BAB 7
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM
PEMBANGUNAN DI KAB. LUWU TIMUR
7.1 Aspek Lingkungan
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahawa penyusunan RPI2JM bidak Cipta Karya oleh pemerintah kabupatyen/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah sebagai berikut:
1. UU No. 32/2009 tentangPerlindungandanPengelolaanLingkunganHidup “Instrumenpencegahanpencemarandan/ataukerusakanlingkunganhidupterdiri atasantara lain KajianLingkunganHidupStrategis (KLHS), AnalisisMengenaiDampakLingkungan (AMDAL), danUpayaPengelolaanLingkungan-UpayaPemantauanLingkungan (UKL-UPL)
danSuratPernyataanKesanggupanPengelolaandanPemantauanLingkunganHi
dup (SPPLH)”
2. UU No. 17/2007 tentangRencana Pembangunan JangkaPanjangNasional “Dalamrangkameningkatkankualitaslingkunganhidup yang
baikperlupenerapanprinsip-prinsippembangunan yang berkelanjutansecarakonsisten di segalabidang”
3. PeraturanPresiden No. 5/2010 tentangRencana Pembangunan
JangkaMenegahNasionalTahun 2010-2014:
“Dalambidanglingkunganhidup, sasaran yang
ampunglingkungan;
peningkatankapasitasadaptasidanmitigasiperubahaniklim”
4. Permen LH No. 9 Tahun 2011
tentangPedomanUmumKajianLingknganHidupStrategis
Dalampenyusunankebijakan, rencanadan/atau program, KLHS digunakanuntukmenyiapkanalternatifpenyempurnaankebijakan,
rencanadan/atau program agar dampakdan/ataurisikolingkungan yang tidakdiharapkandapatdiminimalkan
5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentangPenyusunanDokumenLingkungan.
Sebagaipersyaratanuntukmengajukanijinlingkunganmakaperludisusundokum
enAmdal, UKL dan UPL,
atauSuratPernyataanKesanggupanPengelolaanLingkunganHidupataudisebut dengandengan SPPL bagikegiatan yang tidakmembutuhkanAmdalatau UKL dan UPL.
b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.
d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.
i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.
j. Menetapkan standar pelayanan minimal.
2. Pemerintah Provinsi
a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.
e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.
g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
7.1.1. Kajian Lingkungan Hidup Stratregis (KLHS)
1. RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.
2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPI2-JM adalah karena RPI2-JM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup
KLHS disusun oleh Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.
Tahapan Pelaksanaan KLHS
Gambar 10.1. Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS Tahap 1 dilakukan dengan penapisan (screening)
Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPI2-JM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPI2-JM.
Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPI2-JM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:
1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
a. Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:
 Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan KLHS;
 Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;
 Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS
Sumber : Dit.Bina Program Ditjend. Cipta Karya Kemen PU, 2014
b. Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan
Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:
 penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;
 pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan
 membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
c. Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)
d. Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah
2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan KRP dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan dampak negatif pada pembangunan berkelanjutan, maka dikembangkan beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana dan/atau program yang ada. Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan KRP mempertimbangkan antara lain:
a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak lingkungan atau bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.
b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program.
c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan, rencana, dan/atau program.
d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.
Untuk Kabupaten/Kota yang telah menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW Kabupaten/Kota, maka hasil olahan di dalam KLHS tersebut dapat dijadikan bahan masukan bagi kajian perlindungan lingkungan dalam RPI2-JM. KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencana-program. Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah Amdal, UKL-UPL. Dan SPPLH. Tabel 10.8 menjelaskan beberapa perbedaan antara KLHS dan AMDAL.
7.1.1. Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu: (1) Proyek wajib AMDAL; (2) Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL; (3) Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen AMDAL diperlihatkan pada tabel 10.3.
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tercermin dalam tabel 10.4
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH).
7.1 Aspek Sosial
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
a. Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.
b. Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum:
Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:
1. Pemerintah Pusat:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yangbersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
2. Pemerintah Provinsi:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota: kecil, serta program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
i. Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta
Karya
1. Kemiskinan
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak-lanjuti adalah isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs dan Agenda Pasca 2015, serta arahan kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas kapal motor, atau barang modal lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga miskin.
2. Pengarusutamaan Gender
Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya.
ii. Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta
Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.
1. Konsultasi masyarakat
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan
bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
Selainituaspek yang
perludiperhatikanadalahresponsivitaskegiatanpembangunanbidangCiptaKaryater hadap gender.Saatinitelahkegiatanresponsif gender bidangCiptaKaryameliputi Program NasionalPemberdayaanMasyarakat (PNPM) MandiriPerkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), PengembanganInfrasrukturSosialEkonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air MinumdanSanitasiBerbasiaMasyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan InfrastrukturPerdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, SanitasiBerbasisMasyarakat (SANIMAS), Rencana Tata BangunandanLingkungan (RTBL), danStudiEvaluasiKinerja Program PemberdayaanMasyarakatbidangCiptaKarya.
PelaksanaanpembangunanbidangCiptaKaryasecaralokasi, besarankegiatan,
1. Konsultasi masyarakat Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan. Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.