• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perubahan Iklim pada Musim Tanam dan Produktivitas Jagung (Zea mays L.) di Kabupaten Malang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Perubahan Iklim pada Musim Tanam dan Produktivitas Jagung (Zea mays L.) di Kabupaten Malang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Perubahan Iklim pada Musim Tanam dan Produktivitas Jagung

(

Zea mays L

.) di Kabupaten Malang

(Effect of Climate Change on Planting Season and Productivity of Maize

(

Zea mays L

.) in Malang Regency)

Ninuk Herlina1*, Amelia Prasetyorini2

(Diterima Januari 2019/Disetujui November 2019)

ABSTRAK

Jagung (Zea maysL.) adalah salah satu komoditas pertanian yang digunakan sebagai bahan pangan dan memiliki manfaat yang cukup banyak. Data produksi Indonesia tertinggi ditemukan di Jawa Timur. Kabupaten Malang adalah salah satu daerah penghasil jagung tertinggi di Jawa Timur, tetapi produksi dan produktivitas jagung di Kabupaten Malang telah berfluktuasi. Salah satu penyebab produksi jagung tidak stabil di Indonesia disebabkan oleh perubahan iklim akibat pemanasan global. Perubahan iklim yang memengaruhi lamanya musim hujan dan kemarau disebabkan oleh perubahan pola curah hujan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi apakahterjadi perubahan iklim pada tahun 1998-2017 di Kabupaten Malang dan mengetahui dampak perubahan iklim terhadap musim tanam dan produktivitas jagung diKabupaten Malang.Penelitian dilakukan pada FebruariMei 2018 di Kecamatan Donomulyo, Dau, dan Kasembon, Kabupaten Malang. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei menggunakan data primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim di Kabupaten Malang Utara telah mengalami perubahan, yang ditandai dengan peningkatan curah hujan dan suhu bulanan dan perubahan jenis iklim, sedangkan di Selatan terjadi penurunan curah hujan bulanan, hari hujan bulanan, dan suhu. Curah hujan dan hari hujan tidak memengaruhi produktivitas jagung, sedangkan suhu memiliki korelasi dan memiliki pengaruh signifikan pada produktivitas jagung. Suhu berpengaruh positif pada produktivitas jagung dan diperoleh model estimasi pengaruh suhu pada produktivitas, yaitu Y=-38552+1836 X. Dampak perubahan iklim adalah terjadinya pergeseran pada awal musim hujan dan musim kemarau. yang menyebabkan perubahan musim tanam jagung.

Kata kunci: musim tanam, perubahan iklim, produktivitas jagung

ABSTRACT

Maize (Zea maysL.) is one of the agricultural commodities used as food and has quite a lot of benefits. The highest Indonesian production data is found in East Java. Malang Regency is one of the highest maize-producing areas in East Java. However, the production and productivity of maize in Malang Regency has fluctuated. One of the causes of unstable maize production in Indonesia is climate change due to global warming. Climate change that affect the length of the rainy and dry season is change in rainfall patterns. The purpose of this research is evaluating whether climate change occurred in 19982017 in Malang Regency and to know the impact of climate change on the growing season and corn productivity in Malang Regency. The study was conducted from February to May 2018 in Donomulyo, Dau, and Kasembon sub-district, Malang Regency. The research was carried out by survey method using primary and secondary data. The results showed that the climate in the North Malang Regency had undergone a change, which was marked by the increase in rainfall and monthly temperature and changes in climate type, while in the South it was marked by the decrease in monthly rainfall, monthly rainy days, and temperatures. The elements of rainfall and rainy days do not affect maize productivity, while the temperature has a corelation and has a significant effect on the maize productivity. Temperature has a positive effect on maize productivity and a model of estimating the effect of temperature on productivity was obtained, namely Y = -38552+1836 X. The impact of climate change is the occurrence of a shift in the beginning of the rainy and the dry seasons which cause changes in the maize planting season. Keywords: climate change, planting season, productivity of maize

PENDAHULUAN

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu

komoditas pertanian yang digunakan sebagai bahan

pangan dan strategis untuk ditanam di berbagai daerah. Sebagai salah satu sumber bahan pangan, jagung telah menjadi komoditas utama setelah beras

(Purwono & Hartono 2011). Jagung mengandung

komponen pangan fungsional, antara lain serat pangan yang dibutuhkan tubuh, asam lemak esensial, isoflavon, mineral Fe, komposisi asam amino esensial, dan lainnya (Suarni 2009). Selain itu, jagung mempunyai manfaat yang cukup banyak, antara lain sebagai bahan pangan, bahan pakan ternak, dan

1 Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Jl. Veteran Malang, 65145

2 Alumni Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Jl. Veteran Malang, 65145

(2)

bahan baku industri olahan. Kebutuhan jagung di Indonesia cukup tinggi seiring dengan pertambahan penduduk dan perkem-bangan kebutuhan jagung untuk memenuhi industri pakan.

Produktivitas nasional komoditas jagung di

Indonesia mengalami kenaikan secara terus menerus setiap tahunnya. Pada tahun 2012, produktivitas

jagung mencapai 4,5 ton/ha-1 kemudian mengalami

kenaikan berturut-turut pada tahun 20132016, yaitu sebesar 4,84; 4,95; 5,18; dan 5,31 ton/ha-1. Data

produksi nasional yang tertinggi terdapat di Jawa Timur dan Kabupaten Malang merupakan salah satu daerah penghasil jagung tertinggi di Jawa Timur. Akan tetapi, produksi dan produktivitas tanaman jagung di Ka-bupaten Malang setiap tahunnya mengalami fluktuasi. Produktivitas jagung di Kabupaten Malang pada tahun

2012 adalah sebesar 5,5 ton/ha-1 kemudian pada tahun

2013 mengalami penurunan menjadi 5,4 ton/ha-1 dan

pada tahun 2014 meningkat menjadi 5,8 ton/ha-1

(Kementan 2017). Salah satu penyebab ketidak-stabilan produktivitas jagung di Indonesia diduga adalah perubahan iklim akibat pemanasan global.

Pemanasan global (global warming) adalah

pe-ningkatan suhu di permukaan bumi sebagai akibat dari kegiatan antropogenik dan berdampak pada

peru-bahan iklim (climate change) secara global pula.

Feno-mena tersebut sering disebut sebagai efek rumah kaca (green house effect). Di sejumlah wilayah di Indonesia, gejala perubahan iklim semakin dirasakan, terutama musim kemarau dan penghujan (Adib 2014).

Perubahan iklim yang terjadi dapat berpengaruh pada produktivitas tanaman jagung. Salah satu upaya adaptasi yang paling jitu dalam menghadapi dampak perubahan iklim, seperti kondisi iklim yang tidak menentu dan pergeseran musim, adalah melakukan penetapan pola tanam dan kalender tanam dengan

mempertimbangkan kondisi iklim (Runtunuwu et al.

2013). Selain itu, dampak yang diakibatkan oleh perubahan iklim adalah kenaikan dan penurunan suhu, ketidakstabilan hujan yang turun, dan kejadian pasang surut air laut yang tidak menentu. Perubahan tersebut berpengaruh pada kualitas dan kuantitas hasil komo-ditas jagung yang ditanam oleh petani. Perubahan iklim diduga juga terjadi di Kabupaten Malang, seperti di daerah-daerah lainnya di Jawa Timur, misalnya

Kabu-paten Gresik. Menurut Cahyaningtyas et al. (2018), di

Kabupaten Gresik telah terjadi perubahan iklim berupa pergeseran awal musim hujan (AMH) dan awal musim kemarau (AMK), akan tetapi perubahan iklim tersebut tidak memengaruhi produktivitas padi.

Perubahan iklim menyebabkan pergeseran AMH dan AMK yang dapat memengaruhi produktivitas tanaman jagung di Kabupaten Malang. Menurut Herlina & Pahlevi (2017), dampak yang terjadi akibat perubahan iklim salah satunya adalah pergeseran AMH dan AMK yang dapat dilihat dari sebaran curah hujan. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dila-kukan evaluasi tentang perubahan iklim dan pengaruh-nya pada produktivitas jagung di Kabupaten Malang. Evaluasi yang dilakukan berupa analisis hubungan

variabel bebas (independen) berupa unsur-unsur iklim, yaitu curah hujan, hari hujan, dan suhu udara pada

periode tahun 19982017 dengan variable terikat

(dependen) berupa produktivitas jagung pada periode

tahun 19982017.

Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang sangat besar peranannya dalam mendukung keter-sediaan air, terutama pada lahan tadah hujan dan lahan kering (Mardawilis & Ritonga 2016). Curah hujan yang melebihi batas akan mengakibatkan peningkatan volume air pada permukaan tanah sehingga dapat memengaruhi pertumbuhan tanaman. Curah hujan yang berlebihan akan mempengaruhi produktivitas tanaman yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman terganggu.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat ditentukan oleh unsur-unsur iklim, seperti suhu udara. Suhu udara memengaruhi aktivitas kehidupan tana-man, antara lain pada proses fotosintesis, respirasi, transpirasi, pertumbuhan, penyerbukan, pembuahan, dan keguguran buah. Besar kecilnya pengaruh ini terkait dengan faktor yang lain, seperti kelembapan, ketersediaan air, dan jenis tanaman (Hariadi 2007). Suhu udara untuk tanaman tropis berkisar antara

1540°C dan suhu udara yang dibutuhkan tanaman

jagung untuk berkembang dengan baik berkisar antara

2128°C. Kisaran suhu udara ini penting dalam

meme-ngaruhi tahap-tahap perkembangan tanaman. Suhu udara yang optimum untuk proses fotosintesis berkisar

antara 1030°C. Tujuan penelitian adalah

meng-evaluasi apakah terjadi perubahan iklim pada tahun

19982017 di Kabupaten Malang dan mengetahui

dampak perubahan iklim terhadap musim tanam dan

produktivitas jagung diKabupaten Malang.

METODE PENELITIAN

Penelitian telah dilaksanakan selama bulan

FebruariMei 2018 di Kabupaten Malang, Jawa Timur

yang terletak pada bujur 112°17`10,90“‒112°57`00“ BT

sampai lintang 7°44`55,11“8°26`35,45“LS. Lokasi

penelitian difokuskan di tiga kecamatan, yaitu Keca-matan Donomulyo, Dau, dan Kasembon. Ketiga keca-matan tersebut memiliki produktivitas jagung tertinggi, sedang, dan terendah yang terdapat di Kabupaten Malang.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner wawancara, data iklim (curah hujan, hari hujan, dan suhu) pada tahun 19982017 yang dida-patkan dari BMKG Kabupaten Karangploso dan Karangkates, dan data produktivitas jagung Kabupaten

Malang pada tahun 19982017 yang didapatkan dari

Kementerian Pertanian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei yang sumber datanya dibagi menjadi dua bagian, yaitu data primer yang terdiri atas hasil wawancara dengan responden dan data sekunder berupa data iklim dan produktivitas tanaman jagung. Menurut Umar (2003), metode adalah

(3)

riset yang diadakan untuk memeroleh fakta-fakta tentang gejala-gejala permasalahan yang timbul.

Penentuan lokasi sampel penelitian dilakukan

dengan menggunakan metode random sampling untuk

memilih lokasi secara acak, yaitu kecamatan yang memiliki produktivitas tertinggi, sedang, dan terendah di Kabupaten Malang. Dari tiga kategori tersebut terpilih Kecamatan Donomulyo, Dau, dan Kasembon. Responden yang dijadikan objek wawancara terdiri atas 45 orang, yaitu petani yang dipilih berdasarkan sentra produksi dan berada di 3 kecamatan yang dijadikan sampel, dan setiap kecamatan terdapat per-wakilan 15 responden. Untuk penelitian korelasional, jumlah minimum responden yang diperlukan adalah 30 orang (Hadjar 1996). Menurut Abrami et al. (2001), sampel penelitian sebanyak 30 orang responden dianggap mendekati distribusi normal.

Pengumpulan data primer dengan melakukan wawancara kepada responden dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang meliputi luas lahan, sistem tanam, sistem irigasi, penggunaan

pupuk, dan musim tanam. Pengumpulan data

se-kunder berupa data unsur-unsur iklim (curah hujan,

jumlah hari hujan, dan suhu) pada periode tahun 1998

2017 didapatkan dari BMKG Karangploso (mewakili Malang bagian Utara) dan Karangkates (mewakili Malang bagian Selatan), dan data produktivitas jagung

Kabupaten Malang pada periode tahun 19982017

didapatkan dari Kementerian Pertanian. Analisis data yang dilakukan meliputi data iklim dan produktivitas jagung di Kabupaten Malang pada periode tahun 19982017 yang dibagi menjadi 2 dekade serta hasil wawancara. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut:

 Melakukan analisis data untuk mengetahui

produktivitas tanaman jagung tahunan pada tahun dekade I (19982007) dan dekade II (20082017) dengan menggunakan model:

Produktivitas =Produksi (ton)

Luas tanam (ha)

 Menentukan tipe iklim menurut Schmidt dan

Ferguson.

 Melakukan analisis data unsur-unsur iklim (rata-rata

curah hujan, hari hujan, dan suhu) pada tahun

19982017 yang dibagi menjadi 2 dekade, apakah

terjadi peningkatan atau penurunan rata-rata curah hujan, jumlah hari hujan, dan suhu bulanan di Kabupaten Malang pada 2 dekade tersebut.

 Melakukan analisis korelasi linear sederhana

menggunakan data rerata curah hujan tahunan, rerata suhu tahunan, dan rerata jumlah hari hujan

tahunan selama tahun 19982017 untuk

menge-tahui hubungan antar-unsur iklim tersebut dengan produktivitas.

 Melakukan analisis regresi linear sederhana apabila

hasil analisis korelasinya nyata. Analisis regresi linear digunakan untuk mengetahui pengaruh unsur iklim pada produktivitas tanaman jagung dengan

menggunakan Software Microsoft Office Excell

2007 dan SPSS 16. Persamaan regresi linear sederhana menggunakan model: Y = a + bX

 Melakukan analisis pengaruh perubahan iklim pada

musim tanam jagung di Kabupaten Malang dengan menggunakan penentuan awal musim hujan (AMH) dan awal musim kemarau (AMK) untuk menyusun kalender musim tanam.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produktivitas Tanaman Jagung dan Curah Hujan Tahunan di Kabupaten Malang

Produktivitas jagung di Kabupaten Malang selama

II dekade mulai tahun 19982017 tidak stabil (Gambar

1). Ketidakstabilan produktivitas dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti keadaan iklim maupun teknik budi daya yang dilakukan oleh petani. Berda-sarkan data dari Stasiun Klimatologi Karangploso dan Stasiun Geofisika Karangkataes, curah hujan tahunan di Kabupaten Malang selama 2 dekade menunjukkan adanya fluktuasi (Gambar 2 dan 3).

Analisis Perubahan Iklim di Kabupaten Malang Selama Dua Dekade

Di Stasiun Karangploso terjadi peningkatan rata-rata curah hujan bulanan sebesar 10,5 mm dari dekade I ke dekade II, sedangkan di Stasiun Karangkates terjadi penurunan sebesar 12,9 mm/bulan (Tabel 1, Gambar 4, dan 5). Peningkatan dan penurunan curah hujan dapat dipengaruhi oleh ketinggian tempat suatu

Gambar 1 Produktivitas jagung di Kabupaten Malang pada tahun 19982017.

Gambar 2 Curah hujan tahunan di Kabupaten Malang pada tahun 19982017 (stasiun Klimatologi Karangploso). 0 10 20 30 40 50 60 70 Pro du k tiv it as (t /ha ) Tahun 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 C ura h h ujan (m m ) Tahun

(4)

wilayah. Semakin tinggi suatu tempat maka intensitas curah hujan yang dihasilkan akan semakin tinggi. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada curah hujan, baik dalam skala global, regional, maupun lokal. Faktor lokal dari suatu wilayah memiliki pengaruh yang signifikan pada curah hujan yang terjadi di wilayah tersebut. Salah satu faktor lokal yang berperan adalah topografi atau ketinggian tempat. Marpaung (2010)

menyatakan bahwa pada tahun 19502000 tampilan

profil curah hujan secara zonal pada saat musim basah DesemberJanuariFebruari (DJF) dan masa transisi

MaretAprilMei (MAM) menunjukkan bahwa wilayah

dengan topografi yang lebih tinggi mempunyai rata-rata curah hujan musiman yang lebih besar diban-dingkan dengan wilayah bertopografi rendah. Se-mentara itu, tampilan curah hujan secara spasial menunjukkan bahwa daerah dengan topografi tinggi memiliki curah hujan yang lebih tinggi, terutama daerah lereng pegunungan, tetapi di kawasan puncak pegunungan yang lebih tinggi curah hujan makin berkurang. Hal ini disebabkan kadar uap air dalam udara semakin ke atas makin berkurang.

Analisis Hari Hujan di Kabupaten Malang selama Dua Dekade

Di Stasiun Karangploso, tidak terjadi peningkatan maupun penurunan jumlah hari hujan sejak dekade I sampai dekade II. Pada II dekade tersebut jumlah hari hujan yang dihasilkan sama, yaitu 11 hari/bulan, sedangkan di Stasiun Karangkates terjadi penurunan jumlah hari hujan dari dekade I ke II sebanyak 2 hari perbulan (Tabel 2, Gambar 6, dan 7). Penurunan jumlah hari hujan dapat disebabkan oleh intensitas

Gambar 3 Curah hujan tahunan di Kabupaten Malang pada tahun 19982017 (stasiun Klimatologi Karangkates). 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 C urah h ujan (m m ) Tahun

Tabel 1 Curah hujan bulanan (stasiun Klimatologi Karangploso dan Karangkates)

Bulan Karangploso Karangkates CH (mm) CH (mm) Perubahan CH (mm) CH (mm) Perubahan I II CH (mm) I II CH (mm) Januari 276,4 279,9 +3,5 351,7 329,2 Februari 306,5 327,0 +20,5 293,4 306,2 +12,8 Maret 276,7 261,5 -15,2 423,2 252,7 April 149,2 203,4 +54,2 237,5 271,9 +34,4 Mei 77,7 114,7 +37,0 89,4 129,4 +40,0 Juni 40,8 41,4 +0,6 106,8 85,3 -21,5 Juli 28,1 29,4 +1,3 40,3 33,8 Agustus 14,6 35,7 +21,1 24,7 19,0 -5,7 September 24,8 30,2 +5,4 35,2 59,8 Oktober 91,8 92,2 +0,4 143,2 128,714,5 November 236,8 242,4 +5,6 295,0 294,01,0 Desember 313,1 305,2 -7,9 401,1 377,923,2 Rata-rata 153,1 163,6 +10,5 203,5 190,612,9 153,1

Keterangan: CH = curah hujan, I = tahun 19982007, dan II = tahun 20082017.

Gambar 4 Rata-rata curah hujan bulanan (stasiun Klimatologi Karangploso).

Gambar 5 Rata-rata curah hujan bulanan (stasiun Klimatologi Karangkates). 0 50 100 150 200 250 300 350 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 C urah h ujan (m m ) Bulan I II 0 100 200 300 400 500 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 C urah h ujan (m m ) Bulan

(5)

curah hujan perharinya. Penurunan jumlah hari hujan dapat berdampak positif maupun negatif pada intensitas hujan, yaitu akan berdampak negatif apabila intensitas hujannya tinggi. Dampak yang ditimbulkan ialah longsor, banjir, dan lain sebagainya. Seiring dengan peningkatan intensitas curah hujan, biasanya selalu ada dampak negatif yang timbul, seperti keja-dian banjir dan longsor di mana faktor meteorologis dalam hal ini curah hujan diketahui menjadi penyebab utama, terutama bila dilihat dari intensitas, durasi, serta distribusinya (Tjasyono & Harijono 2008 dalam Hanifah & Endarwin 2011).

Analisis Suhu di Kabupaten Malang selama Dua Dekade

Di Stasiun Karangploso, terjadi peningkatan suhu sebesar 0,2°C pada dekade II dibandingkan dengan dekade I, sedangkan di Stasiun Karangkates terjadi penurunan suhu 0,2°C (Tabel 3, Gambar 8, dan 9). Peningkatan maupun penurunan suhu dapat dise-babkan oleh ketinggian tempat, lama penyinaran pada suatu daerah, selain itu ketidakstabilan suhu udara dapat dipengaruhi oleh aktivitas manusia sehari-hari dan pengaruh transportasi. Penyinaran matahari memengaruhi naik turunnya suhu permukaaan bumi

serta memengaruhi unsur-unsur cuaca lainnya (Sari et

al. 2015). Kecenderungan peningkatan suhu udara

dapat menjadi indikasi bahwa kemungkinan curah hujan pada periode sebelumnya mempunyai jumlah yang lebih kecil. Hal ini karena potensi penguapan uap air yang lebih besar akibat peningkatan suhu udara.

Pengaruh Suhu pada Produktivitas Jagung

Rerata suhu bulanan di Stasiun Karangploso dan Karangkates masing-masing sebesar 23 dan 25°C (Tabel 3). Rerata suhu yang dihasilkan pada dua Stasiun di Kabupaten Malang tersebut sudah sesuai dengan suhu untuk pertumbuhan jagung yang berkisar

antara 2134°C (BBPPT 2008). Faktor suhu dapat

memengaruhi proses pertumbuhan tanaman apabila suhu yang dihasilkan tinggi dan dapat mengakibatkan penurunan ketersediaan air pada tanaman dan di dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan air pada proses pertumbuhan jagung. Dampak pemanasan global yang diakibatkan oleh kelebihan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer yang diikuti dengan peningkatan suhu di udara dapat berpengaruh pada produktivitas komoditas pertanian. Peningkatan suhu udara di atmosfer sebesar 5°C akan diikuti oleh penurunan produksi jagung sebesar 40% dan kedelai sebesar 1030% (Efendi et al. 2014).

Di Stasiun Karangploso, suhu dan produktivitas mempunyai hubungan nyata (r=0,57*), sedangkan di

Tabel 2 Hari hujan bulanan (stasiun Klimatologi Karangploso dan Karangkates)

Bulan

Karangploso Karangkates

HH (hari) HH (hari) Perubahan HH (hari) HH (hari) Perubahan

I II HH (hari) I II HH (hari) Januari 18 23 +5 Februari 20 21 +1 19 Maret 19 19 0 April 13 10 -3 Mei 7 5 -2 Juni 5 5 0 Juli 4 3 -1 Agustus 2 2 0 3 September 3 3 0 5 Oktober 8 7 -1 November 14 16 +2 15 Desember 20 21 +1 21 Rata-rata 11 11 0 13

Keterangan: HH = hari hujan, I = tahun 19982007, dan II = tahun 20082017.

Gambar 6 Rata-rata hari hujan bulanan (stasiun Klimatologi Karangploso).

Gambar 7 Rata-rata hari hujan bulanan (stasiun Klimatologi Karangkates). 0 5 10 15 20 25 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 H ari h ujan (hari) Bulan I II 0 5 10 15 20 25 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 H ari hujan (hari) Bulan I II

(6)

Stasiun Karangkates antara suhu dan produktivitas m empunyai hubungan yang tidak nyata (r=-0,04) (Tabel 4 dan 5). Rata-rata suhu di Stasiun Karangkates sebesar 25°C, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata suhu di Stasiun Karangploso yang hanya sebesar 23°C (Tabel 3). Suhu udara yang tinggi akan berdampak buruk pada pertumbuhan tanaman jagung. Jumlah curah hujan secara keseluruhan sangat penting dalam menentukan hasil, terlebih apabila ditambah dengan peningkatan suhu yang besar dapat

menurunkan hasil (Anwar et al. 2015). Selain itu, yang

dapat memengaruhi suhu udara pada tanaman adalah kerapatan tajuk tanaman. Semakin tinggi kerapatan tajuk tanaman, cahaya matahari tidak dapat me-nembus bagian bawah tanaman jagung. Pada kerapatan tajuk tanaman yang tinggi, intensitas radiasi yang masuk akan mengalami penurunan akibat terhalang oleh tajuk tanaman, dan hal ini yang meme-ngaruhi suhu udara yang terjadi pada sekitar tanaman (Indrawan et al. 2017).

Hasil uji regresi menunjukkan bahwa suhu mem-berikan pengaruh nyata pada produktivitas jagung

dengan nilai koefisien determinasi (R2)=0,32 (Tabel 4)

yang menunjukkan bahwa pengaruh suhu pada produktivitas adalah sebesar 32%. Model pendugaan produktivitas jagung berdasarkan suhu di Stasiun Karangploso adalah Y=-38,55+1,84 X.

Pengaruh Curah Hujan pada Produktivitas Jagung

Hasil analisis curah hujan bulanan menunjukkan bahwa di Stasiun Karangploso curah hujan pada dekade I dan II masing-masing sebesar 153,03 dan 163,6 mm, sedangkan di Stasiun Karangkates sebesar 203,5 dan 190,6 mm (Tabel 1). Di Stasiun Karangkates, curah hujan terlalu basah untuk tanaman

jagung dibandingkan di Stasiun Karangploso.

Tanaman jagung membutuhkan air sekitar 100140

mm bulan-1. Penanaman dimulai bila curah hujan

sudah mencapai 100 mm bulan-1 (BBPPT 2008). Curah

hujan yang terlalu tinggi akan menghambat

pertumbuhan tanaman jagung yang akhirnya akan menyebabkan gagal panen.

Peningkatan curah hujan di suatu daerah ber-potensi menimbulkan banjir, sebaliknya jika terjadi penurunan dari kondisi normalnya akan berpotensi terjadi kekeringan. Kedua hal tersebut tentu akan berdampak buruk pada metabolisme tubuh tanaman dan berpotensi menurunkan produksi hingga kega-galan panen (Suciantini 2015). Pada keadaan curah

Tabel 3 Rata-rata suhu bulanan di stasiun Klimatologi Karangploso dan Karangkates

Bulan

Karangploso Karangkates

Suhu (°C) Suhu (°C) Perubahan Suhu (°C) Suhu (°C) Perubahan

I II Suhu (°C) I II Suhu (°C) Januari 23,6 23,9 +0,3 26,1 26,0 -0,1 Februari 23,8 23,8 0,0 26,2 26,0 -0,2 Maret 23,7 23,9 +0,2 26,1 26,0 -0,1 April 23,9 24,0 +0,1 26,3 26,2 -0,1 Mei 23,8 24,0 +0,2 26,5 26,1 -0,4 Juni 22,9 23,2 +0,3 25,6 25,3 -0,3 Juli 22,3 22,4 +0,1 25,1 24,5 -0,6 Agustus 22,1 22,4 +0,3 24,9 24,6 -0,3 September 24,2 24,6 +0,4 26,5 26,7 +0,2 Oktober 24,2 24,6 +0,4 26,5 26,7 +0,2 November 24,3 24,6 +0,3 26,7 26,5 -0,2 Desember 23,8 24,0 +0,2 25,6 26,1 +0,5 Rata-rata 23,5 23,7 +0,2 26,0 25,8 -0,2

Keterangan: I = tahun 19982007 dan II = tahun 20082017.

Gambar 8 Rata-rata suhu bulanan (stasiun Klimatologi Karangploso).

Gambar 9 Rata-rata suhu bulanan (stasiun Klimatologi Karangkates).

Tabel 4 Hasil uji regresi pengaruh suhu pada produktivitas jagung Variabel R 2 a Koefisien (b) t. hitung t. tabel (5%) Suhu (°C) 0,32 -38,55 1,84 2,95* 1,73 Keterangan: *) nyata. 20,5 21 21,5 22 22,5 23 23,5 24 24,5 25 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Suhu (° C) Bulan I II 23,00 23,50 24,00 24,50 25,00 25,50 26,00 26,50 27,00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Su hu ( °C) Bulan I II

(7)

hujan yang berfluktuasi, hasil jagung akan sangat bervariasi dari waktu ke waktu, dari lokasi ke lokasi, terutama pada pertanaman jagung di lahan kering. Hal ini merupakan salah satu penyebab rendahnya hasil produksi jagung. Salah satu cara untuk mengurangi penurunan hasil jagung akibat kekeringan adalah dengan menggunakan varietas yang toleran terhadap kekeringan. Selain kekeringan, dampak lain perubahan iklim adalah terjadinya hujan berkepanjangan yang

berpotensi mengganggu pertumbuhan tanaman

jagung. Jagung termasuk jenis tanaman yang tidak tahan genangan karena mengganggu proses aerasi dan respirasi tanaman (Aqil et al. 2013).

Stasiun Karangploso dan Karangkates antara curah hujan dan produktivitas mempunyai hubungan yang tidak nyata (r=0,26 dan r=-0,05) (Tabel 5 dan 6). Dari pengujian tersebut unsur iklim curah hujan tidak memengaruhi produktivitas jagung karena jumlah curah hujan bulanan di Kabupaten Malang sudah memenuhi kebutuhan air tanaman jagung sehingga curah hujan tidak memengaruhi produktivitas jagung. Petani cenderung melakukan penanaman di lahan kering atau lahan tegalan untuk menghindari terjadinya genangan air di sekitar tanaman jagung. Menurut Susanto et al. (2006) dalam Santoso (2016), kete-rampilan petani dalam usaha tani jagung di lahan sawah relatif rendah, terutama dalam pembuatan saluran drainase untuk mengatasi kelimpahan air permukaan akibat hujan atau limpahan air sisa pengairan padi. Perubahan produksi jagung lebih ber-fluktuasi dibandingkan dengan produksi padi sawah. Perbedaan ini disebabkan karena penggunaan lahan dan irigasi pada padi sawah lebih stabil dibandingkan dengan pada lahan kering untuk produksi jagung. Berbeda dari sawah, lahan kering memiliki banyak pilihan komoditas seperti jagung, ubi kayu, kedelai, dan ubi jalar (Santoso 2016).

Pengaruh Jumlah Hari Hujan pada Produktivitas Jagung

Di Stasiun Karangploso rerata jumlah hari hujan bulanan pada dekade I ataupun dekade II jumlahnya

11 hari/bulan, sedangkan di Stasiun Karangkates rerata jumlah hari hujan per bulan pada periode I sampai periode II mengalami penurunan sebanyak 2 hari per bulan (Tabel 2). Hal tersebut dapat disebabkan oleh curah hujan yang ada di daerah penelitian. Selain dari jumlah hari hujan per bulannya, intensitas hujan dalam satu hari juga dapat memengaruhi pertumbuhan tanaman. Selain dapat mengakibatkan banjir, curah hujan yang tinggi dapat berakibat pada proses pe-ngambilan oksigen di dalam tanah dan dapat meng-akibatkan pembusukan akar. Dengan demikian, untuk menghindari kegagalan panen dilakukan pemanenan lebih awal dari masa panen yang seharusnya (Santoso et al. 2011) sehingga perlu adanya pemantauan intensitas curah hujan setiap hari dari Stasiun pe-ngamatan BMKG untuk mengurangi dampak yang disebabkan oleh intensitas curah hujan per hari.

Di Stasiun Karangploso dan Karangkates, jumlah hari hujan dan produktivitas mempunyai hubungan yang tidak nyata (r=0,22 dan r=-0,25) (Tabel 5 dan 6). Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah hari hujan tidak berpengaruh pada produktivitas jagung. Variabel hari hujan tidak memengaruhi produktivitas karena jumlah hujan di Kabupaten Malang sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman jagung per bulan dilihat dari intensitas curah hujan yang dihasilkan. Hari hujan yang terjadi selama 20 tahun terakhir masih normal, akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah intensitas hujan per harinya.

Pengaruh Perubahan Iklim pada Musim Tanam Jagung

Kalender musim tanam disusun berdasarkan AMH dan AMK selama 20 tahun terakhir, di mana AMK dan AMH ditentukan berdasarkan curah hujan dasarian. Di Stasiun Karangploso AMH terjadi pada bulan Oktober dasarian II sampai April dasarian II dan AMK terjadi pada bulan Mei dasarian III sampai Oktober dasarian I. Setiap tahun AMH dan AMK mengalami pergeseran. Awal tanam jagung biasanya dilakukan pada musim peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. Berdasarkan penentuan AMH dan AMK tersebut

Tabel 5 Hasil uji korelasi antara unsur iklim dengan produktivitas jagung (stasiun Klimatologi Karangploso)

Variabel Curah hujan (mm) Hari hujan (hari) Suhu (°C) Produktivitas (t ha-1)

Curah hujan (mm) 1,00 0,89 0,61 0,27

Hari hujan (hari) 1,00 0,47 0,22

Suhu (°C) 1,00 0,57*

Produktivitas (t ha-1) 1,00

Keterangan: *) Hubungan nyata pada taraf 5% (t. tabel = 1,73; t. hitung curah hujan = 1,18; t. hitung hari hujan = 0,95; t. Hitung suhu = 2,94.

Tabel 6 Hasil uji korelasi antara unsur iklim dengan produktivitas jagung (stasiun Geofisika Karangkates)

Variabel Curah hujan (mm) Hari hujan (hari) Suhu (°C) Produktivitas (t ha-1)

Curah hujan (mm) 1,00 0,64 0,48 -0,05

Hari hujan (hari) 1,00 0,51 -0,25

Suhu (°C) 1,00 -0,04

Produktivitas (t ha-1) 1,00

Keterangan: *) Hubungan nyata pada taraf 5% (t. tabel= 1,73; t. hitung curah hujan = -0,21; t. hitung hari hujan = -1,09; t. hitung suhu = - 0,16.

(8)

kalender musim tanam jagung pada tahun 19982017 rata-rata awal tanam jagung dilakukan pada bulan Februari dasarian I sampai Juli dasarian III (Gambar 10 dan 11).

Pada dekade I, AMH terjadi mulai pada bulan November dasarian I sampai April dasarian II dan AMK terjadi mulai pada bulan April dasarian III sampai Oktober dasarian III. Sementara itu, pada dekade II AMH terjadi mulai pada bulan November dasarian I sampai April dasarian III dan AMK terjadi mulai pada bulan Mei dasarian I sampai Oktober dasarian III. Pergeseran AMH dan AMK berakibat pada penentuan kalender awal tanam jagung. Awal tanam jagung pada dekade I dilakukan pada bulan Februari dasarian II sampai bulan Juni dasarian III, sedangkan pada dekade II awal musim tanam jagung dilakukan mulai pada bulan Februari dasarian II sampai Juli dasarian I. Analisis curah hujan dasarian menunjukkan bahwa

pada tahun 19982017 AMH terjadi pada bulan

November dasarian III sampai April dasarian I dan AMK terjadi pada bulan Mei dasarian II sampai dengan Oktober dasarian III. Musim tanam jagung dari tahun

19982017 rata-rata dilakukan pada bulan Februari

dasarian I sampai Juni dasarian I. Setiap tahun, awal musim tanam jagung tidak dapat ditentukan karena awal musim hujan tidak dapat diprediksi sehingga menunggu terjadinya hujan yang intensif kemudian dilakukan penanaman.

Di Stasiun Karangkates, pada dekade I, AMH terjadi pada bulan Oktober dasarian III sampai dengan April dasarian III dan AMK terjadi pada bulan Mei dasarian I sampai dengan Oktober dasarian II. Pada dekade II, AMH terjadi pada bulan Oktober dasarian III sampai

dengan Mei dasarian I dan AMK terjadi pada bulan Mei d asarian II sampai dengan Oktober dasarian II. Musim tanam jagung pada dekade I dilakukan pada bulan Februari dasarian I sampai dengan bulan Juni dasarian II, sedangkan pada dekade II awal musim tanam jagung dilakukan pada bulan Februari dasarian I sampai dengan bulan Juni dasarian II (Gambar 12 dan 13). Awal musim tanam jagung selain dilihat dari cuaca yang sedang terjadi juga dilihat dari jumlah curah hujan yang terjadi pada daerah yang ditentukan kalender musim tanam.

Pergeseran AMH maupun AMK dapat me-nyebabkan pergeseran awal musim tanam jagung. Musim tanam jagung dapat dilakukan pada masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau dengan intensitas curah hujan yang tidak terlalu tinggi sehingga lahan kering maupun lahan persawahan tetap mem-punyai air untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Jadwal tanam dan pola tanam di lahan kering sangat ditentukan oleh kondisi curah hujan bulanan di wilayah yang bersangkutan. Pada saat ini, petani menetapkan jadwal dan pola tanam berpedoman pada kebiasaan yang turun menurun, antara lain berdasarkan bulan dan terjadinya hujan. Akan tetapi, untuk menghindari kejadian tersebut maka informasi yang akurat tentang karakteristik curah hujan ini merupakan suatu hal penting (Dwiratna et al. 2013).

Upaya yang dapat dilakukan untuk mendapatkan produksi yang lebih baik adalah dengan penerapan pola tanam yang sesuai. Penetapan pola tanam sangat bergantung pada varietas yang akan ditanam, teknik budi daya yang disesuaikan dengan ekosistem, dan saat tanam yang cocok dengan tipe agroklimat lahan.

= Musim hujan = Musim kemarau

Gambar 10 Kalender musim tanam jagung (berdasarkan data stasiun Klimatologi Karangploso).

= Musim hujan = Musim kemarau

(9)

Kondisi lahan budi daya pada lahan kering dengan musim hujan yang pendek dapat diterapkan pola tanam melalui teknik penanaman jagung dengan sistem tanaman sisipan, yaitu menyisipkan tanaman baru sebelum tanaman lama dipanen agar bisa mempersingkat masa tanam pada musim hujan sehingga dalam musim hujan petani dapat memanen sebanyak tiga kali dan kebutuhan air tanaman jagung

masih dapat terpenuhi (Bunyamin & Aqil 2010). Pada

AMH, petani cenderung untuk menanam padi dibandingkan jagung. Selain untuk memanfaatkan adanya air, dikawatirkan apabila dilakukan penanaman jagung, pertumbuhan tanaman jagung akan terhambat dan terjadi pembusukan pada akar tanaman. Awal musim tanam jagung dapat dilakukan pada bulan

MaretJuni, karena bulan-bulan tersebut pertumbuhan

tanaman jagung dapat lebih maksimal. Pada bulan-bulan basah perlunya pengaturan irigasi untuk mengurangi terjadinya genangan air dan dapat ditampung untuk ketersediaan air apabila tidak terjadi hujan.

Pendapat Petani mengenai Perubahan Iklim dan Upaya Adaptasi

Berdasarkan survei yang telah dilakukan, sebanyak 35,6% petani mengetahui perubahan iklim dan dampaknya pada pertanian. Perubahan iklim yang dirasakan oleh para petani ialah pergeseran AMK dan panjang musim hujan dalam satu tahun. Perubahan iklim yang dirasakan berdampak pada produktivitas tanaman jagung. Dampak yang terjadi ialah per-tumbuhan tanaman jagung menjadi tidak baik dan kurang maksimal, penurunan produktivitas tanaman

dan hama yang muncul semakin banyak apabila musim hujan semakin panjang sehingga menyebabkan kerugian yang cukup besar dan yang paling berat apabila gagal panen karena kekurangan air akibat perubahan iklim yang tidak dapat diprediksi keda-tangannya.

Penggunaan varietas jagung tidak dilakukan secara selektif oleh petani karena petani hanya mementingkan hasil yang didapatkan dibandingkan varietas jagung yang digunakan. Varietas jagung yang ditanam adalah varietas yang mudah didapatkan di daerah tersebut dan berpotensi memiliki hasil panen yang tinggi. Penggunaan varietas unggul yang sesuai dengan lingkungan perlu dilakukan untuk menunjang per-tumbuhan dan hasil tanaman. Menurut Bunyamin & Aqil (2010), penggunaan varietas unggul, terutama varietas yang dapat menekan seminimal mungkin pengaruh akibat interaksi intraspesies maupun interspesies, merupakan langkah intensifikasi untuk tetap mempertahankan serta meningkatkan produksi tanaman jagung dengan model penanaman sisipan, terutama varietas yang dapat mengoptimalkan peng-gunaan cahaya. Selain itu, perlu juga dilakukan pemilihan varietas yang memiliki umur pendek agar panen yang dilakukan lebih cepat dan tidak terpengaruh oleh perubahan iklim. Perakitan varietas unggul jagung umur pendek (8090 hari) dan super

pendek (7080 hari) merupakan salah satu upaya

untuk mengurangi kegagalan panen akibat dampak perubahan iklim, seperti periode hujan yang pendek. Penggunaan varietas unggul jagung berumur pendek diperlukan oleh petani, terutama untuk menyesuaikan pola tanam dengan ketersediaan air. Di lahan sawah,

= Musim hujan = Musim kemarau

Gambar 12 Kalender musim tanam jagung (Berdasarkan Data Stasiun Geofisika Karangkates).

= Musim hujan = Musim kemarau

(10)

tanaman jagung biasanya diusahakan setelah panen padi sehingga diperlukan varietas jagung berumur genjah. Varietas jagung berumur genjah umumnya

cukup tenggang terhadap kekeringan (Aqil et al. 2013).

Petani melakukan pengairan untuk tanaman jagung menggunakan irigasi konvensional (tadah hujan) dan irigasi teknis. Penggunaan irigasi konvensional (tadah hujan) biasanya dilakukan petani pada lahan tegalan atau sawah yang tidak beririgasi, sedangkan untuk lahan jagung yang memiliki irigasi teknis meman-faatkan sungai di sekitar lahan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman jagung. Apabila terjadi pe-rubahan iklim, para petani cenderung melakukan pergeseran musim tanam menunggu hujan datang. Akan tetapi, petani menghindari penanaman dilakukan di awal musim hujan karena dikawatirkan tanaman jagung akan mati karena terlalu banyak tergenang air. Pengaturan sistem irigasi perlu dilakukan untuk mengurangi dampak perubahan iklim yang terjadi. Pengaturan sistem irigasi yang dapat dilakukan ialah pada saat musim hujan masih berlangsung petani yang memiliki lahan tadah hujan maupun lahan beririgasi menampung air di lubang yang sudah dibuat untuk mengurangi risiko kekurangan air pada saat musim kemarau.

Menurut Rejekiningrum & Kartiwa (2015), pem-berian air irigasi dan waktu pempem-berian sangat penting untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air dan memaksimalkan produksi. Tanaman jagung lebih toleran terhadap kekurangan air pada fase vegetatif dan fase pematangan/masak. Penurunan hasil ter-besar terjadi apabila tanaman mengalami kekurangan air pada fase pembungaan, bunga jantan dan bunga betina muncul, dan pada saat terjadi proses penyer-bukan. Penurunan hasil tersebut disebabkan oleh kekurangan air yang mengakibatkan penghambatan proses pengisian biji karena bunga betina/tongkol mengering sehingga jumlah biji dalam tongkol ber-kurang. Petani melakukan rotasi tanam apabila perubahan iklim terjadi, yaitu dengan melakukan penanaman padi di awal musim hujan dan pada saat pergantian musim hujan ke musim kemarau petani melakukan penanaman jagung karena masa peralihan musim hujan ke musim kemarau sesuai untuk pertumbuhan tanaman jagung.

Pemupukan untuk tanaman jagung dilakukan se-banyak 23 kali dalam satu musim. Apabila mengu-rangi dosis yang diberikan pada tanaman jagung, penambahan pupuk biasanya dilakukan sesuai dengan masa pertumbuhannya, Selain itu, penambahan pupuk juga akan dilakukan apabila pertumbuhan tanaman jagung tidak maksimal. Pupuk yang digunakan oleh petani adalah pupuk urea dan pupuk phonska.

KESIMPULAN

Terjadi perubahan iklim di Kabupaten Malang bagian Utara (Karangploso) yang ditandai dengan kenaikan curah hujan bulanan (10,5 mm) dan suhu

(0,2°C). Di Kabupaten Malang bagian Selatan (Karangkates) terjadi penurunan curah hujan (12,9 mm), hari hujan (2,0 hari), dan suhu (0,2°C). Unsur iklim curah hujan dan jumlah hari hujan tidak memengaruhi produktivitas jagung, sedangkan unsur iklim suhu memengaruhi produktivitas jagung di Kabupaten Malang sebesar 32 dan 68%, sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Model pendugaan pe-ngaruh suhu pada produktivitas jagung di Kabupaten Malang adalah Y=-38,55+1,84 X. Terjadi perubahan iklim berupa pergeseran awal musim hujan (AMH) dan awal musim kemarau (AMK) di Kabupaten Malang sehingga memengaruhi penentuan kalender musim tanam jagung menjadi mundur.

DAFTAR PUSTAKA

Abrami PCP, Cholmsky R, Gordon. 2001. Statistical

Analysis for the Social Sciences: An Interactiv Approach. Needham Heights, MA: Allyn & Bacon. Adib M. 2014. Pemanasan Global, Perubahan Iklim,

Dampak dan Solusinya di Sektor Pertanian. BioKultur. 3(2): 420429.

Anwar MRL, De Li F, Robert M, Ian A, Amir F, John W, Bin R, Thaiagarajah. 2015. Climate Change Impacts on Phenology and Yields of Five Broadacre Crops at Four Climatologically Distinct Locations in Australia. Agricultural Systems. 132: 133144. https://doi.org/10.1016/j.agsy.2014.09.010

Aqil MZ, Bunyamin, Andayani NN. 2013. Inovasi Teknologi Adaptasi Tanaman Jagung Terhadap

Perubahan Iklim. Dalam: Seminar Nasional Inovasi

Teknologi Pertanian. pp. 3948.

[BPS] Badan Pusat Statistika, 2017. Kabupaten Malang dalam Angka. BPS Kabupaten Malang. Diakses pada tanggal 12 Desember 2017

[BBPPT] Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2008. Teknologi Budidaya Jagung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Lampung (ID).

Bunyamin Z, Aqil M. 2010. Analisis Iklim Mikro

Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Sistem

Tanam Sisip. Dalam: Prosiding Pekan Serealia

Nasional, Balai Penelitian Tanaman Serealia. pp. 294300.

Cahyaningtyas A, Azizah N, Herlina N. 2018. Evaluasi Dampak Perubahan Iklim terhadap Produktivitas Padi (Oryza sativa L.) di Kabupaten Gresik. Jurnal Produksi Tanaman. 6(9): 20302037.

Dwiratna NPS, Nawawi G, Asdak C. 2013. Analisis Curah Hujan dan Aplikasinya dalam Penetapan Jadwal dan Pola Tanam Pertanian Lahan Kering di

Kabupaten Bandung. Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan

(11)

Efendi Y, Hariyono D, Wicaksono KP. 2014. Uji

Efektivitas Aplikasi Pyraclostrobin dengan

Beberapa Level Cekaman Suhu Pada Tanaman Jagung (Zea mays L.). Jurnal Produksi Tanaman. 2(6): 497502.

Hadjar I. 1996. Dasar-dasar Metodologi Penelitian

Kuantitatif dalam Pendidikan. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada.

Hanifah A, Endarwin. 2011. Analisis Intensitas Curah

Hujan Wilayah Bandung Pada Awal 2010. Jurnal

Meteorologi dan Geofisika. 12(2): 145149.

Hariadi TK. 2007. Sistem Pengendali Suhu,

Kelembaban dan Cahaya dalam Rumah Kaca. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika. 10(1): 8293. Herlina N, Pahlevi RA. 2017. Evaluasi Dampak

Perubahan Iklim terhadap Produktivitas Padi (Oryza

sativa L.) di Kabupaten Malang. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Pembangunan Pertanian II. pp. 368374.

Indrawan RR, Suryanto A, Soelistyono R. 2017. Kajian Iklim Mikro terhadap Berbagai Sistem Tanam dan

Populasi Tanaman Jagung Manis (Zea mays

saccharata Sturt.). Jurnal Produksi Tanaman. 5(1): 9299.

Irawan B. 2006. Fenomena Anomali Iklim El Nino dan La Nina-Kecenderungan Jangka Panjang dan

Pengaruhnya terhadap Produksi Pangan. Forum

Penelitian Agro Ekonomi. 24(1): 2845. https:// doi.org/10.21082/fae.v24n1.2006.28-45

Kementerian Pertanian. 2017. Basis Data Pertanian. [internet]. [diunduh pada tanggal Maret 3 2018]. Tersedia pada: www.pertanian.go.id/.

Mardawilis E, Ritonga. 2016. Pengaruh Curah Hujan terhadap Produksi Tanaman Pangan Kabupaten

Kampar Provinsi Riau. Dalam: Prosiding Seminar

Nasional Lahan Suboptimal. pp. 281289.

Marpaung S. 2010. Pengaruh Topografi terhadap Curah Hujan Musiman dan Tahunan di Provinsi Bali Berdasarkan Data Observasi Resolusi Tinggi.

Dalam: Prosiding Seminar Penerbangan dan

Antariksa. pp. 104110.

Purwono, Hartono R. 2007. Bertanam Jagung Unggul.

Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Rejekiningrum P, Kartiwa B. 2015. Upaya

Meningkatkan Produksi Tanaman Jagung

Menggunakan Teknik Irigasi Otomatis di Lahan Kering Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara

Barat. Dalam: Prosiding Seminar Nasional

Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 1(8): 20272033.

Runtunuwu E, Syahbuddin H, Ramadhani F. 2013. Kalender Tanam sebagai Instrumen Adaptasi

Perubahan Iklim. Litbang. pp. 271291.

Santoso AB. 2016. Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Produksi Tanaman Pangan di Provinsi

Maluku. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan.

35(1): 2938. https://doi.org/10.21082/jpptp.

v35n1.2016.p29-38

Santoso H, Koerniawati T, Layli N. 2011. Dampak

Perubahan Iklim Terhadap Produksi dan

Pendapatan Usahatani Jagung (Zea mays L.).

Agricultural Socio-Economics Journal (AGRISE). 11(3): 151163.

Sari MB, Yulkifli Z, Kamus. 2015. Sistem Pengukuran Intensitas dan Durasi Penyinaran. Jurnal Otomasi Kontrol dan Instrumentasi. 7(1): 3752.

Suarni 2009. Komposisi Nutrisi Jagung Menuju Hidup Sehat. Prosiding Seminar Nasional Serealia. pp. 6068

Suciantini. 2015. Interaksi Iklim (Curah Hujan) terhadap Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten

Pacitan. Dalam: Prosiding Seminar Nasional

Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 1(2): 358365. https://doi.org/10.13057/psnmbi/m010232

Suseno SM, Kamal, Sunyoto. 2014. Respons Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas

Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Sistem

Tumpangsari dengan Tanaman Ubikayu (Manihot

esculenta Crantz). Jurnal Agrotek Tropika. 2(1): 7882.

Umar H. 2003. Metode Riset Bisnis. Jakarta (ID):

Gambar

Gambar 2 Curah hujan tahunan di Kabupaten Malang pada  tahun  1998  2017  (stasiun  Klimatologi  Karangploso)
Tabel 1 Curah hujan bulanan (stasiun Klimatologi Karangploso dan Karangkates)
Gambar 6  Rata-rata  hari  hujan  bulanan  (stasiun  Klimatologi Karangploso).
Tabel 4  Hasil  uji  regresi  pengaruh  suhu  pada  produktivitas  jagung  Variabel  R 2 a  Koefisien  (b)  t
+4

Referensi

Dokumen terkait

Biasanya ditanam pada awal musim hujan atau akhir musim kemarau, karena daerah tegalan termasuk ke dalam lahan kering sehingga pertumbuhan kacang tanah sangat

Dari hasil analisis statistik, menunjukan perbedaan waktu tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah biji per tongkol, volume akar, bobot kering jagung pipil kering

emarau. Gambar 9 ngan WBC sebagian musim kemarau. an, serangan WBC sa peralihan musim.. hujan ke musim kema musim kemarau. Masa pe pada bulan Pebuari-Mar kemarau yaitu

Tabel 13 menunjukkan perlakuan jarak tanam menghasilkan rerata berat kering pipilan jagung yang tidak beda nyata, sedangkan perlakuan dosis pupuk urea menghasilkan

Pengaruh jarak tanam berbeda pada berbagai dosis pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil jagung hibrida P-12 di Jatinangor.. Peningkatan Hasil Jagung

Usaha untuk meningkatkan produksi tanaman jagung pada lahan kering marjinal khususnya pada tanah ultisol dapat dilakukan dengan penerapan teknologi seperti penggunaan benih

Usaha untuk meningkatkan produksi tanaman jagung pada lahan kering marjinal khususnya pada tanah ultisol dapat dilakukan dengan penerapan teknologi seperti penggunaan benih

Tahan terhadap penyakit bulai, penyakit karat daun, penyakit hawar daun, memiliki potensi hasil tinggi, sesuai dikembangkan pada lahan kering dimusim kemarau, tahan rebah akar dan