BAB I PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun. Menurut
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja
adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Berdasarkan data sensus penduduk
2010 sebanyak 43,5 juta (18%) penduduk di Indonesia alah kelompok usia
10-19 tahun sedangkan di dunia diperkirakan kelompok remaja sebanyak 1,2
milyar (18%) dari jumlah penduduk di dunia (Depkes RI, 2014).
Masa remaja merupakan priode terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual.
Sifat khas remaja mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai
petualang dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas
perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Apabila
keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, mereka akan
jatuh kedalam perilaku berisiko dan mungkin harus menanggung akibat jangka
pendek dan jangka panjang dalam masalah kesehatan fisik dan psikososial
(Depkes RI, 2014).
Masalah sosial, akademik dan psikologis merupakan masalah yang sering
muncul dan menyita perhatian yang besar bagi remaja. Contoh nyata yang
sering terjadi adalah maraknya perkelahian antar pelajar yang disebabkan
mengalami stres karena prestasinya yang berkurang, kemudian lari ke narkoba
dan minuman keras, dan pergaulan seks bebas serta masih banyak kasus lain
yang melibatkan masa remaja (Suparmi, 2006).
Fenomena bullying telah lama menjadi bagian dari dinamika sekolah.
Umumnya orang lebih mengenalnya dengan istilah-istilah seperti
penggencetan, pemalakan, pengucilan, intimidasi dan lain-lain. Istilah bullying
sendiri memiliki makna lebih luas, mencakup berbagai bentuk penggunaan
kekuasaan atau kekuatan untuk menyakitiorang lain sehingga korban
merasatertekan, trauma dan tak berdaya (Riauskina, 2005).
Pengaruh kelompok teman sebaya memberikan pengaruh terhadap
tumbuhnya perilaku bullying di sekolah. Menurut Benitez dan Justicia (2006) kelompok teman sebaya yang memiliki masalah di sekolah akan memberikan
dampak yang negatif bagi sekolah seperti kekerasan, perilaku membolos,
rendahnya sikap menghormati kepada sesama teman dan guru. Teman di
lingkungan sekolah idealnya berperan sebagai “partner” siswa dalam proses
pencapaian program-program pendidikan.
Priyatna (2010) mengutip Laporan Komnas Perlindungan Anak,
anak-anak yang mengalami tindak kekerasan sejumlah 871 anak-anak, 80% diantaranya di
bawah usia 15 tahun. Selanjutnya menambahkan bahwa anak yang mengalami
eksploitasi dan perlakuan salah lainnya yang tersebar di 12 kotabesar sebanyak
39.861. Hal ini sungguh menyedihkan, mengingat bahwa anak-anak
Pelaku bullying dalam dunia pendidikan dapat dilakukan semua komponen, tidak hanya anak didik, tapi juga guru yang seharusnya berperan
sebagai pendidik dan diharapkan memberikan nilai-nilai edukatif lebih
bermakna bagi anak didik sebagai generasi penerus bangsa. Teror yang berupa
kekerasan fisik atau mental, pengucilan, intimidasi, perpeloncoan, sebenarnya
adalah contoh klasik dari apa yang biasanya disebut bullying. Perilaku inisering disebut juga sebagai peer victimization dan hazing, yaitu usaha untuk
menyakiti secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok
orang yang lebih lemah, oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih kuat
(Djuwita, 2007). Priyatna (2010) mengemukakan tidak ada penyebab tunggal
dari bullying. Banyak faktor yang terlibat dalam hal ini, baik itu faktor pribadi anak, keluarga, lingkungan, bahkan sekolah, semua turut mengambil peran.
Semua faktor tersebut, baik yang bersifat individu maupun kolektif, memberi
kontribusi kepada seorang anak sehingga akhirnya dia melakukan tindakan
bullying. Faktor lain yang mempengaruhi perilaku bullying remaja adalah
Spiritual Quotient (SQ).
Ancok dan Suroso (2008), menyatakan bahwa praktik keagamaan bukan
hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual atau beribadah, tetapi
juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan akhir. Bukan
hanya berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat oleh mata,
tetapi juga aktivitas yang tidak tampak yang terjadi dalam hati seseorang.
Karena itu keberagaman seseorang akan meliputi berbagai macam sisi dan
dengan ajaran agama, sehingga dalam hubungannya sehari-hari dengan sesame
cenderung untuk tidak melakukan hal yang membuat orang lain tersakiti atau
dengan kata lain orang yang memilki religuitas yang baik tidak akan
melakukan perilaku bullying karena dalam berperilaku selalu mengikuti
ajaran-ajaran dalam agama.
Penelian Turney dan willis dalam Sarwono (2007), menemukan bahwa
yakin agama mempengaruhi kecilnya kecenderungan melakukan bullying
remaja. Kecerdasan spiritual memungkinkan seseorang berpikir kreatif,
berwawasan jauh, membuat atau bahkan mengubah aturan, yang membuat
orang tersebut dapat bekerja lebih baik. Secara singkat kecerdasan spiritual
mampu mengintegrasikan dua kemampuan lain yang sebelumnya telah
disebutkan yaitu IQ dan EQ (Idrus, 2012). Zohar dan Marshal (2011),
mengatakan bahwa spiritual mampu menjadikan manusia sebagai mahluk yang
lengkap secara intelektual, emosional dan spiritual.
Menurut Mudali (2012), bahwa menjadi pintar tidak hanya dinyatakan
dengan memiliki IQ yang tinggi, tetapi untuk menjadi sungguh-sungguh pintar
seseorang haruslah memiliki Spiritual Quotient (SQ). Spiritual Quotient (SQ)
dapat memfasilitasi dialog antara pikiran dan emosi, antara jiwa dan tubuh. Dia
juga mengatakan bahwa kecerdasan spiritual juga dapat membantu sesorang
untuk dapat melakukan transedensi diri (Agustian, 2009).
Kecerdasan spiritual merupakan salah satu bentuk kecerdasan yang akan
menjadi pondasi utama untuk lebih mengefektifkan Intelegent Quotient (IQ)
hidup yang jelas serta membuka jalan untuk menciptakan
kemungkinan-kemungkinan baru. Sinetar dan Khavari dalam Zohar dan Marshall (2011),
menyatakan kecerdasan spiritual adalah pikiran yang mendapat inspirasi,
dorongan, dan efektivitas yang terinspirasi.
Zahrani (2005), mengemukakan sesungguhnya manusia yang mampu
menyeimbangkan kepribadian dirinya dalam memenuhi segala kebutuhan
tubuh dan kebutuhan spiritualnya dengan sebaik-baiknya tanpa berlebihan
sesuai dengan cara yang disyariatkan, maka ia telah mampu mewujudkan
kesehatan diri dan jiwanya. Arfani (2014), juga menyimpulkan bahwa
kecerdasan spiritual berkorelasi negatif dengan perilaku bullying, maka
kecerdasan spiritual yang dimiliki seseorang dapat menjadi landasan keimanan
yang kuat kepada Tuhan, tidak mengalami kegelisahan, emosinya cenderung
stabil dan dapat menentukan arah hidup yang jelas.
SMP Al Irsyad Al Islamiyah Purwokerto merupakan salah satu sekolah
favorit di kota Purwokerto, yang didirikan pada tahun 1977 dan menjadi salah
satu sekolah yang terakreditasi A. sekolah mencanangkan sebagai “Sekolah
para juara” denagn unutk tujuan yang sangat mulia, yaitu: mengokohkan
akidah umat, menanamkan akhlaq mulia, dan mencerdaskan anak bangsa. Hasil
survey pendahuluan yang dilakukan di SMP Al Irsyad Purwokerto diketahui
jumlah siswa kelas VII dan VIII sebanyak 461 siswa, hasil wawancara kepada
10 siswa, telah ditemukan sebanyak 9 dari 10 orang siswa mengaku pernah
melakukan bullying. Perilaku bullying yang paling sering dilakukan adalah
dan menyebar gosip. Hasil wawancara diketahui bahwa 6 dari 10 siswa pernah
melakukan bullying secara fisik seperti memukul, mendorong meninju,
melempar, dan menjambak. 6 dari 10 siswa pernah melakukan bullying
mengatakan melakukan perilaku bullying karena membalas perilaku bullying
yang pernah dilakukan terhadap dirinya.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “Hubungan antara kecerdasan spiritual dengan
perilaku bullying pada remaja di SMP Al Irsyad Al Islamiyah Purwokerto tahun 2018”.
B.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, maka rumusan
pada penelitian ini adalah “adakah hubungan antara kecerdasan spiritual
dengan perilaku bullying pada remaja di SMP Al Irsyad Al Islamiyah Purwokerto tahun 2018?”.
C.TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara kecerdasan spiritual dengan perilaku bullying
pada remaja di SMP Al Irsyad Al Islamiyah Purwokerto tahun 2018.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi karakteristik responden berasadarkan usia, jenis
kelamin dan jenjang kelas di SMP Al Irsyad Al Islamiyah Purwokerto
b. Untuk mengidentifikasi kecerdasan spiritual pada remaja di SMP Al
Irsyad Al Islamiyah Purwokerto tahun 2018.
c. Untuk mengidentifikasi perilaku bullying pada remaja di SMP Al Irsyad Al Islamiyah Purwokerto tahun 2018.
d. Untuk menganalisis hubungan antara kecerdasan spiritual dengan
perilaku bullying pada remaja di SMP Al Irsyad Al Islamiyah Purwokerto tahun 2018.
D.MANFAAT PENELITIAN
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang hubungan antara
kecerdasan spiritual dengan perilaku bullying pada remaja siswa/siswi. 2. Bagi orang tua
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi orang tua
untuk dapat meningkatkan kecerdasan spiritual anak dengan cara
mengajarkan praktik keagamaan yang tepat kepada anak yang sudah
remaja.
3. Bagi sekolah
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang penyebab
terjadinya perilaku bullying pada siswa/siswi yang bersekolah di tempat
4. Bagi peneliti
Peneliti dapat belajar cara melakukan penulisan ilmiah, mengumpulkan data
dan menganalisis data, serta melakukan pembahasan ilmiah berdasarkan
data yang didapatkan. Memberikan pengalaman bagi peneliti.
E.KEASLIAN PENELITIAN
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Nama
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional. Pengambilan sampel
menggunakan random
sampling, pengumpulan data di lakukan dengan observasi.
Ada hubungan negatif yang signifikan komunikasi orang
tua-anak, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dengan perilaku bullying. Artinya variabel komunikasi orang tua-anak, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual dapat digunakan sebagai prediktor perilaku bullying
Budiman analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 277 responden yang diambil dari semua siswa kelas X dan XI SMKN 5 Padang yang terpilih secara stratified random sampling.
Hasil penelitian ddidapatkan p-value nya= 0,000<0,05, artinya terdapat hubungan yang bermakna antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dengan kenakalan remaja.
Imaroh (2017)
Hubungan antara kecerdasan
spiritual terhadap resioko perilaku bullying siswa di SMKN 5 Padang yayasan Miftakhul Jannah
Penelitian ini menggunakan
penelitian deskriptif korelasional dengan pendekatan crossectional. 96
siswa kelas X dan XI berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini
menggunakan kuesioner kecerdasan spiritual dan risiko perilaku bullying yang diuji dengan menggunakan
Hasil penelitian menunjukan
dari 96 siswa, 52% memilki
kecerdasan spiritual rendah
dengan mayoritas risiko
bullying yang tinggi sebanyak
73%, sementara sisanya 48%
Nama
chi square. kecerdasan spiritual yang
tinggi dengan mayorital risiko
bullying yang rendah
sebanyak 68%. Hasil analisis
chi square didapatkan p-value
0,000<0,05, artinya terdapat
hubungan yang bermakna
antara kecerdasan spiritual
terhadap risiko perilaku
bullying.
Putri (2015)
Faktor yang mempengaruhi
perilaku bullying pada remaja di SMA N 7 Pekanbaru
Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja putra dan putri siswa di SMA Negeri 7 Pekanbaru yang berjumlah 472 siswa. teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah proportionate stratified random sampling. Analisa bivariat menggunakan chi square
Pada analisa bivariat menggunakan analisa chi
square maka hasil
menunjukkan bahwa pada
faktor internal individu antara lain; jenis kelamin diperoleh p value= 0,003(p<α) dengan makna terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku bullying. Hasil statistik pada faktor tipe
kepribadian diperoleh p
value= 0,021 (p<α) dengan
makna terdapat hubungan
antara tipe kepribadian dengan perilaku bullying dan factor kepercayaan diri diperoleh p value= 0,033,(p<α) dengan makna terdapat hubungan antara kepercayaan diri dengan perilaku bullying
Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama
meneliti pada remaja usia SMP dan SMA, menggunakan pendekatan
crosssectional dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Sedangkan perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel yang
diteliti, dan desain penelitian, pada penelitian yang akan peneliti lakukan