BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis
Menurut Ryff (1989) kesejahteraan psikologis adalah merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan
pemenuhan kriteria fungsi psikologi positif. Fisher (2010) menjelaskan
kesejahteraan psikologis ditempat kerja merupakan suatu keadaan dimana seseorang
memiliki motivasi, dilibatkan dalam pekerjaannya, memiliki energi positif,
menikmati semua kegiatan pekerjaannya dan akan bertahan lama pada pekerjaannya.
Schultz (dalam Ramadhani, 2016) kesejahteraan psikologis didefinisikan
sebagai fungsi positif individu, dimana fungsi positif individu merupakan arah atau
tujuan yang diusahakan untuk dicapai oleh individu yang sehat. Adapun menurut
Tanujaya (2014) kesejahteraan psikologis adalah kondisi dimana individu yang
sejahtera dengan mengisi kehidupannya secara bermakna, bertujuan sehingga
berfungsi secara optimal dan memiliki penilaian yang positif atas kehidupannya.
Dari beberapa pendapat mengenai pengertian kesejahteraan psikologis di atas
maka dapat disimpulkan jika kesejahteraan psikologis merupakan kondisi dimana
individu merasakan adanya sikap positif dalam lingkungannya. Individu telah
merasakan penerimaan diri, hubungan sosial yang positif berarti memiliki
motivasi dalam melakukan pekerjaannya dan menikmati semua pekerjaan yang
menjadi tanggungjawabnya.
2. Aspek Kesejahteraan Psikologis
Menurut Ryff (1989) kesejahteraan psikologis yaitu terpenuhinya
kondisi-kondisi psikologis pada beberapa dimensi sebagai berikut:
a. Penerimaan diri
Seseorang yang memiliki kesejateraan psikologis tinggi maka dapat memiliki
sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek positif
dan negatif dalam dirinya, dan perasaan positif tentang kehidupan masa lalu.
b. Hubungan yang positif dengan orang lain
Pada dimensi ini seseorang yang merasakan kesejahteraan psikologis maka
seseorang itu dapat bersikap hangat dan percaya dalam berhubungan dengan
orang lain, memiliki empati, afeksi, dan keintiman yang kuat, memahami
pemberian dan penerimaan dalam suatu hubungan.
c. Kemandirian atau otonomi
Seseorang yang memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi maka dalam
mengambil keputusan seseorang dapat mandiri, mampu melawan tekanan sosial
untuk berpikir dan bersikap dengan cara yang benar,berperilaku sesuai dengan
standar nilai individu itu sendiri, dan mengevaluasi diri sendiri.
d. Penguasaan lingkungan
Kesejahteraan psikologis yang baik maka seseorang dapat mengatur lingkungan,
secara efektif kesempatan dalam lingkungan, mampu memilih dan menciptakan
konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai individu itu sendiri.
e. Tujuan hidup
Kesejahteraan psikologis dapat membuat individu memiliki tujuan hidup yang
terarah, sehingga dapat berfungsi secara positif memiliki tujuan, misi, dan arah
yang membuatnya merasa hidup ini memiliki makna.
f. Pengembangan diri.
Perasaan yang ada dalam individu bahwa dirinya mampu dalam
melalui tahap-tahap pengembangan, terbuka pada pengalaman baru, menyadari
potensi yang ada dalam dirinya, melakukan perbaikan dalam hidupnya setiap
waktu.
Dari penjelasan mengenai aspek-aspek dalam kesejahteraan psikologis di atas
maka seseorang yang memiliki kesejahteraan psikologis yang baik maka akan
memiliki penerimaan diri yang baik, memiliki hubungan yang positif dengan orang
lain, mandiri, menguasai lingkungan, memiliki tujuan hidup dan dapat melakukan
pengembangan diri.
3. Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis
Menurut Ryff (1989) faktor‐faktor yang mempengaruhi kesejahteraan
psikologis antara lain sebagai berikut:
a. Faktor demografi yang terdiri dari usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi dan
1) Usia
Ryff dan Keyes (dalam Fakhitah & Djamhoer, 2014) mengemukakan bahwa
perbedaan usia mempengaruhi perbedaan dimensi-dimensi kesejahteraan
psikologis. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa dimensi penguasaan
lingkungan dan dimensi otonomi mengalami peningkatan seiring
bertambahnya usia, terutama dari dewasa muda hingga madya. Dimensi
hubungan positif dengan orang lain juga mengalami peningkatan seiring
bertambahnya usia.
2) Jenis Kelamin
Wanita memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih positif apabila
dibandingkan dengan pria. Ryff (dalam Fakhitah & Djamhoer, 2014)
menunjukkan bahwa pada dimensi relasi positif, wanita menunjukkan skor
yang lebih tinggi dibandingkan pria. Hal ini disebabkan wanita cenderung lebih
mampu dalam mepertahankan hubungan baik dengan orang lain.
3) Status sosial ekonomi
Individu yang menempati kelas sosial yang tinggi memiliki perasaan yang
lebih positif terhadap diri sendiri dan masa lalu mereka, serta lebih memiliki
rasa keterarahan dalam hidup dibandingkan dengan mereka yang berada di
kelas sosial yang lebih rendah. Penelitian Diener dan Diener (dalam Hidalgo et
al., 2010) juga menunjukkan bahwa perubahan penghasilan seseorang penting
untuk kesejahteraan psikologisnya. Berkaitan dengan faktor tatus sosial
dalamnya. Karier dalam suatu bidang pekerjaan biasanya terkait dengan
masalah pendapatan dan kedudukan. Semakin baik anggota polwan dalam
mempersepsikan karirnya sebagai polisi maka seorang Polwan sedang
membicarakan status sosial ekonomi dalam lingkunganya.
4) Budaya
Ryff (dalam Fakhitah & Djamhoer, 2014) mengatakan bahwa sistem budaya
memberi dampak terhadap kesejahteraan psikologis yang dimiliki suatu
masyarakat. Jadi adanya budaya yang berbeda antara masyarakat Barat dan
Timur menyebabkan perbedaan dalam cara pandang dalam kesejahteraan
psikologis. Koentjaraningrat (1987) menyatakan jika salah satu unsur dalam
budaya adalah sistem dan organisasi kemasyarakatan. Budaya Barat memiliki
nilai yang tinggi dalam dimensi penerimaan diri dan otonomi, sedangkan
Budaya Timur yang menjunjung tinggi nilai kolektivisme memiliki nilai yang
tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain. Dengan demikian
masayakat Barat akan mencapai kesejahteraan psikologis jika memiliki
penerimaan diri dan otonomi yang tinggi, sementara bagi masyarakat Timur
kesejahteraan psikologis akan tercapai jika hubungan positif dengan orang lain
selalu dapat dijaga.
Fear of success berkaitan dengan faktor budaya. Bagi masyarakat Jawa budaya
yang berlaku adalah perempuan sebaiknya dirumah untuk melakukan tugasnya
sebagai ibu dan istri. Fear of success ini timbul karena adanya kekhawatiran
berdampak pada meningkatnya tugas dan tanggungjawabnya yang semakin
besar dalam pekerjaanya. Besarnya tanggungjawab ketika memiliki karier yang
bagus inilah yang justeru membuat Polwan takut tidak mampu lagi
menjalankan tugasnya sebagai istri dan ibu dalam keluarganya.
b. Dukungan Sosial
Dukungan sosial yang diberikan bertujuan untuk mencapai tujuan dan
kesejahteraan hidup. Adanya interaksi yang baik dan memperoleh dukungan dari
rekan kerja akan mengurangi munculnya konflik dan perselihan ditempat kerja
(Chaiprasit & Santidhiraku, 2011).
c. Evaluasi terhadap pengalaman hidup
Evaluasi individu terhadap pengalaman hidupnya memiliki pengaruh yang penting
terhadap tingkat kesejahteraan psikologis (Ryff dalam Fakhitah & Djamhoer,
2014). Individu yang melakukan refleksi terhadap apa yang telah dilakukan
sebelumnya maka individu tersebut dalam mengambil pelajaran dari apa yang
telah dilakukannya, sehingga individu itu melakukan perbaikan apa yang telah
dilakukannya adalah tindakan yang salah.
d. Religiusitas
Hal ini berkaitan dengan transendensi segala persoalan hidup kepada Tuhan
Individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih mampu memaknai
e. Kepribadian
Individu yang memiliki banyak kompetensi pribadi dan sosial, seperti penerimaan
diri, mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, coping skill
yang efektif akan cenderung terhindar dari konflik dan stres (Santrock, dalam
Warr, 2013). Seseorang yang tidak dapat menentukan pilihan secara bijak, tidak
berani mengambil risiko, kurangnya dalam hal kemampuan mengontrol diri dan
tidak memiliki penerimaan diri yang baik merupakan indikasi keberadaan konflik
dalam dirinya yang akan mengurangi tingkat kesejahteraan secara psikologis di
kehidupannya (Warr, 2013).
Dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis maka
persepsi pengembangan karier termasuk dalam faktor yang mempengaruhi
kesejahteraan psikologis menurut Ryff (1989) faktor demografi yaitu sosial
ekonomi yang termasuk pada pengembangan karier. Sebagaimana diketahui
bahwa pengembangan karier dalam lingkungan kerja pada akhirnya dapat
meningkatkan status sosial seseorang. Dengan adanya pengembangan karier yang
baik dalam suatu organisasi maka akan dapat meningkatkan status sosial ekonomi
melalui peningkatan gaji.
Faktor selajutnya yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis menurut Ryff
(1989) adalah faktor demografi (budaya) didalamnya ada fear of success. Wanita
karier di Indonesia yang masih di pengaruhi oleh norma– norma sosial budaya
yang akan membentuk sikap – sikap tertentu dalam bekerja (Sahrah, 2014),
sebagai ibu rumah tangga serta kurangnya kesediaan masyarakat mengakui dan
menghargai kemampuan wamita dalam dunia pekerjaan apalagi jika pekerjaan
tersebut terkait dengan pekerjaan yang berat. Pada konteks ini perempuan akan
merasa takut untuk meraih kesuksesan karena umumnya perempuan hannya
dirumah dan mengabdi pada suaminya. Budaya semacam ini pada ahirnya
menyebabkan Polwan takut untuk meningkatkan karirnya.
B.Persepsi Pengembangan Karier 1. Pengertian Persepsi Pengembangan Karier
Persepsi menurut Walgito (2000) adalah suatu proses yang didahului oleh
penginderaan yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh
individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Sementara itu menurut
Slameto (2010) persepsi merupakan proses yang menyangkut masuknya pesan atau
informasi kedalam otak manusia, melalui persepsi manusia terus menerus
mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat
inderanya, yaitu indera pengelihatan, pendengar, peraba, perasa dan pencium.
Adapun menurut Robbins & Judge (2013) persepsi adalah proses dimana individu
mengatur dan menafsirkannya kesan terhadap suatu peristiwa untuk memberi makna
pada lingkungan mereka. Menurut Purwodarminto (1990) persepsi adalah tanggapan
langsung dari suatu serapan atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui
pengamatan seseorang terhadap lingkungan dengan menggunakan indra-indra yang
dimiliki sehingga ia menjadi sadar akan segala sesuatu yang ada di lingkungannya.
Dari pengertian-pengertian persepsi di atas maka peneliti menyimpulkan
persepsi merupakan tanggapan yang diterima oleh seseorang melalui indera yang
dimilikinya kemudian di analisa, diintepretasi dan kemudian dievaluasi, sehingga
seseorang memiliki penilaian terhadap sesuatu yang diterima atau dirasakannya. Jadi
seseorang akan memiliki persepsi positif terhadap sesuatu apabila seseorang telah
merasakan atau melihat suatu peristiwa baik secara langsung ataupun melalui orang
lain.
Pengembangan karier menurut Komang (2015) merupakan peningkatan
pribadi yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu rencana karier dan
peningkatan oleh departemen personalia untuk mencapai suatu rencana kerja sesuai
dengan jalur atau jenjang organisasi. Sementara itu pengembangan karier menurut
Mondy (2010) adalah pendekatan formal yang digunakan organsasi untuk
memastikan bahwa orang-orang dengan kualifikasi dan pengalaman yang tepat
menempati posisi yang sesuai dengan keahliannya. Adapun Pengembangan karier
menurut Sutrisno (2015) adalah peningkatan-peningkatan pribadi yang dilakukan
untuk mencapai rencana karier. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Nawawi
(2008) bahwa pengembangan karier merupakan usaha yang dilakukan secara formal
dan berkelanjutan dengan difokuskan pada peningkatan dan penambahan
Dari pengertian persepsi dan pengembangan karier di atas maka persepsi
pengembangan karier adalah tanggapan yang diterima oleh seseorang melalui indera
yang dimilikinya kemudian di analisa, diintepretasi dan kemudian dievaluasi,
sehingga seseorang memiliki penilaian terhadap sesuatu yang diterima atau dirasakan
oleh anggota organisasi mengenai ada tidaknya usaha formal yang dilakukan oleh
organsiasi untuk meningkatkan dan menambah kemampuan anggota organisasi
dalam pekerjaannya atau penilian anggota polwan terhadap kebijakan institusi polri
(Polda DIY ) terhadap pengembangan karier individu polwan tersebut.
2. Pengembangan Karier di Kepolisian
Mengacu pada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Sistem Pembinaan Karier Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia Pola Karier Anggota Polri termasuk diantaranya polisi wanita
meliputi:
a. Karier Perwira Polri
Pola karier Perwira Polri dimulai sejak penugasan pada pangkat Inspektur Polisi
Dua sampai dengan Jenderal Polisi melalui jenjang jabatan struktural atau
fungsional, baik di dalam maupun di luar struktur organisasi Polri. Pola karier
Perwira Polri terbagi dalam 3 (tiga) periode pengembangan yaitu
1) Profesi teknis kepolisian pada golongan Perwira Pertama Polri yang terdiri atas
Ajun Komisaris Polisi (AKP), Inspektur Polisi Satu (Iptu) dan Inspektur Polisi
2) Manajerial kepolisian pada golongan Perwira Menengah Polri yang terdiri atas
Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol), Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP)
dan Komisaris Polisi (Kompol).
3) Strategis kepolisian pada golongan Perwira Tinggi Polri yang terdiri atas
Jenderal Polisi, Komisaris Jenderal Polisi (KomjenPol), Inspektur Jenderal
Polisi (Irjen Pol) dan Brigadir Jenderal Polisi (Brigjen Pol).
b. Karier Bintara Polri
Pola karier Bintara Polri dimulai sejak penugasan pada pangkat Brigadir Polisi
Dua sampai dengan Ajun Inspektur Polisi Satu melalui jenjang jabatan struktural
atau fungsional, baik di dalam maupun di luar struktur organisasi Polri. Golongan
Kepangkatan Bintara terdiri dari. Ajun Inspektur Polisi Satu (Aiptu), Ajun
Inspektur Polisi Dua (Aipda), Brigadir Polisi Kepala (Bripka), Brigadir Polisi
(Brigpol), Brigadir Polisi Satu (Briptu); dan Brigadir Polisi Dua (Bripda).
c. Karier Tamtama Polri
Pola karier Tamtama Polri dimulai sejak penugasan pada pangkat Bhayangkara
Dua sampai dengan Ajun Brigadir Polisi melalui jenjang jabatan struktural atau
fungsional. Golongan Kepangkatan Tamtama terdiri dari, Ajun Brigadir Polisi
(Abrip), Ajun Brigadir Polisi Satu (Abriptu), Ajun Brigadir Polisi Dua (Abripda),
Bhayangkara Kepala (Bharaka), Bhayangkara Satu (Bharatu) dan Bhayangkara
Dua (Bharada).
Sementara itu Sifat Pangkat Anggota Polri terdiri atas Pangkat Efektif,
a. Pangkat Efektif
Pangkat efektif digunakan oleh setiap Anggota Polri selama menjalankan tugas
kepolisian sesuai kepangkatannya. Pangkat ini diberikan kepada Anggota Polri
aktif dan memiliki akibat administrasi penuh.
b. Pangkat Lokal
Pangkat Lokal adalah pangkat yang diberikan kepada Anggota Polri aktif untuk
sementara yang menjalankan tugas khusus dan memerlukan pangkat yang lebih
tinggi dari yang disandangnya, namun tidak memiliki akibat administrasi.
c. Pangkat Titular
Pangkat tituler diberikan kepada warga negara yang diperlukan karena keahlian
khususnya dan bersedia untuk menjalankan tugas jabatan tertentu di lingkungan
Polri. Penggunaan Pangkat Tituler hanya berlaku selama yang bersangkutan
memangku jabatan tertentu yang menjadi dasar pemberian Pangkat dan mendapat
perlakuan administrasi terbatas.
Berkaitan dengan jenjang pangkat di Institusi Kepolisian, ada beberapa jenis
Kenaikan Pangkat di lingkungan Polri
a. Kenaikan Pangkat Reguler
Kenaikan Pangkat Reguler diberikan secara berkala pada periode 1 Januari atau 1
Juli tahun berjalan, kecuali Kenaikan Pangkat ke dan dalam golongan Pati Polri.
1) Memenuhi MDDP (Masa Dinas Dalam Pangkat).
2) Khusus perwira memenuhi MDP (Masa Dinas Perwira) dan memenuhi MDDJ
(Masa Dinas Dalam Jabatan) paling singkat 2 (dua) bulan untuk jabatan
Kombes Pol ke bawah sampai pangkat Iptu.
3) Lulus pendidikan formal dan/atau pendidikan pengembangan yang dibuktikan
dengan surat keterangan kelulusan/ijazah
4) Penilaian kinerja dengan kriteria minimal “baik” berdasarkan sistem
manajemen kinerja sedikitnya selama 1 (satu) tahun;
5) Tidak ada catatan personel yang dapat menyebabkan penundaan Kenaikan
Pangkat dibuktikan dengan Surat Keterangan Hasil Pemeriksaan (SKHP).
b. Kenaikan Pangkat Pengabdian
Kenaikan Pangkat Pengabdian, diberikan paling lama 3 (tiga) bulan dan paling
singkat 1 (satu) bulan sebelum yang bersangkutan pensiun serta mempunyai
akibat administrasi penuh. Kenaikan Pangkat Pengabdian ke Kombes Pol ke
bawah bersamaan dengan usulan Kenaikan Pangkat Regular (periode 1 Januari
dan 1 Juli). Kenaikan Pangkat Pengabdian ke Brigjen Pol dan ke Irjen Pol tidak
terikat periode. Persyaratan umum untuk Kenaikan Pangkat Pengabdian meliputi:
1) Memiliki Bintang Bhayangkara Nararya.
2) Memenuhi MDDP (Masa Dinas Dalam Pangkat).
3) Khusus kenaikan ke Kombes Pol, Brigjen Pol dan Irjen Pol adalah 1)
dan/atau pendidikan pengembangan yang dibuktikan dengan surat keterangan
kelulusan/ijazah;
4) Penilaian kinerja dengan kriteria minimal “baik” berdasarkan sistem
manajemen kinerja sedikitnya selama 1 (satu) tahun.
5) Tidak ada catatan personel yang dapat menyebabkan penundaan Kenaikan
Pangkat dibuktikan dengan Surat Keterangan Hasil Penelitian (SKHP).
6) Tidak pernah menerima/menjalani putusan hukuman disiplin, kode etik dan
pidana dibuktikan dengan Surat Keterangan belum pernah melakukan
pelanggaran Hukum dari Pengemban Fungsi Propam.
7) Usia minimal 57 tahun, sebelum mencapai Batas Usia Pensiun (BUP)
8) Masa Kerja di Kepolisian paling rendah 32 tahun.
c. KPLB dan KPLBA
KPLB (Kenaikan Pangkat Luar Biasa) adalah pangkat yang diberikan kepada
Anggota Polri setingkat lebih tinggi sebagai bentuk penghargaan terhadap prestasi
luar biasa dalam pelaksanaan tugas kepolisian, tidak terikat oleh peraturan
Kenaikan Pangkat secara umum dan mempunyai akibat administrasi penuh.
KPLB diproses tidak terikat periode, dapat diberikan 1 (satu) kali dalam dinas
aktif.
KPLBA (Kenaikan Pangkat Luar Biasa Anumerta) merupakan pangkat setingkat
lebih tinggi yang diberikan kepada Anggota Polri yang gugur/meninggal dunia
dalam melaksanakan tugas kepolisian KPLBA diproses tidak terikat periode dan
3. Persyaratan Kenaikan Pangkat
Sesuai dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Administrasi Kepangkatan Anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia Pasal 20 Persyaratan administrasi Kenaikan Pangkat
Reguler meliputi:
a. Riwayat hidup singkat
b. Salinan/fotokopi Surat Keputusan pengangkatan pertama menjadi anggota polri.
c. Salinan/fotokopi Skep/Kep pangkat terakhir.
d. Salinan/fotokopi Skep/Kep penetapan gaji terakhir.
e. Khusus Perwira melampirkan salinan/fotokopi berikut:
1) Skep/Kep pengangkatan pertama sebagai Perwira.
2) Skep/Kep jabatan terakhir.
3) Sprinlak jabatan terakhir sesuai DSP.
f. Penilaian kinerja dengan kriteria minimal “baik”.
g. Berdasarkan sistem manajemen kinerja sedikitnya selama 1 (satu) tahun.
h. Salinan/fotokopi ijazah Diktuk dan Dikbang yang dimiliki.
i. Salinan/fotokopi ijazah Pendidikan Umum (Dikum) terakhir.
j. Surat Keterangan Hasil Penelitian (SKHP).
k. Surat keterangan lulus uji Bela diri Polri khusus golongan pangkat Tamtama,
4. Jabatan di Kepolisian
Menacu pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2010
Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia
Organisasi Polri disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai ke kewilayahan.
Organisasi Polri tingkat pusat disebut Markas Besar Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Mabes Polri); sedangkan organisasi Polri tingkat kewilayahan disebut
Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) di tingkat provinsi,
Kepolisian Negara Republik Indonesia Resort (Polres) di tingkat kabupaten/kota,
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Sektor (Polsek) di wilayah kecamatan.
a. Mabes Polri
Unsur pimpinan Mabes Polri adalah Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Kapolri). Kapolri adalah Pimpinan Polri yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden. Kapolri berpangkat Jenderal Polisi.
b. Tingkat Polda
Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) merupakan satuan
pelaksana utama Kewilayahan yang berada di bawah Kapolri. Polda bertugas
menyelenggarakan tugas Polri pada tingkat kewilayahan. Polda dipimpin oleh
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Kapolda), yang
bertanggung jawab kepada Kapolri. Kapolda dibantu oleh Wakil Kapolda
(Wakapolda).
Polda membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Resor (Polres). Ada
hanya terdapat 1 Polda, yaitu Polda Metro Jaya. Polda Tipe A-K dan Tipe A
dipimpin seorang perwira tinggi berpangkat Inspektur Jenderal Polisi (Irjen),
sedangkan Tipe B dipimpin perwira tinggi berpangkat Brigadir Jenderal Polisi
(Brigjen).
c. Tingkat Polres
Polres membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Sektor. Untuk kota -
kota besar, Polres dinamai Kepolisian Resor Kota Besar. Polres memiliki satuan
tugas kepolisian yang lengkap, layaknya Polda, dan dipimpin oleh seorang
Komisaris Besar Polisi (Kombes) (untuk Polrestabes) atau Ajun Komisaris
Besar Polisi (AKBP) (untuk Polres).
d. Tingkat Polsek
Polsek maupun Polsekta dipimpin oleh seorang Ajun Komisaris Besar Polisi
(AKBP) (khusus untuk Polda Metro Jaya) atau Komisaris Polisi (Kompol)
(untuk tipe urban), sedangkan di Polda lainnya, Polsek atau Polsekta dipimpin
oleh perwira berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP) (tipe rural). Di sejumlah
daerah di Papua sebuah Polsek dapat dipimpin oleh Inspektur Polisi Dua (Ipda).
5. Aspek Persepsi Pengembangan Karier
Organisasi memiliki beberapa prinsip salah satunya adalah prinsip kejelasan
tujuan. Tujuan –tujuan dari organisasi haruslah disesuaikan dengan perkembangan
organisasi, tujuan organisasi dan tujuan pribadi anggota organisasi. Dalam konteks
pengembangan karier, sehingga organisasi harus memberikan kesempatan setiap
anggota organsasi agar kariernya terus berkembangan.
Terdapat beberapa aspek pengembangan karier yang disampaikan oleh para
ahli. Aspek pengembangan karier yang disampaikan oleh Rivai (2008) adalah
sebagai berikut:
a. Perencanaan karier
Seorang pegawai telah memiliki perencanaan kariernya untuk masa yang akan
datang. Jadi seorang pegawai ketika bergabung dalam suatu organisasi telah
memiliki rencana tentang kariernya.
b. Pengembangan karier individu
Setiap pegawai harus menerima tanggung jawab atas pengembangan karier. Jadi
seorang pegawai biasanya memiliki tanggungjawab yang lebih besar ketika
kariernya akan meningkat.
c. Dukungan dari departemen Organisasi
Pengembangan karier pegawai tidak hanya tergantung pada pegawai tersebut
tetapi juga pada peranan organisasi. Apakah organisasi memberikan kesempatan
pada pegawainya untuk mengembangkan karierinya ataukah tidak.
d. Peran umpan balik terhadap kinerja
Tanpa umpan balik yang menyangkut upaya-upaya pengembangan karier maka
relatif sulit bagi pegawai bertahun-tahun untuk persiapan yang kadang dibutuhkan
Sementara itu menurut Saksono (2003) aspek yang dinilai dalam
pengembangan karier terdiri dari aspek-aspek berikut:
a. Kesempatan untuk mencapai suatu berharga. Parameternya adalah promosi
jabatan, adil dalam berkarier dan mendapatkan informasi peluang promosi.
b. Kesempatan untuk mencapai hal baru. Parameternya adalah kesempatan
mengembangkan pengetahuan inovasi dan kreativitas.
c. Kesempatan untuk membuat anggota organisasi merasa senang. Parameternya
adalah kesempatan memilih pekerjaan sesuai dengan kesenangan dan kesempatan
menyelesaikan pekerjaan dengan cara masing-masing.
d. Kesempatan untuk mengembangkan kecakapan dan kemampuan. Parameternya
adalah kesempatan mengikuti diklat, seminar secara adil dan merata.
Adapun menurut Siagian (2012) aspek-aspek dari pengembangan karier adalah
sebagai berikut:
a. Perlakuan yang adil dalam berkarier.
Perlakuan yang adil itu hanya bisa terwujud apabila kriteria promosi didasarkan
pada pertimbangan-pertimbangan yang objektif, rasional dan diketahui secara luas
dikalangan anggota organisasi.
b. Keperdulian para atasan langsung
Para karyawan pada umumnya mendambakan keterlibatan atasan langsung
mereka dalam perencanaan karier masing-masing. Salah satu bentuk keperdulian
pelaksanaan tugas masing-masing sehingga para organsiasi tersebut mengetahui
potensi yang perlu diatasi.
c. Informasi tentang berbagai peluang promosi
Para anggota organsiasi pada umumnya mengharapkan bahwa mereka memiliki
akses kepada nformasi tentang berbagai peluang untuk dipromosikan. Akses ini
sangat penting terutama apabila lowongan yang tersedia diisi melalui proses
seleksi internal yang sifatnya kompetitif .
d. Adanya minat untuk dipromosikan
Pendekatan yang tepat digunakan dalam hal menumbuhkan minat para pekerja
untuk pengembangan karier ialah pendekatan yang fleksibel dan proaktif. Artinya,
minat untuk mengembangkan karier sangat individualistik sifatnya.
e. Tingkat kepuasaan
Meskipun secara umum dapat dikatakan bahwa setiap orang ingin meraih
kemajuan, termasuk dalam meniti karier, ukuran keberhasilan yang digunakan
memang berbeda-beda. Anggota organsiasi dapat merasakan kepuasan dalam
kerjanya karena mengetahui bahwa apa yang dicapainya itu sudah merupakan
hasil yang maksimal dan berusaha mencapai anak tangga yang lebih tinggi akan
merupakan usaha yang sia-sia karena mustahil untuk dicapai.
Dari ketiga aspek dalam pengembangan karier di atas maka peneliti memilih
aspek yang dipaparkan oleh (Siagian, 2012). Aspek dari pengembangan karier
berkarier, 2) keperdulian para atasan langsung, 3) informasi tentang berbagai peluang
promosi 4) adanya minat untuk dipromosikan, dan 5) tingkat kepuasaan.
6. Faktor yang mempengaruhi karier
Ada lima faktor yang akan mempengaruhi baik tidaknya karier seorang
menurut Sutrisno (2015)Sutrisno (2015). Kelima faktor tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Sikap atasan dengan rekan sekerja.
Bila ingin karier berjalan dengan baik, seorang harus menjaga diri, menjaga
hubungan baik kepada semua orang yang ada di organisasi atau perusahaan
tersebut, baik terhadap atasan maupun terhadap teman sekerja.
b. Pengalaman.
Pengalaman dalam konteks ini dapat berkaitan dengan tingkat golongan
senioritas seorang karyawan, tetapi dalam mempromosikan senior juga bukan
hanya mempertimbangkan pengalaman saja tetapi juga mempertimbangkan pada
kemampuan dan keahlian.
c. Pendidikan.
Faktor pendidikan biasanya menjadi syarat untuk duduk di sebuah jabatan.
Apabila semakin berpendidikan seseorang akan semakin baik, atau dengan kata
lain orang yang berpendidikan tinggi akan memiliki pemikiran yang lebih pula.
d. Prestasi.
Prestasi dapat saja terjadi dari akumulasi dari pengalaman, pendidikan, dan
akan sangat jelas terlihat standar untuk menduduki jabatan tertentu dominan
berdasarkan prestasi.
e. Faktor nasib
Faktor nasib juga turut menentukan walaupun diyakini porsinya sangat kecil,
bahkan para ahli mengatakan faktor nasib berpengaruh terhadap keberhasilan
hanya 10% saja. Adanya faktor nasib yang turut mempengaruhi harus kita yakini
ada, karena alam kenyataan ada yang berprestasi tetapi tidak pernah mendapat
peluang untuk dipromosikan.
Dari uraian di atas maka ada lima faktor yang dapat mempengaruhi karier
seseorang yaitu si kap atasan dan rekan sekerja, pengalaman, pendidikan, prestasi
dan faktor nasib. Kelima faktor tersebut hanya dua yang dominan menurut peneliti
dalam mempengaruhi karier yaitu sikap atasan dengan rekan sekerja dan faktor
nasib. Atasan sangat menentukan dalam perkembangan karier anggota organisasi.
Pengalaman yang banyak tidak akan menjamin cemerlangnya karier seseorang
apabila atasan dan rekan kerja tidak mendukung atau memberikan jalan. Sementara
itu nasib baik sangat mempengaruhi peningkatan karier, karena apabila atasan dan
rekan mendukung namun nasib tidak berpihak maka karir anggota organisasi juga
belum tentu bagus.
Persepsi terhadap pengembangan karier memiliki hubungan dengan
kesejahteraan psikologis seseorang adalah melalui status sosial ekonomi. Berbicara
mengenai status sosial ekonomi maka berkaitan dengan karier seseorang dalam
pendapatan dan status sosial. Semakin baik anggota polwan dalam mempersepsikan
karirnya dilingkungan kerjanya maka seorang Polwan sedang membicarakan status
sosial ekonomi, hal ini dikarenakan karier yang meningkat maka berkorelasi dengan
meningkatnya pendapatan dan kedudukan atau jabatan.
C.Fear Of Success
1. Pengertian Fear of Success
Takut sukses menurut Collins & Eggleton (1980) adalah suatu kondisi untuk
menjadi cemas pada saat seseorang mencapai kesuksesan. Ketakutan ini disebabkan
karena adanya konsekuensi negatif dari kesuksesan yang diraih seperti penolakan
sosial dan kehilangan kewanitaan. Sementara menurut Sahrah (2014) takut sukses
merupakan suatu disposisi kepribadian takut sukses yang menuntun individu tidak
melaksanakan suatu tugas dengan baik. Hal ini dikarenakan antisipasinya terhadap
insentif negatif yang mungkin dapat diterima. Hanya saja apakah takut sukses itu
termanifestasi menjadi perilaku atau tidak itu tergantung dari banyak hal, salah
satunya adalah hasil kompromi antara beberapa tujuan yang dimiliki individu dan
lingkungannya (Sahrah, 2014).
Ahli lain yaitu André & Metzler (2011) mendefinisikan takut sukses sebagai
penghalang psikologis untuk berprestasi. Ketakutan ini disebabkan oleh adanya
konsekuensi negatif diakibatkan oleh keberhasilan, karena pada konteks tertentu
kesuksesan mungkin mengakibatkan kehilangan sifat kewanitaan dan adanya
penolakan sosial. Dengan kata lain, takut sukses mengacu pada konflik internal
untuk sukses dirusak oleh antisipasi negatif konsekuensi yang terkait dengan
kesuksesan.
Dalam memahami perilaku takut sukses setidaknya ada tiga hipotesis yang
dapat diajukan menurut Sahrah (2014) yaitu pertama hipotesis motif dimana takut
sukses disebabkan oleh adanya motif menolak sukses ditimbulkan karena seorang
melihat konsekuensi negatif ketika seseorang meraih kesuksesan. Kedua hipotesis
kognitif. Hipotesis ini disebabkan adanya dorongan (positif) yang semua orang dapat
termotivasi untuk menghindari sukses. Pada hipotesis ini takut sukses merupakan
suatu kebiasaan yang dapat dipelajari dan menghambat kesuksesan pada kondisi
tertentu. Ketiga hipotesis kompromi. Pada hipotesis ini sukses adalah hasil dari
tujuan-tujuan yang didefinisikan secara sosial sebagai sesuatu yang ingin dicapai,
walaupun secara operasional kriteria dari tujuan itu tidak dihasilkan oleh apa yang
diinginkan masyarakat saja, tetapi tujuan aktual dari diri sendiri.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan jika fear of success merupakan suatu
kondisi yang mengarahkan individu untuk tidak melaksanakan suatu tugas dengan
baik. Akan tetapi fear of success tidak semuanya teraplikasikan dalam kehidupun
nyata. Seseorang mungkin merasakan fear of success namun karena adanya tujuan
dan dukungan dari lingkungan dapat menghilangkan fear of success tersebut.
2. Aspek Fear of Success
Aspek fear success pada penelitian ini mengadopsi aspek menurut Collins &
1. Sukses menyebabkan perubahan gaya hidup
Seseorang takut untuk sukses karena berdampak pada gaya hidupnya.
Contohnya adalah berkurangnya waktu luang, peningkatan tanggung jawab dan
kekhawatiran, lebih banyak tekanan karena banyaknya tanggugjawab dalam
pekerjaannya.
2. Sukses menyebabkan perubahan hubungan pribadi
Seseorang takut untuk sukses karena berdampak pada hubungan pribadi
misalnya, dendam oleh teman sekerja, sikap negatif keluarga atau teman-teman.
3. Takut akan adanya persaingan dengan rekan kerja
Seseorang takut untuk meraih kesuksesan karena ketika kesuksesan itu diraih
harus bersaing dengan rekan kerja.
4. Takut akan adanya persaingan dengan orang lain
Ketakutan ini misalnya, berlomba dengan anggota profesi lainnya untuk
pekerjaan yang diiklankan secara nasional, atau evaluasi kinerja berdasarkan
standar profesional nasional.
Adapun aspek-aspek fear of success menurut Conroy (2002) antara lain sebagai
berikut:
a. Ketakutan akan dialaminya penghinaan dan rasa malu
Ketakutan akan mempermalukan diri sendiri, terutama apabila banyak orang yang
mengetahui kegagalannya. Individu mencemaskan apa yang orang lain pikirkan
b. Ketakutan akan penurunan estimasi diri (self-estimate) individu
Ketakutan ini meliputi perasaan kurang dari dalam individu. Individu merasa tidak
cukup pintar, tidak cukup berbakat sehingga tidak dapat mengontrol
performansinya.
c. Ketakutan akan hilangnya pengaruh sosial
Ketakutan ini melibatkan penilaian orang lain terhadap individu. Individu takut
apabila ia gagal, orang lain yang penting baginya tidak akan mempedulikan, tidak
mau menolong dan nilai dirinya akan menurun di mata orang lain.
d. Ketakutan akan ketidakpastian masa depan
Ketakutan ini datang ketika kegagalan akan mengakibatkan ketidakpastian dan
berubahnya masa depan individu. Kegagalan ini akan merubah rencana yang
dipersiapkan untuk masa depan, baik dalam skala kecil atau skala besar.
e. Ketakutan akan mengecewakan orang yang penting baginya.
Ketakutan akan mengecewakan harapan, dikritik, dan kehilangan kepercayaan
dari orang lain yang penting baginya seperti orang tua, yang akan menimbulkan
penolakan orang tua terhadap diri individu.
Adapun menurut Martaniah, Hasanat dan Purwanto (dalam Prihandhany, 2015)
aspek-aspek dari fear of success dibagi menjadi empat, yaitu sebagai berikut:
a. Aspek kompetensi, yaitu perasaan keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri
dalam melakukan sesuatu.
b. Aspek kemandirian, yaitu keyakinan untuk melakukan sesuatu tanpa tergantung
c. Aspek kompetisi, yaitu sikap atau perasaan terhadap situasi persaingan.
d. Aspek sikap terhadap kesuksesan atau prestasi, yaitu sikap mendukung atau tidak
mendukung kesuksesan yang dicapai wanita.
Dari pendapatan ahli mengenai aspek-aspek fear of success maka peneliti
memilih aspek yang dikemukakan oleh Collins & Eggleton (1980) yang teridiri dari
lima aspek yaitu, sukses menyebabkan perubahan gaya hidup, Sukses Menyebabkan
perubahan hubungan pribadi, persepsi keberhasilan sebagai prospek yang tidak
terduga, takut akan adanya persaingan dengan rekan kerja, dan takut akan adanya
persaingan dengan orang lain
3. Faktor yang Mempengaruhi fear of success
Manurut Rahmawati (2016) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi fear of success. Faktor tersebut diataranya adalah
a. Faktor budaya
Faktor budaya merupakan faktor yang amat besar dalam mempengaruhi fear of
success. Adanya anggapan yang muncul di budaya tertentu pada saat itu turut
menentukan apakah fear of success semakin berkembang atau tidak. Budaya yang
berkembang di Indonesia perempuan seharusnya tidak melebihi lelaki (suami)
dalam kariernya,sehingga membuat seorang perempuan lebih memilih untuk tidak
berkarier lebih tinggi.
b. Jenis kelamin
Walaupun masih menjadi sesuatu yang diperdebatkan sebagai penyebab fear of
ahli untuk memberi penjelasan mengapa perempuan bereaksi secara berbeda dari
laki-laki terhadap orientasi berprestasi, meskipun sebenarnya baik laki-laki
maupun perempuan mengartikan kesuksesan dengan cara yang hampir sama
(Olsen dan Willemsen, dalam Rahmawati (2016).
c. Pola Asuh
Sejumlah studi juga menunjukkan bahwa praktek pengasuhan yang dilakukan
orang tua juga mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam mengurangi fear of
success. Studi yang dilakukan oleh Kagan dan Moss, Gunn & Matthews, (dalam
Rahmawati, 2016) melaporkan bahwa prestasi dan kemandirian individu pada
masa kanak-kanak dan remaja diramalkan akan tetap bertahan sampai pada masa
dewasa. Itu artinya bahwa dasar dari orientasi berprestasi individu berasal dari
dalam rumah.
d. Model yang dijumpai individu
Model yang dijumpai individu. Diyakini bahwa model perempuan tradisional
dapat merupakan faktor yang menjadikan rendahnya orientasi berprestasi
perempuan. Satu hal yang tidak dapat diabaikan dalam pembahasan tentang fear
of success adalah dukungan laki-laki, baik suami maupun pasangan (Gunn &
Matthews dalam Rahmawati, 2016).
D.Pengaruh Persepsi Pengembangan Karier terhadap Kesejahteraan Psikologis Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis
seseorang adalah status sosial ekonomi. Berbicara mengenai status sosial ekonomi
bidang pekerjaan biasanya terkait dengan masalah pendapatan dan status sosial.
Semakin baik anggota polwan dalam mempersepsikan karirnya dilingkungan
kerjanya maka seorang Polwan sedang membicarakan status sosial ekonomi, hal ini
dikarenakan karier yang meningkat maka berkorelasi dengan meningkatnya
pendapatan dan kedudukan atau jabatan.
Dalam teori hirarki Maslow salah satu kebutuhan dari manusia adalah
kebutuhan aktualisasi diri. Menurut Robbins & Judge (2013) kebutuhan aktualisasi
diri merupakan dorongan untuk menjadi seseorang sesuai keahliannya yang
meliputi pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang dan pemenuhan diri sendiri.
Siswandi (2002) menyebutkan bahwa kebutuhan aktualisasi diri pada dasarnya
memberi perhatian pada manusia, khususnya terhadap nilai-nilai martabat secara
penuh. Hal tersebut dicapai melalui penggunaan segenap potensi, bakat, dan
kemampuan yang dimiliki dengan bekerja sebaik-baiknya, sehingga tercapai suatu
keadaan eksistensi yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan diri. Dengan
demikian seorang Polwan yang memiliki persepsi pengembangan karier yang baik
maka dengan sendirinya akan memiliki kesempatan untuk memenuhi kebutuhan
aktualisasi dirinya. Kesempatan yang besar untuk mengaktualisasikan
kemampuannya dapat diwujudkan dengan meningkatkan kariernya, sehingga
semakin tinggi peresepsi pengembangan kariernya maka akan semakin tinggi pula
kesejahteraan psikologisnya.
Dari uraian di atas maka persepsi pengembangan karier dapat meningkatkan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Diener dan Diener (dalam Hidalgo et al.,
2010) menunjukkan bahwa perubahan penghasilan seseorang penting untuk
kesejahteraan psikologisnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Arsita &
Sumaryono (2015) juga membuktikan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara
persepsi pengembangan karir dengan kesejahteraan psikologis seseorang.
E. Pengaruh Antara Fear Of Success Terhadap Kesejahteraan Psikologis
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan psikologis
seseorang adalah faktor budaya. Sistem budaya memberi dampak terhadap
kesejahteraan psikologis yang dimiliki suatu masyarakat (Ryff dalam Fakhitah &
Djamhoer, 2014). Jadi adanya budaya yang berbeda antara masyarakat Barat dan
Timur menyebabkan perbedaan dalam cara pandang dalam kesejahteraan
psikologis. Koentjaraningrat (1987) menyatakan jika salah satu unsur dalam budaya
adalah sistem dan organisasi kemasyarakatan. Budaya Barat memiliki nilai yang
tinggi dalam dimensi penerimaan diri dan otonomi, sedangkan Budaya Timur yang
menjunjung tinggi nilai kolektivisme memiliki nilai yang tinggi pada dimensi
hubungan positif dengan orang lain. Dengan demikian masayakat Barat akan
mencapai kesejahteraan psikologis jika memiliki penerimaan diri dan otonomi yang
tinggi, sementara bagi masyarakat Timur kesejahteraan psikologis akan tercapai
jika hubungan positif dengan orang lain selalu dapat dijaga.
Dalam teori motivasi yang disampaikan McClelland (1987) setiap manusia
memiliki need for achievement (kebutuhan untuk berprestasi). Need for
keras untuk berhasil. Orang yang memiliki kebutuhan berprestasi yang tinggi akan
selalu ingin mencari prestasi, ingin selalu unggul, menyukai kompetesi, dan
menyukai tantangan yang realistik. Namun demikian bagi individu yang memiliki
fear of success maka kesempatan untuk mencapai need for achievement menjadi
tidak dapat diwujudkan.
Fear of success merupakan suatu konflik batin antara hasrat untuk berprestasi
tetapi dihadapkan pada konsekuensi negatif, yang diterima sehingga membuat
wanita cenderung menghindari kesuksesan (Sari, 2012). Wanita cenderung lebih
mengalami fear of success karena prestasi sering diasosiasikan sebagai sesuatu
yang sifatnya maskulin, jadi apabila wanita mencapai prestasi tinggi maka akan
kehilangan sifat feminitasnya dan akan dipandang sebagai seseorang yang maskulin
(Horner dalam Sari, 2012).
Jadi fear of success yang ada pada individu dapat mencegah individu
mewujudkan need for achievement, sehingga kesempatan untuk mengaktualisasikan
dirinya tidak dapat dilaksanakan. Terhalangnya kesempatan untuk
mengaktualisasikan dirinya maka dapat mengurangi tingkat kesejahteraan
psikologisnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Stanculescu (2013)
membuktikan jika fear of success dapat menghambat pencapaian tujuan seseorang.
Fear of success dalam penelitian ini terbukti secara signifikan negatif terhadap
optimisme, harga diri, dan efikasi diri. Dengan demikian fear of success dapat
F. Pengaruh Persepsi Pengembangan Karier dan Fear Of Success Terhadap Kesejahteraan Psikologis
Dalam teori hirarki Maslow salah satu kebutuhan dari manusia adalah
kebutuhan aktualisasi diri. Menurut Robbins & Judge (2013) kebutuhan aktualisasi
diri merupakan dorongan untuk menjadi seseorang sesuai keahliannya yang meliputi
pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang dan pemenuhan diri sendiri. Siswandi
(2002) menyebutkan bahwa kebutuhan aktualisasi diri pada dasarnya memberi
perhatian pada manusia, khususnya terhadap nilai-nilai martabat secara penuh.
Sementara itu individu yang memiliki fear of success kesempatannya untuk
mengaktualisasikan dirinya menjadi terhambat. Dalam teori motivasi yang
disampaikan McClelland (1987) setiap manusia memiliki need for achievement
(kebutuhan untuk berprestasi). Need for achievement yaitu dorongan untuk melebihi,
mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil. Orang yang memiliki
kebutuhan berprestasi yang tinggi akan selalu ingin mencari prestasi, ingin selalu
unggul, menyukai kompetesi, dan menyukai tantangan yang realistik. Namun
demikian bagi individu yang memiliki fear of success maka kesempatan untuk
mencapai need for achievement menjadi tidak dapat diwujudkan.
Menurut Ryff (dalam Amawidyati & Utami, 2007) kesejahteraan psikologis
dipengaruhi oleh status sosial ekonomi dan budaya. Individu yang menempati kelas
sosial yang tinggi memiliki perasaan yang lebih positif terhadap diri sendiri dan masa
lalu mereka, serta lebih memiliki rasa keterarahan dalam hidup dibandingkan dengan
(dalam Hidalgo et al., 2010) juga menunjukkan bahwa perubahan penghasilan
seseorang penting untuk kesejahteraan psikologisnya. Berkaitan dengan faktor tatus
sosial ekonomi maka persepsi pengembangan karir merupakan termasuk di
dalamnya. Karier dalam suatu bidang pekerjaan biasanya terkait dengan masalah
pendapatan dan kedudukan. Semakin baik anggota polwan dalam mempersepsikan
karirnya sebagai polisi maka seorang Polwan sedang membicarakan status sosial
ekonomi dalam lingkunganya.
Berkaitan dengan budaya Ryff (dalam Fakhitah & Djamhoer, 2014) mengatakan
bahwa sistem budaya memberi dampak terhadap kesejahteraan psikologis yang dimiliki
suatu masyarakat. Jadi adanya budaya yang berbeda antara masyarakat Barat dan Timur
menyebabkan perbedaan dalam cara pandang dalam kesejahteraan psikologis.
Koentjaraningrat (1987) menyatakan jika salah satu unsur dalam budaya adalah sistem
dan organisasi kemasyarakatan. Budaya Barat memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi
penerimaan diri dan otonomi, sedangkan Budaya Timur yang menjunjung tinggi nilai
kolektivisme memiliki nilai yang tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang
lain. Dengan demikian masayakat Barat akan mencapai kesejahteraan psikologis jika
memiliki penerimaan diri dan otonomi yang tinggi, sementara bagi masyarakat Timur
kesejahteraan psikologis akan tercapai jika hubungan positif dengan orang lain selalu
dapat dijaga.
Variabel fear of success berkaitan dengan faktor budaya. Bagi masyarakat Jawa
budaya yang berlaku adalah perempuan sebaiknya dirumah untuk melakukan tugasnya
seorang Polwan jika memiliki karier yang bagus, karena karier yang bagus berdampak
pada meningkatnya tugas dan tanggungjawabnya yang semakin besar dalam
pekerjaanya. Besarnya tanggungjawab ketika memiliki karier yang bagus inilah yang
justeru membuat Polwan takut tidak mampu lagi menjalankan tugasnya sebagai istri dan
ibu dalam keluarganya.
Persepsi pengembangan karier berhubungan positif dengan kesejahteraan
psikologis. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Diener dan Diener (dalam Hidalgo et
al., 2010) menunjukkan bahwa perubahan penghasilan seseorang penting untuk
kesejahteraan psikologisnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Arsita & Sumaryono
(2015) juga membuktikan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara persepsi
pengembangan karir dengan kesejahteraan psikologis seseorang.
Sementara itu takut sukses berhubungan negatif karena seseorang yang takut
sukses cenderung merasa dirinya sudah cukup dengan statusnya saat ini. Hal ini
dikarenakan seseorang yang takut sukses biasanya cenderung akan ketakutan akan
kehilangan feminimitas, dalam hal ini, kehilangan feminimitas berarti sebagai hilangnya
sifat kewanitaan dalam bentuk kekurang mampuan seorang wanita menunjukkan
sifat-sifat feminin, kekurang mampuan untuk menjadi istri dan ibu yang baik dan kurang
dapat menjalankan peran sebagai wanita dalam rumah tangga. Selain itu takut sukses
juga mengakibatkan ketakutan akan kehilangan penghargaan social dan juga takut akan
penolakan sosial. Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Stanculescu
(2013)Stanculescu (2013) membuktikan jika fear of success dapat menghambat
signifikan negatif terhadap optimisme, harga diri, dan efikasi diri. Dengan demikian
fear of success dapat menyebabkan menurunnya kesejahteraan psikologis seseorang.
G.Landasan Teori
Menurut Ryff (1989) kesejahteraan psikologis adalah merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan
pemenuhan kriteria fungsi psikologi. Fisher (2010) menjelaskan kesejahteraan
psikologis ditempat kerja merupakan suatu keadaan dimana seseorang memiliki
motivasi, dilibatkan dalam pekerjaannya, memiliki energi positif, menikmati semua
kegiatan pekerjaannya dan akan bertahan lama pada pekerjaannya.
Kesejahteraan psikologis menurut Ryff (1989)Ryff (1989) dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya adalah 1) Faktor demografi yang terdiri dari usia,
jenis kelamin, status sosial ekonomi dan budaya. 2) Dukungan Sosial. 3) Evaluasi
terhadap pengalaman hidup. 4) Religiusitas dan 5) Faktor kepribadian. Dari
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis maka persepsi
pengembangan karier dan takut sukses termasuk di dalamnya yaitu status sosial
ekonomi dan budaya. Pada faktor status sosial ekonomi misalnya, maka persepsi
pengembangan karier termasuk di dalamnya. Sebagaimana diketahui bahwa karier
yang berkembangan dalam lingkungan kerja pada akhirnya dapat meningkatkan
status sosial seseorang. Dengan adanya pengembangan karier maka akan dapat
meningkatkan status sosial ekonomi melalui peningkatan gaji. Adapun faktor yang
Indonesia (Jawa) tidak menghendaki perempuan lebih memiliki pangkat yang lebih
tinggi daripada suaminya.
Takut sukses merupakan suatu disposisi kepribadian takut sukses yang
menuntun individu tidak melaksanakan suatu tugas dengan baik. Hanya saja apakah
takut sukses itu termanifestasi menjadi perilaku atau tidak itu tergantung dari banyak
hal, salah satunya adalah hasil kompromi antara beberapa tujuan yang dimiliki
individu dan lingkungannya (Sahrah, 2014) Sementara itu menurut Lestari (2017)
adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami kekhawatiran atau ketakutan
individu akan kemungkinan adanya konsekuensi negatif dari masyarakat seperti
hilangnya sifat kewanitaan kehilangan penghargaan dan penolakan sosial. Ketakutan
untuk sukses dapat dipengaruhi sedikitnya oleh empat faktor yaitu faktor budaya,
jenis kelamin, Pola asuh dan model yang dijumpai individu. Faktor budaya pada
konteks penelitian ini adalah yang mendominasi adanya takut sukses. Perempuan
yang diasosiasikan sebagai manusia yang feminim akan hilang dalam pandangan
budaya, sehingga perempuan lebih memilih menikmati kondisi apa adanya daripada
meniti karier yang lebih tinggi. Kondisi semacam ini juga dipengaruhi oleh jenis
kelamin yaitu perempuan, perempuan sebagai manusia yang feminim akan lebih
besar takut sukses daripada laki-laki sebagai manusia yang maskulin dan memiliki
Dari penjelasan ini maka kerangka teoritis yang akan diajukan adalah sebagai
berikut:
Keterangan Gambar
Persepsi Pengembangan Karier (X1)
1. Perlakuan yang adil dalam berkarier
2. Keperdulian para atasan langsung 3. Informasi tentang berbagai
peluang promosi
4. Adanya minat untuk dipromosikan 5. Tingkat kepuasaan.
Kesejahteraan Psikologis (Y) 1. Penerimaan diri
2. Hubungan yang positif 3. Kemandirian
4. Penguasaan lingkungan 5. Tujuan hidup
6. Pengembangan diri a
b c
Panah A : Menunjukkan Pengaruh X1 tehadap Y Panah B : Menunjukkan Pengaruh X2 tehadap Y
Panah C : Menunjukkan Pengaruh secara simultan (X1 dan X2) tehadap Y Fear Of Success (X2)
1. Sukses menyebabkan perubahan gaya hidup
2. Sukses menyebabkan perubahan hubungan pribadi
3. Takut akan adanya persaingan dengan rekan kerja
4. Takut akan adanya persaingan dengan orang lain
H.Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis yang di buat oleh penelitian untuk memfokuskan penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Ada pengaruh yang positif dan signifikan persepsi pengembangan karier dengan
kesejahteraan psikologis. Kesejahteraan psikologis polwan sangat di pengaruhi
oleh persepsi individu polwan terhadap karier yang dilakukan oleh institusi
kepolisian. Semakin tinggi persepsi pengembangan karier maka akan semakin
tinggi pula tingkat kesejahteraan psikologis anggota Polwan di Mapolda DIY.
Sebaliknya semakin rendah persepsi pengembangan karier maka akan semakin
rendah pula tingkat kesejahteraan psikologis anggota Polwan di Mapolda DIY
2. Ada pengaruh yang negatif dan signifikan fear of success dengan kesejahteraan
psikologis. Semakin tinggi fear of success pengembangan karier maka akan
semakin rendah tingkat kesejahteraan psikologis anggota Polwan di Mapolda
DIY. Sebaliknya semakin rendah fear of success pengembangan karier maka
akan semakin tinggi tingkat kesejahteraan psikologis anggota Polwan di
Mapolda DIY.
3. Persepsi pengembangan karier dan fear of success secara bersama-sama
berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis secara bersama-sama (simultan).
Jadi persepsi pengembangan karier dan fear of success merupakan variabel yang