KONSEP PENDIDIKAN TAUHID BAGI ANAK
DALAM BUKU SEGENGGAM IMAN ANAK KITA
KARYA MOHAMMAD FAUZIL ADHIM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
AYU PERMATASARI
NIM: 111-12-247
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
MOTTO
اوُلوُقَ يْلَو َوَّللا اوُقَّ تَيْلَ ف ْمِهْيَلَع اوُفاَخ اًفاَعِض ًةَّيِّرُذ ْمِهِفْلَخ ْنِم اوُكَرَ ت ْوَل َنيِذَّلا َشْخَيْلَو
ًلًْوَ ق
اًديِدَس
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
di belakang mereka anak-anak lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka.
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, penulis
persembahkan skripsi ini kepada:
1. Bp. Suyatno dan Ibu Sumiyati sebagai ayah dan ibu yang telah banyak
berkorban dengan jiwa, raga, harta, dan do‟a untuk putrinya. Tidak pernah
lelah untuk membimbing, mendidik putrinya dengan penuh rasa cinta dan
kasih sayang. Sehingga putrinya dapat menempuh pendidikan sampai saat
ini.
2. Keluarga Mbah Maridjo, Mbah kakung, Mbah putri, Om Ihsan, Bulek
Yusi, Om Rosyid, Bulek Tina, Om Ngatiman, Bulek Nur, Om Kholis,
Tante Eci yang telah membimbing dan mendidikku dengan penuh
kesabaran, rasa cinta dan kasih sayang. Yang telah membantu membiayai
sekolah dan kuliahku. Tak pernah lelah memberikan arahan, motivasi,
pelajaran, do‟a serta sumber inspirasi dalam hidupku. Semoga Allah
membalas segala kebaikan kalian, dimudahkan rezekinya, diberi
keselamatan, kesehatan dan selalu dalam lindungan-Nya. Amiin.
3. Bapak K.H. Ihsanudin beserta ibu, serta Ibu Nyai Kamalah Isom, seluruh
keluarga PONPES AL-HASAN Salatiga yang dengan tulus ikhlas
memberikan pendidikan dasar-dasar keagamaan dan juga semangat
4. Ibu Djami‟atul Islamiyah sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
5. Teman-teman seperjuangan mbak Kholis, Nia, Rikha, Indah, Alifah, Isna,
Lida, Dewi, teman-teman PAI G, teman-teman PPP, teman-teman KKN
dan semua teman senasib seperjuangan IAIN Salatiga yang tidak bisa
KATA PENGANTAR
ِحَّرلا ِنَمْحَّرلا ِللها ِمْسِب
ِمْي
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir skripsi dengan judul “Konsep Pendidikan Tauhid Bagi Anak dalam buku
Segenggam Iman Anak Kita Karya Mohammad Fauzil Adhim”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar
kesarjanaan S1 Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak,
maka tidak akan mungkin penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini
dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Ketua Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan IAIN Salatiga.
3. Ibu Rukhayati, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
IAIN Salatiga.
5. Ibu Dra. Djami‟atul Islamiyah, M.Ag selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing, memberikan nasehat, arahan serta masukan-masukan
yang sangat membantu dan membangun dalam penyelesaian tugas akhir
ini.
6. Ayah, ibu, kakek dan nenek tersayang yang telah mencurahkan segalanya
demi penulis dan adik-adikku tercinta yang selalu memberikan semangat.
7. Seluruh dosen dan petugas administrasi Jurusan Pendidikan Agama Islam
IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah dan juga
penelitian berlangsung.
8. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
9. Terakhir untuk kampus tercinta IAIN Salatiga, terimakasih telah menjadi
bagian terpenting dari perjalanan hidup.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan tugas-tugas penulis selanjutnya. Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan pada
umumnya. Amin Ya Robbal „Alamin.
Salatiga, 14 September 2016
Penulis
Ayu Permatasari
ABSTRAK
Permatasari, Ayu. 2016. Konsep Pendidikan Tauhid bagi Anak dalam Buku Segenggam Iman Anak Kita Karya Mohammad Fauzil Adhim. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra.
Djami‟atul Islamiyah, M. Ag.
Kata Kunci : Konsep Pendidikan Tauhid, Anak
Tauhid adalah masalah yang paling mendasar dan utama dalam ajaran islam. Karena diterima atau tidaknya amal perbuatan manusia muslim di sisi Allah sangat tergantung kepada tauhid itu sendiri. Menghadapi segala tantangan globalisasi modern pada gilirannya bukan tidak mungkin bisa mengikis aqidah anak. Buku Segenggam Iman Anak Kita karangan M. Fauzil Adhim akan membahas cara mendidik anak berbasis tauhid untuk mengarahkan orang tua dalam membekali jiwa tauhid pada mereka. Penelitian ini berupaya untuk mengetahui konsep pendidikan tauhid bagi anak dalam buku Segenggam Iman Anak Kita menurut M. Fauzil Adhim. Pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam buku
Segenggam Iman Anak Kita karangan M. Fauzil Adhim? 2) Bagaimana relevansi konsep pendidikan tauhid bagi anak dalam buku Segenggam Iman Anak Kita di konteks kehidupan sekarang?
Analisis ini menggunakan metode literature (kepustakaan). Yaitu menghimpun dan menganalisa dokumen-dokumen resmi, buku-buku, kemudian diklarifikasi sesuai dengan masalah yang dibahas dan dianalisa isinya. Buku-buku mengenai pendidikan tauhid, mendidik anak dengan tauhid, serta tulisan mengenai pendidikan tauhid baik di artikel, koran, majalah, penelitian, disertasi maupun jurnal yang dikumpulkan kemudian diadakan analisis yang terkait dengan pembahasan tersebut.
Setelah semuanya terkumpul, kemudian memaparkan pemikiran M. Fauzil Adim kepada pendidikan tauhid bagi anak. Berdasarkan hasil analisis konsep dari gagasan Fauzil dalam buku Segenggam Iman Anak Kita antara lain Pertama, membekali pendidikan tauhid kepada anak meliputi membangun orientasi hidup yang jelas dengan memberikan kasih sayang, memberikan rangsangan dengan tantangan yang ada untuk berfikir, dan menumbuhkan cita-cita yang visioner. Dan bekal untuk mengasuh tauhid pada anak meliputi membekali rasa takut terhadap masa depan, takwa kepada Allah, berbicara dengan perkataan yang benar, mendisiplinkan anak dengan shalat, serta menunjukkan kesalahan anak dengan pengarahan. Kedua, mengajarkan dan mendekatkan Al-Qur‟an pada diri anak, meliputi mengajarkan anak untuk membaca Al-Qur‟an, mengajarkan anak untuk menghafal Al-Qur‟an, serta mengajarkan anak untuk mengamalkan Al-Qur‟an.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN BERLOGO……...……….. ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ...………. iii
HALAMAN PENGESAHAN...………...………. iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN..………...………...……...v
MOTTO ………...………...vi
PERSEMBAHAN ………...vii
KATA PENGANTAR ………...ix
ABSTRAK ………...xi
DAFTAR ISI ………...xii
DAFTAR LAMPIRAN ………...xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………...………… 1
B. Rumusan Masalah ………...………. 6
C. Tujuan Penelitian ………...………….. 6
E. Metode Penelitian ………...………. 8
F. Penegasan Istilah ………....…….. 11
G. Sistematika Penulisan Skripsi ………...….. 15
BAB II BIOGRAFI MOHAMMAD FAUZIL ADHIM
A. Latar Belakang Sosial M. Fauzil Adhim ………...…. 17
B. Riwayat Pendidikan M. Fauzil Adhim ...………...…….. 18
C. Karya-karya M. Fauzil Adhim ...………...…. 19
BAB III KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM BUKU SEGENGGAM
IMAN ANAK KITA KARYA MOHAMMAD FAUZIL ADHIM
A. Membekali Pendidikan Tauhid Pada Anak …..………...……… 22
B. Mengajarkan Al-Qur‟an Pada Diri Anak ………...……. 30
C. Membekali Jiwa Tauhid Pada Diri Anak ...36
BAB IV RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN TAUHID YANG
TERKANDUNG DALAM BUKU SEGENGGAM IMAN ANAK KITA KARYA
MOHAMMAD FAUZIL ADHIM DALAM KEHIDUPAN SEKARANG
A. Analisis Konsep Pendidikan Tauhid bagi Anak dalam Buku Segenggam
Iman Anak Kita Karya Mohammad Fauzil Adhim dengan Pemikiran
B. Relevansi Konsep Pendidikan Tauhid bagi Anak yang Terkandung Dalam
Buku Segenggam Iman Anak Kita Karya Mohammad Fauzil Adhim dalam
Konteks Kehidupan Sekarang...61
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ………..………...….68
B. Saran...………...…………... 69
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
1. Nota pembimbing skripsi
2. Lembar konsultasi
3. Surat Keterangan Kegiatan
4. Riwayat hidup penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tauhid adalah masalah yang paling mendasar dan utama dalam
ajaran islam. Karena diterima atau tidaknya amal perbuatan manusia
muslim di sisi Allah sangat tergantung kepada tauhid itu sendiri. Namun
demikian masih banyak dikalangan umat islam yang belum memahami
dan menghayati sebenarnya akan makna dan hakikat tauhid yang
dikehendaki oleh ajaran islam. Sehingga tidak sedikit dari mereka secara
tidak sadar telah terjerumus dalam pemahaman tauhid yang keliru
(Qardhawi, 1992:8). Tauhidullah adalah dasar iman kepada Allah swt, bila
ketauhidan yang benar tidak terwujud dalam diri seseorang, berarti dia
telah terjerumus kedalam lembah kekufuran dan kemusyrikan, kekotoran
dan kebohongan. Melakukan tindakan kedzaliman yang besar, serta berada
dalam kesesatan yang nyata (Qardhawi, 1992:21). Sebagaimana Allah swt,
berfirman:
َّنَنوُكَتَلَو َكُلَمَع َّنَطَبْحَيَل َتْكَرْشَأ ْنِئَل َكِلْبَ ق ْنِم َنيِذَّلا ىَلِإَو َكْيَلِإ َيِحوُأ ْدَقَلَو
َنيِرِساَخْلا َنِم
.
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada
niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi”(Qs. Az-Zumar:110).
Dalam sejarah manusia, agama tauhid telah begitu tersebar. Ia
menyebar kepada masyarakat-masyarakat yang beragam, sehingga konsep
tauhid kadang mengalami bias. Banyak orang yang mengakui diri mereka
adalah pengemban iman, tetapi kadang tidak mengetahui atau tidak
memahami makna sebenarnya dari tauhid (monoteisme) dan syirik
(politeisme). Mereka adalah orang islam dari luar tampak keislamannya
namun secara tidak sadar telah melakukan perbuatan yang tergolong syirik
(Syahid, 2001:77).
Menurut Madjid (2005:74) dalam pandangan keagamaan umumnya
kaum Muslim Indonesia terdapat kesan amat kuat bahwa ber-Tauhid
hanyalah berarti beriman atau percaya kepada Allah. Padahal orang-orang
musyrik di Makkah yang memusuhi Rasulullah dahulu itu adalah kaum
yang benar-benar percaya kepada Allah swt. Namun tauhid tidak cukup
hanya percaya kepada Allah saja, sebab percaya kepada Allah swt masih
mengandung kemungkinan percaya kepada yang lain-lain sebagai peserta
Allah swt dalam keilaihan.
Tauhid adalah fondasi utama dalam pendidikan. Sebagaimana
tujuan utama pendidikan untuk mengarahkan manusia kepada fitrahnya
dengan sempurna, maka mengajarkan anak tentang Tuhan harus
didelegasikan kepada orang lain (Falah, 2014:161). Keluarga menurut para
pendidik merupakan lapangan pendidikan yang pertama dan pendidiknya
adalah kedua orang tua. Menurut Rasul Allah swt, fungsi dan peran orang
tua bahkan mampu untuk membentuk arah keyakinan anak-anak mereka
(Jalaluddin, 2012:294). Sebagaimana Rasulullah saw, bersabda:
ُش ِنْب وِرْمَع ْنَع
اوُرُم َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا ُلوُسَر َلاَق َلاَق ِهِّدَج ْنَع ِويِبَأ ْنَع ٍبْيَع
اوُقِّرَ فَو ٍرْشَع ُءاَنْ بَأ ْمُىَو اَهْ يَلَع ْمُىوُبِرْضاَو َنيِنِس ِعْبَس ُءاَنْ بَأ ْمُىَو ِة َلََّصلاِب ْمُكَد َلًْوَأ
وجرخأ( ِعِجاَضَمْلا يِف ْمُهَ نْ يَ ب
)دواد وبأ
Dari „Amr bin Syu‟aib dari ayahnya dari kakeknya berkata : Rasulullah saw bersabda : “Perintahkan anak-anakmu melaksanakan shalat sedang mereka berusia 7 tahun dan pukullah mereka karena tinggal shalat sedang mereka berusia 10 tahun dan pisahkan antara mereka di tempat tidurnya”.(HR Abu Dawud: 417)
Hadis ini menjelaskan bagaimana mendidik agama pada
anak-anak. Pendidikan agama diberikan kepada anak sejak kecil, sehingga
nanti usia dewasa perintah-perintah agama dapat dilakukan secara mudah
dan ringan. Di antara perintah agama yang disebutkan dalam Hadis ada 3
perintah yaitu perintah melaksanakan shalat, perintah memberikan
hukuman bagi pelanggarnya dan perintah mendidik pendidikan seks
(Ngatiman, 2016:23)
Pendidikan shalat pada anak sangatlah penting dalam menanamkan
mengerti posisinya sebagai makhluk ciptaan-Nya. Maka kewajiban orang
tua mengarahkan anaknya memiliki fondasi yang kuat. Membekali jiwa
mereka dengan menanamkan nilai-nilai tauhid dalam dirinya. Agar kelak
setelah dewasa dapat menjadi pribadi yang kuat imannya serta memiliki
tujuan yang jelas sebagai khalifatul di bumi dan beribadah kepada Allah
swt. Dan terhindar dari perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat agama,
serta terhindar dari perbuatan syirik.
Mohammad Fauzil Adhim adalah seorang penulis yang
berkompeten tentang keluarga dan pendidikan anak. Bukunya yang
berjudul “segenggam iman anak kita” menjadi salah satu buku best seller.
Buku“segenggam iman anakkita”adalah buku bacaan ringan yang mudah
dipahami oleh semua kalangan. Dengan bahasanya yang ringan dan
mengalir menjadikan bacaan yang menarik dan mudah di pahami oleh
pembaca mengenai membekali anak dengan pendidikan tauhid, disamping
buku Tauhid yang lain. Dalam buku ini membahas mendidik anak dengan
membekali jiwa mereka dengan iman terbagi menjadi lima bagian antara
lain pertama, menjadi orang tua yang baik untuk anak kita. Kedua,
membekali jiwa anak kita dengan iman. Ketiga, sekedar cerdas belum
cukup. Keempat, menempa jiwa anak. Dan kelima, menyempurnakan
bekal masa depan.
Dalam buku “segenggam iman anak kita” karya Mohammad Fauzil
ditawarkan oleh Mohammad Fauzil Adhim adalah memiliki kepribadian
yang kuat dan memiliki arah yang jelas, yang harus dimiliki anak.
Perlunya perhatian orang tua yang lebih dalam memberikan pendidikan
tauhid sejak awal. Zaman sekarang ini banyak orang tua yang terlalu sibuk
untuk mencari tahu bakat mereka, lupa mencintai tanpa syarat,
meluangkan waktu untuk mereka serta menempanya agar mereka memiliki
kesungguhan dan tujuan hidup yang jelas. Disamping banyaknya
tantangan globalisasi modern yang terjadi, maka orang tua tidak hanya
memperhatikan kecerdasan saja akan tetapi lebih memperhatikan iman
serta kesalihan mereka.
Sepeninggal kita nanti, selain shadaqah jariyah dan ilmu yang
manfaat, tak ada lagi yang dapat diharapkan melainkan anak-anak shalih
yang mendoakan. Artinya, jika anak-anak menjadi pribadi shalih karena
upaya kita atau mengantarkan mereka melalui didikan guru terbaik, maka
setiap kebaikan yang mereka perbuat ada pahala yang mengalir untuk kita.
Jadi keshalihan itu pun berlimpah manfaatnya walau belum mendoakan
kita. Apalagi jika mereka tak putus-putus mendoakan kita (Adhim,
2013:15). Dengan berbekal keimanan serta kesalihan anak akan memiliki
tujuan hidup yang jelas dan fondasi yang kuat. Tidak akan mudah
terjerumus dalam hal-hal syirik serta perbuatan dosa. Dan juga amalnya
menjadi bekal untuk kehidupan selanjutnya yaitu kehidupan akhirat.
Dari kelebihan buku Segenggam Iman Anak Kita, menjadikan
pembekalan tauhid pada anak yang menarik daripada bacaan tauhid
lainnya. Dengan berbagai tantangan globalisasi yang semakin merajalela,
dapat mempengaruhi pondasi anak jika tidak dibekali jiwa tauhid sejak
kecil. Maka buku tersebut dapat menjadi acuan para pendidik dan orang
tua untuk membekali jiwa tauhid pada anak, agar dapat menghadapi
tantangan di masa depannya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka
peneliti tertarik untuk mengangkat tema tersebut dengan mengambil judul
skripsi “KONSEP PENDIDIKAN TAUHID BAGI ANAK DALAM
BUKU SEGENGGAM IMAN ANAK KITA KARYA MOHAMMAD
FAUZIL ADHIM”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penulis paparkan di atas maka
yang menjadi pokok dalam bahasan ini adalah:
1. Bagaimana konsep pendidikan tauhid bagi anak dalam buku
segenggam iman anak kita karya Mohammad Fauzil Adhim?
2. Bagaimana relevansi konsep pendidikan tauhid bagi anak dalam buku
Segenggam Iman Anak Kita karya Mohammad Fauzil Adhim dalam
konteks kehidupan sekarang?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis dapat
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep pendidikan tauhid bagi anak
dalam buku segenggam iman anak kita karya Mohammad Fauzil
Adhim.
2. Untuk mengetahui bagaimana relevansi konsep pendidikan tauhid bagi
anak dalam buku Segenggam Iman Anak Kita karya Mohammad
Fauzil Adhim dalam konteks kehidupan sekarang.
D. Kegunaan penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua sisi:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
teoritis, dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia
pendidikan khususnya dunia pendidikan Islam.
b. Dapat menambah khasanah teoritis tentang konsep pendidikan
tauhid dalam keluarga dan sekolah.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Menambah wawasan penulis mengenai konsep pendidikan tauhid
untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman sebagai seorang
pendidik.
b. Bagi Lembaga pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi input
pemikiran dalam menumbuh-kembangkan materi pendidikan
tauhid sejak dini serta implikasinya bagi struktur kepribadian di
kemudian hari.
E. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal pokok yang mendasari
penelitian, yaitu: pendekatan penelitian, sumber data, metode
pengumpulan data dan analisis data.
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini bersifat literature (kepustakaan) yang berfokus pada
referensi buku dan sumber-sumber yang relevan. Penelitian dilakukan
dengan mencermati sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah
buku-buku, artikel atau sumber lain yang berkaitan dengan konsep
pendidikan tauhid bagi anak menurut Mohammad Fauzil Adhim.
Selain bersifat literature penelitian ini termasuk jenis penelitian
bibliografi, hampir sama dengan literature yaitu dilakukan dengan
mencari, menganalisis, membuat interpretasi, serta generalisasi dari
fakta-fakta hasil pemikiran, ide-ide yang telah ditulis oleh pemikir dan
ahli (Nazir, 1998:62).
2. Sumber Data
Penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran
penyajian laporan. Sedangkan data-data tersebut dibagi menjadi dua
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang paling utama
digunakan dan sesuai dengan permasalahan dalam peneliti ini.
Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku
Segenggam Iman Anak Kita.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah buku-buku, artikel, dan sumber data
lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Diantara sumber tersebut
adalah Parents Power karya Saiful Falah, Pendidikan Agama
Dalam Keluarga karya Dr. H. Moh. Haitami Salim, M.Ag, Kitab
Tauhid karya Dr. Shalih bin Al Fauzan, Islam Doktrin dan
Peradaban karya Nur Cholish Majid, Positif Parenting karya
Mohammad Fauzil Adhim dan buku atau artikel tentang pemikiran
Mohammad Fauzil Adhim maupun studi pendidikan tauhid di
dalam perkuliahan dan lain sebagainya (Arikunto, 1987:135).
3. Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian dicari dengan pendekatan Library Research, yaitu
penelitian perpustakaan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan buku-buku yang ada relevansinya dengan kajian
permasalahan.
b. Mengidentifikasi semua permasalahan yang berkaitan dengan
c. Menarik suatu kesimpulan sebagai hasil suatu penelitian tentang
pokok permasalahan (Komaruddin, 1988:145).
4. Analisis Data
Untuk menganalisis data penulis menggunakan beberapa metode,
yaitu:
a. Metode Deskriptif
Metode deskriptif yaitu “perumusan filsafat tersembunyi
dideskripsikan sedemikian rupa sehingga terus menerus ada
referensi pada masalah konkret sedetail-detailnya” (Anton dan Achmadi, 1994:112). Peneliti melakukan analisis data dengan
metode deskripsi, yaitu menggambarkan pemikiran Mohammad
Fauzil tentang Konsep Pendidikan Tauhid bagi Anak.
b. Metode Analisis
Metode Analisa yaitu penanganan terhadap suatu
obyek-obyek penelitian ilmiah dengan memilah-milah pengertian yang
satu dengan pengertian yang lain. Dalam proses analisa ini penulis
menggunakan dua cara yang saling bergantian, yaitu:
1) Proses Analisa Deduksi, yaitu analisa dari pengertian yang
umum kemudian dibuat eksplisitasi dan penerapan lebih
khusus. Yaitu dengan cara mengumpulkan data-data dalam
permasalahan umum kemudian mengerucut pada proses
2) Proses Analisa Induksi (dari khusus ke umum). Induksi pada
umumnya disebut generalisasi, yaitu dengan cara
mengumpulkan data-data dalam jumlah tertentu, dan atas dasar
data itu menyusun suatu ucapan umum. Yaitu dengan cara
analisa dari data yang bersifat khusus kemudian yang bersifat
umum (Sumargono, 1980:31).
F. Penegasan Istilah
1. Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa karya ilmiah berbentuk skripsi yang membahas
tentang pemikiran Mohammad Fauzil Adhim. Pertama, skripsi Erny
Tyas Rudati dengan judul “Konsep Positive Parenting Menurut
Mohammad Fauzil Adhim dan Implikasinya Terhadap Pendidikan
Anak”. Penelitian ini berisi tentang konsep positive parenting dalam
mendidik anak dapat memiliki kemampuan intelektual dan fisik yang
bagus, termasuk perkembangan emosi dan sosialnya. Implikasinya jika
anak dididik dengan kasih sayang akan menjadikan anak berjiwa besar
dan jika dididik dengan kasar akan menjadikan anak menjadi penakut,
brutal, kasar dan tak bermoral.
Kedua, skripsi Asmarita dengan judul “Pemikiran Mohammad Fauzil Adzim Tentang Konsep Pendidikan Keluarga”. Penelitian ini berisi tentang pendidikan anak sangat penting dalam keluarga.
masa usia dini jika ingin generasi yang mampu mengembangkan diri
secara optimal.
Ketiga, skripsi Irni Iriani Sopyan dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Buku „Salahnya Kodok‟(Bahagia Mendidik
Bagi Ummahat) Karya Mohammad Fauzil Adhim. Penelitian ini berisi
tentang mendidik dan mengajar anak bukan hal yang mudah, bukan
pekerjaan yang dilakukan serampangan, dan bukan pula hal yang
bersifat sampingan. Mendidik anak dimulai sejak lahir, dalam hal ini
orangtua harus memperhatikan pokok-pokok dasar ajaran sunah Rasul.
Mendidik dengan cara humanis akan lebih mengena terhadap
keberhasilan pendidikan anak-anak. Minimal ada dua pendidikan islam
yang harus diterapkan oleh orang tua kepada anaknya yaitu pendidikan
akhlak dan pendidikan aqidah.
Setelah pemaparan penyusunan diatas terhadap karya ilmiah
terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa belum ada penelitian
mengenai pemikiran Mohammad Fauzil Adhim tentang konsep
pendidikan tauhid bagi anak.
2. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam mengartikan, maka
penulis akan mencoba memberikan sebuah penegasan istilah yang
digunakan dalam penelitian ini. Dan akan lebih mudah setelah
a. Konsep Pendidikan
Konsep yang penulis maksud seperti dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa, “Konsep yaitu: rancangan, ide
atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret (Pusat
bahasa Depdiknas, 2007: 588).
Menurut Ahmadi (1987:16) Pendidikan adalah tindakan
yang dilakukan secara sadar dengan tujuan memelihara dan
mengembangkan fitrah serta potensi (sumber daya) insani menuju
terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil).
Di dalam UU No. 20/2003 tentang sitem pendidikan
nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Suwarno,
2006:21).
Kamal Hasan dalam Kurniasih (2010:63) memberikan
penjelasan pendidikan dalam perspektif Islam, adalah suatu proses
seumur hidup untuk mempersiapkan seseorang agar dapat
mengaktualisasikan peranannya sebagai khalifatullah di muka
sumbangan sepenuhnya terhadap rekonstruksi dan pembangunan
masyarakat dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Jadi yang penulis maksud dengan konsep pendidikan
adalah suatu rancangan dengan usaha sadar dan terencana untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya, agar dapat
mengaktualisasikan perannya sebagai khalifah di bumi untuk dapat
bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
b. Tauhid bagi Anak
Tauhid artinya mengesakan (mengesakan
Allah-Tauhidullah). Ajaran tauhid adalah tema sentral aqidah dan iman,
oleh sebab itu aqidah dan iman diidentikan dengan istilah tauhid
(Ilyas, 1992:5). Tauhid adalah awal dan akhir dari seruan Islam. Ia
adalah suatu kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Razak,
1996:39).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(Pusat bahasa
Depdiknas, 2007: 41) dijelaskan bahwa anak adalah keturunan
kedua, manusia yang masih kecil (baru berumur 6 th). Jadi yang
dimaksud penulis dengan tauhid bagi anak adalah ajaran
mengesakan Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa, satu satunya
tuhan yang disembah ditujukan kepada manusia kecil yang belum
c. Buku Segenggam Iman Anak Kita
Buku Segenggam Iman Anak Kita adalah sebuah buku yang
disajikan oleh penulis Best Seller Muhammad Fauzil Adhim
dengan gaya penulisnya yang khas, disampaikan dengan penuturan
yang renyah dan mengalir, serta tidak terjebak pada panjangnya
kalam dan rumitnya teori. Buku yang membahas mengenai
menanamkan arti penting kepengasuhan (parenting) dan
pendidikan anak berbasis tauhid. Maka dari uraian tersebut di atas,
judul skripsinya adalah Konsep Pendidikan Tauhid bagi Anak
dalam Buku Segenggam Iman Anak Kita Karya Mohammad Fauzil
Adhim.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif dan
menyeluruh maka diperlukan sebuah sistematika penulisan yang runtut
dari satu bab ke bab yang selanjutnya. Sedangkan sistematika sendiri
memiliki arti suatu tata urutan yang saling berkaitan, saling berhubungan,
dan saling melengkapi. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan akan dijelaskan tentang latar belakang masalah,
fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah,
metode penelitian, serta sistematika penulisan laporan hasil penelitian.
BAB II : Akan dijelaskan tentang biografi Mohammad Fauzil Adhim,
BAB III : Bab ini berisi analisa tentang konsep pendidikan tauhid bagi
anak yang terkandung dalam buku Segenggam Iman Anak Kita karya
Mohammad Fauzil Adhim.
BAB IV : Bab ini berisi relevansi konsep pendidikan tauhid bagi anak
yang terkandung dalam buku Segenggam Iman Anak Kita karya
Mohammad Fauzil Adhim dalam konteks kehidupan.
BAB V : Penutup yang berisi kesimpulan mengenai konsep pendidikan
tauhid bagi anak dalam buku Segenggam Iman Anak Kita, saran yang
BAB II
BIOGRAFI MOHAMMAD FAUZIL ADHIM
A. Latar Belakang Sosial
Dalam karya ilmiah yang ditulis Rudati (2008:39) di dokumen
pribadi Mohammad Fauzil Adhim adalah seorang penulis yang
berkompeten tentang keluarga dan pendidikan anak, beliau mengawalinya
sebagai kolumnis di berbagai majalah yang kaitannya dengan keluarga.
Dari beberapa bukunya yang telah diterbitkan, diantaranya “Kupinang Engkau Dengan Hamdalah”, “Kado Pernikahan Untuk Isteriku”, “Salahnya Kodok”, “Bahagia Mendidik Anak Bagi Ummahat”, “Membuat
Anak Gila Membaca”, menjadi best seller, sehingga namanya tidak cukup
asing bagi kalangan para remaja muslim.
Beliau dilahirkan pada tanggal 29 Desember 1972 di daerah
Mojokerto sebuah kabupaten yang berbatasan dengan Jombang. lbunya
bernama Aminatuz Zuhriyah berasal dari keluarga pesantren Bahrul Ulum
Tambak Beras Jombang, sedang ayah berasal dari Pacitan, termasuk
keluarga pesantren Termas.
Dari Pacitan yang berpindah ke daerah Banyuwangi, nenek dari ibu
juga berasal dari keluarga kiai, tetapi pesantrennya telah bubar pada saat
Fauzil (masih kecil), sehubungan dengan pesantren ini dulunya menjadi
tempat belajar kader NU dan kader Muhammadiyah.
putra, yaitu Fathimatuz Zahra, Muhammad Husain As-Sajjad, Muhammad
Hibatillah Hasanin, Muhammad Nashiruddin An-Nadwi, Muhammad
Navies Ramadhan, dan Safa. Alamat sekarang: Jln. Monjali Gg. Masjid
Mujahadah RT 15 RW 40 Karangjati, Melati, Sleman, Yogyakarta.
B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan formal beliau (Rudati, 2008:40-41)
a. SDN Ketidur, Kecamatan Mojokerto Jawa Timur
b. SMPN Kutorejo, Mojokerto
c. SMAN 2 Jombang
d. SI Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta
2. Pengalaman kerja
a. Koresponden majalah Ayahanda (Jakarta), freelance, 1994-1995.
b. Staf pengajar sekolah guru taman kanak-kanak Islam terpadu
(SGTKIT), Yogyakarta, 1996-1998.
c. Dosen psikologi keluarga (marriage dan parenting) dan
psikologi komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII),
Yogyakarta, 2001-2004.
d. Kolumnis tetap jendela keluarga majalah suara Hidayatullah mulai
Agustus 2002 khusus untuk masalah parenting.
e. Kolumnis tetap majalah An-nida' selama setahun sampai Agustus
2003.
3. Kegiataan sekarang ini
a. Staf pengajar fakultas psikologi Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta.
b. Kolumnis tetap majalah Hidayatullah Surabaya untuk kolom
Tarbiyah.
c. Kolumnis tetap untuk harian umum republika untuk renungan
jum'at kolom DIY-Jateng.
d. Menjadi pemateri tetap untuk pelatihan menulis ibu-ibu rumah
tangga di Yogyakarta.
e. Menjadi pemateri tetap forum diskusi parenting para orang tua di
Yogyakarta.
f. Narasumber dalam berbagai forum diskusi, seminar talkshow
diberbagai daerah seluruh Indonesia tentang masalah-masalah
pernikahan, keluarga dan pendidikan.
g. Pembina SDIT Hidayatullah Yogyakarta sekaligus menjadi
anggota team perancang kurikulum SD unggulan.
C. Karya-karya Mohammad Fauzil Adhim
1. Kupinang Engkau dengan Hamdalah, Mitra Pustaka, Yogyakarta,
1997, cetakan kedua puluh, terjual lebih dari 55 eksemplar.
2. Mencapai Pernikahan Barokah, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 1997.
3. Disebabkan oleh Cinta kupercayakan rumahku padamu, Mitra
4. Kado Pernikahan untuk Isteriku, mitra Pustaka, Yogyakarta, 1998, cet.
Ke -11, memasuki cet. Ke -12
5. Indahnya Pernikahan Dini, Gema Insani Press, Jakarta, januari 2002.
Terbit juga kaset dengan judul yang sama sebagai audio book, telah
dicetak 25.000 eksemplar dalam waktu 6 bulan.
6. Agar Cinta Bersemi Indah buku kesua trilogi Indahnya Pernikahan
Dini, Gema Insani Press, Jakarta, Agustus 2002.
7. Membuat Anak Gila Membaca, Al- Bayan, Bandung, Mendidik
dengan hati, Better Life, Surabaya.
8. Membuka Jalan ke Syurga.
9. Menuju Kreativitas, tulisan bersama Wahyudin, Gema Insani Press,
Jakarta, 2003.
10.Janda, Gema Insani Press, 1999.
11.Saat Anak Kita Lahir, Gema Insani Press, Jakarta, Desember, 2001.
12.Dunia Kata Mewujudkan Impian Menjadi Penulis Brilian.
13.Saatnya untuk Menikah, Gema Insani Press, Jakarta, 2000, cet ke -5.
14.Di ambang Pernikahan, Gema Insani Press, Jakarta, Juni 2002,
Kolaborasi dengan M. Nazhif Masykur.
15.Bahagia Saat Hamil bagi Ummahat.
16.Salahnya Kodok, Bahagia Mendidik Anak bagi Ummahat.
17.Mendidik Anak Menuju Taklid.
20.Memasuki Pernikahan Agung.
21.Positive Parenting: Cara-Cara Islam Mengembangkan Karakter
Positif Pada Anak Anda, PT Mizan Pustaka, Bandung, 2006 (Rudati,
BAB III
KONSEP PENDIDIKAN TAUHID BAGI ANAK YANG TERKANDUNG
DALAM BUKU SEGENGGAM IMAN ANAK KITA
KARYA MOHAMMAD FAUZIL ADHIM
A.Membekali Pendidikan Tauhid kepada Anak
1. Membangun Orientasi Hidup Pada Diri Anak
Tugas utama orang tua adalah mengantarkan anak menjadi manusia yang
mengerti tujuan hidupnya, untuk apa ia diciptakan. Banyak orang tua bekerja
keras agar dapat memberikan pendidikan yang terbaik untuk anaknya.
Dengan cara memasukkan mereka ke dalam sekolah-sekolah unggulan
(Adhim, 2013:40). Dengan harapan di sekolah unggulan anak mendapatkan
pendidikan dari guru yang terbaik pula. Agar anaknya dapat cerdas dan
membanggakan kedua orang tuanya.
Akan tetapi memasukkan landasan hidup ke dalam jiwa anak adalah yang
terpenting. Kemanapun mereka pergi maka ridha Allah juga yang mereka
cari(Adhim, 2013:40). Dengan orientasi hidup yang ditumbuhkan semenjak
dini akan menjadi daya penggerak (driving force) bagi kehidupannya kelak,
sehingga anak dapat belajar menimbang dan menilai. Jika orientasinya
semenjak awal bagus, insya Allah masa remaja mereka tidak mengalami
krisis identitas dan keguncangan jiwa (Adhim, 2013:41).
Menurut Fauzil Adhim tugas orang tua dan guru bukanlah
kecintaan terhadap ilmu akan menumbuhkan semangat belajar di hati mereka.
Kecintaan ilmu mendorong mereka untuk berprestasi, tetapi prestasi
akademik bukan tujuan utama. Jika prestasi akademiknya bukan yang terbaik
di kelas tidak akan membuat mentalnya runtuh akan tetap kuat (Adhim,
2013:42).
Sebelumnya tanamkan pada diri anak tentang kebutuhan akan belajar.
Dengan cara membangun perasaan positif terhadap belajar kepada anak.
Membangun perasaan positif terhadap belajar kepada anak dimulai semenjak
dini, terutama pada rentang usia 4-8 tahun. Sikap positif ditumbuhkan dengan
memberi pengalaman belajar yang menyenangkan, membangun kedekatan
emosi dengan anak, menciptakan kondisi belajar yang positif sebelum dan
selama anak belajar, menunjukkan manfaat belajar. Selain itu, memberi
apresiasi terhadap belajar melalui ucapan-ucapan yang terencana maupun
spontan, serta menjadikan diri sebagai contoh. Selanjutnya perlu diperhatikan
membangun percaya diri terhadap kompetensi yang dimiliki anak perlu juga
ditumbuh kembangkan. Jadi hal yang menjadikan belajar sebagai kebutuhan
anak, yang perlu dibangun oleh orang tua dan pendidik adalah sikap positif
terhadap belajar dan keyakinan bahwa anak memiliki kompetensi (Adhim,
2013:231).
Dengan menumbuhkan sikap positif dan keyakinan anak atas kompetensi
yang dimilikinya. Membuat anak semangat dalam mencari ilmu, mencintai
ilmu dan dapat bermanfaat bagi dirinya serta orang lain. Banyak orang tua
dan hadis. Akan tetapi ada juga anak hanya mendapatkan ilmunya saja,
banyak menghafal tanpa ada cahaya dalam jiwanya. Banyak anak pintar
dalam ilmu agama, pintar berbicara tidak menjadikan anak memiliki rasa
kecintaan terhadap agama.
Hal-hal yang perlu diberikan kepada anak-anak agar memiliki orientasi
hidup yang baik menurut Fauzil Adhim (2013:44-46) antara lain:
a. Memberikan Kasih Sayang
Sebagai orang tua pentingnya menghidupkan perasaan anak dengan
memberikan waktu luang di tengah kesibukan bekerja. Sengaja
meluangkan waktu untuk bermain bersamanya, bukan mengarahkan
permainannya. Kalau ada permainan yang dilarang, itu berkait erat
dengan baik buruknya secara mental bagi anak. Contoh teladan yang
diberikan oleh Rasulullah saw sebelum mengajarkan tentang kebenaran,
Rasulullah saw, lebih dulu melimpahi anak-anak dengan kasih sayang
dan menyediakan waktunya untuk bermain-main. Salah satu contohnya
yaitu menyempatkan diri untuk bermain kuda-kudaan dengan cucunya
dan pada saat Rasulullah saw mengerjakan shalat dengan menggendong
cucunya yaitu Umamah putri Zainab. Perilaku Rasulullah saw
menunjukkan betapa pentingnya bermain dan perhatian yang hangat bagi
akidah anak kelak.
b. Memberikan Rangsangan kepada Anak Untuk Berpikir
kepada alam semesta ini, menyelesaikan persoalan yang ada di dalam dan
kembali kepada Allah dalam keadaan ridha dan diridhai.
Orang tua seharusnya memberikan pengalaman berusaha dan
menyelesaikan masalah agar meningkatkan kapasitas pribadi seorang
anak. Dengan banyaknya pengalaman dalam menyelesaikan masalah
dalam hidupnya akan semakin tinggi nilai hidupnya (Adhim, 2013:276).
Berusaha melalui do‟a-do‟a dan bersungguh-sungguh dalam perbuatan.
Orang-orang besar adalah mereka yang memiliki catatan panjang
tentang keteguhan, ketegaran, kegigihan, kejujuran, integritas yang
tinggi, keberanian, dan tekad yang kuat untuk menyelesaikan setiap
masalah dengan cara sebaik-baiknya sesuai dengan rambu-rambu yang
telah diberikan oleh Allah swt dan Rasul-Nya saw (Adhim, 2013:278).
Dengan berbagai kesulitan yang ada telah dilalui seorang anak,
menjadikan pribadinya kuat. Segala kesulitan dan tantangan membuat
jiwa anak kuat untuk menyelesaikan tanpa mengeluh dan menyerah.
Karena dukungan motivasi dari orang tua dan atas ijin Allah swt,
memberi kekuatan pada jiwa anak dalam menghadapinya kesulitan dan
tantangan hidup yang dilalui.
Melalui tantangan yang datang secara bertahap, anak akan belajar
memecahkan kesulitan yang dihadapinya. Karena Allah selalu ada untuk
hambanya yang mau berusaha dengan bersungguh-sungguh, setiap
kesulitan yang dihadapinya ada kemudahan di dalamnya. Sesuai dengan
﴿ اًرْسُي ِرْسُعْلا َعَم َّنِإَف
٥
﴿ اًرْسُي ِرْسُعْلا َعَم َّنِإ ﴾
٦
﴾
Artinya: “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”(Qs. Alam-Nasyrah:5-6)
c. Menumbuhkan Cita-Cita yang Visioner
Memberikan rangsangan kepada anak untuk menjadi
manusia-manusia idealis yang cerdas. Memiliki cita-cita besar berarti memiliki
idealisme yang kuat di atas landasan iman yang kokoh dan akidah yang
lurus. Diajak berdiskusi tentang realitas dan melihat bahwa hukum Allah
atas kehidupan ini tidak berubah sedikit pun. Membekali anak dengan
visi yang kuat menjadikan ia tidak terombang ambing dalam hidupnya.
Memiliki iman yang kokoh serta kesediaan hidup yang baik.
Dengan demikian Pendidikan tauhid yang ditanamkan oleh orang tua
adalah membimbing anak untuk mengerti tujuan hidupnya. Supaya anak
mengerti akan hakikat ia diciptakan sebagai khalifah di bumi serta untuk
beribadah kepada Allah dengan mengesakan Allah dan bertauhid rububiyyah.
Menjadikan imannya kokoh dengan orientasi hidup yang jelas dan anak tidak
akan terombang ambing jiwanya dengan segala tantangan dan kesulitan yang
akan di hadapi di kehidupannya.
2. Bekal Untuk Mengasuh Anak dengan Tauhid
Banyak ahli ibadah yang keturunannya jauh dari munajat kepada Allah
manusia, tetapi sedikit sekali yang berbekas dalam diri anak (Adhim.
2013:47). Orang tua seharusnya memiliki bekal dalam mengasuh anak
menuju dewasa tanpa menafikan bekal lain yang diperlukan terutama yang
berkait dengan ilmu (Adhim, 2013:49). Firman Allah Swt dalam surat
An-Nisa ayat 9:
اوُلوُقَ يْلَو َوَّللا اوُقَّ تَيْلَ ف ْمِهْيَلَع اوُفاَخ اًفاَعِض ًةَّيِّرُذ ْمِهِفْلَخ ْنِم اوُكَرَ ت ْوَل َنيِذَّلا َشْخَيْلَو
اًديِدَس ًلًْوَ ق
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (Qs. An-Nisa:9).
Pelajaran yang penting dari ayat tersebut adalah betapa pun inginnya
membelanjakan sebagian besar harta kita untuk kepentingan dakwah illlah,
ada yang harus diperhatikan atas anak-anak kita. Beta pun besar keinginan
untuk menghabiskan umur di jalan dakwah, ada yang harus diperhatikan
terkait kesiapan anak-anak dan keluarga (Adhim, 2013:50).
Menurut Fauzil Adhim (2013:50-52) ada beberapa bekal yang perlu
diperhatikan dalam mengasuh anak dengan tauhid, antara lain:
a. Membekali rasa takut terhadap masa depan mereka.
Berbekal rasa takut, mempersiapkan anak agar tidak menjadi
generasi yang lemah. Memantau perkembangan mereka kalau ada bagian
dari hidup mereka saat ini yang menyebabkan kesulitan di masa
yang cukup untuk mengarungi kehidupan dengan kepala yang tegak dan
iman yang kokoh.
b. Takwa kepada Allah swt.
Takwa adalah menghindarkan diri dari kesalahan, kemaksiatan, dan
ketakaburan serta senantiasa berada di atas dasar keridhaan Allah
(Farhadian, 2005:57). Berbekal takwa kepada Allah swt, menjadikan
anak dapat mengendalikan ucapan dan tindakannya tidak akan
melampaui batas. Seorang pemarah dan mudah meledak emosinya, akan
mudah luluh jika ia bertakwa. Ia luluh bukan karena lemahnya hati,
melainkan ia amat takut kepada Allah swt. Menundukkan dirinya agar
tidak melanggar larangan-laranganNya.
c. Berbicara dengan Perkataan yang Benar (qaulan sadidan).
Berbicara dengan perkataan yang benar (qaulan sadidan) akan
mendorong kita untuk terus berbenah. Membiasakan anak berkata yang
jujur dan benar kepada orang lain. Sehingga anak akan menyampaikan
segala hal kepada orang lain tanpa di buat-buat ataupun di
tambah-tambahkan.
d.Mendisiplinkan anak tentang mengerjakan shalat.
Fauzil (2013:265) berpendapat orang tua berkewajiban memberi
pendidikan iman, akhlak, dan ibadah sedini mungkin. Tetapi ada prinsip
memberikan pendidikan tepat pada waktunya. Mendisiplinkan anak
Rasulullah saw, bersabda, “Ajarkanlah anakmu tata cara shalat ketika telah berusia tujuh tahun. Dan pukullah dia pada saat berusia sepuluh tahun (apabila meninggalkannya).” (H.R. At-Tirmidzi)
Jadi, kalau anak belum berusia tujuh tahun dan tidak mengerjakan
shalat, orang tua harus memakluminya dan melapangkan hati. Tugas
orang tua adalah menumbuhkan perasaan positif terhadap kebiasaan baik
yang ingin ditumbuhkan pada anak. Serta membangkitkan sense of
competence (perasaan bahwa dirinya memiliki kompetensi).
e.Menunjukkan Kesalahan Anak dengan Pengarahan.
Berkenaan dalam mendidik anak, terutama di usia kanak-kanak. Hadis
yang diriwayatkan dari Abu Hafs, yakni Umar bin Abu Salamah ra, anak
tiri Rasulullah. Ia menuturkan, “semasa kecil, ketika aku berada dalam
pangkuan Rasulullah, aku sering berganti-ganti tangan dalam memegangi
mangkuk. Melihat itu, beliau menegurku, „Hai, Anak (Ya Ghulam),
bacalah basmalah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah
makanan yang terdekat denganmu.‟ Semenjak itu, aku selalu demikian ketika makan.”(H.R. Al-Bukhori dan Muslim)
Teguran langsung ketika anak melakukan hal-hal yang tidak
bersesuaian dengan adab seorang Muslim. Tiga hal yang perlu diambil
dalam hadis tersebut adalah pertama, teguran disampaikan secara
langsung dan segera. Kedua, mengawali teguran dengan menggunakan
panggilan sayang yang akrab (ya ghulam). Ketiga, langsung
menunjukkan tindakan apa yang patut. Seakan tak mengoreksi kesalahan,
dilakukan anak dengan sendirinya terkoreksi. Misalnya adapun terhadap
kesalahan yang bersangkut-paut dengan hukum halal-haram, dalam hal
ini terkait dengan makanan, maka dapat tuntunan yang lebih tegas
(Adhim, 2013:251).
B.Mengajarkan dan Mendekatkan Al-Qur’an pada Diri Anak
1. Mengajarkan Anak untuk membaca Al-Qur’an
Orang tua dapat mengajarkan Al-Qur‟an kepada anaknya, akan tetapi mengajarkannya saja tidak serta merta dapat mendekatkan anak pada
Al-qur‟an. Mereka cepat membaca, menghafal tetapi hatinya tidak dekat
dengan Al-Qur‟an. Dapat membaca dengan baik tidak sama dengan mengambil petunjuk (Adhim, 2013:167).
Membaca Al-Qur‟an adalah interaksi pertama dan minimal bagi seorang muslim terhadap Al-Qur‟an. Tidak boleh ada orang yang mengaku beragama islam, namun tidak mampu membaca Al-Qur‟an. Seharusnya tanpa alasan apa pun ia mampu membaca Al-qur‟an, maka tetap berusaha belajar membaca Al-Qur‟an (Qudsy, 2013:18).
Mengajarkan keterampilan membaca tanpa menanamkan keyakinan yang
kuat sekaligus pengalaman berinteraksi dengan ayat-ayat Al-Qur‟an, sama seperti meletakkan bertumpuk kitab di punggung keledai. Banyak ilmu di
dalamnya, tetapi tak bisa mengambil pelajaran darinya (Adhim, 2013:168).
Qur‟an. Agar nantinya anak tidak dapat membaca atau menghafal Al-Qur‟an
sekedar sebagai bacaan atau wacana keilmuan saja.
2. Mengajarkan anak untuk menghafal Al-Qur’an
Fauzil Adhim (2013:150) berpendapat bahwa pada zaman sekarang gizi
anak semakin baik, akan tetapi kematangan mereka tidak lebih baik
dibanding generasi sebelumnya. Misalnya Imam Syafi‟i yang hafal Al
-Qur‟an pada usia 7 tahun bukan karena masuk lembaga tahfidz, tetapi
karena kecintaannya yang besar kepada kitabullah mendorong ia untuk
bersungguh-sungguh membaca dan mengingatnya. Ada kecintaan dan
seorang ibu yang setiap saat mengakrabkannya dengan Al-Qur‟an.
Imam Syafi‟i ra, bukanlah satu-satunya, banyak tokoh yang
menggetarkan dunia dan mereka telah menampakkan kecintaan amat besar
kapada agama. Mereka sangat dekat hidupnya dengan Al-Qur‟an, mencintainya, dan menyakini isinya sehingga dengan itu mereka
bersungguh-sngguh menghafalkan seraya memahami maknanya. Untuk
zaman sekarang menjadi sesuatu yang tidak nampak dan semakin menjauh
dari pribadi orang-orang dan anak-anak (Adhim, 2013:151).
Mengingat sejenak nasihat sahabat nabi, Jundub bin Abdillah ra.
Mengomentari generasi tabi‟in yng mendahulukan belajar Al-Qur‟an
dengan berkata, “kami belajar iman sebelum belajar Al-Qur‟an, kemudian
sekolah-sekolah islam maupun di rumah-rumah, anak-anak belum
mempelajari keduanya (Adhim, 2013:152).
Maka sangat penting membekali anak dengan memperkokoh imannya
terlebih dahulu, sebelum orang tua dan pendidik mengajarkan Al-Qur‟an pada anak. Selain mengajarkan Al-Qur‟an dengan membaca, selanjutnya mengajarkan anak untuk menghafal Al-Qur‟an. Walau mengajarkan hanya satu ayat atau beberapa ayat setiap harinya, insya Allah anak akan terbiasa
mendengarkan ayat-ayat Al-Qur‟an dan dengan sendirinya akan hafal. Cara mengajari anak menghafal alquran dapat diterapkan di dalam
kehidupan sehari-hari, seharusnya di mulai dari usia sedini mungkin bahkan
semenjak bayi belum lahir. Menurut islam tentu sangat menginginkan agar
anaknya dapat menghafal alquran di usia sedini mungkin agar mereka lebih
mengenal agama mereka dari sejak kecil. Dengan menghafal Al-Qur‟an, selain mendapatkan pahala yang agung, juga menjalankan sunah Rasul dan
para salafunash saleh dalam menjaga keaslian Al-Qur‟an (Qudsy, 2013:20). Allah Swt, berfirman dalam surat maryam ayat 12-14:
Dari surat Maryam ayat 12-14 kita dapat mengambil hikmah tersebut.
Bahwasanya alangkah senangnya jika anak-anak mendapatkan hikmah
selagi masih kanak-kanak, dengan menghafal ayat Al-Qur‟an. Faui berpendapat selain menjadi pertolongan bagi para orang tua dan pribadi
anak, mendapatkan keistimewaan dan kemulian seperti halnya Nabi Yahya.
Allah swt, kan melimpahi ilmu dan menolong mereka, menjadikan mereka
hamba-Nya yang bersyukur serta dapat meninggikan kalimat Allah swt di
muka bumi (Adhim, 2013:153).
3. Mengajarkan anak untuk mengamalkan Al-Qur’an
Di zaman keemasan Islam, lahir para pemimpin yang disegani dan
ilmuwan yang melahirkan sangat banyak penemuan, termasuk di
bidang-bidang sains. Mereka produktif melakukan terobosan ilmiah dalam
matematika, kimia, mekanika, fluida, sosiologi dan cikal bakal ilmu
psikologi terutama karena kedekatan dengan Al-Qur‟an. Mereka membaca, merenungi, mengamalkan dan berusaha untuk senantiasa memperoleh
manfaat yang besar (Adhim, 2013:172).
Pada saat ini, sudah tidak ada lagi para pemimpin dan ilmuwan yang
disegani karena kedekatan dengan Al-Qur‟an. Maka sangat ditekankan oleh para orang tua, pendidik untuk membekali anak-anak dengan rasa kecintaan
kepada Al-Qur‟an dan dapat mengamalkannya dalam kehidupannya sehari -hari. Fauzil (2013:174) berpendapat perlunya memberi pengalaman religius
yang mengesankan agar mereka memiliki perasaan religius yang
pengalaman religius, serta perasaan religius yang kuat, insya Allah mereka
akan menjadi pribadi yang kaya inspirasi, penuh semangat, serta gigih
berusaha karena dorongan iman.
Setelah mengetahui betapa pentingnya membiasakan membaca Alquran
dan mengamalkannya serta manfaatnya yang begitu besar. Tidak ada kata
terlambat untuk belajar dan mengajarkan Alquran. Apabila menjadi orang
tua kurang begitu mengetahui tentang Alquran, awam tentang agama, mulai
saat inilah waktu yang tepat untuk belajar, belajar dan terus belajar.
Serta jangan lupa untuk mengajarkan apa yang diketahui kepada
keluarga meski cuma 1 ayat. Sedangkan waktu terbaik untuk mengajarkan
dan membiasakan anak untuk belajar Alquran adalah dapat dimulai sejak
buah hati berada dalam kandungan. Para ahli psikologi berpendapat mulai
usia 0-8 tahun sangat menentukan dalam mengembangkan potensiny, karena
usia ini sering disebut “usia emas” (the golden age) yang sangat
menentukan pengembangan kualitas manusia(Mutiah, 2012:2). Karena pada
hakikatnya pembentukan manusia dimulai sejak dari janin dan ditiupkan
padanya ruh (nyawa) (Huda dan Muhammad, 2008:67). Dengan sering
mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Alquran ini akan membantu anak
dalam meningkatkan kecerdasannya sehingga dapat berkembang dengan
baik.
Kebiasaan-kebiasaan seperti ini bertujuan untuk melatih dan
mendengarkan anak pada bacaan ayat-ayat suci Alquran. Semakin dilatih
pendengaran anak, ini akan membuatnya mudah dalam menghafal ayat-ayat
Alquran dan ketika anak sudah mampu untuk membaca, orang tua bisa
mengajak untuk mengkaji Alquran bersama-sama, memberikan teladan yang
baik dan bersama-sama berusaha mengamalkan apa yang diajarkan Alquran
dalam kehidupan kita sehari-hari. Selain itu pengalaman religius juga
penting diberikan pada saat mengajarkan Al-Qur‟an. Sehingga anak akan memiliki perasaan yang kuat bahwa Al-Qur‟an adalah petunjuk dan sumber inspirasi yang penuh kebaikan (Adhim, 2013:174).
4.Mendekatkan Al-Qur’an pada Diri Anak
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mendekatkan Al-Qur‟an kepada anak menurut Fauzil Adhim (2013:168-170) antara lain:
a. Berusaha menghidupkan jiwa anak-anak dengan Al-Qur’an
Dengan cara melimpahkan kasih sayang sebagaimana melihat sikap
lemah lembut Rasulullah saw terhadap anak. Menghidupkan jiwa juga
berarti membuat anak-anak senantiasa melihat dan merasakan “ada ayat Al-Qur‟an” dalam setiap kejadian yang mereka jumpai.
b. Membangun Tradisi berpikir yang berpijak pada Al-Qur’an
Menanamkan pola pikir tradisi mendeduksikan ayat Al-Qur‟an dengan memahami makna (tafsirnya) dari orang-orang yang memiliki
otoritas dan literatur terpercaya. Kemudian mengajak anak untuk
menggunakan nalarnya agar mampu memahami lebih jauh.
Al-Qur‟an menjadi pemisah mana yang haq dan mana yang bathil dalam setiap perkara. Al-Qur‟an menjadi penilai setiap urusan.
c. Mengajarkan Anak untuk Memegangi Al-Qur’an dengan Kuat.
Beberapa aspek yang perlu dibangun pada anak agar bisa berpegang
pada Al-Qur‟an antara lain: kekuatan hati sehingga mereka memiliki antusiasme yang kuat, kecintaan yang mendalam, dan kemampuan
menghafal yang baik; kekuatan pikiran sehingga memudahkan mereka
belajar, menajamkan kemampuannya dalam memahami maupun
mengambil pelajaran; kekuatan fisik sehingga mereka memiliki
kesanggupan untuk mempertahankan, memperjuangkannya, dan daya
untuk belajar; serta kekuatan motivasi sehingga mereka bisa belajar
dengan keinginan yang kuat dan perhatian yang penuh.
d. Memberikan Pengalaman Religius
Pengalaman religius yang perlu diberikan saat mengajarkan
Al-Qur‟an kepada anak-anak, sehingga mereka memiliki perasaan yang kuat
bahwa Al-Qur‟an adalah petunjuk dan sumber inspirasi yang penuh kebaikan. Mengajarkan satu ayat misalnya kemudian gerakkan mereka
untuk berbuat. Atau mengajak anak-anak untuk melakukan sesuatu
kemudian terangkan ayat yang menjadi landasan untuk bertindak.
C.Membekali Jiwa Tauhid Pada Diri Anak
1. Mengenalkan Allah kepada Anak
pekerjaan apapun bentuknya, untuk membaca basmallah. Dengan begitu
membiasakan anak dalam menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi
Maha Penyayang. Kebiasaan baik tersebut membuat anak mengenal dan
dekat dengan Tuhan-Nya. Bercermin pada perintah Nabi saw, dan urutan
turunnya ayat-ayat suci yang awal, ada beberapa hal dalam mendekatkan
anak kepada Allah yang perlu di cacat dengan cermat antara lain:
a. Awali bayi dengan perkataan La Ilaha Illallah
Rasulullah Saw. Pernah mengingatkan, “Awalilah bayi-bayimu dengan kalimat la ilaha illallah.” Kalimat ini yang perlu dikenalkan
pada awal kehidupan bayi-bayi. Sehingga membekas pada otaknya dan
menghidupkan cahaya hatinya. Apa yang didengar bayi pada saat-saat
awal kehidupannya akan berpengaruh pada perkembangan berikutnya,
khususnya terhadap pesan-pesan yang disampaikan dengan cara yang
mengesankan.
Apabila anak sudah mulai besar dan dapat menirukan apa yang di
ucapkan serta di ajarkan orang tuanya, Rasulullah saw. memberikan
contoh bagaimana mengajarkan untaian kalimat yang sangat berharga
untuk keimanan anak di masa mendatang. Kepada Ibnu Abbas yang
ketika kecil itu masih kecil, Rasulullah saw. berpesan:
kecuali apa yang telah dituliskan oleh Allah di dalam takdirmu itu.Juga sebaliknya, apabila mereka berkumpul untuk mencelakai dirimu, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakaimu sedikit pun kecuali atas kehendak Allah. Pena telah diangkat dan lembaran takdir telah kering.” (HR. At-Tirmidzi).
Dalam hadist tersebut, pelajaran yang dapat dipetik adalah tak ada
penolong kecuali Allah Yang Maha Kuasa; Allah yang senantiasa
membalas setiap kebaikan. Tak ada tempat meminta kecuali Allah swt,
dan semua itu menunjukkan kepada anak bahwa tidak ada tuhan kecuali
Allah swt (Fauzil, 2006:229-232).
b. Mengenalkan anak dengan bacaan Iqra‟ Bismirabbikal-ladzi Khalaq.
Sifat Allah swt yang pertama kali dikenalkan oleh Rasulullah saw.
kepada kita adalah Al-Khaliq dan Al-Karim, sebagaimana firman-Nya,
“Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Qs. Al-Alaq: 1-5)
Setidaknya ada tiga hal yang perlu diberikan kepada anak saat
mereka mulai bisa di ajak berbicara antara lain: pertama,
memperkenalkan Allah kepada anak melalui sifat-Nya yang pertama
kali dikenalkan, yakni Al-Khaliq (Maha Pencipta). Menunjukkan
kepada anak-anak bahwa kemana pun mereka menghadapkan wajah, di
situlah akan menemukan ciptaan Allah. Dengan demikian, akan muncul
kekaguman anak kepada Allah swt dan jiwanya tergerak untuk tunduk
mereka menyadari bahwa Allah Yang Maha Menciptakan semua itu.
Perlahan-lahan kita rangsang mereka untuk menemukan amanah di
balik kesempurnaan peniptaan anggota badannya. Ketiga, memberikan
sentuhan kepada anak tentang sifat kedua yang pertama kali
diperkenalkan oleh Allah swt, melalui Rasulullah saw. yakni Al-Karim.
Dalam sifat ini berhimpun dua keagungan yakni kemuliaan dan
kepemurahan. Kemudian mengasah kepekaan anak untuk menangkap
tanda-tanda kemuliaan dan sifat pemurah Allah dalam kehidupan
mereka sehari-hari, sehingga tumbuh kecintaan dan pengharapan
kepada Allah. Sesungguhnya manusia cenderung menintai mereka yang
mencintai dirinya, cenderung menyukai yang berbuat baik kepada
dirinya dan memuliakan mereka yang mulia (Fauzil, 2006:232-236).
2. Membiasakan untuk bersyukur
Syukur adalah mengoptimalkan dan memanfaatkan semua karunia
Allah swt dengan sebaik-baiknya hingga membawa manfaat bagi semua
orang. Bersyukur sebagai setengah dari iman. Jadi orang yang mengakui
beriman, pastinya selalu bersyukur (Soebachman, 2014:84). Bersyukur tidak
hanya saat kita mendapatkan nikmat yang disukai saja, hal-hal yang
menyenangkan akan tetapi nikmat terhadap hal-hal yang tidak disukai dan
membuat sedih juga disyukuri.
Kehidupan dunia hanya bersifat sementara membuat manusia terjebak
dan tertipu. Banyaknya keinginan manusia terhadap kesenangan hidup
akan ditempuh demi menggapai keinginan akan kesenangan atas segala hal
yang bersifat duniawi, tidak peduli lagi baik buruk, halal haram, dan dosa
serta neraka. Yang penting dapat hidup senang bergelimang harta dan
memiliki kedudukan.
Seandainya manusia mengetahui bahwa akhirat itulah sebenar-benar
kehidupan yang tidak ada lagi kematian, tentu mereka akan mengambil
apa-apa yang ada dalam kehidupan dunia ini sedikit saja dan seperlunya. Tetapi
bagi orang tidak bersyukur dunia ini pun masih kurang untuk memuaskan
keserakahannya. Cara paling ampuh untuk membentengi diri dari sifat
serakah dan tidak pernah puas adalah senantiasa bersyukur. Bersyukur akan
mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. Dengan bersyukur kita akan
selalu merasa cukup dengan nikmat yang dilimpahkan Allah, sedikit atau
banyak.
Bersyukur juga akan menjadikan kita tetap rendah hati dan jauh dari
sifat sombong sebab kita menyadari bahwa semua yang ada pada diri kita
sekarang adalah pemberian Allah semata. Bersyukur akan membuat jiwa
kita diliputi kasih sayang, baik kepada sesama manusia maupun alam.
Sebab, dengan rasa syukur kita akan memiliki rasa untuk berbagi dan
melindungi. Dengan bersyukur, Allah akan mempermudah jalan bagi setiap
muslim untuk meraih impian dan kesuksesan (Effendy, 2012:15).
Allah pun memerintahkan kepada manusia agar senantiasa bersyukur,
Sebaliknya, bagi siapa kufur atas nikmat Allah, maka ia akan mendapatkan
siksa yang pedih. Bahkan kemungkinan akan mengalami kesulitan-kesulitan
hidup yang lebih rumit (Soebachman, 2014:88).
Hal-hal yang dapat dilakukan agar dapat menjadi orang yang senantiasa
bersyukur, antara lain:
a. Melihat ke bawah untuk urusan duniawi
Dengan melihat ke bawah, kita akan mengetahui bahwa kita jauh
lebih beruntung dan jauh lebih kaya dibandingkan jutaan manusia di
muka bumi ini. Banyak saudara kita yang tidak dapat makan, tidak
memiliki tempat tinggal, menderita penyakit parah, hidup di daerah
konflik, atau mengalami musibah bencana alam. Dibandingkan dengan
mereka, yang terjadi pada diri kita jauh lebih baik. Jadi, tidak ada alasan
untuk tidak bersyukur. Bersyukur membuat karunia yang “tak seberapa”
dibanding orang lain, terasa jauh lebih membahagiakan (Adhim,
2013:108).
b. Selalu mengingat nikmat yang diterima oleh Allah.
Tidak mungkin dapat menghitung nikmat yang diterima oleh Allah
SWT saking banyaknya nikmat tersebut. Namun, selalu mengingat
sebagian nikmat tersebut akan membawa kita pada rasa syukur. Dengan
mengingat nikmat yang diberikan oleh Allah swt, membuat hidup terasa
c. Selalu mengucapkan alhamdulillah
Ucapan alhamdulilllah yang diucapkan setiap kali mendapatkan
karunia dari Allah akan mengingatkan kita betapa Allah adalah Maha
Pengasih dan Penyayang, yang selalu memberikan yang terbaik bagi
manusia. Dengan ungkapan hamdalah dari setiap kesempatan sebagai
anugerah Allah memberi makna tersendiri (Adhim, 2013:106).
Sebagaimana Allah swt, berfirman:
اا( ْثِّدَحَف َكِّبَر ِةَمْعِنِب اَّمَأَو
)
Artinya: "Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya." (Qs. Adh-Dhuha:11)
e. Membiasakan diri untuk mengucapkan terima kasih.
Ucapan terima kasih yang kita ucapkan setiap kali menerima
kebaikan dari orang akan membiasakan kita untuk senantiasa bersyukur
atas hal baik yang kita terima.
f. Berhenti mengeluh dan menyesal ketika menghadapi kenyataan yang
tidak sesuai harapan.
Kita kerap kali tergoda untuk mengeluh. Menyesali, menyalahkan
diri sendiri dan kecewa terhadap kejadian yang telah terjadi tidak sesuai
dengan harapan (adhim, 2013:76). Mulailah mengubah kebiasaan ini.
Lebih baik berhenti mengeluh dan segera produktif berkarya sehingga
hasil yang baik akan kita dapat dan kita pun akan lebih mudah bagi kita