i
ANTARA PEGAWAI DAN BURUH
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Felisitas Yolenta Ndiki
NIM: 079114082
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
“Don't wait until everything is just right. It will never be perfect. There will always be challenges, obstacles and less than perfect conditions. So what. Get started now. With each step you take, you will grow stronger and stronger, more and more skilled, more and more self-confident and more and more successful”
v
PERSEMBAHAN
Semua hasil kerja keras ini aku persembahkan untuk ;
Tuhan Yesus Kristus
Papa dan mama yang selalu mendukung
Kakakku
Sahabat-sahabatku
vi
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 18 Agustus 2011
Penulis,
vii DAN BURUH
Felisitas Yolenta Ndiki
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kesejahteraan psikologis antara pegawai dan buruh yang dilihat melalui enam dimensi kesejahteraan psikologis. Jumlah dan kestabilan pendapatan, tingkat pendidikan dan kelas sosial diduga merupakan tiga faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis antara pegawai dan buruh Berdasarkan ketiga faktor tersebut maka hipotesis pada penelitian ini yaitu ada perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis antara pegawai dan buruh yang dilihat melalui enam dimensi kesejahteraan psikologis. Subjek dalam penelitian ini adalah buruh pabrik rokok Rush Mild, pabrik Maesindo, buruh pengrajin emping desa Ngaran, Bantul, pegawai perusahaan swasta dan pegawai negeri sipil di kantor kejaksaan Yogyakarta. Jumlah subjek penelitian adalah 100 orang yang terdiri dari 50 orang buruh dan 50 orang pegawai. Dari hasil uji coba, didapatkan reliabilitas skala setiap dimensi memiliki koefisien korelasi diatas 0,7. Enam dimensi kesejahteraan psikologis akan dikategorikan menjadi beberapa faktor dengan menggunakan analisis faktor dan pada penelitian ini didapatkan dua faktor hasil ekstraksi. Faktor1 yang terdiri dari dimensi penerimaan diri, relasi positif dengan sesama, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Faktor2 yang terdiri dari dimensi otonomi dan penguasaan lingkungan. Hasil uji dengan menggunakan independent sample test
menginformasikan bahwa tidak ada perbedaan mean yang signifikan pada faktor1 diantara kelompok penelitian pegawai dan buruh dengan nilai t=1,417 (p>0,05) dan tidak ada perbedaan mean yang signifikan pada faktor2 diantara kelompok penelitian pegawai dan buruh dengan nilai t=1,608 (p>0,05). Berdasarkan uji paired test didapatkan informasi bahwa faktor1 memiliki mean yang lebih besar dari pada faktor2 pada subjek penelitian. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa jumlah dan kestabilan pendapatan, tingkat pendidikan dan status sosial yang berbeda pada kelompok pegawai dan buruh tidak mempengaruhi tingkat kesejahteraan psikologis pada enam dimensinya. Hasil penelitian juga menginformasikan bahwa terdapat pola pembentukkan faktor yang sama antara pegawai dan buruh sehingga kemungkinan besar berasal dari populasi yang sama. Faktor1 yang lebih besar dari pada faktor2 pada subjek penelitian memberikan dugaan bahwa subjek peneltian lebih bersifat kolektif.
viii
EMPLOYEES AND WORKERS
Felisitas Yolenta Ndiki
ABSTRACT
This research aims to investigate whether there were differences in psychological well being between employees and workers, seen through six dimension of psychological well being. Amount and stability of income, education level and social class were three factors that are assumed could affect different psychological well being between employees and workers. Based on these three factors this research hypothesis is that there are difference psychological well being between employees and workers seen through six dimensions of psychological well being. Subjects in this research consisted of Rush Mild cigarette factory workers, Maesindo factory workers, workers melinjo chips home industry in Ngaran-Bantul, employees of private companies and civil employee in the prosecutor’s office in Yogyakarta. This research involved 100 peopleconsisting of 50 workers and 50 employees. The test result showed reliability of psychological well-being scale is 0,7 and above for each dimension of psychological well being. Six dimensions of psychological well being will be categorized into a number of factors by using factor analysis this research found two factors of extracted. Result factor1 consisting of self acceptance, positive relation with others, purpose in life and personal growth. Factor2 consisting of autonomy and environmental mastery. Test results by using independent sample test informed that there were no mean difference on factor 1 with t=1,417 (p>0,05) and factor 2 with t=1,608 (p>0,05) between employees and workers. Based on paired test informed that factor 1 had greater mean than factor2. The test results showed that differences amount and stability of income, education level and social status between employees and workers did not affect of psychological well being seen through six dimensions of psychological well being. The results also informed that there are same pattern analysis factor result between employees and workers. Probably informed informed that subject in this research come from one population collectively.
ix
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Felisitas Yolenta Ndiki
Nomor Induk Mahasiswa : 079114082
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
“PERBEDAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS ANTARA PEGAWAI DAN BURUH”
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universistas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal:18 Agustus 2011 Yang menyatakan,
x
Puji dan syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa atas bimbingan dan
penyertaanNya selama ini sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Perbedaan
Kesejahteraan Psikologis Antara Pegawai dan Buruh” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
kesarjanaan fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik atas bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahaan hati peneliti ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta..
2. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak V. Didik Suryo Hartoko M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah membimbing, memberikan masukan, nasihat dan mengarahkan penulis
untuk lebih baik lagi mengerjakan penelitian ini.
4. Ibu Anantasari dan Ibu Sylvia Carolina selaku dosen penguji atas kritik, saran
xi
membantu dan membimbing penulis selama 4 tahun ini.
6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang selama ini telah memberikan ilmu dan
pengetahuannya selama penulis menyelesaikan studi di Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
7. Seluruh karyawan Fakutas Psikologi (Mas Muji, Mas Doni, Mas Gandung,
Pak Gie, Bu Nanik). Terimakasih atas bantuannya sehingga proses studi
selama 4 tahun dapat berjalan dengan lancar.
8. Kedua orang tuaku Papa Laurentius Bu dan Mama Maria Fransiska Nuryahati
atas dukungan, doa yang gak pernah berhenti, semangat dan nasihat.
Terimakasih Mama-Papa
9. Kakakku Fransiskus Yulianto Mage yang selalau mendukung dan memberikan
banyak nasihat. Thank You BF for everything and SPSS, you are nde best
lah..
10.Sahabat-sahabatku di Fakultas Psikologi (Cangang, Nana Cina, Nadya, Mb.
Ra, Mb We, Mega, Adel, Sheela, Nana Cabe, Simak, Ce Linda, Ateng, Putu,
Petra) dan semua teman angkatan 2007 untuk kebersamaan kita selama ini,
untuk semua dukungan dan semangat yang kalian berikan.
11.Teman-temanku Ay,Oni, Chancadwangdu, Paia, Itacreet, Gobe dan Oneng
terimakasih buat kebersamaan, dukungan dan bantuan kalian :D
12.Teman-teman Pusman dan Staff Alpha atas bantuan dan partisipasi dalam
xii bantuannya.
14.Segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih banyak
atas doa dan dukungannya selama ini.
Yogyakarta, 18 Agustus 2011
Penulis,
xiii
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...iii
MOTTO... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GRAFIK... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian... 5
xiv
A. Kesejahteraan Psikologis... 7
1. Definisi... 7
2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis... 9
3. Faktor-Faktor Kesejahteraan Psikologis...11
B. Jenis Pekerjaan... 14
1. Buruh... 14
2. Pegawai... 15
3. Gambaran Buruh dan Pegawai... 16
C. Kerangka Berpikir... 20
D. Hipotesis ... . 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 25
A. Jenis Penlitian... ... 25
B. Identifikasi Variabel... ... 25
C.Definisi Operasional... ... 26
D.Subjek Penelitian……….... 26
E. Pelaksaan Uji Coba Alat Ukur……….. 28
1. Proses Pengumpulan Data Awal………... 28
2. Pengujian Respon Alat Ukur………. 29
3. Pelaksanaan Try Out………... 30
4. Alat Pengumpulan Data………... 31
a. Skala Kesejahteraan Psikologis………... 32
xv
kor………...
5. Pengujian Alat Ukur Penelitian……….. 33
a.Seleksi Aitem Alat Ukur………... 33
b. Hasil Seleksi Aitem... 35
c. Uji Validitas……….... 36
d. Uji Reliabilitas... .. 37
6. Teknik Analisis Data……….. 39
7. Metode Analisis Data……….. 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 41
A.Persiapan dan Pelaksanaan Peelitian...41
B. Catatan Lapangan……….. 42 C. Analisis Data dan Hasil Penelitian... 44
1.Deskripsi Hasil Penelitian... 44
2.Analisis Faktor... 46
3. Uji Asumsi ...52
3. Uji Hipotesis... 54
4. Uji Tambahan………... 56
D. Pembahasan………... 58
BAB V PENUTUP... 65
A. Kesimpulan... 65
B. Saran... 66
DAFTAR PUSTAKA... 67
xvi
Tabel 1 Deskripsi Subjek Try Out………. 31
Tabel 2 Blueprint Skala Kesejahteraan Psikologis Sebelum Uji Coba... 33
Tabel 3 Blueprint Skala Kesejahteraan Psikologis Setelah Uji Coba... 36
Tabel 4 Hasil Uji Reliabilitas... 38
Tabel5 Deskripsi Subjek Penelitian... . 44
Tabel 6 Mean Empirik dan Mean Teoritik... 45
Tabel7 Tabel KMO dan Test Bartlett...46
Tabel 8 Tabel Anti-Image Matrices ... 47
Tabel 9 Tabel Communalities ... 48
Tabel 10 Tabel Total Variance Explained ... 48
Tabel 11 Tabel Component Matrix ... 49
Tabel 12 Tabel Rotated Component Matrix ... 49
Tabel 13 Tabel Total Variance Explained Pegawai ... 50
Tabel 14 Tabel Rotated Component Matrix Pegawai ... 50
Tabel 15 Tabel Total Variance Explained Buruh ... 51
Tabel 16 Tabel Rotated Component Matrix Buruh ... 51
Tabel 17 Tabel Hasil Uji Normalitas ... 53
Tabel 18 Tabel Hasil Uji Homogenitas ... 54
Tabel 19 Tabel Hasil Uji Hipotesis... 55
xvii
Gambar 1 Grafik Alur Hubungan Struktur Sosial Ekonomi dengan Kesejahteraan
Psikologis ... 24
Gambar 2 Grafik Perbandingan Karateristik Kesejahteraan Psikologis antara
xviii
Lampiran A: Skala Uji Coba dan Skala Penelitian ... 70
Lampiran B: Hasil Uji Reliabilitas Skala ... 78
Lampiran C: Analisis Faktor ... 82
Lampiran D: Uji Normalitas dan Homogenitas ... 92
Lampiran E: Hasil Uji-t ... 94
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bekerja memiliki peran penting dalam kehidupan manusia karena
dengan bekerja seseorang dapat membiayai kebutuhan hidupnya.
Pemenuhan kebutuhan diusahakan manusia untuk mencapai kesejahteraan
dalam hidup. Salah satu kesejahteraan yang ingin dicapai yaitu
kesejahteraan sosial (UU-Kesos-No.11-200) yang merupakan kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar
dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya. Kemampuan untuk dapat mengembangkan
diri dan melaksanakan fungsi sosial dalam ranah psikologis menjadi
bagian dalam kesejahteraan psikologis.
Menurut Ryff (1995) kesejahteraan psikologis adalah ada dan
berfungsinya sifat-sifat psikologis positif, meliputi dimensi penerimaan
diri, hubungan positif, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan
pertumbuhan pribadi. Kesejahteraan psikologis penting untuk dilihat
karena mendukung seseorang dalam menjalani fungsi sosial dalam
hidupnya sebagai seorang individu dan mengembangkan dirinya secara
mandiri.
Pengembangan diri ini nampaknya cukup sulit dilakukan oleh
seorang buruh. Kompas, tanggal 3 Oktober 2010 menggambarkan seorang
pendapatannya yang pas-pasan dan tanpa tunjangan kehidupan dari tempat
bekerja. Beberapa buruh yang bekerja secara serabutan atau tidak menetap
mengakibatkan jumlah pendapatan yang mereka terima menjadi tidak
stabil. Kondisi ketidakstabilan juga disebabkan oleh pendapatan setiap
bulan yang diterima buruh dihitung berdasarkan jumlah produk yang dapat
diselesaikannya dalam satu hari lalu dikalikan dengan harga perbuah yang
sudah ditetapkan perusahaan.
Kondisi berbeda jika dibandingkan dengan kehidupan pegawai.
Pegawai memiliki keadaan ekonomi yang cenderung stabil karena
memiliki gaji dengan jumlah tetap setiap bulannya dan tunjangan hidup
dari perusahaan. Salah satu contohnya yaitu bagi Pegawai Negeri Sipil
yang mendapatkan tunjangan hari tua, tunjangan tanggungan keluarga
untuk anak dan istri, tunjangan kesehatan dan tunjangan untuk daerah
pelosok bagi mereka yang berada di daerah pelosok. Hal ini
menggambarkan bahwa kehidupan para pegawai sudah terjamin dan
mereka tidak perlu merasa khawatir bagaimana harus bertahan hidup pada
hari esok karena pendapatan yang stabil dapat menjamin hidup mereka.
Kondisi berbeda lainnya diantara pegawai dan buruh yang dapat
mempengaruhi pencapaian pengembangan diridilihat melalui pandangan
dan penilaian masyarakat tentang pekerjaan saat ini. Orang yang bekerja
sebagai pegawai dipandang memiliki hidup yang layak karena bekerja di
kantor dan memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi
tidak menentu dan sulitnya memenuhi kebutuhan sehari-hari membuat
mereka di pandang sebagai orang kelas bawah. Orang dengan harga diri
yang rendah cenderung memiliki pandangan negatif terhadap diri mereka
dan hal ini akan membuat seseorang tidak dapat menerima diri mereka apa
adanya. Harga diri juga dapat mempengaruhi kepercayaan diri seseorang.
Saat seseorang memilki harga diri yang tinggi, maka ia menjadi yakin
dengan kemampuan diri dan mampu menghadapi tantangan dalam hidup
dan lingkungan sekitar.
Ryff (1999) melakukan penelitian mengenai bagaimana status
sosial ekonomi dapat mempengaruhi pencapaian dimensi kesejahteraan
psikologis. Status sosial ekonomi yang dilihat Ryff pada penelitian
tersebut terdiri dari tingkat pendidikan, pendapatan dan status pekerjaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan kodisi ekonomi yang
rendah memiliki kondisi kesehatan dan kesejahteraan psikologis yang
rendah pula. Kondisi ekonomi diduga dapat mempengaruhi kemampuan
pencapaian enam dimensi kesejahteraan psikologis Ryff.
Aristotle (Ryff, 2006) berpendapat bahwa kesejahteraan psikologis
bukan kondisi kebahagiaan secara fisik tetapi kemampuan untuk
menyadari kemampuan dan diri yang unik serta mampu mengembangkan
potensi diri untuk mencapai tujuan hidup. Disamping itu, Aristotle juga
berpendapat bahwa kebutuhan-kebutuhan lain harus terpenuhi agar kita
lainnya. Pemenuhan kebutuhan tersebut nampaknya dapat dipengaruhi
oleh kondisi ekonomi.
Melihat penjabaran diatas maka munculah pertanyaan apakah
perbedaan pendapatan, tingkat pendidikan dan kelas sosial mempengaruhi
seseorang dalam mencapai enam dimensi kesejahteraan psikologis.
Pernyataan ini akan dijawab melalui ada tidaknya perbedaan kesejahteraan
psikologis diantara pegawai dan buruh. Dua kelompok pekerja ini dapat
menjelaskan faktor ekonomi, kelas sosial dan tingkat pendidikan yang
diduga mempengaruhi pencapaian enam dimensi kesejahteraan psikologis.
Penelitian ini menjadi penting karena penelitian Ryff sebelumnya belum
melihat integrasi kondisi ekonomi, kelas sosial dan tingkat pendidikan
pada kelompok subjek tertentu. Selain itu, sebagian besar penelitian Ryff
yang dilakukan di Amerika dirasa belum dapat merepresentasikan budaya
timur, sehingga pada penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan
informasi lebih jauh mengenai tingkat kesejahteraan psikologis pada
budaya timur, khususnya Indonesia.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang dipaparkan diatas, penelitian ini ingin melihat
apakah ada perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis antara buruh dan
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat kesejahteraan
psikologi antara pegawai dan buruh yang akan dilihat melalui enam
dimensi kesejahteraan psikologis.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan informasi di bidang kesehatan mental dan
sosial mengenai kesejahteraan psikologis para perkerja yang
berhubungan dengan kestablian pendapatan, tingkat pendidikan dan
status sosial.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat Umum
Masyarakat dapat mengetahui mengenai kesejahteraan psikologis
orang yang bekerja sebagai buruh dan pegawai sehingga hasil
penilitian diharapkan akan meningkatkan sikap menghargai antar
sesama.
b. Bagi Buruh dan Pegawai
Dapat memberikan informasi mengenai hal-hal yang dapat
mempengaruhi kondisi kesejahteraan para pekerja, sehingga para
dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis ditengah tekanan pekerjaan dan
7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesejahteraan Psikologis
1. Definisi
Berdasarkan sejarahnya terdapat dua model kesejahteraan yaitu
kesejahteraan subjektif dan kesejahteraan psikologis. Kedua model ini
menjelaskan mengenai kondisi kebahagiaan yang cukup berbeda satu
sama lain.
Model pertama menjelaskan mengenai kesejahteraan subjektif.
Model ini menitikberatkan kondisi yang sejahtera sebagai tingkat
kepuasan hidup, adanya perasaan positif dan tidak ada perasaan
negatif (Baumgardner & Crothers, 2009). Kesejahteraan subjektif ini
memiliki tujuan untuk mengejar kebahagiaan dan kesenangan.
Waterman (dalam Baumgardner & Crothers, 2009) menyebutkan
kebahagiaan yang ingin dicapai oleh kesejahteraan subjektif sebagai
kebahagiaan yang bersifat hedonis karena bersifat kesenangan dan
pemenuhan hidup secara fisik.
Model kesejahteraan berikutnya melihat bahwa kesejahteraan
bukan hanya masalah mencapai kebahagiaan secara fisik tetapi
bagaimana seseorang mampu mengembangkan diri dan
kemampuannya yang unik. Hal ini kemudian memunculkan model
kesejahteraan psikologis Ryff yang cukup berbeda dengan model
2009) mengatakan bahwa kondisi kesejahteraan adalah lebih dari
kondisi bahagia secara fisik atau hedonis, tetapi kebahagiaan yang
bersifat eudaimonic yaitu perasaan personal yang memberikan
kesempatan untuk bertumbuh dan mengembangkan kemampuan.
Kesejahteraan seharusnya dapat menjadi sumber pemulihan dalam
menghadapi kesulitan dan dapat menceriminkan keberfungsian secara
positif, kekuatan pribadi dan kesehatan mental dalam hidup
sehari-hari (Baumgardner & Crothers, 2009). Berdasarkan pemahaman
tersebut, kemudian Ryff (1995) mendefinisikan kesejahteraan
psikologis sebagai ada dan berfungsinya sifat-sifat psikologis positif,
meliputi dimensi penerimaan diri, hubungan positif, otonomi,
penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi.
Pada penelitian ini peneliti memilih menggunakan model
kesejahteraan psikologis Ryff. Model ini dirasa cocok digunakan
karena merupakan hasil integrasi dari 3 perspektif besar, yaitu
kesehatan mental, psikologi klinis dan perkembangan. Model
kesejahteraan psikologis Ryff (Ryff, 2008) lebih melihat pada
pengembangan dan kesadaran diri individu. Hal ini nampaknya sesuai
dengan tujuan dari penelitian ini yaitu ingin melihat bagaimana
struktur sosial ekonomi dapat mempengaruhi pencapaian enam
dimensi kesejahteraan psikologis untuk mewujudkan pengembangan
dan kesadaran diri individu. Teori Ryff tidak melihat pada pencapaian
kebahagiaan secara fisik seperti kepuasan dan kenikmatan hidup
namun melihat hal yang melebihi kebahagiaan jasmani yaitu menjadi
diri yang otentik, apa adanya dan melebihi diri itu sendiri seperti
konsep kebahagiaan paparan Aristotles yang besifat eudaimonic.
Literatur perspektif kesehatan mental, klinis dan
perkembangan ditujukan pada arti dan fungsi positif psikologis. Hal
ini dibentuk dari konsepsi Maslow tentang aktualisasi diri, pandangan
Rogers tentang orang yang berfungsi sepenuhnya, teori Jung tentang
individuasi dan konsep kedewasaan Allport. Perspektif perkembangan
mental menekankan pada kesempatan menghadapi tantangan
kehidupan termasuk tahap psikososial Erikson, teori Buhler tentang
pemenuhan hidup dan deskripsi Neugarten tentang perubahan
kepribadian pada masa dewasa dan tua (Ryff,1989)
Dari perspektif dan pengertian yang telah disebutkan, maka
dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis adalah suatu
kondisi dimana seseorang dapat menerima dirinya dan lingkungan apa
adanya dan mencapai tujuan dalam hidupnya dengan potensi yang
dimiliki.
2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis
Dimensi kesejahteraan psikologis menurut Ryff (1995), Ryff &
Singer (1996):
a. Penerimaan Diri
Merupakan suatu sikap positif terhadap diri sendiri, pemahaman
dan penerimaan terhadap dimensi diri, kualitas diri yang baik dan
merupakan keistimewaan kesehatan mental sebagai karateristik
dari aktualisasi diri, berfungsinya diri secara optimal dan
kematangan seseorang.
b. Relasi Positif dengan sesama
Relasi positif dengan sesama dapat diartikan sebagai kemampuan
yang hangat, penuh percaya, peduli pada kesejahteraan orang lain,
mampu memberi afeksi, empati, intimitas, memahami unsur
member dan menerima dalam suatu hubungan persahabatan yang
mendalam, sertamenghargai dan mendengarkan masukan dari
oranglain.
c. Otonomi
Otonomi diartikan sebagai kebebasan untuk melakukan sesuatu,
mampu mengambil keputusan dan kebebasan untuk menentukan
diri, mampu bertahan dari tekanan sosial untuk berpikir dan
bertindak dengan cara tertentu, mengatur perilaku berdasarkan
pertimbangan diri, mengevaluasi dan mempertanggungjawabkan
pilihan.
d. Penguasaan Lingkungan
Penguasaan lingkungan di artikan sebagai kemampuan mengatur
kehidupan, mengendalikan aktivitas yang kompleks, menggunakan
kesempatan yang tersedia secara efektif serta mampu menciptakan
e. Tujuan dalam Hidup
Adanya arah, perasaan dan bermaknanya masa lalu ataupun masa
kini, serta meyakini akan berartinya hidup. Tujuan dalam hidup
melihat pada adanya tujuan atau objek yang akan dicapai dalam
kehidupan. Seseorang yang berfungsi secara positif memiliki
tujuan dan arah, yang semuanya itu memberikan kontribusi pada
kebermaknaan hidup.
f. Pertumbuhan pribadi
Kemampuan untuk selalu punya keinginan mengembangkan diri,
terbuka dengan pengalaman baru, menyadari potensi yang dimiliki,
selalu memperbaiki diri. Pertumbuhan pribadi juga dilihat pada
perkembangan potensi seseorang untuk bertumbuh dan
memperluas dirinya dengan hal-hal baru sebagai suatu pribadi yang
matang.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis
Berdasarkan Teori Kesejahteraan Psikologis Ryff
a. Usia
Berdasarkan dimensi kesejahteraan psikologis Ryff (1999)
usia mempengaruhi penguasaan seseorang terhadap lingkungan
dan otonomi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa orang-orang
dengan rantang usia dewasa tengah hingga masa lanjut
menunjukkan skor yang lebih tinggi dalam dimensi penguasaan
lingkungan dan otonomi dari pada usia lainnya. Hal yang berbeda
pribadi. Dimensi penerimaan diri dan relasi positif dengan sesama
tidak menunjukkan perbedaan yang berarti antara umur dan skor
pada dimensi tersebut.
b. Jenis Kelamin
Ryff (1999) menunjukkan bahwa wanita di semua usia
memiliki skor yang lebih tinggi dari pada pria dalam menjalin
relasi positif dengan sesama dan pertumbuhan pribadi. Perbedaan
skor antara pria dan wanita terjadi karena wanita menunjukkan
sifat yang lebih tangguh dalam menghadapi depresi secara
psikologis dari pada pria (Strickland dalam Ryff 1999).
c. Pengalaman dan Perubahan Hidup
Ryff (1999) melakukan penelitian pada sejumlah wanita
yang memiliki anak diatas umur 21 tahun. Hasilnya, subjek
memiliki skor yang tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan,
penerimaan diri dan tujuan dalam hidup. Hal ini menunjukkan
bahwa subjek yang puas akan apa yang telah mereka lakukan dan
berikan pada anak mereka mempengaruhi kesejahteraan psikologis.
Akan tetapi, subjek yang merasa apa yang telah dicapai anaknya
lebih baik dari yang telah ia capai, memiliki kesejahteraan
psikologis yang lebih rendah.
d. Tingkat Pendidikan dan Perbedaan Kelas
Berdasarkan penelitian Ryff (1996), wanita dengan tingkat
pendidikan tinggi memiliki skor yang tinggi pada dimensi
tingkat pendidikan yang rendah. Penelitian oleh Ryff & Singer
(1996) menunjukkan bahwa kesejahteraan psikologis dipengaruhi
pendidikan, status sosial, pendapatan dan pekerjaan.
Dari sampel penelitian orang dewasa yang di teliti sejak
mereka duduk di bangku SMP, menujukkan profil skor yang tinggi
pada kesejahteraan psikologi saat telah memperoleh pendidikan
yang tinggi, terutama pada dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan
pribadi. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan memiliki
hubungan yang kuat dengan kesejahteraan seseorang. Tingkat
kesejahteraan yang tinggi juga memiliki hubungan yang kuat
dengan pekerjaan atau jabatan seseorang. Literatur perkembangan
ilmu menunjukkan bahwa kelas sosial berhubungan dengan
kesehatan fisik dan kesejahteraan psikologis, sehingga posisi yang
rendah pada kelas sosial akan menurunkan kondisi positif dari
kesejahteraan psikologis.
e. Perbedaan Budaya
Banyak diskusi menyatakan bahwa ada perbedaan yang
kontras antara budaya individual (independent cultures) dengan
budaya kolektif (interindependen cultures). Pada budaya barat
yang bersifat individual, dimensi kesejahteraan psikologis seperti
penerimaan diri dan otonomi memiliki skor tinggi. Pada budaya
timur yang bersifat kolektif, dimensi kesejahteran psikologis yang
memiliki skor tinggi yaitu hubungan positif dengan sesama.
self-report pada orang-orang Amerika (budaya barat) dan Korea
(budaya timur) menunjukkan hasil yang berbeda.Orang Amerika
lebih menyukai melihat kualitas positif dalam dirinya
dibandingkan orang Korea. Penelitian kualitatif tentang
kesejahteraan psikologis pada budaya individual dan kolektif
menunjukkan beberapa tema yang muncul pada orang Amerika dan
Korea, yaitu kesadaran akan diri (self-realization), pengetahuan
tentang diri sendiri (self-knowladge), kepercayaan diri
(self-reliance) dan juga hubungan dengan orang lain, yaitu kesetiaan
(faithfulness), tanggungjawab (responsibility), kebaikan hati
(kindness) dan kepercayaan (trust).
B. Jenis Pekerjaan
Penelitian ini memfokuskan pengaruh perbedaan kestabilan dan
jumlah pendapatan, tingkat pendidikan dan kelas sosial pada tingkat
kesejahteraan psikologis. Ketiga faktor ini dapat ditemukan dalam dua
jenis pekerjaan yaitu pegawai dan buruh.
1. Buruh
Menurut Undang-undang Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003,
pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lain. Sedangkan menurut ILO
(International Labor Organization), buruh adalah seseorang yang
bekerja pada orang lain atau sesuatu badan dan mendapatkan upah
dibebankan kepadanya. KBBI (2002) juga mendefinisikan buruh
sebagai orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapatkan
upah. Definisi buruh kemudian dibedakan lagi berdasarkan jenis
pekerjaannya (KBBI, 2002) , yaitu:
a. Buruh harian: yang menerima upah berdasarkan hari masuk
kerja
b. Buruh kasar: yang menggunakan tenaga fisiknya karena tidak
mempunyai keahlian di bidang tertentu
c. Buruh musiman: yang bekerja hanya pada musim-musim
tertentu (misal buruh tebang tebu)
d. Buruh pabrik: buruh yang bekerja di pabrik
e. Buruh tambang: buruh yang bekerja di pertambangan
f. Buruh tani: buruh yang menerima upah dengan bekerja di
kebun atau di sawah orang lain
g. Buruh terampil: yang mempunyai ketrampilan di bidang
tertentu
h. Buruh terlatih: yang sudah di latih untuk ketrampilan tertentu.
2. Pegawai
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,2002) pegawai
adalah orang yang bekerja pada pemerintah, perusahaan dan
sebagainya. Pegawai juga dibedakan menjadi:
a. Pegawai dagang: pegawai yang bertugas di negara orang;
b. Pegawai honorer: pegawai yang tidak (atau belum) diangkat
sebafai pegawai tetap atau setiap bulannya menerima
honorarium (bukan gaji)
c. Pegawai negeri: pegawai pemerintahan yang berada di luar
politik, bertugas melaksanakan administrasi pemerintahan
berdasarkan perundang-undangan yang telah ditetapkan
d. Pegawai negeri sipil: pegawai negeri atau aparatur negara
yang bukan militer
Pegawai yang akan dijadikan subjek pada penelitian ini adalah
semua pegawai yang bekerja pada perusahaan atau kantor milik
swasta atau negeri dan memiliki pendapatan yang tetap. Pegawai
ini juga adalah pegawai yang mendapatkan tunjangan hidup dari
perusahaan.
3. Gambaran buruh dan pegawai
Ada tiga hal yang diduga dapat mepengaruhi pencapaian enam
dimensi kesejahteraan psikologis. Ketiga hal tersebut adalah:
a. Kestabilan dan jumlah pendapatan
Pegawai mendapatkan penghasilan perbulan dengan
jumlah yang tetap dan berbagai tunjangan kehidupan. Keadaan
ini berlawanan dengan keadaan buruh. Bagi buruh serabutan,
uang hanya dapat mereka terima jika ada tawaran pekerjaan
yang diberikan pada mereka. Saat tidak ada tawaran pekerjaan
buruh yang memiliki pekerjaan tetap pada satu tempat,
pendapatan yang mereka terima dapat dikatakan pas-pasan dan
dapat berubah tergantung dari ramai atau tidaknya permintaan
terhadap industri tempat mereka bekerja. Selain itu, mereka
juga tidak mendapatkan tunjangan seperti tunjangan kesehatan,
keluarga ataupun hari tua.
Kondisi ekonomi dapat mempengaruhi tercapainya rasa
aman dalam kehidupan seseorang. Pegawai yang memiliki
pendapatan cenderung stabil, maka ia dapat merasa tenang dan
aman karena kebutuhan sehari-harinya dapat terpenuhi dan
merasa hidupnya sudah terjamin. Hal ini berbeda dengan
kelompok buruh yang harus berjuang setiap harinya untuk
tetap dapat bertahan hidup. Dalam kehidupan buruh, rasa aman
akan terjaminnya pemenuhan kebutuhan sehari-hari kurang
dapat terpenuhi karena ketidakstabilan pendapatan yang
mereka terima.
Berdasarkan hierarki kebutuhan Maslow (dalam Schultz,
1991) saat seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan
fisiologis yaitu kebutuhan dasar, maka ia juga tidak dapat
memenuhi kebutuhan akan rasa aman. Jika kebutuhan akan
rasa aman ini tidak terpenuhi, maka kecil kemungkinannya
aktualisasi diri akan tercapai. Aktualisasi diri merupakan
mengaktualisasikan diri, ia mampu memperlihatkan dirinya
yang sebenarnya dan mampu mengembangkan dirinya,
sehingga dimensi pengembangan diri dan penerimaan diri
dapat dicapai. Hal ini menunjukkan bahwa pemenuhan
kebutuhan pokok sangat penting untuk pencapaian aktualisasi
diri.
b. Status sosial
Jabatan dan jenis pekerjaan yang dijalani seseorang akan
berpengaruh pada kelas dan status sosial seseorang. Menurut
teori Weber (2001), kekayaan adalah salah satu penentu utama
dari perbedaan gaya hidup yang membedakan kelas sosial.
Weber juga memaparkan bahwa sistem kasta perbedaan strata
dilihat dari pekerjaan dan jabatan seseorang. Pegawai dengan
pendapatan yang mencukupi kebutuhan hidup mereka
dipandang memliki kehidupan yang layak. Bila dibandingkan
dengan hidup buruh dengan pendapatan pas-pasan dan
pekerjaan kasar yang mereka lakukan membuat mereka kadang
dipandang sebagai kelompok kelas bawah. Pandangan dan
penilaian orang lain memberikan dampak bagi harga diri
seseorang. Penilaian yang negatif akan mempengaruhi harga
diri menjadi negatif pula, demikian sebaliknya.
Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Maslow (dalam
strata sosial. Saat kebutuhan seseorang akan harga diri tidak
terpenuhi, maka aktualisasi diripun tidak akan tercapai,
padahal aktualisasi diri adalah salah satu ciri orang yang
sejahtera secara psikologis. Selain itu, harga diri dapat
mempengaruhi kepercayaan diri. Saat orang menilai dirinya
secara positif, maka ia dapat menerima kekurangan dan
kelebihan dalam dirinya. Harga diri dan kepercayaan diri
diduga dapat mempengaruhi seseorang menilai kemampuan
dirinya. Saat seseorang merasa percaya diri maka ia merasa
mampu untuk melakukan hal-hal atau tantangan disekitarnya.
Hal ini tentu akan meningkatkan fungsi otonomi seseorang
yang merupakan bagian dari kesejahteraan psikologis.
c. Tingkat pendidikan
Pada kebanyakan orang yang berprofesi sebagai buruh,
mereka tidak memiliki pengalaman belajar hingga tingkat
perguruan tinggi. Kebanyakan dari mereka hanya dapat
menuntaskan pendidikan hingga SMA, bahkan ada yang tidak
sampai menuntaskan pendidikan sekolah dasar. Hal ini dapat
disebabkan juga karena banyak dari buruh berasal dari
keluarga dengan kondisi ekonomi yang sulit.
Penelitian Ryff (1999) yang didasari oleh literatur sosiologi
memiliki pemikiran bahwa tingkat pendidikan memiliki peran
dalam mempengaruhi pergerakan dalam bekerja dan ekonomi.
Untuk melihat apakah tingkat pendidikan ini memiliki
hubungan atau pengaruh pada enam dimensi kesejahteraan
psikologis, Ryff (1999) mendapatkan hasil bahwa tingkat
pendidikan memiliki pengaruh pada dimensi kesejahteraan
psikologis.
Hasil penelitian Ryff (1999) menunjukkan bahwa wanita
dengan tingkat pendidikan yang tinggi memiliki kesejahteraan
yang tinggi pula, terutama pada dimensi otonomi, tujuan hidup
dan pertumbuhan pribadi. Pada pria terdapat hubungan yang
tidak begitu kuat antara tingkat pendidikan dengan
kesejahteraan psikologis, contohnya pada dimensi relasi positif
dengan sesama.Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
memiliki peran yang cukup penting untuk membantu sesorang
dalam mencapai kesejahteraan psikologis.
C. Kerangka Berpikir
Kestabilan dan jumlah pendapatan, tingkat pendidikan dan kelas
sosial adalah tiga faktor yang dapat mempengaruhi kondisi kesejahteraan
psikologis pada kaum pekerja.
Pegawai cenderung memiliki kondisi ekonomi yang stabil atau
memiliki pendapatan yang tetap setiap bulan dan mendapatkan tunjangan
pendapatan tidak menentu dan tidak mendapatkan tunjangan dalam hidup
mereka. Pendapatan yang tidak stabil membuat para buruh merasa tidak
aman akan kehidupannya diesok hari karena ia tidak mengetahui apakah
esok hari ia dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari atau tidak. Hal ini
berbeda dengan pegawai yang dalam menghadapi hari esok mereka tidak
lagi khawatir karena mengetahui bahwa pendapatannya dapat menjamin
hidupnya dan pasti memiliki uang untuk memenuhi kebutuhannya.
Berdasarkan hierarki kebutuhan Maslow (dalam Schultz, 1991) , saat
seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan fisiologis yang terdiri dari
kebutuhan dasar, maka ia akan kesulitan memenuhi kebutuhannya akan
rasa aman. Jika kebutuhan akan rasa aman ini tidak terpenuhi, maka
aktualisasi diri akan terhambat pencapaiannya. Aktualisasi diri merupakan
bagian dari kesejahteraan psikologis. Saat orang mengaktualisasikan diri,
ia mampu memperlihatkan dirinya yang sebenarnya dan mampu
mengembangkan dirinya. Hal ini akan mengakibatkan terganggunya
kondisi kesejahteraan psikologis, yaitu dalam dimensi penerimaan diri,
penguasaan lingkungan dan otonomi. Saat kebutuhan ini tidak dapat
terpenuhi, maka orang akan sulit dalam mengembangkan dan menerima
diri apa adanya. Saat seseorang sulit untuk menerima dirinya, bukan
sesuatu yang mustahil kalau orang tersebut juga akan terganggu dalam
relasi sosialnya dan menerima oranglain apa adanya.
Pandangan masyarakat tentang pekerjaan saat ini juga memberikan
dipandang sebagai pekerjaan yang lebih berkelas dibandingkan dengan
pekerjaan sebagai seorang buruh sehingga bekerja sebagai pegawai dilihat
lebih bergengsi dari pada sebagai buruh. Kondisi harga diri dilihat dapat
mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang.
Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Maslow (dalam Schultz, 1991)
, harga diri seseorang dapat dipengaruhi oleh strata sosial. Saat kebutuhan
seseorang akan harga diri tidak terpenuhi, maka aktualisasi diripun tidak
akan tercapai, sedangkan aktualisasi diri adalah salah satu ciri orang yang
sejahtera secara psikologis. Orang dengan harga diri yang rendah
cenderung memiliki pandangan negatif terhadap diri mereka sehingga
dikhawatirkan hal ini akan membuat seseorang tidak dapat menerima
kondisi diri mereka apa adanya. Selain itu, harga diri dapat mempengaruhi
kepercayaan diri dan cara seseorang menilai dirinya. Saat seseorang
memilki harga diri yang tinggi, maka ia menjadi yakin dengan kemampuan
diri dan mampu menghadapi tantangan dalam hidup. Keadaan ini juga
akan mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Saat orang tidak
mampu menghadapi tantangan disekitarnya, maka penguasaan lingkungan
dan kemampuan otonomi juga terganggu. Seseorang yang memandang
diri negatif akan merasa selalu tidak mampu dalam menghadapi tantangan
sehari-hari.
Penelitian Ryff (1999) yang didasari oleh literatur sosiologi memiliki
pemikiran bahwa tingkat pendidikan memiliki peran dalam statifikasi
pergerakan dalam bekerja dan ekonomi. Untuk melihat apakah tingkat
pendidikan ini memiliki hubungan atau pengaruh pada enam dimensi
kesejahteraan psikologis, Ryff (1999) mendapatkan hasil bahwa tingkat
pendidikan memiliki pengaruh pada dimensi kesejahteraan psikologis.
Hasil penelitian Ryff (1999) menunjukkan bahwa wanita dengan
tingkat pendidikan yang tinggi memiliki kesejahteraan yang tinggi pula,
terutama pada dimensi otonomi, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi.
Pada pria terdapat hubungan yang tidak begitu kuat antara tingkat
pendidikan dengan kesejahteraan psikologis, contohnya pada dimensi
relasi positif dengan sesama. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan memiliki peran yang cukup penting untuk membantu sesorang
dalam mencapai kesejahteraan psikologis.
D. Hipotesis
Pada penelitian ini hipotesis yang diajukan yaitu terdapat
perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis diantara pegawai dan buruh
yang akan dilihat melalui enam dimensi kesejahteraan psikologis dari teori
Gambar 1
Grafik Alur Hubungan Struktur Sosial Ekonomi dengan Kesejahteraan
Psikologis
Jumlah dan Kestabilan Pendapatan Kelas
Sosial Tingkat
Pendidikan
Penerimaan Diri
Relasi Positif
dengan Sesama Otonomi
Penguasaan Lingkungan
Tujuan Hidup
Pertumbuhan Pribadi
Kesejahteraan Psikologis
25 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
penelitian komparasional, yaitu penelitian yang bertujuan untuk
membedakan atau membandingkan hasil penelitian diantara dua kelompok
penelitian. Tujuan dalam penelitian ini adalah melihat perbedaan tingkat
kesejahteraan psikologis antara pegawaidan buruh melalui enam dimensi
kesejahteraan psikologis.
B. Identifikasi Varibel
Identifikasi variabel sebagai berikut:
Y : Kesejahteraan Psikologis
Y1 : Penerimaan Diri
Y2 : Relasi Positif Dengan Sesama
Y3 : Otonomi
Y4 : Pengusaan Lingkungan
Y5 : Tujuan Hidup
Y6 : Pertumbuhan Pribadi
C. Definisi Operasional
Kesejahteraan psikologis
Ryff (1995) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai
ada dan berfungsinya sifat-sifat psikologis positif, meliputi dimensi
penerimaan diri, hubungan positif, otonomi, penguasaan lingkungan,
tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi.Kesejahteraan psikologis pada
penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala kesejahteraan
psikologis.
Tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi ditunjukkan
dengan skor tiap dimensi kesejahteraan psikologis yang tinggi
meliputi penerimaan diri, relasi positif dengan sesama, otonomi,
penguasaan lingkungan, tujan hidup dan pertumbuhan pribadi.
Semakin tinggi skor pada setiap dimensi maka semakin tinggi
kesejahteraan psikologisnya.
D. Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah orang-orang yang memiliki
pekerjaan sebagai buruh dan pegawai. Metode sampling yang digunakan
adalah metode purposive sampling. Dalam metode ini, pemilihan subjek
didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang
mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi
yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi,1996). Selain itu, para pekerja
juga memiliki ciri yaitu berada di rentang usia bekerja yaitu pada usia
sedangkan 56 tahun adalah usia pensiun pada pegawai negeri sipil.
Rentang usia ini diharapkan sudah memiliki kemampuan yang baik dalam
membaca dan memahami pernyataan untuk mengukur tingkat
kesejahteraan psikologis mereka. Penetapan rentang usia ini juga
didasarkan berdasarkan penelitian Ryff yang meneliti pada batas usia
termuda yaitu 18 tahun.
Sampel yang dilibatkan dalam pengambilan data pada penelitian ini
akan diambil di beberapa pabrik dan pekerja serabutan di desa Ngaran,
Bantul. Peneliti memilih subjek yang memiliki pendidikan terakhir
minimal lulus SD atau pernah bersekolah di SMP, sehingga diharapkan
dapat membaca, menulis dan memahami pernyataan pada tiap aitem.
Peneliti tidak membedakan atau memberikan konsentrasi khusus pada
masalah jenis kelamin, karena yang ingin peneliti lihat adalah tingkat
kesejahteraan psikologis pada kelompok buruh dan pegawai. Kelompok
buruh yang akan dilihat oleh peneliti adalah buruh yang memiliki
pendapatan tidak tetap atau memiliki pendapatan ≤ UMR kota Yogyakarta
yaitu Rp 880.000,00 (www.allows.wordpress.com) serta tidak
mendapatkan tunjangan kehidupan tempat mereka bekerja. Subjek
pegawai pada penelitian ini adalah pegawai yang memiliki jumlah gaji
E. Pelaksanaan Uji Coba Alat Ukur
1. Proses Pengumpulan Data Awal
Pengumpulan data awal dimaksudkan untuk memastikan
kalimat yang digunakan pada skala penelitian mudah dimengerti oleh
subjek penelitian. Peneliti mengambil tiga orang buruh dan tiga orang
pegawai pada pengumpulan data awal.
Seorang subjek yang berprofesi sebagai buruh meminta untuk
dibacakan pernyataan-pernyataan pada skala penelitian karena tidak
dapat membaca dengan baik. Subjek mendapat kesulitan memahami
pernyataan pada dimensi otonomi dan penerimaan diri, sehingga
peneliti harus menjelaskan maksud dari pernyataan tersebut dengan
bahasa yang lebih ringan. Peneliti merasa kondisi ini kurang
baik,karena bahasa sehari-hari dapat mengubah maksud atau hal yang
ingin diungkap melalui pernyataan tersebut sehingga dapat
menurunkan validitas dan reliabilitas alat ukur.
Subjek yang lain merasa tidak kesulitan dalam memahami
kalimat yang ada dalam skala penelitian tersebut. Kondisi ini
merupakan salah satu kekhawatiran peneliti jika buruh yang
merupakan subjek penelitian memiliki keterbatasan dalam membaca
dan menulis. Pada subjek yang berprofesi sebagai pegawai proses
pengumpulan data berjalan lancar karena ketiga subjek merasa
Hasil pengumpulan data awal ini membuat peneliti meringkas
pernyataan agar lebih mudah dimengerti. Hal ini dilakukan untuk
mengantisipasi keterbatasan subjek dalam hal membaca atau
memahami pernyataan.
2. Pengujian Respon Alat Ukur
Peneliti ingin menggunakan skala Likert yang berupa garis
kontinum yang dimaksudkan agar subjek lebih bebas memilih dan
menentukan kecenderungan diri mereka terhadap pernyataan dalam
skala. Peneliti memilih dua orang untuk menguji respon alat ukur
tersebut berdasarkan tingkat pendidikan karena hal yang
dikhawatirkan dalam respon skala adalah kesulitan para buruh yang
memiliki tingkat pendidikan rendah. Peneliti mengambil satu orang
subjek lulusan SMA dan satu orang subjek lulusan SMP. Subjek
mengatakan bahwa mereka tidak memiliki masalah dalam mengisi
skala.
Subjek pertama yaitu TN, lulusan SMP, mengatakan bahwa ia
tidak harus berpikir saat mengerjakan hal tersebut dan menyilang pada
titik yang sama tanpa membaca dengan benar setiap pernyataan.
Subjek kedua yaitu MI lulusan SMA membaca respon dengan
seksama. Akan tetapi, maksud dari respon kontinum yang disajikan
tidak dapat tercapai karena subjek hanya menyilang pada titik sangat
sesuai dan sangat tidak sesuai, sehingga tujuan dari garis kontinum
Berdasarkan pengujian tersebut, maka peneliti memutuskan
untuk menentukan empat respon yang harus dipilih yaitu ”Sangat
Sesuai”, “Sesuai”, “Tidak Sesuai” dan “Sangat Tidak Sesuai”. Hal ini
dirasa lebih dapat mengarahkan respon dan tidak membingungkan
subjek penelitian.
3. Pelaksanaan Try Out
Skala kesejahteraan psikologis untuk try out berjumlah 66
aitem. Pada try out skala ini, subjek yang dilibatkan berjumlah 60
orang, 30 orang pegawai dan 30 orang buruh. Proses pengambilan
data try out ini berlangsung pada tanggal 26 Februari - 08 Maret 2011.
Lokasi pengambilan data pada proses try out ini sangat beragam yaitu
didaerah Jogjakarta, Klaten, Wates dan Bambanglipuro-Bantul. Pada
pegawai, peneliti menyebarkan pada tempat lembaga kursus bahasa
Inggris dan menitipkan beberapa skala pada teman yang memiliki
kerabat atau kenalan yang bekerja sebagai pegawai. Penyebaran skala
pada subjek yang bekerja sebagai buruh sedikit lebih rumit karena
sebagian harus dilakukan door to door.
Beberapa buruh yang diminta untuk mengisi merasa keberatan
karena mereka mengaku tidak mengerti dan takut salah mengisi.
Untuk mengatasi hal ini, peneliti mencoba memberikan penjelasan
bahwa tidak akan ada penilaian terhadap mereka jika mengisi skala
tersebut. Beberapa buruh lalu bersedia mengisi, namun ada yang tetap
satu per satu pada subjek yang bekerja sebagai buruh karena mereka
kebanyakan tidak memiliki pengalaman mengisi skala penelitian.
Tabel 1
Deskripsi Subjek Try Out
No Kategori Keterangan Jenis Pekerjaan N %
Pegawai Buruh
1.
4. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah
psikologis yang terdiri dari enam skala dimensi kesejahteraan
psikologis.
a. Skala Kesejahteraan Psikologis
Skala ini dibuat untuk melihat tingkat kesejahteraan psikologis
seseorang. Skala ini disusun berdasarkan teori dan dimensi
kesejahteraan psikologis dari Carol D. Ryff.
b. Penyusunan Aitem
Aitem yang disusun pada skala ini terdiri dari aitem
favorable dan unfavorable. Metode yang digunakan adalah
Likert, dimana pada setiap aitem diberikan empat respon untuk
dipilih subjek. Respon tersebut berupa pilihan “sangat
sesuai”, “sesuai”, “tidak sesuai”, dan “sangat tidak sesuai”.
c. Pemberian Skor
Pemberian skor pada aitem favorable yaitu, nilai 4 pada
subjek yang memberikan respon “sangat sesuai” demikian
seterusnya hingga nilai 1 untuk respon “sangat tidak sesuai”.
Pada aitem unfavorable” skor 4 diberikan pada respon “sangat
tidak sesuai” dan demikian seterusnya hingga nilai 1 untuk
respon “sangat sesuai”.Pemberian skor pada setiap dimensi
akan dilakukan dengan menjumlah skor setiap aitem yang
terdiri dari setiap dimensi lalu dibagi dengan banyaknya aitem.
kesejahteraan psikologisdiperoleh hasil perbandingan yang
seimbang.
Tabel 2
BlueprintSkala Kesejahteraan Psikologis Sebelum Uji Coba
No Dimensi Komponen aitem dan Nomor aitem Jumlah Bobot Favorable Unfavorable
1. Penerimaan diri 1,16,21*,32,47,52 10,26,37,42*,60 11 16.67 %
2. Relasi positif dengan sesama
8*,13*,40,50*,56* 2,20,35*,25*,45,64* 11 16.67 %
3. Otonomi 3*,17,23,34,57*,63* 12,28,38,44,53 11 16,67%
4. Penguasaan Lingkungan 9*,15,27,39,63,66 4*,19,33*,49,55 11 16.67 %
5. Tujuan dalam hidup 5*,18*,24*,36,54,58 7*,22,30*,41*,48 11 16,67%
6. Pertumbuhan pribadi 11,29,46,65 6*,14,31,43*,51,59,61 11 16,67%
TOTAL 33 33 66 100%
*:aitem yang gugur setelah seleksi aitem
5. Pengujian Alat Ukur Penelitian
a. Seleksi Aitem alat ukur
Dalam proses konstruksi atau penyusunan tes, sebelum
melakukan pengujian terhadap reliabilitas dan validitas, perlu
dilakukan terlebih dahulu prosedur seleksi aitem dengan cara
menguji karateristik masing-masing aitem yang menjadi bagian tes
yang bersangkutan. Aitem-aitem yang tidak memenuhi syarat dan
kualitas sebaiknya tidak dilibatkan menjadi bagian
tes(Azwar,2008).
Metode yang digunakan untuk melakukan seleksi aitem
adalah dengan metode korelasi aitem total. Prosedur pengujian
total (rix) yang juga dikenal sebagai indeks daya beda aitem. Daya
beda aitem memiliki fungsi untuk memperlihatkan apakah aitem
tertentu mampu mengungkapkan perbedaan antar individu. Secara
teknis, pengujian konsistensi aitem dilakukan dengan menghitung
koefisien korelasi antara skor subjek pada aitem yang bersangkutan
dengan skor total tes (korelasi aitem-total). Semakin tinggi
koefisien korelasi positif antara skor aitem dengan skor tes,
semakin tinggi konsistensi antara aitem dengan skor tes berarti
semakin tinggi daya bedanya. Bila koefisien korelasinya rendah
atau mendekati nol berarti fungsi aitem tersebut memiliki daya
beda yang kurang baik dan konsistensi antar aitem degan skor total
tes rendah (Azwar, 2008).
Besarnya koefisien korelasi aitem-total bergerak dari 0
sampai dengan 1,00 dengan tanda positif atau negatif. Semakin
baik daya diskriminasi aitem maka koefisien korelasnya makin
mendekati angka1,00. Koefisien yang mendekati angka 0 atau yang
memiliki tanda negatif menindikasikan daya diskriminasi yang
tidak baik. Sebagai kriteria pemilihan aitem berdasar korelasi aitem
total, biasanya digunakan batasan rix ≥ 0,30. Semua aitem yang
mencapai koefisien minimal 0,30 daya pembedanya dianggap
memuaskan. Aitem yang memiliki harga rix kurang dari 0,30 dapat
diinterpretasi sebagai aitem yang memiliki daya diskriminasi
b. Hasil Seleksi Item
Koefisien korelasi aitem total (rix) skala kesejahteraan
psikologis yang terdiri dari enam dimensi dan berjumlah 66 aitem
berkisar dari -1,36 sampai 0,701. Seleksi item pada penelitian ini
dilakukan dengan menyeleksi aitem pada setiap dimensi
kesejahteraan psikologis dan melihat nilai rix. Aitem dengan nilai
rix ≥ 0,30 maka aitem tersebut akan dipertahankan. Namun, jika
aitem dengan nilai < 0,30 maka aitem tersebut akan dibuang atau
digugurkan. Pada skala kesejahteraan psikologis terdapat 66 aitem
dan pada setiap dimensi terdiri dari 11 aitem. Setelah dilakukan
seleksi aitem terdapat total 23 aitem dengan nilai < 0,30 dan harus
dibuang. Pada penelitian ini, akan melihat perbedaan tingkat
kesejahteraan psikologis serta perbedaan tiap dimensi kesejahteraan
psikologi pada kelompok buruh dan pegawai. Oleh karena itu,
seleksi aitem dilakukan dengan cara melihat nilai cronbach alpha
pada setiap dimensi, sehingga pada penlitian ini dianggap memiliki
Tabel 3
Blueprint Skala Kesejahteraan Psikologis Setelah Uji Coba
No Dimensi Komponen aitem dan Nomor aitem Jumlah Bobot Favorable Unfavorable
1. Penerimaan diri 1,8,19,29,33 3,14,22,39 9 21 %
2. Relasi positif dengan sesama 25 2,11,27 4 8 %
3. Otonomi 9,13,20 5,16,23,26,34 8 19 %
4. Penguasaan Lingkungan 7,15,24,41,43 10,31,36 8 19 %
5. Tujuan dalam hidup 21,35,37 12,30 5 12 %
6. Pertumbuhan pribadi 4,17,28,42 6,18,32,38,40 9 21 %
TOTAL 21 22 43 100%
c. Uji Validitas
Untuk mengetahui apakah skala psikologi mampu
menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan
pengukurannya diperlukan uji validitas. Suatu alat ukur yang
tinggi validitasnya akan memiliki eror pengukuran yang kecil,
artinya skor setiap subjek yang diperoleh dan alat ukur tersebut
tidak jauh berbeda dari skor sesungguhnya (Azwar,2008).
Pada penelitian ini, akan dilakukan uji validitas pada skala
kesejahteraan psikologi untuk menguji sejauh mana skala
tersebut mampu mengukur berdasarkan tujuan pengukuran.
Pengujian skala ini akan dilakukan melalui pengujian
validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi
melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau
professional judgement. Pengujian dengan validitas isi harus
mencakup keseluruhan dari dimensi atau konstruk teori yang
hendak diukur.
Validitas isi ini kemudian dapat dilihat lagi melalui
validitas muka yaitu, dari tampak luarnya apakah skala ini
mampu dan nampak dapat mengungkap atribut yang hendak
diukur. Validitas isi juga mengacu pada validitas logik, yaitu
sejauhmana isi tes merupakan representasi dari ciri-ciri yang
hendak diukur. Pada penelitian ini validitas isi dilakukan dengan
Profesional Judgement yang dilakukan peneliti bersama dosen
pembimbing.
d. Uji Reliabilitas
Reliabilitas sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau
kepercayaan hasil ukur atau kecermatan pengukuran.
Pengukuran yang tidak reliabel akan menghasilkan skor yang
tidak dapat dipercaya (Azwar,2008). Sehingga, reliabilitas lebih
dapat dilihat sebagai apakah seberapa besar skala yang telah
dibuat dapat dipercaya hasilnya.
Dalam aplikasinya, reliabilitas dinyatakan oleh koefisien
reliabilitas (rxx) yang angkanya berada dalam rentang dari 0
sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas atau
semakin mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi
mendekati angka 0 berarti semakin rendahnya reliabilitasnya
(Azwar,2008).
Penelitian ini akan menggunakan pendekatan reliabilitas
konsistensi internal. Dalam pendekatan konsistensi internal
prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengerjaan sebuah tes
oleh sekelompok individu sebagai subjek (single trial
administration) (Azwar, 2008). Pada penelitian ini, konsistensi
internal dari skala kesejahteraan psikologis akan menggunakan
metode alpha cronbach danpengujian reliabilitas akan dilakukan
pada setiap dimensi kesejahteraan psikologis.
Tabel 4
Hasil uji Reliabilitas
Variabel Rix Rentang rit
Penerimaan Diri 0,798 0,311-0,629
Relasi Positif dengan sesama 0,710 0,319-0,650
Otonomi 0,756 0,319-0,631
Penguasaan Lingkungan 0,731 0,321-0,647
Tujuan Hidup 0,709 0,374-0.615
Pertumbuhan Pribadi 0,846 0,390-0,741
Berdasarkan hasil pada tabel, maka dapat diketahui jika setiap
skala memiliki reliabilitas diatas 0,7 sehingga skala yang
digunakan memiliki tingkat kepercayaan sebesar 70%.
Pengujian reliabiltas pada setiap dimensi dilakukan karena
yang melihat skor pada setiap dimensi dan salah satu tujuan
dari penelitian ini juga untuk melihat pada dimensi apa saja
terdapat perbadaan mean antara pegawai dan buruh.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data pada penelitian ini mula-mula akan
digunakan teknik analisis faktor untuk menyederhanakan enam
dimensi kesejahteraan psikologis yang ingin diteliti. Hasil
analisis faktor tersebut kemudian akan menghasilkan beberapa
faktor yang dirasa dapat menjelaskan kesejahteraan psikologis.
Faktor-faktor tersebut kemudian diuji menggunakan
independent sample test untuk mendapatkan informasi apakah
terdapat perbedaan pada faktor-faktor hasil analisis faktor
diantara kelompok pegawai dan buruh.
7. Metode Analisis Data
a. Uji asumsi
1. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk
mengecek apakah data penelitian kita berasal dari populasi
yang sebarannya normal (Santoso, 2010). Uji normalitas
dilakukan dengan menggunakan program SPSS for
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dimaksudkan untuk memperlihatkan
bahwa dua atau lebih kelompok data sampel berasal dari
populasi yang memiliki variansi yang sama. Uji
homogenitas dilakukan untuk menguji perbedaan varian
antara dua kelompok (Santoso, 2010) .
b. Pengujian hipotesis penelitian
Pengujian hipotesis penelitian akan dilakukan dengan
menggunakan teknik uji-tindependent sample test dengan
menggunakan program SPSS for Windows. Teknik ini
digunakan untuk melihat apakah ada perbedaan meanpada
faktor-faktor hasil analisis faktor diantara kelompok pegawai
41 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian
Sebelum penelitian, peneliti menyiapkan surat ijin penelitian yang
dikeluarkan oleh Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, setelah
itu peneliti mendatangi dusun Ngaran, Bantul, pabrik rokok Rush Mild
dan pabrik Maesindo penghasil topi Chef sebagai tempat pengambilan
data. Peneliti tidak menemui kesulitan meminta ijin melakukan penelitian
karena pihak yang bertanggung jawab merasa tidak keberatan.
Penyebaran skala dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu
dengan menyebarkan skala secara acak kepada orang yang berprofesi
sebagai buruh dan pegawai. Proses pengambilan data pada subjek yang
berprofesi sebagai pegawai dilakukan pada beberapa instansi pemerintahan
dan swasta. Sebagian data disebarkan di Kantor Kejaksaan Negeri
Jogjakarta dan bagian administrasi yang bekerja di pabrik rokok Rush
Mild. Peneliti juga mengumpulkan data dengan cara menitipkan skala pada
teman atau kenalan yang bekerja sebagai pegawai. Pengambilan data
subjek yang berprofesi sebagai buruh dilakukan dengan mengunjungi
pabrik dan rumah ke rumah.
Pada penelitian ini sebanyak 141 skala disebarkan dan 41
diantaranya tidak dapat digunakan karena data yang tidak lengkap dan
50 orang yang berprofesi sebagai pegawai dan 50 orang yang berprofesi
sebagai buruh.
B. Catatan Lapangan
Hal yang menarik untuk dilihat yaitu beberapa buruh tidak mau
mengisi skala penelitian karena mereka takut jika salah menjawab. Mereka
juga sering mempertanyakan apakah jawaban mereka itu “bagus” atau
“tidak bagus” pada anak atau temannya. Hal ini menunjukkan adanya
perasaan takut dinilai pada para buruh.
Keadaan berbeda ditemui pada saat pengambilan data pada subjek
penelitian pegawai yang terlihat cukup familiar dengan skala penelitian.
Hal ini nampak dari kesanggupan mereka mengisi skala penelitian dan
menyatakan sudah cukup jelas dengan aitem-aitem skala. Perbedaan antara
buruh dan pegawai ini dapat disebabkan latar belakang pendidikan yang
berbeda dari kedua kelompok ini. Para buruh pada penelitian ini memiliki
pendidikan paling tinggi yaitu pada tingkat SMA, sedangkan para pegawai
memiliki latar belakang pendidikan hingga Strata 2.
Pada saat pengambilan data, peneliti juga menanyakan beberapa hal
terkait dengan pendapatan para buruh. Warga dusun Ngaran, Bantul yang
kebanyakan warganya sebagai buruh emping memiliki penghasilan Rp
300.000,00 hingga Rp 600.000,00 per bulan. Harga bahan baku emping
(melinjo) yang mahal yaitu Rp 7000,00 per kg membuat buruh lebih