• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. UU No. 172007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional: “Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang” 3. Peraturan Presiden No

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "2. UU No. 172007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional: “Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang” 3. Peraturan Presiden No"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

X-1

1

1

0

0

.

.

1

1

.

.

ASPEK LINGKUNGAN

Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2-JM

bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan

pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:

“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup

terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan

Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan

Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)

2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:

“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu

penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di

segala bidang”

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:

“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan

mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan

pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya

dukung dan daya tamping lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan

(2)

X-2 4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup

Strategis:

Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk

menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program

agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat

diminimalkan

5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan. Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun

dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan

Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak

membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.

Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah

kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada

UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:

1. Pemerintah Pusat

a. Menetapkan kebijakan nasional.

b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria. c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.

d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak

perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.

g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.

h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.

j. Menetapkan standar pelayanan minimal. 2. Pemerintah Provinsi

a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL. d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan,

(3)

X-3 f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada

kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan. g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL. d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

10.1.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah

rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan

bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi

dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

KLHS perlu diterapkan di dalam RPI2-JM antara lain karena:

1. RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan

pembangunan infrastruktur.

2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam JM adalah karena

RPI2-JM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam

hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan,

rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan

pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negative terhadap

lingkungan hidup

KLHS disusun oleh Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh

Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan

fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di

kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat

mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya

(4)

X-4 Sumber: Permen LH No.9/2011

Gambar 10. 1. Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS

Tahapan Pelaksanaan KLHS

Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam

RPI2-JM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan

iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3)

peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan,

dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber

daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6)

peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan

sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan

keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang

disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.

Tabel 10. 1

Kriteria Penapisan Usulan Program/ Kegiatan Bidang Cipta Karya

(5)

X-5 cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan,

4 Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam

5 Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan,

*) didukung data dan informasi yang menjelaskan apakah kebijakan, rencana dan/atau program yang ditapis menimbulkan risiko/dampak terhadap lingkungan hidup

Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses

penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM tidak

berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen

Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang

Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dapat menyertakan

Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh

Ketua Satgas RPI2-JM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam

dokumen RPI2-JM.

Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM berpengaruh

terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPI2-JM didukung dinas lingkungan

hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:

1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah

Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:

(6)

X-6 Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:

1)Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam

pelaksanaan KLHS

2)Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32

Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

3)Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana

dan/atau program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;

4)Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk

menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang

pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS.

Tabel 10. 2

Contoh Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya

No Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lembaga

1 Pembuat Keputusan a. Bupati

b. DPRD

2 Penyusun Kebijakan, Rencana dan/ atau program Dinas PU-Cipta Karya

3 Instansi a. Dinas PU-Cipta Karya

b. BPLHD

4

Masyarakat yang memiliki informasi dan/ atau keahlian (perorangan/ tokoh/

kelompok)

5 Masyarakat Terkena dampak

b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan

Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:

1) penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial,

ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek

tersebut;

2) pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan

3) membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.

(7)

X-7 Tabel 10. 3

Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya

Pengelompokan Isu-isu Pembangunan

Berkelanjutan Bidang Cipta Karya

Penjelasan Singkat

(1) (2)

Lingkungan Hidup Permukiman Isu 1: kecukupan air baku untuk air minum

Contoh: Kekeringan, menurunnya kualitas

air

Sumber air bersih yang terdapat di empat kelurahan kawasan perkotaan prioritas terdiri dari PDAM, dan Sumur Bor. Sebagian besar penduduk memanfaatkan sumber-sumber`air dari pelayanan PDAM untuk keperluan kehidupan sehari-hari

Isu 2: Pencemaran lingkungan oleh infrastruktur yang tidak berfungsi maksimal

Contoh: pencemaran tanah oleh septictank

yang bocor, pencemaran badan air oleh air

limbah permukiman

pada beberapa titik lokasi saluran drainase tidak berfungsi dengan optimal dan lancar karena beban kapasitas saluran yang sudah tidak sebanding dengan debit aliran serta akibat tersumbat oleh material sampah pada saluran-saluran

Isu 3: dampak kawasan kumuh

terhadap kualitas lingkungan Contoh: kawasan kumuh menyebabkan penurunan kualitas lingkungan

perlu dilakukan penataan dan peningkatan sarana prasarana misalnya: perkerasan jalan, pembuatan conblock, pembuatan talud dan lain-lain

Ekonomi

Isu 4: kemiskinan berkorelasi dengan kerusakan lingkungan

Contoh: pencemaran air mengurangi kesejahteraan nelayan di pesisir

Sosial

Isu 5: Pencemaran menyebabkan berkembangnya wabah penyakit Contoh: menyebarnya penyakit diare di permukiman kumuh

(8)

X-8 Tabel 10.4 Tabel Identifikasi KRP

No Komponen Kebijakan/ rencana/

Program Kegiatan

Lokasi (Kecamatan/

Tabel 10.5 Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah

No Komponen

kebijakan,

Pengaruh pada Isu-Isu Strategis Berdasarkan Aspek- Aspek Pembangunan Berkelanjutan**

2. Penataan Bangun- an & Lingkungan

Pengaruh pada Isu-Isu Strategis Berdasarkan Aspek- Aspek Pembangunan Berkelanjutan** Bobot

Lingkungan Hidup Permukiman

Bobot Sosial Bobot

Ekonomi

Total Bobot

(9)

X-9 Isu 1:

Isu 2: … Isu 1: … Isu 2: … Isu 1: … Isu 2: … (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

3. Pengembangan Air minum

1). 2). Dst

4. Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman 1).

2). Dst

Ket: *) Program sesuai dengan Renstra Cipta Karya

**) ditentukan melalui diskusi antar pemangku kepentingan, dengan melihat

data dan kondisi eksisting seperti peta, data angka, dll.

1. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana,dan/atau

program untuk mengembangkan berbagai alternative perbaikan muatan KRP dan

menjamin pembangunan berkelanjutan.Setelah dilakukan kajian, dan disepakati

bahwa kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan

dampak negative pada pembangunan berkelanjutan, maka dikembangkan beberapa

alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana

dan/atau program yang ada. Beberapa alternative untuk menyempurnakan dan atau

mengubah rancangan KRP mempertimbangkan antara lain:

a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan,

rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak

lingkungan atau bertentangan dengan kaidah pembangunan

berkelanjutan .

b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana,

dan/atau program.

c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan

(10)

X-10 d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.

Tabel 10.6 Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

No. Komponen kebijakan, rencana dan/atau program

Alternatif Penyempurnaan KRP

(1) (2) (3)

1. Pengembangan Permukiman 1).

2). Dst

2. Penataan Bangunan dan Lingkungan

1). 2). Dst

3. Pengembangan Air minum 1).

2).

4. Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman 1)

2)

2. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS

Tabel 10.7 Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS

No. Komponen Kebijakan,

Rencana dan/atau Program

Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS

(1) (2) (3)

1. Pengembangan Permukiman 2. Penataan Bangunan dan

Lingkungan

3. Pengembangan Air minum 4. Pengembangan Penyehatan

Lingkungan Permukiman

Untuk Kabupaten/Kota yang telah menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW

Kabupaten/Kota, maka hasil olahan di dalam KLHS tersebut dapat dijadikan bahan

(11)

X-11 instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencana-program. Sedangkan

pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih tepat diterapkan

adalah Amdal, UKL-UPL. Dan SPPLH. Tabel 10.8 menjelaskan beberapa perbedaan

antara KLHS dan AMDAL.

10.1.2. AMDAL, UKL-UPL dan SPPLH

Berikut adalah daftar hal-hal yang harus dimasukkan dalam analisis dan

laporan proyek. Rincian daftar isi laporan ANDAL dan RKL/RPL disampaikan secara

khusus dalam dokumen Rencana Pelaksanaan Proyek (Project Implementation Plan -

PIP).

Isi laporan ANDAL sekurang-kurangnya meliputi: Ringkasan Eksekutif :

Pendahuluan, meliputi: kerangka kebijakan, hukum, kelembagaan, dan

administratif

Lingkup studi, meliputi kedalaman dan keluasan substansi yang dikaji dan batas

spasial pengamatan

Metode studi, termasuk metode pengumpulan dan analisis data, metode

prakiraan dampak, dan metode evaluasi dampak;

Pemerian proyek secara teknis dan rinci;

Rona lingkungan awal, meliputi lingkungan fisik-kimia-geologis, lingkungan

biologis, dan lingkungan sosial-ekonomi;

Prakiraan dampak lingkungan, termasuk dampak tidak langsung dan kumulatif

Analisis alternatif, termasuk alternatif tanpa-proyek

Evaluasi dampak besar dan penting;

Lampiran-lampiran pendukung, termasuk proses konsultasi publik dan ringkasan

hasil-hasil yang dicapai

Keluasan, kedalaman dan jenis analisis bergantung kepada sifat, skala dan potensi

dampak lingkungan proyek dimaksud. Pemrakarsa mengevaluasi risiko dan

dampak lingkungan, mengkaji alternatif-alternatif proyek, mengidentifikasi

(12)

X-12

proyek, dengan mencegah, meminimalkan, menanggulangi, atau

mengkompensasi dampak lingkungan negatif serta meningkatkan dampak positif.

Isi laporan RKL/RPL sekurang-kurangnya meliputi:

Ringkasan Eksekutif

Pendahuluan

Pendekatan pengelolaan lingkungan (teknologi, sosial-ekonomi, institusional);

Rencana Pengelolaan Lingkungan (RPL)

 Dampak lingkungan besar dan penting, dan sumbernya: komponen

lingkungan yang terkena dampak, dan sumber dampak;

 Indikator dampak.

 Tujuan pengelolaan lingkungan.

 Rencana pengelolaan dan tindakan penanggulangan pada tahap

pra-konstruksi, konstruksi dan operasi.

 Lokasi dan periode pengelolaan.

 Anggaran dan jadwal.

 Pengaturan kelembagaan: badan yang bertanggung jawab dan hubungan

pelaporan.

Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)

Dampak besar dan penting yang hendak dipantau;

Sumber dampak;

Indikator pemantauan;

Tujuan pemantauan lingkungan;

Metode dan lokasi pemantauan;

Anggaran dan jadwal

Pengaturan kelembagaan: badan yang bertanggung jawab dan hubungan

pelaporan.

RKL/RPL harus menggambarkan perangkat penanggulangan, pemantauan,

dan tindakan-tindakan kelembagaan yang perlu dijalankan selama tahap

implementasi dan operasi proyek guna meminimalkan dampak lingkungan negatif,

mengkompensasi kerugian, atau menekannya sampai pada tingkat yang dapat

(13)

X-13

Prosedur AMDAL dan Konsultasi Publik

Pemrakarsa perlu bekerja sama dengan warga yang mungkin terkena dampak

proyek dan perlu berkoordinasi dengan Komisi AMDAL dalam sejumlah langkah

esensial berikut:

Keputusan

untuk

menentukan kategori proyek dan seleksi

ketentuan-ketentuan safeguard yang tepat (seperti diilustrasikan dalam Tabel 3 di

atas),

Penyusunan dan persetujuan Kerangka Acuan (TOR) bagi penyiapan

dokumen-dokumen

safeguard yang memadai; dan

Penyusunan dan persetujuan dokumen safeguard.

Selama penyiapan ANDAL dan RKL/RPL, Pemrakarsa harus menjamin terpenuhinya

persyaratan prosedural minimal, yang terdiri dari:

Persetujuan: Komisi AMDAL adalah lembaga resmi yang bertanggung jawab

mengkaji dan menilai KA dan draft ANDAL dan RKL/RPL. Mendahului persetujuan

KA, Pemrakarsa harus melakukan konsultasi dengan Forum Stakeholder dan

warga yang terkena dampak proyek. Konsultasi ini bersifat wajib, dan hasilnya

dicatat sebagai bagian dari laporan ANDAL.

Pelaporan: Secara administratif, Komisi AMDAL melaporkan kegiatannya kepada

Walikota (untuk Komisi AMDAL Kota), atau Gubernur (untuk Komisi AMDAL

Provinsi). Pemrakarsa harus melaporkan implementasi RKL/RPL kepada

dinas-dinas terkait seperti ditunjukkan dalam Gambar 1 tersebut..

Pemantauan: Pemrakarsa adalah pihak yang bertanggung jawab melaksanakan

pemantauan lingkungan berkaitan dengan implementasi proyek. Namun demikian,

Bapedalda merupakan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab memantau

kualitas lingkungan di dalam wilayah penugasannya. Karena itu, Bapedalda dapat

diminta untuk mengarahkan kegiatan-kegiatan pemantauan yang dilaksanakan

oleh Pemrakarsa untuk menjamin kesesuaian kegiatan dimaksud dengan standar

dan peraturan yang berlaku.

Konsultasi Publi

k selama penyiapan ANDAL dan RKL/RPL serta implementasi

(14)

X-14 Gambar Prosedur AMDAL

Untuk menghindari bias dalam proses pengambilan keputusan akibat

(kemungkinan) adanya konflik kepentingan di antara para stakeholder dari kalangan

Pemerintah Kota – mereka terlibat sebagai Pemrakarsa, sekaligus anggota tetap dan

sekretariat Komisi AMDAL – konsultasi dengan Forum Stakeholder dan warga yang

terkena dampak proyek merupakan langkah yang wajib dilaksanakan.

Konsekuensinya, tanggapan yang disampaikan selama konsultasi publik berkenaan

Penyaringan dampak lingkungan besar dan

penting

Pemrakarsa mengajukan KA kepada Komisi AMDAL Pemrakarsa mengajukan

draft UKL/UPL ke Bapedalda atau Dinas

Lingkungan Hidup

Pemrakarsa mengajukan draft ANDAL dan RKL/RPL pada

Komisi AMDAL

Pemrakarsa mengimplementasikan RKL/RPL

Permakarsa, difasilitasi oleh Komisi AMDAL, berkonsultasi dengan Forum

Stakeholder dan warga yang terkena dampak

Pemrakarsa, difasilitasi oleh Komisi AMDAL, berkonsultasi dengan Forum

Stakeholder dan warga yang terkena dampak pemantauan dan evaluasinya kpd Meneg. LH (sekurang-kurangnya 2

kali setahun), dengan tembusan lembaga perijinan dan gubernur Penyaringan untuk

Pemrakarsa , yaitu: Dinas atau unit di lingkungan Pemerintah Kota mengajukan

(15)

X-15 dengan dampak proyek, harus diperhatikan dan dijawab secara tepat, serta dimuat

sebagai Lampiran dalam dokumen ANDAL dan RKL/RPL

Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/1999 tentang AMDAL pasal 33 (3) menyatakan

bahwa dalam waktu 30 hari setelah pengumuman proyek, pihak-pihak yang

berkepentingan, termasuk warga yang terkena dampak, LSM setempat, dan pihak

lainnya, dapat menyampaikan tanggapan, saran dan keluhan kepada Pemrakarsa.

Selama proses AMDAL, Pemrakarsa menginformasikan Forum Stakeholder, LSM

setempat yang tidak terwakili dalam Forum Stakeholder, dan warga yang terkena

dampak proyek, mendiskusikan aspek-aspek lingkungan, sosial dan dampak proyek;

serta menimbang pandangan pihak-pihak dimaksud dalam kajian. Pemrakarsa

berkonsultasi dengan kelompok-kelompok dimaksud sedikitnya dua kali, yaitu: (i)

segera setelah penapisan awal dan sebelum finalisasi Kerangka Acuan (TOR); dan (ii)

setelah draft Laporan ANDAL dan RKL/RPL disusun serta siap untuk dievaluasi (oleh

Komisi AMDAL). Di samping itu, jika diperlukan, Pemrakarsa juga berkonsultasi

dengan kelompok-kelompok tersebut selama implementasi proyek, untuk membahas

masalah-masalah yang berkaitan dengan AMDAL dan dampak proyek

Agar konsultasi antara Pemrakarsa, Forum Stakeholder, LSM setempat, dan

warga yang terkena dampak proyek bermakna, Pemrakarsa perlu menyediakan

semua bahan yang relevan sekurang-kurangnya 3 hari sebelum proses konsultasi

dilakukan, dan dalam bentuk dan bahasa yang mudah dipahami. Bahan dimaksud

setidak-tidaknya mencakup: ringkasan tujuan proyek, rincian pemerian proyek, dan

gambaran menyeluruh potensi dampaknya. Untuk konsultasi setelah draft laporan

ANDAL dan RKL/RPL disusun, Pemrakarsa menyediakan ringkasan laporan ANDAL

dan RKL/RPL dimaksud, termasuk kesimpulan dan sarannya. Di samping itu,

Pemrakarsa juga harus mengungkapkan draft laporan ANDAL dan RKL/RPL atau

UKL/UPL kepada publik dalam waktu yang tidak terbatas, serta dapat diakses oleh

Forum Stakeholder, dan LSM setempat.

Berkaitan dengan masalah-masalah lingkungan dan sosial, perlu dikembangkan

prosedur penyampaian keluhan publik yang transparan. Keluhan harus dijawab

sebelum tahap pelelangan proyek dimulai. Keluhan yang diajukan sebelum

konstruksi, selama konstruksi dan/atau operasi proyek perlu diselesaikan secara

(16)

X-16 Keluhan yang tidak dapat diselesaikan oleh Pemrakarsa dalam waktu 30 hari kalender

harus diteruskan kepada Tim Pemantau Safeguard untuk ditengahi. Apabila keluhan

yang diajukan sebelum konstruksi tidak dapat diselesaikan secara damai dalam kurun

waktu satu tahun, konstruksi proyek harus diubah, disesuaikan, atau ditunda.

UKL/UPL dan Prosedur Operasi Baku (SOP)

Proyek yang tidak termasuk memerlukan AMDAL, mungkin akan memerlukan

UKL/UPL atau SOP. Persiapan UKL/UPL harus sesuai dengan Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup No. 86/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan UKL/UPL.

Penyusunan UKL/UPL dan SOP untuk masing-masing proyek harus terlebih dahulu

menyiapkan hal-hal seperti yang akan diuraikan dibawah ini.

Untuk semua kegiatan

Gambaran lengkap aspek-aspek teknis proyek dengan peta yang memadai.

1. Identifikasi lokasi-lokasi yang sensitif secara lingkungan dalam peta

yang memadai.

(1) Sekolah, rumah sakit, rumah penduduk

(2) Tempat pengambilan air

(3) Sungai, kolam, danau, saluran irigasi

(4) Kawasan lindung

(5) Peninggalan budaya

2. Pengembangan langkah-langkah mitigasi untuk lokasi-lokasi sensitif.

3. Identifikasi masalah lingkungan penting untuk ditangani segera.

Air Bersih

1. Identifikasi dampak ke wilayah hilir sumber air.

2. Bagaimana menangani lumpur (endapan) dari proses penyaringan air.

3. Dimana membuang endapan tersebut.

Sampah / Konstruksi IPAL dan Sewerage

1. Kesesuaian dengan peraturan-perundangan yang mengatur tentang

struktur fasilitas.

2. Analisis rinci dampak fasilitas tersebut terhadap badan air permukaan,

air bawah tanah dan tanah.

(17)

X-17 4. Identifikasi lokasi-lokasi sensitif secara lingkungan sepanjang jalan

masuk.

5. Identifikasi lokasi pembuangan endapan dari pengoperasian IPAL.

6. Identifikasi lokasi pembuangan endapan limbah konstruksi dari

sewerage.

7. Identifikasi lokasi pembuangan endapan kakus (jika tidak dibuang di

IPAL).

Drainase / Normalisasi Sungai / Kanal Banjir / Pelabuhan

1. Identifikasi sumber-sumber pencemaran, seperti logam berat dan

senyawa organik kuat (PCB, DDT, dll)

2. Identifikasi kuantitas bahan yang akan dikeruk.

3. Pemeriksaan (laboratorium) kualitas bahan yang akan dikeruk.

4. Identifikasi lokasi pembuangan.

Jalan

1. Identifikasi hubungan antara kawasan lindung dan lokasi proyek di

atas peta.

2. Identifikasi sumber-sumber bahan (bahan galian) dan lokasi

pembuangan.

3. Identifikasi lokasi-lokasi sensitif secara lingkungan sepanjang lintasan

antara lokasi konstruksi dan lokasi sumber material atau lokasi

pembuangan.

Jembatan

Identifikasi dampak lingkungan terhadap kawasan yang volume lalu lintasnya

akan meningkat karena konstruksi jembatan baru.

Pengembangan Perumahan dan Permukiman

1. Identifikasi hubungan antara kawasan lindung dan lokasi proyek di

atas peta.

2. Uraian lengkap tentang metode pengolahan limbah padat dan cair.

3. Identifikasi dampak lingkungan, termasuk kemacetan lalu lintas

karena peningkatan lalu lintas di masa mendatang serta

(18)

X-18 4. Identifikasi dampak terhadap hidrologi di dalam kawasan yang

dikembangkan.

Bangunan

1. Uraian lengkap tentang sistem pengumpulan sampah dan pengolahan

air limbah.

2. Identifikasi dampak lingkungan, termasuk kemacetan lalu lintas

karena peningkatan lalu lintas di masa mendatang serta

langkah-langkah penanggulangannya.

Program Perbaikan Kampung (KIP)

1. Identifikasi hubungan antara kawasan lindung dan lokasi proyek di

atas peta.

2. Uraian lengkap tentang metode pengolahan limbah padat dan cair.

3. Identifikasi dampak lingkungan, termasuk kemacetan lalu lintas

karena peningkatan lalu lintas di masa mendatang serta

langkah-langkah penanggulangannya.

4. Identifikasi dampak terhadap hidrologi di dalam kawasan yang

dikembangkan.

Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah

ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis

rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau

Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan

Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:

1. Proyek wajib AMDAL

2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL

(19)

X-19

Deskripsi

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)

a) Rujukan

Peraturan

Perundangan

i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup

ii. Permen LH 09/2011 tentang Pedoman umum

KLHS

i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup

ii. Permen PPU 10/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan bidang PU

wajib UKL UPL

iii. Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau

kegiatan Wajib AMDAL

b) Pengertian

Umum

Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan

partisipatif

untuk

memastikan

bahwa

prinsip

pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan

terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau

kebijakan, rencana, dan/atau program.

Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan

yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi

proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha

dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk

aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona

lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan.

c) Kewajiban

pelaksanaan

Pemerintah dan Pemerintah Daerah

Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang masuk kriteria

sebagai wajib AMDAL (Pemerintah/swasta)

d) Keterkaitan

studi lingkungan

dengan:

i. Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan

RPJM

ii. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi

menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan

Tahap perencanaan suatu usaha dan atau kegiatan

e) Mekanisme

pelaksanaan

i. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/ atau

program terhadap kondisi lingkungan

(20)

X-20 Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)

hidup di suatu wilayah;

ii. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program; dan iii. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan

keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.

ii. Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL yang dibentuk oleh Menteri, Gubernur, atau

Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dan dibantu oleh Tim Teknis.

iii. Komisi penilai AMDAL menyampaikan rekomendasi berupa kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

iv. Menteri, gubernur, dan bupati/walikota berdasarkan rekomendasi komisi penilai AMDAL menerbitkan Keputusan Kelayakan atau Ketidaklayakan lingkungan f) Muatan Studi

Lingkungan

i. Isu Strategis terkait Pembangunan Berkelanjutan

ii. Kajian pengaruh rencana/program dengan isu-isu strategis terkait pembangunan berkelanjutan

iii. Alternatif rekomendasi untuk rencana/program

i. Kerangka acuan; ii. Andal; dan iii. RKL-RPL.

Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKL-RPL. Kerangka acuan wajib sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan.

g) Output Dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah.

(21)

X-21 Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)

h) Outcome i. Rekomendasi KLHS digunakan sebagai alat untuk melakukan perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan yang melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.

ii. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sesuai hasil KLHS tidak diperbolehkan lagi.

i. Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidak layakan lingkungan

ii. Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang diwajibkan

iii. Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang tercantum dalam RKL RPL.

i) Pendanaan APBD Kabupaten/Kota i. Kegiatan penyusunan AMDAL (KA, ANDAL, RKL-

RPL) didanai oleh pemrakarsa,

ii. Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan sekretariat Penilai AMDAL dibebankan pada APBN/APBD

iii. Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL-RPL oleh komisi AMDAL dan tim teknis dibiayai oleh pemrakarsa. iv. Dana pembinaan dan pengawasan dibebankan pada

anggaran instansi lingkungan hidup pusat, provinsi dan kabupaten/kota

j) Partisipasi Masyarakat

Masyarakat adalah salah satu komponen dalam kabupaten/kota yang dapat mengakses dokumen pelaksanaan KLHS

Masyarakat yang dilibatkan adalah: i. Yang terkena dampak;

ii. Pemerhati lingkungan hidup; dan/atau

(22)

X-22 Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) k) Atribut Lainnya:

a. Posisi

Hulu siklus pengambilan keputusan Akhir sklus pengambilan keputusan

b. Pendekatan Cenderung pro aktif Cenderung bersifat reaktif

c. Fokus analisis

Evaluasi implikasi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan

Identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan

d. Dampak kumulatif

Peringatan dini atas adanya dampak komulatif Amat terbatas

e. Titik berat telaahan

Memelihara keseimbangan alam, pembangunan berkelanjutan

Mengendalikan dan meminimalkan dampak negative

f. Alternatif Banyak alternatif Alternatif terbatas jumlahnya

g. Kedalaman Luas dan tidak rinci sebagai landasan untuk

mengarahkan visi dan kerangka umum

Sempit, dalam dan rinci

h. Deskripsi proses

Proses multi pihak, tumpang tindih komponen, KRP merupakan proses iteratif dan kontinu

Proses dideskripsikan dengan jelas, mempunyai awal dan

akhir i. Fokus

pengendalia n dampak

Fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan Menangani gejala kerusakan lingkungan

j. Institusi Penilai

Tidak diperlukan institusi yang berwenang memberikan penilaian dan persetujuan KLHS

(23)

I0-

1

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib

dilengkapi dokumen AMDAL adalah sebagai berikut:

Tabel 10.9 Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL

No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran

A. Persampahan:

a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan

- luas kawasan TPA, atau - Kapasitas Total

> 10 ha > 100.000 ton b. TPA di daerah pasang surut:

- luas landfill, atau - Kapasitas Total

semua kapasitas/ besaran

c. Pembangunan transfer station:

- Kapasitas > 500 ton/hari

d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah

- Kapasitas > 500 ton/hari

e. Pengolahan dengan insinerator:

- Kapasitas semua kapasitas

f. Composting Plant:

- Kapasitas > 500 ton/hari

g. Transportasi sampah dengan kereta api:

- Kapasitas > 500 ton/hari

B. Pembangunan Perumahan/Permukiman:

a. Kota metropolitan, luas > 25 ha

b. Kota besar, luas > 50 ha

c. Kota sedang dan kecil, luas > 100 ha d. keperluan settlement transmigrasi > 2.000 ha C. Air Limbah Domestik

a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang:

- Luas, atau - Kapasitasnya

> 2 ha 3 b. Pembangunan IPAL limbah domestik,

termasuk - Luas, atau - Kapasitasnya

> 3 ha

> 2,4 ton/hari c. Pembangunan sistem perpipaan air

- Luas layanan, atau - Debit air limbah

> 500 ha 3 D. Pembangunan Saluran Drainase (Primer

dan/atau sekunder) di permukiman

a. Kota besar/metropolitan, panjang: > 5 km

b. Kota sedang, panjang: > 10 km

E. Jaringan Air Bersih Di Kota

a. Pembangunan jaringan distribusi

(24)

I0-

2

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas

menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi

dengan dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan

kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tercermin dalam tabel 10.10

Tabel 10.10 Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL

Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya a. Persampahan i. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan

sistem

controlled landfill atau sanitary landfill termasuk

instansi penunjang:

Luas kawasan, atau < 10 Ha Kapasitas total < 10.000 ton ii. TPA daerah pasang surut

Luas landfill, atau < 5 Ha Kapasitas total < 5.000 ton iii. Pembangunan Transfer Station

Kapasitas < 1.000 ton/hari

iv. Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah Terpadu

i. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja

(IPLT) termasuk fasilitas penunjang Luas < 2 ha

3 Atau kapasitas < 11 m /hari

ii. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah

Luas < 3 ha

Atau bahan organik < 2,4 ton/hari iii. Pembangunan sistem perpipaan air limbah c. Drainase

Permukaan Perkotaan

i. Pembangunan saluran primer dan sekunder Panjang < 5 km

ii. Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan pemukiman

Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha d. Air Minum i. Pembangunan jaringan distribusi:

(25)

I0-

3

Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

ii. Pembangunan jaringan pipa transmisi Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d <10 km Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 10 km Pedesaan, Panjang : -

iii. Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber

air permukaan lainnya (debit) Sungai danau : 50 lps s.d. < 250 lps Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps iv. Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap

Debit : > 50 lps s.d. < 100 lps v. Pengambilan air tanah dalam untuk kebutuhan:

e. Pembangunan Gedung

i. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah

tanah:

1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan

bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000

m2 s.d. 10.000 m2

2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja

termasuk

kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2

3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2

s.d. 10.000 m2

(26)

I0-

4

Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan

bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000

m2 s.d. 10.000 m2

2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid

termasuk mushola, bangunan gereja termasuk

kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan

bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2

3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2

s.d. 10.000 m2

4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi

pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk

Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL iii. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di

atas air:

1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan

bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000

m2 s.d. 10.000 m2

(27)

I0-

5

Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

f. Pengembangan kawasan permukiman baru

i. Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS, TNI/POLRI, buruh/pekerja;

Jumlah hunian: < 500 unit rumah; Luas kawasan: < 10 ha

ii. Pengembangan kawasan permukiman baru sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi lokal pedesaan (Kota Terpadu Mandiri eks transmigrasi,

fasilitas pelintas batas PPLB di perbatasan); Jumlah hunian: < 500 unit rumah; Luas kawasan: < 10 ha

iii. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap

g. Peningkatan Kualitas Permukiman

i. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan pendekatan pemenuhan

kebutuhan

dasar (basic need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk;

Luas kawasan: < 10 ha

ii. Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil, kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil;

Luas kawasan: < 10 ha

iii. Pengembangan kawasan perdesaan untuk meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan agropolitan, kawasan terpilih h. Penanganan

Kawasan Kumuh Perkotaan

i. Penanganan menyeluruh terhadap kawasan kumuh berat di perkotaan metropolitan yang

dilakukan dengan pendekatan peremajaan kota

(urban renewal), disertai dengan pemindahan

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas

wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen

UKL-UPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan

(28)

I0-

6

Tabel 10.11 Checklist Kebutuhan Analisis Perlindungan Lingkungan

pada Program Cipta Karya

No. Komponen Kegiatan Lokasi Amdal UKL/UPL SPPLH

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang

Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun

pasca pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan

infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan

sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta

pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan

(29)

I0-

7

penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian

pada pasca pembangunan atau

pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya

tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial

ekonomi masyarakat sekitarnya.

Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunyamemperhatikan

aspek sosial adalah sebagai berikut:

1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:

 Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan social juga dilakukan

dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang

kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal

di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana

 Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di

tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.

2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum:

 Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan

tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan

kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin

kepentingan hokum Pihak yang Berhak.

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional Tahun 2010-2014:

 Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program

pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan

kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan,

kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar.

 Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan

partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.

4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan

(30)

I0-

8

oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil,

serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.

5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam

Pembangunan Nasional

 Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan

gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan,

pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan

nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi,

serta kewenangan masing-masing.

Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah

kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:

1. Pemerintah Pusat:

a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis

nasional ataupun bersifat lintas provinsi.

b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yangbersifat

strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta

program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.

d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya

perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas

kebijakan dan program pembangunan nasional berperspektif gender,

khususnya untuk bidang Cipta Karya.

2. Pemerintah Provinsi:

a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional

ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.

b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat

(31)

I0-

9

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta

program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat

provinsi.

d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya

perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas

kebijakan dan program pembangunan di tingkat provinsi berperspektif

gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota:

a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum dikabupaten/kota.

b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di

kabupaten/kota.

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta

program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.

d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya

perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas

kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten/kota

(32)

I0-

10

BAB X ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA

KARYA DI KABUPATEN/KOTA 10.1 Aspek Lingkungan

10.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) 10.1.2 AMDAL, UKL-UPL dan SPPLH

10.2 Aspek Sosial

10.2.1 Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya 10.2.2 Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya 10.2.3 Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

BAB X ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DI KABUPATEN/KOTA

10.1 Aspek Lingkungan

10.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) 10.1.2 AMDAL, UKL-UPL dan SPPLH

10.2 Aspek Sosial

(33)

I1-

1

Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara

Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga perlu mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah terbangun.

Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiscal dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternative pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah.

Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPIJM pada dasarnya bertujuan untuk: a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan

(34)

I1-

2

b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat

dan sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya, c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi pembangunan bidang

Cipta Karya.

1

1

1

1

.

.

1

1

.

.

ARAHAN KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BIDANG CIPTA KARYA

K

K

A

A

B

B

U

U

P

P

A

A

T

T

E

E

N

N

S

S

I

I

D

D

O

O

A

A

R

R

J

J

O

O

Arah kebijakan pengelolaan keuangan daerah tidak terlepas dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang dilakukan dengan menekankan pada prinsip keadilan, kepatutan dan manfaat sebagai konsekuensi hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam rangka mendukung terwujudnya good and clean goverment, pengelolaan keuangan Kabupaten Sidoarjo. disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah serta dilakukan secara profesional mengacu perundang-undangan yang berlaku dengan prinsip :

1.Partisipasi masyarakat

2.Transparansi dan akuntabilitas 3.Disiplin

4.Keadilan

5.Efisiensi dan efektifitas

Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam peraturan dan perundangan terkait, antara lain:

1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

(35)

I1-

3

Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional. Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, criteria khusus, dan kriteria teknis.

4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.

5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan:

a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan APBD tahun sebelumnya;

b. memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk

mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5; c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;

d. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber

dari pemerintah;

e. pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.

6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana persampahan.

7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri dari:

a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.

(36)

I1-

4

c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan

Pengeluaran.

8. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut:

a. Bidang Infrastruktur Air Minum

DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi

sasaran/ target Millenium Development Goals (MDGs) yang

mempertimbangkan:

- Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah; - Tingkat kerawanan air minum.

b. Bidang Infrastruktur Sanitasi

DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan untuk program peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan kriteria teknis:

- kerawanan sanitasi;

- cakupan pelayanan sanitasi.

9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPIJM bidang infrastruktur ke-PU-an yang telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor.

Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPIJM meliputi:

1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi.

(37)

I1-

5

3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama

(DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.

4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).

5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.

Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya.

11.2.

PROFIL APBD KABUPATEN/KOTA

Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah yang menambah equitas dana lancar yang merupakan hak pemerintah daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah daerah. Pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan.

Kebijakan pengelolaan keuangan daerah pada tahun anggaran 2012 menekankan pada upaya menggali potensi dan memobilisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk mendukung kemandirian daerah, disamping itu pemerintah daerah juga berupaya membuat berbagai terobosan guna meningkatkan penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat, swasta serta masyarakat.

Bedasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007, sumber – sumber pendapatan daerah terdiri dari :

1.Pendapatan asli daerah meliputi :  Pajak daerah ;

 Retribusi Daerah;

 Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan;  Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

2.Dana Perimbangan meliputi :

 Dana bagi hasil pajak / bukan pajak;

 Dana Alokasi Umum;

(38)

I1-

6

3.Lain – lain pendapatan daerah yang sah, meliputi :

 Hibah;

 Dana Darurat;

 Dana bagi hasil pajak dari provinsi dan pemerintah daerah lainnya;  Dana penyesuaian dan otonomi khusus;

 Bantuan keuangan dari provinsi dan pemerintah daerah lainnya.

Dalam pengelolaan pendapatan daerah upaya yang dilakukan untuk peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah dapat ditempuh melalui :

 Penyederhanaan sistem dan prosedur administrasi pemungutan pajak dan retribusi daerah;

Low inforcement dalam upaya membangun ketaatan wajib pajak dan retribusi daerah;

(39)

I1-

7

Tabel 11. 1

Perkembangan Pendapatan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir Tahun 2009-2013

Pendapatan Daerah TAHUN 2008 TAHUN 2009 TAHUN 2010 TAHUN 2011 TAHUN 2012

Rp % Rp % Rp % Rp % Rp %

PENDAPATAN ASLI DAERAH

Pajak Daerah

Retribusi Daerah

Bagian Laba Usaha Daerah

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah

DANA PERIMBANGAN

Bagian Hasil Pajak dan Bukan Pajak

Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Khusus

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH

Hibah

Dana Perimbangan dari Propinsi

Dana Penyesuaian otonomi khusus

Bantuan Keuangan dari Propinsi

(40)

I1-

8

Tabel 11. 2

Perkembangan Belanja Daerah dalam 5 Tahun Terakhir Tahun 2009-2013

Belanja Daerah TAHUN 2008 TAHUN 2009 TAHUN 2010 TAHUN 2011 TAHUN 2012

Rp x 1000 % Rp x 1000 % Rp x 1000 % Rp x 1000 % Rp x 1000 %

BELANJA TIDAK LANGSUNG

Belanja Pegawai

Belanja Bunga

Belanja Subsidi

Belanja Hibah

Belanja Bantuan Sosial

Bantuan Pemda lain

Belanja Tidak Terduga

BELANJA LANGSUNG

Belanja Pegawai

Belanja Barang & Jasa

Belanja Modal

Total Belanja Daerah

(41)

I1-

9

Tabel 11. 3

Perkembangan Pembiayaan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir Tahun 2009-2013

Pembiayaan Daerah TAHUN

2008 2009 2010 2011 2012

PENERIMAAN PEMBIAYAAN

Penggunaan SiLPA

Pencairan Dana Cadangan

Hasil Penjualan Kekayaan Daerah

Penerimaan Pinjaman dan Obligasi Daerah

Penerimaan Kembali Pinjaman Piutang Daerah

PENGELUARAN PEMBIAYAAN

Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal

Pembayaran Pokok Pinjaman Pemberian Pinjaman Daerah

TOTAL PEMBIAYAAN DAERAH

(42)

I1-

10

11.3.

PROFIL INVESTASI PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

Setelah APBD secara umum dibahas, maka perlu dikaji berapa besar investasi pembangunan khusus bidang Cipta Karya di daerah tersebut selama 3-5 tahun

terakhir yang bersumber dari APBN, APBD, perusahaan daerah dan

masyarakat/swasta.

11.3.1. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari APBN dalam 5 Tahun

Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemda, Ditjen Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai stimulant kepada daerah agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan peraturan yang berlaku (PermenPU No. 14 Tahun 2011). Data dana yang dialokasikan pada suatu kabupaten/kota perlu dianalisis untuk melihat trend alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya dan realisasinya di daerah tersebut

Tabel 11. 4

APBN Cipta Karya Kabupaten Sidoarjo.. dalam 5 Tahun Terakhir (Tahun 2009-2013)

Sektor Alokasi Tahun

2008 2009 2010 2011 2012

Pengembangan Air Minum Pengembangan PPLP Pengembangan Permukiman Penataan Bangunan dan Lingkungan

Total

Di samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di daerah, untuk mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional.

(43)

I1-

11

rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan.

Sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan berdasarkan Kriteria Umum, Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis. Dana DAK ini perlu dilihat alokasi dalam 5 tahun terakhir sehingga bisa dianalisis perkembangannya.

Tabel 11. 5

Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya Kabupaten Sidoarjo.. dalam 5 Tahun Terakhir (Tahun 2009-2013)

Jenis DAK Alokasi Tahun

2008 2009 2010 2011 2012

DAK Air Minum DAK Sanitasi

Sumber:

11.3.2. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari APBD dalam 5 Tahun

Untuk melihat upaya pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya perlu dianalisis proporsi belanja pembangunan Cipta Karya terhadap total belanja daerah dalam 3-5 tahun terakhir. Proporsi belanja Cipta Karya meliputi pembangunan infrastruktur baru, operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang sudah ada. Perlu disusun tabel proporsi berdasarkan sektor-sektor Cipta Karya yang ada. Perkembangan alokasi APBD untuk pembangunan bidang cipta karya kabupaten Sidoarjo.. dalam 5 tahun terakhir bisa dilihat pada tabel 9.6 dibawah ini.

Tabel 11. 6

Perkembangan Alokasi APBD untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya Kabupaten Sidoarjo.. dalam 5 Tahun Terakhir (Tahun 2009-2013)

Sektor

TAHUN 2008 TAHUN 2009 TAHUN 2010 TAHUN 2011 TAHUN 2012

(44)

I1-

12

Total Belanja APBD Bidang CK Total Belanja APBD

Selain itu, pemerintah daerah juga didorong untuk mengalokasikan Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) sebagai dana pendamping kegiatan APBN di kabupaten Sidoarjo... DDUB ini menunjukkan besaran komitmen pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan bidang Cipta Karya. Oleh sebab itu, perkembangan besaran DDUB dalam 3-5 tahun terakhir perlu diketahui untuk melihat komitmen pemerintah daerah. Perkembangan DDUB dapat dijabarkan dalam tabel 11.7.

Tabel 11. 7

Perkembangan DDUB dalam 5 Tahun Terakhir (Tahun 2009-2013)

Sektor Alokasi Tahun (dalam x 1000)

2008 2009 2010 2011 2012

Pengembangan Air Minum

Pengembangan PPLP

Pengembangan Permukiman

Penataan Bangunan dan Lingkungan

Total

11.3.3. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari Swasta

Gambar

Gambar 10. 1. Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS
Tabel 10. 2
Tabel 10. 3
Tabel 10.5 Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini semakin diperkuat dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2014) dengan judul penelitian “ Self efficacy dan prokrastinasi pada mahasiswa

Bagi Universitas penelitian ini diharapkan dapat menginspirasi dengan terus berinovasi ketika mengadakan kegiatan kemahasiswaan, khususnya LKMM, yang berguna untuk

Sepanjang kontrak kerja adalah „bebas‟, apa yang diperoleh pekerja tidak ditentukan oleh nilai sesungguhnya dari barang-barang yang dihasilkannya, tetapi oleh kebutuhan

Rerata motilitas spermatozoa pada kelompok KM2 dibandingkan dengan KM3 menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan (p=0,000) berarti pemberian ekstrak kulit manggis

Penelitian ini diharapkan mampu mendapatkan gambaran spatial dan temporal kasus DBD, mengidentifikasi faktor risiko perilaku, demografi, dan geografi terhadap penyebaran

Hasil penelitian menunjukan secara umum terdapat perbedaan penguasaan konsep yang signifikan (p= 0,00) antara kelas eksperimen yang belajar dengan menerapkan model project

Sebelum mendapatkan polis yang berisi syarat-syarat umum dan khusus, calon pemegang polis akan memperoleh gambaran 12 Terdapat dalam polis Unit Link Syariah PT. AXA Financial

Dari pemaparan ini, sebagian pengamat memandang bahwa pemikiran-pemikiran Nasr tersebut dari banyak segi cocok dan relevan hanya untuk menjadi solusi bagi masyarakat modern,