• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI SUBSTRAT ANTIMIKROBA DARI Lactobacillus fermentum 2B4 SEBAGAI BIOPRESERVATIF PADA DAGING SAPI IRIS SELAMA PENYIMPANAN DINGIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI SUBSTRAT ANTIMIKROBA DARI Lactobacillus fermentum 2B4 SEBAGAI BIOPRESERVATIF PADA DAGING SAPI IRIS SELAMA PENYIMPANAN DINGIN"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI SUBSTRAT ANTIMIKROBA DARI Lactobacillus

fermentum 2B4 SEBAGAI BIOPRESERVATIF

PADA DAGING SAPI IRIS SELAMA

PENYIMPANAN DINGIN

SKRIPSI SITI KOMARIAH

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

RINGKASAN

SITI KOMARIAH. D14204053. 2008. Aplikasi Substrat Antimikroba dari

Lactobacillus fermentum 2B4 sebagai Biopreservatif pada Daging Sapi Iris selama Penyimpanan Dingin. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Henny Nuraini, MSi. Pembimbing Anggota : Irma Isnafia Arief, S.Pt., MSi.

Daging segar merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak karena memiliki gizi yang tinggi terutama protein sehingga memerlukan penanganan khusus untuk memperpanjang umur simpannya. Salah satu pengawetan secara alami yang saat ini banyak dilakukan melalui penambahan zat antimikroba yang berasal dari bakteri asam laktat (BAL). Jenis BAL yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Lactobacillus fermentum dengan kode 2B4 hasil isolasi dari daging sapi yang telah mengalami postmortem selama 34 jam dan telah terbukti mempunyai aktifitas antimikroba terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif (Tribowo, 2006). Substrat antimikroba yang digunakan berupa filtrat yang dipisahkan melalui filtrasi secara aseptik dengan membran 0,22 µm yang selanjutnya disebut Supernatan Bebas Sel (SBS).

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah penyaringan kultur L. fermentum umur 20 jam dalam media MRSB (de Man Ragosa Sharp Broth) yang diperkaya dengan YE (Yeast Ekstrak) untuk mendapatkan SBS. Tahap kedua yaitu aplikasi SBS sebagai biopreservatif pada daging segar dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0%, 50% dan 100% pada lama simpan 2 dan 4 hari. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui aktifitas antimikroba pada konsentrasi yang berbeda terhadap kontaminasi alami daging sapi segar yang disimpan pada suhu dingin meliputi Total Plate Count (TPC) atau total mikroba, E. coli dan S. aureus.

Kualitas mikrobiologi daging sapi segar (H0) sebagai sampel penelitian yang berasal dari Rumah Potong Hewan (RPH) kota Bogor didapatkan melebihi batas maksimum cemaran mikroba pada daging sapi segar menurut SNI No. 01-6366-2000, yaitu jumlah total mikroba sebesar 7,13, E. coli 5,42, dan S. aureus 4,33 log cfu/g. Aplikasi SBS pada daging sapi segar menunjukkan bahwa pertumbuhan total mikroba, E. coli, dan S. aureus dipengaruhi oleh konsentrasi yang diberikan yaitu 0%, 50% dan 100%, sedangkan lama simpan hanya berpengaruh terhadap pertumbuhan total mikroba.

Kata-kata kunci: daging sapi iris, bakteri asam laktat, substrat antimikroba, lama simpan

(3)

ABSTRACT

Application of Antimicrobial Substrates from Lactic Acid Bacteria as Biopreservative on Slice Beef

Komariah, S., H. Nuraini, and I. I. Arief

Beef is potentially an ideal medium for microbial growth because it has high in protein. Many techniques have been applied to reduce or eliminate microbial growth and so preserve the beef longer. It can use antimicrobial substrates isolated from lactic acid bacteria (LAB) inhibit growth of microorganisms in beef. The aim of this research was to study the effect of antimicrobial substrate on the slice beef. The research used deskriptif and completely randomized design with two factors. The first factor was concentration of antimicrobial substrates given on the slice beef were 0%, 50% and 100% and the second factor was storage time 2 and 4 days in the refrigerator. The result showed that concentration of the antimicrobial substrate significant reduce quantity of Total Plate Count (TPC), E. coli and S. aureus but for storage time give effect toward TPC only. The value of pH and temperature during storage might influence the action of antimicrobial substrates.

(4)

APLIKASI SUBSTRAT ANTIMIKROBA DARI Lactobacillus

fermentum 2B4 SEBAGAI BIOPRESERVATIF

PADA DAGING SAPI IRIS SELAMA

PENYIMPANAN DINGIN

SITI KOMARIAH D14204053

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(5)

APLIKASI SUBSTRAT ANTIMIKROBA DARI Lactobacillus

fermentum 2B4 SEBAGAI BIOPRESERVATIF

PADA DAGING SAPI IRIS SELAMA

PENYIMPANAN DINGIN

Oleh

SITI KOMARIAH D14204053

Skripsi ini telah disetujui dan telah disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 14 Oktober 2008

Pembimbing Utama

Dr. Ir. Henny Nuraini, MSi NIP. 131 845 347

Pembimbing Anggota

Irma Isnafia Arief, S.Pt., MSi NIP. 132 243 330

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, MAgrSc. NIP. 131 955 531

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 2 Oktober 1986 di Jakarta. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Solihin dan Ibu Maryati. Pendidikan penulis diawali dengan pendidikan dasar yang diselesaikan pada tahun 1998 di Madrasah Ibtidaiyyah Ath-Thahiriyyah, Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SMPN 3 Jakarta dan pendidikan lanjutan tingkat atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 26 Jakarta. Penulis diterima sebagai mahasiswa di program studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam semester ganjil pada tahun ajaran 2006/2007 dan 2007/2008, asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pengolahan Susu serta Teknologi Pengolahan Daging pada tahun ajaran 2007/2008. Selama kuliah penulis pernah mendapatkan beasiswa dari Perkumpulan Orang Tua Mahasiswa (POM) IPB.

Penulis aktif bergabung dalam keanggotaan FAMM AL-AN’AAM (Forum Aktifitas Mahasiswa Muslim Al-An’aam) periode 2004/2005, Bendahara Umum FAMM AL-AN’AAM periode 2005/2006, Ketua Departemen Divisi Informasi dan Komunikasi FAMM AL-AN’AAM periode 2006/2007 dan Staring Committee

FAMM AL-AN’AAM periode 2008/2009. Penulis juga pernah terlibat dalam panitia pemilihan ketua HIMAPROTER periode 2005/2006, Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) sebagai anggota divisi MEDIS tahun 2005, Masa Perkenalan Fakultas (MPF) sebagai koordinator divisi konsumsi pada tahun 2006 dan sebagai Pemandu Anak Koboi (PAK) pada tahun 2007 dan 2008, serta bergabung dalam Leadership and Enterpreneur School sebagai tim konsumsi pada tahun 2007.

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Bismillahirrahmannirrahim, penulis panjatkan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir penelitian dan skripsi dengan judul Aplikasi Substrat Antimikroba Bakteri Asam Laktat sebagai Biopreservatif pada Daging Sapi Iris yang disimpan pada Suhu Dingin. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, para sahabat dan umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman.

Daging merupakan salah satu bahan pangan yang bersifat mudah rusak (perishable) karena kandungan gizi pada daging hampir sempurna. Oleh karena itu, daging memerlukan penanganan khusus agar dapat bertahan lama. Salah satu caranya adalah dengan memberikan substrat antimikroba yang diisolasi dari bakteri asam laktat. Daging dalam keadaan segar dapat bertahan selama dua hari pada suhu dingin (4-7ºC). Oleh karena itu, adanya penambahan substrat antimikroba diharapkan mampu memperpanjang umur simpan dari daging. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kualitas mikrobiologi dari daging sapi segar dengan daging sapi yang diberi perlakuan Supernatan Bebas Sel (SBS) sebagai substrat antimikroba pada konsentrasi yang berbeda yaitu 0%, 50% dan 100% yang disimpan pada 2 dan 4 hari. Selain itu, dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa terdapat pengawet alami yang dapat digunakan untuk mengawetkan daging.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi Penulis khususnya dan pembaca umumnya, Amien.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bogor, 14 Nopember 2008

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 Daging ... 3

Sifat Fisik Daging ... 4

Daya Mengikat Air ... 4

Nilai pH ... 4

Susut Masak ... 4

Keempukkan ... 5

Mikroorganisme Daging ... 5

Faktor Intrinsik Pertumbuhan Mikroorganisme ... 5

Nutrisi ... 5

Kadar Air ... 6

Nilai Ph ... 6

Potensi Oksidasi-Reduksi ... 6

Ada Tidaknya Sustansi Penghambat dan Jaringan Protektif ... 7

Faktor Ekstrinsik Pertumbuhan Mikroorganisme ... 7

Suhu ... 7

Kelembapan Relatif ... 7

Oksigen Atmosfer ... 8

Keadaan Fisik Daging ... 8

Staphylococcus aureus ... 9

Escherichia coli ... 10

Bakteri Asam Laktat (BAL) ... 11

Antimikroba ... 11

(9)

Hidrogen Peroksida ... 12

METODE ... 13

Lokasi dan Waktu ... 13

Materi ... 13 Rancangan Percobaan ... 13 Perlakuan ... 14 Peubah ... 14 Analisis Data ... 15 Prosedur ... 15

Penyegaran Bakteri Asam Laktat ... 15

Produksi Substrat Antimikroba ... 15

Pengawetan Daging dengan Supenatan Bebas Sel ... 15

Uji Kualitas Supernatan Bebas Sel ... 16

Nilai pH ... 17

Total Asam Tertitrasi ... 17

Uji Kualitas Daging ... 17

Nilai pH ... 17

Daya Mengikat Air ... 17

Susut Masak ... 17

Pengujian Mikrobiologi ... 17

Analisis kuantitatif Total PlateCount (TPC) ... 17

Analisis Kuantitatif Total Staphylococcus aureus ... 18

Analisis kuantitatif Total Escherichia coli ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

Uji Kualitas Supernatan Bebas Sel ... 19

Kualitas Daging Sapi Segar ... 20

Nilai pH Daging Perlakuan ... 22

Uji Mikrobiologi Daging Perlakuan ... 23

Aktifitas Total Plate Count (TPC), E. coli dan S. aureus pada Daging Sapi Segar Iris ... 23

Aktifitas Total Plate Count (TPC) pada Daging Sapi Perlakuan 25 Aktifitas E. coli pada Daging Sapi Perlakuan ... 26

Aktifitas S. aureus pada Daging Sapi Perlakuan ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

Kesimpulan ... 31

Saran ... 31

UCAPAN TERIMA KASIH ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (cfu/g) ... 9

2. Nilai pH dan Total Asam Tertitrasi (TAT) Supernatan Bebas Sel (SBS) ... 19

3. Nilai Kualitas Fisik Daging Sapi Segar ... 20

4. Nilai pH Daging Perlakuan dengan konsentrasi SBS yang berbeda 22

5. Jumlah Populasi Awal Total Mikroba, E. coli dan S. aureus dalam Daging Sapi Segar Iris ... 23

6. Hasil Total Mikroba pada Daging Sapi Perlakuan ... 25

7. Hasil E. coli pada Daging Sapi Perlakuan ... 26

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bentuk Bakteri S. aureus ... 10 2. Bentuk Bakteri E. coli ... 10 3. Tahapan Penelitian ... 16 4. Rataan Populasi Total Mikroba pada Daging Sapi Iris dengan Lama

Simpan 2 dan 4 Hari ... 26 5. Rataan Populasi E. coli pada Daging Sapi Iris dengan Lama Simpan 2 dan 4 Hari ... 27 6. Rataan Populasi S. aureus pada Daging Sapi Iris dengan Lama

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Ragam pH Daging Perlakuan ... 36 2. Uji Lanjut Duncan pH Daging Perlakuan terhadap Konsentrasi SBS 36 3. Analisis Ragam terhadap Total Mikrobapada Daging Sapi Iris yang

disimpan pada Suhu Dingin ... 36 4. Uji Lanjut Duncan Total Mikroba terhadap Konsentrasi SBS ... 36 5. Uji Lanjut Duncan Total Mikroba terhadap Lama Simpan ... 37 6. Analisis Ragam terhadap E. coli pada Daging Sapi Iris yang disim-

pan pada Suhu Dingin ... 37 7. Uji Lanjut Duncan E. coli terhadap Konsentrasi SBS ... 37 8. Analisis Ragam terhadap S. aureus pada Daging Sapi Iris yang di-

simpan pada Suhu Dingin ... 37 9. Uji Lanjut Duncan S. aureus terhadap Konsentrasi SBS ... 38

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Daging adalah salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Hal tersebut disebabkan daging memiliki kandungan gizi yang lengkap sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi. Gizi yang seimbang dapat terpenuhi apabila daging yang dihasilkan merupakan daging yang berkualitas baik. Salah satu kriteria daging yang berkualitas baik, dapat dilihat dari jumlah cemaran maksimum mikroorganisme patogen yang terkandung didalamnya seperti E. coli, S. aureus, Salmonella sp. dan sebagainya. Beberapa faktor yang menyebabkan adanya pertumbuhan mikroorganisme perusak pada daging adalah (1) kadar air daging yang tinggi (68-75%), (2) kaya akan nitrogen, (3) karbohidrat, (4) mineral, (5) mempunyai pH yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme yaitu 5,3 - 6,5 (Soeparno, 1998).

Salah satu sumber mikroorganisme perusak berasal dari rumah pemotongan hewan, diantaranya tanah disekitar rumah pemotongan hewan, kulit sapi, isi saluran pencernaan, air, alat-alat yang digunakan selama proses persiapan karkas (misalnya pisau, gergaji, katrol, pengait, dan alat tempat jeroan), kotoran, udara serta pekerja. Selain itu, penyembelihan dan distibusi daging segar dari produsen ke konsumen yang kurang baik juga dapat menyebabkan timbulnya mikroorganisme perusak sehingga daging segar cepat busuk.

Oleh karena itu, diperlukan suatu penanganan khusus untuk mengurangi jumlah cemaran mikroorganisme perusak yang dapat menghilangkan gizi yang terkandung di dalam daging. Salah satunya adalah dengan metode pengawetan secara alami yaitu penambahan substrat antimikroba, yang diisolasi dari BAL. Bakteri ini dapat menghambat kerja dari mikroorganisme perusak karena menghasilkan produk metabolit yang bersifat antimikroba antara lain diasetil, hidrogen peroksida, asam-asam organik dan bakteriosin. Salah satu genus BAL yang potensial dalam memproduksi antimikroba adalah Lactobacillus sp. seperti L. fermentum. L. fermentum bersifat heterofermentatif yang memiliki ciri-ciri yaitu menghasilkan asam laktat sebesar 50% dari glukosa, menghasilkan CO2 dan etanol, tidak mempunyai enzim aldolase, mempunyai fosfoketolase, berbentuk panjang dan pendek (Surono, 2004). Penelitian Widiasih (2008) menunjukkan bahwa L.

(14)

fermentum memiliki daya hambat terbesar pada bakteri patogen yaitu E. coli dan S. aureus. Hasil tersebut diharapkan dapat diaplikasikan pada daging segar sehingga pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat pada daging sapi segar dapat dihambat.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian substrat antimikroba dalam bentuk Supernatan Bebas Sel (SBS) yang diisolasi dari L. fermentum terhadap kualitas daging sapi segar iris yang disimpan pada suhu dingin.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA Daging

Daging adalah urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat waktu dipotong (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Daging juga didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan produk olahannya yang tidak menimbulkan penyakit bagi manusia (Soeparno,1998). Daging adalah sekumpulan otot yang melekat pada kerangka. Istilah daging dibedakan dengan karkas. Daging adalah bagian yang sudah tidak mengandung tulang, sedangkan karkas berupa daging yang belum dipisahkan dari tulang atau kerangkanya. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh ternak yang akan dipotong agar diperoleh kualitas daging yang baik, yaitu (1) ternak harus dalam keadaan sehat, bebas dari berbagai jenis penyakit, (2) ternak harus cukup istirahat, tidak diperlakukan kasar, serta tak mengalami stres agar kandungan glikogen otot maksimal, (3) penyembelihan dan pengeluaran darah harus secepat dan sesempurna mungkin, dan (4) cara pemotongan harus higienis (Astawan, 2008).

Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain, protein daging adalah lebih mudah dicerna apabila dibandingkan dengan protein yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin (Astawan, 2008). Lawrie (1995) menambahkan bahwa daging merupakan sumber asam amino esensial, mineral, vitamin, lemak dan air. Nilai kalori daging banyak ditentukan oleh kandungan lemak intraseluler di dalam serabut otot yang disebut lemak marbling

atau intramuskuler (Soeparno, 1998).

Berdasarkan keadaan fisik, daging dapat dikelompokkan menjadi: (1) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, (2) daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), (3) daging segar yang dilayukan, didinginkan, kemudian dibekukan (daging beku), (4) daging masak, (5) daging asap, dan (6) daging olahan (Astawan, 2008). Daging segar yang dimaksudkan adalah daging yang telah mengalami perubahan fisik dan kimia setelah proses pemotongan tetapi belum mengalami proses pengolahan lebih lanjut seperti pembekuan, penggaraman (curing), pengasapan (smoking) dan sebagainya (Forrest et al., 1975).

(16)

Sifat Fisik Daging

Menurut Soeparno (1998), secara objektif, kualitas fisik daging dapat ditentukan dari daya mengikat air (water holding capacity), nilai pH, susut masak dan keempukan.

Daya Mengikat Air

Daya mengikat air (DMA) adalah kemampuan protein daging untuk mengikat komponen air yang terdapat didalamnya serta air yang ditambahkan selama proses pemanasan, penggilingan dan tekanan. Nilai DMA ini dipengaruhi oleh nilai pH dan jumlah ATP, dimana apabila nilai pH lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik daging maka nilai DMA akan meningkat (Soeparno, 1998). Selain itu, DMA dipengaruhi juga oleh gugus reaktif protein. Apabila terdapat banyak asam laktat menyebabkan nilai pH turun, maka gugus reaktif protein berkurang sehingga menyebabkan nilai DMA air daging berkurang karena banyaknya air daging yang keluar (Forrest et al., 1975).

Nilai pH

Nilai pH pada daging, terjadi penurunan setelah postmortem yaitu antara 5,4-5,8. Hal ini disebabkan laju glikolisis postmortem, cadangan glikogen otot dan pH daging ultimat. Penimbunan asam laktat dan tercapainya pH daging ultimat tergantung pada jumlah cadangan glikogen otot pada saat pemotongan. Penimbunan asam laktat akan berhenti setelah cadangan glikogen otot menjadi habis, yaitu pH cukup rendah untuk memberhentikan aktivitas enzim-enzim glikolitik di dalam proses glikolisis anaerobik. Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai pH adalah stres sebelum pemotongan yaitu pemberian obat-obatan tertentu, spesies, jenis otot, dan aktifitas enzim yang mempengaruhi glikolisis (Soeparno, 1998).

Susut Masak

Susut masak dipengaruhi suhu dan lama pemasakan. Susut masak menurun secara linier dengan bertambahnya umur ternak. Nilai susut masak pada umumnya bervariasi antara 1,5-54,5% dengan kisaran 15-40%. Besarnya susut masak digunakan untuk mengestimasi jumlah juiceness dalam daging masak. Daging

(17)

dengan susut masak yang lebih rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada daging dengan susut masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Berbagai perubahan terjadi pada daging selama pemasakan, yaitu (1) protein serat otot mengalami koagulasi dan daging mengerut; (2) pengkerutan menyebabkan keluarnya cairan dari daging; (3) kolagen pada jaringan ikat berubah menjadi gelatin sehingga daging menjadi lebih empuk dan (4) nutrisi tertentu hilang atau rusak selama pemasakan (Soeparno, 1998).

Keempukkan

Keempukkan merupakan penentu yang paling penting dalam kualitas daging. Faktor yang mempengaruhi keempukkan daging digolongkan menjadi faktor

antemortem seperti genetik termasuk bangsa, spesies dan fisiologi, faktor umur, manajemen penanganan, jenis kelamin, dan stres, dan faktor postmortem yang meliputi metode pelayuan, pendinginan dan pembekuan termasuk faktor lama dan temperatur penyimpanan, metode pengolahan termasuk metode pemasakan dan penambahan bahan pengempuk (Soeparno, 1998).

Mikroorganisme Daging

Daging mudah sekali mengalami kerusakan secara mikrobiologis karena kandungan gizi dan kadar airnya yang tinggi, serta banyak mengandung vitamin dan mineral. Soeparno (1998) menyatakan bahwa kadar air yang terdapat pada daging sekitar 68-75%, dan nilai pH yang menguntungkan yaitu sekitar 5,3-6,5. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme di dalam daging dibagi menjadi dua kelompok, yaitu faktor dalam (intrinsik) dan faktor luar (ekstrinsik). Faktor Intrinsik Pertumbuhan Mikroorganisme

Faktor intrinsik yang mempengaruhi mikrorganisme pada daging meliputi nutrisi, kadar air, nilai pH, potensi oksidasi-reduksi, dan ada tidaknya substansi penghambat dan jaringan protektif (Soeparno, 1998).

Nutrisi. Mikroorganisme memerlukan nitrogen, energi, mineral dan vitamin B untuk pertumbuhannya, selain air dan oksigen. Kebutuhan nitrogen berasal dari asam-asam amino, peptida dan protein. Sumber energi mikroorganisme adalah karbohidrat. Namun, karena daging mengandung karbohidrat dalam jumlah yang relatif sangat sedikit, mikroorganisme terutama mikroorganisme proteolitik, menggunakan protein

(18)

sebagai sumber energi dan beberapa mikroorganisme lain dapat menggunakan lemak. Semua mikroorganisme membutuhkan mineral, sedangkan kebutuhan vitamin dan faktor pertumbuhan lain bervariasi.

Kadar Air. Kadar air yang tersedia di dalam daging sangat menentukan tingkat pertumbuhan mikroorganisme. Kebutuhan mikroorganisme akan air dinyatakan sebagai aktifitas air atau yang lazim disebut water activity (aw). Bakteri membutuhkan kadar aw yang lebih tinggi daripada jamur atau ragi. Sejumlah bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik pada aw lebih kecil dari 0,91, tetapi aw minimum untuk pertumbuhan sangat bervariasi.

Nilai pH. Daging memiliki pH ultimat (5,4-5,8) yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan sebagian besar bakteri. Sebagian besar bakteri tumbuh optimal pada pH kira-kira 7,0. Pertumbuhan mikroba akan berkurang pada pH 5,2 atau lebih rendah dan pada pH daging ultimat yang tinggi, pertumbuhan mikroba meningkat. Nilai pH daging pada saat masih hidup sekitar 6,8-7,2 (Forrest et al.,1975) sedangkan menurut Buckle et al. (1987) berkisar antara 7,2-7,4. Nilai pH postmortem akan ditentukan oleh jumlah asam laktat yang dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis anaerob yaitu sekitar 5,1-6,2 dan hal ini disebabkan karena hewan lelah, kelaparan atau takut pada hewan sebelum dipotong. Hampir semua bakteri tumbuh secara optimal pada pH sekitar 7 dan tidak akan tumbuh di bawah pH 4 atau di atas pH 9. Nilai pH tidak langsung turun begitu saja tetapi menurun secara bertahap yaitu pada satu jam pertama setelah ternak dipotong dan semakin menurun lagi setelah tercapainya rigormortis (Forrest et al.,1975).

Potensi oksidasi-reduksi. Pengaruh potensial oksidasi-reduksi terhadap pertumbuhan mikroba adalah memperpanjang fase log awal selanjutnya pertumbuhan tidak lagi dipengaruhi karena sekali mikroorganisme tersebut teradaptasi terhadap potensial oksidasi-reduksi yang tinggi maka tingkat pertumbuhannya akan sama dengan potensial oksidasi-reduksi yang rendah. Mikroorganisme aerobik adalah mikroorganisme yang dapat tumbuh pada potensi oksidasi-reduksi yang tinggi sedangkan mikroorganisme anaerobik tumbuh pada potensi oksidasi yang rendah.

(19)

Ada tidaknya sustansi penghambat dan jaringan protektif. Secara alami daging tidak mempunyai komponen bakteriostatik. Lemak karkas dan kulit dapat melindungi daging dari kontaminasi mikroorganisme.

Faktor Ekstrinsik Pertumbuhan Mikroorganisme

Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi mikrorganisme pada daging meliputi suhu, kelembapan relatif, oksigen atmosfir, dan keadaan fisik daging (Soeparno, 1998).

Suhu. Suhu merupakan faktor yang paling utama dalam pertumbuhan mikroba. Semakin tinggi suhu maka semakin besar tingkat pertumbuhan. Banyak mikroorganisme daging yang akan tumbuh pada suhu di bawah 00C sampai di atas 650C tetapi untuk mikroorganisme tertentu, pertumbuhan yang baik terjadi pada suhu tertentu yang terbatas kisarannya. Mikroorganisme pembusuk pada daging di bagi menjadi tiga kategori yaitu psikrofilik yang mempunyai suhu optimum antara -20C dan 70C, mesofilik antara 100C dan 400C serta thermofilik dari 430C hingga 660C. Perbedaan tersebut tidaklah mutlak, tetapi seperti halnya bakteri Gram negatif bentuk batang (biasanya dimasukkan dalam kategori mesofilik) dapat tumbuh pada suhu -1,50C. Pada suhu dingin dalam kondisi aerob, flora pembusuk daging didominasi oleh pseudomonas sedangkan pada kondisi anaerob didominasi oleh bakteri

Laktobasili. Bakteri tersebut pada awalnya menyerang glukosa dan semakin lama menyerang asam amino yang dimiliki oleh daging (Soeparno, 1998).

Suhu di bawah 5ºC dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak atau pembusuk dan mencegah hampir semua mikroorganisme patogen. Suhu 5ºC ini dianggap sebagai suhu kritis selama penanganan dan penyimpanan daging. Selama penyimpanan di refrigerator, bakteri psikrotrofik yang ditemukan adalah

Pseudomonas, Achromobacter Micrococcus, Lactobacillus, Streptococcus,

Leuconostoc, Pediococcus, Flavobacterium dan Proteus. Tipe mikroorganisme yang tumbuh pada daging sapi, domba dan babi yang telah dikemas sebelumnya pada temperatur 3-70C adalah sama yaitu Achromobacter dan Pseudomonas (Soeparno, 1998).

Kelembaban Relatif. Semakin tinggi suhu penyimpanan, kelembaban relatif seharusnya semakin rendah. Apabila kelembaban relatif terlalu rendah banyak cairan permukaan daging akan banyak yang menguap (dehidrasi) sehingga banyak mikroba

(20)

yang akan dihambat dan apabila kelembapan relatif terlalu tinggi maka cairan akan berkondensasi pada permukan daging sehingga permukaan daging menjadi basah dan sangat kondusif untuk pertumbuhan mikroba (Soeparno, 1998).

Oksigen Atmosfir. Mikroorganisme yang tumbuh pada permukaan daging adalah mikroorganisme aerobik dan anaerobik fakultatif. Pengepakan vakum atau pengalengan dapat mereduksi atau mencegah aktivitas mikroorganisme aerobik. Atmosfer yang terdiri atas 100% karbondioksida dapat digunakan untuk menghambat

Laktobasili dan enterobacteria (Lawrie,1995).

Keadaan Fisik Daging. Aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh sifat fisik daging diantaranya besar kecilnya karkas, potongan karkas, bentuk daging cacahan, daging giling dan perlakuan processing (Soeparno, 1998).

Kerusakan pada daging ditandai dengan perubahan bau dan timbulnya lendir. Biasanya kerusakan ini terjadi jika jumlah mikroba menjadi jutaan atau ratusan juta (106 – 108) sel atau lebih per 1 cm2 luas permukaan daging. Kerusakan mikrobiologi pada daging terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk dengan tanda-tanda sebagai berikut: (1) pembentukan lendir, (2) perubahan warna, (3) perubahan bau menjadi busuk karena pemecahan protein dan terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia, H2S, dan senyawa lain-lain, (3) perubahan rasa menjadi asam karena pertumbuhan bakteri pembentuk asam, (4) ketengikan yang disebabkan pemecahan atau oksidasi lemak daging (Dinas Kesehatan Sleman, 2001).

Bakteri yang sering dijumpai pada daging yaitu dari strain Pseudomonas, Moraxella, Acinetobacter, Lactobacillus, Brochothrix thermospacta (sebelumnya dikenal dengan Microbacterium thermosphactum) dan beberapa famili dari

Enterobactericeae. Bakteri dapat tumbuh tidak hanya pada permukaan daging tetapi tumbuh juga pada bagian dalam daging melalui (1) penetrasi melalui membran mukosa saluran respirasi dan pencernaan, (2) bakteri yang berasal dari usus yang terjadi selama pemotongan maupun sesudahnya, (3) bakteri yang terbawa oleh luka selama pemotongan dan (4) bakteri yang berasal dari permukaan dan kemudian berpenetrasi ke dalam jaringan otot lebih dalam (Gill, 1982).

Daging konsumsi tidak sepenuhnya terbebas dari mikroorganisme. Dewan Standarisasi Nasional menentukan batasan maksimum cemaran mikroorganisme

(21)

dalam daging untuk menjaga keamanan pangan. Batas maksimum cemaran mikroba pada daging dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (cfu/g) No Jenis cemaran mikroba Batas maksimum cemaran mikroba

Daging segar/beku

Daging tanpa tulang 1. Angka lempeng total bakteri 1X104 1X104

2. Escherischia coli* 5X101 5X101

3. Staphylococcus aureus 1X101 1X101

4. Clostridium sp. 0 0

5. Salmonella sp.* * Negatif Negatif

6. Coliform 1X102 1X102

7. Enterococci 1X102 1X102

8. Campylobacter sp. 0 0

9. Listeria sp. 0 0

Keterangan: (*) dalam satuan MPN/gram (**) dalam satuan kualitatif Sumber: SNI No. 01-6366-2000

Staphylococcus aureus

S.aureus adalah bakteri Gram positif, tidak bergerak ditemukan satu-satu maupun berpasangan, berantai pendek atau bergerombol, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, dan dinding selnya mengandung dua komponen utama yaitu peptidoglikan dan asam teikhoat.

Metabolisme dapat dilakukan secara aerob dan anaerob. Infeksi yang disebabkan S.aureus digolongkan sebagai penyakit menular pada umumnya atau menyebar (jarang). Staphylococcus adalah sel yang berbentuk bola dengan garis tengah sekitar 1µm dan tersusun dalam kelompok tak beraturan. S. aureus

menghasilkan koagulase, suatu protein mirip enzim yang dapat menggumpalkan plasma yang telah diberi oksalat atau sitrat dengan bantuan suatu faktor yang terdapat dalam banyak serum (Ernest, 1996). Bakteri ini memfermentasi glukosa dan mannitol menghasilkan asam pada kondisi anaerobik, akan tetapi sangat lambat dalam pertumbuhannya. Bakteri ini sering ditemukan pada makanan yang mengandung protein misalnya sosis, telur dan daging. Keberadaan bakteri ini pada daging dan produk daging menandakan terjadinya kontaminasi oleh pekerja, tempat

(22)

pemotongan dan ternak asal sehingga bakteri ini dijadikan indikator sanitasi proses produksi (Fardiaz, 1989).

S. aureus dapat ditemukan di kulit dan di hidung manusia (hidung biasanya dianggap tempat utama berkembangnya kolonisasinya) dan ada kalanya dapat menyebabkan infeksi dan sakit parah (Ernest, 1996). Bentuk bakteri ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Bentuk Bakteri S. aureus (sumber: Ernest, 1996) Escherichia coli

E. coli termasuk ke dalam bakteri Gram negatif, anaerobik fakultatif dan tidak berspora. Pertumbuhan optimalnya pada suhu 37°C. Bakteri ini tumbuh dengan menggunakan respirasi aerobik maupun anaerobik. Bakteri ini juga mempunyai flagella yang terdapat peritrichous. Bakteri ini berbentuk batang termasuk ke dalam famili Enterobactericeae dengan panjang 2,0-6,0 µm, sering terdapat dalam bentuk tunggal atau berpasangan, bersifat motil atau non motil. Nilai pH medium optimum pertumbuhannya yaitu 7,0-7,5 (Fardiaz, 1992). Bentuk bakteri ini dapat dilihat pada Gambar 3.

(23)

Bakteri Asam Laktat (BAL)

Bakteri asam laktat merupakan jenis bakteri yang mampu menghasilkan asam laktat, hidrogen peroksida, antimikroba dan hasil metabolisme lain yang memberikan pengaruh positif bagi produktivitas ternak. Secara umum, BAL didefinisikan sebagai suatu kelompok bakteri Gram positif, tidak menghasilkan spora, berbentuk bulat atau batang yang memproduksi asam laktat sebagai produk akhir metabolik utama selama fermentasi karbohidrat. BAL dikelompokkan ke dalam beberapa genus antara lain

Streptococcus (termasuk Lactococcus), Leuconostoc, Pediococcus, Lactobacillus

(Okviati et al., 2008).

Secara umum, bakteri asam laktat dibagi menjadi dua kelompok (a) homofermentatif yaitu bakteri yang menghasilkan asam laktat selama fermentasi gula dan (b) heterofermentatif yaitu bakteri yang menghasilkan sejumlah karbon dioksida, etil alkohol, asam asetat dan gliserol bersamaan dengan sejumlah besar asam laktat (Fardiaz,1992). Bakteri asam laktat berfungsi sebagai manipulator populasi mikroflora pada saluran pencernaan karena menghasilkan bakteriosin (Tagg et al., 1976). Bakteri ini juga digunakan sebagai probiotik karena mampu (1) menghasilkan asam laktat yang dapat menurunkan pH, (2) dalam kondisi anaerob memproduksi hidrogen peroksida dan (3) memproduksi komponen penghambat yang spesifik misalnya bakteriosin (Fuller, 1992).

Bakteri asam laktat terdapat di dalam bahan pangan secara alamiah yaitu pada susu, daging segar dan sayur-sayuran dalam jumlah yang kecil (Jenie dan Rini,1995). Bakteri asam laktat mampu membentuk asam laktat dari penggunaan karbohidrat dan menyebabkan rendahnya nilai pH yaitu 5,9-4,6 (Hugas dan Monfort, 1997).

Antimikroba

Antimikroba adalah suatu komponen yang bersifat dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau kapang (bakteristatik atau fungistatik) atau membunuh bakteri atau kapang (bakterisidal atau fungisidal). Komponen antimikroba yang terdapat dalam makanan dapat melalui beberapa cara yaitu (1) terdapat secara alamiah di dalam bahan pangan, (2) sengaja ditambahkan ke dalam makanan tersebut, (3) terbentuk selama pengolahan atau jasad renik yang tumbuh selama fermentasi makanan (Fardiaz, 1992). Davidson dan Branen (1993) mengatakan

(24)

bahwa faktor yang mempengaruhi substrat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri adalah (1) konsentrasi zat pengawet, (2) waktu penyimpanan, (3) suhu lingkungan, (4) sifat-sifat mikroba (jenis, umur, konsentrasi serta keadaan mikroba), (5) sifat-sifat fisik dan kimia makanan termasuk kadar air, pH, dan jenis senyawa didalamnya.

Asam Organik

Asam ini dapat menyebabkan penurunan nilai pH yang menyebabkan mikroba terhambat pertumbuhannya (Fardiaz,1992). Jenie (1996) juga menyatakan bahwa akumulasi produk akhir asam yang rendah dapat menghasilkan penghambatan yang luas terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Efek penghambatan dari asam organik terutama berhubungan dengan jumlah asam yang tidak terdiosiasi yang dapat berdifusi ke dalam membran sel, asam tersebut membelah menjadi proton dan anion mempengaruhi pH didalamnya (Rini, 1995).

Hidrogen Peroksida

Hidrogen peroksida merupakan senyawa yang tidak berwarna, berbentuk cairan seperti sirup dan memiliki bau yang menusuk. Senyawa ini terdekomposisi menjadi air dan oksigen dan pada suhu ruang dekomposisi H2O2 berjalan lambat. Hidrogen peroksida ini merupakan oksidator, blenching agent dan antibakteri. Senyawa ini tergantung pada kenaikan suhu dimana apabila suhu meningkat maka keefisienannya menghancurkan bakteri meningkat tetapi kecepatan terdekomposisinya juga semakin meningkat. Bakteri yang paling sensitif terhadap senyawa ini adalah bakteri Gram negatif terutama koliform (Branen et al., 1990).

(25)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan dari bulan April sampai Mei 2008. Lokasi penelitian dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi segar bagian topside (paha belakang) yang diperoleh dari Unit Pemotongan Ternak Daging (UPTD) Kota Bogor. Media yang digunakan dalam pengujian mikroorganisme pada daging segar adalah deMan Ragosa Sharp broth (MRSB), NaCl fisiologis, Plate Count Agar (PCA), Eosyin Methylen Blue Agar (EMBA),

Vogel Johnson Agar (VJA), kalium tellurit 1%, Yeast Ekstrak (YE) dan aquadest

steril.

Alat-alat yang digunakan adalah cawan Petri, pipet 5 ml, pipet 10 ml, mikro pipet 1 ml, mikro pipet 5 ml, tabung reaksi, kertas saring, pH meter, autoclave, bunsen, alumunium foil, oven, tabung Ependorf, kantong plastik HDPE, inkubator, kapas, tabung Scott, alat sentrifugasi Hettich Zentrifugen 6000 rpm, water press, planimeter, thermometer bimetal serta refrigerator.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan dua metode rancangan percobaan yaitu rancangan deskriptif dan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan tiga kali ulangan. Rancangan deskriptif digunakan untuk menjelaskan mikroorganisme pada daging sapi segar sedangkan RAL pola faktorial digunakan untuk menghitung populasi pertumbuhan mikroorganisme pada daging yang telah diberikan perlakuan. RAL pola faktorial terdiri dari 2 perlakuan yaitu faktor perlakuan pertama adalah penambahan substrat antimikroba dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0%, 50% dan 100% dan faktor kedua yaitu lama penyimpanan pada 2 dan 4 hari. Menurut Steel dan Torrie (1995) model matematika yang digunakan adalah

(26)

Keterangan:

µ = nilai tengah populasi

αi = pengaruh penambahan substrat antimikroba ke-i (faktor 1) βj = pengaruh lama penyimpanan ke-k (faktor 2)

(αβ) ij = pengaruh interaksi faktor 1 dan 2

εijk = galat percobaan pengaruh perlakuan pertama ke-i dan ulangan ke-k i = lama penyimpanan (2 dan 4 hari)

K = ulangan (1, 2 dan 3)

Yijk = respon pengaruh lama penyimpanan terhadap penambahan substrat antimikroba

Perlakuan

Perlakuan pada penelitian ini adalah penambahan substrat antimikroba dengan taraf sebagai berikut:

Perlakuan 1: kontrol (hanya untuk daging segar) Perlakuan 2: 50% SBS + 50% aquadest steril Perlakuan 3: 100% SBS

Daging yang mendapat perlakuan tersebut disimpan selama 4 hari dengan pengamatan pada hari ke 2 dan 4.

Peubah

Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi:

Peubah 1: uji kualitas supernatan bebas sel yang terdiri dari uji pH dan Total Asam Tertitrasi (TAT)

Peubah 2: uji kualitas daging sapi segar diantaranya uji pH, Daya Mengikat Air (DMA) dan susut masak

Peubah 3: nilai pH daging perlakuan

Peubah 4: uji mikrobiologi daging perlakuan yang meliputi aktifitas Total Plate Count (TPC), E. coli, serta S. aureus pada daging sapi segar iris dan daging perlakuan.

(27)

Analisis Data

Data yang dihasilkan pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan General Linier Model (GLM) pada program minitab 14. Hasil data yang telah dianalisis adalah nyata dengan p<0,05 pada konsentrasi supernatan bebas sel sehingga diperlukan uji lanjut. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan dengan menggunakan program SAS

Prosedur Penyegaran Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat yang mampu menghasilkan substrat antimikroba yang memiliki daya penghambatan terbaik yaitu Lactobacillus fermentum dengan kode 2B4 sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam 9 ml MRSB yang diperkaya YE. Setelah itu, dihomogenisasi dan diinkubasi selama 24 jam.

Produksi Substrat Antimikroba

Bakteri asam laktat yang sudah disegarkan dihomogenisasi kemudian diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml MRSB yang diperkaya YE. Kemudian dihomogenisasi dan diinkubasi selama 20 jam. Setelah 20 jam, bakteri asam laktat L. fermentum (2B4) dimasukkan ke dalam tabung Ependorf kemudian disentrifugasi dengan kecepatan putar 6000 rpm dalam 20 menit. Setelah itu, supernatan (bagian atas yang terpisah, hasil dari sentrifugasi) tersebut disaring dengan kertas saring

Sartorius 0,22 µml ke dalam wadah tabung Scott steril. Substrat antimikroba yang sudah disaring dinamakan Supernatan Bebas Sel (SBS). Kemudian SBS tersebut disimpan pada refrigerator selama 7 jam.

Pengawetan Daging dengan Supernatan Bebas Sel

Daging sapi segar diiris (100 g) mengikuti arah jaringan otot. SBS dipersiapkan ke dalam kantung plastik HDPE steril dimana 9 buah plastik untuk daging yang tidak ditambah dengan substrat antimikroba, masing-masing sebanyak 6 buah plastik dimasukkan 50% substrat antimkroba yang ditambah dengan 50%

aquadest steril dan 100% substrat antimikroba. Irisan daging sapi segar dimasukkan kedalamnya dan didiamkan selama 30 menit. Setelah 30 menit, daging diangkat dari larutan dan dipindahkan ke dalam plastik steril kosong yang sudah dipersiapkan

(28)

disimpan pada refrigerator dengan suhu 4-7 0C diiris (100 g) Daging Sapi 50% substrat antimikroba + 50% aquades steril 100% substrat antimikroba

Pengamatan pada 2 dan 4 hari direndam selama 30 menit

sebelumnya. Kemudian daging tersebut disimpan ke dalam refrigerator (4-7ºC) selama 4 hari. Pada hari ke-2 dan 4 daging sapi segar tersebut dilakukan pengujian kualitas mikrobiologi secara kuantitatif terhadap E. coli, TPC dan S. aureus. Alur penelitian aplikasi substrat antimikroba ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tahapan Penelitian Uji Kualitas Supernatan Bebas Sel (SBS)

Nilai pH. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Corning. Caranya adalah pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan larutan standar (ber-pH 7 dan 4), kemudian sebanyak 5 ml SBS yang telah disediakan diukur nilai pH-nya dengan memasukkan elektroda pH meter Corning ke dalam larutan SBS tersebut dan dilihat nilai pH-nya.

Total Asam Tertitrasi. Supernatan bebas sel sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan 2 tetes fenolftalein 1%. Titrasi dilakukan dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N sampai timbul warna merah muda. Total asam tertitrasi diasumsikan sebagai total asam laktat.

Total asam laktat (% asam laktat) = ml 0,1 N NaOH X 0,009 X 100 ml sampel

(29)

Uji Kualitas Daging

Nilai pH. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Corning. Caranya adalah pH meter dikalibrasi dengan larutan standar (ber-pH 7 dan 4), kemudian sebanyak 5 g sampel daging dihancurkan dan dilarutkan ke dalam 45 ml akuades lalu elektroda pH meter dimasukkan ke dalam larutan daging dan dilihat nilai pH-nya.

Daya Mengikat Air (Soeparno, 1998). Sebanyak 0,3 g sampel daging segar diletakkan ke dalam kertas Whatman kemudian tekan selama 5 menit dengan menggunakan water press (beban 35 kg). Setelah 5 menit lingkaran yang terbentuk, ditandai kemudian diukur dengan planimeter. Perhitungan daya mengikat air diestimasi dengan menghitung mgH2O berdasarkan rumus:

mgH2O =

Area yang

basah (cm2) – 8 0,0948

Semakin tinggi nilai mgH2O maka daya mengikat air semakin rendah.

Susut Masak. Sebanyak 100 g sampel ditancapi dengan thermometer bimetal

sampai menembus daging sebatas garis putih pada alat tersebut. Kemudian dimasukkan ke dalam air dan direbus sampai menunjukkan suhu 81°C. Setelah itu, daging didinginkan selama 60 menit. Setelah 24 jam daging ditimbang kembali. Susut masak dihitung dengan meggunakan rumus:

Susut masak = berat awal sampel-berat akhir sampel X 100% berat awal sampel

Pengujian Mikrobiologi

Analisis Kuantitatif Total Plate Count (TPC). Sebanyak 10 g sampel daging diencerkan dengan larutan pengencer (NaCl fisiologis) sebanyak 90 ml (sebagai pengenceran 10-1). Kemudian 1 ml dari pengenceran 10-1 yang sudah homogen dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer sehingga terbentuk pengenceran 10-2 kemudian larutan tersebut dikocok sampai homogen. Pengenceran ini dilakukan sampai pengenceran 10-7. Setelah pengenceran, dilakukan pemupukan dengan cara mengambil sebanyak 1 ml dari 3 pengenceran terakhir yaitu 10-5, 10-6, dan 10-7 dipindahkan ke dalam cawan Petri steril secara duplo. Media agar Plate Count Agar (PCA) ditambahkan ke dalam cawan Petri tersebut. Pemupukan

(30)

dilakukan dengan metode tuang sebanyak ±20 ml dan digoyangkan membentuk angka 8. Cawan Petri (agar yang sudah membeku) diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator bersuhu 370C selama 24 jam.

Analisis Kuantitatif Total Staphylococcus aureus. Sebanyak 10 g sampel daging diencerkan dengan larutan pengencer (NaCl fisiologis) sebanyak 90 ml sampai larutan menjadi homogen (pengenceran 10-1). Sebanyak 1 ml dari larutan pengenceran 10-1 yang sudah homogen dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer sehingga terbentuk pengenceran 10-2 kemudian larutan tersebut dikocok sampai homogen. Lakukan pengenceran sampai 10-5. Setelah pengenceran, dilakukan pemupukan dengan cara mengambil sebanyak 1 ml pengencer dari 3 pengenceran terakhir yaitu 10-3, 10-4, dan 10-5 dipindahkan ke dalam cawan Petri steril secara duplo. Media agar Vogel Johnson Agar (VJA) yang ditambah dengan kalium tellurit 1% dimasukkan ke dalam cawan Petri tersebut. Pemupukan ini dilakukan dengan metode tuang sebanyak ±20 ml dan digoyangkan membentuk angka 8. Cawan Petri (agar yang sudah membeku) diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator bersuhu 370C selama 24 jam. Koloni S. aureus berwarna hitam dikelilingi kuning.

Analisis Kuantitatif Total Escherichia coli. Pengukuran E. coli dilakukan dengan mencampurkan 10 g sampel daging dengan larutan pengencer (NaCl fisiologis) sebanyak 90 ml sampai larutan menjadi homogen (pengenceran 10-1). Sebanyak 1 ml dari larutan pengencer pertama yang sudah homogen dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer sehingga terbentuk pengenceran 10-2 kemudian larutan tersebut dikocok sampai homogen. Lakukan pengenceran sampai 10-5. Setelah pengenceran, dilakukan pemupukan dengan cara mengambil sebanyak 1 ml pengencer dari 3 pengenceran terakhir yaitu 10-3, 10-4, dan 10-5 dipindahkan ke dalam cawan Petri steril secara duplo. Media agar Eosyn Methylen Blue Agar

(EMBA) ditambahkan ke dalam cawan Petri tersebut. Pemupukan ini dilakukan dengan metode tuang sebanyak ±20 ml dan digoyangkan membentuk angka 8. Cawan Petri (agar yang sudah membeku) diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator bersuhu 370C selama 24 jam. Koloni E. coli berwarna kehijauan jika diletakkan di bawah sinar matahari atau sinar lampu.

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Kualitas Supernatan Bebas Sel

Nilai pH merupakan nilai yang penting karena menunjukkan kondisi keasaman suatu substrat yang akan mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada daging segar. Nilai pH dipengaruhi oleh besarnya nilai Total Asam Tertitrasi (TAT). Nilai pH dan TAT pada Supernatan Bebas Sel (SBS) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai pH dan Total Asam Tertitrasi (TAT) pada Supernatan Bebas

Sel (SBS)

Peubah Nilai

pH 4,30 ± 0,00

Total Asam Tertitrasi (%) 0,27 ± 0,02

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai pH SBS adalah 4,30 ± 0,00. Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil yang didapatkan pada penelitian Widiasih (2008) yaitu 4,17 ± 0,06. Hasil tersebut menandakan bahwa SBS dalam keadaan asam. Keasaman ini terjadi karena SBS merupakan hasil penyaringan bakteri asam laktat 2B4 yaitu L. fermentum yang diisolasi dari daging sapi setelah 34 jam

postmortem. L. fermentum merupakan bakteri asam laktat yang bersifat heterofermentatif yaitu bakteri yang menghasilkan asam laktat sekitar 50% dari fermentasi glukosa. Selain itu, L. fermentum juga menghasilkan etanol, CO2,

senyawa citarasa, dan manitol (Surono, 2004). Nilai pH yang dhasilkan oleh jenis bakteri asam laktat yang lain dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan Permanasari (2008). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai pH substrat yang dihasilkan Lactobacillus sp. adalah 4,1.

Nilai pH pada SBS juga didukung dengan besarnya nilai TAT. Semakin besar nilai TAT maka nilai pH SBS semakin rendah. Hal tersebut disebabkan TAT merupakan persentase asam yang terdapat di dalam SBS. Nilai TAT yang dihasilkan oleh L. fermentum yang disentrifugasi dengan kecepatan putar 6000 rpm selama 20 menit adalah sebesar 0,27 % sedangkan pada penelitian Widiasih (2008) yang menggunakan sentrifugasi dengan kecepatan putar 10000 rpm selama 20 menit menghasilkan nilai TAT sebesar 0,33%. Berdasarkan nilai TAT dari kedua penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa SBS yang disentrifugasi dengan kecepatan putar

(32)

10000 rpm selama 20 menit menghasilkan asam organik yang tidak berbeda jauh jumlahnya dengan SBS yang disenrifugasi pada kecepatan putar 6000 rpm selama 20 menit.

Kualitas Daging Sapi Segar

Nilai pH, daya mengikat air (DMA), dan susut masak merupakan peubah yang digunakan untuk mengukur kualitas fisik daging sapi segar. Nilai pH, DMA dan susut masak pada daging sapi segar yang belum mendapat perlakuan, dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Kualitas Fisik Daging Sapi Segar

Peubah Nilai

pH 5,60 ± 1,09

DMA (%) 55,52 ± 3,75

Susut Masak (%) 38,40 ± 4,27

Berdasarkan Tabel 3 didapatkan bahwa nilai pH daging sapi segar mencapai 5,60 ± 1,09. Hasil tersebut sesuai dengan pH daging ultimat menurut Soeparno (1998) yaitu 5,4-5,8. Nilai pH daging ultimat adalah nilai pH yang dicapai setelah glikogen otot menjadi habis atau setelah enzim-enzim glikolitik menjadi tidak aktif pada pH rendah atau setelah glikogen tidak lagi sensitif terhadap serangan-serangan enzim glikolitik (Lawrie, 1995). Nilai pH yang rendah pada daging dipengaruhi oleh penimbunan asam laktat. Mekanisme pembentukan asam laktat yang terdapat di dalam daging dimulai pada saat hewan mati dimana berbagai jaringan akan melanjutkan metabolisme secara lokal. Pada saat itu, urat daging tidak berkontraksi secara aktif, namun dapat menghasilkan energi yang digunakan untuk mempertahankan suhu dan integritas sel. Hal tersebut dilakukan oleh enzim ATP-ase kontraktil dari aktomiosin dan ATP-ase non-kontraktil dari miosin. Setelah itu, darah dari sapi akan banyak keluar sehingga pembawa oksigen ke urat daging hilang. Akibatnya enzim sitokrom tidak dapat beroperasi sehingga ATP tidak dapat terbentuk. Kerja ATP-ase nonkontraktil dari miosin yang terus menerus akan menurunkan tingkat ATP, secara simultan menghasilkan P-organik yang merangsang perubahan glikogen menjadi asam laktat.

(33)

Nilai DMA daging sapi segar pada Tabel 3 adalah sebesar 55,52 ± 3,75%. Nilai tersebut diperoleh karena daging masih dalam keadaan segar (belum diberi perlakuan apapun) dan hanya mengalami pemotongan saja. Pemotongan pada daging segar tersebut hanya akan mengeluarkan air bebas yang terdapat pada permukaan daging dan tidak berpengaruh besar terhadap nilai DMA serta kandungan air yang terikat oleh molekul protein dan air yang terdapat di antara air bebas dan air yang terikat (immobile). Daya mengikat air (DMA) adalah kemampuan protein daging untuk mengikat komponen air yang terdapat didalamnya serta air yang ditambahkan selama pemotongan, pemanasan, penggilingan dan tekanan. Nilai DMA ini dipengaruhi oleh nilai pH dan jumlah ATP, dimana apabila nilai pH lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik daging maka nilai DMA akan meningkat (Soeparno, 1998). Berdasarkan nilai pH daging pada Tabel 3 dikatakan nilai DMA besar karena pH daging segar melebihi pH titik isoelektrik yaitu lebih besar dari 5,0 – 5,1.

Nilai susut masak daging sapi segar pada Tabel 3 adalah sebesar 38,40 ± 4,27%. Nilai susut masak pada umumnya bervariasi antara 1,5-54,5% dengan kisaran 15-40%. Hal tersebut menandakan bahwa kualitas daging sapi segar masih baik karena nilai nutrisi yang hilang sedikit. Susut masak merupakan fungsi dari suhu dan lama dari pemasakan. Susut masak dipengaruhi oleh pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi miofibril, ukuran dan berat sampel daging dan penampang lintang daging. Berbagai perubahan terjadi pada daging selama pemasakan, yaitu (1) protein serat otot mengalami koagulasi dan daging mengerut; (2) pengkerutan menyebabkan keluarnya cairan dari daging; (3) kolagen pada jaringan ikat berubah menjadi gelatin, hal ini akan meyebabkan daging menjadi lebih empuk; dan (4) nutrien tertentu hilang atau rusak selama pemasakan. Nilai susut masak berbanding terbalik dengan nilai DMA. Berdasarkan Tabel 3 nilai DMA lebih besar jika dibandingkan dengan susut masak sehingga dapat dikatakan bahwa sedikitnya air yang keluar dari daging disebabkan besarnya daya mengikat protein terhadap air (Soeparno, 1998).

(34)

Nilai pH Daging Perlakuan

Nilai pH dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Semakin rendah nilai pH maka semakin besar penghambatan terhadap mikroorganisme. Pada Tabel 4 diperlihatkan nilai pH daging perlakuan.

Tabel 4. Nilai pH Daging Perlakuan dengan Konsentrasi SBS yang Berbeda

Lama Simpan SBS

(Hari) 0% 50% 100%

2 5,27±0,15 5,27±0,06 5,07±0,06

4 5,30±0,00 5,17±0,15 4,90±0,35

Rataan 5,28±0,09a 5,22±0,12a 4,98±0,24b

Keterangan: Huruf superskript yang beda pada baris yang sama memiliki perbedaan yang nyata (p<0,05)

Berdasarkan Tabel 4 didapatkan bahwa nilai pH daging perlakuan dipengaruhi oleh konsentrasi SBS, semakin besar konsentrasi SBS maka nilai pH semakin turun karena banyaknya asam organik yang terkandung di dalam daging perlakuan sehingga semakin efektif dalam menghambat bakteri patogen. SBS dengan konsentrasi 100% memiliki nilai pH yang paling rendah dibandingkan dengan SBS dengan konsentrasi 0% dan 50% sehingga dapat dikatakan bahwa kandungan asam organik yang paling banyak adalah pada SBS dengan konsentrasi 100% dan paling efektif menghambat pertumbuhan bakteri patogen.

Asam organik merupakan salah satu hasil metabolit bakteri asam laktat yang bersifat antimikroba. Pembentukan asam organik terjadi melalui proses fermentasi glukosa yang terdiri dari dua tahap yaitu (1) pemecahan rantai karbon dari glukosa dan pelepasan paling sedikit dua pasang karbon atom hidrogen, menghasilkan senyawa karbon lainnya yang lebih teroksidasi dibandingkan glukosa. Senyawa yang teroksidasi tersebut direduksi kembali oleh atom hidrogen yang dilepaskan dalam tahap pertama sehingga membentuk asam piruvat; (2) tahap kedua, asam piruvat bertindak sebagai penerima hidrogen, sehingga asam piruvat yang direduksi oleh NADH2 menghasilkan asam laktat dan senyawa lain seperti asam asetat, CO2 dan etanol (Fardiaz, 1992).

Rendahnya nilai pH tidak dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, karena lama simpan tidak dapat menambah kandungan asam organik yang terdapat dalam SBS. Kandungan asam organik dipengaruhi oleh jumlah dan jenis asam laktat yang

(35)

digunakan. Asam organik akan banyak dihasilkan oleh bakteri asam laktat homofermentatif dibandingkan dengan bakteri asam laktat heterofermentatif. Earnshaw (1999) menambahkan bahwa asam laktat dapat menyebabkan perubahan nilai pH secara signifikan.

Uji Mikrobiologi Daging Perlakuan

Aktifitas Total Plate Count (TPC), E. coli dan S. aureus pada Daging Sapi Segar Iris

Kontaminasi awal bakteri akan menentukan populasi bakteri selanjutnya. Indikator kontaminasi awal pada daging sapi segar diantaranya dapat dilihat dari jumlah Total Plate Count (TPC) atau total mikroba, S. aureus dan E. coli karena ketiga bakteri tersebut terdapat secara alami pada daging sapi segar dan dapat menimbulkan penyakit apabila keberadaannya melebihi batas normal untuk dikonsumsi. Populasi awal total mikroba, E. coli dan S. aureus dalam daging sapi segar dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Populasi Total Mikroba, E. coli dan S. aureus dalam Daging Sapi Segar Iris

Lama Simpan Bakteri Uji

(Hari) Total Mikroba E. coli S. aureus

- (log10 cfu/g)

0 7,13±1,12 5,42±0,86 4,33±0,26

2 6,57±0,55 5,93±0,59 4,87±0,67

4 7,91±0,61 4,70±1,11 3,73±0,64

Berdasarkan Tabel 5 dapat dikatakan bahwa pada H-0 jumlah populasi TPC,

S. aureus dan E. coli melebihi jumlah cemaran mikroba maksimum pada daging sapi segar menurut SNI NO 01-6366-2000. Hal tersebut menandakan bahwa daging sudah terkontaminasi pada awal pemotongan.

Populasi total mikroba menurun pada proses penyimpanan hari ke-2 sedangkan pada lama simpan 4 hari populasi total mikroba kembali naik. Salah satu penyebabnya adalah pada lama simpan 2 hari kemungkinan bakteri mengalami fase adaptasi dimana pada fase ini, belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim belum disintesis sehingga jumlah sel pada fase ini terjadi penurunan. Bakteri menyesuaikan diri dengan lingkungannya karena pada H-0 bakteri berada dalam suhu ruang sedangkan pada lama simpan 2 dan 4 hari, bakteri disimpan terlebih

(36)

dahulu di dalam refrigerator dengan suhu 4-7ºC sehingga bakteri menyesuaikan keadaan lingkungannya. Ketika sel dalam fase statis dipindahkan ke media baru, sel akan melakukan proses adaptasi yang meliputi sintesis enzim baru yang sesuai dengan medianya dan pemulihan terhadap metabolit yang bersifat toksik (misalnya asam, alkohol dan basa) pada saat berada pada media lama. Jumlah total mikroba pada lama simpan 4 hari kembali tinggi. Hal tersebut menandakan bahwa bakteri sudah dapat menyesuaikan diri sehingga dapat membelah diri. Setelah sel memperoleh kondisi ideal dalam pertumbuhannya, sel melakukan pembelahan karena pembelahan sel merupakan persamaan eksponensial. Fardiaz (1992) menjelaskan bahwa jumlah sel pada fase perbanyakan, meningkat sampai pada batas tertentu.

Besarnya populasi E. coli menandakan bahwa pada saat pemotongan, para pekerja di Rumah Potong Hewan (RPH) kota Bogor tidak menerapkan sanitasi yang baik karena E. coli merupakan bakteri yang digunakan sebagai indikator sanitasi. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan penggunaan air yang tidak mengalir pada saat pemotongan untuk membersihkan daging dan tidak adanya pemisahan yang jelas antara tempat jeroan dengan daging yang sudah dipotong sehingga daging terkontaminasi dari bakteri yang berasal dari jeroan. Populasi E. coli naik pada lama simpan 2 hari karena E. coli mampu beradaptasi pada suhu rendah (<100C) dan termasuk bakteri anaerob fakultatif yang dapat tumbuh dengan atau tanpa oksigen. Lama simpan 4 hari menyebabkan jumlah E. coli menurun karena diperkirakan nilai aw pada daging rendah. Rendahnya nilai aw disebabkan kelembapan udara relatif (RH) pada refrigerator rendah sehingga terjadi penguapan air dari daging. Kebutuhan aw minimal untuk E. coli menurut Fardiaz (1992) adalah 0,96.

Populasi yang besar dari S. aureus menandakan bahwa adanya kontaminasi dari pekerja dan peralatan yang digunakan untuk pemotongan. Pekerja pada RPH kota Bogor tidak menerapkan sanitasi, yang terbukti dengan perlengkapan yang kurang dipersiapkan oleh pekerja seperti pakaian yang tertutup, sepatu bot, sarung tangan serta masker. Peralatan yang digunakan seperti pisau tidak dibersihkan dengan alkohol sebelumnya dan setelah pemakaian hanya dibersihkan dengan air yang digunakan untuk membersihkan jeroan sehingga terjadi kontaminasi silang pada daging. Populasi S. aureus naik pada lama simpan 2 hari tetapi setelah 4 hari

(37)

populasi S. aureus menurun. Naiknya populasi pada lama simpan 2 hari karena S. aureus dapat tumbuh antara suhu 7-480C. Turunnya populasi S. aureus pada lama simpan 4 hari karena kelembapan udara relatif pada refrigerator rendah sehingga aw pada daging turun. Nilai aw minimal untuk S. aureus menurut Fardiaz (1992) adalah 0,86.

Aktifitas Total Plate Count (TPC) pada Daging Sapi Perlakuan

Kualitas dari daging segar ditentukan oleh adanya pertumbuhan mikroorganisme. Salah satunya adalah Total Plate Count (TPC) atau total mikroba yang terkandung di dalam daging. Hasil sidik ragam total mikroba dari daging perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Total Mikroba pada Daging Sapi Perlakuan Lama Simpan (Hari) SBS Rataan 0% 50% 100% (log10 cfu/g) 2 6,57±0,55 8,23±1,29 6,20±0,70 7,00±1,22b 4 7,91±0,61 8,27±0,12 7,30±0,95 7,82±0,71a Rataan 7,23±0,89b 8,25±0,82a 6,75±0,96b 7,41±1,06

Keterangan: Huruf superskript yang beda pada baris atau kolom yang sama memiliki perbedaan yang nyata (p<0,05)

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa konsentrasi SBS yang diberikan mempengaruhi jumlah total mikroba. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah total mikroba yang turun dari 7,23±0,89 log10 cfu/g menjadi 6,75±0,96 log10 cfu/g pada konsentrasi SBS 100% yang disebabkan banyaknya asam organik yang terkandung di dalam SBS tersebut. Hal yang berbeda terjadi pada konsentrasi SBS 50% dimana jumlah total mikroba semakin banyak dari 7,23±0,89 log10 cfu/g menjadi 8,25±0,82 log10 cfu/g. Hal tersebut disebabkan karena pada konsentrasi SBS 50% terjadi penambahan 50% aquadest steril. Aquadest steril tersebut dapat dijadikan media bagi bakteri patogen untuk tumbuh. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa konsentrasi SBS 50% tidak efektif dalam menghambat pertumbuhan total mikroba daging. Grafik pertumbuhan jumlah total mikroba dapat dilihat pada Gambar 4.

(38)

0 5 10 0% 50% 100% Konsentrasi SBS P o p u la si B a k te ri lo g 1 0 c fu /g 2 Hari 4 Hari

Gambar 4. Rataan Populasi Total Mikroba pada Daging Sapi Iris dengan Lama Simpan 2 dan 4 Hari

Total mikroba dipengaruhi juga oleh lamanya penyimpanan. Jumlah total mikroba menurun setelah disimpan selama 2 hari tetapi setelah penyimpanan 4 hari jumlah total mikroba meningkat lagi. Hal tersebut disebabkan pada penyimpanan hari ke-2 mikroba masih melakukan adaptasi dengan lingkungannya karena beberapa enzim belum disintesis sedangkan pada penyimpanan hari ke-4, mikroba mulai beradaptasi dengan lingkungannya sehingga mampu untuk tumbuh dan berkembang biak dengan cara membelah diri. Besarnya populasi total mikroba pada penyimpanan 2 hari karena bakteri yang tumbuh tergolong bakteri psikrofilik (bakteri yang tumbuh pada suhu 5-150C). Soeparno (1998) menyebutkan bahwa bakteri psikrofilik yang ditemukan pada penyimpanan di suhu refrigerator adalah Pseudomonas, Achromobacter, Micrococcus, Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus, Flavobacterium dan Proteus

Perbedaan tempat penyimpanan menyebabkan perbedaan dari jumlah total mikroba yang terkandung di dalam daging. Hasil penelitian Takasari (2008) menyebutkan bahwa daging sapi yang tidak diberi perlakuan dengan penyimpanan pada suhu ruang menghasilkan jumlah total mikroba yang meningkat dari waktu yang diberikan yaitu 0, 6, dan 12 jam sedangkan pada jam ke-18 terjadi penurunan jumlah total mikroba.

Aktifitas E. coli pada Daging Sapi Perlakuan

E. coli merupakan salah satu indikator penerapan sanitasi yang buruk. Hasil sidik ragam populasi E. coli disajikan pada Tabel 7.

(39)

Tabel 7. Hasil E. coli pada Daging Sapi Perlakuan Lama Simpan SBS (Hari) 0% 50% 100% (log10 cfu/g) 2 6,57±0,55 4,63±0,64 3,70±1,48 4 7,91±0,61 3,80±0,56 3,87±1,03 Rataan 5,32±1,04a 4,22±0,71ab 3,78±1,14b

Keterangan: Huruf superskript yang beda pada baris yang sama memiliki perbedaan yang nyata (p<0,05)

Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa konsentrasi SBS mempengaruhi nilai dari E. coli. Semakin besar konsentrasi SBS maka semakin sedikit jumlah E. coli. SBS mengandung substansi antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan

E. coli yaitu asam organik. Efek penghambatan E. coli oleh asam organik adalah dengan cara menurunkan nilai pH eksternal dan juga bentuk tidak terdisosiasi dari molekul asam organik. Nilai pH eksternal yang rendah mengakibatkan asidifikasi sel sitoplasma, sementara bentuk asam organik yang tidak terdisosiasi menjadi lipofilik, sehingga asam organik dapat berdifusi ke dalam membran. Asam yang tidak terdisosiasi akan melumpuhkan elektrokimia proton gradient atau dengan mengubah permeabilitas sel membran yang akan mengganggu sistem transport substrat (Surono, 2004). Grafik pertumbuhan E. coli dapat dilihat pada Gambar 5.

0 2 4 6 8 0% 50% 100% Konsentrasi SBS P o p u la si B a k te ri lo g 1 0 c fu /g 2 4

Gambar 5. Rataan Populasi E. coli pada Daging Sapi Iris dengan Lama Simpan 2 dan 4 Hari

E. coli merupakan bakteri yang sensitif terhadap asam organik karena termasuk ke dalam bakteri Gram negatif yang mempunyai dinding sel dengan lapisan peptidoglikan sebesar 1-2% dari berat kering sel (McKane and Kandel, 1985). Hal tersebut terbukti dengan berkurangnya populasi E. coli sebesar 1,1 log10 cfu/g pada

(40)

konsentrasi SBS 50% dan 1,54 log10 cfu/g pada konsentrasi SBS 100%. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Tribowo (2006) dimana pada hasil penelitiannya didapatkan bahwa isolat 2B4 memiliki kemampuan penghambatan yang lebih besar terhadap bakteri Gram negatif dibandingkan dengan Gram positif. Hal yang sama dapat ditemukan pada penelitian Widiasih (2008) dimana pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa isolat 2B4 merupakan isolat terbaik karena memiliki zona hambat terbesar terhadap E. coli.

Selain asam organik, penghambatan pertumbuhan E. coli diperkirakan karena SBS mengandung H2O2. Senyawa H2O2 dihasilkan oleh enzim NADH oksidase dan superoksida dismutase, dimana oksigen berperan sebagai elektron akseptor eksternal. Efek bakterisidal senyawa ini adalah karena terjadinya oksidasi pada sel bakteri, yaitu gugus sulfidril dari protein sel sehingga mendenaturasi sejumlah enzim dan terjadinya peroksidasi dan lipid membran meningkatkan permeabilitas membran. Senyawa H2O2 juga bisa bertindak sebagai prekusor bagi pembentukan radikal bebas yang bersifat bakterisidal seperti senyawa radikal superoksida (O2-) dan hidroksil (OH-) yang dapat merusak DNA (Surono, 2004).

Jumlah E. coli tidak dipengaruhi oleh lama penyimpanan. Lama simpan dipengaruhi oleh suhu dan kecepatan udara di dalam refrigerator. Beberapa strain E. coli dapat tumbuh pada suhu kurang dari 100C dan E. coli termasuk bakteri anaerob fakultatif (dapat hidup dengan atau tanpa oksigen) sehingga pertumbuhannya tidak dipengaruhi oleh suhu maupun kecepatan udara di dalam refrigerator.

Berdasarkan data pada Tabel 7 dapat dikatakan bahwa konsentrasi SBS 100% sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan dari E. coli. Hasil penelitian ini didukung penelitian Widiasih (2008) dimana konsentrasi minimum penghambatan E. coli adalah sebesar 80%, yang berarti bahwa untuk dapat menghambat E. coli

dibutuhkan lebih dari 80% substrat antimikroba dari isolat bakteri 2B4. Aktifitas S. aureus pada Daging Sapi Perlakuan

S. aureus merupakan salah satu bakteri patogen yang bersifat anaerobik fakultatif. Hasil sidik ragam bakteri ini dapat dilihat pada Tabel 8.

Gambar

Tabel 1. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (cfu/g)  No  Jenis cemaran mikroba  Batas maksimum cemaran mikroba
Gambar 3. Bentuk Bakteri E. coli (sumber: Ernest, 1996)
Gambar 3. Tahapan Penelitian   Uji Kualitas Supernatan Bebas Sel (SBS)
Tabel 3. Nilai Kualitas Fisik Daging Sapi Segar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

sehingga berdasarkan prinsip perpindahan tekanan, menyatakan tekanan akan berbanding terbalik dengan luas permukaan (Teori bramah). Silinder hidrolik yang digunakan pada

Segala puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir

Sebagai model of, siswa melakukan kegiatan membandingkan besar dua buah bangun ruang (model balok dari kertas dengan ukuran 3x1x3 satuan dan model kubus

982 Pengadilan campuran (Hybrid Tribunal) sebagai Forum Penyelesaian atas Kejahatan Intemasional dinyatakan dalam suatu perjanjian bilateral yang ditandatangani pada tanggal

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif terjadi pada partisipan karena pemberian uang saku dari orang tua yang dapat dibelikan sesuatu

Hasil belajar siswa yang belum memuaskan pada penelitian ini tidak hanya dipengaruhi oleh fase-fase dalam model pembelajaran team quiz, tetapi juga sangat dipengaruhi