• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Perubahan Penggunaan Lahan

Lahan “land” memiliki beberapa sifat seperti kemiringan lereng, tekstur tanah, struktur tanah, curah hujan, temperatur, jenis vegetasi dan sebagainya. Sifat yang dimiliki lahan berpengaruh besar terhadap penggunaan lahan yang dilakukan oleh manusia dimasa sekarang dan dimasa yang akan datang. Lahan merupakan jenis sumber daya mengingat keberadaannya dapat berharga atau bernilai jika penggunaannya dapat dilakukan dengan baik (Ritohardoyo, 2013).

Menurut PP No 150 Tahun 2000 Tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa, lahan didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya merangkum semua tanda pengenal biosfer, atmosfer, tanah, geologi, timbulan (relief), hidrologi, populasi tumbuhan dan hewan, serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan masa kini yang bersifat mantap atau mendaur. Ritohardoyo (2013) memaknai lahan kedalam beberapa pengertian yaitu lahan adalah bentang muka bumi yang sudah maupun belum dikelola yang bermanfaat bagi manusia yang terbentuk secara kompleks dari faktor fisik maupun non fisik. Lahan terkait dengan muka bumi dengan segala faktor yang mempengaruhinya yaitu letak, kesuburan, lereng dan lain sebagainya. Lahan bervariasi dengan faktor topografi, iklim, geologi, tanah, dan vegetasi penutupnya.

Menurut Ante et al., (2016) lahan adalah sumberdaya pembangunan dengan ciri khas keberadaannya, dalam artian luasnya cenderung tidak berubah karena proses sedimentasi dan proses reklamasi yang terjadi relatif sangat kecil. Pengertian lain menurut Kusrini (2011) lahan merupakan tempat di muka bumi dengan sifat meliputi biosfer, atmosfer, tanah, geologi, hidrologi, tanaman/tumbuhan, binatang dan produk kegiatan manusia masa lalu dan masa sekarang sampai pada tingkat tertentu. Sementara M. Hafizul et al., (2019) mendefinisikan lahan adalah permukaan bumi yang terbentuk

(2)

secara kompleks oleh faktor fisik maupun nonfisik yang terdapat di atasnya dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Berdasarkan beberapa pengertian lahan diatas dapat dikatakan secara umum bahwa lahan merupakan wilayah daratan diatas muka bumi yang memiliki ciri-ciri yang sangat kompleks dengan faktor topografi, iklim, geologi, hidrologi, tanah, dan vegetasi yang sangat bervariasi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Penggunaan lahan sangat berkaitan dengan kondisi sosial masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhannya (Ritohardoyo, 2013). Manusia cenderung akan memanfaatkan potensi lahan untuk memenuhi kebutuhannya. Lokasi pedesaan dan perkotaan menjadikan lahan ini menjadi objek tempat yang berbeda. Masyarakat pedesaan cenderung menggunakan lahan sebagai tempat membangun tempat tinggal dan tempat melakukan kegiatan pertanian atau perkebunan sebagai mata pencaharian mereka. Masyarakat perkotaan menjadikan lahan untuk membangun tempat tinggal dan tempat untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti berjualan atau tempat rekreasi. Menurut Ritohardoyo (2013) penggunaan lahan adalah segala bentuk intervensi campur tangan yang dilakukan manusia, bisa secara menetap maupun sementara terhadap suatu sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan mencukupi kebutuhan baik material maupun spiritual dimasa sekarang.

Secara umum dapat dikatakan bahwa penggunaan lahan merupakan bentuk kegiatan manusia atas lahan dimasa sekarang baik untuk konservasi, pertanian, kawasan pemukiman, perkotaan, pembangunan infrastruktur maupun penggunaan-penggunaan lainnya.

Penggunaan lahan sifatnya sangat dinamis sewaktu-waktu bisa berubah. Perubahannya dapat disebabkan oleh bencana alam maupun campur tangan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Jumlah perubahan penggunaan lahan karena bencana alam sangat sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan intervensi yang dilakukan oleh manusia, sehingga perubahan penggunaan lahan identik dengan intervensi manusia. Perubahan penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia dengan mengubah bentang

(3)

alam menjadi penggunaan sesuai dengan yang dikehendaki (Paul dan Rashid, 2017).

Pertambahan jumlah penduduk berarti pertambahan terhadap kebutuhan makanan dan kebutuhan lainnya yang dapat dihasilkan dari sumberdaya lahan. Permintaan terhadap hasil pertanian meningkat dengan adanya pertambahan penduduk. Demikian pula permintaan terhadap hasil non pertanian seperti kebutuhan perumahan dan sarana prasarana.

Peningkatan pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan material ini cenderung menyebabkan persaingan dalam penggunaan lahan.

Masalah perubahan penggunaan lahan yang tidak mengikuti kaidah konservasi yang benar ternyata dipengaruhi pula oleh pemahaman yang keliru atas teknologi konservasi tanah. Akibatnya, teknologi konservasi tanah diterapkan tidak pada tempatnya. Sebagai contoh, pada lahan yang terjal seharusnya hanya diperbolehkan untuk hutan oleh masyarakat tetap diusahakan untuk usaha tani tanaman semusim yang membutuhkan pengolahan lahan yang intensif. Meskipun masyarakat dalam berusaha tani telah menggunakan teknologi konservasi tanah, namun erosi masih akan tetapi tinggi.

Secara umum perubahan penggunaan lahan adalah aktivitas intervensi yang dilakukan oleh manusia yang mengubah bentang alam atau aktivitas manusia terhadap lahan yang berbeda dari aktivitas sebelumnya yang dapat bersifat tetap maupun sementara, baik untuk tujuan pembangunan, komersial, ekonomi maupun kepentingan industri lainnya. Kejadian tersebut akan diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda.

Pemanfaatan lahan harus memperhatikan faktor kemampuan lahan dan aturan yang berlaku karena pada dasarnya aturan dibuat untuk kebaikan.

Pemanfaatan lahan yang sesuai akan dapat memperoleh manfaat secara optimal dan lahan tidak rusak.

(4)

2. Klasifikasi Penggunaan Lahan a. Penginderaan Jauh dan SIG

Penginderaan jauh adalah ilmu pengetahuan, teknologi dan seni untuk mendapatkan informasi objek di permukaan bumi tanpa kontak langsung dengan objek (Lillesand et al., 2015). Informasi tentang permukaan bumi secara spasial dapat diperoleh dengan memanfaatkan ilmu penginderaan jauh.

Gambar 1. Proses Penginderaan Jauh

(Sumber: Canada Centre for Remote Sensing nrcan.gc.ca)

Proses penginderaan jauh dapat dilihat pada Gambar 1. Sumber energi (A). Matahari sebagai sumber energi gelombang elektromagnetik pada target yang dituju untuk alat penginderaan jauh pasif, sedangkan alat penginderaan jauh aktif memiliki sumber energi gelombang elektromagnetik sendiri yang dipancarkan menuju target. Atmosfer dan radiasi (B). Perjalanan gelombang elektromagnetik ke target di permukaan bumi berinteraksi dan kontak dengan atmosfer. Interaksi ini terjadi untuk kedua kalinya saat perjalanan energi dari target ke sumber energi. Interaksi dengan target (C). Energi yang melalui atmosfer kemudian berinterkasi dan kontak dengan target yang dituju. Sensor merekam energi gelombang elektromagnetik (D). Energi yang tersebar atau dipantulkan oleh target, direkam dan dikumpulkan oleh sensor yang terdapat dalam satelit. Transmisi, penerimaan dan proses (E). Energi yang direkam oleh sensor diteruskan ke stasiun penerima dan diolah

(5)

menjadi sebuah citra. Interpretasi dan Analisis (F). Citra diinterpretasi dan dianalisis secara visual atau digital untuk mengekstrak informasi pada target yang dikaji. Aplikasi (G). Bagian terakhir dari proses penginderaan jauh yaitu memperoleh informasi baru.

Citra penginderaan jauh memiliki resolusi spasial dan temporal yang berbeda-beda tergantung perangkat yang digunakan. Citra satelit mampu memberikan gambaran permukaan bumi mulai dengan resolusi tinggi yang detail hingga resolusi rendah yang kurang detail. Kelebihan teknologi penginderaan jauh adalah dengan cepat dapat memberikan gambaran ringkas namun menyeluruh sehingga sangat efektif dari segi waktu, tenaga dan biaya dalam memperoleh data dan mengolah data menjadi informasi (Pitaloka et al., 2017).

Citra satelit penginderaan jauh memiliki beberapa keunggulan diantaranya antara lain cakupan luas (spasial), memiliki waktu pengulangan (temporal) sehingga memungkinkan untuk monitoring perubahan suatu daerah, menyediakan data terbaru dengan cepat, biaya murah jika dibandingkan dengan survei langsung ke lapangan.

Salah satu citra yang cukup sering digunakan untuk pengideraan jauh terkait lahan adalah citra Landsat. Citra Landsat merupakan program penangkapan citra bumi dengan satelit Landsat. Keunggulan citra Landsat adalah cakupan spasialnya yang cukup luas dan resolusi temporal yang cukup singkat 16 hari. Hal tersebut tentu sangat membantu dalam monitor penggunaan lahan yang memiliki sifat sangat dinamis. Citra Landsat memiliki resolusi 30 m, dengan satu band yang memiliki resolusi lebih tinggi yakni 15 m. Landsat merupakan satelit yang paling banyak digunakan dalam studi tentang lahan. Sejak dibukanya arsip Landsat maka, penggunaan data Landsat meningkat secara signifikan karena akses gratis yang diberikan (Afrin et al., 2019).

SIG merupakan suatu sistem yang terdiri dari perangkat lunak, perangkat keras, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbarui, mengelola, mengintegrasikan, menganalisa dan

(6)

menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis (Pitaloka et al., 2017). Komponen utama SIG dapat dibagi kedalam 4 komponen utama yaitu: perangkat keras, perangkat lunak, basisdata (data dan informasi geografis) dan manajemen (brainware). Kombinasi yang baik antara keempat komponen utama ini akan menentukan kesuksesan suatu proyek pengembangan SIG.

Penginderaan jauh dan SIG dapat dimanfaatkan untuk deteksi perubahan penggunaan lahan. Penginderaan jauh memanfaatkan satelit akan memetakan penggunaan lahan pada suatu wilayah dan menyimpannya dalam bentuk data. Data dapat diproses oleh software SIG sehingga menghasilkan peta penggunaan lahan pada suatu wilayah.

b. Klasifikasi Supervised Maximum Likelihood Classification (MLC) Klasifikasi diartikan sebagai proses pengelompokan piksel citra satelit ke dalam kelompok tertentu berdasarkan Digital Number dari piksel yang bersangkutan. Klasifikasi citra satelit memiliki tujuan untuk memperoleh informasi atau membuat peta tematik yang berisi objek pada suatu wilayah. Setiap objek dalam citra satelit memiliki warna atau pola tertentu. Interpretasi citra satelit penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara yaitu manual dan digital.

Metode MLC merupakan kegiatan klasifikasi penggunaan lahan pada citra satelit secara digital. MLC adalah salah satu metode klasifikasi yang paling populer, dimana piksel dengan kemungkinan maksimum diklasifikasikan ke dalam penggunaan lahan yang sama (Choto dan Fetene, 2019; Vivekananda et al., 2020). Hasil klasifikasi menunjukkan bahwa MLC adalah teknik yang kuat dan kemungkinan kesalahan klasifikasi sangat kecil.

Sistem kerja metode MLC yaitu terlebih dulu mendefinisikan sejumlah piksel sebagai training sampel pada citra sebagai penggunaan lahan tertentu. Penentuan training sampel sesuai dengan penggunaan lahan yang diinterpretasikan di daerah penelitian.

Nilai piksel di training sampel kemudian digunakan oleh komputer sebagai kunci untuk mengelompokkan piksel lain dalam penggunaan

(7)

lahan tertentu berdasarkan kesamaan maksimum. Area yang memiliki nilai piksel yang sama akan dikelompokkan kedalam penggunaan lahan yang telah ditentukan sebelumnya di training sampel. Oleh karena itu penetapan training sampel merupakan langkah yang sangat penting dalam klasifikasi karena akan menentukan hasil klasifikasi (Marini et al., 2014). MLC mengasumsikan bahwa piksel pada training sample di setiap penggunaan lahan terdistribusi secara normal pada masing- masing band.

Terdapat tiga tahap yang diperlukan dalam pengenalan objek pada citra, yaitu deteksi, identifikasi, dan analisis. Deteksi merupakan pengamatan suatu objek, misalnya sungai atau hutan. Identifikasi merupakan upaya mencirikan objek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan lain. Analisis merupakan pengumpulan keterangan lebih lanjut sehingga dapat disimpulkan tentang objek tersebut.

Rona/Warna

Ukuran

BentukTekstur

Pola

Tinggi

Bayangan

Situs Asosiasi

Tingkat Kerumitan Unsur Dasar

Susunan Keruangan

Pola

Primer

Sekunder

Tersier

Lebih TInggi

Gambar 2. 9 Unsur Interpretasi Citra

Terdapat 9 unsur interpretasi yang dapat digunakan dalam melakukan klasifikasi penggunaan lahan dari citra satelit (Purwadhi dan Sanjoto, 2008). Unsur-unsur tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Rona merupakan tingkat gelap atau terangnya piksel suatu objek pada citra.

Bentuk merupakan pengenalan objek pada citra melalui bentuk. Ukuran merupakan ciri dari sebuah objek pada citra sebagai contoh lapangan

(8)

sepak bola akan terlihat berbentuk persegi panjang. Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona pada citra contohnyakasar, sedang, halus.

Susunan keruangan atau pola merupakan ciri yang menandai banyaknya objek buatan manusia dengan objek alami contoh rumah penduduk yang bentuk dan ukurannya sama pada umumnya merupakan perumahan.

Situs merupakan letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya.

Bayangan memiliki sifat menyembunyikan objek yang berada di daerah gelap. Asosiasi merupakan keterkaitan antara objek yang satu dengan objek lainnya.

3. Daerah Aliran Sungai (DAS)

DAS adalah wilayah daratan yang dibatasi oleh punggung–punggung pegunungan atau bukit, ketika hujan jatuh pada area tersebut maka akan mengalir melalui anak sungai menuju sungai utama sampai akhirnya keluar melalui satu titik (Indarto, 2018). DAS merupakan suatu kesatuan ekosistem yang kompleks yang terdiri dari faktor abiotik (fisik), biotik dan sosial.

Setiap faktor di dalamnya saling berinteraksi, peranan tiap-tiap komponen dan hubungan antar komponen sangat menentukan kualitas DAS.

DAS yang baik ditandai dengan aliran sungai yang cenderung stabil dari waktu ke waktu, bahkan perbedaan debit pada puncak musim hujan dan musim kemarau tidak terlalu besar. Sebaliknya, DAS yang sudah rusak akan terlihat perbedaan debit aliran sungai pada musim kemarau dan musim hujan sangat besar, bahkan kering saat musim kemarau dan banjir saat hujan. Selain banjir, kerusakan juga dapat dilihat dari kekeruhan air karena banyaknya sedimen terlarut akibat erosi tanah. DAS yang baik ditandai juga oleh banyaknya tutupan vegetasi di daerah hulu. Vegetasi inilah yang berperan utama meresapkan air hujan ke dalam tanah, menghambat aliran permukaan. DAS akan menjadi buruk apabila makin banyak alihfungsi lahan dari yang bervegetasi ke bangunan dan tanah terbuka. Pertanian semusim yang tidak mematuhi kaidah konservasi juga berperan besar dalam kerusakan DAS, karena meningkatkan erosi dan mengurangi penyerapan air ke dalam tanah.

(9)

Fungsi utama DAS adalah sebagai fungsi hidrologi, fungsi tersebut sangat dipengaruhi oleh jumlah curah hujan yang diterima, geologi dan lahan. Fungsi hidrologi yang dimaksud termasuk kapasitas DAS untuk mengalirkan air, melepaskan air secara bertahap, memelihara kualitas air.

Berdasarkan fungsinya, DAS dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

a. DAS bagian hulu.

DAS bagian hulu dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah dengan lanskap pegunungan dengan variasi topografi, mempunyai curah hujan yang tinggi dan sebagai daerah konservasi untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen sistem aliran airnya.

b. DAS bagian tengah.

DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.

c. DAS bagian hilir.

DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah. Bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan yang relatif landai dengan curah hujan yang lebih rendah.

(10)

DAS bagian hulu merupakan bagian penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS khususnya perlindungan fungsi tata air dengan tidak mengesampingkan bagian yang lain. DAS sebagai kesatuan sistem hidrologi mempunyai karaktersitik yang spesifik serta berkaitan dengan unsur utamanya seperti jenis tanah, topografi, kemiringan, panjang lereng dan penggunaan lahan. Karakteristik DAS dalam merespon curah hujan yang jatuh di wilayah DAS dapat memberikan pengaruh terhadap evapotranspirasi, infiltrasi, perkolasi, aliran permukaan, kandungan air tanah dan debit aliran sungai.

4. Curah Hujan Wilayah

Hujan adalah peristiwa jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi.

Hujan menjadi salah satu komponen masukan yang sangat penting dalam siklus hidrologi di suatu kawasan DAS. Jumlah hujan akan dialihragamkan menjadi aliran baik melalui aliran permukaan, maupun aliran air tanah (Harto, 1993). Peran hujan sangat menentukan proses yang akan terjadi dalam suatu kawasan dalam kerangka satu sistem hidrologi. Hujan terjadi melibatkan banyak parameter antara lain kelembaban udara, energi matahari, arah dan kecepatan angin, dan suhu udara.

Proses hujan dimulai dengan ketika sejumlah uap air di atmosfer bergerak ketempat yang lebih tinggi oleh adanya pemanasan (konvektif).

Uap air bergerak dari tempat dengan tekanan lebih tinggi ke tekanan lebih rendah. Uap air yang bergerak pada ketinggian tertentu akan mengalami penjenuhan dan apabila hal ini diikuti dengan terjadinya kondensasi maka uap air tersebut akan berubah menjadi butiran-butiran awan yang selanjutnya terjadi proses tumbukan dan penggabungan sehingga jatuh sebagai air hujan karena gaya gravitatasi (Handoko, 1993).

Untuk mendapatkan data curah hujan yang dapat mewakili suatu kawasan, maka diperlukan alat pengukur hujan yang dapat mewakili daerah tersebut dalam jumlah yang cukup. Dengan semakin banyaknya alat pengukur hujan yang dipasang diharapkan dapat diketahui besarnya variasi curah hujan di tempat tersebut dan juga besarnya hujan yang terjadi di daerah tersebut (Indarto, 2018; Winarno et al., 2010).

(11)

Hasil pengukuran data hujan dari masing-masing alat pengukuran hujan merupakan data hujan suatu titik. Hujan pada suatu wilayah dapat ditentukan dengan cara interpolasi dari beberapa tempat pengukuran hujan yang mewakili suatu wilayah (Indarto, 2018). Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan hujan wilayah yaitu sebagai berikut.

a. Metode Aritmatik

Cara ini merupakan cara yang paling sederhana yaitu dengan menjumlah pengukuran pada semua stasiun hujan kemudian dibagi jumlah stasiun dalam wilayah tersebut sesuai ilustrasi pada Gambar 3.

Cara ini disarankan digunakan untuk wilayah yang relatif mendatar dan memiliki sifat hujan yang relatif homogen. Hujan wilayah metode aritmatik dihitung dengan rumus berikut ini.

𝑃 = 1

𝑛 𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + 𝑃4 + ⋯ + 𝑃𝑛 ...(1) Dimana,

P = Hujan rata-rata (mm)

P1, P2, P3, P4, Pn = tebal hujan stasiun 1,2,3,4,n. (mm)

Gambar 3. Metode Aritmatik b. Poligon Thiessen

Teknik poligon Thiessen dilakukan dengan cara menghubungkan satu alat pengukur hujan dengan alat pengukur hujan lainnya menggunakan garis lurus imaginer seperti pada Gambar 4. Dalam teknik poligon thiessen ini asumsi yang dipakai adalah tebal hujan pada setiap

(12)

titik itu sama dengan tebal hujan di stasiun penakar terdekatnya dalam luasan imaginer (Winarno et al., 2010).

Teknik poligon termasuk metode yang baik untuk menentukan curah hujan suatu wilayah, namun demikian hasil yang baik akan ditentukan oleh sejauh mana penempatan alat pengukur hujan mampu mewakili daerah pengamatan. Poligon Thiessen merupakan teknik interpolasi yang sering digunakan untuk menghitung hujan wilayah (Indarto, 2018).

Rumus Poligon Thiessen adalah sebagai berikut.

𝑃 = 1𝐴1 + 𝑃2𝐴2 + 𝑃3𝐴3 + 𝑃4𝐴

𝐴1 + 𝐴2 + 𝐴3 + 𝐴4 ... (2) Dimana,

P = Hujan rata-rata (mm)

P1, P2, P3, P4 = Tebal hujan pada stasiun 1, 2, 3, 4 (mm)

A1, A2, A3, A4 = Luas wilayah yang diwakili oleh stasiun 1, 2, 3, 4

Gambar 4. Metode Poligon Thiessen

c. Teknik Isohyet

Isohyet adalah garis yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai tebal hujan yang sama ditunjukkan pada Gambar 5. Metode ini menggunakan garis-garis yang membagi wilayah DAS menjadi daerah yang diwakili oleh stasiun yang bersangkutan dimana luasnya dipakai sebagai faktor pemberat dalam perhitungan hujan rata-rata.

Ketepatan dalam memprakirakan besarnya curah hujan rata-rata untuk suatu daerah tergantung pada kerapatan jaringan stasiun pengukuran

(13)

hujan (Winarno et al., 2010). Rumus untuk metode Isohyet adalah sebagai berikut.

𝑃 = 𝑃1𝐴1 + 𝑃2𝐴2 + 𝑃3𝐴3 + 𝑃4𝐴4

𝐴1 + 𝐴2 + 𝐴3 + 𝐴4 ... (3) dengan,

P1 = PA + PB

2 , P2 = PB + PC

2 , P3 = PC + PD

2 , P4 = PD + PE

2

Gambar 5. Metode Isohyet

5. Aliran Permukaan

Aliran permukaan merupakan air yang mengalir diatas permukaan tanah dan menjadi faktor penting terjadinya erosi. Aliran permukaan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Aliran permukaan berlangsung ketika jumlah hujan melampaui laju infiltrasi air ke dalam tanah atau ketika tanah sudah dalam keadaan jenuh seperti disajikan pada Gambar 6. Setelah laju infiltrasi terpenuhi, air mulai mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah.

Setelah pengisian air pada cekungan tersebut penuh, air kemudian mengalir di atas permukaan tanah dengan bebas menuju sungai, danau dan laut (Triatmodjo, 2010).

(14)

Gambar 6. Aliran Permukaan

Intensitas hujan akan mempengaruhi kecepatan dan volume aliran permukaan. Ketika hujan dengan intensitas lebat maka, kapasitas infiltrasi akan terlampaui dengan cepat jika dibandingkan dengan hujan dengan intensitas ringan. Pada saat hujan lebat total volume aliran permukaan akan lebih besar jika dibandingkan dengan hujan ringan meskipun total hujan tersebut sama. Menurut Asdak (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi aliran permukaan adalah sebagai berikut.

a. Intensitas Hujan dan Durasi Hujan

Pada hujan dengan intensitas tinggi, kapasitas infiltrasi akan terlampaui dengan cepat. Sehingga total volume aliran permukaan akan lebih besar pada hujan intensitas tinggi dibandingkan dengan hujan intensitas rendah meskipun curah hujan total sama besarnya. Pada hujan dengan intensitas yang sama dan waktu yang lebih lama akan menghasilkan aliran permukaan yang lebih besar.

b. Distribusi Curah Hujan.

Laju aliran permukaan dan volume aliran permukaan terbesar terjadi ketika seluruh DAS tersebut ikut berperan, dengan kata lain hujan turun merata di seluruh wilayah DAS.

c. Luas DAS.

Semakin besar luas DAS, ada kecenderungan semakin besar jumlah curah hujan yang diterima.

d. Kemiringan Lereng DAS.

Semakin besar kemiringan lereng suatu DAS, maka akan semakin cepat laju aliran permukaan. Bentuk topografi seperti kemiringan

(15)

lereng, keadaan parit dan bentuk cekungan permukaan tanah lainnya akan mempengaruhi laju aliran permukaan.

e. Bentuk DAS.

Bentuk DAS yang memanjang dan sempit cenderung menurunkan laju aliran permukaan daripada DAS berbentuk melebar walaupun luas keseluruhannya sama.

f. Kerapatan Daerah Aliran (drainase).

Kerapatan aliran adalah jumlah dari semua aliran/sungai (km) dibagi dengan luas DAS (km²). Semakin tinggi kerapatan daerah aliran maka semakin besar kecepatan aliran untuk curah hujan yang sama.

g. Vegetasi dan Cara Bercocok Tanam.

Vegetasi dapat memperlambat laju aliran permukaan dan memperbesar jumlah air yang tertahan di atas permukaan tanah.

Salah satu metode untuk pendugaan puncak aliran permukaan yaitu metode rasional. Metode rasional merupakan metode yang praktis dan mudah diterapkan. Metode ini cocok untuk kondisi tropis di Indonesia (Soewarno, 2000). Metode rasional dalam pendugaan puncak aliran permukaan mempertimbangkan waktu konsentrasi yaitu waktu tempuh air hujan dari titik terjauh pada suatu wilayah untuk mencapai titik pengukuran atau outlet. Jika hujan sudah terjadi dengan intensitas tertentu dalam durasi minimal sama dengan waktu konsentrasi dan terjadi secara merata maka semua wilayah sudah berkontribusi terhadap aliran permukaan sehingga puncak aliran permukaan akan tercapai. Hal tersebut diasumsikan bahwa infiltrasi sudah terlampaui. Berikut ini adalah persamaan metode rasional (Thompson, 2006).

𝑄 = 0,287 𝐶 𝑥 𝐼 𝑥 𝐴 ... (4) Keterangan :

Q = Puncak aliran permukaan (debit puncak) (m3/s) C = Koefisien aliran permukaan (tidak berdimensi) I = Intensitas hujan (mm/jam)

A = Luas wilayah DAS (km2)

(16)

6. Erosi

Erosi tanah merupakan proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah bagian atas yang disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Arsyad, 2010). Erosi tanah terjadi melalui beberapa proses seperti disajikakan pada Gambar 7 yaitu penghancuran partikel tanah oleh air hujan dan proses pengangkutan oleh aliran permukaan (Banuwa, 2013). Erosi tanah berpengaruh negatif terhadap produktivitas lahan karena adanya erosi akan mengurangi ketersediaan nutrisi dan bahan organik (Naharuddin, 2020). Kehilangan bahan organik sangat berpengaruh terhadap tingkat kekritisan lahan (P. T. Sari et al., 2021).

Gambar 7. Proses Erosi

(Sumber: ecoursesonline.iasri.res.in)

Selama proses erosi tanah, sebagian besar air menghilang dalam bentuk aliran permukaan yang sangat cepat. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki curah hujan tahunan yang cukup tinggi. Tingginya curah hujan menjadi penyebab utama terjadinya erosi di Indonesia. Gaya mekanik air hujan yang jatuh ke permukaan bumi dapat memecah agregat tanah sehingga terlepas dan terbawa aliran permukaan air hujan.

Penyebab erosi dari berbagai penelitian antara lain degradasi lahan (Adimassu et al., 2014; Ganasri dan Ramesh, 2016), intensifikasi pertanian (Adimassu et al., 2014), budidaya pertanian pada lahan dengan lereng yang curam (Subhatu et al., 2017), dan tekanan jumlah populasi yang terus meningkat (Fenta et al., 2020; Haregeweyn et al., 2017). Tanah memiliki

(17)

tingkat erosi yang besar pada kemiringan lereng lebih dari 40%. Pengolahan tanah untuk pertanian tanpa disertai dengan terasering pada kemiringan lereng lebih dari 40% akan memperbesar terjadinya erosi.

Proses terjadinya erosi ditentukan oleh faktor-faktor hidrologi terutama intensitas hujan, topografi, karakteristik tanah, vegetasi penutup lahan, dan tata guna lahan. Sejarah erosi berhubungan dengan terjadinya alam dan keberadaan manusia dimuka bumi ini. Erosi alam terjadi melalui pembentukan tanah untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alamiah. Erosi karena kegiatan manusia disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan konstruksi yang bersifat merusak keadaan fisik tanah. Perubahan penggunaan lahan menyebabkan laju erosi meningkat diberbagai belahan bumi dan mengakibatkan degradasi lahan dan lingkungan (Farhan dan Nawaiseh, 2015; Martínez-Casasnovas et al., 2009; Tesfahunegn, 2014;

Valentin et al., 2008).

Di daerah berikilim tropika basah, faktor air merupakan penyebab utama terjadinya erosi tanah, sedangkan faktor angin dan salju tidak terlalu signifikan. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi menurut Arsyad (2010) meliputi:

a. Iklim.

Pengaruh iklim terhadap erosi bersifat langsung melalui tenaga mekanik air hujan, terutama intensitas dan diameter butiran air hujan.

Pada hujan dengan intensitas tinggi dan berlangsung dalam waktu pendek, erosi yang terjadi akan lebih besar daripada hujan dengan intensitas lebih kecil dengan waktu hujan lebih lama. Besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kekuatan aliran permukaan serta tingkat kerusakan erosi yang ditimbulkan.

b. Sifat-sifat tanah

Sifat-sifat tanah yang menentukan dalam erodibilitas tanah adalah sebagai berikut.

(18)

1) Tekstur tanah, biasanya berkaitan dengan ukuran dan porsi partikel- partikel tanah dan akan membentuk tipe tanah tertentu.

2) Unsur organik, terdiri atas sisa tanaman dan hewan sebagai hasil proses dekomposisi. Unsur organik cenderung memperbaiki struktur tanah dan bersifat meningkatkan permeabilitas tanah, kapasitas tampung air tanah, dan kesuburan tanah.

3) Struktur tanah, adalah susunan partikel-partikel tanah yang membentuk agregat. Struktur tanah mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyerap air tanah. Struktur tanah granular dan lepas mempunyai kemampuan besar dalam meloloskan air larian sehingga menurunkan laju air larian dan memacu pertumbuhan tanaman.

4) Permeabilitas tanah, menunjukkan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Tanah dengan permeabilitas tinggi menaikkan laju infiltrasi sehingga menurunkan laju air larian.

c. Topografi

Kemiringan dan panjang lereng merupakan dua variabel topografi yang paling berpengaruh dalam analisis erosi dan aliran permukaan.

Kedua faktor tersebut penting untuk terjadinya erosi karena faktor tersebut menentukan besarnya kecepatan dan volume air. Kecepatan air ditentukan oleh kemiringan lereng dan panjang kelerengan yang terkonsentrasi pada saluran-saluran sempit yang mempunyai potensi besar untuk terjadinya erosi alur maupun erosi parit.

d. Vegetasi penutup lahan.

Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah sebagai berikut.

1) Melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan 2) Menurunkan kecepatan dan volume aliran permukaan

3) Menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui sistem perakaran dan seresah yang dihasilkan

4) Mempertahankan kapasitas inftiltrasi tanah dalam menyerap air

(19)

Banyak penelitian yang sudah dilakukan di seluruh dunia tentang erosi, kebanyakan mengunakan metode Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith pada tahun 1978 (Belasri dan Lakhouili, 2016). USLE memiliki keuntungan antara lain mudah digunakan dengan data yang minimum, komprehensif karena mempertimbangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap erosi, dan mempunyai kemampuan untuk mengikuti perubahan penggunaan lahan dan praktek konservasi pada suatu wilayah (Arsyad, 2010). Berikut ini adalah persamaan USLE yang sering digunakan untuk mengestimasi laju erosi (A).

𝐴 = 𝑅 𝑥 𝐾 𝑥 𝐿𝑆 𝑥 𝐶𝑃 ... (5) Keterangan :

A = Banyaknya tanah yang hilang (ton/ha/tahun) R = Faktor erosivitas curah hujan (MJ.mm/th)

K = Faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk suatu tanah yang diperoleh dari petak percobaan standar dengan panjang 22,1 m dengan kemiringan lereng 9% tanpa tanaman (ton/MJ.mm)

LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng

C = Faktor tanaman penutup lahan dan manajemen tanaman P = Faktor tindakan konservasi

7. Konservasi Tanah

Secara prinsip konservasi tanah adalah menjaga tanah agar tidak mudah terdispersi oleh air hujan dan mengatur aliran permukaan agar tidak terjadi pengangkutan tanah sehingga tanah tidak rusak. Berdasarkan hal tersebut maka cara yang bisa ditempuh yaitu menutup tanah dengan tanaman atau sisa-sisa tanaman, menjaga tanah agar tahan terhadap daya hancur air hujan dan meningkatkan infiltrasi serta mengatur aliran permukaan agar mengalir dengan kecepatan yang tidak merusak (Arsyad, 2010). Konservasi tanah akan beriringan dengan konservasi air.

Selain upaya konservasi, rehabilitasi diperlukan pada lahan dengan kondisi kritis. Konservasi adalah upaya melindungi, melestarikan agar lahan tidak rusak. Rehabilitasi adalah upaya perbaikan untuk mengembalikan

(20)

lahan sesuai dengan fungsi semula baik dari unsur produksi, pengatur tata air maupun perlindungan alam dan lingkungan.

Metode konservasi digolongkan menjadi 3 golongan yakni metode vegetatif, mekanik, dan kimia. Metode vegetatif menggunakan tanaman atau sisa tanaman untuk menutupi tanah agar terlindungi dari daya rusak air hujan, mengurangi kecepatan aliran permukaan dan akhirnya dapat mengurangi erosi yang terjadi. Fungsi dari metode vegetatif antara lain melindungi tanah dari daya rusak air hujan, melindungi tanah dari daya rusak aliran permukaan dan meingkatkan infiltrasi. Metode vegetatif dalam konservasi tanah dan air meliputi penanaman dalam strip, mulsa, strip penyangga, tanaman penutup tanah, pergiliran tanaman, dan agroforestri.

Metode mekanik adalah perlakuan fisik mekanik yang diberikan terhadap tanah dengan tujuan mengurangi aliran permukaan dan erosi.

Fungsi dari metode mekanik antara lain memperlambat kecepatan aliran permukaan, menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak, memperbesar infiltrasi air kedalam tanah, dan penyediaan air bagi tanaman. Metode mekanik dalam konservasi tanah dan air meliputi pengolahan tanah, pengolahan tanah menurut kontur, guludan dan guludan bersaluran menurut kontur, parit pengelak, teras, dam penghambat, waduk, kolam, rorak, tanggul, perbaikan drainase dan sistim irigasi.

Metode kimia dalam konservasi tanah dan air adalah penggunaan bahan kimia berupa senyawa sintetis maupun bahan alami yang telah diolah dalam jumlah yang sedikit untuk meningkatkan stabilitas tanah sehingga dapat mencegah erosi(Arsyad, 2010).

Kegiatan rehabilitasi dapat dilakukan di dalam dan di luar kawasan hutan. Kegiatan rehabilitasi di dalam kawasan hutan dilakukan di semua hutan dan kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional.

Rehabilitasi hutan dapat diselenggarakan melalui kegiatan reboisasi, pemeliharaan tanaman, pengayaan tanaman atau penerapan teknik konservasi tanah. Kegiatan Rehabilitasi di luar kawasan hutan dilakukan di semua lahan kritis. Rehabilitasi lahan dapat diselenggarakan melalui

(21)

kegiatan penghijauan, pemeliharaan tanaman, pengayaan tanaman atau penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis pada lahan kritis dan tidak produktif.

8. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat merupakan keterlibatan atau peran serta masyarakat dalam suatu kegiatan/program. Keterlibatan dapat berupa secara emosi dan fisik dengan menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk mencapai tujuan. Partisipasi masyarakat merupakan salah satu penentu bagi keberhasilan pelaksanaan suatu program. Pentingnya partisipasi masyarakat menurut Supriatna dalam (Umboh et al., 2020) antara lain sebagai berikut.

a. Partisipasi masyarakat bisa menjadi suatu alat ukur untuk mendapatkan informasi kondisi lingkungan, dan masyarakat setempat sehingga program dapat terlaksan dengan baik.

b. Masyarakat akan lebih peduli dengan proyek atau program jika dilibatkan karena akan lebih mengetahui manfaat dari program yang dikerjakan.

c. Merupakan hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam program diwilayahnya.

Partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai macam bentuk.

Menurut Astuti dalam (Uceng et al., 2019) bentuk partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut.

a. Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi dengan memberikan dana untuk memperlancar kegiatan dalam mencapai tujuan.

b. Partisipasi harta benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa alat kerja atau perkakas.

c. Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan kegiatan yang dapat menunjang keberhasilan suatu program.

d. Partisipasi buah pikiran merupakan partisipasi berupa sumbangan ide atau pendapat yang konstruktif, baik dalam menyusun program maupun dalam pelaksanaan program.

(22)

e. Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat dilibatkan dalam setiap diskusi/forum dalam rangka untuk mengambil keputusan yang terkait dengan kepentingan bersama atau ada yang mewakili masyarakat secara representatif.

9. Asas Ilmu Lingkungan

Hubungan antar komponen lingkungan mempunyai keteraturan atau menganut asas tertentu. Asas lingkungan bermanfaat sebagai landasan dalam pengelolaan lingkungan. Penyimpangan asas dapat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Asas adalah dasar tapi bukan suatu yang absolut atau mutlak, artinya penerapan asas harus mempertimbangkan keadaan khusus dan keadaan yang berubah-ubah.

Gambar 8. 14 Asas Lingkungan

Dari keempat belas asas lingkungan Gambar 8 (Watt, 1973), penelitian ini masuk kedalam asas 4 dan 7.

a. Asas 4: Pemanfaatan lahan secara terus menerus dan cenderung memanfaatkan melebihi batas kemampuan lahan akan menyebabkan kualitas lingkungan dan daya dukung lingkungan menurun.

(23)

Pemanfaatan lahan melebihi batas optimum tidak akan memberikan keuntungan yang lebih banyak dan justru akan mendatangkan kerugian.

Hal tersebut sesuai dengan Asas 4 bahwa dalam suatu lingkungan terdapat tingkat optimum untuk pengadaan sumber alam, karena pada dasarnya sumber alam itu terbatas.

b. Asas 7: Kemantapan keanekaragaman suatu komunitas lebih tinggi di alam yang “mudah diramal”. Asas ini menyangkut keteraturan yang pasti dalam suatu lingkungan dalam periode yang relatif lama.

Gangguan dalam bentuk perubahan penggunaan lahan pada wilayah DAS akan menggangu respon hidrologi DAS. Respon hidrologi DAS dapat berupa debit aliran permukaan dan erosi.

B. Kerangka Berpikir

DAS merupakan kawasan yang sangat sensitif dengan perubahan penggunaan lahan. Respon DAS terhadap setiap perubahan penggunaan lahan yang terjadi akan mempengaruhi daerah dibawahnya. Jumlah penduduk yang semakin tinggi dan desakan pembangunan menyebabkan penggunaan lahan di wilayah DAS sangat dinamis karena ketika ada manusia, maka disitu cenderung terjadi perubahan penggunaan lahan. Kebutuhan manusia akan lahan meliputi tempat tinggal, tempat kegiatan usaha, industri dan untuk pembangunan infrastrukutur. Guna memenuhi kebutuhan tersebut maka terjadi perubahan penggunaan lahan dalam bentuk deforestasi, degradasi dan konversi lahan.

Aktivitas perubahan penggunaan lahan di sub DAS Keduang diduga memberikan dampak terhadap aspek hidrologi yakni meningkatnya aliran permukaan dan erosi sehingga DAS menjadi kritis. Hal tersebut diperparah ketika sebagian besar lahan dimanfaatkan melebihi batas kemampuan lahan dan belum menerapkan prinsip konservasi dengan baik sehingga aliran permukaan dan erosi semakin besar. Bahkan, diperkirakan banyak penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya menurut rencana pola ruang pada RTRW sebagai landasan hukum yang berlaku.

Tindakan konservasi sangat perlu dilakukan untuk melindungi sub DAS Keduang agar kondisinya menjadi lebih baik. Untuk menekan atau

(24)

meminimalisir dampak perubahan penggunaan lahan dan memperbaiki kondisi sub DAS Keduang, maka diperlukan arahan konservasi di sub DAS Keduang.

Dari uraian diatas, maka kerangka berpikir pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Tekanan jumlah penduduk dan desakan pembangunan di sub DAS

Keduang

Perubahan penggunaan lahan dalam bentuk deforestasi, degradasi dan konversi lahan (metode maximum likelihood

classification dan overlay)

Dampak aspek hidrologi DAS

Aliran permukaan (metode rasional)

Erosi (metode USLE)

Tingkat partisipasi masyarakat terhadap konservasi (observasi,

kuesioner dan wawancara)

Arahan konservasi lahan di sub DAS Keduang

Kesesuaian penggunaan lahan dengan pola ruang (RTRW) (metode

overlay)

Gambar 9. Kerangka Berpikir

C. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Terjadi perubahan penggunaan lahan di sub DAS Keduang tahun 2009- 2020.

2. Perubahan penggunaan lahan berdampak meningkatkan aliran permukaan dan erosi.

3. Tingkat partisipasi masyarakat terhadap konservasi di sub DAS Keduang dalam kategori rendah.

4. Konservasi di sub DAS Keduang diarahkan secara vegatatif dan mekanik.

Gambar

Gambar 1. Proses Penginderaan Jauh
Gambar 2. 9 Unsur Interpretasi Citra
Gambar 3. Metode Aritmatik  b.  Poligon Thiessen
Gambar 4. Metode Poligon Thiessen
+6

Referensi

Dokumen terkait

tajam) berpengaruh terhadap friksi yang terjadi dalam tanah, pelapisan tanah, pengaruh gempa, geomorfologi (kemiringan daerah), iklim, terutama hujan dengan

1. Intensitas tenaga kerja yang tidak mempengaruhi produksi, justru mengurangi hasil bersih. Peningkatan intensitas penggunaan tenaga kerja yang sejajar dengan peningkatan

Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung yaitu melalui vegetasi atau media lainnnya akan membentuk siklus aliran air mulai

Khusus pada atap kedalam beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik akibat genangan maupun akibat tekan jatuh (energi kinetik) butiran air.

Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung yaitu melalui vegetasi atau media lainnnya akan membentuk siklus aliran air mulai dari tempat yang

Untuk keperluan irigasi, terutama bagi tanaman, air yang tersedia dari suatu sumber, tidak selamanya langsung dapat dimanfaatkan. Seperti halnya bila air tersebut

2.6.1 Perencanaan Pipa Air Hujan Pipa air hujan memiliki persyaratan dalam penempatanya, air hujan tidak diperbolehkan di tempatkan dalam tempat tertentu seperti ruang tangga, di

Rumus menghitung intensitas curah hujan I menggunakan hasil analisa distribusi frekuensi yang sudah dirata – rata, untuk menghitung intensitas hujan digunakan rumus mononobe sebagai