• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP KEMANDIRIAN DAERAH PROVINSI ACEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP KEMANDIRIAN DAERAH PROVINSI ACEH"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 - Volume 1, No. 4, November 2013

ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN ASLI DAERAH

TERHADAP KEMANDIRIAN DAERAH PROVINSI ACEH

T. Iskandar Daod1, Abubakar Hamzah 2, Muhammad Nasir2 1) Magister Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

2) Staff Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Abstract: This study aims to analyze the contribution, the efficiency and effectiveness of capacity revenue (PAD) of the region autonomy, and the response of local revenue (PAD) of the Gross Regional Domestic Product (GDP) in the province of Aceh. The hypothesis was tested by using descriptive method and quantitative methods as well as a simple linear regression model. The data used are secondary data in the form of time series data (time series) from the period 1996 to 2011, local revenue (PAD) object, total revenue, regional expenditure and the Gross Regional Domestic Product (GDP). The data obtained from the BPS Aceh Province and other sources. The results indicate the independence of Aceh province in 1996-2011 was less with an average 10.85 per cent did not even get more than a quarter of the total average income of the area. On average the successful realization of revenue collected by the government of Aceh province used to cover the cost of collection is unefficient in the amount of 871,1 percent and edequate effective in the amount of 86, 42 percent . The results indicate the estimated regression coefficient of 1.953335 which is positive and significant ttable> tstatistik which means

that every area of economic growth (GDP) by 1 percentage point could encourage an increase in revenue of 1,95 percent means that revenue growth PAD slightly faster than the rate of growth of regional economy (GDP), the elastic means, the PAD is considered to GDP. Thus it can be said that the development of regional economic growth (GDP) is responsive to receipt of PAD in Banda Aceh, where the structure of the PAD began to run properly. Therefore, government's revenue is expected to further optimize revenue collection efforts.

Keywords : Local Revenue (PAD), Total Revenue, Regional Expenditure and Gross Regional Domestic Product (GDP)

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kontribusi, efisiensi dan efektivitas

kemampuan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap kemandirian daerah, dan respon Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Provinsi Aceh. Hipotesis diuji dengan menggunakan metode deskriptif dan metode kuantitatif serta model fungsi regresi linier sederhana. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data runtun waktu (time series) dari periode 1996-2011, yaitu data objek Pendapatan Asli Daerah (PAD), total pendapatan daerah, pengeluaran daerah dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Data tersebut diperoleh dari BPS Provinsi Aceh dan sumber-sumber lainnya. Hasil penelitian menunjukkan kemandirian Provinsi Aceh tahun 1996-2011 masih kurang dengan rata-rata 10,85 persen bahkan tidak sampai melebihi seperempat dari pada rata-rata-rata-rata total pendapatan daerah. Secara rata-rata realisasi PAD yang berhasil dipungut oleh pemerintah Provinsi Aceh dipergunakan untuk menutup biaya pungutan tidak efisien yaitu sebesar 871,1 persen dan cukup efektif dengan rata-rata 86,42 persen. Hasil estimasi menunjukkan koefisien regresi sebesar 1.953335 bertanda positif dan signifikan dimana ttabel > tstatistik yang berarti bahwa setiap pertumbuhan ekonomi daerah (PDRB) sebesar 1 persen mampu mendorong peningkatan PAD sebesar 1,95 persen berarti pertumbuhan penerimaan PAD sedikit lebih cepat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan perekonomian daerah (PDRB), berarti pula PAD dianggap elastis terhadap PDRB. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perkembangan pertumbuhan ekonomi daerah (PDRB) adalah responsif terhadap penerimaan PAD Provinsi, dimana struktur PAD mulai berjalan dengan baik. Oleh karena itu pemerintah daerah Aceh diharapkan untuk semakin mengoptimalkan upaya pengumpulan PAD.

Kata Kunci : Pendapatan Asli Daerah (PAD), Total Pendapatan Daerah Pengeluaran Daerah,

(2)

Volume 1, No. 4, November 2013 - 2

PENDAHULUAN

Provinsi Aceh tentunya memerlukan dana yang cukup besar dalam menyelenggarakan kegiatan pembangunan daerah diberbagai sektor. Dana pembangunan tersebut diusahakan sepenuhnya oleh pemerintah daerah dan bersumber dari penerimaan Pemerintah Daerah Provinsi Aceh sendiri. Sumber pembiayaan kebutuhan pemerintah yang mana biasa dikenal dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berasal dari pengelolaan sumber daya yang dimiliki daerah di samping penerimaan dari pemerintah propinsi, pemerintah pusat serta penerimaan daerah lainnya. Dari Tabel 1.1 dapat dilihat perkembangan Total PAD dari tahun 1996-2011.

Tabel 1.

Realisasi Total Pendapatan Asli Daerah Provinsi Aceh Tahun 1996-2011

No Tahun Total PAD (Rp)

1 1996 45.317.144.808 2 1997 45.209.310.000 3 1998 44.732.720.000 4 1999 44.735.873.000 5 2000 15.356.395.000 6 2001 48.760.692.590 7 2002 92.796.189.414 8 2003 103.532.286.174 9 2004 143.999.631.753 10 2005 211.190.000.000 11 2006 476.909.834.495 12 2007 563.106.000.000 13 2008 716.290.964.931 14 2009 796.949.424.470 15 2010 811.176.206.861 16 2011 805.179.231.254 Rata-Rata 310.327.619.047

Sumber: BPS Provinsi Aceh (diolah), 2011 Kemampuan keuangan daerah didalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah

merupakan pencerminan dari pelaksanaan otonomi di daerah dan peningkatan kemandirian daerah. Untuk melihat kemampuan Pemerintah Provinsi Aceh dalam menghimpun penerimaan daerah baik penerimaan yang berasal dari sumbangan dan bantuan pemerintah pusat maupun penerimaan yang berasal dari daerah sendiri, dapat dilihat dalam APBD yang biayanya bersumber dari PAD dengan tingkat kesesuaian yang mencukupi pengeluaran pemerintah daerah. Apabila PAD Provinsi Aceh semakin meningkat penerimaannya maka kemandirian daerah akan semakin baik.

KAJIAN KEPUSTAKAAN

Kerangka Teoritis Pendapatan Asli Daerah

Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah Pasal 6 terdiri

dari:

1. Pajak Daerah; 2. Retribusi Daerah;

3. Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan

4. Lain-lain PAD yang sah.

Kemandirian Fiskal

Kemandirian fiskal daerah menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan PAD seperti pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain, sehingga pembangunan daerah bisa diwujudkan hanya apabila disertai kemandirian fiskal yang efektif. Ini berarti bahwa pemerintah daerah secara

(3)

3 - Volume 1, No. 4, November 2013 finansial harus bersifat independen terhadap pemerintah pusat dengan jalan sebanyak mungkin menggali sumber-sumber PAD seperti pajak, retribusi dan sebagainya (Radianto, 1997).

Tabel 2.

Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal Derajat Desentralisasi (%) Kemandirian 0.00-10,00 Sangat Kurang 10,01-20,00 Kurang 20,01-30,00 Sedang 30,01-40,00 Cukup 40,01-50,00 Baik >50,00 Sangat Baik

Sumber: Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327,1996

Analisis Efisiensi dan Efektifitas Pemungutan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Tabel 3

Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan Kinerja Keuangan (%) Kriteria >100 Tidak Efisien 90-100 Kurang Efisien 80-90 Cukup Efisien 60-80 Efisien <60 Sangat Efisien

Sumber: Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327, 1996

Tabel 2.3.

Kriteria Efektivitas Kinerja Keuangan Kinerja Keuangan (%) Kriteria >100 Sangat efektif 90-100 Efektif 80-90 Cukup Efektif 60-80 Kurang Efektif <60 Tidak Efektif

Sumber: Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327, 1996 Hipotesis

1. Penerimaan Pendapatan Asli Daerah memberikan kontribusi yang kurang terhadap kemandirian daerah di Provinsi Aceh.

2. Pemungutan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Aceh tidak efektif dan cukup efisien.

3. Elastisitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Aceh terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah elastis.

METODE PENELITIAN

Ruang Lingkup dan Lokasi Penelitian Ruang lingkup penelitian ini berdasarkan berpusat pada kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian Daerah di Provinsi Aceh, Aspek yang dianalisis hanya dibatasi pada objek PAD, total pendapatan daerah, PDRB dan kemandirian daerah periode tahun 1996-2011. Yang menjadi lokasi dalam penelitian ini adalah Provinsi Aceh.

Sumber dan Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang mencakup Pendapatan Asli Daerah, total pendapatan daerah, pengeluaran daerah, dan PDRB tahun 1996-2011. Data tersebut diperoleh dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh. Di samping itu data dikumpulkan juga melalui studi kepustakaan berupa literatur, jurnal, tulisan ilmiah, dan internet yang ada hubungan dengan penelitian ini.

(4)

Volume 1, No. 4, November 2013 - 4 Metode dan Model Analisis

Model analisis yang digunakan dalam penelitian adalah:

a. Kontribusi Pendapatan Asli Daerah Terhadap Kemandirian Daerah Provinsi Aceh tahun 1996-2011 (Munir, Djuanda, Tangkilisan, 2002: 27).

Untuk mengukur kontribusi PAD terhadap Kemandirian Daerah Provinsi Aceh dapat digunakan rumus sebagai berikut:

%

100

x

TPD

PAD

KPAD

t t

(1) Dimana:

KPAD = Kontribusi PAD terhadap Kemandirian Daerah

PADt = Pendapatan Asli Daerah tahun ke t

TPDt = Total Pendapatan Daerah tahun

ke t

b. Tingkat Efisiensi Pemungutan Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Munir, Djuanda, Tangkilisan, 2002: 27).

%

100

x

RPAD

PD

Efisiensi

... (2) Dimana:

Efisiensi = Efisiensi pemungutan PAD PD =Pengeluaran(belanja) daerah RPAD = Realisasi PAD

c. Tingkat Efektifitas Pemungutan Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Munir, Djuanda, Tangkilisan, 2002: 27). % 100 x TPAD RPAD s Efektifita  ... (3) Dimana:

Efektifitas=Efektifitas pemungutan PAD RP = Realisasi PAD

TPAD = Target PAD

d. Elastisitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Produk Domestik

Elastisitas dapat diperoleh dengan model regresi linier sederhana transformasi antara realisasi PAD riil dengan PDRB pada harga konstan, seperti rumus di bawah ini (Sumodiningrat, 2001: 136): i t og og t ogPAD L L PDRB U L  0  ....(4) Dimana:

PADt = PAD pada tahun t

PDRBt= PDRB berdasarkan harga konstan

di Provinsi Aceh pada tahun t

= Konstanta

=Elastisitas PAD terhadap PDRB Ui = Variabel gangguan stokastik

(stochastic disturbance)

Definisi Operasional Variabel

Berdasarkan hipotesis yang telah disusun maka objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah besarnya Pendapatan Asli Daerah Provinsi Aceh yang diukur dalam rupiah.

2. Kemandirian Daerah adalah kemampuan pemerintah daerah untuk membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang bersumber dari PAD yang diukur dalam persentase.

3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan gambaran dari aktivitas perekonomian suatu daerah berdasarkan harga konstan yang diukur dalam rupiah .

(5)

5 - Volume 1, No. 4, November 2013 4. Efisiensi adalah suatu perbandingan

besarnya realisasi penerimaan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan pengeluaran (belanja) daerah yang diukur dalam persentase.

5. Efektifitas adalah kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan yang diukur dalam persentase. 6. Elastisitas atau respon Pendapatan Asli

Daerah (PAD) yaitu persentase perubahan Pendapatan Domestik Regional Bruto akibat perubahan Pendapatan Asli Daerah yang bersangkutan yang diukur dalam persentase.

HASIL PEMBAHASAN

Kontribusi Pendapatan Asli Daerah Terhadap Kemandirian Daerah Provinsi Aceh.

Kontribusi PAD dalam meningkatkan kemandirian daerah Provinsi Aceh adalah dilihat dari sejauh mana usaha pemerintah daerah dalam memaksimalkan menggali sumber dana yang berasal dari potensi daerah yang dimiliki serta kemampuan daerah mengelola dan memanfaatkan sumber dana yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini ditunjukkan dalam tabel 4.1 di bawah ini:

Tabel 4.1

Kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Kemandirian Provinsi Aceh Tahun

1996-2011(Rupiah) Thn Kemandirian Daerah Kemandirian 1996 16,07 Kurang 1997 17,70 Kurang 1998 16,60 Kurang 1999 26,00 Sedang 2000 3,37 Sangat Kurang 2001 9,45 Sangat Kurang 2002 6,04 Sangat Kurang 2003 5,02 Sangat Kurang 2004 5,18 Sangat Kurang 2005 4,89 Sangat Kurang 2006 8,74 Sangat Kurang 2007 10,53 Kurang 2008 10,36 Kurang 2009 11,44 Kurang 2010 11,60 Kurang 2011 10,58 Kurang Rata-rata 10,85 Kurang

Sumber: BPS Provinsi Aceh (diolah), 2011.

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat kemandirian Provinsi Aceh masih kurang dengan rata-rata 10,85 persen saja, bahkan tidak sampai melebihi seperempatnya. Sebelum otonomi daerah, pada tahun 1999, Provinsi Aceh sempat berada pada kemandirian sedang yaitu dengan dengan persentase 26 persen. Hal ini diakibatkan pada tahun 1999 Provinsi Aceh memekarkan Kabupaten Simelue merupakan daerah pemekaran baru sehingga PAD Aceh mengalami peningkatan yang didapat dari pajak perikanan dan pertanian yang merupakan basis ekonomi daerah ini, dan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan

(6)

Undang-Volume 1, No. 4, November 2013 - 6 undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Namun dari mulai diberlakukannya otonomi daerah yaitu pada tahun 2001 hingga tahun 2011 kemandirian daerah Provinsi Aceh masih menunjukkan angka yang fluktuatif dengan yang paling tinggi sebesar 11,60 persen pada tahun 2010, tetapi tetap saja masuk ke dalam katagori kemandirian Aceh masih kurang. Pada tahun 2001-2006 kemampuan Provinsi Aceh untuk mengoptimalkan potensi-potensi daerah sangat kurang. Tahun 2011 adalah 10,58 persen, nilai yang masih sangat kecil untuk suatu daerah mampu melaksanakan kemandirian. Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan bahwa peningkatan PAD belum menjadi sebuah indikator bahwa daerah tersebut telah menjadi daerah yang mandiri.

Pemerintah Daerah harus mampu melihat upaya lain guna meningkatkan pemasukan keuangan Aceh. Pos pendapatan dan pemasukan anggaran daerah bisa ditingkatkan dari salah satunya aset objek wisata dan sejarah yang ada di Aceh, penerimaan dan pengelolaan pajak daerah yang stabil dan transparan serta pemberdayaan dan pengelolaan bahan limbah menjadi bahan produktif. Sumber PAD yang bisa ditingkatkan tersebut, jika diberdayakan dan mendapat perhatian penuh dari Pemerintah Aceh bisa memperoleh tambahan masukan PAD sebanyak 20-70 persen.

Apabila potensi-potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini dapat digali secara maksimal maka kemandirian Provinsi Aceh dapat

terwujud dan kemampuan keuangan daerah Aceh bisa meningkat hingga lebih 50 persen, ketergantungan kepada dana perimbangan pusat juga menurun. Diharapkan Provinsi Aceh dapat mensejahterakan masyarakatnya secara merata dilihat dari kemandirian Aceh yang mulai sangat baik.

Kontribusi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Pemerintah Daerah Seluruh Provinsi di Indonesia terhadap Kemandirian Daerah

Untuk kemandirian daerah, Provinsi Jawa Barat memiliki rata-rata persentase tertinggi secara nasional yaitu sebesar 73,27 persen dengan kriteria kemampuan keuangan daerah sangat baik karena penerimaan PAD melebihi 50 persen dari pada total pendapatan daerahnya. Diikuti oleh Provinsi Jawa Timur (68,11 persen), Sumatera Utara (67,61 persen), Jawa Tengah (65,27 persen), Banten (63,56 persen) dan wilayah Pemerintah Provinsi Jawa dan Bali. Sementara itu kontribusi PAD yang terendah terhadap kemandirian daerah secara nasional, serta per pemerintah provinsi adalah Provinsi Papua Barat (3,53 persen), Provinsi Papua (6,12 persen) dan Maluku Utara (8,56 persen) dengan kriteria kemampuan keuangan daerah sangat kurang atau sangat kurang mandiri. Posisi terendah pada provinsi ini disebabkan oleh pendapatan transfer (dana perimbangan) umumnya berkebalikan atau lebih tinggi dengan penerimaan PAD.

Provinsi Aceh berada pada rata-rata 10,90 persen artinya Provinsi Aceh masih kurang mandiri dimana kontribusi penerimaan

(7)

7 - Volume 1, No. 4, November 2013 PAD belum bisa lebih dari 50 persen. Bahkan Provinsi Aceh mendapatkan rata-rata persentase yang terendah dari provinsi yang ada di Pulau Sumatera. Kepulauan Riau dan Bangka Belitung yang merupakan daerah pemekaran dari daerah lain dapat mengelola PAD nya lebih baik dari Provinsi Aceh yaitu sebesar 29,13 persen (cukup mandiri) dan 40,71 persen (baik).

Tingkat Efisiensi Pemungutan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Efisiensi pemungutan PAD menggambarkan perbandingan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi yang diterima.

Tabel 4.

Tingkat Efisiensi Pemungutan PAD Provinsi Aceh Tahun 1996-2011

Tahun Efisiensi Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan 1996 278,4 Tidak Efisien 1997 186,1 Tidak Efisien 1998 597,7 Tidak Efisien 1999 383,8 Tidak Efisien 2000 3.218,8 Tidak Efisien 2001 1.014,7 Tidak Efisien 2002 1.492,0 Tidak Efisien 2003 2.806,9 Tidak Efisien 2004 1.118,4 Tidak Efisien 2005 790,9 Tidak Efisien 2006 512,2 Tidak Efisien 2007 604,8 Tidak Efisien 2008 797,9 Tidak Efisien 2009 959,0 Tidak Efisien 2010 928,1 Tidak Efisien 2011 915,9 Tidak Efisien

Rata-Rata 871,1 Tidak Efisien

Sumber: BPS Provinsi Aceh (diolah), 2011.

Secara rata-rata tingkat efisiensi pemungutan PAD Provinsi Aceh dalam kurun waktu 16 tahun mulai tahun 1996-2011 sebesar 871,1 persen realisasi PAD yang berhasil dipungut

oleh Pemerintah Provinsi Aceh dipergunakan untuk menutup biaya pungutan tidak efisien. Artinya untuk mendapatkan penerimaan PAD sebesar Rp. 100,- maka Pemerintah Aceh mengeluarkan biaya lebih besar yaitu Rp. 871,1.-

Tingkat Efektifitas Pemungutan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Jika dilihat efektivitas dari penentuan target PAD yang dilakukan Pemerintah Daerah Provinsi Aceh terhadap realisasi penerimaan yang berhasil dilakukan diperoleh dengan membandingkan antara realisasi penerimaan dan target, maka kemampuan daerah dalam melaksanakan pemungutan PAD semakin baik. Namun target yang ditentukan harus sesuai dengan potensi dari sumber-sumber penerimaan itu sendiri.

Tabel 5.

Tingkat Efektifitas Pemungutan PAD Provinsi Aceh Tahun 1996-2011

Thn Total Target (000 Rupiah) Total Realisasi (000 Rupiah) Efektifitas (Persen) Kriteria 1996 54.243.000 45.317.144 119,70 Sangat Efektif 1997 59.516.000 45.209.310 131,65 Sangat Efektif 1998 48.136.000 44.732.720 107,61 Sangat Efektif 1999 33.435.000 44.735.873 74,74 Kurang Efektif 2000 28.295.000 15.356.395 184,26 Sangat Efektif 2001 39.494.000 48.760.692 81,00 Cukup Efektif 2002 8.648.000 92.796.189 9,32 Tidak Efektif 2003 9.702.000 103.532.286 9,37 Tidak Efektif 2004 18.225.000 143.999.631 12,66 Tidak Efektif 2005 151.474.000 211.190.000 71,72 Kurang Efektif 2006 366.629.000 476.909.834 76,88 Kurang Efektif

(8)

Volume 1, No. 4, November 2013 - 8 2007 563.106.000 587.487.000 95,85 Efektif 2008 795.708.000 716.290.964 111,09 Sangat Efektif 2009 795.872.000 796.949.424 99,86 Efektif 2010 795.487.000 811.176.206 98,07 Efektif 2011 797.285.000 805.179.231 99,02 Efektif Rata-rata 285.328.437 311.851.431 86,42 Cukup Efektif Sumber: BPS Provinsi Aceh (diolah), 2011.

Dari tabel di atas diketahui bahwa tingkat efektivitas pemungutan PAD Provinsi Aceh dari tahun 1996-2011 sangat berfluktuatif dengan rata-rata 86,42 persen yang berarti pemungutan PAD cukup efektif. Pada tahun 1994 sebesar 119,70 persen dimana sangat efektif pemungutan PAD Aceh. Pada tahun 1997-1999 efektifitas Provinsi Aceh terus mengalami penurunan 131,65-74,74 persen (kurang efektif), Pada tahun 2004 pemungutan PAD tidak efektif yaitu sebesar 12,66 diakibatkan oleh musibah tsunami sehingga tidak bisa dilakukan pemungutan pada beberapa objek PAD. Kemudian pada tahun-tahun setelahnya persentase efektifitas pemungutan PAD terus meningkat yang diakibatkan kembali normalnya aktivitas perekonomian dan terjadinya pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi setelah bencana, sehingga terjadi peningkatan potensi PAD Provinsi Aceh sebesar 111,09 persen (sangat efektif). Pada tahun 2009-2011 pemungutan PAD Provinsi Aceh belum mencapai 100 persen, terutama sebagian besar realisasi berbagai sumber penerimaan PAD yang masih jauh dari target yang direncanakan.

Elastisitas Pendapatan Asli Daerah

(PAD) terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Dalam analisis ekonomi, sangat berguna untuk mengetahui sampai berapa besar respon suatu variabel ekonomi lainnya. Konsep elastisitas ini adalah suatu konsep teori ekonomi mikro untuk mengukur kepekaan atau respon dari suatu variabel ekonomi lainnya. Dalam hal ini elastisitas sangat berguna untuk mengetahui respon PAD terhadap PDRB. Elastisitas PAD terhadap PDRB dapat diperoleh dengan meregres PAD = f (PDRB) sebagaimana terdapat di dalam Lampiran 4 yang bersumber dari Lampiran 3 menunjukkan bahwa variabel PDRB atas dasar harga konstan tahun 1998 berpengaruh secara nyata terhadap penerimaan PAD Provinsi Aceh pada derajat kepercayaan 99 persen dengan hasil regresi sebagai berikut:

Log PADt = -12.77837 + 1.953335 Log PDRBt

(3.854968) R2 = 0.514913

Koefisien determinasi (R2) sebesar

0.514913 memberikan makna bahwa perubahan PAD dapat dijelaskan oleh perubahan PDRB atau pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 51,49 persen.

Koefisien Regresi sebesar 1.953335 bertanda positif dan signifikan dimana ttabel >

tstatistik , yang berarti bahwa setiap pertumbuhan

ekonomi daerah (PDRB) sebesar 1 persen mampu mendorong peningkatan PAD sebesar 1,95 persen. Dengan kata lain pertumbuhan penerimaan PAD sedikit lebih cepat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan

(9)

9 - Volume 1, No. 4, November 2013 perekonomian daerah (PDRB), berarti pula PAD elastis terhadap PDRB. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penerimaan PAD Provinsi Aceh adalah responsif terhadap perkembangan pertumbuhan ekonomi daerah (PDRB), dimana struktur PAD nya mulai berjalan dengan baik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kemandirian Provinsi Aceh tahun 1996-2011 masih kurang dengan rata-rata 10,85 persen (311.851.431.547), bahkan tidak sampai melebihi seperempat dari pada rata-rata total pendapatan daerah sebesar 3.260.850.725.239.

2. Secara rata-rata tingkat efisiensi pemungutan PAD Provinsi Aceh dalam kurun waktu 16 tahun mulai tahun 1996-2011 sebesar 871,1 persen realisasi PAD yang berhasil dipungut oleh Pemerintah Provinsi Aceh dipergunakan untuk menutup biaya pungutan tidak efisien. 3. Tingkat efektivitas pemungutan PAD

Provinsi Aceh sangat berfluktuatif dengan rata-rata 86,42 persen yang berarti pemungutan PAD cukup efektif.

4. Elastisitas PAD terhadap PDRB menunjukkan hubungan yang elastis ( E >1 ), berarti peningkatan PDRB menyebabkan pertumbuhan PAD yang lebih besar, maka tingkat pertumbuhan PAD responsif atau sangat peka terhadap pertumbuhan ekonomi daerah yang dilihat dari PDRB.

Saran

Pemerintah daerah perlu menetapkan target penerimaan secara lebih baik dengan tidak hanya perkiraan semata, melakukan penyesuaian dengan peraturan yang terkait dengan usaha peningkatan PAD, memperbaiki kinerja BUMD dan mencari sumber-sumber PAD yang baru tanpa harus menunggu ketetapan dari pemerintah pusat.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Badan Pusat Statistik Kota Banda Aceh, 1996 2012. Aceh dalam Angka Tahun 1996-2012.

Badan Pusat Statistik, 2012. Statistik Daerah Provinsi Aceh.

Badan Pusat Statistik, 1996-2011. Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota , Jakarta-Indonesia.

Depdagri, 1997. Kepmendagri No. 690.900.327 (1996), Pedoman Penilaian dan Kinerja Keuangan.

Khusaini, M., 2006. Ekonomi Publik: Desentralisasi Fiskal Dan Pembangunan Daerah. Malang: BPFE Unibraw.

LPEM FEUI, 2000. Kajian Analisis Penerimaan Daerah Dalam Rangka Desentralisasi

Fiskal, Laporan Pendahuluan, Jakarta. (Tidak dipublikasikan).

Mangkoesoebroto, G., 1997. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE.

Sumodininggrat, 2001. Responsi Pemerintah Terhadap Kesenjangan Ekonomi. Jakarta: Penerbit Perpod.

Sumodiningrat, 2001. Pengantar Ekonometrika. Yogyakarta: BPFE.

UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

UU Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh.

Referensi

Dokumen terkait

PLN (PERSERO) yang bergerak dalam Perusahan Listrik Negara, yang menyuplai tenaga listrik hampir ke seluruh wilayah Indonesia merasa dituntut untuk memberikan kualitas listrik,

yang akan diuji yaitu produk hotel syariah (X) dan keputusan tamu menginap (Y). Tabel 3.1 merupakan operasionalisasi variabel dalam penelitian ini. Tabel 3.1 Operasional Variabel..

[r]

Merujuk pada pengertian IPA, hakikat IPA meliputi empat unsur, yaitu: (1) produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; (2) proses: prosedur pemecahan masalah melalui

Bagi aspek ruang, guru Tabika KEMAS (n=2) menunjukkan bilangan yang sama dengan guru KPM (n=2) mengatakan faktor ini menjadi kekangan dalam

tertusuk oleh sebuah anak panah yang terbuat dari besi atau sejenisnya.. ( chandajātassā ti jātataṇhassa. jantuno ti sattassa.

Tiada penghantaran dan / atau penghantaran yang tidak lengkap bagi Barangan dan caj penghantaran, yang dibeli di Internet: Barang yang tidak dihantar diinsuranskan jika Barangan

Adapun kesimpulan dapat menjadi bahan masukan, peneliti mengharapkan dengan melihat praktek gugat cerai istri yang kerap terjadi di Desa Pulau Mandangin Kecamatan