasi  30  hari)  dilanjutkan  dengan     pra-perlakuan gelombang mikro
Gambar  4.2B  Spektra  FTIR  bambu  setelah  pra-perlakuan  biologis  (inokulum  10%  inkubasi  30  hari)  dilanjutkan  dengan   pra-perlakuan gelombang mikro
Tabel 4.1 Gugus fungsional dari spektra pita IR bambu setelah pra-perlakuan biologis-gelombang mikro
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam proses pembelajaran sehari-hari peserta didik slow learner mengalami kesulitan untuk memahami materi belajar yang disampaikan oleh guru di kelas, karena cara penyampaian

Menurut Departeman Pendidikan Nasional (2011 : 4), tugas dan kewajiban dokter kecil yaitu, selalu bersikap dan berperilaku sehat sehingga dapat menjadi contoh

Berdasarkan hasil penelitian dari wawancara diperoleh hasil keseluruhan pendanaan kegiatan ekstrakurikuler olahraga di SMP se Kabupaten Sragen yaitu sekolah tidak

Serisin sangat hidrofilik dan memiliki gugus polar yang sangat kuat seperti hidroksil, karboksil dan grup amino yang dapat memudahkan cross-linking, kopolimerisasi dan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menilai tingkat serangan serangga hama gudang, menilai beberapa faktor fisik penyimpanan beras yang

Faktor-faktor yang diduga behubungan dengan persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga dipenelitian ini adalah karakteristik remaja (jenis kelamin, suku

Pada beberapa kasus klaim yang dihadapi oleh perusahaan asuransi, biasanya perusahaan tersebut menggunakan jasa penilai kerugian asuransi sebagai penentu apakah

Pada tipe habitat Telaga dan Tepi Pantai teridentifikasi waktu kehadiran yang tinggi pada burung Kokokan Laut dan Burak-burak (FRk = 3.39807), sedangkan burung air