• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 1 7.1. Sektor Pengembangan Permukiman

7.1.1. Kondisi Eksisting

Perumahan di wilayah Kabupaten Sampang dibedakan menurut kawasan kegiatannya, yaitu perumahan di permukiman perkotaan dan perumahan di permukiman perdesaan (yang umumnya tradisional). Secara umum, klasifikasi kondisi pemukiman menurut bangunannya adalah permanen, semi permanen dan darurat. Pemukiman perdesaan pada umumnya adalah bangunan semi permanen dan darurat, karena bahan dan sistem konstruksinya kayu atau bambu.

Rumah Miskin Desa Apa’an

Kecamatan Pangarengan

Rumah Miskin Desa Komis Kecamatan Kedungdung

(2)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 2 Rumah Miskin Desa Karangpenang

Kecamatan Karangpenang

Rumah Miskin Desa Geresmpal Kecamatan Omben

Secara umum kondisi fisik bangunan di Desa Tertinggal Prioritas dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu rumah permanen, semi permanen dan tidak permanen. Penggdolongan fisik tersebut didasarkan pada bahan baku/material pembangunan dari perumahan antara lain diperkeras dengan semen atau tidak, berdinding tembok atau bambu, beratap genting atau tidak, dan lain sebagainya.

Berikut paparan kondisi eksisting perumahan dan permukiman di daerah-daerah yang relatif tertinggal.

 Kecamatan Sampang

Paparan mengenai kondisi perumahan dan permukiman di Kecamatan Sampang dikonsentrasikan pada permukiman Pulau Mandangin. Hal ini dilakukan, mengingat (secara umum) kondisi pemukiman di Pulau Mandangin yang jauh lebih tertinggal dari kondisi pemukiman pada umumnya di wilayah Kecamatan Sampang.

 Pulau Mandangin

(3)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 3

ke tahun. Data tahun 2007 menunjukkan bahwa dari 4.225 KK yang ada di Pulau Mandangin 58,18% (2.457 KK) adalah keluarga miskin.

Secara administratif Pulau Mandangin terbagi atas 3 dusun, yaitu : Dusun Candir, Dusun Kramat dan Dusun Jungbarat. Kepadatan tertinggi perumahan/permukiman berada di sisi utara Pulau Mandangin, yang menjadi bagian dari ketiga dusun tersebut. Sementara di sisi selatan dan sisi timur Pulau Mandangin masih terdapat lahan kosong, namun sebagian sudah dipadati dengan permukiman penduduk.

Tabel 7. 1 Potensi dan Permasalahan Permukiman Pulau Mandangin

Potensi Permasalahan

Tata ruang kurang baik & tidak terencana menyebabkan penyebaran pemukiman tidak selaras dengan penyebaran prasarana pendukungnya; Pemukiman padat tidak merata dan kumuh;

Prasarana lingkungan perumahan sangat terbatas.

Sumber : Perencanaan Program Bidang Permukiman Pada Desa Miskin Tertinggal di Pulau Mandangin Kabupaten Sampang

Pada umumnya, kondisi fisik bangunan perumahan di pulau ini masih kurang memadai, bahkan beberapa rumah belum memenuhi standar (minimum) perumahan yang baik, misal : ventilasi yang buruk, dinding dari papan/bambu, lantai masih dari tanah. Beberapa rumah, walaupun dindingnya tersusun dari bata namun keropos, mengalami kerusakan akibat hawa air laut.

Oleh karena itu pengembangan sarana dan prasarana perumahan akan dititikberatkan pada rehabilitasi perumahan. Pemugaran rumah disesuaikan dengan proyeksi kebutuhan rumah sampai dengan tahun 2018.

Tabel 7. 2 Potensi dan Permasalahan Perumahan di Desa Miskin Tertinggal Pulau Mandangin

Potensi Permasalahan

(4)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 4

 Kecamatan Sreseh

Di wilayah Kecamatan Sreseh, bangunan rumah penduduk yang tergolong permanen (dinding terbuat dari tembok) berjumlah 5.318 unit, rumah bertingkat 7 unit, rumah setengah tembok 2.356 unit, rumah gedek 2.299 unit, dan rumah papas 1.864 unit.

Penataan ruang kecamatan yang kurang baik menyebabkan penyebaran permukiman dan prasarana menjadi tidak merata untuk masing-masing desa di Kecamatan Sreseh, menjadi permasalahan bidang permukiman yang paling mengemuka.

Pada Kecamatan Sreseh terdapat beberapa desa tertinggal yang memerlukan bantuan di bidang pengembangan permukiman berupa pembangunan perumahan, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 7. 3 Potensi dan Permasalahan Permukiman Kecamatan Sreseh

Potensi Permasalahan

Penataan ruang kecamatan yang kurang baik menyebabkan penyebaran pemukiman dan prasarana menjadi tidak merata untuk masing-masing desa di Kecamatan Sreseh.

Masih banyaknya rumah yang kurang ventilasi dan berlantai tanah

Masih ada rumah-rumah kumuh yang belum memenuhi standar kesehatan

Sumber : Penyusunan Perencanaan Program Bidang Permukiman Pada Desa Miskin Tertinggal di Kecamatan Sreseh Kabupaten Sampang

Tabel 7. 4 Potensi dan Permasalahan Perumahan di Desa Miskin Tertinggal Kecamatan Sreseh

Desa Potensi Permasalahan

Disanah Pola Permukiman yang

mengelompok

Masih banyaknya rumah tidak permanen

Masih banyaknya rumah tidak permanen;

Masih banyak rumah yang berlantai tanah

Sumber : Penyusunan Perencanaan Program Bidang Permukiman Pada Desa Miskin Tertinggal di Kecamatan Sreseh Kabupaten Sampang

(5)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 5

dari perumahan antara lain diperkeras dengan semen atau tidak, berdinding tembok atau bambu, beratap genting atau tidak, dan lain sebagainya.

Jumlah bangunan perumahan sesuai kondisinya di Desa Tertinggal Prioritas adalah sebagai berikut.

Tabel 7. 5 Jumlah Rumah berdasarkan Kondisi Bangunan Perumahan di Desa Tertinggal Prioritas

No Desa Permanen Semi Permanen Tidak Permanen

1. Disanah 7 240 60

2. Junok 80 226 250

Sumber : Penyusunan Perencanaan Program Bidang Permukiman Pada Desa Miskin Tertinggal di Kecamatan Sreseh Kabupaten Sampang

Terlihat bahwa secara kuantitas, kondisi fisik bangunan perumahan di Desa Tertinggal Prioritas masih sangat kurang memadai. Beberapa rumah bahkan belum memenuhi standar perumahan yang baik, misalnya ventilasi yang buruk, dinding dari bambu/papan, lantai yang terbuat dari tanah.

Rumah rawan bencana pada Desa Tertinggal Prioritas terletak pada satu lokasi, yaitu: rumah yang ada di sepanjang bantaran sungai. Kebanyakan rumah-rumah tersebut melanggar garis sempadan sungai (sepanjang 15 meter).

Prosentase jumlah rumah sehat layak huni, rumah tidak sehat tidak layak huni, dan rumah rawan bencana di tiap Desa Tertinggal Prioritas, sebagai berikut.

Tabel 7. 6 Jumlah Rumah Sehat, Tidak Sehat dan Rumah Rawan Bencana Desa Tertinggal Prioritas (Unit)

No Desa Sehat Tidak Sehat Rawan Bencana

 %  %  %

1. Disanah 35 11,40 200 65,15 72 23,45

2. Junok 205 45,05 149 32,75 101 22,20

Sumber : Penyusunan Perencanaan Program Bidang Permukiman Pada Desa Miskin Tertinggal di Kecamatan Sreseh Kab. Sampang

Oleh karena itu pengembangan sarana dan prasarana perumahan akan dititikberatkan pada rehabilitasi perumahan.

 Kecamatan Jrengik

(6)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 6 Lanjeng, dengan pola cluster dan berkelompok. Di sela-sela pemukiman banyak dijumpai masjid/ langgar 1 sebagai sarana ibadah.

Tatanan ini menyebabkan hunian tidak saling merapat dan tidak membuatnya menjadi kumuh. Di samping itu, dalam pola Tanean Lanjeng tersebut terdapat beberapa keluarga yang masih mempunyai hubungan saudara dalam satu cluster. Sehingga kebutuhan rumah di kawasan perdesaan, tidak dapat di asumsikan bahwa 1 KK harus 1 rumah, karena alasan adat dan budaya.

Untuk menghitung backlog rumah perlu dilakukan studi secara khusus dan spesifik. Berdasarkan perhitungan terlihat bahwa jumlah rumah total (9.468 KK) lebih besar daripada jumlah KK (8.364 KK). Hal ini di mungkinkan karena adanya pola cluster yang di huni oleh beberapa KK pada pola permukiman mereka. Pola cluster ini merupakan potensi untuk menjawab kebutuhan rumah berdasarkan data backlog. Namun pengamatan lapangan menunjukkan adanya pola yang bergeser yang disebabkan karena minimnya lahan milik pribadi.

Pola Tanean Lanjeng hingga kini pada umumnya masih dipakai, walaupun bahan yang digunakan sudah tergolong baru (tidak menggunakan kayu). Pada umumnya permukiman tradisional itu menggunakan bahan dan tatanan yang bersifat alami. Dinding rumah masih menggunakan papan kayu atau anyaman bambu. Untuk masyarakat menengah ke atas mulai memakai bahan dinding dari pasangan batu

kapur2. Bagian atap menggunakan genteng tanah liat. Bahan bangunan tradisional

yang digunakan pada rumah penduduk menjadikannya tergolong dalam kelompok semi permanen dan darurat.

Tabel 7. 7 Kondisi Perumahan di Kecamatan Jrengik

No Desa Jenis Rumah Jumlah

Permanen Semi Permanen Non Permanen

1. Margantoko 77 515 377 505

1 Salah satu ciri dari pola Tanean Lanjeng adalah adanya langgar, berupa aula kecil dengan sistem panggung yang terletak di sisi barat tatanan/sebelah kanan bagian depan rumah.

(7)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 7

No Desa Jenis Rumah Jumlah

Permanen Semi Permanen Non Permanen

10. Jungkarang 110 71 502 683

11. Kotah 81 81 652 814

12. Jrengik 139 103 677 919

13. Taman 76 76 633 785

14. Panyepen 77 91 704 872

Sumber : Penyusunan Perencanaan Program Pembangunan Bidang Permukiman Pada Desa Miskin Tertinggal Di Kecamatan Jrengik – Kabupaten Sampang Tahun 2007

Secara faktual, permukiman tradisional berbahan kayu alam ini diyakini sebagai salah satu bentuk hunian yang tingkat adaptasinya terhadap alam sangat tinggi. Bangunan tradisional merupakan salah satu contoh baik dalam merespon alam. Hal ini merupakan satu potensi yang dapat dikembangkan sebagai salah satu model hunian tradisional yang sehat.

Oleh karena itu, selain terkait kondisi rumah, permasalahan yang dihadapi adalah data jumlah rumah semi permanen dan non pemanen pada hunian tradisional tidak dapat digunakan sebagai dasar dalam keputusan apakah desa tersebut membutuhkan program perbaikan rumah atau tidak. Berdasarkan data jumlah rumah dengan kondisi semi permanen (953 unit) dan darurat dengan dinding gedeg (sejumlah 6.185 unit) dan dinding papan (1.158 unit) cukup banyak. Untuk kondisi permukiman di pusat kota, kondisi ini akan menjadi masalah. Namun untuk kondisi permukiman perdesaan, banyaknya jumlah bangunan dengan kondisi semi permanen bukan masalah yang signifikan. Persoalannya adalah bagaimana menjaga pola hidup sehat dalam rumah tradisional tersebut.

Pada Kecamatan Jrengik ini terdapat beberapa desa tertinggal yang memerlukan bantuan pembangunan di bidang perumahan dan permukiman yang selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 7. 8 Potensi dan Permasalahan Permukiman Kecamatan Jrengik

Potensi Permasalahan

Kondisi permukiman sebagian besar merupakan permukiman tradisional Madura dengan pola cluster dan berkelompok sehingga menyebabkan hunian tidak saling merapat dan membuatnya menjadi kumuh.

Bahan bangunan tradisional yang digunakan dalam

permukiman penduduk (kayu) selalu tergolong dalam kelompok semi permanen atau darurat tetapi bentuk hunian ini memiliki tingkat adaptasi terhadap alam sangat tinggi

jumlah rumah dengan kondisi semi permanen (953 unit) dan darurat dengan dinding gedeg (sejumlah 6.185 unit) dan

(8)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 8 Tabel 7. 9 Potensi dan Permasalahan Perumahan di Desa Miskin Tertinggal

Kecamatan Jrengik

Desa Potensi Permasalahan

Margantoko Kondisi fisik perumahan sudah baik dengan menggunakan pasangan batu bata atau kapur;

Banyak perumahan yang sudah

berdinding bata, dengan begitu

masyarakat sudah menyadari kebutuhan rumah yang sehat dan aman;

Tatanan rumahnya berkelompok, tetapi tidak menyurutkan konsep tradisional dengan teknologi bangunan.

Pemukiman berkelompok (clustering); Lokasi cluster pemukiman mayoritas jauh dari jalan utama;

Pola yang berkelompok dan jauh dari jalan utara akan sulit untuk berinteraksi

dengan keadaan yang ramai dan

Asemnonggal Letak permukiman sudah ada yang

berada di tepi jalan, sehingga akses ke jalan mudah;

Kondisi rumah masih ada yang

tradisional namun kebanyakan juga sudah berdinding masif (pasangan batu bata/kapur);

Berpencamya pemukiman penduduk

menambah jumlah jalan yang harus dibuat sebagai akses;

Pemukiman yang tradisional membuat luas lahan pedesaan terkesan luas karena mereka hidup berkelompok dalam suatu tatanan hunian.

Letak rumah yang jauh dan berkelompok membuat jarak komunikasi sulit dan terkesan individual.

Konsolidasi lahan;

Pengembangan permukiman kurang

efisien.

Majangan Bangunan rumah orang berekonomi

menengah ke atas atau kepala desa yang sudah beralih ke dinding masif;

Mayoritas yang tradisional memiliki pekarangan rumah yang luas lengkap dengan kandang ternak;

Bentuk rumah yang tradisional

mencirikhaskan permukiman Madura;

Kondisi bangunan masih banyak yang tradisional dari kayu atau bambu; Jalan lingkungan sempit dan banyak cabangnya, tiap cabang kondisinya tanah dan selalu becek pada saat hujan, sempit;

Dengan pola pemukiman yang

berkelompok dan individu, menambah kesan semakin tidak beraturan Kondisi rurnah yang masih tradisional (kuno) mengurangi tingkat keamanan akan bahaya luar seperti ular,hujan, rayap dan sebagainya.

Sumber : Penyusunan Perencanaan Program Bidang Permukiman Pada Desa Miskin Tertinggal di Kecamatan Jrengik Kabupaten Sampang, diolah.

(9)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 9

 Kondisi lantai rumah terbuat dari tanah yang akan diperbaiki dengan plester

atau pasangan keramik;

 Rumah tidak memenuhi kriteria sehat dimana rumah dan kandang ternak

menjadi satu, dan ventilasi kurang;

 Melibatkan peran masyarakat dalam proses rehabilitasi rumah (kapan, dimana,

siapa dan bagaimana proses rehabilitasi akan dilaksanakan);

 Kondisi atap dan dinding yang tidak permanen (dinding dari bambu).

7.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik diperkotaan maupun diperdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri,

sedangkan misinya adalah :

 Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan;

 Gedung yang tertib, layak huni, berjati diri, serasi dan selaras, dan;

 Memberdayakan masyarakat agar mandiri dalam penataan lingkungan yang

produktif dan berkelanjutan.

7.2.1. Kondisi Eksisting dan Permasalahan

Program Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kabupaten Sampang adalah sebagai berikut :

 Pelengkapan aksesibilitas bangunan gedung

 Penataan dan revitalisasi sarana dan prasarana lingkungan permukiman

 Peningkatan kualitas bangunan gedung

Permasalahan yang dihadapi Kabupaten Sampang dalam rangka pengembangan Bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan antara lain :

 Merupakan cakupan tugas dan kewenangan yang baru, sehingga nama dinasnya

menjadi Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang.

 Penataan bangunan dan lingkungan menjadi bagian dari Bidang Penataan Ruang

(10)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 10

 Penentuan prioritas penanganan tidak teratur, karena belum ada dokumen Tata

Ruang yang berpedoman pada undang-undang yang berlaku yang dapat mengarahkan melalui indikasi programnya. Hal ini mengakibatkan rencana program bidang penataan bangunan dan lingkungan belum jelas.

Target yang akan dicapai antara lain :

 Tersusunnya rencana rinci tata ruang, baik kawasan perdesaan, kawasan

perkotaan maupun kawasan kawasan strategis

 Terbinanya atas pengaturan pembangunan, pengembangan perkotaan,

meliputi penataan manajemen perkotaan, penataan lingkungan perkotaan dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang perkotaan

 Pembinaan dan pengaturan penyelenggaraan pembangunan gedung dan

pelaksanaan pengelolaan bangunan serta pemeliharaannya

 Sasaran yang akan dicapai :

 Penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan jasa konstruksi atas

penyediaan jasa, penggunaan jasa dan masyarakat meliputi pengaturan, pemberdayaan dan pengawasan;

 Pembinaan dan pengaturan pengawasan pengelolaan, penataan

pembangunan perumahan, perumahan swadaya kawasan khusus dan tertinggal, serta melaksananan bantuan teknis pembangunan lingkungan perumahan

 Penyusunan informasi pembangunan permukiman serta pemberdayaan

masyarakat dan usaha swasta.

7.3.Pengembangan Air Minum 7.3.1. Kondisi Eksisting

Rencana daerah pelayanan air minum Kabupaten Sampang sampai pada akhir tahun 2033 meliputi kawasan-kawasan yang memiliki tingkat kebutuhan air minum tinggi seperti kawasan padat penduduk, kawasan permukiman, kawasan industri, dan kawasan pariwisata. Penentuan daerah pelayanan juga disesuaikan dengan perencanaan tata ruangnya.

Proyeksi Kebutuhan Air Minum

Pengembangan layanan air bersih bagi masyarakat sangat perlu dilakukan mengingat fungsi dari air bersih tersebut yang sangat penting. Maka untuk analisis kebutuhan air bersih bagi masyarakat Kabupaten Sampang dilakukan dengan memproyeksi kebutuhan air sesuai dengan jumlah penduduk yang ada.

(11)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 11

Pada tahun 2012 tingkat pelayanan PDAM Kota Sampang yang melayani wilayah Kecamatan Sampang adalah 36 % dari total penduduk keseluruhan Kecamatan Sampang. Pada tahun 2013 tingkat pelayanan PDAM Cabang Camplong diproyeksikan meningkat mencapai 60 % dan meningkat 10 % tiap 5 tahun sampai pada tahun 2033. Pada tahun 2033 jumlah kebutuhan air untuk kegiatan domestik mencapai 169,60 liter/detik. Sedangkan, untuk kebutuhan air kegiatan non domestik mencapai 25,44 liter/detik. Lebih jelasnya pengenai proyeksi kebutuhan air Kecamatan Sampang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7. 10 Proyeksi Kebutuhan Air Kecamatan Sampang

No Keterangan Satuan Tahun

(12)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 12

liter/detik. Sedangkan, untuk kebutuhan air kegiatan non domestik mencapai 9,82

liter/detik. Lebih jelasnya pengenai proyeksi kebutuhan air Kecamatan Camplong dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7. 11 Proyeksi Kebutuhan Air Kecamatan Camplong

No Keterangan Satuan Tahun Kecamatan Torjun adalah 21,56 % dari total penduduk keseluruhan Kecamatan Torjun. Pada tahun 2013 tingkat pelayanan PDAM Cabang Torjun diproyeksikan meningkat mencapai 60 % dan meningkat 10 % tiap 5 tahun sampai pada tahun 2033. Pada tahun 2033 jumlah kebutuhan air untuk kegiatan domestik mencapai 20,06 liter/detik. Sedangkan, untuk kebutuhan air kegiatan non domestik mencapai 3,01 liter/detik. Lebih jelasnya pengenai proyeksi kebutuhan air Kecamatan Torjun dapat dilihat pada

(13)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 13 Tabel 7. 12 Proyeksi Kebutuhan Air Kecamatan Torjun

(14)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 14 Tabel 7. 13 Proyeksi Kebutuhan Air Kecamatan Omben

No Keterangan Satuan Tahun

(15)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 15 Tabel 7. 14 Proyeksi Kebutuhan Air Kecamatan Kedungdung

No Keterangan Satuan Tahun

(16)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 16

liter/detik. Lebih jelasnya pengenai proyeksi kebutuhan air Kecamatan Ketapang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7. 15 Proyeksi Kebutuhan Air Kecamatan Ketapang

No Keterangan Satuan Tahun

Pada tahun 2013 tingkat pelayanan PDAM Cabang Camplong diproyeksikan meningkat mencapai 60 % dan meningkat 10 % tiap 5 tahun sampai pada tahun 2033. Pada tahun 2033 jumlah kebutuhan air untuk kegiatan domestik mencapai 47,57 liter/detik. Sedangkan, untuk kebutuhan air kegiatan non domestik mencapai 7,14 liter/detik. Lebih jelasnya pengenai proyeksi kebutuhan air Kecamatan Camplong dapat dilihat pada tabel berikut.

(17)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 17 Kecamatan Jrengik akan dilayani oleh PDAM dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih dengan tingkat pelayanan 60 % dan meningkat 10 % tiap 5 tahun sampai pada tahun 2033. Pada tahun 2033 jumlah kebutuhan air untuk kegiatan domestik mencapai 23,70 liter/detik. Sedangkan, untuk kebutuhan air kegiatan non domestik mencapai 3,56 liter/detik. Lebih jelasnya pengenai proyeksi kebutuhan air Kecamatan

Jrengik dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7. 17 Proyeksi Kebutuhan Air Kecamatan Jrengik

(18)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 18 2013 Kecamatan Tambelangan akan dilayani oleh PDAM dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih dengan tingkat pelayanan 60 % dan meningkat 10 % tiap 5 tahun sampai pada tahun 2033. Pada tahun 2033 jumlah kebutuhan air untuk kegiatan domestik mencapai 46,07 liter/detik. Sedangkan, untuk kebutuhan air kegiatan non domestik mencapai 6,91 liter/detik. Lebih jelasnya pengenai proyeksi kebutuhan air

Kecamatan Tambelangan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7. 18 Proyeksi Kebutuhan Air Kecamatan Tambelangan

(19)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 19 Kecamatan Robatal akan dilayani oleh PDAM dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih dengan tingkat pelayanan 60 % dan meningkat 10 % tiap 5 tahun sampai pada tahun 2033. Pada tahun 2033 jumlah kebutuhan air untuk kegiatan domestik mencapai 58,71 liter/detik. Sedangkan, untuk kebutuhan air kegiatan non domestik mencapai 8,81 liter/detik. Lebih jelasnya pengenai proyeksi kebutuhan air Kecamatan Robatal dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7. 19 Proyeksi Kebutuhan Air Kecamatan Robatal

(20)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 20

Pada saat ini Kecamatan Banyuates belum terlayani PDAM, untuk itu pada tahun 2013 Kecamatan Banyuates akan dilayani oleh PDAM dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih dengan tingkat pelayanan 60 % dan meningkat 10 % tiap 5 tahun sampai pada tahun 2033. Pada tahun 2033 jumlah kebutuhan air untuk kegiatan domestik mencapai 64,27 liter/detik. Sedangkan, untuk kebutuhan air kegiatan non domestik mencapai 10,24 liter/detik. Lebih jelasnya pengenai proyeksi kebutuhan air Kecamatan Banyuates dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7. 20 Proyeksi Kebutuhan Air Kecamatan Banyuates

(21)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 21

Pada saat ini Kecamatan Sokobanah belum terlayani PDAM, untuk itu pada tahun 2013 Kecamatan Sokobanah akan dilayani oleh PDAM dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih dengan tingkat pelayanan 60 % dan meningkat 10 % tiap 5 tahun sampai pada tahun 2033. Pada tahun 2033 jumlah kebutuhan air untuk kegiatan domestik mencapai 65,32 liter/detik. Sedangkan, untuk kebutuhan air kegiatan non domestik mencapai 9,80 liter/detik. Lebih jelasnya pengenai proyeksi kebutuhan air Kecamatan Sokobanah dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7. 21 Proyeksi Kebutuhan Air Kecamatan Sokobanah

(22)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 22 2013 Kecamatan Pangarengan akan dilayani oleh PDAM dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih dengan tingkat pelayanan 60 % dan meningkat 10 % tiap 5 tahun sampai pada tahun 2033. Pada tahun 2033 jumlah kebutuhan air untuk kegiatan domestik mencapai 19,40 liter/detik. Sedangkan, untuk kebutuhan air kegiatan non domestik mencapai 2,91 liter/detik. Lebih jelasnya pengenai proyeksi kebutuhan air Kecamatan Pangarengan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7. 22 Proyeksi Kebutuhan Air Kecamatan Pangarengan

(23)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 23 2013 Kecamatan Karang Penang akan dilayani oleh PDAM dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih dengan tingkat pelayanan 60 % dan meningkat 10 % tiap 5 tahun sampai pada tahun 2033. Pada tahun 2033 jumlah kebutuhan air untuk kegiatan domestik mencapai 74,15 liter/detik. Sedangkan, untuk kebutuhan air kegiatan non domestik mencapai 11,12 liter/detik. Lebih jelasnya pengenai proyeksi kebutuhan air Kecamatan Karang Penang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7. 23 Proyeksi Kebutuhan Air Kecamatan Karang Penang

(24)
(25)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 25 7.4.Penyehatan Lingkungan Permukiman

7.4.1. Persampahan

Kondisi Eksisting dan Permasalahan

Sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan, baik karena diambil bagian utamanya atau karena pengolahan menjadi tidak ada manfaatnya, ditinjau dari segi sosial ekonomis tidak ada harganya dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran dan ganguan pada kelestarian lingkungan. Penanganan sampah memerlukan perhatian yang cukup besar mengingat dampak yang ditimbulkannya dan jumlah sampah akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk.

Menurut kegiatan kawasannya, penanganan sampah di Kabupaten Sampang dapat dikelompokkan atas sampah perkotaan dan sampah non perkotaan. Sampah pada kawasan perkotaan berasal dari sampah pasar, pemukiman, komersial, perkantoran dan industri. Sampah tersebut biasa ditangani dengan cara dibuang ke TPS, ditimbun atau dibakar.

Hingga tahun 2007, Kabupaten Sampang mempunyai 2 unit tempat pembuangan akhir (TPA), dengan luas keseluruhan 4,5 Ha. Untuk meningkatkan pelayanan persampahan, TPA yang ada didukung oleh 14 unit TPS (tempat Pembuangan Sementara), 1 unit transfer depo seluas 0,05 Ha dan sarana pengangkut sampah. Sarana pengangkut sampah yang dioperasikan yakni 1 unit mini truck berkapasitas 2 m3 dengan rotasi 1 x/hari, 4 unit dump truck besar berkapasitas 4 m3 dengan rotasi 1 x/hari, 4 unit dump truck kecil berkapasitas 4 m3, dan 5 unit arm roll besar berkapasitas 6 m3 dengan rotasi 1 x/hari.

Sedangkan untuk sampah di kawasan perdesaan, umumnya ditimbun dan dibakar. Hampir di setiap rumah memiliki halaman cukup luas untuk menimbun sampah. Namun tradisi ini sulit diterapkan pada rumah tangga yang tidak memiliki halaman cukup luas.

Tabel 7. 24Tempat Pembuangan Sampah Kabupaten Sampang

(26)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 26

No Uraian Satuan 2004 2005 2006 2007 2008

3. Transfer Depo

a. Jumlah Unit 3 2 1 1 -

b. Luas Ha 0,15 0,1 0,05 0,05 -

Sumber : RTRW Kabupaten Sampang

Upaya penanggulangan dan penanganan sampah dilakukan mulai dari skala individu,

lingkup rumah tangga, pabrik, perkantoran, pasar, pusat–pusat perbelanjaan dan lain–

lain, hingga tingkat kelembagaan melalui dinas atau instansi yang terkait. Instansi yang terkait persampahan di Kabupaten Sampang adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Namun demikian hingga saat ini persoalan sampah menjadi beban berat bagi kawasan perkotaan dan pemukiman padat penduduk. Masalah persampahan menjadi salah satu tolok ukur penting dalam upaya penataan kebersihan, keindahan dan kesehatan lingkungan maupun manusia.

Dalam pelaksanaannya, pengelolaan sampah dapat menyerap anggaran pemerintah dalam jumlah yang sangat besar. Anggaran tersebut banyak terserap pada biaya operasional harian, baik pada personil kebersihan (pasukan kuning), alat bantu operasional. Biaya operasional terbesar pada pengolahan akhir di TPA adalah biaya investasi peralatan pengolahan limbah sampah, yang sering harus didatangkan dari luar negeri (dengan harga yang sangat tinggi), baik harga pembelian, suku cadang dan

perawatan–perbaikannya.

(27)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 27 Gambar Tempat Pembuangan Akhir Desa Gunung Madah

Gambar Tempat Pembuangan Sampah Sementara dengan Amroll Truck

Sampah dari armada pengangkutan yang tiba di TPA dipisahkan secara manual oleh para pemulung. Bahan sampah anorganik (plastik atau logam) diambil oleh pemulung, karena dapat dijual langsung kepada para pengepul atau pedagang, untuk selanjutnya

didaur ulang di pabrik–pabrik pengolahan plastik atau pengecoran logam.

Dokumen RTRW Kabupaten Sampang 2009-2029 menyatakan bahwa permasalahan di wilayah Kabupaten Sampang bukan terletak pada mekanismenya, namun terletak pada lokasi salah satu TPA.. Di bawah lahan TPA Gunung Madah adalah kawasan resapan air, dimana terdapat potensi sumber daya air dalam debit besar yang terancam cemar.

(28)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 28

 Pemindahan lokasi TPA ke wilayah yang sesuai dengan kriteria TPA.

Direkomendasikan berada di wilayah tengan Kabupaten Sampang.

 Sosialisasi mengenai pengelolaan sampah secara composting. Pengelolaan

sampah secara composting sudah menjadi bagian dari program Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sampang yang mencanangkan Zero Garbage.

 Sosialisasi mengenai penggunaan tempat sampah TAKAKURA.

Persampahan di Pulau Mandangin

Faktor letak, kepadatan pemukim dan keterbatasan lahan meningkatkan urgensi pemenuhan pelayanan pengolahan sampah di Pulau Mandangin. Penerapan pengolahan sampah dengan cara pemilahan dan daur ulang (sebagaimana diterangkan di atas) menjadi sangat penting bagi pulau yang terletak (± 30 menit dari laut dengan perahu motor dari Pelabuhan Tanglok, Kecamatan Sampang) di sebelah selatan Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang.

Lahan untuk penimbunan sampah di pulau seluas 1,650 Km2 ini sangat terbatas, sementara jumlah pemukim semakin bertambah. Pada tahun 2007 tercatat jumlah penduduk Pulau Mandangin sebanyak 7.766 jiwa dalam 4.225 KK akan semakin padat. Kepadatannya tercatat sebesar 8.592 jiwa/km2 pada tahun 2006.

Gambar Pulau Mandangin

Pengelolaan sampah secara terorganisir sebagaimana diterapkan pada permukiman

Kota Sampang (pewadahan – pengumpulan) dapat saja diberlakukan di Pulau

(29)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 29 jumlah penduduk layanannya belum memenuhi kriteria3, mengingat permukiman Pulau Mandangin berada terpisah dari (di luar) kawasan pemukiman Kecamatan Sampang. Namun demikian transfer depo saja tidak cukup mampu menyelesaikan permasalahan persampahan di Pulau Mandangin.

Sampah yang terkumpul di transfer depo harus diolah. Jika tidak, akan terjadi penumpukan sampah dengan volume luar biasa (oleh pertambahan) dan tidak terkendali, karena yang dilakukan hanya mengumpulkan sampah. Dampak dari tidak tertanganinya permasalahan persampahan di Pulau Mandangin telah sangat mengganggu kesehatan dan kelestarian lingkungan. Bila tidak segera tertangani bencana lingkungan masih tetap mengancam, dan dikhawatirkan akan menimbulkan bencana lingkungan yang lebih besar.

Oleh karena itu yang dibutuhkan oleh Pulau Mandangin adalah suatu sistem pengolahan sampah yang dapat mengurangi volume timbunan sampah dengan cara daur ulang.

Sistem daur ulang sampah seperti yang diharapkan memerlukan biaya pengadaan alat dan lahan, operasional dan pemeliharaan yang (secara keseluruhan) cukup besar. Mengingat permasalahan persampahan di Pulau Mandangin telah sangat mendesak untuk ditangani, maka kebutuhannya lebih mengarah pada suatu sistem pengolahan sampah dengan cara daur ulang yang sekaligus memberikan keuntungan finansial bagi pengelola dan keuntungan ekonomi bagi wilayah.

Gambar Kondisi Persampahan di Pulau Mandangin

(30)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 30

Pengolahan sampah menjadi bricket dan pupuk organik menjadi alternatif solusi, karena

dapat memberikan nilai tambah dari produk olahannya. Demikian maka pada prinsipnya,

pengolahan sampah menjadi bricket dan pupuk organik, adalah pengolahan sampah

secara mandiri. Artinya, dapat membiayai kebutuhan operasional dan pemeliharaanya

sendiri dalam jangka pendek, serta membiayai pengadaannya dalam jangka panjang.

Terkait usulan program Pengolahan Sampah Pulau Mandangin ini, pada tataran awal dibutuhkan kegiatan Feasibility Study Sistem Pengelolaan Sampah di Pulau Mandangin. Maksud dan tujuan FS dimaksud adalah agar teknik / cara dalam sistem pengolahan sampah tersebut tepat guna, operasional dan dapat terukur benefit-cost-nya.

 Persampahan di Desa Tertinggal

Berikut ini akan dipaparkan kondisi Sarana Prasarana Persampahan di Desa Tertinggal di wilayah Kabupaten Sampang, yaitu :

 Kecamatan Camplong

Transfer depo yang direncanakan pada desa tertinggal belum teridentifikasi kebutuhannya. Hal ini disebabkan jumlah penduduk layanan yang mendukung keberadaan skala pelayanan prasarana ini di tiap desa tertinggal belum mencukupi standar yang ada. Selain itu pada tiap desa tertinggal yang menjadi wilayah studi tidak teridentifikasi keberadaan fasilitas perdagangan skala regional seperti pasar atau pasar hewan dan pasar ikan yang memiliki tingkat produksi sampah besar.

Kebutuhan prasarana sampah di desa tertinggal dapat dilakukan dengan menyusun sistem perangkutan sampah yang terorganisir pada wilayah studi. Hal ini dilakukan dengan memberikan tong atau bak sampah pada masing-masing hunian / keluarga dan menyediakan gerobak sampah sebagai alat perangkutannya.

Tabel 7. 25 Kebutuhan Sarana Persampahan di Desa Tertinggal Kecamatan Camplong

No Kecamatan

(31)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 31

Keterangan :

Produksi sampah rumah tangga 2,5 lt / orang hari; Tingkat pelayanan prasarana untuk 12.000 jiwa / unit; Luas transfer depo 100 m2;

Kapasitas gerobak sampah = 1000 ltr; Kapasitas bak / tong sampah = 12,5 ltr.

 Kecamatan Jrengik

Pembuangan sampah secara sistematik hanya ditemukan di Kota Sampang. Sedangkan sistem pembuangan sampah pada umumnya yang dilakukan oleh penduduk adalah dengan membuat lubang, menimbun serta membakarnya. Mengingat pola dan tingkat kehidupan masyarakat yang kurang begitu dinamis, maka secara umum persoalan limbah sampah tidak ditemukan.

Penanganan sampah memang belum tertangani secara sistemik. Produksi sampah terlihat mulai cukup tinggi pada pemukiman dekat jalan raya. Namun demikian, beberapa kegiatan pokok penduduk di pedesaan tidak menghasilkan sampah yang secara signifikan harus ditangani. Produktivitas sampah sendiri tidak begitu banyak. Sehingga mekanisme pembuangan sampah belum saatnya dilakukan secara kolektif.

Dalam jangka panjang, keterbatasan lahan akan menjadi permasalahan bagi cara penanganan sampah secara tradisional tersebut. Namun demikian, untuk jangka pendek-mengengah, perilaku membuang sampah menjadi permasalahan penting. Kebiasaan membuang sampah secara sembarangan memberi kesan kumuh pada lingkungan pemukiman. Sikap mental masyarakat perlu dirubah.

Dengan demikian pemberian kesadaran akan artinya kebersihan dan kesehatan lingkungan harus didahulukan untuk wilayah Kecamatan Jrengik.

 Kecamatan Sreseh

Sarana persampahan yang teridentifikasi keberadaannya di Kecamatan Sreseh adalah 1 unit TPS di Desa Labuhan dan 1 unit gerobak sampah. TPS yang berada di Desa Labuhan tersebut masih belum digunakan secara optimal.

Kecamatan Sreseh belum memiliki sistem pembuangan sampah terpadu. Pada umumnya, cara pengolahan sampah di Kecamatan Sreseh masih sederhana. Sampah tidak dipisahkan antara sampah organik dan sampah anorganik, diolah dengan ditimbun atau dibakar, bahkan dibuang ke sungai.

(32)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 32

dibuang relatif kecil, namun hal ini telah menjadi menyebabkan utama pencemaran lingkungan pada badan dan bantaran sungai.

Permasalah lain yang nampak adalah persampahan pada pusat-pusat keramaian, seperti pasar desa/kecamatan. Sampah anorganik terutama tas plastik terlihat

sangatmengganggu, karena timbunan sampah yang ada di setiap pasar biasanya

tidak langsung dibakar.

Tabel 7. 26 Tabulasi Potensi dan Permasalahan Persampahan Kecamatan Sreseh

Potensi Permasalahan

Ketersediaan lahan yang cukup luas memungkinkan untuk pengelolaan sampah secara lokal/kawasan.

Penduduk dibeberapa desa sudah dapat mengolah sampah menjadi kompos, hal ini dapat mendorong penduduk lain untuk melakukan hal yang sama

Belum ada sistem pembuangan sampah terpadu. Pembuangan sampah yang ada masih secara konvensional

Penumpukan sampah di fasilitas-fasilitas umum desa

Pembuangan sampah ke sungai

Sumber : Penyusunan Perencanaan Program Bidang Permukiman Pada Desa Miskin Tertinggal

di Kecamatan Sreseh Kabupaten Sampang

7.4.2. Drainase

Bagian ini menjelaskan tentang gambaran kondisi drainase saat ini dan permasalahannya, serta rencana pencapaian yang akan dilaksanakan, termasuk berbagai program dan kebutuhan invetasi dalam memenuhi tujuan pembangunan daerah jangka menengah.

 Kondisi Eksisting dan Permasalahan

Kabupaten Sampang dilalui oleh 34 buah sungai yang terbagi dalam 2 wilayah, yaitu:

Sampang Utara, terdapat 25 sungai, yakni : Sungai Pangetokan, Legung, Kalah, Tambak Batoh, Taddan, Gunong Maddah, Sampang, Kamuning, Madungan, Gelurang, Gulbung, Lampenang, Cangkreman, Bakung, Pangandingan, Cangkreman, Bakung, Pangandingan, Cangkremaan, Cangkokon, Pangarengan, Kepang, Klampis, Dampol, Sumber Koneng, Kati, Pelut dan Sungai Jelgung;

Sampang Selatan, terdapat 9 sungai, yakni: Sungai Pajagan, Dempo Abang, Sumber Bira, Sewaan, Sodung, Mading, Rabian, Brambang dan Sungai Sumber Lanjang. Sedangkan di kawasan Perkotaan Sampang, drainase utama dapat dikelompokkan menjadi 7 bagian, meliputi :

(33)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 33

Melalui tengah kota, berungsi utama untuk mengalirkan debit banjir dari hulu dan menerima limpasan air dari kawasan pemukiman, selanjutnya dialirkan ke laut.

 Kali Madegan

 Kali Geluran;

 Saluran drainase sekunder

Berfungsi menerima air dari beberapa saluran tersier/saluran samping jalan yang lokasinya tersebar di beberapa ruas jalan. Seperti, di sebelah utara Jl. KH. Wahid Hasyim, disamping Jl. Suhada, saluran di sisi timur Jl. H. Wahid Hasyim, saluran di samping Jl. Imam Gozali, saluran disamping Jl. Trunojoyo dan di Jl. Samsul Arifin.

 Saluran drainase tersier dan saluran samping jalan

Berfungsi menerima air dari sub pematusan yang relatif kecil, yaitu menerima limpasan air dari permukaan jalan dan dari pemukiman atau dari kawasan yang masih kosong di sekitarnya, misalnya saluran drainase yang ada di Jl. Pahlawan, Jl.Melati, Jl. Mawar, Jl. Salak, Jl. Kenari, Jl. Wijaya Kusuma, Jl. Jamaludin, Jl. Makmur dan di Jl. Pemuda.

 Saluran drainase yang lebih kecil di lingkungan perumahan penduduk;

 Kolam penampungan banjir (bozem)

Bozem atau waduk lapangan, luasnya ± 0,5 Ha, fungsinya menampung limpasan air hujan dari Jl. K.H. Wahid Hasyim, selanjutnya dialirkan ke Kali Sampang.

(34)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 34 Sumber : Laporan Akhir PJM Sistem Drainase Kota Sampang di Kab. Sampang Tahun

2008

Gambar Inventarisasi Saluran Drainase di Kota Sampang

Saluran Sekunder Jalan Samsul Arifin

(35)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 35 Saluran Tersier

di Jalan Suhadak

Tinggi Air di Sungai Kemuning saat Musim Hujan

Banjir di Pusat Kota Sampang dan Jalan Sudirman

Lubang Inlet Saluran Drainase Yang Terlalu Kecil

Target dan sasaran pada sector drainase ini di tentukan berdasarkan hasil analisis permasalahan, dengan mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut :

(36)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 36

Luapan (tahunan) Kali Sampang yang menyebabkan banjir yang besar pada beberapa area di Kota Sampang;

Naiknya permukaan air Kali Sampang hingga ketinggian pemukaan pemukiman rata-rata terjadi oleh pasang air laut dan kiriman air dari hulu.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka diperlukan rencana drainase sebagai berikut:

 Saluran drainase tersier tertutup rencana harus dilengkapi dengan lobang

pemasukan (inlet) dan lobang untuk manusia (manhole) yang jumlah dan besaranya mencukupi, sesuai dengan perkembangan kota dan perkembangan jalan dalam Kota Sampang;

 Peningkatan dan normalisasi saluran sekunder yang sudah ada (eksisting) agar

mampu mengalirkan debit banjir rencana;

 Untuk memperlancar pembuangan air menuju laut, maka sangat diperlukan

beberapa saluran primer yang menjangkau dan merata di seluruh kawasan perkotaan Sampang. Dengan kuantitas saluran primer yang memadai, maka pembuangan air dari setiap cluster permukiman akan lebih mudah dan lancar, sehingga dapat meminimalisasi resiko banjir;

 Untuk mengalirkan air menuju Kali Sampang diperlukan sistem pompa. Sistem

pompa ini diperlukan apabila pembuangan air pada sub sistem menuju Kali Sampang tidak dapat dilakukan secara gravitasi, karena permukaan air di Kali Sampang sedang tinggi akibat sedang terjadi pasang air laut atau akibat banjir besar dari hulu.

(37)

Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 37 Gambar Rencana Sub Sistem Drainase Kota Sampang

Tabel 7. 27 Penentuan Target dan Sasaran Sektor Drainase

(38)

Eksisting-Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya |7- 38 7.4.3. Air Limbah

Sarana sanitasi yang digunakan penduduk sebagian besar berupa kakus/cubuk dan sebagian lain menggunakan MCK, sebagaimana paparan berikut.

 Kecamatan Camplong

Dasar pertimbangan untuk analisa kebutuhan MCK : Tingkat pelayanan MCK untuk 1 KK/unit (5 jiwa/KK);

Jangkauan pelayanan untuk sarana sanitasi minimum suatu desa adalah 80%; Jangkauan pelayanan untuk sarana MCK adalah 30% -50% dari seluruh penduduk wilayah perencanaan.

Tabel 7. 28 Kebutuhan Sarana Sanitasi Desa Tertinggal di Kecamatan Camplong

No Desa Penduduk Tahun 2008

Sumber : Penyusunan Perencanaan Program Bidang Permukiman Pada Desa Miskin

Tertinggal di Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang

 Kecamatan Jrengik

Seagian keluarga telah memiliki jamban dan WC (1.468 KK dari 8.364 KK). Oleh karena itu perlu membuat jamban dan WC baru sebagai upaya mengembangkan hidup sehat. Permasalahan sanitasi yang paling utama adalah mengubah kebiasaan membuang hajat pada tempat yang semestinya, dengan menyediakan jamban dan WC sebagaimana layaknya hidup sehat.

Tabel 7. 29 Jumlah Kekurangan WC / Jamban di Kecamatan Jrengik

(39)
(40)

R

4.a Infrastruktur Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial yang Meningkat Kualitasnya Penyediaan Infrastruktur Permukiman Kawasan Perdesaan tambelangan) pengaspalan jalan poros ANTAR desa

Kec. Banyuates 1 Kawasan 2018 3.300

4.c Infrastruktur Kawasan Permukiman Perbatasan dan Pulau Kecil Terluar

Pembangunan/Peningkatan Infrastruktur Kawasan Permukiman di Perbatasan dan Pulau Kecil Terluar

5 Infrastruktur Kawasan Khusus

Peningkatan Prasarana Sarana Kawasan Khusus (Nelayan, Pengrajin, Perbatasan, dll) 6 Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perdesaan (PPIP)

Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perdesaan (PPIP)

Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) Kab. Sampang 2017 9.000 Siap 2015

Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) sampang/ polagan 1 Kelurahan 2018 9.000 √

(41)

R Penyusunan NSPK, Legalisasi Draft NSPK Bidang PBL

2 Pembinaan Pelaksanaan Penataan Bangunan dan Lingkungan, Pengelolaan Gedung dan Rumah Negara Fasilitasi penyusunan RTBL Pengembangan Sarana dan Prasarana untuk Proteksi kebakaran Pengembangan Sarana dan Prasarana untuk Aksesibilitas BG Pengembangan Sarana dan Prasarana Revitalisasi Kawasan Pengembangan Sarana dan Prasarana Ruang Terbuka Hijau

Dukungan Prasarana dan Sarana Ruang Terbuka Hijau Kec. Sampang 1 Kawasan 2018 1.250 √

Pengembangan Sarana dan Prasarana pada Pemukiman Tradisional dan Bersejarah Pengembangan Sarana dan Prasarana untuk Proteksi kebakaran

5 Keswadayaan/Pemberdayaan Masyarakat (P2KP)

(42)

R

1 Rencana Pembinaan Pelaksanaan Penyehatan Lingkungan Permukiman 1.a Draft NSPK Daerah Bidang Pengembangan PLP

Pendampingan Penyusunan NSPK daerah Bidang PLP

1.b Rencana Induk dan Pra Studi Kelayakan Bidang PLP Penyusunan Masterplan Air Limbah

2.a Infrastruktur Air Limbah dengan Sistem Terpusat Skala Kota Pembangunan IPLT

Pembangunan IPLT Kab. Sampang 1 Kawasan 2018 6.000

2.b Infrastruktur Air Limbah dengan Sistem Setempat dan Komunal Pembangunan IPAL

NO LOKASI Volume Satuan Tahun APBD

(43)

R Pembangunan Saluran Primer Kota Sampang sampang/

gunung sekar 1 Ha 2018 15.000 75

4 Infrastruktur Tempat Pemrosesan Akhir Sampah Rehabilitasi/Peningkatan/Pembangunan TPA Sampah Regional Rehabilitasi/Peningkatan/Pembangunan TPA Sampah Kabupaten/Kota

Pembangunan TPA Kab. Sampang 20000 KK 2018 15.000 Pengembangan TPA Skala Kota Desa Gunung

Maddah SAMPANG

1 KK 2018 5.000 Siap Pembangunan TPA Kec. Ketapang 1 Kabupaten 2018 2.000 100

5 Infrastruktur Tempat Pengolahan Sampah Terpadu/3R (TPST/3R) Peningkatan/Pembangunan TPST/3R NO LOKASI Volume Satuan Tahun APBD

(44)
(45)

Gambar

Tabel 7. 7  Kondisi Perumahan di Kecamatan Jrengik
Tabel 7. 8  Potensi dan Permasalahan Permukiman Kecamatan Jrengik
Tabel 7. 9  Potensi dan Permasalahan Perumahan di Desa Miskin Tertinggal
Tabel 7. 10  Proyeksi Kebutuhan Air Kecamatan Sampang
+7

Referensi

Dokumen terkait

pengguna jasa pekerja/buruh dann perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal dalam

Bahan yang diperlukan dalam membuat jamu kunyit asam adalah.. rimpang kunyit 300 gram, asam jawa 140 gram, dan gula jawa

Tujuan penulisan laporan akhir ini adalah untuk membuat aplikasi helpdesk berbasis web pada PDAM Tirta Musi Palembang yang meliputi proses pelaporan kerusakan alat-alat

of the museum should provide facilities the public collection zone; showroom,. storage, and introduction area and non public collections zone namely:

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, pada kesempatan yang berbahagia ini, saya juga mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat Kabupaten Sambas

mempersiapkan Laporan Hasil Penelitian/Pengabdian kepada Masyarakat sejumlah yang diperlukan ditambah 1 (satu) eksemplar untuk arsip program studi dengan mengikuti format

persentasenya masih relatif rendah. Hal ini disebabkan lalat buah betina di lapang makan nektar bunga, cairan buah yang masak / busuk dan lain-lain, sehingga

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kandungan amilosa, daya cerna, pati resisten, indeks glikemik dan kadar gizi mi gandum utuh.. Mi dibuat dari tepung