• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 6 – 20 JUNI 2011

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

YUDHO PRABOWO, S.Farm.

1006835596

ANGKATAN LXXIII

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI

DEPOK

DESEMBER 2011

(2)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 6 – 20 JUNI 2011

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

YUDHO PRABOWO, S.Farm. 0806364813

ANGKATAN LXXIII

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI

DEPOK

DESEMBER

2011

(3)

Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh : Nama : Yudho Prabowo, S.Farm.

NPM : 1006835596

Program Studi : Apoteker

Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 6 – 20 Juni 2011

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker, Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia

Ditetapkan di : Depok

(4)

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena rahmat-Nya Penulis dapat melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan menyelesaikan laporan ini.

Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan dari Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia untuk mencapai gelar apoteker. Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dra. Nasirah Bahaudin, Apt, MM, selaku Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang telah mengizinkan dan memberikan fasilitas kepada mahasiswa peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker.

2. Bapak Drs. Masrul, Apt, selaku Kasubdit Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT dan sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker maupun dalam penyusunan laporan ini.

3. Ibu Prof. Dr. Atiek Soemiati, MS., Apt. sebagai pembimbing dari Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI, yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan laporan.

4. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. sebagai Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI.

5. Bapak Dr. Harmita, Apt. Sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI.

6. Ibu Dra. Ema Viazza, Apt., yang telah memberikan pengarahan dan petunjuk dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker maupun dalam penyusunan laporan ini.

7. Seluruh karyawan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terutama dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, yang telah banyak memberikan pengarahan dan bantuan selama Penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker.

(5)

9. Keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil sehingga pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat berjalan lancar.

10. Seluruh teman-teman Apoteker Universitas Indonesia Angkatan 73 yang saling mendukung dan bekerjasama selama perkuliahan dan pelaksanaan PKPA.

11. Serta pihak lain yang telah membantu sehingga Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat selesai.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.

Jakarta, Desember 2011 Penulis

(6)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan PKPA ... 2

BAB 2. TINJAUAN UMUM ... 3

2.1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ... 3

2.1.1 Visi dan Misi ... 3

2.1.2 Dasar Hukum ... 3 2.1.3 Nilai-Nilai ... 4 2.1.4 Struktur Organisasi ... 5 2.1.5 Tugas ... 6 2.1.6 Fungsi ... 6 2.1.7 Rencana Strategis ... 6 2.1.8 Wewenang ... 7

2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ... 8

2.2.1 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi ... 8

2.2.2 Susunan Organisasi ` ... 9

2.2.2.1 Sekretariat Direktorat Jenderal ... 9

2.2.2.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ... 10

2.2.2.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian ... 11

2.2.2.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ... 12

2.2.2.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ... 13

BAB 3. TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN ... 14

3.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ... 14

3.2 Visi dan Misi ... 15

3.3 Tugas Pokok dan Fungsi ... 16

3.4 Tujuan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ... 16

(7)

3.6 Sasaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat

Kesehatan ... 17

3.7 Struktur Organisasi ... 18

3.7.1 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan ... 18

3.7.2 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) ... 20

3.7.3 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)... 21

3.7.4 Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi ... 22

3.8 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ... 24

3.9 Pembinaan, Pengendalian, dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT ... 34

3.10 Jadwal Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ... 36

BAB 4. PEMBAHASAN ... 37

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 41

(8)

Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan RI ... 44

Lampiran 2. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal ... 45

Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ... 46

Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ... 47

Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian ... 48

Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ... 49

Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ... 50

Lampiran 8. Formulir Permohonan Sertifikat Produksi Alat kesehatan / Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga ... 51

Lampiran 9. Formulir Permohonan Izin Penyalur Alat ... 52

Lampiran 10. Formulir Permohonan Izin Penyalur Alat (Lanjutan) ... 53

Lampiran 11. Formulir Permohonan Izin Edar Alat Kesehatan ... 54

Lampiran 12. Formulir Permohonan Izin Edar PKRT Dalam Negeri ... 55

(9)

1.1 Latar belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (Pemerintah Republik Indonesia, 2009).

Salah satu penyelenggaraan upaya kesehatan adalah pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan (Pemerintah Republik Indonesia, 2009). Di era globalisasi dan pasar bebas dengan semakin mudahnya transportasi antar negara, wilayah dan antar kota dan desa, menyebabkan hilangnya entry barier semua komoditi termasuk diantaranya adalah alat kesehatan sehingga baik jumlah maupun jenis alat kesehatan yang beredar semakin meningkat.

Penggunaan alat kesehatan (Alkes) dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar di masyarakat begitu beragam baik dalam kualitas maupun kuantitas, sehingga perlu dijamin keamanan, manfaat dan mutunya. Alat kesehatan dan PKRT memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Namun di sisi lain juga dapat menimbulkan masalah dalam penggunaannya, baik itu merugikan penggunanya atau orang di sekelilingnya. Masalah tersebut antara lain disebabkan karena alat kesehatan dan PKRT tersebut tidak memenuhi standar mutu dan keamanan atau terjadi salah penggunaan.

Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan atau

(10)

keamanan dan atau kemanfaatan (Pemerintah Republik Indonesia, 2009). Dengan memperhatikan hal tersebut, Departemen Kesehatan RI membentuk Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang merupakan satu dari empat direktorat yang terdapat pada Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat bertanggung jawab dalam melaksanakan pembinaan pengendalian dan pengawasan Alkes dan PKRT. Pembinaan dan pengendalian secara menyeluruh agar Alkes dan PKRT yang beredar dan digunakan oleh masyarakat dapat memenuhi persyaratan dan tidak merugikan kesehatan masyarakat. Pelaksanaan pembinaan dan pengendalian perlu dilakukan sejak proses produksi hingga saat penggunaan di masyarakat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007).

Dasar keilmuan yang dimiliki seorang apoteker ikut berperan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Untuk mendapatkan gambaran mengenai dunia kerja di lingkungan pemerintahan, yaitu di Departemen Kesehatan RI, maka diadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.

1.2 Tujuan

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan bertujuan agar para calon apoteker : a. Memahami struktur organisasi, peran, dan fungsi dari Direktorat Bina

Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.

b. Memperoleh wawasan dan pengetahuan mengenai tugas dan tanggung jawab Direktorat Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.

c. Memahami peran apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.

(11)

2.1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2.1.1 Visi dan Misi (Kementerian kesehatan RI,2010a)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi, yaitu “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. Visi tersebut dapat tercapai dengan dilaksanakannya misi.

Misi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yaitu :

a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.

b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan

c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik

2.1.2 Dasar Hukum

Dasar hukum Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1144/MENKES/PER/ 2010, yaitu:

a. Undang -undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No. 166, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916).

b. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No. 144, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5063).

c. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara).

d. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 84/P Tahun 2009.

e. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014.

(12)

f. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon 1 Kementerian Negara.

g. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010.

h. Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan.

i. Keputusan Menteri Kesehatan No. 375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025.

2.1.3 Nilai-Nilai

Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai yaitu (Kementerian Kesehatan, 2010) :

a. Pro rakyat

Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi.

b. Inklusif

Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak, karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Oleh karena itu, seluruh komponen masyarakat harus ikut berpartisipasi secara aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat, pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat bawah.

c. Responsif

Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam

(13)

mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula.

d. Efektif

Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan, dan bersifat efisien.

e. Bersih

Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.

2.1.4 Struktur Organisasi

Struktur organisasi Kementerian Kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 yang dikeluarkan tanggal 19 Agustus 2010. Peraturan Menteri Kesehatan tersebut menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas :

a. Sekretariat Jenderal.

b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.

c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.

e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. f. Inspektorat Jenderal.

g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi.

j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan.

l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi. m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal, Pusat Data dan Informasi.

n. Pusat Kerja Sama Luar Negeri.

Struktur organisasi Kementerian Kesehatan RI dapat dilihat pada Lampiran 1.

(14)

a. Eselon 1 : Direktur jenderal b. Eselon 2 : Direktur

c. Eselon 3 : Kepala subdirektorat d. Eselon 4 : Kepala seksi

Pejabat Eselon di sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas : a. Eselon 1 : Direktur jenderal

b. Eselon 2 : Sekretaris direktorat jenderal c. Eselon 3 : Kepala bagian

d. Eselon 4 : Kepala sub bagian 2.1.5 Tugas

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 1, Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden RI dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

2.1.6 Fungsi

Menurut pasal 3, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu (Kementerian kesehatan RI,2010b) :

a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan.

b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan RI.

c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan RI. d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan

Kementerian Kesehatan di daerah.

e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. 2.1.7 Rencana Strategis

Untuk mewujudkan visi Kementerian Kesehatan periode tahun 2010-2014 dan sesuai dengan misi yang telah ditetapkan, maka pembangunan kesehatan

(15)

dilaksanakan dengan strategi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010c):

a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta, dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global.

b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu, dan berkeadilan, serta berbasis bukti dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif.

c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional.

d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu.

e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan.

f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdayaguna, dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggungjawab.

2.1.8 Wewenang (Kementerian kesehatan RI, 2010b)

Dalam menyelenggarakan fungsi, Kementerian Kesehatan RI mempunyai kewenangan :

a. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung pembangunan secara makro;

b. Penetapan pedoman untuk menetukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/Kota di bidang Kesehatan;

c. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan;

d. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan;

e. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan;

(16)

f. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama Negara di bidang kesehatan;

g. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan;

h. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang kesehatan;

i. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan; j. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan; k. Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan;

l. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak;

m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat; n. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga

kesehatan;

o. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan;

p. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan;

q. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi;

r. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan;

s. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penenggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa;

t. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat esensial (buffer stocknasional); dan

u. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu dan pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan 2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2.2.1 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi

Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal dipimpin oleh Direktur Jenderal. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai

(17)

tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan.

Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan kebijakan dibidang bina penggunaan obat rasional, farmasi komunitas dan klinik, obat publik dan perbekalan kesehatan, serta bina produksi dan distribusi alat kesehatan.

b. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang bina obat rasional, farmasi komunitas dan klinik, obat publik dan perbekalan kesehatan, serta bina produksi dan distribusi alat kesehatan.

c. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi. d. Pelaksanaan administrasi direktorat jenderal. 2.2.2 Susunan Organisasi

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari: a. Sekretariat Direktorat Jenderal;

b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian;

d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan; dan e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. 2.2.2.1 Sekretariat Direktorat Jenderal

Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi:

a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, anggaran, serta penyediaan data dan informasi;

b. Pelaksanaan urusan tata persuratan dan kearsipan, gaji, rumah tangga, perlengkapan dan kepegawaian;

(18)

d. Penyiapan bahan urusan hukum, penataan organisasi dan hubungan masyarakat; dan

e. Evaluasi dan penyusunan laporan.

Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas : a. Bagian Program dan Informasi;

b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat; c. Bagian Keuangan;

d. Bagian Kepegawaian dan Umum; dan e. Kelompok Jabatan Fungsional.

2.2.2.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan, pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu:

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat,

penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis

dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan

(19)

perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas : a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat;

b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;

d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; dan

e. Subbagian Tata Usaha; dan Kelompok Jabatan Fungsional. 2.2.2.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi :

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional;

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional;

c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur,dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas,

farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional;

e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; dan

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas : a. Subdirektorat Standardisasi;

(20)

c. Subdirektorat Farmasi Klinik;

d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional; e. Subbagian Tata Usaha; dan

f. Kelompok Jabatan Fungsional.

2.2.2.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi :

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; dan

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas : a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan;

b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;

(21)

c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;

d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi; e. Subbagian Tata Usaha; dan

f. Kelompok Jabatan Fungsional.

2.2.2.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi, yaitu:

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;

b. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;

c. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;

d. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;

e. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas : a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional; b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan;

c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus;

d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat; e. Subbagian Tata Usaha; dan

(22)

DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN

3.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan merupakan salah satu direktorat pada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dipimpin oleh seorang Direktur, yang bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi; Subbagian Tata Usaha; dan Kelompok Jabatan Fungsional (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b).

Pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan adalah satu rangkaian upaya menyeluruh agar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar dan digunakan oleh masyarakat memenuhi persyaratan sehingga tidak merugikan atau membahayakan serta terjangkau oleh masyarakat. Oleh karena itu, pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan harus dilakukan sejak proses produksi hingga produk tersebut digunakan oleh masyarakat.

Dalam pelaksanaan pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, instansi terkait serta bermitra dengan asosiasi perusahaan alat kesehatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.

(23)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/ PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Pengamanan yang dimaksud dalam peraturan ini adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan yang tidak tepat, dan atau yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.

3.2 Visi dan Misi

3.2.1 Visi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b)

Tersedianya alat kesehatan aman, bermutu dan bermanfaat sesuai dengan kebutuhan serta terjangkau oleh masyarakat.

3.2.2 Misi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b)

Guna tercapainya visi yang telah ditetapkan tersebut Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai misi, antara lain:

a. Menjamin kualitas, keamanan, kemanfatan alat kesehatan, serta ketersediaan alat kesehatan dengan harga terjangkau.

b. Melindungi masyarakat terhadap penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau mutu persyaratan.

c. Mencegah penyalahgunaan dan salah penggunaan alat kesehatan.

d. Mengembangkan penyelenggaraan usaha-usaha alat kesehatan secara efektif dan efisien.

e. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia.

f. Menyusun peraturan, perundang-undangan, dan kebijakan di bidang produksi dan distrubusi alat kesehatan.

g. Memanfaatkan perkembangan IPTEK untuk meningkatkan mutu, keamanan, dan kemanfaatan alat kesehatan.

h. Meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang alat kesehatan.

(24)

3.3 Tugas Pokok dan Fungsi

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/XIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas pokok menyiapkan perumusan dan melaksanakan kebijakan, menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta memberi bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b).

Dalam melaksanakan tugas pokok, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai fungsi, yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b):

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; dan

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.

3.4 Tujuan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Tujuan dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, yaitu: a. Meningkatkan mutu dan keamanan alat kesehatan dan PKRT;

b. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT dalam jenis yang lengkap, jumlah cukup, harga yang terjangkau, bermutu, digunakan secara tepat dan dapat diperoleh saat diperlukan; dan

(25)

c. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT melalui optimalisasi industri nasional dengan memperlihatkan keanekaragaman produk dan keunggulan daya asing.

3.5 Strategi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Untuk mencapai tujuannya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai strategi, yaitu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005) :

a. Penggalangan kemitraan.

b. Peningkatan keterpaduan program.

c. Pengembangan profesionalisme sumber daya manusia. d. Peningkatan dukungan peraturan dan perundangan. e. Meningkatkan sosialisasi dan advokasi.

f. Mobilisasi sumber dana dan tenaga. g. Pemberdayaan daerah.

h. Konsolidasi internal.

i. Melakukan regulasi di bidang alat kesehatan.

j. Mengoptimalkan industri alat kesehatan berbasis keanekaragaman sumber daya alam dan keunggulan daya asing.

k. Meningkatkan penerapan standar mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan.

l. Memberdayakan dan meningkatkan pelaksanaan komunikasi, informasi, dan edukasi.

3.6 Sasaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai sasaran, antara lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005):

a. Terjaminnya ketersediaan alat kesehatan sesuai kebutuhan. b. Terjaminnya ketersediaan alat kesehatan di sektor publik.

c. Terjaminnya mutu pengelolaan alat kesehatan di Kabupaten/Kota. d. Terjaminnya mutu alat kesehatan yang beredar.

(26)

e. Diterapkannya petunjuk pengelolaan alat kesehatan melalui peningkatan pelayanan perizinan yang professional dan tepat waktu.

f. Terjaminnya mutu sarana produksi dan distribusi alat kesehatan.

g. Tercegahnya resiko atau akibat samping dari penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi syarat.

h. Terhindarnya masyarakat dari alat kesehatan yang tidak bermutu serta mengoptimalkan efektifitas alat kesehatan terhadap biaya dan manfaat terhadap resiko.

i. Tersedianya sistem informasi alat kesehatan yang akurat, objektif dan terkini serta mudah diakses oleh tenaga kesehatan dan masyarakat.

3.7 Struktur Organisasi

Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi dan Alat Kesehatan, terdiri dari:

3.7.1 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan.

Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu :

a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan;

b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang penilaian alat kesehatan;

(27)

d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan.

Subdirektorat penilaian alat kesehatan, terdiri dari Seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik.

3.7.1.1 Seksi Alat Kesehatan Elektromedik

Seksi Alat Kesehatan Elektromedik mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan elektromedik. Alat kesehatan elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam penggunaannya menggunakan tenaga listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi. Penggunaan alat ini dilakukan oleh orang yang ahli (expert), sehingga alat kesehatan tersebut tidak perlu dicantumkan cara penggunaannya, tetapi harus terdapat manual book baik dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris. Contoh alat kesehatan elektromedik adalah EKG, USG, alat pacu jantung, inkubator, dan lain-lain.

3.7.1.2 Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik

Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik memiliki tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan non elektromedik. Alat kesehatan non elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Penggunaan alat kesehatan ini dapat dilakukan oleh orang biasa (bukan ahli), sehingga cara penggunaannya harus dicantumkan pada alat kesehatan tersebut atau pada kemasannya. Contoh alat kesehatan non elektromedik adalah kassa, tensimeter, termometer, kursi roda, softlens, dan lain-lain.

(28)

3.7.2 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitrodan perbekalan kesehatan rumah tangga.

Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitrodan PKRT menyelenggarakan fungsinya, yaitu :

a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian produk diagnostik in vitrodan perbekalan kesehatan rumah tangga;

b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian produk diagnostik in vitrodan perbekalan kesehatan rumah tangga; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian produk diagnostik in

vitrodan perbekalan kesehatan rumah tangga;

d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitrodan perbekalan kesehatan rumah tangga.

Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitrodan PKRT, terdiri dari Seksi Produk Diagnostik In vitrodan Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.

3.7.2.1 Seksi Produk Diagnostik In vitro

Seksi Produk Diagnostik In vitromempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro. Produk diagnostik in vitroadalah reagensia, instrumen, dan sistem yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit atau kondisi lain, termasuk penentuan kondisi kesehatan, untuk penyembuhan, pengurangan atau pencegahan penyakit atau akibatnya termasuk produk yang penggunaannya ditunjukkan bagi pengumpulan, penyiapan

(29)

dan pengujian spesimen yang diambil dari tubuh manusia. Contoh dari produk diagnostik in vitro adalah dengue test, strip gula darah, tes kehamilan, dan lain-lain

3.7.2.2 Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga

Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian perbekalan kesehatan rumah tangga. Perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) adalah alat atau bahan yang digunakan untuk memelihara dan merawat kesehatan yang digunakan oleh manusia, hewan peliharaan, tempat-tempat umum dan rumah tangga berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Contoh PKRT adalah repelan, tissue, kapas, deterjen, dan lain-lain

3.7.3 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyelenggarakan fungsinya, yaitu : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi

produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

(30)

c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, terdiri dari Seksi Inspeksi Produk dan Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi.

3.7.3.1 Seksi Inspeksi Produk

Seksi Inspeksi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

3.7.3.2 Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi

Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

3.7.4 Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

(31)

Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi menyelenggarakan fungsi, antara lain :

a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, terdiri dari Seksi Standardisasi Produk dan Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi.

3.7.4.1 Seksi Standardisasi Produk

Seksi Standardisasi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

3.7.4.2 Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi

Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

(32)

3.8 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Kegiatan-kegiatan utama yang dilaksanakan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, meliputi : sertifikasi produksi, pemberian izin edar dan pemberian izin penyalur alat kesehatan. Selain itu, ada juga pelayanan surat keterangan.

3.8.1 Sertifikasi Produksi

Sertifikasi produksi diberikan kepada sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang telah melaksanakan cara produksi yang baik untuk menghasilkan produk yang memenuhi standar mutu. Sertifikasi produksi didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/ VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, sebelumnya yang berlaku adalah izin produksi. Produksi alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki sertifikat produksi dan perusahaan yang telah memperoleh sertifikat produksi harus dapat menunjukkan bahwa produksi dilaksanakan sesuai dengan pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) dan atau Cara Pembuatan Perbekalan Kesehatan Dan Rumah Tangga yang Baik (CPPKRTB).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam CPAKB dan CPPKRTB adalah: a. Bangunan (denah untuk berproduksi).

Diperhatikan apakah sudah memenuhi persyaratan ruangan produksinya baik untuk pencampuran, pengisisan, pewadahan, penandaan dan lain-lain.

b. Peralatan dan Bahan.

c. Organisasi dan sumber daya manusia (terutama penanggung jawab teknisnya). d. Perlengkapan kerja, seperti sarung tangan, masker, penutup kepala, pakaian

kerja, dan lain-lain. e. Higiene dan sanitasi. f. Pengawasan mutu.

g. SOP (Standard Operating Procedure). h. Inspeksi diri.

(33)

j. Dokumentasi, dan lain-lain.

Tata cara atau prosedur mendapatkan sertifikat produksi alat kesehatan dan/atau PKRT, sebagai berikut :

a. Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat, dengan menggunakan contoh Formulir 1.

b. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat. Tim pemeriksaan bersama, jika diperlukan, dapat melibatkan tenaga ahli/konsultan/lembaga tersertifikasi di bidang produksi yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

c. Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan.

d. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksaan bersama membuat surat rekomendasi kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf (b), (c), dan (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehtan Kabupaten/Kota setempat.

f. Setelah surat rekomendasi diterima dan lampirannya sebagaimana dimaksud pada huruf (e), Direktur Jenderal mengeluarkan sertifikat produksi alat kesehatan dan /atau PKRT, dalam jangka waktu 30 hari kerja setelah berkas lengkap.

(34)

g. Dalam jangka waktu 30 hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf (f), Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan permohonan sertifikat produksi.

h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud huruf (g), diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratannya yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6 bulan sejak diterbitkannya surat penundaan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1189/ MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, maka sertifikat produksi alat kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu :

a. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A

Sertifikat produksi alat kesehatan kelas A adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan CPAKB secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III. Penanggung jawab teknisnya minimal Apoteker atau sarjana lainyang sesuai dan harus mempunyai laboratorium sendiri.

b. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B

Sertifikat produksi alat kesehatan kelas B adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, dan kelas IIb, sesuai ketentuan CPAKB. Khusus alat kesehatan kelas I yang dimaksud adalah kelas I steril. Penanggung jawab teknisnya minimal D3 farmasi, kimia, teknik yang sesuai dengan bidangnya. Jika tidak memiliki laboratorium sendiri, harus bekerja sama dengan laboratorium yang ditunjuk. c. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C

Sertifikat produksi alat kesehatan kelas C adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, dan kelas IIa tertentu, sesuai ketentuan CPAKB. Penanggung jawab teknisnya asisten apoteker atau tenaga lain yang sederajat, bekerja sama dengan laboratorium yang terakreditasi.

(35)

3.8.2 Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan

Badan usaha yang telah memiliki izin edar sebagai penyalur dapatbmelaksanakan penyaluran alat kesehatan. Persyaratan yang dibutuhkan dalam proses permohonan izin penyalur alat kesehatan adalah sebagai berikut : 3.8.2.1 Surat Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan

Surat permohonan ditujukan kepada dinas kesehatan propinsi setempat dilengkapi dengan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) :

a. Akte notaris

b. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan). c. Peta lokasi dan denah bangunan.

d. Alamat gedung, dan bengkel. e. Penanggung jawab teknis. f. Tenaga teknisi.

g. Surat penunjukan dari produsen luar negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh KBRI setempat atau dari produsen dalam negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh notaris setempat.

h. Jenis atau macam alat kesehatan yang diedarkan. i. Brosur/katalog dari alat kesehatan yang diedarkan.

3.8.2.2 Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan

Tata cara pengajuan permohonan dan pemberian IPAK (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010c), sebagai berikut :

a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat.

b. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi selambat-lambatnya 12 hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tim pemeriksaan bersama selambat lambatnya 12 hari kerja melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan.

(36)

c. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi selambat-lambatnya dalam waktu 6 hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama wajib melaporkan hasil pemeriksaan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud pada (b) hingga (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan, dengan mempertimbangkan persyaratan, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan izin PAK. f. Dalam jangka 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterima hasil pemeriksaan,

Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengeluarkan izin PAK.

g. Terhadap penundaan, pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan.

3.8.3 Pemberian Izin Edar Produk

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/ PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga tercantum ketentuan pelaksanaan pendaftaran, cara pendaftaran, formulir pendaftaran, formulir permohonan, penilaian data, keputusan, perubahan data, penambahan ukuran kemasan, pembatalan persetujuan, pendaftaran kembali, kategori dan subkategori serta petunjuk pengisian formulir pendaftaran alat kesehatan maupun perbekalan kesehatan rumah tangga produksi dalam negeri dan impor. Untuk alat kesehatan lokal, pengajuan pendaftaran dilakukan oleh produsen yang telah memiliki sertifikat produksi. Sedangkan, untuk alat kesehatan impor pengajuan pendaftaran dilakukan oleh penyalur alat kesehatan.

(37)

Persyaratan alat kesehatan untuk mendapat izin registrasi, alat tersebut haruslah memiliki kriteria, sebagai berikut :

a. Khasiat atau manfaat dan keamanan yang dibuktikan dengan melakukan uji klinis atau bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Selain itu, untuk perbekalan kesehatan rumah tangga dibuktikan juga dengan uji keamanan yaitu tidak menggunakan bahan yang dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan.

b. Mutu yang memenuhi syarat dinilai dari cara produksi yang baik dan hanya menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai untuk alat kesehatan maupun perbekalan kesehatan rumah tangga.

c. Penandaan berisi informasi yang dapat mencegah terjadinya salah pengertian atau salah penggunaan. Perbekalan kesehatan rumah tangga harus berisi informasi yang cukup termasuk tanda peringatan dan cara penanggulangannya apabila terjadi kecelakaan.

Pengajuan izin registrasi alat kesehatan dan PKRT harus dilengkapi data-data yang terdiri dari data-data administrasi dan data-data teknis.

3.8.3.1 Data Administrasi

a. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan dalam negeri, yaitu: sertifikat produksi sesuai dengan jenis alat kesehatan yang didaftarkan, lisensi (bila merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain), paten merek (bila menggunakan merek sendiri).

b. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan luar negeri/impor, yaitu: izin usaha penyalur alat kesehatan, surat penunjukkan/surat kuasa untuk mendaftarkan yang di legalisir oleh KBRI setempat, surat keterangan dari pejabat pemerintah/badan yang diberi kewenangan di negara asal (Certificate of Free Sale atau lainnya) bahwa produk tersebut diizinkan untuk dijual. c. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT dalam negeri, yaitu

sertifikat produksi, surat perjanjian kerjasama/MOU (Memorandum of Understanding) bila produsen memproduksi berdasarkan pesanan pihak lain (toll manufacturing), surat lisensi bila merek dan formula berasal dari pihak lain, surat pernyataan merek, paten merek yang dikeluarkan Ditjen HAKI (jika

(38)

ada), izin Komisi Pestisida (untuk PKRT yang mengandung pestisida), formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan.

Catatan : Khusus PKRT yang mengandung pestisida harus menyertakan surat persetujuan dari Komisi Pestisida.

d. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT impor, yaitu: surat penunjukan sebagai distributor dari pabrik asal dan telah dilegalisir oleh KBRI setempat, surat kuasa untuk mendaftar dari pabrik asal, certificate of free sale untuk produk PKRT yang akan didaftarkan, ijin Komisi Pestisida, formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan.

3.8.3.2 Data Teknis

Data teknis yang diperlukan, sebagai berikut :

a. Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan fungsi masing-masing bahan.

b. Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja/flow chart dalam proses produksi disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang mempengaruhi kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut. c. Untuk produk HIV, harus melampirkan hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo. Untuk produk elektromedik, pastikan keamanan dengan melampirkan data hasil uji sesuai dengan persyaratan IEC 60601 mengenai keselamatan listrik.

d. Untuk kelas I, sertifikat CE dapat menggantikan CoA dan proses produksi. e. Untuk alat kesehatan, formulir yang perlu dilampirkan adalah Formulir A (data

(39)

jaminan mutu), Formulir D (penandaan dan petunjuk penggunaan), dan Formulir E (post market evaluation).

Evaluasi dan penilaian data dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan. Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru atau canggih, maka dilakukan evaluasi oleh tim ahli yang terdiri dari pakar di bidangnya. Bila hasil penilaian dan keputusan pendaftaran dinyatakan lengkap maka akan dikeluarkan nomor registrasi/izin edar. Sedangkan, bila dinyatakan kurang atau tidak lengkap maka dapat diberikan kesempatan untuk melengkapi data yang kurang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan. Jika sampai pada batas waktu yang ditentukan pemohon tidak melengkapi data maka dilakukan penolakan pendaftaran.

Nomor registrasi akan dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia setelah permohonan izin edar telah disetujui. Nomor registrasi terdiri dari 11 digit dengan keterangan sebagai berikut :

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Digit 1 : kelas

Digit 2,3 : kategori

Digit 4,5 : sub kategori

Digit 6,7 : tahun pemberian izin (dibalik) Digit 8 sampai 11 : nomor urut pendaftaran Alat Kesehatan Dalam Negeri : AKD

Alat Kesehatan Impor : AKL

PKRT Impor : PKL

PKRT Dalam Negeri : PKD

Contoh nomor izin edar alat kesehatan : AKD 21303701019

AKD : Alat Kesehatan Dalam Negeri

Digit 1 (Angka 2) : kelas 2 (resiko sedang) Digit 2,3 (Angka 13) : Peralatan ortopedi Digit 4,5 (Angka 03) : Peralatan ortopedi bedah

(40)

Digit 8-11 (Angka 1019) : nomor urut pendaftaran 1019

Alat ini adalah alat kesehatan dalam negeri (AKD), termasuk kelas 2 dan didaftarkan pada tahun 2007. Untuk penentuan/penilaian kelas, kategori dan sub kategori alat kesehatan mengacu pada Code of Federal Regulation (CFR).

Contoh nomor izin edar PKRT : PKL 10102600879

PKL : PKRT luar negeri

Digit 1 (Angka 1) : kelas 1

Digit 2,3 (Angka 01) : kategori 1 (tissue dan kapas) Digit 4,5 (Angka 02) : sub kategori 2 ( facial tisue)

Digit 6,7 (Angka 60) : tahun pemberian izin (dibalik) 2006 Digit 8-11 (Angka 0879) : nomor urut pendaftaran 0879

Alat ini adalah perbekalan kesehatan rumah tangga luar negeri (PKL), termasuk kelas 1, kategori tissue dan kapas, subkategori facial tissue, dan didaftarkan pada tahun 2006.

Pencabutan nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar merupakan wewenang dari pemerintah, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Pendaftaran/izin edar produk berlaku selama 4 tahun.

Jika dalam masa peredarannya terdapat penambahan atau perubahan pada produk yang telah diizin edar tersebut, seperti: nama, penandaan, kemasan, penambahan ukuran kemasan, dan lain-lain, maka produk tersebut harus didaftarkan kembali, produk tidak perlu mengganti nomor izin edar (masih dapat memakai nomor izin edar yang lama). Namun, jika terjadi perubahan formula maka produk harus didaftarkan lagi ke Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan) dan nomor izin edar lama tidak berlaku lagi (diganti dengan nomor izin edar baru).

3.8.4 Pelayanan Surat Keterangan

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan selain memberikan pelayanan pengajuan sertifikat produksi, izin penyalur dan izin edar, juga memberikan pelayanan surat keterangan, diantaranya yaitu :

(41)

a. Certificate Of Free Sale (CFS)

CFS adalah surat keterangan bahwa produk alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang akan diekspor telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan telah beredar di Indonesia. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan CFS, yaitu :

1. Surat permohonan mendapatkan CFS dengan mencantumkan negara tujuan. 2. Lembar izin edar yang mencantumkan nama produk.

3. Surat izin produksi atau sertifikat produksi. b. Surat Keterangan Lainnya

Surat keterangan lainnya hanya diberikan untuk keperluan berikut :

1. Produk alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga impor yang berupa bantuan atau donasi untuk kepentingan masyarakat atau kondisi bencana.

2. Produk alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga untuk penelitian.

3. Bahan atau komponen bahan baku impor untuk digunakan dalam memproduksi alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang sudah terdaftar.

4. Bahan atau produk tertentu yang berdasarkan kajian bukan termasuk alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang harus didaftarkan pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan)

5. Produk alat kesehatan yang diperlukan untuk pengujian dalam rangka persyaratan pemberian izin edar.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan surat keterangan tersebut diantaranya yaitu :

a. Surat permohonan mendapatkan surat keterangan yang sesuai.

b. Surat perjanjian Goverment to Goverment dari pihak yang berwenang.

c. Surat keterangan impor barang yang sudah disetujui oleh pihak bea cukai (invoice).

(42)

d. Surat perjanjian kerjasama antara donatur dan penerima serta persetujuan dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik bila digunakan di rumah sakit atau persetujuan Direktorat Jederal Bina Kesehatan Masyarakat bila digunakan di puskesmas.

e. Surat protokol pengujian.

f. Izin edar dan sertifikat produksi terkait produk yang dimaksud. g. Katalog/brosur/data pendukung lainnya mengenai produk tersebut.

3.9 Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT

3.9.1 Pembinaan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT

Pembinaan yang dilakukan dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan, melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan, dan menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT. Pembinaan keamanan alat kesehatan dan PKRT dilakukan dalam berbagai bidang, antara lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) :

a. Pemberdayaan masyarakat, yaitu penyebarluasan informasi kepada masyarakat dan melindungi masyarakat dari iklan yang tidak objektif, tidak lengkap dan menyesatkan.

b. Peredaran, dilakukan dengan menjaga keamanan, mutu dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT yang beredar.

c. Sumber daya manusia, dilakukan dengan meningkatkan keterampilan teknis tenaga kesehatan, membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan atau lembaga pelatihan, menyediakan tenaga penyuluhan yang ahli dalam bidang alat kesehatan dan PKRT, pelayanan kesehatan, dilakukan dengan menjamin tersedianya alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan dalam rangka pelayanan masyarakat.

d. Produksi, antara lain: meningkatkan kemampuan teknik dan cara penerapan produksi alat kesehatan dan PKRT yang baik (CPAKB/ dan CPPKRTB.

Gambar

Tabel 1. Persyaratan Data Teknis Pendaftaran Registrasi Alkes ................. 22 Tabel 2
Tabel 2. Kategori dan Subkategori Alat Kesehatan
Tabel 3. Perbedaan Persyaratan Izin Edar Alkes Dalam dan Luar Negeri

Referensi

Dokumen terkait

Tampilan halaman menu proses kompresi merupakan halaman yang digunakan untuk melakukan proses kompresi pada file gambar dengan menggunakan metode Levenstein.. Gambar

Berdasarkan Peta Hidrogeologi Indonesia Lembar II Cirebon dan Lembar V Bandung [14], [15], skala 1 : 250.000, daerah penelitian terdiri dari akuifer (bercelah atau

Berdasarkan data hasil temuan penelitian pada bab V dapat disimpulkan secara umum bahwa peranan kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru sudah

<angguan polimerisasi fibrin dapat diinduksi oleh infus plasma eLpanders yang berakibat perdarahan hebat Pada kasus dysfibrinogenemia, terdapat abnormalitas fungsi fibrinogen

ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GERUNG KABUPATEN LOMBOK

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan metode Mind Mapping dapat meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi siswa SDN 12 Ampenan Tahun Pelajaran 2016/2017 dan

Pada hari ini Minggu, 24 Juli 2016 , dilaksanakan Pesta Puncak Kegiatan Tahun Keluarga HKBP Distrik XVIII Jabartengdiy yang bertempat di HKBP Ressort Bandung