• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi menurut Suyono (2006) adalah air yang menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sedangkan siklus hidrologi menurut Soemarto (1987) adalah gerakan air laut ke udara, yang kemudian jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk presipitasi lain, dan akhirnya mengalir ke laut kembali. Dalam siklus hidrologi ini terdapat beberapa proses yang saling terkait, yaitu antara proses hujan (presipitation), penguapan (evaporation), infiltrasi (infiltration), perkolasi (percolation), aliran limpasan permukaan (surface run off), dan aliran bawah tanah. Secara sederhana siklus hidrologi dapat ditunjukan seperti pada Gambar 2.1.

(2)

2. 2 Daerah Aliran Sungai (DAS)

2.2. 1 Pengertian Sungai

Sebagian besar air hujan yang turun ke permukaan tanah mengalir ke tempat tempat yang lebih rendah. Setelah mengalami bermacam macam perlawanan akibat gaya berat, air hujan akhirnya melimpah ke danau atau ke laut. Suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur sungai. Dan perpaduan antara alur sungai dan aliran air didalamnya disebut sungai.

Suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah, dimana air akan mengalir melalui sungai dan anak sungai disebut daerah aliran sungai (DAS). Dalam istilah bahasa inggris disebut Catchment Area, Watershed, atau River Basin.

2.2. 2 Fungsi Sungai

Fungsi pokok sungai adalah untuk mengalirkan kelebihan air dari permukaan tanah, sedangkan fungsi lainnya adalah dapat digunakan untuk kesejahteraan manusia, seperti sumber air minum, PLTA, pengairan, transportasi air, untuk meninggikan tanah yang rendah dan mengatur suhu tanah. Menurut peraturan perundangan yang ada, fungsi sungai adalah:

a. Sungai sebagai sumber air yang merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi serba guna bagi kehidupan manusia.

b. Sungai harus dilindungi dan dijaga kelestariannya, ditingkatkan fungsi dan pemanfaatannya, dan dikendalikan daya rusaknya terhadap lingkungan.

2.2. 3 Bentuk bentuk Daerah Aliran Sungai

Bentuk bentuk DAS dapat dibagi dalam empat, antara lain: A. Bentuk memanjang/ bulu burung

B. Bentuk radial C. Bentuk paralel D. Bentuk komplek

(3)

A. Bentuk memanjang/ bulu burung

Biasanya induk sungainya akan memanjang dengan anak anak sungai langsung mengalir ke induk sungai. Kadang kadang berbentuk seperti bulu burung. Betuk ini biasanya akan menyebabkan besar aliran banjir relatif lebih kecil karena perjalanan banjir dari anak sungai itu berbeda beda, dan banjir berlangsung agak lama. Bentuk dari DAS ini ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar.2. 2 DAS bentuk memanjang

B. Bentuk radial

Bentuk DAS ini seolah olah memusat pada satu titik sehingga menggambarkan adanya bentuk radial, kadang kadang gambaran tersebut memberi bentuk kipas atau lingkaran. Sebagai akibat dari bentuk tersebut maka waktu yang diperlukan aliran yang datang dari segala penjuru anak sungai memerlukan waktu yang hampir bersamaan. Sebagai contoh DAS Bengawan Solo seperti Gambar 2.3.

(4)

C. Bentuk paralel

DAS ini dibentuk oleh dua jalur DAS yang bersatu dibagian hilir. Apabila terjadi banjir di daerah hilir biasanya terjadi setelah dibawah titik pertemuan. Sebagai contoh adalah banjir di Batang Hari dibawah pertemuan Batang Tembesi seperti Gambar 2.4.

Gambar.2. 4 DAS bentuk paralel

D. Bentuk komplek

DAS Bentuk komplek merupakan bentuk kejadian gabungan dari beberapa bentuk DAS yang dijelaskan diatas, sebagai contoh pada Gambar 2.5.

Gambar.2. 5 DAS bentuk komplek

2.2. 4 Keadaan Daerah Aliran Sungai

(5)

1. Satu kesatuan wilayah tata air yang menampung dan menyimpan air hujan yang jatuh diatasnya kemudian mengalirkannya melalui sungai utama sampai ke laut.

2. Satu kesatuan ekosistem dengan unsur unsur utamanya sumber daya alam, flora, fauna, tanah, air, serta manusia yang berinteraksi satu sama lain.

Keadaan yang ada pada setiap DAS dapat mempengaruhi/ merubah keadaan sirkulasi air atau siklus hidrologi di daerah aliran sungai tersebut. Dari perubahan siklus hidrologi ini didapat suatu petunjuk untuk mengevaluasi DAS.

Sistem adalah kumpulan bagian-bagian yang terdiri dari benda/ konsep yang disatukan dengan keteraturan saling berhubungan atau saling ketergantungan (Chow dalam Muliawan, 2001).

Pendekatan sistem mempunyai tujuan spesifik yaitu membangun hubungan masukan dan keluaran yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk rekonstruksi kejadian masa lalu atau untuk prakiraan kejadiaan yang akan datang, dengan masalah pokok yang diperhatikan adalah operasi sistem yang digunakan (Sudjarwadi, 1995).

Gambar 2.6 dibawah ini menyajikan ilustrasi respon DAS akibat masukan berupa hujan. Dalam gambar tersebut sistem DAS digunakan sebagai model untuk memahami konsep transformasi masukan (hujan) menjadi keluaran (debit).

(6)

2.3 Analisis Curah Hujan Kawasan

2.3.1 Metode Aritmatik (Aljabar)

Metode ini merupakan perhitungan curah hujan wilayah dengan rata-rata aljabar curah hujan di dalam dan sekitar wilayah yang bersangkutan

(2. 1)

)

dimana, R: Curah hujan rata-rata wilayah atau daerah, Ri: Curah hujan di stasiun

pengamatan ke-i dan n: Jumlah stasiun pengamatan.

Hasil perhitungan yang diperoleh dengan cara aritmatik ini hampir sama dengan cara lain apabila jumlah stasiun pengamatan cukup banyak dan tersebar merata di seluruh wilayah seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7. Keuntungan perhitungan dengan cara ini adalah lebih objektif.

Gambar.2. 7 Aljabar

2.3.2 Metode Thiessen

Jika titik-titik di daerah pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka cara perhitungan curah hujan dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan.

(2. 2)

dimana, R: Curah hujan daerah, Rn: Curah hujan di setiap stasiun pengamatan dan An:

(7)

Metode Polygon Thiessen ini akan memberikan hasil yang lebih teliti dari pada cara aritmatik, akan tetapi penentuan stasiun pengamatan dan pemilihan ketingggian akan mempengaruhi ketelitian hasil. Metode ini termasuk memadai untuk menentukan curah hujan suatu wilayah, tetapi hasil yang baik akan ditentukan oleh sejauh mana penempatan stasiun pengamatan hujan mampu mewakili daerah pengamatan sesuai dengan Gambar 2.8.

Gambar.2. 8 Polygon Thiessen

2.3.3 Metode Isohyet

Peta isohyet digambar pada peta topografi dengan perbedaan 10 mm – 20 mm berdasarkan data curah hujan pada stasiun pengamatan di dalam dan di luar daerah yang dimaksud. Luas bagian antara dua garis isohyet yang berdekatan diukur dengan Planimeter seperti pada Gambar 2.9. Curah hujan daerah itu dapat dihitung menurut persamaan :

(2. 3)

Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata, tetapi memerlukan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat yang memungkinkan untuk membuat isohyet.

(8)

Gambar.2. 9 Metode Isohyet

2.4 Analisis Frekuensi

Analisis frekuensi adalah prosedur memperkirakan frekuensi suatu kejadian pada masa lalu atau masa yang akan datang. Prosedur tersebut dapat digunakan menentukan hujan rancangan dalam berbagai kala ulang berdasarkan distribusi yang paling sesuai antara distribusi hujan secara teoritik dengan distribusi hujan secara empirik. Hujan rancangan ini digunakan untuk menentukan intensitas hujan yang diperlukan dalam perhitungan debit banjir menggunakan metode rasional. Dalam penelitian ini dihitung hujan harian rancangan dengan kala ulang 2, 3, 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun.

Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi metode yang dipakai dalam analisis frekuensi data curah hujan harian maksimum adalah sebagai berikut:

1. Distribusi Gumbel

2. Distribusi Log Pearson Tipe III

3. Distribusi Normal 4. Distribusi Log Normal

(9)

2.4.1 Metode Distribusi Gumbel

Menurut Gumbel, curah hujan untuk periode ulang tertentu (PUH) tertentu (Tr) dihitung berdasarkan persamaan berikut:

X Tr = + S

(2.4)

Y Tr = -Ln (2.5)

S = (2.6)

dimana, YTr: Reduced variate, S: Standar deviasi data hujan, Sn: Reduced standar

deviation yang juga tergantung pada jumlah sampel/data, Tr: Fungsi waktu balik

(tahun) dan Yn: Reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data n.

2.4.2 Metode Distribusi Log Pearson Tipe III

Metode ini telah mengembangkan serangkaian fungsi probabilitas yang dapat dipakai untuk hampir semua distribusi probabilitas empiris. Tiga parameter penting dalam Metode Log Pearson Tipe III, yaitu :

1. Harga rata-rata (R) 2. Simpangan baku (S) 3. Koefisien kemencengan (G) = Log R (2.7) Log = (2.8) S = (2.9) G = (2.10) Log T = Log + KS (2.11)

dimana, R: Curah hujan rencana (mm), G: Koefisien kemencengan, S: Simpangan baku dan K: Variabel standar untuk R yang besarnya tergantung dari nilai G.

(10)

2.4.3 Metode Distribusi Normal

Distribusi normal disebut juga distribusi Gauss. Dalam pemakaian praktis umumnya digunakan persamaan sebagai berikut:

T = + KT S (2.12)

KT = (2.13)

dimana, T: Perkiraan nilai yang diharapkan akan terjadi dengan periode ulang T – tahunan, : Nilai rata-rata hitung sampel, dan KT: Faktor frekuensi, merupakan

fungsi dari peluang atau yang digunakan periode ulang dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang.

2.4.4 Metode Distribusi Log Normal

Logn xT= µx+ (k ×σn) (2.14)

dimana, T: Intensitas curah hujan dengan periode ulang T tahun, µx: Harga rata rata

dari populasi x, K: Faktor frekuensi dan σn: Standar deviasi dari populasi x.

2.5 Uji Kecocokan (Goodnes of fittest test)

Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Di dalam penelitian tugas akhir ini digunakan Metode Smirnov-Kolmogorof (secara analitis). Pengujian distribusi probablitas dengan Metode Smirnov-Kolmograf

dilakukan dengan langkah-langkah perhitungan sebagai berikut: 1. Urutkan data (Xi) dari besar ke kecil atau sebaliknya

2. Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut

(Xi) dengan rumus tertentu, rumus Weibull misalnya,

(2.15)

dimana, n: Jumlah data dan i: Nomor urut data setelah diurut dari besar ke kecil atau sebaliknya.

(11)

3. Tentukan peluang teoritis masing-masing data yang sudah di urut tersebut

P’(Xi) berdasarkan persamaan distribusi probablitas yang dipilih (Gumbel,

Normal, dan sebagainya).

4. Hitung selisih Pi) antara peluang empiris dan teoritis untuk setiap data yang sudah diurut:

(2.16)

5. Tentukan apakah Pi P kritis, jika “tidak” artinya Distribusi Probablitas yang dipilih tidak dapat dierima, demikian sebaliknya.

6. P kritis lihat Tabel 2.1.

Tabel 2. 1 Tabel Nilai Kritis Smirnov-Kolmogrov (Kamiana, 2011)

N (derajat kepercayaan) 0,20 0,10 0,05 0,01 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0,45 0,32 0,27 0,23 0,21 0,19 0,18 0,17 0,16 0,15 0,51 0,37 0,30 0,26 0,24 0,22 0,20 0,19 0,18 0,17 0,56 0,41 0,34 0,29 0,27 0,24 0,23 0,21 0,20 0,19 0,67 0,49 0,40 0,36 0,32 0,29 0,27 0,25 0,24 0,23 N > 50

2.6 Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut terkonsentrasi, Loebis (1992). Dalam penelitian ini intensitas hujan diturunkan dari data curah hujan harian. Menurut Loebis (1992)

(12)

intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan harian (mm) empirik menggunakan metode mononobe sebagai berikut:

(2.17)

dimana, I: Intensitas curah hujan (mm/jam, t: Lamanya curah hujan (jam) dan R24:

Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm).

2.7 Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluar DAS (Titik Kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Salah satu rumus untuk memperkirakan waktu konsentrasi (tc) adalah rumus yang

dikembangkan oleh Kirpich (1940), yang dapat ditulis sebagai berikut.

tc= 0,87 x L 21000 x S x 0,385 (2.18)

dimana, L: Panjang saluran utama dari hulu sampai penguras dalam km dan S: Kemiringan rata-rata saluran utama dalam m/m.

Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakan menjadi dua komponen, yaitu:

1. Inlet time (t0) yakni waktu yang diperlukan air untuk mengalir di permukaan lahan sampai saluran terdekat.

2. Conduit time (td) yakni waktu perjalanan dari pertama masuk sampai titik keluaran.

tc = t0 + td (2. 19)

dimana, t0 = 23 x 3,28 x L x nS (menit) dan td = Ls 60 V (menit), n: Angka kekasaran

(13)

2.8 Metode Perhitungan Debit Banjir

2.8.1 Debit Rancangan Dengan Metode Rasional

Besarnya debit rencana dihitung dengan memakai metode Rasional kalau daerah alirannya kurang dari 80 Ha. Untuk daerah yang alirannya lebih luas sampai dengan 5000 Ha, dapat digunakan metode rasional yang diubah. Untuk luas daerah yang lebih dari 5000 Ha, digunakan hidrograf satuan atau metode rasional yang diubah. Rumus metode rasional:

Q = f x C x I x A (2.20)

dimana, C: Koefisien pengaliran, I: Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam), A: Luas daerah aliran (km2) dan f: Faktor konversi = 0,278.

2.8.2 Metode Hidrograf Banjir

Kebanyakan daerah aliran sungai sebagian besar curah hujan akan menjadi limpasan langsung. Aliran semacam ini dapat menghasilkan puncak banjir yang tinggi. Teori hidrograf satuan menghubungkan hujan netto atau hujan efektif, yaitu sebagian hujan total yang menyebabkan adanya limpasan permukaan, dengan hidrograf limpasan langsung sehingga merupakan sarana untuk menghitung hidrograf akibat hujan sebarang. Ini dikerjakan atas dasar anggapan bahwa transformasi hujan netto menjadi limpasan langsung tidak berubah karena waktu

(time invariant). Dari sudut limpasan langsung semua hujan yang tidak memberikan sumbangan terhadap terjadinya banjir dipandang sebagai kehilangan. Kehilangan tersebut terdiri atas:

1. Air hujan yang tersangkut didahan pohon dan tumbuhan (interception)

2. Tampungan di cekungan (depression storage)

3. Pengisian lengas tanah (replenisment of soil moisture)

4. Pengisian air tanah (recharge) dan 5. Evapotranspirasi

Jadi hidrograf tersebut didefinisikan sebagai hubungan antara salah satu unsur aliran terhadap waktu. Berdasarkan definisi tersebut dikenal ada 2 macam hidrograf, yaitu hidrograf muka air dan hidrograf debit. Hidrograf muka air tidak lain adalah

(14)

data atau garafik hasil rekaman AWLR (Automatic Water Level Recorder). Sedangkan hidrograf debit, yang dalam pengertian sehari hari disebut hidrograf, diperoleh dari hidrograf muka air dan lengkung debit. Hidrograf tersusun atas dua komponen, yaitu aliran permukaan, yang berasal dari aliran langsung air hujan, dan aliran dasar (base flow). Aliran dasar berasal dari air tanah yang pada umumnya tidak memberikan respon yang cepat terhadap hujan.

a. Hidrograf Satuan

Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi merata diseluruh DAS dan dengan intensitas tetap selama satu satuan waktu yang ditetapkan, yang disebut hujan satuan. Hujan satuan adalah curah hujan yang lamanya sedimikian rupa sehingga lamanya limpasan permukaan tidak menjadi pendek, meskipun curah hujan itu menjadi pendek. Jadi hujan satuan yang dipilih adalah yang lamanya sama atau lebih pendek dari periode naik hidrograf (waktu dari titik permulaan aliran permukaan sampai puncak). Periode limpasan dari hujan satuan semuanya adalah kira kira sama dan tidak ada sangkut pautnya dengan intensitas hujan.

Hidrograf satuan merupakan model sederhana yang menyatakan respon DAS terhadap hujan. Tujuan dari hidrograf satuan adalah untuk memperkirakan hubungan antara hujan efektif dan aliran permukaan. Konsep hidrograf saatuan pertama kali dikemukakan oleh Sherman pada tahun 1932. Dia menyatakan bahwa suatu sistem DAS mempunyai sifat khas yang menyatakan respon DAS terhadap suatu masukan tertentu yang berdasarkan 3 prinsip:

1. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu, intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan menghasilkan limpasan dengan durasi sama, meskipun jumlahnya berbeda. Ini merupakan aturan empiris yang mendekati kebenaran.

2. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu, intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan menghasilkan hidrograf limpasan, dimana ordinatnya pada sembarang waktu memiliki proposi yang sama dengan proposi intensitas hujan efektif. Dengan kata lain, ordinat hidrograf satuan sebanding dengan volume hujan efektif yang menimbulkannya.

(15)

Hal ini berarti bahwa hujan sebanyak n kali lipat dalam satuan waktu tertentu akan menghasilkan suatu hidrograf dengan ordinat sebesar n kali lipat.

3. Prinsip superposisi dipakai pada hidrograf yang dihasilkan oleh hujan efektif berintensitas seragam yang memiliki periode periode yang berdekatan dan/atau tersendiri. Jadi, hidrograf yang merepresentasikan kombinasi beberapa kejadian aliran permukaan adalah jumlah dari ordinat hidrograf tunggal yang member kontribusi.

Ketiga asumsi ini secara tidak langsung menyatakan bahwa tanggapan DAS terhadap hujan adalah linier, walaupun sebenarnya kurang tepat. Namun demikian, penggunaan hidrograf satuan telah banyak memberikan hasil yang memuaskan untuk berbagai kondisi. Sehingga, teori hidrograf satuan banyak dipakai dalam menentukan debit atau banjir rencana.

b. Hidrograf Satuan Sintetik

Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa untuk menurunkan hidrograf satuan diperlukan rekaman data limpasan dan data hujan, padahal sering kita jumpai ada beberapa DAS tidak memiliki sama sekali catatan limpasan. Dalam kasus ini, hidrograf satuan diturunkan berdasarkan data-data dari sungai pada DAS yang sama atau DAS terdekat yang mempunyai karakteristik yang sama. Karakteristik atau parameter daerah pengaliran tersebut terlebih dahulu perlu dicari waktu, lebar dasar, luas, kemiringan, panjang, koefisien limpasan dan lain sebagainya. Hasil dari penurunan hidrograf satuan ini dinamakan hidrograf satuan sintetik (HSS). Ada tiga jenis hidrograf satuan sintetis, yaitu:

1. Hidrograf Satuan Sintetik Nakyasu 2. Hidrograf Satuan Sintetik Snyder 3. Hidrograf Satuan Sintetik Gama I 4. Hidrograf Satuan Sintetik SCS

Dalam tugas akhir ini hanya akan dibahas mengenai Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu. Hidrograf tersebut penulis rasa cocok dengan kedaan lokasi studi (Sungai Babura).

(16)

c. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

Stasiun pengukur debit dan tinggi muka air sungai (stasiun hidrometri) pada umumnya hanya dipasang di tempat tempat tertentu yang dipandang oleh pengelolanya mempunyai arti yang cukup penting. Hal tersebut disebabkan karena tidak mungkin memasang stasiun hidrometri disembarang tempat dan biaya pemasangannya juga tidak murah. Namun masalah yang banyak timbul adalah ketidak-cocokan antara rencana pengembangan jaringan stasiun hidrometri. Pengembangan suatu daerah sering tidak dapat diketahui sebelumnya, atau kalau rencana itu diketahui tidak selekasnya diikuti dengan keiatan pengumpulan data. Hingga pada saat dibutuhkan untuk analisis data tidak tersedia, atau tersedia dalam jangka waktu yang sangat pendek.

Untuk mengatasi hal ini sebenarnya di Indonesia telah dikenal dan banyak digunakan cara cara untuk memperkirakan banjir rancangan yang didasarkan atas persamaan rasional. Cara ini mengandalkan data curah hujan sebagai dasar hitungan. Namun dari penelitian terbukti bahwa cara cara seperti Melchior, Der Weduwen dan Haspers mempunyai penyimpangan yang berkisar antara 2% - 80%, dengan penyimpangan rata rata berturut turut sebesar 89%, 85% dan 56%. Selain itu tercatat pula bahwa 77% dari kasus yang ditinjau emnunjukkan perkiraan lebih

(overestimated). Cara cara rasional untuk memperkirakan banjir yang mendapatkan kritikan tajam, karena pemakaian koefisien limpasan (runoff coefficient)

mengundang subjektivitas yang sangat besar dan merupakan salah satu faktor penyebab penyimpangannya. Penyebab lainnya adalah koefisien reduksi (reduction coefficient). Persamaan rasional hanya dianjurkan untuk DAS kecil, kurang dari 80 hektar, atau untuk DAS yang memiliki unsur unsur penyusun yang seragam. Dalam perancangan diharapkan perkiraan banjir rancangan yang menyimpang sekecil mungkin. Sudah barang tentu perkiraan yang tepat tidak akan dapat diharapkan, karena proses pengalihragaman hujan menjadi banjir merupakan proses alam yang sangat kompleks yang tidak dapat diungkapkan dengan persamaan matematik secara tuntas. Cara cara lain yang lebih baik hampir seluruhnya menuntut ketersediaan data pengukuran sungai yang memadai. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ini merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kesulitan kesulitan tersebut. Cara ini dapat digunakan disembarang lokasi yang dikehendaki dalam suatu DAS tanpa

(17)

tergantung ada atau tidaknya data pengukuran sungai. Akan tetapi, perlu ditegaskan bahwa kegiatan hidrometrik masih tetap merupakan pilihan utama, sehingga walaupun telah ditemukan cara pendekatan yang akan banyak mengatasi masalah kelangkaan data, namun prioritas pengukuran sungai ditempat mutlak masih diperlukan. Hidrograf satuan ini secara sederhana dapat disajikan sebagai berikut ini:

Gambar.2. 10 Hidrograf satuan sintetik Nakayasu

Nakayasu (1950) telah menyelidiki hidrograf satuan di Jepang dan memberikan seperangkat persamaan untuk membentuk suatu hidrograf satuan sebagai berikut:

1. Waktu kelambatan (tg), rumusnya:

(2.21)

(2.22)

2. Waktu pucak dan debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut:

(2.23)

3. Waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit puncak:

(2.24)

4. Waktu puncak

(2.25)

5. Debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut: (2.26) Tr i Lengkung Turun Lengkung Naik 0.8 Tr Tg t Q t Qp 0.3 Qp 0.3 Tp T0.3 1.5T0.3

(18)

6. Bagian lengkung naik (0 < t < tp)

(2.27)

7. Bagian lengkung turun

• Jika (2.28) • Jika (2.29) • Jika (2.30)

2.9 Tata Guna Lahan

Daerah studi merupakan daerah urban, persawahan, ladang, perkebunan, rawa, dan daerah terbuka. Sedangkan daerah urban meliputi daerah perkampungan, daerah perkantoran dan perdagangan serta daerah industri dan berkonsentrasi didalam kota Medan. Sebagian besar sawah dan daerah rawa menyebar meliputi daerah dataran rendah. Sedangkan sebagian lagi daerah perkebunan yang ditanami karet, kelapa sawit, tembakau, kopi dan tebu.

Tabel 2. 2 Sebaran Tingkat Kemiringan Lahan

(19)

Tabel 2. 3 Zona Penggunaan Lahan

Sumber : Analisa data dan peta RBI Medan

Perhitungan koefisien pengaliran C rerata DAS adalah sebagai berikut : Crerata = total n A A C A C A C1 1+ 2 2 +...+ 3 (2.31)

dimana, C: Koefisien pengaliran, A: Luas area dan Atotal : Luas total daerah

aliran sungai.

2.10 Kependudukan

Wilayah Kota Medan mencakup 21 wilayah kecamatan, 151 kelurahan dengan total luas area 265,10 km2, dan mempunyai jumlah penduduk 2.036.185 jiwa (2005) dengan laju penduduk rata rata 1,33% per tahun. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi disebabkan karena posisi kota Medan menjadi pusat perdagangan dan kota pelabuhan dikawasan pulau Sumatera bagian utara yang menjadikan kota terbesar urutan ketiga di Indonesia. Keadaan tersebut membentuk daerah Kota Medan dan sekitarnya menjadi daerah urban bertumbuh dan berkembang dengan masuknya penduduk dari luar daerah ke Kota Medan.

Berdasarkan Sensus Penduduk (SP) Tahun 2010, penduduk Kota Medan berjumlah 2.109.339 jiwa, yang terdiri dari 1.040.680 jiwa penduduk laki-laki dan 1.068.659 jiwa penduduk perempuan dengan sex ratio sebesar 97,38. Di siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2,5 juta jiwa dengan dihitungnya jumlah

(20)

19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk).

Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2000-2004 cenderung mengalami peningkatan. Tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004. Sedangkan tingkat kapadatan penduduk mengalami peningkatan dari 7.183 jiwa per km² pada tahun 2004. Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit, terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi ada di kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area, dan Medan Timur. Pada ta angka harapan hidup bagi laki-laki adalah 69 tahun sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun.

Berdasarkan SP periode 1990-2000, besarnya angka pertumbuhan penduduk Kota Medan adalah 0,71% per tahun. Angka ini merupakan angka pertumbuhan terendah di antara 6 (enam) daerah kota di Sumatera Utara. Selanjutnya, pertumbuhan penduduk periode tahun 2000-2004, naik menjadi 2,22 % per tahun.

2.11 Hydologic Engineering Center River Analysis System (HEC-RAS)

HEC-RAS merupakan program aplikasi untuk memodelkan aliran di sungai,

River Analysis System (RAS), dibuat oleh Hydrologic Engineering Center (HEC) yang merupakan satuan kerja di bawah US Army Corps of Engineers (USACE). HEC-RAS merupakan model satu dimensi aliran permanen maupun tak-permanen (steady and unsteady one-dimensional flow model). HEC-RAS memiliki empat komponen model satu dimensi: (1) Hitungan profil muka air aliran permanen, (2) Simulasi aliran tak permanen, (3) Hitungan transport sedimen, dan (4) Hitungan kualitas (temperatur) air.

Satu elemen penting dalam HEC-RAS adalah keempat komponen tersebut memakai data geometri yang sama, routine hitungan hidraulika yang sama, serta beberapa fitur desain hidraulik yang dapat diakses setelah hitungan profile muka air dilakukan.

HEC-RAS merupakan program aplikasi yang mengintegrasikan fitur graphical user interface, analisis hidraulik, manajemen dan penyimpanan data, grafik, serta

(21)

2.11.1 Graphical User Interface

Interface ini berfungsi sebagai penghubung antara pemakai dan HEC-RAS.

Graphical interface dibuat untuk memudahkan pemakaian HEC-RAC dengan tetap mempertahankan efisiensi. Melalui graphical interface ini, dimungkinkan untuk melakukan hal-hal berikut ini dengan mudah:

• Manajemen file

• Menginputkan data serta mengeditnya

• Melakukan analisis hidraulik

• Menampilkan data masukan maupun hasil analisis dalam bentuk tabel dan grafik

• Penyusunan laporan, dan

• Mengakses On-Line help

2.11.2 Analisis Hidraulika

Steady Flow Water Surface Component. Modul ini berfungsi untuk menghitung profil muka air aliran permanen berubah beraturan (steady gradually varied flow). Program ini mampu memodelkan jaringan sungai, sungai dendritik, maupun sungai tunggal. Regime aliran yang dapat dimodelkan adalah aliran sub-kritik, super- sub-kritik, maupun campuran antara keduanya.

Modul aliran permanen HEC-RAS mampu memperhitungkan pengaruh berbagai hambatan aliran, seperti jembatan (bridges), gorong-gorong (culverts),

bendung (weirs), ataupun hambatan di bantaran sungai. Modul aliran permanen dirancang untuk dipakai pada permasalahan pengelolaan bantaran sungai dan penetapan asuransi resiko banjir berkenaan dengan penetapan bantaran sungai dan dataran banjir. Modul aliran permanen dapat pula dipakai untuk perkiraan perubahan muka air akibat perbaikan alur atau pembangunan tanggul.

Unsteady Flow Simulation. Modul ini mampu mensimulasikan aliran tak- permanen satu dimensi pada sungai yang memiliki alur kompleks. Semula, modul aliran tak-permanen HEC-RAS hanya dapat diaplikasikan pada aliran sub-kritik dan mensimulasikan regime aliran campuran (sub-kritik, super-kritik, loncat air, dan

draw-downs). Fitur spesial modul aliran tak-permanen mencakup analisis dam-break, limpasan melalui tanggul dan tanggul jebol, pompa, operasi dam navigasi, serta aliran tekan dalam pipa.

(22)

Sediment Transport/ Movable Boundary Computations. Modul ini mampu mensimulasikan transport sedimen satu dimensi (simulasi perubahan dasar sungai) akibat gerusan atau deposisi dalam waktu yang cukup panjang (umumnya tahunan, namun dapat pula dilakukan simulasi perubahan dasar sungai akibat sejumlah banjir tunggal). Potensi transpor sedimen dihitung berdasarkan fraksi ukuran butir sedimen sehingga memungkinkan simulasi armoring dan sorting. Fitur utama modul

transport sedimen mencakup kemampuan untuk memodelkan suatu jaring (network) sungai, dredging, berbagai alternatif tanggul, dan pemakaian berbagai persamaan (empiris) transport sedimen.

Modul transport sedimen dirancang untuk mensimulasikan trend jangka panjang gerusan dan deposisi yang diakibatkan oleh perubahan frekuensi dan durasi debit atau muka air, ataupun perubahan geometri sungai. Modul ini dapat pula dipakai untuk memprediksi deposisi didalam reservoir, desain kontraksi untuk keperluan navigasi, mengkaji pengaruh dredging terhadap laju deposisi, memperkirakan kedalaman gerusan akibat banjir, serta mengkaji sedimentasi di suatu saluran.

Water Quality Analysis. Modul ini dapat dipakai untuk melakukan analisis kualitas air di sungai. HEC-RAS versi 4.0 Beta saat ini baru dapat dipakai untuk melakukan analisis temperatur air. Versi ini akan akan dapat dipakai untuk melakukan simulasi transpor berbagai konstituen kualitas air.

2.11.3 Penyimpanan Data dan Manajemen Data

Penyimpanan data dilakukan ke dalam “flatfiles (format ASCII dan biner), serta file HEC-DSS. Data masukan dari pemakai HEC-RAS disimpan kedalam file-file yang dikelompokkan menjadi: project, plan, geometry, steady flow, unsteady flow, dan sediment data. Hasil keluaran model disimpan kedalam binary file. Data dapat ditransfer dari HEC-RAS ke program aplikasi lain melalui HEC-DSS file.

Manajemen data dilakukan melalui user interface. Pemakai diminta untuk menuliskan satu nama file untuk project yang sedang dia buat. HEC-RAS akan menciptakan beberapa file secara automatik (file-file: plan, geometry, steady flow, unsteady flow, output, etc.) dan menamainya sesuai dengan nama file project yang

(23)

file, penghapusan file dilakukan oleh pemakai melalui fasilitas interface; operasi tersebut dilakukan berdasarkan project-by-project. Penggantian nama, pemindahan lokasi penyimpanan, ataupun penghapusan file yang dilakukan dari luar HEC-RAS (dilakukan langsung pada folder), biasanya akan menyebabkan kesulitan pada saat pemakaian HEC-RAS mengingat pengubahan tersebut kemungkinan besar tidak dikenali oleh HEC-RAS. Oleh karena itu, operasi atau modifikasi file-file harus dilakukan melalui perintah dari dalam HEC-RAS.

2.11.4 Grafik dan Pelaporan

Fasilitas grafik yang disediakan oleh HEC-RAS mencakup grafik X-Y alur sungai, tampang lintang, rating curves, hidrograf, dan grafik-grafik lain yang merupakan plot X-Y berbagai variabel hidraulik. HEC-RAS menyediakan pula fitur plot 3D beberapa tampang lintang sekaligus. Hasil keluaran model dapat pula ditampilkan dalam bentuk tabel. Pemakai dapat memilih antara memakai tabel yang telah disediakan oleh HEC-RAS atau membuat/mengedit tabel sesuai kebutuhan. Grafik dan tabel dapat ditampilkan di layar, dicetak, atau dicopy ke clipboard untuk dimasukkan kedalam program aplikasi lain (word processor, spreadsheet). Fasilitas pelaporan pada HEC-RAS dapat berupa pencetakan data masukan dan keluaran hasil pada printer atau plotter.

Gambar

Gambar  2.6 dibawah ini  menyajikan ilustrasi respon DAS akibat masukan  berupa hujan
Tabel 2. 1 Tabel Nilai   Kritis Smirnov-Kolmogrov (Kamiana, 2011)
Tabel 2. 2 Sebaran Tingkat Kemiringan Lahan
Tabel 2. 3 Zona Penggunaan Lahan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi merata di seluruh DAS dengan intensitas tetap dalam satu satuan waktu

Menurut definisi hidrograf satuan sintetis adalah hidrograf limpasan langsung (tanpa aliran dasar) yang tercatat di ujung hilir DAS yang ditimbulkan oleh hujan efektif

a. Pengaruh iklim terhadap erosi bersifat langsung melalui tenaga mekanik air hujan, terutama intensitas dan diameter butiran air hujan. Pada hujan dengan intensitas

Salah satu penyebab terjadinya genangan-genangan air hujan pada suatu kawasan adalah volume limpasan air hujan yang tidak tertampung oleh saluran drainase yang telah ada

Aliran Seragam adalah aliran yang terjadi apabila kedalaman aliran sama pada setiap penampang saluran, suatu aliran seragan dapat bersifat tunak atau tidak tunak,

Di dalam aliran seragam, dianggap bahwa aliran adalah mantap dan satu dimensi yang berarti kecepatan aliran di setiap titik pada tampang lintang tidak berubah,

Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi merata di seluruh DAS dengan intensitas tetap dalam satu satuan waktu

Hujan sesaat yang terjadi pada suatu tata guna lahan dengan intensitas dan durasi hujan tertentu mempunyai potensi mengakibatkan limpasan permukaan dalam jumlah tertentu.