• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi (Bedient & Huber 1988).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 2.1 Siklus Hidrologi (Bedient & Huber 1988)."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAS Ciliwung merupakan salah satu DAS penting bagi wilayah Jawa Barat terutama daerah Bogor dan DKI Jakarta. Kejadian banjir di DKI Jakarta seringkali disebabkan oleh melimpahnya hujan yang jatuh di kawasan DAS tersebut terutama di daerah hulu. DAS Ciliwung mempunyai karakteristik menarik, bentuk aliran menyempit di bagian hilir dan melebar di bagian hulu. Aliran air berasal dari arah selatan ke utara Jakarta. Bagian hulu DAS ini berada pada ketinggian 300–3000 m dpl, dengan luas wilayah sekitar 148 km2.

Salah satu tujuan pengelolaan DAS adalah untuk mencapai terwujudnya kondisi tata air yang optimal. Kondisi tata air tersebut dapat dikenali dari sifat aliran sungai sebagai luaran DAS. Aliran sungai sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat masukan DAS yang berupa hujan dan karakteristik fisik daerah pengaliran. Informasi dan data masukan maupun luaran DAS dapat diperoleh dengan cara pengamatan dan pengukuran kejadian hujan dan debit sungai pada suatu tempat dengan jangka waktu pengukuran yang cukup memadai. Karakteristik fisik DAS juga dapat diketahui berdasarkan deskripsi kondisi permukaan lahan.

Berbagai model simulasi hidrologi yang menerangkan proses perubahan masukan hujan menjadi luaran DAS berupa debit sungai telah banyak dikembangkan, salah satunya adalah HEC-HMS (Hydrologic Engineering

Center-Hydrologic Modelling System). HEC-HMS

adalah program yang dirancang untuk mensimulasikan respon hidrologi dalam bentuk aliran limpasan permukaan dari suatu DAS dengan curah hujan sebagai komponen masukannya. HEC-HMS merupakan pengembangan dari model HEC-1. Hasil keluaran program adalah perhitungan hidrograf aliran sungai pada lokasi yang dikehendaki dalam DAS.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menetapkan hidrograf aliran HEC-HMS serta menentukan metode yang paling sesuai untuk DAS Ciliwung bagian hulu diantara metode hidrograf satuan sintetik Snyder, SCS dan Clark.

2. Memperkirakan debit banjir berdasarkan pola perubahan penggunaan lahan dan curah hujan harian maksimum.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi

Konsep siklus hidrologi merupakan sesuatu yang berguna sebagai titik awal untuk mempelajari hidrologi secara akademis (Linsley et al 1982). Siklus hidrologi (hydrologic cycle) adalah proses perpindahan air secara kontinu dari samudera ke atmosfer, ke tanah dan kembali lagi ke laut (Viessman et

al 1977).

Secara sederhana, siklus ini dimulai dengan penguapan air dari laut. Dalam kondisi tertentu, uap tersebut terkondensasi membentuk awan yang pada akhirnya dapat menghasilkan presipitasi. Sebagian besar presipitasi yang jatuh ke bumi untuk sementara waktu akan tertahan pada tanah di dekat tempat ia jatuh, dan pada akhirnya dikembalikan lagi ke atmosfer oleh penguapan (evaporasi) dan transpirasi oleh tanaman.

Sebagian air mencari jalannya sendiri melalui permukaan dan bagian atas tanah menuju sungai, sementara lainnya menembus masuk lebih jauh ke dalam tanah dan menjadi bagian dari airbumi (groundwater). Di bawah pengaruh gaya gravitasi, baik aliran permukaan (surface streamflow) maupun aliran airbumi (baseflow) bergerak menuju tempat yang lebih rendah, mengisi aliran sungai dan pada akhirnya dapat mengalir ke laut.

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi (Bedient & Huber 1988).

2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai-sungai utama (Asdak 1995).

Dalam Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 1977 tentang DAS, dibataskan sebagai suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa sehingga merupakan suatu

(2)

kesatuan dengan sungai dan anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsi untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber lainnya.

Bentuk dan ukuran DAS, kemiringan permukaan tanah dan sungai/saluran air, dan kerapatan sungai adalah karakteristik DAS yang relatif berhubungan. Masing-masing karakteristik DAS tersebut, secara bersama-sama akan mempengaruhi respon DAS terhadap terjadinya suatu hujan tertentu. Sementara, sistem tanam dan keadaan tanah adalah komponen DAS yang bersifat dinamik dan apabila vegetasi diubah dalam batas tertentu dapat mempengaruhi respon aliran air dalam DAS terhadap curah hujan tertentu (Asdak, 1995).

2.3 Presipitasi

Presipitasi adalah masukan utama bagi siklus hidrologi. Bentuk utamanya adalah hujan, salju dan hujan es dan beberapa variasi bentuk lain seperti gerimis dan hujan yang bercampur dengan salju (sleet). Presipitasi diperoleh dari atmosfer, bentuk dan kuantitasnya dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim yang lain seperti angin, suhu dan tekanan atmosfer (Viessman et al 1977).

Curah hujan yang dibutuhkan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah yang diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan (Sosrodarsono dan Takeda 2003). Terdapat beberapa teknik perhitungan curah hujan wilayah dari pengamatan di beberapa titik, yaitu metode rata-rata aljabar, metode poligon Thiessen, dan metode isohyet.

Jika titik-titik pengamatan di dalam suatu daerah tidak tersebar merata, maka cara perhitungan curah hujan wilayah dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan. Curah hujan wilayah metode Thiessen dihitung dengan rumus :

= = = n i i n i i i A R A R 1 1 dimana,

R

= curah hujan wilayah (mm),

Ai = luas wilayah yang mewakili tiap

titik pengamatan i,

Ri = curah hujan di tiap titik

pengamatan i (mm).

Perhitungan luas wilayah metode Thiessen didasarkan atas luas poligon yang digambar dari garis bagi tegak lurus pada sisi-sisi segitiga yang menghubungkan titik-titik pengamatan.

2.4 Analisis Frekuensi

Periode ulang sering dipakai sebagai pengganti probabilitas untuk melukiskan suatu kejadian rencana. Periode ulang diartikan sebagai selang waktu rata-rata (sejumlah tahun) suatu kejadian akan disamai atau dilampaui (Seyhan 1990).

Jika suatu kejadian ekstrim rata-rata terjadi setiap 25 tahun sekali, maka probabilitas atau peluang kejadian tersebut sebesar 1/25 = 0,04 atau 4 persen. Hubungan antara periode ulang

T, dengan probabilitas P, adalah T = 1/P.

Hubungan ini merupakan definisi dasar dalam hidrologi statistik (Haan 1977).

Analisis frekuensi digunakan untuk menentukan periode ulang kejadian hujan harian maksimum. Persamaan umum analisis frekuensi menurut Chow (1964) dapat dibuat dalam bentuk :

T

T

X

SK

X

=

+

dimana, XT adalah besar atau nilai suatu

kejadian X dengan periode ulang T tahun, X adalah harga rata-rata nilai pengamatan, KT

adalah faktor frekuensi, dan S adalah standar deviasi.

Nilai faktor frekuensi berbeda untuk setiap tipe distribusi. Beberapa macam tipe distribusi diantaranya adalah : (1) distribusi normal, (2) distribusi log normal, (3) distribusi nilai ekstrim Gumbel tipe I, serta (4) distribusi log Pearson tipe III. Disribusi nilai ekstrim Gumbel tipe I dan log Pearson tipe III sering dipakai untuk analisis frekuensi kejadian ekstrim. 2.5 Limpasan

Hujan efektif atau hujan lebih (excess

precipitation) merupakan hujan yang

menyebabkan terjadinya limpasan (runoff). Besarnya curah hujan efektif yang terjadi pada suatu DAS akan dipengaruhi oleh keadaan lahan setempat (landuse) dan karakteristik DAS. Secara garis besar hujan efektif diperoleh dari pengurangan curah hujan yang turun (gross precipitation) dengan besarnya infiltrasi, intersepsi, depresi dan evapotranspirasi atau disebut sebagai precipitation loss.

Limpasan adalah bagian dari presipitasi yang terdiri atas gerak gravitasi air dan tampak pada saluran permukaan dari bentuk permanen maupun terputus-putus (Chow 1964).

(3)

Limpasan yang dihasilkan oleh suatu DAS merupakan hasil proses yang ada di dalam DAS. Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu elemen meteorologi yang diwakili oleh curah hujan, serta elemen daerah pengaliran yang menyatakan sifat-sifat fisik daerah pengaliran (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Hasil limpasan dari DAS di suatu tempat biasanya disajikan dalam bentuk tabel maupun grafik. Grafik kontinyu yang menggambarkan fenomena aliran (tinggi muka air, debit, kecepatan dll) dengan waktu disebut hidrograf. Umumnya ada dua macam hidrograf, yaitu : hidrograf tinggi muka air (stage hydrograph) dan hidrograf aliran (discharge hydrograph). 2.6 Hidrograf Satuan

Hidrograf satuan didefinisikan sebagai hidrograf limpasan langsung yang disebabkan oleh curah hujan efektif dengan intensitas seragam jatuh merata diseluruh daerah aliran sungai dengan durasi yang khas. Satuan hujan efektif biasanya 1 mm atau satuan limpasan langsung setebal 1 mm di seluruh DAS.

Untuk menghitung debit banjir menggunakan metode hidrograf satuan, diperlukan curah hujan efektif sebagai masukan. Persamaan umum yang digunakan untuk merubah hietograf hujan efektif menjadi limpasan adalah :

=

=

n i i j n

P

U

Q

1

dimana Qn adalah ordinat limpasan ke-n, Pi

adalah curah hujan efektif, dan Uj adalah

ordinat dari hidrograf satuan (j = n – i + 1). 2.7 Hidrograf Satuan Sintetik

Hidrograf satuan sintetik merupakan hidrograf satuan yang dihasilkan dari parameter-parameter fisik suatu DAS. Parameter hidrograf satuan sintetik yang dikemukakan adalah waktu tenggang (time lag,

tl), waktu dasar (time base, tb), dan debit

puncak (peak discharge, Qp).

Secara garis besar ada tiga tipe hidrograf satuan sintetik, yaitu:

1) Berdasarkan hubungan karakteristik hidrograf dengan karakteristik DAS (model Snyder, 1938).

2) Berdasarkan pada model simpanan DAS (model Clark, 1945).

3) Berdasarkan pada hidrograf satuan yang tidak berdimensi (model SCS, 1972).

Model Snyder pada dasarnya menentukan hidrograf satuan sintetik yang dihitung berdasarkan rumus empiris dan koefisien empiris, dengan menghubungkan komponen hidrograf satuan dan karakteristik DAS. Parameter yang menentukan bentuk hidrograf satuan adalah luas DAS, panjang sungai utama, dan panjang sungai utama yang diukur dari tempat pengamatan (outlet) sampai dengan titik pada sungai utama yang berjarak paling dekat dengan titik berat DAS (length to centroid).

Clark (1945) menurunkan hidrograf satuan sintetik suatu DAS berdasarkan dua proses penting selama transformasi curah hujan efektif menjadi limpasan, yaitu:

• Translation atau pergerakan hujan efektif dari tempat asalnya melalui drainase sampai ke outlet, dan

• Attenuation atau pengurangan besarnya debit aliran akibat adanya bagian dari hujan efektif yang tersimpan dalam DAS.

Proses translasi didasarkan pada kurva luas-waktu (time-area), yang mencirikan kontribusi luas simpanan DAS terhadap debit aliran sebagai fungsi dari waktu, dan waktu konsentrasi (time of concentration, tc),

sedangkan proses attenuation didasarkan pada model linear reservoir.

McCuen (1982) menyebutkan bahwa model SCS menggunakan hidrograf satuan tak berdimensi berdasarkan pada analisis yang ekstensif dari data pengamatan. Model SCS dikembangkan untuk daerah dengan curah hujan seragam. Nilai debit puncak (Qp) dan

waktu mencapai puncak (tp) diestimasi dengan

menggunakan model sederhana hidrograf satuan segitiga, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.

(4)

2.8 Aliran Dasar

Aliran dasar (baseflow) merupakan aliran air di sungai pada saat tidak terjadi limpasan. Aliran dasar terjadi akibat limpasan yang berasal dari kejadian presipitasi terdahulu yang tersimpan secara temporer dalam suatu DAS, ditambah dengan limpasan subpermukaan yang tertunda dari suatu kejadian hujan. Pemisahan aliran dasar dari total limpasan diperlukan untuk menghitung aliran langsung yang nantinya dipakai untuk membuat hidrograf satuan. Pemisahan aliran dasar dari total limpasan didasarkan pada analisis terhadap kurva resesi (recession curve). Pada umumnya kurva resesi diekspresikan dalam bentuk persamaan eksponensial (USACE 2000):

t o

t

Q

k

Q

=

dimana, Qt adalah debit pada periode waktu t,

Qo adalah debit awal (pada t=0), dan k adalah

konstanta resesi. 2.9 Penelusuran Banjir

Penelusuran banjir (routing) digunakan untuk memprediksi variasi temporal dan spasial dari suatu gelombang banjir yang merambat sepanjang aliran sungai ataupun reservoir, atau bisa juga digunakan untuk memprediksi aliran

outflow hidrograf dari suatu DAS berdasarkan

input curah hujan. Teknik penelusuran banjir secara umum dapat diklasifikasi menjadi dua kategori: penulusuran banjir hidrologis dan penelusuran banjir hidrolik (Viessman et al 1977).

Penulusuran banjir secara hidrologis dibangun berdasarkan persamaan kontinuitas dengan beberapa analisis dan asumsi mengenai hubungan antara simpanan dengan alirannya di dalam sistem. Penelusuran banjir secara hidrolik lebih kompleks dan lebih akurat dibandingkan secara hidrologis, karena menggabungkan persamaan kontinuitas dan persamaan momentum untuk aliran tak jenuh pada saluran terbuka. Bentuk persamaan diferensial dari aliran tak jenuh tersebut biasanya dipecahkan dengan metode numerik, baik secara implisit maupun eksplisit dengan bantuan program komputer.

Metode yang paling umum digunakan untuk penulusuran banjir hidrologis adalah metode Muskingum yang dikembangkan oleh Mc Carthy (1938), berdasarkan persamaan kontinuitas dan hubungannya dengan simpanan yang bergantung pada inflow dan outflow.

Simpanan dalam saluran pada periode waktu tertentu diekspresikan dalam bentuk persamaan (Chow 1959):

(

)

[

]

n m n m n m

a

O

x

xI

b

S

/ / /

+

1

=

Metode Muskingum mengasumsikan nilai

1

/

n

=

m

dan

b

/

a

=

k

, sehingga menghasilkan bentuk linier:

[

xI

x

O

]

K

S

=

+

(

1

)

dimana, K adalah waktu tempuh (travel time), dan x adalah faktor pembobot, nilainya berkisar antara 0–0,5. Bentuk persamaan Muskingum adalah: 1 2 1 1 2 0 2

C

I

C

I

C

O

O

=

+

+

dimana,

D

t

Kx

C

0

=

+

0

,

5

Δ

D

t

Kx

C

1

=

+

0

,

5

Δ

D

t

Kx

K

C

2

=

0

,

5

Δ

t

Kx

K

D

=

+

0

,

5

Δ

Dengan mengetahui nilai parameter K, x, dan

Δt, nilai-nilai koefisien C0, C1 dan C2 dapat

segera ditentukan. 2.10 Model HEC-HMS

HEC-HMS merupakan salah satu program pemodelan sistem hidrologi yang dimiliki US

Army Corps of Engineers (USACE) yang

dibangun oleh Hydrologic Engineering Center (HEC) sebagai pengganti dari program HEC-1. Dengan beberapa kemampuan tambahan serta tampilan graphical user interface menjadikan HEC-HMS lebih memiliki keunggulan dibandingkan program terdahulunya tersebut.

HEC-HMS didesain untuk mensimulasi respon limpasan permukaan dari suatu DAS akibat input curah hujan dengan merepresentasikan DAS sebagai suatu sistem hidrologi dengan komponen-komponen hidrolika yang saling berhubungan (topologic

tree diagram). Setiap komponen memodelkan

suatu aspek dari proses hujan-limpasan untuk suatu subDAS dari keseluruhan DAS. Hasil luaran program adalah perhitungan hidrograf aliran sungai pada lokasi yang dikehendaki dalam DAS (USACE 2000).

(5)

Dalam HEC-HMS, proses hujan-limpasan yang terjadi dalam suatu DAS dibagi menjadi enam komponen utama (Gambar 2.3):

• Komponen meteorologi • Komponen loss

• Komponen direct runoff (limpasan

langsung)

• Komponen baseflow (aliran dasar) • Komponen routing (penelusuran banjir) • Komponen reservoir

Perhitungan pertama dilakukan pada komponen meteorologi. Pada komponen ini, analisis meteorologi dilakukan terhadap data presipitasi, dimana diupayakan agar curah hujan terdistribusi ke seluruh DAS secara spasial (dengan cara interpolasi, ekstrapolasi) dan temporal (pengisian data yang tidak terukur, pembangkit data presipitasi hipotesis).

Curah hujan yang terdistribusi spasial dan temporal akan jatuh baik pada pemukaan

pervious maupun impervious. Sebagian hujan

yang jatuh pada permukaan pervious akan hilang akibat intersepsi, infiltrasi, evaporasi dan transpirasi, yang dimodelkan dalam komponen loss. Curah hujan efektif yang berasal dari komponen loss akan berkontribusi terhadap aliran limpasan langsung dan aliran

airbumi dalam akuifer. Curah hujan yang jatuh pada permukaan impervious akan langsung menjadi limpasan tanpa mengalami berbagai bentuk kehilangan (losses), yang ditransformasi menjadi aliran permukaan (overland flow) dalam komponen direct runoff.

Pergerakan air dalam akuifer dimodelkan dalam komponen baseflow. Baik baselow maupun overland flow akan mengalir pada saluran sungai. Proses translation dan

attenuation aliran sungai akan disimulasi pada

komponen routing. Terakhir, efek dari fasilitas hidrolik (bendungan) dan cekungan alami (danau, kolam, lahan basah) akan dimodelkan dalam komponen reservoir.

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2005 sampai dengan Januari 2007, di Laboratorium Klimatologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB, Bogor.

Daerah kajian penelitian adalah DAS Ciliwung bagian hulu dengan luasan sekitar 148 km2, yang terletak antara 06o05’–06o50’

LS dan 106o40’–107o00’ BT. Secara

administratif terletak di wilayah Kabupaten dan Kotamadya Bogor, Jawa Barat.

Gambar 2.3 Komponen hujan-limpasan yang direpresentasikan model HEC-HMS (Cunderlik & Simonovic 2004) Curah Hujan

Permukaan Pervious Permukaan Impervious

Losses Direct Runoff

Akuifer

Baseflow Saluran Sungai

Reservoir Operator Outlet DAS Komponen Meteorologi Komponen Loss Komponen Baseflow Komponen Direct Runoff Komponen Routing Komponen Reservoir

Gambar

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi (Bedient & Huber 1988).
Gambar 2.2 Hidrograf satuan segitiga model SCS.
Gambar 2.3 Komponen hujan-limpasan yang direpresentasikan model HEC-HMS (Cunderlik & Simonovic 2004) Curah Hujan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa genus bakteri tanah yang terdapat di Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa diperoleh

Berdasarkan hasil analisis menunjukan bahwa variabel yang merupakan faktor risiko dehidrasi pada petani garam yaitu penggunaan APD yang buruk (POR=2,9; 95% CI=0,1- 7,3)

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang efektifitas anti jamur campuran rebusan jahe ( Zingiber officinale ) dan kunyit (

Desain antarmuka halaman menu utama merupakan desain antarmuka yang akan dilihat oleh pengguna Android. Desain ini terdiri dari beberapa sub menu, yaitu Materi

Selain itu, penelitian kulitatif juga diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi

SISWA-SISWI BARU ANGKATAN XXVII YANG DITERIMA ASRAMA YAYASAN SOPOSURUNG – SMAN 2 BALIGE.. T.A

Penelitian ini akan mengkaji dan mengembangkan protokol perjanjian kunci yang telah dikembangkan oleh Yesem Kurt Peker (2014), yaitu mengatasi masalah keamanan informasi dengan

Tujuan dari analisis dan perancangan yang telah kami lakukan adalah untuk merancang suatu aplikasi kios informasi berbasiskan multimedia di Mal Senayan City yang