• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo

Kabupaten Gorontalo terletak antara 0030’ – 0054 Lintang Utara dan 122007’ – 123044’ Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi menjadi 18 kecamatan, terdiri dari 205 desa. Dari segi kondisi wilayah, sebagian besar wilayah Kabupaten Gorontalo berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 – 2000 M di atas permukaan laut. Sementara keadaan topografi didominasi oleh kemiringan 15 – 40º (45 – 46%) dengan jenis tanah yang sering mengalami erosi. Kondisi dan struktur utama geologi adalah patahan yang berpotensi menimbulkan gerakan tektonik, menyebabkan rawan bencana alam seperti gempa bumi, gerakan tanah, erosi, abrasi, gelombang pasang, pendangkalan dan banjir.

Di Indonesia hanya dikenal 2 musim, yaitu pada bulan Juni sampai dengan September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengundang uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember sampai dengan Maret arus angin banyak berasal dari Asia dan Samudera Pasifik terjadi musim hujan. Keadaan seperti itu berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April-Mei dan Oktober-November.

Iklim di wilayah Kabupaten Gorontalo termasuk dalam tipe E (menurut Oldeman) dengan curah hujan rata‐rata 1500 mm/tahun dan temperatur udara rata‐ rata 31,8 ºC . Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan geografi dan perputaran/pertemuan arus udara. Oleh stasiun pengamat. Rata-rata curah hujan tertinggi di tahun 2010 berkisar 378 mm dan jumlah hari hujan 204. Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Pada tahun 2010 suhu udara rata-rata berkisar antara 24,40 C sampai 280 C (BPS Kabupaten Gorontalo, 2011).

(2)

2.2. Iklim Ekstrim

Iklim berperan penting dalam aktifitas pertanian baik melalui perencanaan jangka panjang, jangka pendek maupun pada kegiatan sehari-hari. Dengan kondisi iklim yang sesuai maka akan dapat mendukung keberhasilan pertanian secara umum, baik itu kualitas maupun kuantitas. Namun pada saat ini timbul masalah penting yang berkaitan dengan hal tersebut yaitu dengan terjadinya penyimpangan iklim atau iklim ekstrim. Hal tersebut merupakan resiko pertanian yang sangat perlu diperhatikan dan dianalisis. Iklim ekstrim atau penyimpangan iklim dari keadaan normal dapat menyebabkan bencana alam kekeringan dan banjir. Bencana alam, kekeringan dan banjir diberbagai wilayah Indonesia dipengaruhi oleh faktor fisiografi, dipengaruhi pula oleh faktor iklim terutama distribusi atau sifat curah hujan keadaan ini dapat dikaitkan dengan gejala alam El-Nino dan

La-Nina (Zubaida, 2004).

Tabel 1. Areal pertanaman padi (ha) yang mengalami kekeringan dan kebanjiran di Indonesia pada tahun El-Nino dan La-Nina.

Tahun Luas kekeringan (ha) Luas banjir (ha) Keterangan

Terkena Puso Terkena Puso

1988 87.373 15.115 130.375 28.934 La-Nina 1989 36.143 2.116 96.540 13.174 Normal 1990 54.125 9.521 66.901 9.642 Normal 1991 867.997 192.347 38.006 5.707 El-Nino 1992 42.409 7.267 50.360 9.615 Normal 1993 66.992 20.415 78.480 26.844 Normal 1994 544.422 161.144 132.973 32.881 El-Nino 1995 28.580 4.614 218.144 46.957 La-Nina 1996 59.560 12.482 107.385 38.167 Normal 1997 504.021 88.467 58.974 13.787 El-Nino 1998 180.701 32.557 143.344 33.152 La-Nina 1999 104.539 12.631 190.466 42.275 La-Nina 2000 243.594 58.816 243.594 58.816 La-Nina 2001 151.390 12.434 193.414 32.765 Normal 2002 348.512 41.690 219.580 63.459 El-Nino 2003 568.259 117.006 263.086 66.834 El-Nino 2004 166.144 9.310 311.246 84.588 El-Nino 2005 --***) --***) 181.101 68.939 Normal Sumber : Pramudia (2008).

Salah satu peyebab penyimpangan iklim adalah fenomena ENSO (El Nino and Southern Oscilition). Peristiwa El-Nino akan berasosiasi dengan kejadian kemarau panjang atau kekeringan. Peristiwa La-Nina akan beriasosiasi dengan kejadian banjir atau hujan besar. Penyimpangan iklim yang terjadi akan membawa dampak yang tidak diinginkan (Rajiman, 2005).

(3)

El-Nino merupakan proses interaksi fisika laut dan atmosfer yang dikenal dengan istilah ENSO. El-Nino adalah fenomena laut sedangkan Southern Oscillation merupakan fenomena atmosfer. Fenomena El-Nino tersebut menjadi salah satu penyebab kekeringan di Indonesia, yang mempengaruhi curah hujan dan debit air sungai (Hutagalung, 2003). Curah hujan di Indonesia secara umum dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah fenomena ENSO (El-Nino Southern Oscillation) di Samudera Pasifik yang berkaitan erat dengan kejadian iklim ekstrim. Selain itu interkasi lautan-atmosfer di Samudera Atlantik yang dikenal dengan Indian Ocean Dipole (IOD) juga berpengaruh terhadap kejadian kekeringan di Indonesia. Berbagai studi menggambarkan terjadinya fenomena ENSO berdampak besar terhadap kondisi iklim dunia. Wilayah Indonesia dan Asia umumnya mengalami musim kering yang lebih panjang dari normal pada saat terjadinya El-Nino dan sebagian kecil wilayah seperti Madras-India, suhu di musim hujan menjadi agak panas dari normal, sementara. Besarnya penurunan dan peningkatan hujan akibat ENSO cukup beragam antar wilayah (Rahayu, 2007).

Dampak anomali iklim El-Nino terhadap pertumbuhan dan produktvitas tanaman disebabkan oleh adanya cekaman kekeringan dalam proses fisiologi tanaman, berupa peningkatan tekanan turgor pada jaringan tanaman secara ekstrim akibat ketidak seimbangan antara evapontranspirasi dan absorbsi air oleh akar (Last, 2008). Anomali iklim El-Nino umumnya terjadi pada musim kemarau dan menimbulkan dampak penurunan curah hujan, musim kemarau akan lebih panjang dan penurunan ketersediaan air irigasi. Konsekuensi dari fenomena tersebut adalah produksi pangan cenderung turun pada saat El-Nino terjadi pada tataran nasional, peluang produksi pangan (padi dan palawija) yang hilang akibat

El-Nino rata-rata sebesar 3,06 persen atau sekitar 1,79 juta ton untuk setiap kejadian El-Nino (Irawan, 2006).

La-Nina adalah penampakan suhu permukaan laut yang lebih rendah dari normalnya di wilayah ekuator bagian timur dan tengah yang memberi dampak musim hujan deras terus menerus di Indonesia. Anomali iklim La-Nina umumnya terjadi pada musim hujan dan menimbulkan peningkatan curah hujan. Meskipun kejadian La-Nina dapat menimbulkan banjir dan merangsang peningkatan

(4)

serangan hama penyakit di daerah yang sensitif, tetapi pada tataran nasional anomali iklim tersebut cenderung merangsang peningkatan produksi pangan (padi dan palawija) sebesar 1,084 persen untuk setiap kejadian La-Nina. La-Nina

menimbulkan dampak peningkatan produksi yang relatif kecil 0,61% (Irawan, 2006).

Menurut (Las et al., 2011) La-Nina merupakan kejadian iklim di mana terjadi peningkatan jumlah dan intensitas curah hujan hingga memasuki musim kemarau akibat penurunan suhu permukaan laut di wilyah Samudra Pasifik Selatan yang memperkaya masa uap air di Indonesia. Kemudian Las (2008) mengemukakan bahwa La Nina bagi tanaman terutama disebabkan oleh kelebihan air (terendam) karena tingginya curah hujan dalam jangka waktu tertentu sehingga berpengaruh pula terhadap proses fisiologi tanaman.

2.3 Dampak Iklim Ekstrim terhadap Tanaman Padi

Pertanian adalah sektor yang paling menderita dan terancam akibat perubahan iklim, terutama tanaman padi. Sistem produksi padi sangat rentan dan akan mengalami dampak paling serius akibat perubahan iklim. Perubahan klim menyebabkan penurunan produktivitas dan produksi padi akibat peningkatan suhu udara, banjir, kekeringan serta penurunan kualitas gabah. Sistem produksi tanaman padi sangat rentan terhadap perubahan iklim, seperti pola tanam, produktivitas, kualitas gabah, dan rendemen beras. Oleh karena itu, adaptasi tanaman padi merupakan prioritas utama dalam pengaman produksi beras (Las et al,. 2011).

Menurut (Las 2008) bahwa Anomali iklim yang paling menonjol dan sering berdampak terhadap produksi tanaman padi adalah El Nino dan La Nina. Penurunan produksi padi dan kegagalan panen akibat El Nino beragam menurut wilayah, jenis tanaman, sifat, dan waktu kejadian. Pada fenomena kejadian El Nino dapat mengakibatkan perlambatan laju pertumbuhan produksi padi serta dapat berlanjut pada musim berikutnya.

(5)

2.4 Syarat Tumbuh Tanaman Padi

Tanaman padi dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis pada 450 LU dan 450 LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata–rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Produksi akan meningkat jika irigasi selalu tersedia pada musim kemarau. Pada musim hujan, walaupun air melimpah produksi dapat menurun karena penyerbukan kurang intensif. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0 – 650 m dpl dengan temperatur 22 – 27 0C sedangkan di dataran tinggi 650-1500 mdpl dengan temperatur 19 – 23 0C. Tanaman padi memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Angin juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman padi yaitu dalam penyerbukan dan pembuahan tetapi jika terlalu kencang akan merobohkan Tanaman. Temperatur sangat mempengaruhi pengisian biji padi. Temperatur yang rendah dan kelembaban yang tinggi pada waktu pembungaan akan mengganggu proses pembuahan yang mengakibatkan gabah

Gambar

Tabel 1. Areal pertanaman padi  (ha)  yang mengalami kekeringan dan kebanjiran  di Indonesia pada tahun El-Nino dan La-Nina

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini metode yang digunakan ialah metode penelitian kualitatif dengan pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.hasil dari

Perusahaan jas hujan, PT Trijaya Plastik Utama, dipilih sebagai objek penelitian karena perusahaan ini memproduksi jenis produk yang beragam yaitu 14 produk dengan bahan baku

Ketersediaan karakteristik sistem informasi akuntansi manajemen di perusahaan akan sangat membantu tugas yang dihadapi manajer, oleh karena itu di suatu organisasi

Penelitian yang menguji pengaruh peluang pertumbuhan terhadap tindakan manajemen laba yang dilakukan manajer dimulai oleh Gul, dkk (2000) yang menjelaskan bahwa

Sesuai dengan tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas asimetri informasi (AdjSpread) terhadap variabel terikat manajemen laba (discretionary accruals)

Permasalahan mitra dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah minimnya pemahaman anggota Federasi Serikat Pekerja KAHUTINDO Kota Pekanbaru mengenai

Bab IV berisi penjelasan analisis tentang perbedaan bentuk, tekstur, warna, posisi, gaya, dan ekspresi ornamen Liong pada atap Kelenteng Tay Kak Sie Semarang dengan

Meskipun FedEx telah menetapkan standar biaya dan kinerja perusahaan, tetapi FedEx harus melakukan penyesuaian budaya agar layanan yang diberikan menjadi pilihan tepat