• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID BAGI ANAK DALAM BUKU SEGENGGAM IMAN ANAK KITA KARYA MOHAMMAD FAUZIL ADHIM SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSEP PENDIDIKAN TAUHID BAGI ANAK DALAM BUKU SEGENGGAM IMAN ANAK KITA KARYA MOHAMMAD FAUZIL ADHIM SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID BAGI ANAK

DALAM BUKU SEGENGGAM IMAN ANAK KITA

KARYA MOHAMMAD FAUZIL ADHIM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh:

AYU PERMATASARI

NIM: 111-12-247

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

اوُلوُقَ يْلَو َوَّللا اوُقَّ تَيْلَ ف ْمِهْيَلَع اوُفاَخ اًفاَعِض ًةَّيِّرُذ ْمِهِفْلَخ ْنِم اوُكَرَ ت ْوَل َنيِذَّلا َشْخَيْلَو

ًلًْوَ ق

اًديِدَس

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan

di belakang mereka anak-anak lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka.

(7)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, penulis

persembahkan skripsi ini kepada:

1. Bp. Suyatno dan Ibu Sumiyati sebagai ayah dan ibu yang telah banyak

berkorban dengan jiwa, raga, harta, dan do‟a untuk putrinya. Tidak pernah

lelah untuk membimbing, mendidik putrinya dengan penuh rasa cinta dan

kasih sayang. Sehingga putrinya dapat menempuh pendidikan sampai saat

ini.

2. Keluarga Mbah Maridjo, Mbah kakung, Mbah putri, Om Ihsan, Bulek

Yusi, Om Rosyid, Bulek Tina, Om Ngatiman, Bulek Nur, Om Kholis,

Tante Eci yang telah membimbing dan mendidikku dengan penuh

kesabaran, rasa cinta dan kasih sayang. Yang telah membantu membiayai

sekolah dan kuliahku. Tak pernah lelah memberikan arahan, motivasi,

pelajaran, do‟a serta sumber inspirasi dalam hidupku. Semoga Allah

membalas segala kebaikan kalian, dimudahkan rezekinya, diberi

keselamatan, kesehatan dan selalu dalam lindungan-Nya. Amiin.

3. Bapak K.H. Ihsanudin beserta ibu, serta Ibu Nyai Kamalah Isom, seluruh

keluarga PONPES AL-HASAN Salatiga yang dengan tulus ikhlas

memberikan pendidikan dasar-dasar keagamaan dan juga semangat

(8)

4. Ibu Djami‟atul Islamiyah sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Teman-teman seperjuangan mbak Kholis, Nia, Rikha, Indah, Alifah, Isna,

Lida, Dewi, teman-teman PAI G, teman-teman PPP, teman-teman KKN

dan semua teman senasib seperjuangan IAIN Salatiga yang tidak bisa

(9)

KATA PENGANTAR

ِحَّرلا ِنَمْحَّرلا ِللها ِمْسِب

ِمْي

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah yang telah melimpahkan

rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

akhir skripsi dengan judul “Konsep Pendidikan Tauhid Bagi Anak dalam buku

Segenggam Iman Anak Kita Karya Mohammad Fauzil Adhim”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

kesarjanaan S1 Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) Salatiga.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak,

maka tidak akan mungkin penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini

dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Ketua Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan IAIN Salatiga.

3. Ibu Rukhayati, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

IAIN Salatiga.

(10)

5. Ibu Dra. Djami‟atul Islamiyah, M.Ag selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing, memberikan nasehat, arahan serta masukan-masukan

yang sangat membantu dan membangun dalam penyelesaian tugas akhir

ini.

6. Ayah, ibu, kakek dan nenek tersayang yang telah mencurahkan segalanya

demi penulis dan adik-adikku tercinta yang selalu memberikan semangat.

7. Seluruh dosen dan petugas administrasi Jurusan Pendidikan Agama Islam

IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah dan juga

penelitian berlangsung.

8. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak

langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Terakhir untuk kampus tercinta IAIN Salatiga, terimakasih telah menjadi

bagian terpenting dari perjalanan hidup.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan tugas-tugas penulis selanjutnya. Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan pada

umumnya. Amin Ya Robbal „Alamin.

Salatiga, 14 September 2016

Penulis

Ayu Permatasari

(11)

ABSTRAK

Permatasari, Ayu. 2016. Konsep Pendidikan Tauhid bagi Anak dalam Buku Segenggam Iman Anak Kita Karya Mohammad Fauzil Adhim. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra.

Djami‟atul Islamiyah, M. Ag.

Kata Kunci : Konsep Pendidikan Tauhid, Anak

Tauhid adalah masalah yang paling mendasar dan utama dalam ajaran islam. Karena diterima atau tidaknya amal perbuatan manusia muslim di sisi Allah sangat tergantung kepada tauhid itu sendiri. Menghadapi segala tantangan globalisasi modern pada gilirannya bukan tidak mungkin bisa mengikis aqidah anak. Buku Segenggam Iman Anak Kita karangan M. Fauzil Adhim akan membahas cara mendidik anak berbasis tauhid untuk mengarahkan orang tua dalam membekali jiwa tauhid pada mereka. Penelitian ini berupaya untuk mengetahui konsep pendidikan tauhid bagi anak dalam buku Segenggam Iman Anak Kita menurut M. Fauzil Adhim. Pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam buku

Segenggam Iman Anak Kita karangan M. Fauzil Adhim? 2) Bagaimana relevansi konsep pendidikan tauhid bagi anak dalam buku Segenggam Iman Anak Kita di konteks kehidupan sekarang?

Analisis ini menggunakan metode literature (kepustakaan). Yaitu menghimpun dan menganalisa dokumen-dokumen resmi, buku-buku, kemudian diklarifikasi sesuai dengan masalah yang dibahas dan dianalisa isinya. Buku-buku mengenai pendidikan tauhid, mendidik anak dengan tauhid, serta tulisan mengenai pendidikan tauhid baik di artikel, koran, majalah, penelitian, disertasi maupun jurnal yang dikumpulkan kemudian diadakan analisis yang terkait dengan pembahasan tersebut.

Setelah semuanya terkumpul, kemudian memaparkan pemikiran M. Fauzil Adim kepada pendidikan tauhid bagi anak. Berdasarkan hasil analisis konsep dari gagasan Fauzil dalam buku Segenggam Iman Anak Kita antara lain Pertama, membekali pendidikan tauhid kepada anak meliputi membangun orientasi hidup yang jelas dengan memberikan kasih sayang, memberikan rangsangan dengan tantangan yang ada untuk berfikir, dan menumbuhkan cita-cita yang visioner. Dan bekal untuk mengasuh tauhid pada anak meliputi membekali rasa takut terhadap masa depan, takwa kepada Allah, berbicara dengan perkataan yang benar, mendisiplinkan anak dengan shalat, serta menunjukkan kesalahan anak dengan pengarahan. Kedua, mengajarkan dan mendekatkan Al-Qur‟an pada diri anak, meliputi mengajarkan anak untuk membaca Al-Qur‟an, mengajarkan anak untuk menghafal Al-Qur‟an, serta mengajarkan anak untuk mengamalkan Al-Qur‟an.

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO……...……….. ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ...………. iii

HALAMAN PENGESAHAN...………...………. iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN..………...………...……...v

MOTTO ………...………...vi

PERSEMBAHAN ………...vii

KATA PENGANTAR ………...ix

ABSTRAK ………...xi

DAFTAR ISI ………...xii

DAFTAR LAMPIRAN ………...xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………...………… 1

B. Rumusan Masalah ………...………. 6

C. Tujuan Penelitian ………...………….. 6

(13)

E. Metode Penelitian ………...………. 8

F. Penegasan Istilah ………....…….. 11

G. Sistematika Penulisan Skripsi ………...….. 15

BAB II BIOGRAFI MOHAMMAD FAUZIL ADHIM

A. Latar Belakang Sosial M. Fauzil Adhim ………...…. 17

B. Riwayat Pendidikan M. Fauzil Adhim ...………...…….. 18

C. Karya-karya M. Fauzil Adhim ...………...…. 19

BAB III KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM BUKU SEGENGGAM

IMAN ANAK KITA KARYA MOHAMMAD FAUZIL ADHIM

A. Membekali Pendidikan Tauhid Pada Anak …..………...……… 22

B. Mengajarkan Al-Qur‟an Pada Diri Anak ………...……. 30

C. Membekali Jiwa Tauhid Pada Diri Anak ...36

BAB IV RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN TAUHID YANG

TERKANDUNG DALAM BUKU SEGENGGAM IMAN ANAK KITA KARYA

MOHAMMAD FAUZIL ADHIM DALAM KEHIDUPAN SEKARANG

A. Analisis Konsep Pendidikan Tauhid bagi Anak dalam Buku Segenggam

Iman Anak Kita Karya Mohammad Fauzil Adhim dengan Pemikiran

(14)

B. Relevansi Konsep Pendidikan Tauhid bagi Anak yang Terkandung Dalam

Buku Segenggam Iman Anak Kita Karya Mohammad Fauzil Adhim dalam

Konteks Kehidupan Sekarang...61

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ………..………...….68

B. Saran...………...…………... 69

DAFTAR PUSTAKA

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Nota pembimbing skripsi

2. Lembar konsultasi

3. Surat Keterangan Kegiatan

4. Riwayat hidup penulis

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tauhid adalah masalah yang paling mendasar dan utama dalam

ajaran islam. Karena diterima atau tidaknya amal perbuatan manusia

muslim di sisi Allah sangat tergantung kepada tauhid itu sendiri. Namun

demikian masih banyak dikalangan umat islam yang belum memahami

dan menghayati sebenarnya akan makna dan hakikat tauhid yang

dikehendaki oleh ajaran islam. Sehingga tidak sedikit dari mereka secara

tidak sadar telah terjerumus dalam pemahaman tauhid yang keliru

(Qardhawi, 1992:8). Tauhidullah adalah dasar iman kepada Allah swt, bila

ketauhidan yang benar tidak terwujud dalam diri seseorang, berarti dia

telah terjerumus kedalam lembah kekufuran dan kemusyrikan, kekotoran

dan kebohongan. Melakukan tindakan kedzaliman yang besar, serta berada

dalam kesesatan yang nyata (Qardhawi, 1992:21). Sebagaimana Allah swt,

berfirman:

َّنَنوُكَتَلَو َكُلَمَع َّنَطَبْحَيَل َتْكَرْشَأ ْنِئَل َكِلْبَ ق ْنِم َنيِذَّلا ىَلِإَو َكْيَلِإ َيِحوُأ ْدَقَلَو

َنيِرِساَخْلا َنِم

.

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada

(17)

niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi”(Qs. Az-Zumar:110).

Dalam sejarah manusia, agama tauhid telah begitu tersebar. Ia

menyebar kepada masyarakat-masyarakat yang beragam, sehingga konsep

tauhid kadang mengalami bias. Banyak orang yang mengakui diri mereka

adalah pengemban iman, tetapi kadang tidak mengetahui atau tidak

memahami makna sebenarnya dari tauhid (monoteisme) dan syirik

(politeisme). Mereka adalah orang islam dari luar tampak keislamannya

namun secara tidak sadar telah melakukan perbuatan yang tergolong syirik

(Syahid, 2001:77).

Menurut Madjid (2005:74) dalam pandangan keagamaan umumnya

kaum Muslim Indonesia terdapat kesan amat kuat bahwa ber-Tauhid

hanyalah berarti beriman atau percaya kepada Allah. Padahal orang-orang

musyrik di Makkah yang memusuhi Rasulullah dahulu itu adalah kaum

yang benar-benar percaya kepada Allah swt. Namun tauhid tidak cukup

hanya percaya kepada Allah saja, sebab percaya kepada Allah swt masih

mengandung kemungkinan percaya kepada yang lain-lain sebagai peserta

Allah swt dalam keilaihan.

Tauhid adalah fondasi utama dalam pendidikan. Sebagaimana

tujuan utama pendidikan untuk mengarahkan manusia kepada fitrahnya

dengan sempurna, maka mengajarkan anak tentang Tuhan harus

(18)

didelegasikan kepada orang lain (Falah, 2014:161). Keluarga menurut para

pendidik merupakan lapangan pendidikan yang pertama dan pendidiknya

adalah kedua orang tua. Menurut Rasul Allah swt, fungsi dan peran orang

tua bahkan mampu untuk membentuk arah keyakinan anak-anak mereka

(Jalaluddin, 2012:294). Sebagaimana Rasulullah saw, bersabda:

ُش ِنْب وِرْمَع ْنَع

اوُرُم َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا ُلوُسَر َلاَق َلاَق ِهِّدَج ْنَع ِويِبَأ ْنَع ٍبْيَع

اوُقِّرَ فَو ٍرْشَع ُءاَنْ بَأ ْمُىَو اَهْ يَلَع ْمُىوُبِرْضاَو َنيِنِس ِعْبَس ُءاَنْ بَأ ْمُىَو ِة َلََّصلاِب ْمُكَد َلًْوَأ

وجرخأ( ِعِجاَضَمْلا يِف ْمُهَ نْ يَ ب

)دواد وبأ

Dari „Amr bin Syu‟aib dari ayahnya dari kakeknya berkata : Rasulullah saw bersabda : “Perintahkan anak-anakmu melaksanakan shalat sedang mereka berusia 7 tahun dan pukullah mereka karena tinggal shalat sedang mereka berusia 10 tahun dan pisahkan antara mereka di tempat tidurnya”.(HR Abu Dawud: 417)

Hadis ini menjelaskan bagaimana mendidik agama pada

anak-anak. Pendidikan agama diberikan kepada anak sejak kecil, sehingga

nanti usia dewasa perintah-perintah agama dapat dilakukan secara mudah

dan ringan. Di antara perintah agama yang disebutkan dalam Hadis ada 3

perintah yaitu perintah melaksanakan shalat, perintah memberikan

hukuman bagi pelanggarnya dan perintah mendidik pendidikan seks

(Ngatiman, 2016:23)

Pendidikan shalat pada anak sangatlah penting dalam menanamkan

(19)

mengerti posisinya sebagai makhluk ciptaan-Nya. Maka kewajiban orang

tua mengarahkan anaknya memiliki fondasi yang kuat. Membekali jiwa

mereka dengan menanamkan nilai-nilai tauhid dalam dirinya. Agar kelak

setelah dewasa dapat menjadi pribadi yang kuat imannya serta memiliki

tujuan yang jelas sebagai khalifatul di bumi dan beribadah kepada Allah

swt. Dan terhindar dari perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat agama,

serta terhindar dari perbuatan syirik.

Mohammad Fauzil Adhim adalah seorang penulis yang

berkompeten tentang keluarga dan pendidikan anak. Bukunya yang

berjudul “segenggam iman anak kita” menjadi salah satu buku best seller.

Buku“segenggam iman anakkita”adalah buku bacaan ringan yang mudah

dipahami oleh semua kalangan. Dengan bahasanya yang ringan dan

mengalir menjadikan bacaan yang menarik dan mudah di pahami oleh

pembaca mengenai membekali anak dengan pendidikan tauhid, disamping

buku Tauhid yang lain. Dalam buku ini membahas mendidik anak dengan

membekali jiwa mereka dengan iman terbagi menjadi lima bagian antara

lain pertama, menjadi orang tua yang baik untuk anak kita. Kedua,

membekali jiwa anak kita dengan iman. Ketiga, sekedar cerdas belum

cukup. Keempat, menempa jiwa anak. Dan kelima, menyempurnakan

bekal masa depan.

Dalam buku “segenggam iman anak kita” karya Mohammad Fauzil

(20)

ditawarkan oleh Mohammad Fauzil Adhim adalah memiliki kepribadian

yang kuat dan memiliki arah yang jelas, yang harus dimiliki anak.

Perlunya perhatian orang tua yang lebih dalam memberikan pendidikan

tauhid sejak awal. Zaman sekarang ini banyak orang tua yang terlalu sibuk

untuk mencari tahu bakat mereka, lupa mencintai tanpa syarat,

meluangkan waktu untuk mereka serta menempanya agar mereka memiliki

kesungguhan dan tujuan hidup yang jelas. Disamping banyaknya

tantangan globalisasi modern yang terjadi, maka orang tua tidak hanya

memperhatikan kecerdasan saja akan tetapi lebih memperhatikan iman

serta kesalihan mereka.

Sepeninggal kita nanti, selain shadaqah jariyah dan ilmu yang

manfaat, tak ada lagi yang dapat diharapkan melainkan anak-anak shalih

yang mendoakan. Artinya, jika anak-anak menjadi pribadi shalih karena

upaya kita atau mengantarkan mereka melalui didikan guru terbaik, maka

setiap kebaikan yang mereka perbuat ada pahala yang mengalir untuk kita.

Jadi keshalihan itu pun berlimpah manfaatnya walau belum mendoakan

kita. Apalagi jika mereka tak putus-putus mendoakan kita (Adhim,

2013:15). Dengan berbekal keimanan serta kesalihan anak akan memiliki

tujuan hidup yang jelas dan fondasi yang kuat. Tidak akan mudah

terjerumus dalam hal-hal syirik serta perbuatan dosa. Dan juga amalnya

menjadi bekal untuk kehidupan selanjutnya yaitu kehidupan akhirat.

Dari kelebihan buku Segenggam Iman Anak Kita, menjadikan

(21)

pembekalan tauhid pada anak yang menarik daripada bacaan tauhid

lainnya. Dengan berbagai tantangan globalisasi yang semakin merajalela,

dapat mempengaruhi pondasi anak jika tidak dibekali jiwa tauhid sejak

kecil. Maka buku tersebut dapat menjadi acuan para pendidik dan orang

tua untuk membekali jiwa tauhid pada anak, agar dapat menghadapi

tantangan di masa depannya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka

peneliti tertarik untuk mengangkat tema tersebut dengan mengambil judul

skripsi “KONSEP PENDIDIKAN TAUHID BAGI ANAK DALAM

BUKU SEGENGGAM IMAN ANAK KITA KARYA MOHAMMAD

FAUZIL ADHIM”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penulis paparkan di atas maka

yang menjadi pokok dalam bahasan ini adalah:

1. Bagaimana konsep pendidikan tauhid bagi anak dalam buku

segenggam iman anak kita karya Mohammad Fauzil Adhim?

2. Bagaimana relevansi konsep pendidikan tauhid bagi anak dalam buku

Segenggam Iman Anak Kita karya Mohammad Fauzil Adhim dalam

konteks kehidupan sekarang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis dapat

(22)

1. Untuk mengetahui bagaimana konsep pendidikan tauhid bagi anak

dalam buku segenggam iman anak kita karya Mohammad Fauzil

Adhim.

2. Untuk mengetahui bagaimana relevansi konsep pendidikan tauhid bagi

anak dalam buku Segenggam Iman Anak Kita karya Mohammad

Fauzil Adhim dalam konteks kehidupan sekarang.

D. Kegunaan penelitian

Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua sisi:

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara

teoritis, dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia

pendidikan khususnya dunia pendidikan Islam.

b. Dapat menambah khasanah teoritis tentang konsep pendidikan

tauhid dalam keluarga dan sekolah.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

Menambah wawasan penulis mengenai konsep pendidikan tauhid

untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman sebagai seorang

pendidik.

b. Bagi Lembaga pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi input

pemikiran dalam menumbuh-kembangkan materi pendidikan

(23)

tauhid sejak dini serta implikasinya bagi struktur kepribadian di

kemudian hari.

E. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal pokok yang mendasari

penelitian, yaitu: pendekatan penelitian, sumber data, metode

pengumpulan data dan analisis data.

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini bersifat literature (kepustakaan) yang berfokus pada

referensi buku dan sumber-sumber yang relevan. Penelitian dilakukan

dengan mencermati sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah

buku-buku, artikel atau sumber lain yang berkaitan dengan konsep

pendidikan tauhid bagi anak menurut Mohammad Fauzil Adhim.

Selain bersifat literature penelitian ini termasuk jenis penelitian

bibliografi, hampir sama dengan literature yaitu dilakukan dengan

mencari, menganalisis, membuat interpretasi, serta generalisasi dari

fakta-fakta hasil pemikiran, ide-ide yang telah ditulis oleh pemikir dan

ahli (Nazir, 1998:62).

2. Sumber Data

Penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran

penyajian laporan. Sedangkan data-data tersebut dibagi menjadi dua

(24)

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang paling utama

digunakan dan sesuai dengan permasalahan dalam peneliti ini.

Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku

Segenggam Iman Anak Kita.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah buku-buku, artikel, dan sumber data

lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Diantara sumber tersebut

adalah Parents Power karya Saiful Falah, Pendidikan Agama

Dalam Keluarga karya Dr. H. Moh. Haitami Salim, M.Ag, Kitab

Tauhid karya Dr. Shalih bin Al Fauzan, Islam Doktrin dan

Peradaban karya Nur Cholish Majid, Positif Parenting karya

Mohammad Fauzil Adhim dan buku atau artikel tentang pemikiran

Mohammad Fauzil Adhim maupun studi pendidikan tauhid di

dalam perkuliahan dan lain sebagainya (Arikunto, 1987:135).

3. Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian dicari dengan pendekatan Library Research, yaitu

penelitian perpustakaan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengumpulkan buku-buku yang ada relevansinya dengan kajian

permasalahan.

b. Mengidentifikasi semua permasalahan yang berkaitan dengan

(25)

c. Menarik suatu kesimpulan sebagai hasil suatu penelitian tentang

pokok permasalahan (Komaruddin, 1988:145).

4. Analisis Data

Untuk menganalisis data penulis menggunakan beberapa metode,

yaitu:

a. Metode Deskriptif

Metode deskriptif yaitu “perumusan filsafat tersembunyi

dideskripsikan sedemikian rupa sehingga terus menerus ada

referensi pada masalah konkret sedetail-detailnya” (Anton dan Achmadi, 1994:112). Peneliti melakukan analisis data dengan

metode deskripsi, yaitu menggambarkan pemikiran Mohammad

Fauzil tentang Konsep Pendidikan Tauhid bagi Anak.

b. Metode Analisis

Metode Analisa yaitu penanganan terhadap suatu

obyek-obyek penelitian ilmiah dengan memilah-milah pengertian yang

satu dengan pengertian yang lain. Dalam proses analisa ini penulis

menggunakan dua cara yang saling bergantian, yaitu:

1) Proses Analisa Deduksi, yaitu analisa dari pengertian yang

umum kemudian dibuat eksplisitasi dan penerapan lebih

khusus. Yaitu dengan cara mengumpulkan data-data dalam

permasalahan umum kemudian mengerucut pada proses

(26)

2) Proses Analisa Induksi (dari khusus ke umum). Induksi pada

umumnya disebut generalisasi, yaitu dengan cara

mengumpulkan data-data dalam jumlah tertentu, dan atas dasar

data itu menyusun suatu ucapan umum. Yaitu dengan cara

analisa dari data yang bersifat khusus kemudian yang bersifat

umum (Sumargono, 1980:31).

F. Penegasan Istilah

1. Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa karya ilmiah berbentuk skripsi yang membahas

tentang pemikiran Mohammad Fauzil Adhim. Pertama, skripsi Erny

Tyas Rudati dengan judul “Konsep Positive Parenting Menurut

Mohammad Fauzil Adhim dan Implikasinya Terhadap Pendidikan

Anak”. Penelitian ini berisi tentang konsep positive parenting dalam

mendidik anak dapat memiliki kemampuan intelektual dan fisik yang

bagus, termasuk perkembangan emosi dan sosialnya. Implikasinya jika

anak dididik dengan kasih sayang akan menjadikan anak berjiwa besar

dan jika dididik dengan kasar akan menjadikan anak menjadi penakut,

brutal, kasar dan tak bermoral.

Kedua, skripsi Asmarita dengan judul “Pemikiran Mohammad Fauzil Adzim Tentang Konsep Pendidikan Keluarga”. Penelitian ini berisi tentang pendidikan anak sangat penting dalam keluarga.

(27)

masa usia dini jika ingin generasi yang mampu mengembangkan diri

secara optimal.

Ketiga, skripsi Irni Iriani Sopyan dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Buku „Salahnya Kodok‟(Bahagia Mendidik

Bagi Ummahat) Karya Mohammad Fauzil Adhim. Penelitian ini berisi

tentang mendidik dan mengajar anak bukan hal yang mudah, bukan

pekerjaan yang dilakukan serampangan, dan bukan pula hal yang

bersifat sampingan. Mendidik anak dimulai sejak lahir, dalam hal ini

orangtua harus memperhatikan pokok-pokok dasar ajaran sunah Rasul.

Mendidik dengan cara humanis akan lebih mengena terhadap

keberhasilan pendidikan anak-anak. Minimal ada dua pendidikan islam

yang harus diterapkan oleh orang tua kepada anaknya yaitu pendidikan

akhlak dan pendidikan aqidah.

Setelah pemaparan penyusunan diatas terhadap karya ilmiah

terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa belum ada penelitian

mengenai pemikiran Mohammad Fauzil Adhim tentang konsep

pendidikan tauhid bagi anak.

2. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam mengartikan, maka

penulis akan mencoba memberikan sebuah penegasan istilah yang

digunakan dalam penelitian ini. Dan akan lebih mudah setelah

(28)

a. Konsep Pendidikan

Konsep yang penulis maksud seperti dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa, “Konsep yaitu: rancangan, ide

atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret (Pusat

bahasa Depdiknas, 2007: 588).

Menurut Ahmadi (1987:16) Pendidikan adalah tindakan

yang dilakukan secara sadar dengan tujuan memelihara dan

mengembangkan fitrah serta potensi (sumber daya) insani menuju

terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil).

Di dalam UU No. 20/2003 tentang sitem pendidikan

nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Suwarno,

2006:21).

Kamal Hasan dalam Kurniasih (2010:63) memberikan

penjelasan pendidikan dalam perspektif Islam, adalah suatu proses

seumur hidup untuk mempersiapkan seseorang agar dapat

mengaktualisasikan peranannya sebagai khalifatullah di muka

(29)

sumbangan sepenuhnya terhadap rekonstruksi dan pembangunan

masyarakat dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Jadi yang penulis maksud dengan konsep pendidikan

adalah suatu rancangan dengan usaha sadar dan terencana untuk

mengembangkan potensi yang dimilikinya, agar dapat

mengaktualisasikan perannya sebagai khalifah di bumi untuk dapat

bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

b. Tauhid bagi Anak

Tauhid artinya mengesakan (mengesakan

Allah-Tauhidullah). Ajaran tauhid adalah tema sentral aqidah dan iman,

oleh sebab itu aqidah dan iman diidentikan dengan istilah tauhid

(Ilyas, 1992:5). Tauhid adalah awal dan akhir dari seruan Islam. Ia

adalah suatu kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Razak,

1996:39).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(Pusat bahasa

Depdiknas, 2007: 41) dijelaskan bahwa anak adalah keturunan

kedua, manusia yang masih kecil (baru berumur 6 th). Jadi yang

dimaksud penulis dengan tauhid bagi anak adalah ajaran

mengesakan Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa, satu satunya

tuhan yang disembah ditujukan kepada manusia kecil yang belum

(30)

c. Buku Segenggam Iman Anak Kita

Buku Segenggam Iman Anak Kita adalah sebuah buku yang

disajikan oleh penulis Best Seller Muhammad Fauzil Adhim

dengan gaya penulisnya yang khas, disampaikan dengan penuturan

yang renyah dan mengalir, serta tidak terjebak pada panjangnya

kalam dan rumitnya teori. Buku yang membahas mengenai

menanamkan arti penting kepengasuhan (parenting) dan

pendidikan anak berbasis tauhid. Maka dari uraian tersebut di atas,

judul skripsinya adalah Konsep Pendidikan Tauhid bagi Anak

dalam Buku Segenggam Iman Anak Kita Karya Mohammad Fauzil

Adhim.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif dan

menyeluruh maka diperlukan sebuah sistematika penulisan yang runtut

dari satu bab ke bab yang selanjutnya. Sedangkan sistematika sendiri

memiliki arti suatu tata urutan yang saling berkaitan, saling berhubungan,

dan saling melengkapi. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan akan dijelaskan tentang latar belakang masalah,

fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah,

metode penelitian, serta sistematika penulisan laporan hasil penelitian.

BAB II : Akan dijelaskan tentang biografi Mohammad Fauzil Adhim,

(31)

BAB III : Bab ini berisi analisa tentang konsep pendidikan tauhid bagi

anak yang terkandung dalam buku Segenggam Iman Anak Kita karya

Mohammad Fauzil Adhim.

BAB IV : Bab ini berisi relevansi konsep pendidikan tauhid bagi anak

yang terkandung dalam buku Segenggam Iman Anak Kita karya

Mohammad Fauzil Adhim dalam konteks kehidupan.

BAB V : Penutup yang berisi kesimpulan mengenai konsep pendidikan

tauhid bagi anak dalam buku Segenggam Iman Anak Kita, saran yang

(32)

BAB II

BIOGRAFI MOHAMMAD FAUZIL ADHIM

A. Latar Belakang Sosial

Dalam karya ilmiah yang ditulis Rudati (2008:39) di dokumen

pribadi Mohammad Fauzil Adhim adalah seorang penulis yang

berkompeten tentang keluarga dan pendidikan anak, beliau mengawalinya

sebagai kolumnis di berbagai majalah yang kaitannya dengan keluarga.

Dari beberapa bukunya yang telah diterbitkan, diantaranya “Kupinang Engkau Dengan Hamdalah”, “Kado Pernikahan Untuk Isteriku”, “Salahnya Kodok”, “Bahagia Mendidik Anak Bagi Ummahat”, “Membuat

Anak Gila Membaca”, menjadi best seller, sehingga namanya tidak cukup

asing bagi kalangan para remaja muslim.

Beliau dilahirkan pada tanggal 29 Desember 1972 di daerah

Mojokerto sebuah kabupaten yang berbatasan dengan Jombang. lbunya

bernama Aminatuz Zuhriyah berasal dari keluarga pesantren Bahrul Ulum

Tambak Beras Jombang, sedang ayah berasal dari Pacitan, termasuk

keluarga pesantren Termas.

Dari Pacitan yang berpindah ke daerah Banyuwangi, nenek dari ibu

juga berasal dari keluarga kiai, tetapi pesantrennya telah bubar pada saat

Fauzil (masih kecil), sehubungan dengan pesantren ini dulunya menjadi

tempat belajar kader NU dan kader Muhammadiyah.

(33)

putra, yaitu Fathimatuz Zahra, Muhammad Husain As-Sajjad, Muhammad

Hibatillah Hasanin, Muhammad Nashiruddin An-Nadwi, Muhammad

Navies Ramadhan, dan Safa. Alamat sekarang: Jln. Monjali Gg. Masjid

Mujahadah RT 15 RW 40 Karangjati, Melati, Sleman, Yogyakarta.

B. Riwayat Pendidikan

1. Pendidikan formal beliau (Rudati, 2008:40-41)

a. SDN Ketidur, Kecamatan Mojokerto Jawa Timur

b. SMPN Kutorejo, Mojokerto

c. SMAN 2 Jombang

d. SI Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta

2. Pengalaman kerja

a. Koresponden majalah Ayahanda (Jakarta), freelance, 1994-1995.

b. Staf pengajar sekolah guru taman kanak-kanak Islam terpadu

(SGTKIT), Yogyakarta, 1996-1998.

c. Dosen psikologi keluarga (marriage dan parenting) dan

psikologi komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII),

Yogyakarta, 2001-2004.

d. Kolumnis tetap jendela keluarga majalah suara Hidayatullah mulai

Agustus 2002 khusus untuk masalah parenting.

e. Kolumnis tetap majalah An-nida' selama setahun sampai Agustus

2003.

(34)

3. Kegiataan sekarang ini

a. Staf pengajar fakultas psikologi Universitas Islam Indonesia,

Yogyakarta.

b. Kolumnis tetap majalah Hidayatullah Surabaya untuk kolom

Tarbiyah.

c. Kolumnis tetap untuk harian umum republika untuk renungan

jum'at kolom DIY-Jateng.

d. Menjadi pemateri tetap untuk pelatihan menulis ibu-ibu rumah

tangga di Yogyakarta.

e. Menjadi pemateri tetap forum diskusi parenting para orang tua di

Yogyakarta.

f. Narasumber dalam berbagai forum diskusi, seminar talkshow

diberbagai daerah seluruh Indonesia tentang masalah-masalah

pernikahan, keluarga dan pendidikan.

g. Pembina SDIT Hidayatullah Yogyakarta sekaligus menjadi

anggota team perancang kurikulum SD unggulan.

C. Karya-karya Mohammad Fauzil Adhim

1. Kupinang Engkau dengan Hamdalah, Mitra Pustaka, Yogyakarta,

1997, cetakan kedua puluh, terjual lebih dari 55 eksemplar.

2. Mencapai Pernikahan Barokah, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 1997.

3. Disebabkan oleh Cinta kupercayakan rumahku padamu, Mitra

(35)

4. Kado Pernikahan untuk Isteriku, mitra Pustaka, Yogyakarta, 1998, cet.

Ke -11, memasuki cet. Ke -12

5. Indahnya Pernikahan Dini, Gema Insani Press, Jakarta, januari 2002.

Terbit juga kaset dengan judul yang sama sebagai audio book, telah

dicetak 25.000 eksemplar dalam waktu 6 bulan.

6. Agar Cinta Bersemi Indah buku kesua trilogi Indahnya Pernikahan

Dini, Gema Insani Press, Jakarta, Agustus 2002.

7. Membuat Anak Gila Membaca, Al- Bayan, Bandung, Mendidik

dengan hati, Better Life, Surabaya.

8. Membuka Jalan ke Syurga.

9. Menuju Kreativitas, tulisan bersama Wahyudin, Gema Insani Press,

Jakarta, 2003.

10.Janda, Gema Insani Press, 1999.

11.Saat Anak Kita Lahir, Gema Insani Press, Jakarta, Desember, 2001.

12.Dunia Kata Mewujudkan Impian Menjadi Penulis Brilian.

13.Saatnya untuk Menikah, Gema Insani Press, Jakarta, 2000, cet ke -5.

14.Di ambang Pernikahan, Gema Insani Press, Jakarta, Juni 2002,

Kolaborasi dengan M. Nazhif Masykur.

15.Bahagia Saat Hamil bagi Ummahat.

16.Salahnya Kodok, Bahagia Mendidik Anak bagi Ummahat.

17.Mendidik Anak Menuju Taklid.

(36)

20.Memasuki Pernikahan Agung.

21.Positive Parenting: Cara-Cara Islam Mengembangkan Karakter

Positif Pada Anak Anda, PT Mizan Pustaka, Bandung, 2006 (Rudati,

(37)

BAB III

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID BAGI ANAK YANG TERKANDUNG

DALAM BUKU SEGENGGAM IMAN ANAK KITA

KARYA MOHAMMAD FAUZIL ADHIM

A.Membekali Pendidikan Tauhid kepada Anak

1. Membangun Orientasi Hidup Pada Diri Anak

Tugas utama orang tua adalah mengantarkan anak menjadi manusia yang

mengerti tujuan hidupnya, untuk apa ia diciptakan. Banyak orang tua bekerja

keras agar dapat memberikan pendidikan yang terbaik untuk anaknya.

Dengan cara memasukkan mereka ke dalam sekolah-sekolah unggulan

(Adhim, 2013:40). Dengan harapan di sekolah unggulan anak mendapatkan

pendidikan dari guru yang terbaik pula. Agar anaknya dapat cerdas dan

membanggakan kedua orang tuanya.

Akan tetapi memasukkan landasan hidup ke dalam jiwa anak adalah yang

terpenting. Kemanapun mereka pergi maka ridha Allah juga yang mereka

cari(Adhim, 2013:40). Dengan orientasi hidup yang ditumbuhkan semenjak

dini akan menjadi daya penggerak (driving force) bagi kehidupannya kelak,

sehingga anak dapat belajar menimbang dan menilai. Jika orientasinya

semenjak awal bagus, insya Allah masa remaja mereka tidak mengalami

krisis identitas dan keguncangan jiwa (Adhim, 2013:41).

Menurut Fauzil Adhim tugas orang tua dan guru bukanlah

(38)

kecintaan terhadap ilmu akan menumbuhkan semangat belajar di hati mereka.

Kecintaan ilmu mendorong mereka untuk berprestasi, tetapi prestasi

akademik bukan tujuan utama. Jika prestasi akademiknya bukan yang terbaik

di kelas tidak akan membuat mentalnya runtuh akan tetap kuat (Adhim,

2013:42).

Sebelumnya tanamkan pada diri anak tentang kebutuhan akan belajar.

Dengan cara membangun perasaan positif terhadap belajar kepada anak.

Membangun perasaan positif terhadap belajar kepada anak dimulai semenjak

dini, terutama pada rentang usia 4-8 tahun. Sikap positif ditumbuhkan dengan

memberi pengalaman belajar yang menyenangkan, membangun kedekatan

emosi dengan anak, menciptakan kondisi belajar yang positif sebelum dan

selama anak belajar, menunjukkan manfaat belajar. Selain itu, memberi

apresiasi terhadap belajar melalui ucapan-ucapan yang terencana maupun

spontan, serta menjadikan diri sebagai contoh. Selanjutnya perlu diperhatikan

membangun percaya diri terhadap kompetensi yang dimiliki anak perlu juga

ditumbuh kembangkan. Jadi hal yang menjadikan belajar sebagai kebutuhan

anak, yang perlu dibangun oleh orang tua dan pendidik adalah sikap positif

terhadap belajar dan keyakinan bahwa anak memiliki kompetensi (Adhim,

2013:231).

Dengan menumbuhkan sikap positif dan keyakinan anak atas kompetensi

yang dimilikinya. Membuat anak semangat dalam mencari ilmu, mencintai

ilmu dan dapat bermanfaat bagi dirinya serta orang lain. Banyak orang tua

(39)

dan hadis. Akan tetapi ada juga anak hanya mendapatkan ilmunya saja,

banyak menghafal tanpa ada cahaya dalam jiwanya. Banyak anak pintar

dalam ilmu agama, pintar berbicara tidak menjadikan anak memiliki rasa

kecintaan terhadap agama.

Hal-hal yang perlu diberikan kepada anak-anak agar memiliki orientasi

hidup yang baik menurut Fauzil Adhim (2013:44-46) antara lain:

a. Memberikan Kasih Sayang

Sebagai orang tua pentingnya menghidupkan perasaan anak dengan

memberikan waktu luang di tengah kesibukan bekerja. Sengaja

meluangkan waktu untuk bermain bersamanya, bukan mengarahkan

permainannya. Kalau ada permainan yang dilarang, itu berkait erat

dengan baik buruknya secara mental bagi anak. Contoh teladan yang

diberikan oleh Rasulullah saw sebelum mengajarkan tentang kebenaran,

Rasulullah saw, lebih dulu melimpahi anak-anak dengan kasih sayang

dan menyediakan waktunya untuk bermain-main. Salah satu contohnya

yaitu menyempatkan diri untuk bermain kuda-kudaan dengan cucunya

dan pada saat Rasulullah saw mengerjakan shalat dengan menggendong

cucunya yaitu Umamah putri Zainab. Perilaku Rasulullah saw

menunjukkan betapa pentingnya bermain dan perhatian yang hangat bagi

akidah anak kelak.

b. Memberikan Rangsangan kepada Anak Untuk Berpikir

(40)

kepada alam semesta ini, menyelesaikan persoalan yang ada di dalam dan

kembali kepada Allah dalam keadaan ridha dan diridhai.

Orang tua seharusnya memberikan pengalaman berusaha dan

menyelesaikan masalah agar meningkatkan kapasitas pribadi seorang

anak. Dengan banyaknya pengalaman dalam menyelesaikan masalah

dalam hidupnya akan semakin tinggi nilai hidupnya (Adhim, 2013:276).

Berusaha melalui do‟a-do‟a dan bersungguh-sungguh dalam perbuatan.

Orang-orang besar adalah mereka yang memiliki catatan panjang

tentang keteguhan, ketegaran, kegigihan, kejujuran, integritas yang

tinggi, keberanian, dan tekad yang kuat untuk menyelesaikan setiap

masalah dengan cara sebaik-baiknya sesuai dengan rambu-rambu yang

telah diberikan oleh Allah swt dan Rasul-Nya saw (Adhim, 2013:278).

Dengan berbagai kesulitan yang ada telah dilalui seorang anak,

menjadikan pribadinya kuat. Segala kesulitan dan tantangan membuat

jiwa anak kuat untuk menyelesaikan tanpa mengeluh dan menyerah.

Karena dukungan motivasi dari orang tua dan atas ijin Allah swt,

memberi kekuatan pada jiwa anak dalam menghadapinya kesulitan dan

tantangan hidup yang dilalui.

Melalui tantangan yang datang secara bertahap, anak akan belajar

memecahkan kesulitan yang dihadapinya. Karena Allah selalu ada untuk

hambanya yang mau berusaha dengan bersungguh-sungguh, setiap

kesulitan yang dihadapinya ada kemudahan di dalamnya. Sesuai dengan

(41)

﴿ اًرْسُي ِرْسُعْلا َعَم َّنِإَف

٥

﴿ اًرْسُي ِرْسُعْلا َعَم َّنِإ ﴾

٦

Artinya: “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”(Qs. Alam-Nasyrah:5-6)

c. Menumbuhkan Cita-Cita yang Visioner

Memberikan rangsangan kepada anak untuk menjadi

manusia-manusia idealis yang cerdas. Memiliki cita-cita besar berarti memiliki

idealisme yang kuat di atas landasan iman yang kokoh dan akidah yang

lurus. Diajak berdiskusi tentang realitas dan melihat bahwa hukum Allah

atas kehidupan ini tidak berubah sedikit pun. Membekali anak dengan

visi yang kuat menjadikan ia tidak terombang ambing dalam hidupnya.

Memiliki iman yang kokoh serta kesediaan hidup yang baik.

Dengan demikian Pendidikan tauhid yang ditanamkan oleh orang tua

adalah membimbing anak untuk mengerti tujuan hidupnya. Supaya anak

mengerti akan hakikat ia diciptakan sebagai khalifah di bumi serta untuk

beribadah kepada Allah dengan mengesakan Allah dan bertauhid rububiyyah.

Menjadikan imannya kokoh dengan orientasi hidup yang jelas dan anak tidak

akan terombang ambing jiwanya dengan segala tantangan dan kesulitan yang

akan di hadapi di kehidupannya.

2. Bekal Untuk Mengasuh Anak dengan Tauhid

Banyak ahli ibadah yang keturunannya jauh dari munajat kepada Allah

(42)

manusia, tetapi sedikit sekali yang berbekas dalam diri anak (Adhim.

2013:47). Orang tua seharusnya memiliki bekal dalam mengasuh anak

menuju dewasa tanpa menafikan bekal lain yang diperlukan terutama yang

berkait dengan ilmu (Adhim, 2013:49). Firman Allah Swt dalam surat

An-Nisa ayat 9:

اوُلوُقَ يْلَو َوَّللا اوُقَّ تَيْلَ ف ْمِهْيَلَع اوُفاَخ اًفاَعِض ًةَّيِّرُذ ْمِهِفْلَخ ْنِم اوُكَرَ ت ْوَل َنيِذَّلا َشْخَيْلَو

اًديِدَس ًلًْوَ ق

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (Qs. An-Nisa:9).

Pelajaran yang penting dari ayat tersebut adalah betapa pun inginnya

membelanjakan sebagian besar harta kita untuk kepentingan dakwah illlah,

ada yang harus diperhatikan atas anak-anak kita. Beta pun besar keinginan

untuk menghabiskan umur di jalan dakwah, ada yang harus diperhatikan

terkait kesiapan anak-anak dan keluarga (Adhim, 2013:50).

Menurut Fauzil Adhim (2013:50-52) ada beberapa bekal yang perlu

diperhatikan dalam mengasuh anak dengan tauhid, antara lain:

a. Membekali rasa takut terhadap masa depan mereka.

Berbekal rasa takut, mempersiapkan anak agar tidak menjadi

generasi yang lemah. Memantau perkembangan mereka kalau ada bagian

dari hidup mereka saat ini yang menyebabkan kesulitan di masa

(43)

yang cukup untuk mengarungi kehidupan dengan kepala yang tegak dan

iman yang kokoh.

b. Takwa kepada Allah swt.

Takwa adalah menghindarkan diri dari kesalahan, kemaksiatan, dan

ketakaburan serta senantiasa berada di atas dasar keridhaan Allah

(Farhadian, 2005:57). Berbekal takwa kepada Allah swt, menjadikan

anak dapat mengendalikan ucapan dan tindakannya tidak akan

melampaui batas. Seorang pemarah dan mudah meledak emosinya, akan

mudah luluh jika ia bertakwa. Ia luluh bukan karena lemahnya hati,

melainkan ia amat takut kepada Allah swt. Menundukkan dirinya agar

tidak melanggar larangan-laranganNya.

c. Berbicara dengan Perkataan yang Benar (qaulan sadidan).

Berbicara dengan perkataan yang benar (qaulan sadidan) akan

mendorong kita untuk terus berbenah. Membiasakan anak berkata yang

jujur dan benar kepada orang lain. Sehingga anak akan menyampaikan

segala hal kepada orang lain tanpa di buat-buat ataupun di

tambah-tambahkan.

d.Mendisiplinkan anak tentang mengerjakan shalat.

Fauzil (2013:265) berpendapat orang tua berkewajiban memberi

pendidikan iman, akhlak, dan ibadah sedini mungkin. Tetapi ada prinsip

memberikan pendidikan tepat pada waktunya. Mendisiplinkan anak

(44)

Rasulullah saw, bersabda, “Ajarkanlah anakmu tata cara shalat ketika telah berusia tujuh tahun. Dan pukullah dia pada saat berusia sepuluh tahun (apabila meninggalkannya).” (H.R. At-Tirmidzi)

Jadi, kalau anak belum berusia tujuh tahun dan tidak mengerjakan

shalat, orang tua harus memakluminya dan melapangkan hati. Tugas

orang tua adalah menumbuhkan perasaan positif terhadap kebiasaan baik

yang ingin ditumbuhkan pada anak. Serta membangkitkan sense of

competence (perasaan bahwa dirinya memiliki kompetensi).

e.Menunjukkan Kesalahan Anak dengan Pengarahan.

Berkenaan dalam mendidik anak, terutama di usia kanak-kanak. Hadis

yang diriwayatkan dari Abu Hafs, yakni Umar bin Abu Salamah ra, anak

tiri Rasulullah. Ia menuturkan, “semasa kecil, ketika aku berada dalam

pangkuan Rasulullah, aku sering berganti-ganti tangan dalam memegangi

mangkuk. Melihat itu, beliau menegurku, „Hai, Anak (Ya Ghulam),

bacalah basmalah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah

makanan yang terdekat denganmu.‟ Semenjak itu, aku selalu demikian ketika makan.”(H.R. Al-Bukhori dan Muslim)

Teguran langsung ketika anak melakukan hal-hal yang tidak

bersesuaian dengan adab seorang Muslim. Tiga hal yang perlu diambil

dalam hadis tersebut adalah pertama, teguran disampaikan secara

langsung dan segera. Kedua, mengawali teguran dengan menggunakan

panggilan sayang yang akrab (ya ghulam). Ketiga, langsung

menunjukkan tindakan apa yang patut. Seakan tak mengoreksi kesalahan,

(45)

dilakukan anak dengan sendirinya terkoreksi. Misalnya adapun terhadap

kesalahan yang bersangkut-paut dengan hukum halal-haram, dalam hal

ini terkait dengan makanan, maka dapat tuntunan yang lebih tegas

(Adhim, 2013:251).

B.Mengajarkan dan Mendekatkan Al-Qur’an pada Diri Anak

1. Mengajarkan Anak untuk membaca Al-Qur’an

Orang tua dapat mengajarkan Al-Qur‟an kepada anaknya, akan tetapi mengajarkannya saja tidak serta merta dapat mendekatkan anak pada

Al-qur‟an. Mereka cepat membaca, menghafal tetapi hatinya tidak dekat

dengan Al-Qur‟an. Dapat membaca dengan baik tidak sama dengan mengambil petunjuk (Adhim, 2013:167).

Membaca Al-Qur‟an adalah interaksi pertama dan minimal bagi seorang muslim terhadap Al-Qur‟an. Tidak boleh ada orang yang mengaku beragama islam, namun tidak mampu membaca Al-Qur‟an. Seharusnya tanpa alasan apa pun ia mampu membaca Al-qur‟an, maka tetap berusaha belajar membaca Al-Qur‟an (Qudsy, 2013:18).

Mengajarkan keterampilan membaca tanpa menanamkan keyakinan yang

kuat sekaligus pengalaman berinteraksi dengan ayat-ayat Al-Qur‟an, sama seperti meletakkan bertumpuk kitab di punggung keledai. Banyak ilmu di

dalamnya, tetapi tak bisa mengambil pelajaran darinya (Adhim, 2013:168).

(46)

Qur‟an. Agar nantinya anak tidak dapat membaca atau menghafal Al-Qur‟an

sekedar sebagai bacaan atau wacana keilmuan saja.

2. Mengajarkan anak untuk menghafal Al-Qur’an

Fauzil Adhim (2013:150) berpendapat bahwa pada zaman sekarang gizi

anak semakin baik, akan tetapi kematangan mereka tidak lebih baik

dibanding generasi sebelumnya. Misalnya Imam Syafi‟i yang hafal Al

-Qur‟an pada usia 7 tahun bukan karena masuk lembaga tahfidz, tetapi

karena kecintaannya yang besar kepada kitabullah mendorong ia untuk

bersungguh-sungguh membaca dan mengingatnya. Ada kecintaan dan

seorang ibu yang setiap saat mengakrabkannya dengan Al-Qur‟an.

Imam Syafi‟i ra, bukanlah satu-satunya, banyak tokoh yang

menggetarkan dunia dan mereka telah menampakkan kecintaan amat besar

kapada agama. Mereka sangat dekat hidupnya dengan Al-Qur‟an, mencintainya, dan menyakini isinya sehingga dengan itu mereka

bersungguh-sngguh menghafalkan seraya memahami maknanya. Untuk

zaman sekarang menjadi sesuatu yang tidak nampak dan semakin menjauh

dari pribadi orang-orang dan anak-anak (Adhim, 2013:151).

Mengingat sejenak nasihat sahabat nabi, Jundub bin Abdillah ra.

Mengomentari generasi tabi‟in yng mendahulukan belajar Al-Qur‟an

dengan berkata, “kami belajar iman sebelum belajar Al-Qur‟an, kemudian

(47)

sekolah-sekolah islam maupun di rumah-rumah, anak-anak belum

mempelajari keduanya (Adhim, 2013:152).

Maka sangat penting membekali anak dengan memperkokoh imannya

terlebih dahulu, sebelum orang tua dan pendidik mengajarkan Al-Qur‟an pada anak. Selain mengajarkan Al-Qur‟an dengan membaca, selanjutnya mengajarkan anak untuk menghafal Al-Qur‟an. Walau mengajarkan hanya satu ayat atau beberapa ayat setiap harinya, insya Allah anak akan terbiasa

mendengarkan ayat-ayat Al-Qur‟an dan dengan sendirinya akan hafal. Cara mengajari anak menghafal alquran dapat diterapkan di dalam

kehidupan sehari-hari, seharusnya di mulai dari usia sedini mungkin bahkan

semenjak bayi belum lahir. Menurut islam tentu sangat menginginkan agar

anaknya dapat menghafal alquran di usia sedini mungkin agar mereka lebih

mengenal agama mereka dari sejak kecil. Dengan menghafal Al-Qur‟an, selain mendapatkan pahala yang agung, juga menjalankan sunah Rasul dan

para salafunash saleh dalam menjaga keaslian Al-Qur‟an (Qudsy, 2013:20). Allah Swt, berfirman dalam surat maryam ayat 12-14:

(48)

Dari surat Maryam ayat 12-14 kita dapat mengambil hikmah tersebut.

Bahwasanya alangkah senangnya jika anak-anak mendapatkan hikmah

selagi masih kanak-kanak, dengan menghafal ayat Al-Qur‟an. Faui berpendapat selain menjadi pertolongan bagi para orang tua dan pribadi

anak, mendapatkan keistimewaan dan kemulian seperti halnya Nabi Yahya.

Allah swt, kan melimpahi ilmu dan menolong mereka, menjadikan mereka

hamba-Nya yang bersyukur serta dapat meninggikan kalimat Allah swt di

muka bumi (Adhim, 2013:153).

3. Mengajarkan anak untuk mengamalkan Al-Qur’an

Di zaman keemasan Islam, lahir para pemimpin yang disegani dan

ilmuwan yang melahirkan sangat banyak penemuan, termasuk di

bidang-bidang sains. Mereka produktif melakukan terobosan ilmiah dalam

matematika, kimia, mekanika, fluida, sosiologi dan cikal bakal ilmu

psikologi terutama karena kedekatan dengan Al-Qur‟an. Mereka membaca, merenungi, mengamalkan dan berusaha untuk senantiasa memperoleh

manfaat yang besar (Adhim, 2013:172).

Pada saat ini, sudah tidak ada lagi para pemimpin dan ilmuwan yang

disegani karena kedekatan dengan Al-Qur‟an. Maka sangat ditekankan oleh para orang tua, pendidik untuk membekali anak-anak dengan rasa kecintaan

kepada Al-Qur‟an dan dapat mengamalkannya dalam kehidupannya sehari -hari. Fauzil (2013:174) berpendapat perlunya memberi pengalaman religius

yang mengesankan agar mereka memiliki perasaan religius yang

(49)

pengalaman religius, serta perasaan religius yang kuat, insya Allah mereka

akan menjadi pribadi yang kaya inspirasi, penuh semangat, serta gigih

berusaha karena dorongan iman.

Setelah mengetahui betapa pentingnya membiasakan membaca Alquran

dan mengamalkannya serta manfaatnya yang begitu besar. Tidak ada kata

terlambat untuk belajar dan mengajarkan Alquran. Apabila menjadi orang

tua kurang begitu mengetahui tentang Alquran, awam tentang agama, mulai

saat inilah waktu yang tepat untuk belajar, belajar dan terus belajar.

Serta jangan lupa untuk mengajarkan apa yang diketahui kepada

keluarga meski cuma 1 ayat. Sedangkan waktu terbaik untuk mengajarkan

dan membiasakan anak untuk belajar Alquran adalah dapat dimulai sejak

buah hati berada dalam kandungan. Para ahli psikologi berpendapat mulai

usia 0-8 tahun sangat menentukan dalam mengembangkan potensiny, karena

usia ini sering disebut “usia emas” (the golden age) yang sangat

menentukan pengembangan kualitas manusia(Mutiah, 2012:2). Karena pada

hakikatnya pembentukan manusia dimulai sejak dari janin dan ditiupkan

padanya ruh (nyawa) (Huda dan Muhammad, 2008:67). Dengan sering

mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Alquran ini akan membantu anak

dalam meningkatkan kecerdasannya sehingga dapat berkembang dengan

baik.

Kebiasaan-kebiasaan seperti ini bertujuan untuk melatih dan

(50)

mendengarkan anak pada bacaan ayat-ayat suci Alquran. Semakin dilatih

pendengaran anak, ini akan membuatnya mudah dalam menghafal ayat-ayat

Alquran dan ketika anak sudah mampu untuk membaca, orang tua bisa

mengajak untuk mengkaji Alquran bersama-sama, memberikan teladan yang

baik dan bersama-sama berusaha mengamalkan apa yang diajarkan Alquran

dalam kehidupan kita sehari-hari. Selain itu pengalaman religius juga

penting diberikan pada saat mengajarkan Al-Qur‟an. Sehingga anak akan memiliki perasaan yang kuat bahwa Al-Qur‟an adalah petunjuk dan sumber inspirasi yang penuh kebaikan (Adhim, 2013:174).

4.Mendekatkan Al-Qur’an pada Diri Anak

Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mendekatkan Al-Qur‟an kepada anak menurut Fauzil Adhim (2013:168-170) antara lain:

a. Berusaha menghidupkan jiwa anak-anak dengan Al-Qur’an

Dengan cara melimpahkan kasih sayang sebagaimana melihat sikap

lemah lembut Rasulullah saw terhadap anak. Menghidupkan jiwa juga

berarti membuat anak-anak senantiasa melihat dan merasakan “ada ayat Al-Qur‟an” dalam setiap kejadian yang mereka jumpai.

b. Membangun Tradisi berpikir yang berpijak pada Al-Qur’an

Menanamkan pola pikir tradisi mendeduksikan ayat Al-Qur‟an dengan memahami makna (tafsirnya) dari orang-orang yang memiliki

otoritas dan literatur terpercaya. Kemudian mengajak anak untuk

menggunakan nalarnya agar mampu memahami lebih jauh.

(51)

Al-Qur‟an menjadi pemisah mana yang haq dan mana yang bathil dalam setiap perkara. Al-Qur‟an menjadi penilai setiap urusan.

c. Mengajarkan Anak untuk Memegangi Al-Qur’an dengan Kuat.

Beberapa aspek yang perlu dibangun pada anak agar bisa berpegang

pada Al-Qur‟an antara lain: kekuatan hati sehingga mereka memiliki antusiasme yang kuat, kecintaan yang mendalam, dan kemampuan

menghafal yang baik; kekuatan pikiran sehingga memudahkan mereka

belajar, menajamkan kemampuannya dalam memahami maupun

mengambil pelajaran; kekuatan fisik sehingga mereka memiliki

kesanggupan untuk mempertahankan, memperjuangkannya, dan daya

untuk belajar; serta kekuatan motivasi sehingga mereka bisa belajar

dengan keinginan yang kuat dan perhatian yang penuh.

d. Memberikan Pengalaman Religius

Pengalaman religius yang perlu diberikan saat mengajarkan

Al-Qur‟an kepada anak-anak, sehingga mereka memiliki perasaan yang kuat

bahwa Al-Qur‟an adalah petunjuk dan sumber inspirasi yang penuh kebaikan. Mengajarkan satu ayat misalnya kemudian gerakkan mereka

untuk berbuat. Atau mengajak anak-anak untuk melakukan sesuatu

kemudian terangkan ayat yang menjadi landasan untuk bertindak.

C.Membekali Jiwa Tauhid Pada Diri Anak

1. Mengenalkan Allah kepada Anak

(52)

pekerjaan apapun bentuknya, untuk membaca basmallah. Dengan begitu

membiasakan anak dalam menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi

Maha Penyayang. Kebiasaan baik tersebut membuat anak mengenal dan

dekat dengan Tuhan-Nya. Bercermin pada perintah Nabi saw, dan urutan

turunnya ayat-ayat suci yang awal, ada beberapa hal dalam mendekatkan

anak kepada Allah yang perlu di cacat dengan cermat antara lain:

a. Awali bayi dengan perkataan La Ilaha Illallah

Rasulullah Saw. Pernah mengingatkan, “Awalilah bayi-bayimu dengan kalimat la ilaha illallah.” Kalimat ini yang perlu dikenalkan

pada awal kehidupan bayi-bayi. Sehingga membekas pada otaknya dan

menghidupkan cahaya hatinya. Apa yang didengar bayi pada saat-saat

awal kehidupannya akan berpengaruh pada perkembangan berikutnya,

khususnya terhadap pesan-pesan yang disampaikan dengan cara yang

mengesankan.

Apabila anak sudah mulai besar dan dapat menirukan apa yang di

ucapkan serta di ajarkan orang tuanya, Rasulullah saw. memberikan

contoh bagaimana mengajarkan untaian kalimat yang sangat berharga

untuk keimanan anak di masa mendatang. Kepada Ibnu Abbas yang

ketika kecil itu masih kecil, Rasulullah saw. berpesan:

(53)

kecuali apa yang telah dituliskan oleh Allah di dalam takdirmu itu.Juga sebaliknya, apabila mereka berkumpul untuk mencelakai dirimu, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakaimu sedikit pun kecuali atas kehendak Allah. Pena telah diangkat dan lembaran takdir telah kering.” (HR. At-Tirmidzi).

Dalam hadist tersebut, pelajaran yang dapat dipetik adalah tak ada

penolong kecuali Allah Yang Maha Kuasa; Allah yang senantiasa

membalas setiap kebaikan. Tak ada tempat meminta kecuali Allah swt,

dan semua itu menunjukkan kepada anak bahwa tidak ada tuhan kecuali

Allah swt (Fauzil, 2006:229-232).

b. Mengenalkan anak dengan bacaan Iqra‟ Bismirabbikal-ladzi Khalaq.

Sifat Allah swt yang pertama kali dikenalkan oleh Rasulullah saw.

kepada kita adalah Al-Khaliq dan Al-Karim, sebagaimana firman-Nya,

“Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Qs. Al-Alaq: 1-5)

Setidaknya ada tiga hal yang perlu diberikan kepada anak saat

mereka mulai bisa di ajak berbicara antara lain: pertama,

memperkenalkan Allah kepada anak melalui sifat-Nya yang pertama

kali dikenalkan, yakni Al-Khaliq (Maha Pencipta). Menunjukkan

kepada anak-anak bahwa kemana pun mereka menghadapkan wajah, di

situlah akan menemukan ciptaan Allah. Dengan demikian, akan muncul

kekaguman anak kepada Allah swt dan jiwanya tergerak untuk tunduk

(54)

mereka menyadari bahwa Allah Yang Maha Menciptakan semua itu.

Perlahan-lahan kita rangsang mereka untuk menemukan amanah di

balik kesempurnaan peniptaan anggota badannya. Ketiga, memberikan

sentuhan kepada anak tentang sifat kedua yang pertama kali

diperkenalkan oleh Allah swt, melalui Rasulullah saw. yakni Al-Karim.

Dalam sifat ini berhimpun dua keagungan yakni kemuliaan dan

kepemurahan. Kemudian mengasah kepekaan anak untuk menangkap

tanda-tanda kemuliaan dan sifat pemurah Allah dalam kehidupan

mereka sehari-hari, sehingga tumbuh kecintaan dan pengharapan

kepada Allah. Sesungguhnya manusia cenderung menintai mereka yang

mencintai dirinya, cenderung menyukai yang berbuat baik kepada

dirinya dan memuliakan mereka yang mulia (Fauzil, 2006:232-236).

2. Membiasakan untuk bersyukur

Syukur adalah mengoptimalkan dan memanfaatkan semua karunia

Allah swt dengan sebaik-baiknya hingga membawa manfaat bagi semua

orang. Bersyukur sebagai setengah dari iman. Jadi orang yang mengakui

beriman, pastinya selalu bersyukur (Soebachman, 2014:84). Bersyukur tidak

hanya saat kita mendapatkan nikmat yang disukai saja, hal-hal yang

menyenangkan akan tetapi nikmat terhadap hal-hal yang tidak disukai dan

membuat sedih juga disyukuri.

Kehidupan dunia hanya bersifat sementara membuat manusia terjebak

dan tertipu. Banyaknya keinginan manusia terhadap kesenangan hidup

(55)

akan ditempuh demi menggapai keinginan akan kesenangan atas segala hal

yang bersifat duniawi, tidak peduli lagi baik buruk, halal haram, dan dosa

serta neraka. Yang penting dapat hidup senang bergelimang harta dan

memiliki kedudukan.

Seandainya manusia mengetahui bahwa akhirat itulah sebenar-benar

kehidupan yang tidak ada lagi kematian, tentu mereka akan mengambil

apa-apa yang ada dalam kehidupan dunia ini sedikit saja dan seperlunya. Tetapi

bagi orang tidak bersyukur dunia ini pun masih kurang untuk memuaskan

keserakahannya. Cara paling ampuh untuk membentengi diri dari sifat

serakah dan tidak pernah puas adalah senantiasa bersyukur. Bersyukur akan

mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. Dengan bersyukur kita akan

selalu merasa cukup dengan nikmat yang dilimpahkan Allah, sedikit atau

banyak.

Bersyukur juga akan menjadikan kita tetap rendah hati dan jauh dari

sifat sombong sebab kita menyadari bahwa semua yang ada pada diri kita

sekarang adalah pemberian Allah semata. Bersyukur akan membuat jiwa

kita diliputi kasih sayang, baik kepada sesama manusia maupun alam.

Sebab, dengan rasa syukur kita akan memiliki rasa untuk berbagi dan

melindungi. Dengan bersyukur, Allah akan mempermudah jalan bagi setiap

muslim untuk meraih impian dan kesuksesan (Effendy, 2012:15).

Allah pun memerintahkan kepada manusia agar senantiasa bersyukur,

(56)

Sebaliknya, bagi siapa kufur atas nikmat Allah, maka ia akan mendapatkan

siksa yang pedih. Bahkan kemungkinan akan mengalami kesulitan-kesulitan

hidup yang lebih rumit (Soebachman, 2014:88).

Hal-hal yang dapat dilakukan agar dapat menjadi orang yang senantiasa

bersyukur, antara lain:

a. Melihat ke bawah untuk urusan duniawi

Dengan melihat ke bawah, kita akan mengetahui bahwa kita jauh

lebih beruntung dan jauh lebih kaya dibandingkan jutaan manusia di

muka bumi ini. Banyak saudara kita yang tidak dapat makan, tidak

memiliki tempat tinggal, menderita penyakit parah, hidup di daerah

konflik, atau mengalami musibah bencana alam. Dibandingkan dengan

mereka, yang terjadi pada diri kita jauh lebih baik. Jadi, tidak ada alasan

untuk tidak bersyukur. Bersyukur membuat karunia yang “tak seberapa”

dibanding orang lain, terasa jauh lebih membahagiakan (Adhim,

2013:108).

b. Selalu mengingat nikmat yang diterima oleh Allah.

Tidak mungkin dapat menghitung nikmat yang diterima oleh Allah

SWT saking banyaknya nikmat tersebut. Namun, selalu mengingat

sebagian nikmat tersebut akan membawa kita pada rasa syukur. Dengan

mengingat nikmat yang diberikan oleh Allah swt, membuat hidup terasa

(57)

c. Selalu mengucapkan alhamdulillah

Ucapan alhamdulilllah yang diucapkan setiap kali mendapatkan

karunia dari Allah akan mengingatkan kita betapa Allah adalah Maha

Pengasih dan Penyayang, yang selalu memberikan yang terbaik bagi

manusia. Dengan ungkapan hamdalah dari setiap kesempatan sebagai

anugerah Allah memberi makna tersendiri (Adhim, 2013:106).

Sebagaimana Allah swt, berfirman:

اا( ْثِّدَحَف َكِّبَر ِةَمْعِنِب اَّمَأَو

)

Artinya: "Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya." (Qs. Adh-Dhuha:11)

e. Membiasakan diri untuk mengucapkan terima kasih.

Ucapan terima kasih yang kita ucapkan setiap kali menerima

kebaikan dari orang akan membiasakan kita untuk senantiasa bersyukur

atas hal baik yang kita terima.

f. Berhenti mengeluh dan menyesal ketika menghadapi kenyataan yang

tidak sesuai harapan.

Kita kerap kali tergoda untuk mengeluh. Menyesali, menyalahkan

diri sendiri dan kecewa terhadap kejadian yang telah terjadi tidak sesuai

dengan harapan (adhim, 2013:76). Mulailah mengubah kebiasaan ini.

Lebih baik berhenti mengeluh dan segera produktif berkarya sehingga

hasil yang baik akan kita dapat dan kita pun akan lebih mudah bagi kita

Referensi

Dokumen terkait

terhadap penggunaan model Pembelajaran kooperatif group investigation dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah psikologi pendidikan

Kesimpulan dari penelitian yang telah dilaksanakan bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan materi keputusan bersama dengan menggunakan model pembelajaran debat dapat

Agar analisis menjadi lebih terarah dan sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, pembahasan dibatasi pada masalah yang menyangkut dengan transaksi penerimaan kas

Laporan Akhir ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan pada Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang dengan

Aplikasi Pengolahan data program dan kegiatan belanja langsung pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Sumatera Selatan merupakan aplikasi pengolahan

Penelitian ini merupakan Penelitian Quasi Eksperimen yang ber judul “ Pengaruh Model Pembelajaran Advance Organizer Terhadap Sikap Percaya Diri Dan Prestasi Belajar

Kisi-kisi ini disajikan dengan maksud untuk memberikan informasi mengenai butir-butir yang drop setelah dilakukan uji validitas dan uji reabilitas serta analisis

49 sampaikan pada 2 hal ini, mereka akan mulai membaca informasi dibawahnya, Hingga contact person berada dipaling bawah, karena ketika audience sudah mulai