i SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Anastasia Mira Erlinawati Nim : 019114150
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
MANUSIA, MUNGKIN BAGI ALLAH
(LUKAS 18:27)
“ Apa saja yang kamu minta & doakan,
percayalah bahwa
kamu telah menerimanya,
maka hal itu akan diberikan kepada mu”
(Markus, 11 : 24)
v
ku persembahkan kepada :
Tuhan Yesus Kristus,,,Juru Selamat & sumber Kekuatan ku
Ayah & Bunda ku Tercinta...
♥♥ Teri
ma kasih banyak
♥♥
Saudara ku Tercinta,,,Mas Wisnu.
Sahabat & kekasih ku,,,Kak Yos.
Dan semua rekan & sahabat-sahabat ku terkasih....
vii
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecenderungan perilaku asertif pada remaja akhir di Yogyakarta. Perilaku asertif adalah kemampuan untuk mengungkapkan pendapat-pendapat, perasaan-perasaan, hak-hak serta kebutuhan-kebutuhan tanpa menyinggung atau menyakiti perasaan orang lain, antara lain dengan memberikan dan menerima afeksi, memberi pujian, mampu memberi dan menerima kritik, memberi atau menolak permintaan, kemampuan mendiskusikan masalah, beragumentasi, serta berorganisasi.
Subjek yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 50 orang remaja akhir yang tersebar di beberapa tempat di Yogyakarta yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi di Yogyakarta. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang telah diuji tingkat validitas dan reliabilitasnya. Metode analisis data adalah analisis deskriptif kuantitatif. Hasil yang diperoleh nilai mean teoritis sebesar 125 dan nilai mean empiris sebesar 134,5. Hasil kategorisasi data menunjukkan bahwa perilaku asertif remaja akhir di Yogyakarta termasuk dalam kategorisasi tinggi.
viii
OF ASSERTIVE BEHAVIOUR OF ADOLESCENTS IN YOGYAKARTA
Anastasia Mira Erlinawati Faculty of Psychology Sanata Dharma University
Yogyakarta 2009
This study was purposed to recognized the tendency of assertive behaviour of adolescents in Yogyakarta. Assertive behaviour is the skill to express personal opinions, feeling, rights, and also nees without irritating or hurting the feeling of the others, i.e. through giving and receiving affection, giving appreciation, ability to receive and accept critics, rejecting or granting request, ability to discussing problems, argument delivery, and also organization.
The study was conducted on 50 adolescents in Yogyakarta. The used measurement tool is the questionaire of which validity and reliability have been tested. The data analysis method is quantitative descriptive analysis. The obtained result in this study are theoritical mean value of 125 and empirical mean value of 134,5. The result of the data categorization indicates that the assertive behaviour of adolescents in Yogyakarta is of high level category.
x
Puji dan syukur pada Tuhan Yesus Kristus atas kesempatan, berkat dan kasihNya yang selalu memberikan kekuatan dan semangat baru sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “KECENDERUNGAN PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AKHIR DI YOGYAKARTA”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi, Program Studi Psikologi.
Skripsi ini tersusun atas bantuan serta dukungan berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, ijinkanlah penulis menghaturkan terimakasih yang tak terhingga dengan segala ketulusan hati penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus, sumber semangat dan kekuatan dalam setiap nafasku. 2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S. Psi., M. si. selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu M.L. Anantasari, S. Psi, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang sabar membimbing, membantu, mendukung dan selalu memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak bu...
4. Ibu Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari, S. Psi., M.Si. selaku Dosen Penguji II.
5. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi selaku Dosen Penguji III.
xi
7. Ayah bunda ku tercinta… Terima kasih atas cinta, ketulusan, doa, dukungan dan pengorbanan yang sudah diberikan dan tidak pernah bosan untuk selalu memberikan yang terbaik untukku. Semoga karya ku yang sederhana ini dapat membuat Ayah dan Bunda tersenyum bangga dan bahagia. I love you…
8. Saudara ku tercinta,,,Mas Wisnu. Terima kasih untuk semua masukan, dukungan, bantuan terjemahannya dan penghiburannya.
9. Keluarga besar di Dekso. Om Agus, Bulek Herni, Mbah Mangun, Mbah Parto, Pakde Tupan, Alm. Budhe Sam, dek Astri, Arma, Ivan, Mas Agung dan semua saudara-saudara ku,,,terima kasih untuk doa dan dukungannya.
10. Bapak dan Ibu Lagiman, Dek Tuti dan Brian, terima kasih untuk penghiburannya, doa dan dukungannya selama ini.
11. Dek Tuti dan Brian, terima kasih untuk terjemahannya yang super kilat ya… 12. Teman-teman Lonchie “the cutey”. Vera, Ita, Tyas, Ul-ul, Anita, Yayack dan
Alm. Cinthya,,,Puji Tuhan…akhirnya aku menyusul kalian juga…!!! Terima kasih untuk doa dan support kalian, semua cinta dan kebersamaan kita selama ini. Teristimewa untuk alm.Cinthya,,,smoga diri mu tenang bersama Bapa di surga & bisa bahagia melihat keberhasilan ku ini. I’ll alwz miss u,,, I love u all sist...
xii
15. Mbak Shinta. Makasih untuk pinjaman buku-bukunya, support dan ejekannya,,,semua sangat membantu ku untuk menyelesaikan skripsi.
16. Ibnu, Anggie, Tya, mb’Indah, mb’Shinta, mb’Dini, Citra, Sony….thanx a lot guys… Kalian telah mengisi hari-hari ku yang sepi ini menjadi lebih berwarna…
17. Adik2 di Kost Candi Indah,,,Mytha, Nican, Tina,,,makasih sudah meneman, membantu dan mendukung aku selalu. Walaupun kti baru kenal, tapi kalian sangat berarti untuk ku. Makasih adik2ku yang maniest…
18. Tompel. Terima kasih buat semuanya jeleeeeeeex… Dengan dukungan, hinaan dan ejekan mu..aku bisa tetap semangat buat menyelesaikan skripsi ku.
19. Kelurga TALAIA, Bapa Gaspar, Mama Dethe, Kak Pater, Adek Suster, Oncu Tori, Kak Dis, Kak Leni, Kak Yanto dan semua keluarga besar di Lewotana. Makasih untuk semua doa dan dukungannya…
20. Teman-teman angkatan 2001. Rika, Jelly, Yayack, Rini, Aris, Aconk, Silva, Seto, Annas, Sius, Sony, Dion, Etha, Rani, Tumbur, dkk. Makasih untuk kebersamaan kita selama ini,,,sudah saling mengingatkan, mendukung dan mendoakan. Semoga ini menjadi awal yang baik untuk masa depan kita. GOD bless Us….
xiii
yang selalu membuat aku kuat dan tegar menjalani semua ini. Semoga karya sederhana ku ini juga dapat membuat mu bangga. ♥♥Thanx for all honey…♥♥
Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi setiap pembaca.
Yogyakarta, 28 Oktober 2009
Anastasia Mira Erlinawati
DAFTAR ISI
xiv A. Latar Belakang penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif ... 8
1. Pengertian Perilaku Asertif ... 8
2. Aspek-aspek Perilaku Asertif... 9
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perialku Asertif... 13
B. Remaja Akhir ... 15
1. Pengertian masa Remaja ... 15
2. Tugas Perkembangan Remaja ... 18
C. Perilaku Asertif Pada Remaja Akhir ………... 19
BAB III. METODE PENELITIAN
F. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 26
xv
2. Hasil Uji Coba ... 27
H. Metode Analisis Data ... 29
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian ... 30
B. Deskripsi Subyek Penelitian ... 31
1. Jenis Kelamin ... 31
2. Usia ... 31
C. Deskripsi Data Penelitian ... 32
D. Analisis Data dan Hasil Penelitian... 33
E. Kategorisasi skor Skala ... 34
F. Pembahasan ... 35
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 39
B. Keterbatasan Penelitian ... 39
C. Saran-saran ... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 40
xvi
Tabel 2. Distribusi Item Skala Perilaku Asertif pada saat Uji Coba...28
Tabel 3. Distribusi Item Skala Perilaku Asertif Setelah Uji Coba ... 29
Tabel 4. Deskripsi Jenis Kelamin Responden ... 31
Tabel 5. Deskripsi Usia Responden... 32
Tabel 6. Tabel Deskripsi Data Penelitian... 32
Tabel 7. Ringkasan Uji Normalitas ... 33
1 A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia
yang batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Masa
remaja atau masa adolesence merupakan masa yang menarik untuk diungkap
dalam kehidupan manusia, karena pada masa ini setiap remaja tengah
mengalami peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa
peralihan ini remaja mendapatkan tugas-tugas baru yang harus diselesaikan,
sebelum remaja melangkah ke tahap perkembangan berikutnya (Hurlock,
1999).
Remaja yang tengah memasuki masa peralihan, seakan-akan telah
berada pada dua kutub yang berbeda, yaitu kutub yang lama (masa
kanak-kanak) yang akan ditinggalkan dan kutub yang baru (masa dewasa) yang akan
dimasuki. Kedua kutub yang mengelilingi remaja ini telah memberikan situasi
dilematis bagi remaja, di mana di satu sisi remaja masih diperlakukan seperti
anak-anak tetapi di sisi lain remaja telah dituntut untuk dapat bersikap dewasa.
Status remaja yang membingungkan ini akan menimbulkan banyak masalah
bagi remaja, karena belum memiliki kemampuan yang baik untuk beradaptasi
dengan status barunya tersebut.
Remaja pada umumnya takut apabila ia mengalami penolakan dalam
akan mengakibatkan remaja menjadi frustasi dan kecewa, akibatnya remaja
mengorbankan kepentingan dirinya agar tetap dapat diterima oleh
teman-temannya. Remaja tidak dapat bersikap asertif karena remaja tidak mampu
untuk berkata tidak kepada hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan
pribadinya.
Lingkungan pendidikan merupakan tempat remaja bersosialisasi
dengan teman sebaya. Ketika bersosialisasi dengan teman sebaya, remaja yang
tidak mampu untuk berkata tidak kepada setiap ajakan temannya akan mudah
mengikuti arus pergaulan remaja bahkan kearah perilaku yang negatif.
Apabila remaja mampu berterus terang dan mampu menolak setiap ajakan
teman-temannya kearah negatif remaja dapat terselamatkan dari perilaku yang
negatif. Kemampuan untuk jujur dan terbuka ini dalam istilah psikologi
disebut sebagai asertif.
Menurut Setiono & Pramadi (2005) berperilaku asertif antara lain
adalah dengan memberikan dan menerima afeksi, memberi pujian, mampu
memberi dan menerima kritik, memberi atau menolak permintaan,
kemampuan mendiskusikan masalah, beragumentasi, serta berorganisasi.
Kebanyakan orang enggan bersikap asertif karena takut mengecewakan orang
lain, takut jika akhirnya dirinya tidak lagi disukai ataupun diterima. Selain itu
alasan untuk mempertahankan kelangsungan hubungan juga sering menjadi
alasan karena salah satu pihak tidak ingin membuat pihak lain sakit hati.
Padahal, dengan membiarkan diri untuk bersikap non-asertif justru akan
merasa dimanfaatkan oleh pihak lain
(http://www.e-psikologi.com/dewasa/assertif.htm).
Banyak remaja yang melakukan hal-hal yang akhirnya mempengaruhi
masa depan dan jalan hidup karena ikut-ikutan temannya. Penelitian yang
dilakukan oleh Family and Consumer Science di Ohio, Amerika Serikat,
menunjukkan fakta bahwa remaja kebanyakan remaja memulai merokok
karena dipengaruhi oleh temannya, terutama sahabat yang sudah lebih dahulu
merokok. Remaja yang bergaul erat dengan sebayanya yang merokok akan
lebih mudah untuk ikutan merokok, terutama bila remaja tadi rentan terhadap
tekanan sebaya. Hal yang sama juga terjadi pada penggunaan alkohol dan
NAPZA, bahkan berhubungan seks dengan pacar
(http://www.glorianet.org/mau/kliping/klipaser.html).
Fenomena yang terjadi pada remaja Indonesia saat ini, terlihat bahwa
banyak remaja yang tidak memiliki sikap asertif. Media cetak memberitakan
tentang remaja yang ramai-ramai melakukan konvoi untuk merayakan
kelulusan, serta mencorat-coret baju seragam yang dimiliki (Liputan 6 SCTV,
16 Juni 2008) Walaupun remaja telah mengetahui bahwa konvoi dan
mencorat-coret baju adalah perilaku yang kurang bermanfaat, akan tetapi
remaja masih tetap melakukan karena teman-teman sekolahnya melakukan hal
tersebut, remaja tidak berani menolak, kecuali jika pihak guru ikut campur
dalam melarang remaja melakukan aktivitas demikian.
Sikap asertif akan mendorong remaja untuk jujur dalam berelasi
remaja merasakan bahwa relasi pertemanan atau persahabatan yang dibangun
sudah tidak sehat. Remaja perlu meningkatkan asertifnya dalam berelasi
karena pengaruh teman dalam pergaulan atau kelompok lebih kuat daripada
norma yang berlaku dalam keluarga. Sikap asertif perlu dibangun untuk
menghindarkan remaja dari pengaruh buruk teman.
Perilaku asertif bukan bawaan ataupun muncul secara kebetulan pada
tahap perkembangan individu, namun merupakan pola-pola yang dipelajari
sebagai reaksi terhadap situasi sosial dalam kehidupannya. Menurut Alberti &
Emmons, perilaku asertif lebih adaptif daripada submisif atau agresif, asertif
menimbulkan harga diri yang tinggi dan hubungan interpersonal yang
memuaskan. Kemampuan asertif memungkinkan orang untuk mengemukakan
apa yang diinginkan secara langsung dan jelas sehingga menimbulkan rasa
senang dalam diri dan orang lain menilai baik.
Bagi para remaja terutama yang berumur di antara 13-18 tahun, sikap
dan perilaku asertif sangatlah penting. Sikap dan perilaku asertif akan
memudahkan remaja tersebut bersosialisasi dan menjalin hubungan dengan
lingkungan seusianya maupun di luarnya lingkungannya secara efektif.
Kemampuan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan diinginkannya
secara langsung, maka para remaja bisa menghindari munculnya ketegangan
dan perasaan tidak nyaman akibat menahan dan menyimpan sesuatu yang
ingin diutarakannya. Menurut Sikone (Setiono & Pramadi, 2005) sikap asertif
akan membuat para remaja dapat dengan mudah mencari solusi dan
secara efektif, sehingga permasalahan itu tidak akan menjadi beban pikiran
yang berlarut-larut. Asertivitas akan membantu para remaja untuk
meningkatkan kemampuan kognitifnya, memperluas wawasannya tentang
lingkungan, dan tidak mudah berhenti pada sesuatu yang tidak diketahuinya
(memiliki rasa keingintahuan yang tinggi). Asertif terhadap orang lain yang
bersikap atau berperilaku kurang tepat bisa membantu remaja yang
bersangkutan untuk lebih memahami kekurangannya sendiri dan bersedia
memperbaiki kekurangan tersebut.
Beberapa manfaat yang telah dijelaskan tersebut mengindikasikan
perlunya sikap ini ditanamkan sejak dini bagi para remaja karena asertivitas
bukan merupakan sesuatu yang lahiriah tetapi lebih merupakan pola sikap dan
perilaku yang dipelajari sebagai reaksi terhadap berbagai situasi sosial yang
ada di lingkungan. Perilaku asertif ini dalam kenyataannya berkembang
sejalan dengan usia seseorang, sehingga penguasaan sikap dan perilaku pada
periode-periode awal perkembangan akan memberikan dampak yang positif
bagi periode-periode selanjutnya.
Kemampuan remaja untuk mampu jujur dan mengatakan tidak pada
ajakan negatif dari teman sebaya dapat mencegah remaja terjerumus kedalam
perilaku negatif, oleh karena itu, perilaku asertif perlu ditumbuhkan pada
remaja sejak dini. Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah remaja akhir yang berdomisili di Yogyakarta karena Yogyakarta adalah
Kota Pelajar, kota yang memiliki jumlah pelajar terbanyak di Indonesia dan
peneliti memilih kota Yogyakarta karena adanya remaja yang bervariasi.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk
meneliti lebih lanjut kecenderungan perilaku asertif pada remaja akhir di
Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: ”Bagaimana kecenderungan
perilaku asertif pada remaja akhir di Yogyakarta?”
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kencederungan perilaku asertif
pada remaja akhir di Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini secara garis besar adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya atau menambah
khasanah Ilmu Pengetahuan Psikologi, khususnya di bidang psikologi
perkembangan.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan berarti kepada
8 A. Perilaku Asertif
1. Pengertian Perilaku Asertif
Lloyd (1990) menyatakan bahwa perilaku asertif sebagai gaya wajar
yang tidak lebih dari sikap langsung, jujur dan penuh respek ketika berinteraksi
dengan orang lain. Individu mencoba untuk mengkomunikasikan kesan respek
kepada diri sendiri dan juga kepada orang lain. Dengan bersikap asertif, individu
memandang keinginan, kebutuhan dan hak orang lain. Ini berbeda dengan
perilaku agresif. Perilaku agresif lebih komplek, dapat aktif atau pasif, langsung
atau tidak langsung, jujur atau tidak-tetapi selalu mengkomunikasikan suatu kesan
superioritas dan tidak adanya respek.
Cawood (1997) mendefinisikan perilaku asertif sebagai kemampuan
seseorang untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, kebutuhan dan hak
pribadinya tanpa kecemasan, mampu bersikap jujur dan langsung serta
memperhitungkan hak-hak sendiri tanpa meniadakan hak orang lain. Ekspresi
yang langsung dimaksudkan sebagai perilaku yang tidak berputar-putar, pesan
jelas dan terfokus serta tidak menghakimi. Ekspresi jujur dimaksudkan sebagai
perilaku yang selaras, isyarat-isyaratnya cocok, kata-kata, gerak-gerik dan
perasaan yang semuanya mengatakan hal yang sama.
Bersikap asertif berarti tegas dan berani menyatakan pendapat
mengungkapkan perasaan (misalnya untuk menerima dan mengungkapkan
perasaan marah, hangat, dan seksual); mampu mengungkapkan keyakinan dan
pemikiran secara terbuka (mampu menyuarakan pendapat, menyatakan
ketidaksetujuan dan bersikap tegas, meskipun secara emosional sulit melakukan
ini dan bahkan sekalipun kita mungkin harus mengorbankan sesuatu); dan mampu
untuk mempertahankan hak-hak pribadi (tidak membiarkan orang lain
mengganggu dan memanfaatkan kita).
Townend (1991) mengemukakan bahwa bersikap asertif merupakan
perilaku yang mampu menampilkan kepercayaan diri, yang mempunyai sikap
positif, jujur dan menghargai diri sendiri dan orang lain. Bersikap asertif juga
berarti terbuka terhadap pandangan orang lain walaupun berbeda, dapat
mengekspresikan diri secara jelas dan dapat berkomunikasi secara efektif.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa perilaku asertif kemampuan untuk mengungkapkan pendapat-pendapat,
perasaan-perasaan, hak-hak serta kebutuhan-kebutuhan tanpa menyinggung atau
menyakiti perasaan orang lain, antara lain dengan memberikan dan menerima
afeksi, memberi pujian, mampu memberi dan menerima kritik, memberi atau
menolak permintaan, kemampuan mendiskusikan masalah, beragumentasi, serta
berorganisasi.
2. Aspek-aspek Perilaku Asertif
Alberti & Emmons (1986) mengungkapkan bahwa perilaku asertif terdiri
a. To promote equality in human relationship (untuk memajukan persamaan
dalam hubungannya dengan manusia).
Untuk menempatkan kedua belah pihak dalam posisi yang sama, untuk
memperbaiki keseimbangan kekuasaan dengan memberikan kekuatan
pribadi pada “pihak yang lemah”, sehingga setiap orang dapat memperoleh
dan tidak ada yang kalah.
b. To act in your own best interests(melakukan apa yang menjadi minat)
Untuk bertindak sesuai dengan minat yang paling Anda sukai,
berhubungan dengan kemampuan untuk membuat keputusan sendiri
tentang karir, hubungan, gaya hidup dan penjadwalan waktu, berinisiatif
memulai pembicaraan dan mengatur kegiatan, percaya pada keputusan
sendiri, menetapkan tujuan dan bekerja untuk mencapainya, untuk
meminta pertolongan dari orang lain, dan untuk ikut serta dalam kegiatan
masyarakat.
c. To stand up for yourself (berdiri diatas diri sendiri)
Termasuk sikap seperti berkata tidak, menetapkan batasan waktu dan
energi, menanggapi kritikan atau marah, mengekspresikan atau
mendukung atau mempertahankan sebuah pendapat.
d. To express feeling honestly and comfortably (untuk mengekspresikan
perasaan secara jujur dan nyaman)
Berarti kemampuan untuk tidak setuju, menunjukkan kemarahan,
menunjukkan kasih sayang atau persahabatan, mengakui ketakutan atau
spontan – semuanya tanpa kegelisahan yang menyiksa.
e. To exercise personal rights (mengekspresikan hak-hak pribadi)
Menggunakan hak-hak pribadi yang berhubungan dengan wewenang
sebagai warga negara, konsumen dan anggota dalam sebuah organisasi
atau sekolah atau kerja kelompok, sebagai peserta dalam sebuah event
rakyat untuk mengemukakan pendapat, untuk melakukan perubahan,
untuk memberi tanggapan terhadap pelanggaran hak-hak seseorang atau
orang lain.
f. To not deny the rights of others(tidak melanggar hak-hak orang lain)
Untuk menyempurnakan pernyataan-pernyataan perorangan tanpa
mengkritik orang lain dengan tidak adil, tanpa sikap yang menyakiti orang
lain, tanpa memanggil nama, tanpa intimidasi (gertakan), tanpa
manipulasi, tanpa mengatur orang lain.
Ahli yang lain berpendapat bahwa ciri-ciri perilaku asertif adalah :
(a) bergaul dengan jujur dan langsung, (b) mampu menyatakan perasaan, (c)
terbuka dan apa adanya, (d) mampu bertindak demi kepentingan sendiri dan
mengambil inisiatif demi memenuhi kebutuhannya, (e) mampu meminta
informasi dan bantuan dari orang lain bilamana mereka membutuhkannya, (f) bila
berkonflik dengan orang lain mereka bersedia mencari penyelesaian yang
memuaskan kedua belah pihak (Adams, 1995)
Dari teori Alberti & Emmons (1986) dan Adams (1995) tersebut, peneliti
menarik sebuah garis besar pemikiran yang mengacu pada aspek-aspek perilaku
perilaku asertif, sehingga dapat digunakan untuk mengukur perilaku asertif dalam
penelitian ini. Namun tidak menutup kemungkinan adanya tambahan pemaknaan
dari pakar-pakar lainnya.
Aspek-aspek dari perilaku asertif antara lain :
a. Kemampuan berkata ”tidak”
Merupakan keberanian dalam diri untuk mengatakan “tidak” jika
tidak sesuai dengan pikiran dan perasaan, tanpa menyinggung
perasaan orang lain. Mampu menolak permintaan orang lain tanpa
disertai rasa cemas atau takut.
b. Kemampuan untuk meminta pertolongan atau bantuan pada orang
lain jika sedang membutuhkannya
Merupakan sikap terbuka, apa adanya atau sikap jujur terhadap
orang lain tanpa basa-basi untuk meminta pertolongan ketika sedang
terjadi konflik dengan orang lain sehingga mereka bersedia untuk
mencari penyelesaian yang dapat memuaskan kedua belah pihak
c. Kemampuan mengungkapkan perasaan
Merupakan kemampuan untuk mengungkapkan semua yang ada
dalam pikirannya maupun yang sedang dirasakannya, dengan
menunjukan ketidak setujuan atau kesetujuan secara terbuka dan
langsung tanpa menyakiti perasaan orang lain.
d. Kemampuan memulai pembicaraan dan mengakhirinya
Merupakan kemampuan komunikasi dari mengawali pembicaraan
e. Kemampuan mempertahankan hak-hak pribadi sebagai warganegara
Merupakan hak untuk menyampaikan pendapat dan menghargai
pendapat-pendapat orang lain. Hak sebagai warganegara meliputi
mengajukan pendapat, melakukan perubahan dan memberi
tanggapan terhadap pelanggaran hak seseorang.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Asertif
Perilaku asertif seseorang tidak muncul dengan sendirinya, ada empat
faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku asertif seseorang yaitu:
a. Pola Asuh Orang Tua.
Ada tiga macam pola asuh orang tua, yaitu :
1) Pola asuh otoriter
Orang tua tidak memberi kebebasan pada anak untuk mengekpresikan
pendapatnya akan membuat anak terbiasa memendam sesuatu sehingga
anak akan sulit bersikap asertif.
2) Pola asuh demokratis
Pola asuh yang demokratis memberikan kesempatan pada anak untuk
mengungkapkan pendapatnya, sehingga anak akan lebih terbiasa terbuka
dan tidak takut dalam berpendapat.
Dahulu orang tua menuntut agar anak laki-laki lebih bisa bersikap spontan,
mandiri, kompetitif, kuat, berorientasi pada personal sehingga pria lebih
mempunyai perasaan percaya diri yang lebih tinggi dari pada wanita dan
masyarakat pun lebih bisa menghargai sifat-sifat lemah, mudah emosional
tetapi pada saat ini, wanita juga telah memiliki jenjang pendidikan yang
lebih baik dan secara logis hal itu akan berpengaruh pada cara berfikir dan
kemampuannya dalam berkomunikasi.
3) Pola asuh permisif
Pada pola asuh permisif anak diberikan kebebasan sepenuhunya tanpa
arahan yang ketat, sehingga anak akan mampu terbuka akan tetapi kurang
terarah dalam bersifat terbuka
b. Usia
Usia menurut Burhmester (1990) merupakan salah satu faktor yang turut
menentukan munculnya perilaku asertif. Pada anak kecil perilaku asertif
ini belum terbentuk. Struktur kognitif yang ada belum memungkinkan
mereka untuk menyatakan apa yang diinginkan dengan bahasa verbal yang
baik dan jelas. Sebagian dari mereka bersifat pemalu dan pendiam, sedang
yang lain justru bersikap agresif dalam menyatakan keinginannya. Pada
masa remaja dan dewasa perilaku asertif ini menjadi lebih berkembang,
sedang pada usia tua tidak begitu jelas perkembangan atau penurunannya.
b. Jenis Kelamin
Perbedaan antara pria dan wanita dalam perilaku asertif bukan sesuatu
yang konstan (Banawiratma, 1997). Adanya pengaruh globalisasi yang
membawa pengaruh pada norma-norma setempat dan adanya kesadaran
mengenai persamaan gender membuat wanita sekarang cenderung
c. Strategi Coping
Strategi coping adalah suatu bentuk penyesuaian diri yang melibatkan
unsur-unsur kognisi dan afeksi dari seseorang guna mengatasi suatu
permasalahan yang datang pada dirinya. Menurut Massong (Santosa,
1999) strategi coping di gunakan oleh remaja, dapat mempengaruhi
tingginya tingkat keasertivan mereka. Dengan kata lain remaja yang
menggunakan mekanisme coping yang efektif dan adaptif dalam
menyelesaikan suatu permasalahan akan lebih asertif di banding dengan
remaja yang menggunakan mekanisme coping seperti penyangkalan
(denial) dan proyeksi.
d. Sosial ekonomi dan pendidikan
Penelitian Schwart dan Gottman (1976) menemukan bahwa faktor sosial,
ekonomi dan intelegensi beperngaruh pada perilaku asertif. Individu yang
mempunyai status sosial ekonomi dan intelegensi tinggi maka pada
umumnya akan tinggi pula perilaku aserifnya. Pendidikan menentukan
apakah seseorang dapat melakukan tugas-tugas pada masa hidupnya.
B. Remaja Akhir
1. Pengertian masa remaja
Menurut Stanley Hall (Dariyo, 2004) masa remaja dianggap sebagai
masa topan badai dan stres (storm and stress), karena mereka telah memiliki
keinginan bebas untuk menentukan nasib diri sendiri. Kalau terarah dengan
jawab, tetapi kalau tidak terbimbing, maka bisa menjadi seorang yang tidak
memiliki masa depan baik.
Masa remaja adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak-kanak
menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik,
psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Pendapat yang sama juga
dikemukakan Neidhart (dalam Gunarsa, 1986) yang mengatakan bahwa masa
remaja merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak ke
masa dewasa, dimana ia harus dapat berdiri sendiri.
Menurut Organisasi Kesehatan Sedunia atau WHO (World Health
Organization) remaja didefinisikan secara konseptual dengan menggunakan
tiga kriteria, yaitu biologik, psikologik, dan sosial ekonomi (Sarwono, 2000).
Definisi tersebut berbunyi sebagai berikut:
a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif lebih mandiri.
Masa remaja merupakan masa peralihan. Dalam setiap periode
peralihan status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang
harus dilakukan (Hurlock, 1994). Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang
anak dan juga bukan orang dewasa. Remaja telah memiliki keinginan bebas
namun belum mempunyai kemampuan yang mendukung karena sepanjang
masa kanak-kanak, masalah sebagian diselesaikan oleh orang tua dan
guru-guru. Karena ketidakmampuan mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya
menurut cara yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya menemukan bahwa
penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka.
Ditinjau dari segi perkembangan biologis, yang dimaksud masa remaja
adalah mereka yang berusia 12 sampai dengan 21 tahun (Zulkifli, 1992). Usia
12 tahun merupakan awal pubertas bagi seorang gadis, yang disebut remaja
kalau mendapat menstruasi (datang bulan) yang pertama. Sedangkan 13 tahun
merupakan awal pubertas bagi seorang pemuda ketika ia mengalami mimpi
basah yang pertama, yang tanpa disadarinya mengeluarkan sperma.
Penggolongan masa remaja menurut Thornburg (Dariyo, 2004) terbagi
dalam tiga tahap, yaitu:
a. Remaja awal, berusia antara 13-14 tahun
b. Remaja tengah, berusia antara 15-17 tahun
c. Remaja akhir, berusia antara 18-21 tahun.
Masa remaja awal umumnya individu telah memasuki pendidikan di
bangku sekolah menengah tingkat pertama (SLTP), sedangkan masa remaja
tengah, individu sudah duduk di sekolah menengah atas (SMU). Kemudian,
mereka yang tergolong remaja akhir, umumnya sudah memasuki dunia
perguruan tinggi atau lulus SMU dan mungkin sudah bekerja.
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan subyek penelitian
fisik telah mengalami penyempurnaan kematangan yang penuh, namun
perkembangan sosial dan perkembangan psikis (termasuk emosi di dalamnya)
terus menerus terjadi hingga dewasa awal (Sri Rumini & Siti Sundari, 2004).
Selain itu dalam masa remaja akhir merupakan masa periode kritis atau
critical period dalam berbagai hal yaitu; sosial, pribadi, dan moral.
Perkembangan yang telah dimiliki sejak masa remaja awal akan dimantapkan
menjadi dasar memandang diri dan lingkungannya untuk masa selanjutnya.
2. Tugas perkembangan pada masa remaja
Tugas-tugas perkembangan (development tasks), yakni
tugas-tugas/kewajiban yang harus dilalui oleh setiap individu sesuai dengan tahap
perkembangan individu itu sendiri. Dari sejak di kandungan, bayi, anak-anak,
remaja, dewasa, sampai dewasa akhir, setiap individu harus melakukan tugas
itu (Dariyo, 2004).
Tugas-tugas perkembangan juga merupakan petunjuk-petunjuk yang
memungkinkan seseorang mengerti dan memahami apa yang diharapkan atau
di tuntut oleh masyarakat dan lingkungan lain terhadap seseorang dalam
usia-usia tertentu (Mappiare, 1982). Selain itu juga merupakan petunjuk bagi
seseorang tentang apa dan bagaimana yang diharapkan daripadanya pada masa
yang akan dating, jika dia kelak telah mencapainya.
Tugas-tugas perkembangan dalam masa remaja menurut Robert
Havighurst (Sarlito, 2000) adalah sebagai berikut :
b. Menerima hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis
kelamin yang mana pun.
c. Menerima peran jenis kelamin masing-masing (laki-laki atau perempuan).
d. Berusaha melepaskan diri dari ketergantungan emosi terhadap orang tua
dan orang dewasa lainnya.
e. Mempersiapkan karir ekonomi.
f. Mempersiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga.
g. Merencanakan tingkah laku sosial yang bertanggung jawab.
h. Mencapai sistem nilai dan etika tertentu sebagai pedoman tingkah lakunya.
Semua tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada pusaka
penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan
mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa (Hurlock, 1994).
C. Perilaku Asertif Pada Remaja Akhir
Salah satu persoalan yang dialami remaja adalah banyak para remaja
masih merasa takut, malu untuk mengemukakan pendapatnya secara terbuka.
Para remaja lebih cenderung untuk mengambil sikap diam dan duduk manis
daripada mau berdialog, berdebat dengan guru ataupun teman-temannya.
Bagi para remaja sikap dan perilaku asertif sangatlah penting karena
beberapa alasan sebagai berikut: pertama, sikap dan perilaku asertif akan
memudahkan remaja tersebut bersosialisasi dan menjalin hubungan dengan
lingkungan seusianya maupun di luarnya lingkungannya secara efektif. Kedua,
diinginkannya secara langsung, terus terang maka para mahasiswa bisa
menghindari munculnya ketegangan dan perasaan tidak nyaman akibat
menahan dan menyimpan sesuatu yang ingin diutarakannya. Ketiga, dengan
memiliki sikap asertif, maka para mahasiswa dapat dengan mudah mencari
solusi dan penyelesaian dari berbagai kesulitan atu permasalahn yang
dihadapinya secara efektif, sehingga permasalahan itu tidak akan menjadi
beban pikiran yang berlarut-larut. Keempat, asertivitas akan membantu para
siswa untuk meningkatkan kemampuan kognitifnya, memperluas wawasannya
tentang lingkungan, dan tidak mudah berhenti pada sesuatu yang tidak
diketahuinya (memiliki rasa keingintahuan yang tinggi). Kelima, asertif
terhadap orang lain yang bersikap atau berperilaku kurang tepat bisa
membantu remaja yang bersangkutan untuk lebih memahami kekurangannya
sendiri dan bersedia memperbaiki kekurangan tersebut.
Perlunya perilaku asertif ini ditanamkan sejak dini bagi para remaja
karena asertivitas bukan merupakan sesuatu yang lahiriah tetapi lebih
merupakan pola sikap dan perilaku yang dipelajari sebagai reaksi terhadap
berbagai situasi sosial yang ada di lingkungan. Perlaku asertif ini dalam
kenyataannya berkembang sejalan dengan usia seseorang, sehingga
penguasaan sikap dan perilaku pada periode-periode awal perkembangan akan
memberikan dampak yang positif bagi periode-periode selanjutnya.
Beberapa ciri yang bisa dilihat dari seorang individu yang asertif antara
lain (Alberti & Emmons): pertama, mengembangkan kesetaraan dalam
sama, dengan menyeimbangkan kekuatan sehingga tidak ada pihak yang
menang atau kalah. Kedua, berbuat menurut kepentingan yang dianggap baik.
Ketiga, mempertahankan hak pribadi. Keempat, mengekspresikan perasaan
secara terbuka dan dengan perasaan senang. Kelima, menggunakan hak-hak
pribadi sebagai warganegara, konsumen, anggota organisasi, sekolah,
kelompok kerja, partisipan dalam even public untuk menyampaikan pendapat,
perubahan kerja tanpa memungkiri bahwa orang lain juga mempunyai hak-hak
yang sama. Keenam, tidak menyangkal kebenaran dari orang lain.
Jadi, perilaku asertif adalah kemampuan untuk mengungkapkan pendapat,
perasaan, hak-hak serta kebutuhan tanpa menyinggung atau menyakiti
perasaan orang lain, antara lain dengan memberikan dan menerima afeksi,
memberi pujian, mampu memberi dan menerima kritik, memberi atau
menolak permintaan, kemampuan mendiskusikan masalah, beragumentasi,
serta berorganisasi.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui “Bagaimana
22 A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif. Menurut
Sugiyono (2006) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk
mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap suatu objek yang diteliti
melalui data sampel atau populasi sebagai mana adanya, tanpa melakukan
analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku secara umum. Penelitian ini
akan mengungkap perilaku asertif pada remaja akhir untuk mengetahui berapa
besar tingkat perilaku asertif berdasarkan skor setiap aitem pada skala perilaku
asertif yang disusun sendiri oleh peneliti.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel
tunggal yaitu variabel perilaku asertif.
C. Definisi Operasional
Perilaku asertif adalah kemampuan untuk mengungkapkan
pendapat-pendapat, perasaan-perasaan, hak-hak serta kebutuhan-kebutuhan tanpa
menyinggung atau menyakiti perasaan orang lain, antara lain dengan
memberikan dan menerima afeksi, memberi pujian, mampu memberi dan
mendiskusikan masalah, beragumentasi, serta berorganisasi.
Kecenderungan perilaku asertif dalam penelitian akan diungkap dengan
skala perilaku asertif yang disusun berdasarkan aspek-aspek perilaku asertif
yang meliputi:
a. Kemampuan berkata ”tidak”
Merupakan keberanian dalam diri untuk mengatakan “tidak” jika
tidak sesuai dengan pikiran dan perasaan, tanpa menyinggung
perasaan orang lain. Mampu menolak permintaan orang lain tanpa
disertai rasa cemas atau takut.
b. Kemampuan untuk meminta pertolongan atau bantuan pada orang
lain jika sedang membutuhkannya.
Merupakan sikap terbuka, apa adanya atau sikap jujur terhadap
orang lain tanpa basa-basi untuk meminta pertolongan ketika sedang
terjadi konflik dengan orang lain sehingga mereka bersedia untuk
mencari penyelesaian yang dapat memuaskan kedua belah pihak
c. Kemampuan mengungkapkan perasaan
Merupakan kemampuan untuk mengungkapkan semua yang ada
dalam pikirannya maupun yang sedang dirasakannya, dengan
menunjukan ketidak setujuan atau kesetujuan secara terbuka dan
langsung tanpa menyakiti perasaan orang lain.
d. Kemampuan memulai pembicaraan dan mengakhirinya
Merupakan kemampuan komunikasi dari mengawali pembicaraan
e. Kemampuan mempertahankan hak-hak pribadi sebagai
warganegara.
Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek pada skala perilaku asertif,
menunjukkan semakin tinggi perilaku asertif subjek penelitian. Begitu pula
sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh pada skala perilaku asertif,
menunjukkan semakin rendah perilaku asertif subjek penelitian.
D. Subjek Penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja akhir
dengan batasan usia antara 18-21 tahun di Yogyakarta. Pemilihan lokasi
penelitian dilakukan di beberapa tempat rumah kontrakan dan kost di
Yogyakarta, yaitu di daerah Sleman, Bantul dan DIY. Hal ini dilakukan agar
subjek penelitian yang diperoleh lebih bervariasi.
E. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan adalah metode angket atau skala. Skala
merupakan daftar pertanyaan yang diberikan atau dikirim kepada orang yang
dimintai keterangan tentang dirinya, bagaimana keadaanya, pendapatnya, dan
keyakinan. Penelitian ini menggunakan skala tunggal yaitu skala perilaku
asertif.
Skala ini bertujuan untuk mengetahui tingkat asertivitas remaja.
Skala perilaku asertif merupakan skala yang disusun sendiri oleh peneliti
a. Kemampuan berkata ”tidak”
b. Kemampuan untuk meminta pertolongan
c. Kemampuan untuk mengungkapkan perasaan
d. Kemampuan memulai dan mengakhiri pembicaraan
e. Kemampuan mempertahankan hak-hak pribadi
Skala perilaku asertif menggunakan skala yang disusun oleh peneliti
yang terdiri dari 62 item.
Tabel 1
Spesifikasi Skala Perilaku Asertif
Aspek Favorabel Unfavorabel Jumlah
Kemampuan berkata
Skala Perilaku Asertif, menggunakan model penskalaan Likert atau
metode rating yang dijumlahkan (Gable dalam Azwar, 1999). Untuk setiap
skala diberikan kategori empat jawaban. Masing-masing item akan diberi
penilaian 4, 3, 2, 1 untuk SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai),
STS (Sangat Tidak Sesuai) untuk jawaban subjek pada item yang bersifat
favorabel. Sebaliknya, untuk pernyataan yang bersifat unfavorabel akan
digunakan penilaian 4, 3, 2, 1 untuk STS (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), S
F. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
1. Validitas Alat Ukur
Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat
ukur dapat melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2000). Dalam penelitian ini
validitas yang digunakan adalah validitas isi (content validity). Validitas
isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes
dengan analisis rasional profesional judgment(Azwar, 2000).
Validitas ini untuk mengetahui sejauh mana item-item tes mewakili
komponen-komponen dalam keseluruhan kawasan isi objek yang hendak
diukur (aspek representatif) dan sejauh mana item-item tes mencerminkan
ciri perilaku yang hendak diukur (aspek relevansi). Tipe validitas ini ada
dua yaitu validitas muka dan validitas logik. Validitas muka adalah
validitas yang didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan tes.
Validitas muka terpenuhi jika penampilan tes meyakinkan dan memberi
kesan mampu mengungkapkan aspek yang hendak diukur. Validitas logik
menunjuk pada sejauh mana isi tes mewakiri ciri-ciri atribut yang hendak
diukur sebagaimana telah ditetapkan dalam kawasan ukurnya (Azwar,
2000).
2. Reliabilitas
Suatu alat ukur disebut mempunyai reliabilitas tinggi atau dapat
dipercaya, jika alat ukur itu mantap, stabil, dapat diandalkan
(dependentability) dan dapat diprediksi (predictability). Artinya, jika alat
ukur tersebut digunakan berkali-kali akan memberikan hasil yang serupa
formula Alpha (Cronbach’s) dengan bantuan perangkat lunak komputer
SPSS 13.0 for Windows.
G. Uji Coba Penelitian
1. Pelaksanaan Uji Coba
Uji coba pada penelitian ini dilakukan pada tanggal 1 Juni sampai 5
Juni 2009. Penelitian ini dilakukan dengan cara menyebarkan skala
perilaku aserif pada remaja yang berusia 18-21 tahun di beberapa tempat
di Yogyakarta, antara lain di daerah Blok O, Jl. Kaliurang, Jembatan
Merah, Sorowajan, Jl. Gejayan, Condong Catur dan Seturan.
2. Hasil Uji Coba
Uji coba alat ukur bertujuan untuk melihat kesahihan item butir alat
ukur dan reliabilitas alat ukur yang kemudian akan digunakan sebagai alat
ukur dalam penelitian. Uji kesahihan item dilakukan dengan menggunakan
koefisien korelasi item-total (rxy) dengan harga r tabel sebesar 0,3 pada
taraf kesalahan 5% dengan taraf kepercayaan 95% pada sejumlah 50
responden.
Uji kesahihan item pada skala perilaku asertif menggunakan
program SPSS versi 13.00. Hasil uji kesahihan item skala perilaku asertif
diperoleh koefisien korelasi yang bernilai antara -0,190 sampai dengan
0,623. Terdapat 8 aitem butir yang gugur dari 62 butir aitem yang
diujicobakan yaitu item nomor 14, 18, 27, 31 45, 51, 59, dan 60. Jumlah
semua aspek mempunyai jumlah item yang sama maka sebanyak 4 item
dikeluarkan dari analisis.
Tabel 2
Distribusi Item Skala Perilaku Asertif Pada Saat Uji Coba
Aspek Favorabel Unfavorabel Jumlah
Kemampuan berkata
Hasil uji reliabilitas skala perilaku asertif diperoleh nilai koefisien
reliabilitas (α) sebesar 0,943 yang diujikan pada 50 responden dengan 50
jumlah item butir kuesioner.
Tabel 3
Distribusi Item Skala Perilaku Asertif Setelah Uji Coba
Aspek Favorabel Unfavorabel Jumlah
H. Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
analisis deskriptif kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan
30 A. Pelaksanan Penelitian
Pengambilan data penelitian dilakukan dengan membagikan skala
penelitian, yakni skala Perilaku Asertif kepada responden yang berusia 18-21
tahun yang sedang menempuh pendidikan SI ataupun D III (mahasiswa) dari
berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta, antara lain dari Amikom, Akprind, UII,
Universitas Sanata Dharma, Universitas Atma Jaya, UGM, UMY, STIPER, ISI
dan Universitas Mercu Buana. Proses pengambilan data penelitian dilakukan pada
beberapa tempat di Yogyakarta supaya subjek penelitian yang diperoleh lebih
bervariasi.
Skala Perlaku Asertif dibagikan kepada responden pada tanggal 15 - 21
Juni 2009. Waktu yang dibutuhkan dalam pengambilan data penelitian sebenarnya
bisa lebih cepat, namun ada beberapa responden yang menunda waktu
pengembalian skala penelitian. Peneliti juga dibantu beberapa teman dan kerabat
dalam pengambilan data. Sebelum melakukan tugasnya, mereka diberikan
pengarahan terlebih dahulu di tempat yang terpisah, mengenai skala penelitian,
subjek penelitian, dan cara memberikan skala penelitian. Pengambilan data
penelitian secara keseluruhan dilakukan di Kost Puteri Seruni Jl. Wahid Hasyim,
Kost Puteri Anggrek di Perum Candi Indah, Kost Puteri Puri Christy, beberapa
rumah kontrakan di Jl.Gejayan, Jl.Tamansiswa, Jl. Kaliurang Km.4.5, Condong
dan Jembatan Merah. Sebelum dilakukan pemilihan tempat penelitian, peneliti
melakukan survey terlebih dahulu. Tempat-tempat penelitian tersebut dipilih
untuk memperoleh subjek penelitian yang bervariasi. Pertimbangan-pertimbangan
tersebut dilakukan sebagai syarat agar data penelitian dapat dianalisis.
Skala yang dibagikan kepada responden berjumlah 60 buah, namun hanya
57 skala yang kembali dan 5 skala tidak dapat dianalisis karena tidak memenuhi
kriteria penelitian, sehingga jumlah skala yang dapat dianalisis adalah 52 buah
dan subjek penelitian yang di butuhkan adalah 50.
B. Deskripsi Subjek Penelitian
1. Jenis Kelamin
Deskripsi subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 4
Deskripsi Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 17 34%
Perempuan 33 66%
Jumlah 50 100%
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa responden terbanyak
adalah mahasiswa perempuan yaitu sebanyak 66%, sedangkan sisanya
adalah responden mahasiswa laki-laki sebanyak 34%.
2. Usia
Deskripsi subyek penelitian berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel
Tabel 5. Deskripsi Usia
merupakan responden terbanyak yaitu sebanyak 42%. Responden yang
berusia 18 tahun sebanyak 28%, responden yang berusia 20 tahun
sebanyak 22%, dan responden yang berusia 21 tahun merupakan
responden paling sedikit yaitu sebanyak 8%.
C. Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data variabel perilaku asertif disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 6
Tabel Deskripsi Data Penelitian
Skala Teoritis Empiris
Mean SD Min Max Mean SD Min Max
Perilaku
Asertif 125 25 50 200 134,54 12,74 112 166
Mean teoritis adalah rata-rata skor ideal hasil penelitian, sedangkan
mean empiris merupakan hasil rata-rata skor data penelitian. Selanjutnya
dilakukan perbandingan antara mean empiris dengan mean teoritis pada skala
perilaku asertif untuk mengetahui tingkat perilaku asertif dari subjek
penelitian. Hasil analisis dari skala perilaku asertif diperoleh nilai mean
menunjukkan bahwa rata-rata perilaku asertif responden penelitian termasuk
dalam kategori tinggi karena mean empirik lebih besar dari mean teoritik.
D. Analisis Data dan Hasil Penelitian
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif.
Sebelum melakukan analisis data untuk terlebih dahulu dilakukan uji
normalitas. Pelaksanaan uji normalitas dilakukan dengan SPSS for Windows
Version 13.00.
Uji Normalitas
Uji normalitas yang dimaksud untuk mengetahui data variabel penelitian
berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas menggunakan teknik
analisis Kolmogorov-Smirnov dan untuk perhitungannya menggunakan
program SPSS 13 for windows.
Tabel 7
Ringkasan Uji Normalitas
Variabel KSZ P Keterangan
Perilaku Asertif 0,890 0,407 Normal
Sebaran data pada variabel perilaku asertif mempunyai nilai
probabilitas (P) sebesar 0,407 atau nilainya lebih dari 0,05 (P>0,05), maka
E. Kategorisasi Skor Skala
Data hasil penelitian dapat dikategorisasikan dalam lima kelompok
kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.
Pengkategorian tersebut didasarkan pada nilai rerata dan simpangan baku pada
masing-masing variabel penelitian. Kategorisasi tersebut disajikan berikut ini:
Skala perilaku asertif terdiri dari 50 item yang masing-masing
mempunyai skor 1, 2, 3 dan 4.
Kategorisasi Skor pada Skala Perilaku Asertif
Kategori Interval Skor Frekuensi Persen
Hasil kategorisasi skala perilaku asertif menunjukkan sebanyak 4%
dalam kategori tinggi, sebanyak 48% dalam kategori sedang, dan sebanyak
6% dalam kategori rendah dan tidak ada yang dalam kategori rendah.
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai
perilaku asertif yang sedang cenderung tinggi.
F. Pembahasan
Tujuan utama dari penelitian ini adalah mencoba menjawab masalah
penelitian yaitu mengetahui kecenderungan perilaku asertif pada remaja akhir
di Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden
mempunyai perilaku asertif yang tinggi yaitu sebesar 42% dan sedang yaitu
sebesar 48%. Maka hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa
kecenderungan perilaku asertif oleh remaja akhir di Yogyakarta termasuk
dalam kategori sedang menuju tinggi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya perilaku asertif
pada remaja akhir adalah yang pertama dari faktor usia. Menurut Burhmester
usia merupakan salah satu faktor yang turut menentukan munculnya perilaku
asertif, dimana pada masa remaja perilaku asertif menjadi lebih berkembang.
Remaja lebih bisa berperilaku asertif daripada anak kecil karena pada masa
remaja struktur kognitif sudah terbentuk. Dengan bertambahnya usia remaja,
maka pengalaman yang didapat oleh remaja tersebut akan semakin banyak.
Remaja akan belajar dengan teman sebaya maupun dengan orang yang lebih tua
untuk bagaimana berperilaku asertif yang baik (Buhrmester, 1990). Dalam
terbesar pada umur 19 tahun. Pada masa ini subjek memasuki fase
perkembangan remaja dimana kemampuan berpikir kognitif sudah terbentuk,
sehingga mempengaruhi subjek untuk berperilaku asertif.
Faktor lainnya yaitu strategi coping. Strategi coping adalah suatu
bentuk penyesuaian diri yang melibatkan unsur-unsur kognisi dan afeksi dari
seseorang guna mengatasi suatu permasalahan yang datang pada dirinya.
Menurut Massong (1982) strategi coping yang di gunakan oleh remaja, dapat
mempengaruhi tingginya tingkat keasertivan mereka. Dengan kata lain remaja
yang menggunakan mekanisme coping yang efektif dan adaptif dalam
menyelesaikan suatu permasalahan akan lebih asertif di banding dengan remaja
yang menggunakan mekanisme coping seperti penyangkalan (denial) dan
proyeksi.
Selain itu faktor sosial, ekonomi dan pendidikan juga memepengaruhi
perilaku asertif. Penelitian Schwart dan Gottman (1976) menemukan bahwa
faktor sosial, ekonomi dan intelegensi bepengaruh pada perilaku asertif.
Individu yang mempunyai status sosial, ekonomi dan intelegensi tinggi maka
pada umumnya akan tinggi pula perilaku asertifnya. Pendidikan juga
menentukan apakah seseorang dapat melakukan tugas-tugas pada masa
hidupnya. Dalam penelitian ini, subjek penelitian adalah remaja akhir yang
sedang duduk di perguruan tinggi, sehingga latar belakang pendidikan subjek
juga bisa mempengaruhi perilaku asertif.
Dari faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku asertif tersebut dapat
asertif. Pada masa remaja akhir terjadi perkembangan kognisi sosial (Desmita).
Menurut Dacey & Kenny (Desmita, 2005) yang dimaksud dengan kognisi
sosial adalah kemampuan untuk berpikir secara kritis mengenai isu-isu dalam
hubungan interpersonal, yang berkembang sejalan dengan usia dan
pengalaman, serta berguna untuk memahami orang lain dan menentukan
bagaimana melakukan interaksi dengan mereka.
Menurut sejumlah ahli psikologi perkembangan,
keterampilan-keterampilan kognitif baru yang muncul pada masa remaja ini mempunyai
pengaruh besar terhadap perubahan kognisi sosial mereka, karena itu remaja
perlu bimbingan dan diarahkan oleh tokoh otoritas atau kaum profesional,
sehingga berkembang dengan baik kemajuan hidupnya di masa depan (Dariyo,
2004).
Kecenderungan perilaku asertif remaja akhir dalam penelitian ini
adalah tinggi, dapat dijelaskan bahwa subjek penelitian adalah remaja akhir
yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi (mahasiswa), dimana
mereka terpola untuk berpikir kritis, mengalami proses belajar dan berinteraksi
dengan lingkungan sosialnya. Dalam proses pendidikan tersebut kemampuan
kognisi remaja semakin terlatih, sehingga mereka mampu untuk kritis dan
berperilaku asertif.
Selain itu remaja pada dasarnya telah mempunyai pengetahuan
akademik yang cukup untuk mencari jawaban atas permasalahan. Pengetahuan
akademik ini membutuhkan penguasaan terhadap materi yang ada dan
dapat berperilaku asertif dituntut memiliki pengetahuan yang mendalam
mengenai materi perilaku asertif itu sendiri. Hal ini berarti diperlukan
kemampuan untuk menyerap pengetahuan yang memadai dan hal ini telah
dimiliki oleh sebagian besar mahasiswa.
Pengetahuan yang diperoleh di bidang akademik ini dapat berperan
dalam pembentukan perilaku asertif remaja yang diindikasikan dari
kemampuan untuk berkata ”tidak”, meminta pertolongan, mengungkapkan
perasaan, memulai dan mengakhiri pembicaraan, serta mempertahankan
39 A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini,
maka dapat disimpulkan bahwa kecenderungan perilaku asertif pada remaja
akhir termasuk dalam kategori tinggi.
B. Keterbatasan
1. Pengambilan data sampling kurang tepat yaitu masih terbatas pada
daerah-daerah tertentu sehingga belum bisa mewakili populasi penelitian.
2. Alat ukur kurang mengontrol variabel yang mempengaruhi perilaku
asertif.
C. Saran
1. Bagi remaja, remaja diharapkan mampu mempertahankan perilaku asertif
yang sudah ada dalam ruang lingkup kehidupan yang lebih luas.
2. Bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan
membuat skala ukur yang lebih baik, sehingga dapat menggeneralisasikan
40
Alberti, Robert. & Michael. E. 1987. Your Perfect Right. San Luis Obis California : Impact
Atkinson, R.L. 2002. Pengantar Psokolgi. Batam : Interaksara
Azwar. 2001. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor : Ghalia Indonesia
Cawood, D. 1997. Manajer Yang Asertif. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hadi, S. 1984. Metodologi Riset(jilid III). Yogyakarta : Andi Offset.
Hariwijaya, M. 2005.Tes Kecerdasan Emosional. Yogyakarta : Andi Offset
Hurlock, E.B. 1997. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Penerbit Erlangga.
---. 1999. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Penerbit Erlangga
Lyod, S.R. 1991. Mengembangkan Perilaku Asertif yang Positif. Jakarta : Binarupa Aksara
Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional
Santosa, Jaka. 1999. Peran Orang Tua Dalam Mengajarkan Asertivitas Pada Remaja.Surabaya : Anima, Indonesia Psychological Journal, vol. 15-01, No. 1
Sarlito, W. 2000. Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada
Schwart, R.M & J.M. Gottman. 1976. Toward a Task Analysis of Assertive Behavior. Journal of Consulting and Clinical Psychology. Vol. 44 No.6
Setiono, V & Pramadi, A. (2005).Pelatihan Asertivitas dan Peningkatan Perilaku Asertif Pada Siswi-siswi SMP. Surabaya : Anima, Jurnal Psikologi. Vol 26, No. 2
Townend A. 1993. Developing Assertiveness. London : Routledge
42