• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS ANTARA PEGAWAI DAN BURUH Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERBEDAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS ANTARA PEGAWAI DAN BURUH Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANTARA PEGAWAI DAN BURUH

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Felisitas Yolenta Ndiki

NIM: 079114082

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

“Don't wait until everything is just right. It will never be perfect. There will always be challenges, obstacles and less than perfect conditions. So what. Get started now. With each step you take, you will grow stronger and stronger, more and more skilled, more and more self-confident and more and more successful”

(5)

v

PERSEMBAHAN

Semua hasil kerja keras ini aku persembahkan untuk ;

Tuhan Yesus Kristus

Papa dan mama yang selalu mendukung

Kakakku

Sahabat-sahabatku

(6)

vi

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 18 Agustus 2011

Penulis,

(7)

vii DAN BURUH

Felisitas Yolenta Ndiki

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kesejahteraan psikologis antara pegawai dan buruh yang dilihat melalui enam dimensi kesejahteraan psikologis. Jumlah dan kestabilan pendapatan, tingkat pendidikan dan kelas sosial diduga merupakan tiga faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis antara pegawai dan buruh Berdasarkan ketiga faktor tersebut maka hipotesis pada penelitian ini yaitu ada perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis antara pegawai dan buruh yang dilihat melalui enam dimensi kesejahteraan psikologis. Subjek dalam penelitian ini adalah buruh pabrik rokok Rush Mild, pabrik Maesindo, buruh pengrajin emping desa Ngaran, Bantul, pegawai perusahaan swasta dan pegawai negeri sipil di kantor kejaksaan Yogyakarta. Jumlah subjek penelitian adalah 100 orang yang terdiri dari 50 orang buruh dan 50 orang pegawai. Dari hasil uji coba, didapatkan reliabilitas skala setiap dimensi memiliki koefisien korelasi diatas 0,7. Enam dimensi kesejahteraan psikologis akan dikategorikan menjadi beberapa faktor dengan menggunakan analisis faktor dan pada penelitian ini didapatkan dua faktor hasil ekstraksi. Faktor1 yang terdiri dari dimensi penerimaan diri, relasi positif dengan sesama, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Faktor2 yang terdiri dari dimensi otonomi dan penguasaan lingkungan. Hasil uji dengan menggunakan independent sample test

menginformasikan bahwa tidak ada perbedaan mean yang signifikan pada faktor1 diantara kelompok penelitian pegawai dan buruh dengan nilai t=1,417 (p>0,05) dan tidak ada perbedaan mean yang signifikan pada faktor2 diantara kelompok penelitian pegawai dan buruh dengan nilai t=1,608 (p>0,05). Berdasarkan uji paired test didapatkan informasi bahwa faktor1 memiliki mean yang lebih besar dari pada faktor2 pada subjek penelitian. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa jumlah dan kestabilan pendapatan, tingkat pendidikan dan status sosial yang berbeda pada kelompok pegawai dan buruh tidak mempengaruhi tingkat kesejahteraan psikologis pada enam dimensinya. Hasil penelitian juga menginformasikan bahwa terdapat pola pembentukkan faktor yang sama antara pegawai dan buruh sehingga kemungkinan besar berasal dari populasi yang sama. Faktor1 yang lebih besar dari pada faktor2 pada subjek penelitian memberikan dugaan bahwa subjek peneltian lebih bersifat kolektif.

(8)

viii

EMPLOYEES AND WORKERS

Felisitas Yolenta Ndiki

ABSTRACT

This research aims to investigate whether there were differences in psychological well being between employees and workers, seen through six dimension of psychological well being. Amount and stability of income, education level and social class were three factors that are assumed could affect different psychological well being between employees and workers. Based on these three factors this research hypothesis is that there are difference psychological well being between employees and workers seen through six dimensions of psychological well being. Subjects in this research consisted of Rush Mild cigarette factory workers, Maesindo factory workers, workers melinjo chips home industry in Ngaran-Bantul, employees of private companies and civil employee in the prosecutor’s office in Yogyakarta. This research involved 100 peopleconsisting of 50 workers and 50 employees. The test result showed reliability of psychological well-being scale is 0,7 and above for each dimension of psychological well being. Six dimensions of psychological well being will be categorized into a number of factors by using factor analysis this research found two factors of extracted. Result factor1 consisting of self acceptance, positive relation with others, purpose in life and personal growth. Factor2 consisting of autonomy and environmental mastery. Test results by using independent sample test informed that there were no mean difference on factor 1 with t=1,417 (p>0,05) and factor 2 with t=1,608 (p>0,05) between employees and workers. Based on paired test informed that factor 1 had greater mean than factor2. The test results showed that differences amount and stability of income, education level and social status between employees and workers did not affect of psychological well being seen through six dimensions of psychological well being. The results also informed that there are same pattern analysis factor result between employees and workers. Probably informed informed that subject in this research come from one population collectively.

(9)

ix

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Felisitas Yolenta Ndiki

Nomor Induk Mahasiswa : 079114082

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“PERBEDAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS ANTARA PEGAWAI DAN BURUH”

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universistas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal:18 Agustus 2011 Yang menyatakan,

(10)

x

Puji dan syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa atas bimbingan dan

penyertaanNya selama ini sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Perbedaan

Kesejahteraan Psikologis Antara Pegawai dan Buruh” ini dapat terselesaikan dengan baik.

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

kesarjanaan fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik atas bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahaan hati peneliti ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta..

2. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak V. Didik Suryo Hartoko M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah membimbing, memberikan masukan, nasihat dan mengarahkan penulis

untuk lebih baik lagi mengerjakan penelitian ini.

4. Ibu Anantasari dan Ibu Sylvia Carolina selaku dosen penguji atas kritik, saran

(11)

xi

membantu dan membimbing penulis selama 4 tahun ini.

6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang selama ini telah memberikan ilmu dan

pengetahuannya selama penulis menyelesaikan studi di Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

7. Seluruh karyawan Fakutas Psikologi (Mas Muji, Mas Doni, Mas Gandung,

Pak Gie, Bu Nanik). Terimakasih atas bantuannya sehingga proses studi

selama 4 tahun dapat berjalan dengan lancar.

8. Kedua orang tuaku Papa Laurentius Bu dan Mama Maria Fransiska Nuryahati

atas dukungan, doa yang gak pernah berhenti, semangat dan nasihat.

Terimakasih Mama-Papa

9. Kakakku Fransiskus Yulianto Mage yang selalau mendukung dan memberikan

banyak nasihat. Thank You BF for everything and SPSS, you are nde best

lah..

10.Sahabat-sahabatku di Fakultas Psikologi (Cangang, Nana Cina, Nadya, Mb.

Ra, Mb We, Mega, Adel, Sheela, Nana Cabe, Simak, Ce Linda, Ateng, Putu,

Petra) dan semua teman angkatan 2007 untuk kebersamaan kita selama ini,

untuk semua dukungan dan semangat yang kalian berikan.

11.Teman-temanku Ay,Oni, Chancadwangdu, Paia, Itacreet, Gobe dan Oneng

terimakasih buat kebersamaan, dukungan dan bantuan kalian :D

12.Teman-teman Pusman dan Staff Alpha atas bantuan dan partisipasi dalam

(12)

xii bantuannya.

14.Segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih banyak

atas doa dan dukungannya selama ini.

Yogyakarta, 18 Agustus 2011

Penulis,

(13)

xiii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GRAFIK... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian... 5

(14)

xiv

A. Kesejahteraan Psikologis... 7

1. Definisi... 7

2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis... 9

3. Faktor-Faktor Kesejahteraan Psikologis...11

B. Jenis Pekerjaan... 14

1. Buruh... 14

2. Pegawai... 15

3. Gambaran Buruh dan Pegawai... 16

C. Kerangka Berpikir... 20

D. Hipotesis ... . 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 25

A. Jenis Penlitian... ... 25

B. Identifikasi Variabel... ... 25

C.Definisi Operasional... ... 26

D.Subjek Penelitian……….... 26

E. Pelaksaan Uji Coba Alat Ukur……….. 28

1. Proses Pengumpulan Data Awal………... 28

2. Pengujian Respon Alat Ukur………. 29

3. Pelaksanaan Try Out………... 30

4. Alat Pengumpulan Data………... 31

a. Skala Kesejahteraan Psikologis………... 32

(15)

xv

kor………...

5. Pengujian Alat Ukur Penelitian……….. 33

a.Seleksi Aitem Alat Ukur………... 33

b. Hasil Seleksi Aitem... 35

c. Uji Validitas……….... 36

d. Uji Reliabilitas... .. 37

6. Teknik Analisis Data……….. 39

7. Metode Analisis Data……….. 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 41

A.Persiapan dan Pelaksanaan Peelitian...41

B. Catatan Lapangan……….. 42 C. Analisis Data dan Hasil Penelitian... 44

1.Deskripsi Hasil Penelitian... 44

2.Analisis Faktor... 46

3. Uji Asumsi ...52

3. Uji Hipotesis... 54

4. Uji Tambahan………... 56

D. Pembahasan………... 58

BAB V PENUTUP... 65

A. Kesimpulan... 65

B. Saran... 66

DAFTAR PUSTAKA... 67

(16)

xvi

Tabel 1 Deskripsi Subjek Try Out………. 31

Tabel 2 Blueprint Skala Kesejahteraan Psikologis Sebelum Uji Coba... 33

Tabel 3 Blueprint Skala Kesejahteraan Psikologis Setelah Uji Coba... 36

Tabel 4 Hasil Uji Reliabilitas... 38

Tabel5 Deskripsi Subjek Penelitian... . 44

Tabel 6 Mean Empirik dan Mean Teoritik... 45

Tabel7 Tabel KMO dan Test Bartlett...46

Tabel 8 Tabel Anti-Image Matrices ... 47

Tabel 9 Tabel Communalities ... 48

Tabel 10 Tabel Total Variance Explained ... 48

Tabel 11 Tabel Component Matrix ... 49

Tabel 12 Tabel Rotated Component Matrix ... 49

Tabel 13 Tabel Total Variance Explained Pegawai ... 50

Tabel 14 Tabel Rotated Component Matrix Pegawai ... 50

Tabel 15 Tabel Total Variance Explained Buruh ... 51

Tabel 16 Tabel Rotated Component Matrix Buruh ... 51

Tabel 17 Tabel Hasil Uji Normalitas ... 53

Tabel 18 Tabel Hasil Uji Homogenitas ... 54

Tabel 19 Tabel Hasil Uji Hipotesis... 55

(17)

xvii

Gambar 1 Grafik Alur Hubungan Struktur Sosial Ekonomi dengan Kesejahteraan

Psikologis ... 24

Gambar 2 Grafik Perbandingan Karateristik Kesejahteraan Psikologis antara

(18)

xviii

Lampiran A: Skala Uji Coba dan Skala Penelitian ... 70

Lampiran B: Hasil Uji Reliabilitas Skala ... 78

Lampiran C: Analisis Faktor ... 82

Lampiran D: Uji Normalitas dan Homogenitas ... 92

Lampiran E: Hasil Uji-t ... 94

(19)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bekerja memiliki peran penting dalam kehidupan manusia karena

dengan bekerja seseorang dapat membiayai kebutuhan hidupnya.

Pemenuhan kebutuhan diusahakan manusia untuk mencapai kesejahteraan

dalam hidup. Salah satu kesejahteraan yang ingin dicapai yaitu

kesejahteraan sosial (UU-Kesos-No.11-200) yang merupakan kondisi

terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar

dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat

melaksanakan fungsi sosialnya. Kemampuan untuk dapat mengembangkan

diri dan melaksanakan fungsi sosial dalam ranah psikologis menjadi

bagian dalam kesejahteraan psikologis.

Menurut Ryff (1995) kesejahteraan psikologis adalah ada dan

berfungsinya sifat-sifat psikologis positif, meliputi dimensi penerimaan

diri, hubungan positif, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan

pertumbuhan pribadi. Kesejahteraan psikologis penting untuk dilihat

karena mendukung seseorang dalam menjalani fungsi sosial dalam

hidupnya sebagai seorang individu dan mengembangkan dirinya secara

mandiri.

Pengembangan diri ini nampaknya cukup sulit dilakukan oleh

seorang buruh. Kompas, tanggal 3 Oktober 2010 menggambarkan seorang

(20)

pendapatannya yang pas-pasan dan tanpa tunjangan kehidupan dari tempat

bekerja. Beberapa buruh yang bekerja secara serabutan atau tidak menetap

mengakibatkan jumlah pendapatan yang mereka terima menjadi tidak

stabil. Kondisi ketidakstabilan juga disebabkan oleh pendapatan setiap

bulan yang diterima buruh dihitung berdasarkan jumlah produk yang dapat

diselesaikannya dalam satu hari lalu dikalikan dengan harga perbuah yang

sudah ditetapkan perusahaan.

Kondisi berbeda jika dibandingkan dengan kehidupan pegawai.

Pegawai memiliki keadaan ekonomi yang cenderung stabil karena

memiliki gaji dengan jumlah tetap setiap bulannya dan tunjangan hidup

dari perusahaan. Salah satu contohnya yaitu bagi Pegawai Negeri Sipil

yang mendapatkan tunjangan hari tua, tunjangan tanggungan keluarga

untuk anak dan istri, tunjangan kesehatan dan tunjangan untuk daerah

pelosok bagi mereka yang berada di daerah pelosok. Hal ini

menggambarkan bahwa kehidupan para pegawai sudah terjamin dan

mereka tidak perlu merasa khawatir bagaimana harus bertahan hidup pada

hari esok karena pendapatan yang stabil dapat menjamin hidup mereka.

Kondisi berbeda lainnya diantara pegawai dan buruh yang dapat

mempengaruhi pencapaian pengembangan diridilihat melalui pandangan

dan penilaian masyarakat tentang pekerjaan saat ini. Orang yang bekerja

sebagai pegawai dipandang memiliki hidup yang layak karena bekerja di

kantor dan memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi

(21)

tidak menentu dan sulitnya memenuhi kebutuhan sehari-hari membuat

mereka di pandang sebagai orang kelas bawah. Orang dengan harga diri

yang rendah cenderung memiliki pandangan negatif terhadap diri mereka

dan hal ini akan membuat seseorang tidak dapat menerima diri mereka apa

adanya. Harga diri juga dapat mempengaruhi kepercayaan diri seseorang.

Saat seseorang memilki harga diri yang tinggi, maka ia menjadi yakin

dengan kemampuan diri dan mampu menghadapi tantangan dalam hidup

dan lingkungan sekitar.

Ryff (1999) melakukan penelitian mengenai bagaimana status

sosial ekonomi dapat mempengaruhi pencapaian dimensi kesejahteraan

psikologis. Status sosial ekonomi yang dilihat Ryff pada penelitian

tersebut terdiri dari tingkat pendidikan, pendapatan dan status pekerjaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan kodisi ekonomi yang

rendah memiliki kondisi kesehatan dan kesejahteraan psikologis yang

rendah pula. Kondisi ekonomi diduga dapat mempengaruhi kemampuan

pencapaian enam dimensi kesejahteraan psikologis Ryff.

Aristotle (Ryff, 2006) berpendapat bahwa kesejahteraan psikologis

bukan kondisi kebahagiaan secara fisik tetapi kemampuan untuk

menyadari kemampuan dan diri yang unik serta mampu mengembangkan

potensi diri untuk mencapai tujuan hidup. Disamping itu, Aristotle juga

berpendapat bahwa kebutuhan-kebutuhan lain harus terpenuhi agar kita

(22)

lainnya. Pemenuhan kebutuhan tersebut nampaknya dapat dipengaruhi

oleh kondisi ekonomi.

Melihat penjabaran diatas maka munculah pertanyaan apakah

perbedaan pendapatan, tingkat pendidikan dan kelas sosial mempengaruhi

seseorang dalam mencapai enam dimensi kesejahteraan psikologis.

Pernyataan ini akan dijawab melalui ada tidaknya perbedaan kesejahteraan

psikologis diantara pegawai dan buruh. Dua kelompok pekerja ini dapat

menjelaskan faktor ekonomi, kelas sosial dan tingkat pendidikan yang

diduga mempengaruhi pencapaian enam dimensi kesejahteraan psikologis.

Penelitian ini menjadi penting karena penelitian Ryff sebelumnya belum

melihat integrasi kondisi ekonomi, kelas sosial dan tingkat pendidikan

pada kelompok subjek tertentu. Selain itu, sebagian besar penelitian Ryff

yang dilakukan di Amerika dirasa belum dapat merepresentasikan budaya

timur, sehingga pada penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan

informasi lebih jauh mengenai tingkat kesejahteraan psikologis pada

budaya timur, khususnya Indonesia.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang dipaparkan diatas, penelitian ini ingin melihat

apakah ada perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis antara buruh dan

(23)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat kesejahteraan

psikologi antara pegawai dan buruh yang akan dilihat melalui enam

dimensi kesejahteraan psikologis.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan informasi di bidang kesehatan mental dan

sosial mengenai kesejahteraan psikologis para perkerja yang

berhubungan dengan kestablian pendapatan, tingkat pendidikan dan

status sosial.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat Umum

Masyarakat dapat mengetahui mengenai kesejahteraan psikologis

orang yang bekerja sebagai buruh dan pegawai sehingga hasil

penilitian diharapkan akan meningkatkan sikap menghargai antar

sesama.

b. Bagi Buruh dan Pegawai

Dapat memberikan informasi mengenai hal-hal yang dapat

mempengaruhi kondisi kesejahteraan para pekerja, sehingga para

(24)

dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis ditengah tekanan pekerjaan dan

(25)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesejahteraan Psikologis

1. Definisi

Berdasarkan sejarahnya terdapat dua model kesejahteraan yaitu

kesejahteraan subjektif dan kesejahteraan psikologis. Kedua model ini

menjelaskan mengenai kondisi kebahagiaan yang cukup berbeda satu

sama lain.

Model pertama menjelaskan mengenai kesejahteraan subjektif.

Model ini menitikberatkan kondisi yang sejahtera sebagai tingkat

kepuasan hidup, adanya perasaan positif dan tidak ada perasaan

negatif (Baumgardner & Crothers, 2009). Kesejahteraan subjektif ini

memiliki tujuan untuk mengejar kebahagiaan dan kesenangan.

Waterman (dalam Baumgardner & Crothers, 2009) menyebutkan

kebahagiaan yang ingin dicapai oleh kesejahteraan subjektif sebagai

kebahagiaan yang bersifat hedonis karena bersifat kesenangan dan

pemenuhan hidup secara fisik.

Model kesejahteraan berikutnya melihat bahwa kesejahteraan

bukan hanya masalah mencapai kebahagiaan secara fisik tetapi

bagaimana seseorang mampu mengembangkan diri dan

kemampuannya yang unik. Hal ini kemudian memunculkan model

kesejahteraan psikologis Ryff yang cukup berbeda dengan model

(26)

2009) mengatakan bahwa kondisi kesejahteraan adalah lebih dari

kondisi bahagia secara fisik atau hedonis, tetapi kebahagiaan yang

bersifat eudaimonic yaitu perasaan personal yang memberikan

kesempatan untuk bertumbuh dan mengembangkan kemampuan.

Kesejahteraan seharusnya dapat menjadi sumber pemulihan dalam

menghadapi kesulitan dan dapat menceriminkan keberfungsian secara

positif, kekuatan pribadi dan kesehatan mental dalam hidup

sehari-hari (Baumgardner & Crothers, 2009). Berdasarkan pemahaman

tersebut, kemudian Ryff (1995) mendefinisikan kesejahteraan

psikologis sebagai ada dan berfungsinya sifat-sifat psikologis positif,

meliputi dimensi penerimaan diri, hubungan positif, otonomi,

penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi.

Pada penelitian ini peneliti memilih menggunakan model

kesejahteraan psikologis Ryff. Model ini dirasa cocok digunakan

karena merupakan hasil integrasi dari 3 perspektif besar, yaitu

kesehatan mental, psikologi klinis dan perkembangan. Model

kesejahteraan psikologis Ryff (Ryff, 2008) lebih melihat pada

pengembangan dan kesadaran diri individu. Hal ini nampaknya sesuai

dengan tujuan dari penelitian ini yaitu ingin melihat bagaimana

struktur sosial ekonomi dapat mempengaruhi pencapaian enam

dimensi kesejahteraan psikologis untuk mewujudkan pengembangan

dan kesadaran diri individu. Teori Ryff tidak melihat pada pencapaian

kebahagiaan secara fisik seperti kepuasan dan kenikmatan hidup

(27)

namun melihat hal yang melebihi kebahagiaan jasmani yaitu menjadi

diri yang otentik, apa adanya dan melebihi diri itu sendiri seperti

konsep kebahagiaan paparan Aristotles yang besifat eudaimonic.

Literatur perspektif kesehatan mental, klinis dan

perkembangan ditujukan pada arti dan fungsi positif psikologis. Hal

ini dibentuk dari konsepsi Maslow tentang aktualisasi diri, pandangan

Rogers tentang orang yang berfungsi sepenuhnya, teori Jung tentang

individuasi dan konsep kedewasaan Allport. Perspektif perkembangan

mental menekankan pada kesempatan menghadapi tantangan

kehidupan termasuk tahap psikososial Erikson, teori Buhler tentang

pemenuhan hidup dan deskripsi Neugarten tentang perubahan

kepribadian pada masa dewasa dan tua (Ryff,1989)

Dari perspektif dan pengertian yang telah disebutkan, maka

dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis adalah suatu

kondisi dimana seseorang dapat menerima dirinya dan lingkungan apa

adanya dan mencapai tujuan dalam hidupnya dengan potensi yang

dimiliki.

2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis

Dimensi kesejahteraan psikologis menurut Ryff (1995), Ryff &

Singer (1996):

a. Penerimaan Diri

Merupakan suatu sikap positif terhadap diri sendiri, pemahaman

dan penerimaan terhadap dimensi diri, kualitas diri yang baik dan

(28)

merupakan keistimewaan kesehatan mental sebagai karateristik

dari aktualisasi diri, berfungsinya diri secara optimal dan

kematangan seseorang.

b. Relasi Positif dengan sesama

Relasi positif dengan sesama dapat diartikan sebagai kemampuan

yang hangat, penuh percaya, peduli pada kesejahteraan orang lain,

mampu memberi afeksi, empati, intimitas, memahami unsur

member dan menerima dalam suatu hubungan persahabatan yang

mendalam, sertamenghargai dan mendengarkan masukan dari

oranglain.

c. Otonomi

Otonomi diartikan sebagai kebebasan untuk melakukan sesuatu,

mampu mengambil keputusan dan kebebasan untuk menentukan

diri, mampu bertahan dari tekanan sosial untuk berpikir dan

bertindak dengan cara tertentu, mengatur perilaku berdasarkan

pertimbangan diri, mengevaluasi dan mempertanggungjawabkan

pilihan.

d. Penguasaan Lingkungan

Penguasaan lingkungan di artikan sebagai kemampuan mengatur

kehidupan, mengendalikan aktivitas yang kompleks, menggunakan

kesempatan yang tersedia secara efektif serta mampu menciptakan

(29)

e. Tujuan dalam Hidup

Adanya arah, perasaan dan bermaknanya masa lalu ataupun masa

kini, serta meyakini akan berartinya hidup. Tujuan dalam hidup

melihat pada adanya tujuan atau objek yang akan dicapai dalam

kehidupan. Seseorang yang berfungsi secara positif memiliki

tujuan dan arah, yang semuanya itu memberikan kontribusi pada

kebermaknaan hidup.

f. Pertumbuhan pribadi

Kemampuan untuk selalu punya keinginan mengembangkan diri,

terbuka dengan pengalaman baru, menyadari potensi yang dimiliki,

selalu memperbaiki diri. Pertumbuhan pribadi juga dilihat pada

perkembangan potensi seseorang untuk bertumbuh dan

memperluas dirinya dengan hal-hal baru sebagai suatu pribadi yang

matang.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis

Berdasarkan Teori Kesejahteraan Psikologis Ryff

a. Usia

Berdasarkan dimensi kesejahteraan psikologis Ryff (1999)

usia mempengaruhi penguasaan seseorang terhadap lingkungan

dan otonomi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa orang-orang

dengan rantang usia dewasa tengah hingga masa lanjut

menunjukkan skor yang lebih tinggi dalam dimensi penguasaan

lingkungan dan otonomi dari pada usia lainnya. Hal yang berbeda

(30)

pribadi. Dimensi penerimaan diri dan relasi positif dengan sesama

tidak menunjukkan perbedaan yang berarti antara umur dan skor

pada dimensi tersebut.

b. Jenis Kelamin

Ryff (1999) menunjukkan bahwa wanita di semua usia

memiliki skor yang lebih tinggi dari pada pria dalam menjalin

relasi positif dengan sesama dan pertumbuhan pribadi. Perbedaan

skor antara pria dan wanita terjadi karena wanita menunjukkan

sifat yang lebih tangguh dalam menghadapi depresi secara

psikologis dari pada pria (Strickland dalam Ryff 1999).

c. Pengalaman dan Perubahan Hidup

Ryff (1999) melakukan penelitian pada sejumlah wanita

yang memiliki anak diatas umur 21 tahun. Hasilnya, subjek

memiliki skor yang tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan,

penerimaan diri dan tujuan dalam hidup. Hal ini menunjukkan

bahwa subjek yang puas akan apa yang telah mereka lakukan dan

berikan pada anak mereka mempengaruhi kesejahteraan psikologis.

Akan tetapi, subjek yang merasa apa yang telah dicapai anaknya

lebih baik dari yang telah ia capai, memiliki kesejahteraan

psikologis yang lebih rendah.

d. Tingkat Pendidikan dan Perbedaan Kelas

Berdasarkan penelitian Ryff (1996), wanita dengan tingkat

pendidikan tinggi memiliki skor yang tinggi pada dimensi

(31)

tingkat pendidikan yang rendah. Penelitian oleh Ryff & Singer

(1996) menunjukkan bahwa kesejahteraan psikologis dipengaruhi

pendidikan, status sosial, pendapatan dan pekerjaan.

Dari sampel penelitian orang dewasa yang di teliti sejak

mereka duduk di bangku SMP, menujukkan profil skor yang tinggi

pada kesejahteraan psikologi saat telah memperoleh pendidikan

yang tinggi, terutama pada dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan

pribadi. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan memiliki

hubungan yang kuat dengan kesejahteraan seseorang. Tingkat

kesejahteraan yang tinggi juga memiliki hubungan yang kuat

dengan pekerjaan atau jabatan seseorang. Literatur perkembangan

ilmu menunjukkan bahwa kelas sosial berhubungan dengan

kesehatan fisik dan kesejahteraan psikologis, sehingga posisi yang

rendah pada kelas sosial akan menurunkan kondisi positif dari

kesejahteraan psikologis.

e. Perbedaan Budaya

Banyak diskusi menyatakan bahwa ada perbedaan yang

kontras antara budaya individual (independent cultures) dengan

budaya kolektif (interindependen cultures). Pada budaya barat

yang bersifat individual, dimensi kesejahteraan psikologis seperti

penerimaan diri dan otonomi memiliki skor tinggi. Pada budaya

timur yang bersifat kolektif, dimensi kesejahteran psikologis yang

memiliki skor tinggi yaitu hubungan positif dengan sesama.

(32)

self-report pada orang-orang Amerika (budaya barat) dan Korea

(budaya timur) menunjukkan hasil yang berbeda.Orang Amerika

lebih menyukai melihat kualitas positif dalam dirinya

dibandingkan orang Korea. Penelitian kualitatif tentang

kesejahteraan psikologis pada budaya individual dan kolektif

menunjukkan beberapa tema yang muncul pada orang Amerika dan

Korea, yaitu kesadaran akan diri (self-realization), pengetahuan

tentang diri sendiri (self-knowladge), kepercayaan diri

(self-reliance) dan juga hubungan dengan orang lain, yaitu kesetiaan

(faithfulness), tanggungjawab (responsibility), kebaikan hati

(kindness) dan kepercayaan (trust).

B. Jenis Pekerjaan

Penelitian ini memfokuskan pengaruh perbedaan kestabilan dan

jumlah pendapatan, tingkat pendidikan dan kelas sosial pada tingkat

kesejahteraan psikologis. Ketiga faktor ini dapat ditemukan dalam dua

jenis pekerjaan yaitu pegawai dan buruh.

1. Buruh

Menurut Undang-undang Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003,

pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima

upah atau imbalan dalam bentuk lain. Sedangkan menurut ILO

(International Labor Organization), buruh adalah seseorang yang

bekerja pada orang lain atau sesuatu badan dan mendapatkan upah

(33)

dibebankan kepadanya. KBBI (2002) juga mendefinisikan buruh

sebagai orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapatkan

upah. Definisi buruh kemudian dibedakan lagi berdasarkan jenis

pekerjaannya (KBBI, 2002) , yaitu:

a. Buruh harian: yang menerima upah berdasarkan hari masuk

kerja

b. Buruh kasar: yang menggunakan tenaga fisiknya karena tidak

mempunyai keahlian di bidang tertentu

c. Buruh musiman: yang bekerja hanya pada musim-musim

tertentu (misal buruh tebang tebu)

d. Buruh pabrik: buruh yang bekerja di pabrik

e. Buruh tambang: buruh yang bekerja di pertambangan

f. Buruh tani: buruh yang menerima upah dengan bekerja di

kebun atau di sawah orang lain

g. Buruh terampil: yang mempunyai ketrampilan di bidang

tertentu

h. Buruh terlatih: yang sudah di latih untuk ketrampilan tertentu.

2. Pegawai

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,2002) pegawai

adalah orang yang bekerja pada pemerintah, perusahaan dan

sebagainya. Pegawai juga dibedakan menjadi:

a. Pegawai dagang: pegawai yang bertugas di negara orang;

(34)

b. Pegawai honorer: pegawai yang tidak (atau belum) diangkat

sebafai pegawai tetap atau setiap bulannya menerima

honorarium (bukan gaji)

c. Pegawai negeri: pegawai pemerintahan yang berada di luar

politik, bertugas melaksanakan administrasi pemerintahan

berdasarkan perundang-undangan yang telah ditetapkan

d. Pegawai negeri sipil: pegawai negeri atau aparatur negara

yang bukan militer

Pegawai yang akan dijadikan subjek pada penelitian ini adalah

semua pegawai yang bekerja pada perusahaan atau kantor milik

swasta atau negeri dan memiliki pendapatan yang tetap. Pegawai

ini juga adalah pegawai yang mendapatkan tunjangan hidup dari

perusahaan.

3. Gambaran buruh dan pegawai

Ada tiga hal yang diduga dapat mepengaruhi pencapaian enam

dimensi kesejahteraan psikologis. Ketiga hal tersebut adalah:

a. Kestabilan dan jumlah pendapatan

Pegawai mendapatkan penghasilan perbulan dengan

jumlah yang tetap dan berbagai tunjangan kehidupan. Keadaan

ini berlawanan dengan keadaan buruh. Bagi buruh serabutan,

uang hanya dapat mereka terima jika ada tawaran pekerjaan

yang diberikan pada mereka. Saat tidak ada tawaran pekerjaan

(35)

buruh yang memiliki pekerjaan tetap pada satu tempat,

pendapatan yang mereka terima dapat dikatakan pas-pasan dan

dapat berubah tergantung dari ramai atau tidaknya permintaan

terhadap industri tempat mereka bekerja. Selain itu, mereka

juga tidak mendapatkan tunjangan seperti tunjangan kesehatan,

keluarga ataupun hari tua.

Kondisi ekonomi dapat mempengaruhi tercapainya rasa

aman dalam kehidupan seseorang. Pegawai yang memiliki

pendapatan cenderung stabil, maka ia dapat merasa tenang dan

aman karena kebutuhan sehari-harinya dapat terpenuhi dan

merasa hidupnya sudah terjamin. Hal ini berbeda dengan

kelompok buruh yang harus berjuang setiap harinya untuk

tetap dapat bertahan hidup. Dalam kehidupan buruh, rasa aman

akan terjaminnya pemenuhan kebutuhan sehari-hari kurang

dapat terpenuhi karena ketidakstabilan pendapatan yang

mereka terima.

Berdasarkan hierarki kebutuhan Maslow (dalam Schultz,

1991) saat seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan

fisiologis yaitu kebutuhan dasar, maka ia juga tidak dapat

memenuhi kebutuhan akan rasa aman. Jika kebutuhan akan

rasa aman ini tidak terpenuhi, maka kecil kemungkinannya

aktualisasi diri akan tercapai. Aktualisasi diri merupakan

(36)

mengaktualisasikan diri, ia mampu memperlihatkan dirinya

yang sebenarnya dan mampu mengembangkan dirinya,

sehingga dimensi pengembangan diri dan penerimaan diri

dapat dicapai. Hal ini menunjukkan bahwa pemenuhan

kebutuhan pokok sangat penting untuk pencapaian aktualisasi

diri.

b. Status sosial

Jabatan dan jenis pekerjaan yang dijalani seseorang akan

berpengaruh pada kelas dan status sosial seseorang. Menurut

teori Weber (2001), kekayaan adalah salah satu penentu utama

dari perbedaan gaya hidup yang membedakan kelas sosial.

Weber juga memaparkan bahwa sistem kasta perbedaan strata

dilihat dari pekerjaan dan jabatan seseorang. Pegawai dengan

pendapatan yang mencukupi kebutuhan hidup mereka

dipandang memliki kehidupan yang layak. Bila dibandingkan

dengan hidup buruh dengan pendapatan pas-pasan dan

pekerjaan kasar yang mereka lakukan membuat mereka kadang

dipandang sebagai kelompok kelas bawah. Pandangan dan

penilaian orang lain memberikan dampak bagi harga diri

seseorang. Penilaian yang negatif akan mempengaruhi harga

diri menjadi negatif pula, demikian sebaliknya.

Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Maslow (dalam

(37)

strata sosial. Saat kebutuhan seseorang akan harga diri tidak

terpenuhi, maka aktualisasi diripun tidak akan tercapai,

padahal aktualisasi diri adalah salah satu ciri orang yang

sejahtera secara psikologis. Selain itu, harga diri dapat

mempengaruhi kepercayaan diri. Saat orang menilai dirinya

secara positif, maka ia dapat menerima kekurangan dan

kelebihan dalam dirinya. Harga diri dan kepercayaan diri

diduga dapat mempengaruhi seseorang menilai kemampuan

dirinya. Saat seseorang merasa percaya diri maka ia merasa

mampu untuk melakukan hal-hal atau tantangan disekitarnya.

Hal ini tentu akan meningkatkan fungsi otonomi seseorang

yang merupakan bagian dari kesejahteraan psikologis.

c. Tingkat pendidikan

Pada kebanyakan orang yang berprofesi sebagai buruh,

mereka tidak memiliki pengalaman belajar hingga tingkat

perguruan tinggi. Kebanyakan dari mereka hanya dapat

menuntaskan pendidikan hingga SMA, bahkan ada yang tidak

sampai menuntaskan pendidikan sekolah dasar. Hal ini dapat

disebabkan juga karena banyak dari buruh berasal dari

keluarga dengan kondisi ekonomi yang sulit.

Penelitian Ryff (1999) yang didasari oleh literatur sosiologi

memiliki pemikiran bahwa tingkat pendidikan memiliki peran

(38)

dalam mempengaruhi pergerakan dalam bekerja dan ekonomi.

Untuk melihat apakah tingkat pendidikan ini memiliki

hubungan atau pengaruh pada enam dimensi kesejahteraan

psikologis, Ryff (1999) mendapatkan hasil bahwa tingkat

pendidikan memiliki pengaruh pada dimensi kesejahteraan

psikologis.

Hasil penelitian Ryff (1999) menunjukkan bahwa wanita

dengan tingkat pendidikan yang tinggi memiliki kesejahteraan

yang tinggi pula, terutama pada dimensi otonomi, tujuan hidup

dan pertumbuhan pribadi. Pada pria terdapat hubungan yang

tidak begitu kuat antara tingkat pendidikan dengan

kesejahteraan psikologis, contohnya pada dimensi relasi positif

dengan sesama.Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan

memiliki peran yang cukup penting untuk membantu sesorang

dalam mencapai kesejahteraan psikologis.

C. Kerangka Berpikir

Kestabilan dan jumlah pendapatan, tingkat pendidikan dan kelas

sosial adalah tiga faktor yang dapat mempengaruhi kondisi kesejahteraan

psikologis pada kaum pekerja.

Pegawai cenderung memiliki kondisi ekonomi yang stabil atau

memiliki pendapatan yang tetap setiap bulan dan mendapatkan tunjangan

(39)

pendapatan tidak menentu dan tidak mendapatkan tunjangan dalam hidup

mereka. Pendapatan yang tidak stabil membuat para buruh merasa tidak

aman akan kehidupannya diesok hari karena ia tidak mengetahui apakah

esok hari ia dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari atau tidak. Hal ini

berbeda dengan pegawai yang dalam menghadapi hari esok mereka tidak

lagi khawatir karena mengetahui bahwa pendapatannya dapat menjamin

hidupnya dan pasti memiliki uang untuk memenuhi kebutuhannya.

Berdasarkan hierarki kebutuhan Maslow (dalam Schultz, 1991) , saat

seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan fisiologis yang terdiri dari

kebutuhan dasar, maka ia akan kesulitan memenuhi kebutuhannya akan

rasa aman. Jika kebutuhan akan rasa aman ini tidak terpenuhi, maka

aktualisasi diri akan terhambat pencapaiannya. Aktualisasi diri merupakan

bagian dari kesejahteraan psikologis. Saat orang mengaktualisasikan diri,

ia mampu memperlihatkan dirinya yang sebenarnya dan mampu

mengembangkan dirinya. Hal ini akan mengakibatkan terganggunya

kondisi kesejahteraan psikologis, yaitu dalam dimensi penerimaan diri,

penguasaan lingkungan dan otonomi. Saat kebutuhan ini tidak dapat

terpenuhi, maka orang akan sulit dalam mengembangkan dan menerima

diri apa adanya. Saat seseorang sulit untuk menerima dirinya, bukan

sesuatu yang mustahil kalau orang tersebut juga akan terganggu dalam

relasi sosialnya dan menerima oranglain apa adanya.

Pandangan masyarakat tentang pekerjaan saat ini juga memberikan

(40)

dipandang sebagai pekerjaan yang lebih berkelas dibandingkan dengan

pekerjaan sebagai seorang buruh sehingga bekerja sebagai pegawai dilihat

lebih bergengsi dari pada sebagai buruh. Kondisi harga diri dilihat dapat

mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang.

Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Maslow (dalam Schultz, 1991)

, harga diri seseorang dapat dipengaruhi oleh strata sosial. Saat kebutuhan

seseorang akan harga diri tidak terpenuhi, maka aktualisasi diripun tidak

akan tercapai, sedangkan aktualisasi diri adalah salah satu ciri orang yang

sejahtera secara psikologis. Orang dengan harga diri yang rendah

cenderung memiliki pandangan negatif terhadap diri mereka sehingga

dikhawatirkan hal ini akan membuat seseorang tidak dapat menerima

kondisi diri mereka apa adanya. Selain itu, harga diri dapat mempengaruhi

kepercayaan diri dan cara seseorang menilai dirinya. Saat seseorang

memilki harga diri yang tinggi, maka ia menjadi yakin dengan kemampuan

diri dan mampu menghadapi tantangan dalam hidup. Keadaan ini juga

akan mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Saat orang tidak

mampu menghadapi tantangan disekitarnya, maka penguasaan lingkungan

dan kemampuan otonomi juga terganggu. Seseorang yang memandang

diri negatif akan merasa selalu tidak mampu dalam menghadapi tantangan

sehari-hari.

Penelitian Ryff (1999) yang didasari oleh literatur sosiologi memiliki

pemikiran bahwa tingkat pendidikan memiliki peran dalam statifikasi

(41)

pergerakan dalam bekerja dan ekonomi. Untuk melihat apakah tingkat

pendidikan ini memiliki hubungan atau pengaruh pada enam dimensi

kesejahteraan psikologis, Ryff (1999) mendapatkan hasil bahwa tingkat

pendidikan memiliki pengaruh pada dimensi kesejahteraan psikologis.

Hasil penelitian Ryff (1999) menunjukkan bahwa wanita dengan

tingkat pendidikan yang tinggi memiliki kesejahteraan yang tinggi pula,

terutama pada dimensi otonomi, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi.

Pada pria terdapat hubungan yang tidak begitu kuat antara tingkat

pendidikan dengan kesejahteraan psikologis, contohnya pada dimensi

relasi positif dengan sesama. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan memiliki peran yang cukup penting untuk membantu sesorang

dalam mencapai kesejahteraan psikologis.

D. Hipotesis

Pada penelitian ini hipotesis yang diajukan yaitu terdapat

perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis diantara pegawai dan buruh

yang akan dilihat melalui enam dimensi kesejahteraan psikologis dari teori

(42)

Gambar 1

Grafik Alur Hubungan Struktur Sosial Ekonomi dengan Kesejahteraan

Psikologis

Jumlah dan Kestabilan Pendapatan Kelas

Sosial Tingkat

Pendidikan

Penerimaan Diri

Relasi Positif

dengan Sesama Otonomi

Penguasaan Lingkungan

Tujuan Hidup

Pertumbuhan Pribadi

Kesejahteraan Psikologis

(43)

25 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

penelitian komparasional, yaitu penelitian yang bertujuan untuk

membedakan atau membandingkan hasil penelitian diantara dua kelompok

penelitian. Tujuan dalam penelitian ini adalah melihat perbedaan tingkat

kesejahteraan psikologis antara pegawaidan buruh melalui enam dimensi

kesejahteraan psikologis.

B. Identifikasi Varibel

Identifikasi variabel sebagai berikut:

Y : Kesejahteraan Psikologis

Y1 : Penerimaan Diri

Y2 : Relasi Positif Dengan Sesama

Y3 : Otonomi

Y4 : Pengusaan Lingkungan

Y5 : Tujuan Hidup

Y6 : Pertumbuhan Pribadi

(44)

C. Definisi Operasional

Kesejahteraan psikologis

Ryff (1995) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai

ada dan berfungsinya sifat-sifat psikologis positif, meliputi dimensi

penerimaan diri, hubungan positif, otonomi, penguasaan lingkungan,

tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi.Kesejahteraan psikologis pada

penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala kesejahteraan

psikologis.

Tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi ditunjukkan

dengan skor tiap dimensi kesejahteraan psikologis yang tinggi

meliputi penerimaan diri, relasi positif dengan sesama, otonomi,

penguasaan lingkungan, tujan hidup dan pertumbuhan pribadi.

Semakin tinggi skor pada setiap dimensi maka semakin tinggi

kesejahteraan psikologisnya.

D. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah orang-orang yang memiliki

pekerjaan sebagai buruh dan pegawai. Metode sampling yang digunakan

adalah metode purposive sampling. Dalam metode ini, pemilihan subjek

didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang

mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi

yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi,1996). Selain itu, para pekerja

juga memiliki ciri yaitu berada di rentang usia bekerja yaitu pada usia

(45)

sedangkan 56 tahun adalah usia pensiun pada pegawai negeri sipil.

Rentang usia ini diharapkan sudah memiliki kemampuan yang baik dalam

membaca dan memahami pernyataan untuk mengukur tingkat

kesejahteraan psikologis mereka. Penetapan rentang usia ini juga

didasarkan berdasarkan penelitian Ryff yang meneliti pada batas usia

termuda yaitu 18 tahun.

Sampel yang dilibatkan dalam pengambilan data pada penelitian ini

akan diambil di beberapa pabrik dan pekerja serabutan di desa Ngaran,

Bantul. Peneliti memilih subjek yang memiliki pendidikan terakhir

minimal lulus SD atau pernah bersekolah di SMP, sehingga diharapkan

dapat membaca, menulis dan memahami pernyataan pada tiap aitem.

Peneliti tidak membedakan atau memberikan konsentrasi khusus pada

masalah jenis kelamin, karena yang ingin peneliti lihat adalah tingkat

kesejahteraan psikologis pada kelompok buruh dan pegawai. Kelompok

buruh yang akan dilihat oleh peneliti adalah buruh yang memiliki

pendapatan tidak tetap atau memiliki pendapatan ≤ UMR kota Yogyakarta

yaitu Rp 880.000,00 (www.allows.wordpress.com) serta tidak

mendapatkan tunjangan kehidupan tempat mereka bekerja. Subjek

pegawai pada penelitian ini adalah pegawai yang memiliki jumlah gaji

(46)

E. Pelaksanaan Uji Coba Alat Ukur

1. Proses Pengumpulan Data Awal

Pengumpulan data awal dimaksudkan untuk memastikan

kalimat yang digunakan pada skala penelitian mudah dimengerti oleh

subjek penelitian. Peneliti mengambil tiga orang buruh dan tiga orang

pegawai pada pengumpulan data awal.

Seorang subjek yang berprofesi sebagai buruh meminta untuk

dibacakan pernyataan-pernyataan pada skala penelitian karena tidak

dapat membaca dengan baik. Subjek mendapat kesulitan memahami

pernyataan pada dimensi otonomi dan penerimaan diri, sehingga

peneliti harus menjelaskan maksud dari pernyataan tersebut dengan

bahasa yang lebih ringan. Peneliti merasa kondisi ini kurang

baik,karena bahasa sehari-hari dapat mengubah maksud atau hal yang

ingin diungkap melalui pernyataan tersebut sehingga dapat

menurunkan validitas dan reliabilitas alat ukur.

Subjek yang lain merasa tidak kesulitan dalam memahami

kalimat yang ada dalam skala penelitian tersebut. Kondisi ini

merupakan salah satu kekhawatiran peneliti jika buruh yang

merupakan subjek penelitian memiliki keterbatasan dalam membaca

dan menulis. Pada subjek yang berprofesi sebagai pegawai proses

pengumpulan data berjalan lancar karena ketiga subjek merasa

(47)

Hasil pengumpulan data awal ini membuat peneliti meringkas

pernyataan agar lebih mudah dimengerti. Hal ini dilakukan untuk

mengantisipasi keterbatasan subjek dalam hal membaca atau

memahami pernyataan.

2. Pengujian Respon Alat Ukur

Peneliti ingin menggunakan skala Likert yang berupa garis

kontinum yang dimaksudkan agar subjek lebih bebas memilih dan

menentukan kecenderungan diri mereka terhadap pernyataan dalam

skala. Peneliti memilih dua orang untuk menguji respon alat ukur

tersebut berdasarkan tingkat pendidikan karena hal yang

dikhawatirkan dalam respon skala adalah kesulitan para buruh yang

memiliki tingkat pendidikan rendah. Peneliti mengambil satu orang

subjek lulusan SMA dan satu orang subjek lulusan SMP. Subjek

mengatakan bahwa mereka tidak memiliki masalah dalam mengisi

skala.

Subjek pertama yaitu TN, lulusan SMP, mengatakan bahwa ia

tidak harus berpikir saat mengerjakan hal tersebut dan menyilang pada

titik yang sama tanpa membaca dengan benar setiap pernyataan.

Subjek kedua yaitu MI lulusan SMA membaca respon dengan

seksama. Akan tetapi, maksud dari respon kontinum yang disajikan

tidak dapat tercapai karena subjek hanya menyilang pada titik sangat

sesuai dan sangat tidak sesuai, sehingga tujuan dari garis kontinum

(48)

Berdasarkan pengujian tersebut, maka peneliti memutuskan

untuk menentukan empat respon yang harus dipilih yaitu ”Sangat

Sesuai”, “Sesuai”, “Tidak Sesuai” dan “Sangat Tidak Sesuai”. Hal ini

dirasa lebih dapat mengarahkan respon dan tidak membingungkan

subjek penelitian.

3. Pelaksanaan Try Out

Skala kesejahteraan psikologis untuk try out berjumlah 66

aitem. Pada try out skala ini, subjek yang dilibatkan berjumlah 60

orang, 30 orang pegawai dan 30 orang buruh. Proses pengambilan

data try out ini berlangsung pada tanggal 26 Februari - 08 Maret 2011.

Lokasi pengambilan data pada proses try out ini sangat beragam yaitu

didaerah Jogjakarta, Klaten, Wates dan Bambanglipuro-Bantul. Pada

pegawai, peneliti menyebarkan pada tempat lembaga kursus bahasa

Inggris dan menitipkan beberapa skala pada teman yang memiliki

kerabat atau kenalan yang bekerja sebagai pegawai. Penyebaran skala

pada subjek yang bekerja sebagai buruh sedikit lebih rumit karena

sebagian harus dilakukan door to door.

Beberapa buruh yang diminta untuk mengisi merasa keberatan

karena mereka mengaku tidak mengerti dan takut salah mengisi.

Untuk mengatasi hal ini, peneliti mencoba memberikan penjelasan

bahwa tidak akan ada penilaian terhadap mereka jika mengisi skala

tersebut. Beberapa buruh lalu bersedia mengisi, namun ada yang tetap

(49)

satu per satu pada subjek yang bekerja sebagai buruh karena mereka

kebanyakan tidak memiliki pengalaman mengisi skala penelitian.

Tabel 1

Deskripsi Subjek Try Out

No Kategori Keterangan Jenis Pekerjaan N %

Pegawai Buruh

1.

4. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah

(50)

psikologis yang terdiri dari enam skala dimensi kesejahteraan

psikologis.

a. Skala Kesejahteraan Psikologis

Skala ini dibuat untuk melihat tingkat kesejahteraan psikologis

seseorang. Skala ini disusun berdasarkan teori dan dimensi

kesejahteraan psikologis dari Carol D. Ryff.

b. Penyusunan Aitem

Aitem yang disusun pada skala ini terdiri dari aitem

favorable dan unfavorable. Metode yang digunakan adalah

Likert, dimana pada setiap aitem diberikan empat respon untuk

dipilih subjek. Respon tersebut berupa pilihan “sangat

sesuai”, “sesuai”, “tidak sesuai”, dan “sangat tidak sesuai”.

c. Pemberian Skor

Pemberian skor pada aitem favorable yaitu, nilai 4 pada

subjek yang memberikan respon “sangat sesuai” demikian

seterusnya hingga nilai 1 untuk respon “sangat tidak sesuai”.

Pada aitem unfavorable” skor 4 diberikan pada respon “sangat

tidak sesuai” dan demikian seterusnya hingga nilai 1 untuk

respon “sangat sesuai”.Pemberian skor pada setiap dimensi

akan dilakukan dengan menjumlah skor setiap aitem yang

terdiri dari setiap dimensi lalu dibagi dengan banyaknya aitem.

(51)

kesejahteraan psikologisdiperoleh hasil perbandingan yang

seimbang.

Tabel 2

BlueprintSkala Kesejahteraan Psikologis Sebelum Uji Coba

No Dimensi Komponen aitem dan Nomor aitem Jumlah Bobot Favorable Unfavorable

1. Penerimaan diri 1,16,21*,32,47,52 10,26,37,42*,60 11 16.67 %

2. Relasi positif dengan sesama

8*,13*,40,50*,56* 2,20,35*,25*,45,64* 11 16.67 %

3. Otonomi 3*,17,23,34,57*,63* 12,28,38,44,53 11 16,67%

4. Penguasaan Lingkungan 9*,15,27,39,63,66 4*,19,33*,49,55 11 16.67 %

5. Tujuan dalam hidup 5*,18*,24*,36,54,58 7*,22,30*,41*,48 11 16,67%

6. Pertumbuhan pribadi 11,29,46,65 6*,14,31,43*,51,59,61 11 16,67%

TOTAL 33 33 66 100%

*:aitem yang gugur setelah seleksi aitem

5. Pengujian Alat Ukur Penelitian

a. Seleksi Aitem alat ukur

Dalam proses konstruksi atau penyusunan tes, sebelum

melakukan pengujian terhadap reliabilitas dan validitas, perlu

dilakukan terlebih dahulu prosedur seleksi aitem dengan cara

menguji karateristik masing-masing aitem yang menjadi bagian tes

yang bersangkutan. Aitem-aitem yang tidak memenuhi syarat dan

kualitas sebaiknya tidak dilibatkan menjadi bagian

tes(Azwar,2008).

Metode yang digunakan untuk melakukan seleksi aitem

adalah dengan metode korelasi aitem total. Prosedur pengujian

(52)

total (rix) yang juga dikenal sebagai indeks daya beda aitem. Daya

beda aitem memiliki fungsi untuk memperlihatkan apakah aitem

tertentu mampu mengungkapkan perbedaan antar individu. Secara

teknis, pengujian konsistensi aitem dilakukan dengan menghitung

koefisien korelasi antara skor subjek pada aitem yang bersangkutan

dengan skor total tes (korelasi aitem-total). Semakin tinggi

koefisien korelasi positif antara skor aitem dengan skor tes,

semakin tinggi konsistensi antara aitem dengan skor tes berarti

semakin tinggi daya bedanya. Bila koefisien korelasinya rendah

atau mendekati nol berarti fungsi aitem tersebut memiliki daya

beda yang kurang baik dan konsistensi antar aitem degan skor total

tes rendah (Azwar, 2008).

Besarnya koefisien korelasi aitem-total bergerak dari 0

sampai dengan 1,00 dengan tanda positif atau negatif. Semakin

baik daya diskriminasi aitem maka koefisien korelasnya makin

mendekati angka1,00. Koefisien yang mendekati angka 0 atau yang

memiliki tanda negatif menindikasikan daya diskriminasi yang

tidak baik. Sebagai kriteria pemilihan aitem berdasar korelasi aitem

total, biasanya digunakan batasan rix ≥ 0,30. Semua aitem yang

mencapai koefisien minimal 0,30 daya pembedanya dianggap

memuaskan. Aitem yang memiliki harga rix kurang dari 0,30 dapat

diinterpretasi sebagai aitem yang memiliki daya diskriminasi

(53)

b. Hasil Seleksi Item

Koefisien korelasi aitem total (rix) skala kesejahteraan

psikologis yang terdiri dari enam dimensi dan berjumlah 66 aitem

berkisar dari -1,36 sampai 0,701. Seleksi item pada penelitian ini

dilakukan dengan menyeleksi aitem pada setiap dimensi

kesejahteraan psikologis dan melihat nilai rix. Aitem dengan nilai

rix ≥ 0,30 maka aitem tersebut akan dipertahankan. Namun, jika

aitem dengan nilai < 0,30 maka aitem tersebut akan dibuang atau

digugurkan. Pada skala kesejahteraan psikologis terdapat 66 aitem

dan pada setiap dimensi terdiri dari 11 aitem. Setelah dilakukan

seleksi aitem terdapat total 23 aitem dengan nilai < 0,30 dan harus

dibuang. Pada penelitian ini, akan melihat perbedaan tingkat

kesejahteraan psikologis serta perbedaan tiap dimensi kesejahteraan

psikologi pada kelompok buruh dan pegawai. Oleh karena itu,

seleksi aitem dilakukan dengan cara melihat nilai cronbach alpha

pada setiap dimensi, sehingga pada penlitian ini dianggap memiliki

(54)

Tabel 3

Blueprint Skala Kesejahteraan Psikologis Setelah Uji Coba

No Dimensi Komponen aitem dan Nomor aitem Jumlah Bobot Favorable Unfavorable

1. Penerimaan diri 1,8,19,29,33 3,14,22,39 9 21 %

2. Relasi positif dengan sesama 25 2,11,27 4 8 %

3. Otonomi 9,13,20 5,16,23,26,34 8 19 %

4. Penguasaan Lingkungan 7,15,24,41,43 10,31,36 8 19 %

5. Tujuan dalam hidup 21,35,37 12,30 5 12 %

6. Pertumbuhan pribadi 4,17,28,42 6,18,32,38,40 9 21 %

TOTAL 21 22 43 100%

c. Uji Validitas

Untuk mengetahui apakah skala psikologi mampu

menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan

pengukurannya diperlukan uji validitas. Suatu alat ukur yang

tinggi validitasnya akan memiliki eror pengukuran yang kecil,

artinya skor setiap subjek yang diperoleh dan alat ukur tersebut

tidak jauh berbeda dari skor sesungguhnya (Azwar,2008).

Pada penelitian ini, akan dilakukan uji validitas pada skala

kesejahteraan psikologi untuk menguji sejauh mana skala

tersebut mampu mengukur berdasarkan tujuan pengukuran.

Pengujian skala ini akan dilakukan melalui pengujian

validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi

melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau

professional judgement. Pengujian dengan validitas isi harus

(55)

mencakup keseluruhan dari dimensi atau konstruk teori yang

hendak diukur.

Validitas isi ini kemudian dapat dilihat lagi melalui

validitas muka yaitu, dari tampak luarnya apakah skala ini

mampu dan nampak dapat mengungkap atribut yang hendak

diukur. Validitas isi juga mengacu pada validitas logik, yaitu

sejauhmana isi tes merupakan representasi dari ciri-ciri yang

hendak diukur. Pada penelitian ini validitas isi dilakukan dengan

Profesional Judgement yang dilakukan peneliti bersama dosen

pembimbing.

d. Uji Reliabilitas

Reliabilitas sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau

kepercayaan hasil ukur atau kecermatan pengukuran.

Pengukuran yang tidak reliabel akan menghasilkan skor yang

tidak dapat dipercaya (Azwar,2008). Sehingga, reliabilitas lebih

dapat dilihat sebagai apakah seberapa besar skala yang telah

dibuat dapat dipercaya hasilnya.

Dalam aplikasinya, reliabilitas dinyatakan oleh koefisien

reliabilitas (rxx) yang angkanya berada dalam rentang dari 0

sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas atau

semakin mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi

(56)

mendekati angka 0 berarti semakin rendahnya reliabilitasnya

(Azwar,2008).

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan reliabilitas

konsistensi internal. Dalam pendekatan konsistensi internal

prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengerjaan sebuah tes

oleh sekelompok individu sebagai subjek (single trial

administration) (Azwar, 2008). Pada penelitian ini, konsistensi

internal dari skala kesejahteraan psikologis akan menggunakan

metode alpha cronbach danpengujian reliabilitas akan dilakukan

pada setiap dimensi kesejahteraan psikologis.

Tabel 4

Hasil uji Reliabilitas

Variabel Rix Rentang rit

Penerimaan Diri 0,798 0,311-0,629

Relasi Positif dengan sesama 0,710 0,319-0,650

Otonomi 0,756 0,319-0,631

Penguasaan Lingkungan 0,731 0,321-0,647

Tujuan Hidup 0,709 0,374-0.615

Pertumbuhan Pribadi 0,846 0,390-0,741

Berdasarkan hasil pada tabel, maka dapat diketahui jika setiap

skala memiliki reliabilitas diatas 0,7 sehingga skala yang

digunakan memiliki tingkat kepercayaan sebesar 70%.

Pengujian reliabiltas pada setiap dimensi dilakukan karena

(57)

yang melihat skor pada setiap dimensi dan salah satu tujuan

dari penelitian ini juga untuk melihat pada dimensi apa saja

terdapat perbadaan mean antara pegawai dan buruh.

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini mula-mula akan

digunakan teknik analisis faktor untuk menyederhanakan enam

dimensi kesejahteraan psikologis yang ingin diteliti. Hasil

analisis faktor tersebut kemudian akan menghasilkan beberapa

faktor yang dirasa dapat menjelaskan kesejahteraan psikologis.

Faktor-faktor tersebut kemudian diuji menggunakan

independent sample test untuk mendapatkan informasi apakah

terdapat perbedaan pada faktor-faktor hasil analisis faktor

diantara kelompok pegawai dan buruh.

7. Metode Analisis Data

a. Uji asumsi

1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk

mengecek apakah data penelitian kita berasal dari populasi

yang sebarannya normal (Santoso, 2010). Uji normalitas

dilakukan dengan menggunakan program SPSS for

(58)

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dimaksudkan untuk memperlihatkan

bahwa dua atau lebih kelompok data sampel berasal dari

populasi yang memiliki variansi yang sama. Uji

homogenitas dilakukan untuk menguji perbedaan varian

antara dua kelompok (Santoso, 2010) .

b. Pengujian hipotesis penelitian

Pengujian hipotesis penelitian akan dilakukan dengan

menggunakan teknik uji-tindependent sample test dengan

menggunakan program SPSS for Windows. Teknik ini

digunakan untuk melihat apakah ada perbedaan meanpada

faktor-faktor hasil analisis faktor diantara kelompok pegawai

(59)

41 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian

Sebelum penelitian, peneliti menyiapkan surat ijin penelitian yang

dikeluarkan oleh Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, setelah

itu peneliti mendatangi dusun Ngaran, Bantul, pabrik rokok Rush Mild

dan pabrik Maesindo penghasil topi Chef sebagai tempat pengambilan

data. Peneliti tidak menemui kesulitan meminta ijin melakukan penelitian

karena pihak yang bertanggung jawab merasa tidak keberatan.

Penyebaran skala dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu

dengan menyebarkan skala secara acak kepada orang yang berprofesi

sebagai buruh dan pegawai. Proses pengambilan data pada subjek yang

berprofesi sebagai pegawai dilakukan pada beberapa instansi pemerintahan

dan swasta. Sebagian data disebarkan di Kantor Kejaksaan Negeri

Jogjakarta dan bagian administrasi yang bekerja di pabrik rokok Rush

Mild. Peneliti juga mengumpulkan data dengan cara menitipkan skala pada

teman atau kenalan yang bekerja sebagai pegawai. Pengambilan data

subjek yang berprofesi sebagai buruh dilakukan dengan mengunjungi

pabrik dan rumah ke rumah.

Pada penelitian ini sebanyak 141 skala disebarkan dan 41

diantaranya tidak dapat digunakan karena data yang tidak lengkap dan

(60)

50 orang yang berprofesi sebagai pegawai dan 50 orang yang berprofesi

sebagai buruh.

B. Catatan Lapangan

Hal yang menarik untuk dilihat yaitu beberapa buruh tidak mau

mengisi skala penelitian karena mereka takut jika salah menjawab. Mereka

juga sering mempertanyakan apakah jawaban mereka itu “bagus” atau

“tidak bagus” pada anak atau temannya. Hal ini menunjukkan adanya

perasaan takut dinilai pada para buruh.

Keadaan berbeda ditemui pada saat pengambilan data pada subjek

penelitian pegawai yang terlihat cukup familiar dengan skala penelitian.

Hal ini nampak dari kesanggupan mereka mengisi skala penelitian dan

menyatakan sudah cukup jelas dengan aitem-aitem skala. Perbedaan antara

buruh dan pegawai ini dapat disebabkan latar belakang pendidikan yang

berbeda dari kedua kelompok ini. Para buruh pada penelitian ini memiliki

pendidikan paling tinggi yaitu pada tingkat SMA, sedangkan para pegawai

memiliki latar belakang pendidikan hingga Strata 2.

Pada saat pengambilan data, peneliti juga menanyakan beberapa hal

terkait dengan pendapatan para buruh. Warga dusun Ngaran, Bantul yang

kebanyakan warganya sebagai buruh emping memiliki penghasilan Rp

300.000,00 hingga Rp 600.000,00 per bulan. Harga bahan baku emping

(melinjo) yang mahal yaitu Rp 7000,00 per kg membuat buruh lebih

Gambar

Gambar 2 Grafik Perbandingan Karateristik Kesejahteraan Psikologis antara
Gambar 1 Grafik Alur Hubungan Struktur Sosial Ekonomi dengan Kesejahteraan
Tabel 1 Deskripsi Subjek Try Out
Tabel 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Direksi memuji reformasi penentu atas subsidi energi di tahun 2015, termasuk rencana untuk subsidi listrik sebagai sasaran subsidi yang lebih baik, dan penggunaan ruang fiskal

terasa di awal tahun 2009, yang ditunjukkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan I-2009, melambat dibandingkan dengan triwulan

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan

P Permanen: 2) P-O-P Temporer; dan 3) Media in store (di dalam toko). Bagi para manajer ritel penerapan Point-of-Purchase dilakukan karena keinginan untuk mencapai: 1) Hasil

Yang dimaksud dengan “kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik” adalah kondisi dimana kapasitas penyediaan tenaga listrik tidak mencukupi kebutuhan beban di daerah

Peserta yang telah melakukan pendaftaran akan dihubungi oleh pihak panitia pada tanggal 5 Oktober 2016 untuk konfirmasi.. Formulir pendaftaran dapat diambil di sekretariat