• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGGUGAT KEBERPIHAKAN ANGGARAN DAERAH (APBD) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENGGUGAT KEBERPIHAKAN ANGGARAN DAERAH (APBD) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

MENGGUGAT KEBERPIHAKAN

ANGGARAN DAERAH (APBD)

MENGGUGAT KEBERPIHAKAN

ANGGARAN DAERAH (APBD)

Forum Indonesia

(2)

Mengapa Pro Poor Budget

Anggaran

instrumen Pemerintah menyelenggarakan

pembangunan

Fungsi Distribusi

(Keadilan) dan Fungsi Alokasi

(Mengurangi kesenjangan)

Anggaran

menunjukan keberpihakan suatu rezim =

Pemiskinan Vs Pro Poor

Penyusunan Anggaran yang tidak memperhatikan

kebutuhan orang miskin

pemiskinan

Penyusunan Anggaran yang tidak memperhatikan

(3)

Kerangka Regulasi Pro Poor Budget

UUD 1945

UU No. 11/2005

Konvenan Internasional Hak –

Hak Ekosob

UU No. 32/2004

pasal 167 ayat (1) dan (2)

belanja daerah diprioritaskan untuk peningkatan

pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan

pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas

umum

PerPres No. 7/2005

RPJMN

SNPK

PP 65/2005

SPM

(4)

Pro Poor Budget

Bukan tujuan,

tapi

alat untuk mencapai kesejahteraan

rakyat tanpa diskriminasi jender.

Pada sisi belanja berorientasi pada pemenuhan hak-hak

dasar kelompok miskin (Laki-laki & Perempuan)

10 hak

dalam SNPK(pangan,kesehatan, pendidikan, pekerjaan,

perumahan, air bersih, tanah, SDA & lingkungan hidup,

rasa aman dan partisipasi ) atau pencapaian MDG’s

Pada sisi Pendapatan

tidak menghambat dan

memberikan akses khusus kelompok miskin mendapatkan

layanan dasar dan mengakumulasi modal (pengurangan

pungutan/restibusi/pajak usaha orang miskin)

Pada sisi proses membuka ruang partisipasi warga miskin

(laki-laki & perempuan) dalam menyuarakan

(5)

Alur Logis Pro Poor Budget

INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME IMPACT

Siapa orang miskin? Karakteristik social? Karakteristik geografis? Apa masalah dan kebutuhan? Data statistik, SNPK, SPKD/SRTPK, Dokumen Rencana Participatory budgeting (Ruang khusus untuk orang miskin) & gender budgeting (memperhatik an perbedaan kebutuhan laki-laki dan perempuan Devolusi fiscal, data terpilah berdasarkan jender APBD Pro Poor: Pendapatan = Meringankan beban orang miskin, pengurangan pungutan ekonomi kecil Belanja= berorientasi pemenuhan hak-hak dasar Indikator kinerja Anggaran Keluarga Miskin (househould): Pendapatan ekonomi keluarga meningkat, Belanja pemenuhan hak dasar berkurang Pencapaian Target MDGs, SNPK/ SPKD survey kepuasan

pelayanan publik IPM, IKM, AKB,

(6)

Dimensi Pro Poor Budget

Pendapatan

Kemudahan Akses

pelayanan dasar &

Keringanan

Pajak/Restribusi Usaha

Ekonomi warga miskin

Belanja

Memenuhi

Hak-hak dasar warga miskin

Pendapatan Meningkat =

Belanja pemenuhan Hak Dasar berkurang + Pendapatan

Ekonomi Meningkat

Belanja Berkurang = Pendapatan Ekonomi

Meningkat + Belanja Hak Dasar berkurang

(7)

Mengidentifikasi Pro Poor Budget

Arah Kebijakan Anggaran

– Belanja Langsung Vs (Belanja Tidak Langsung-Belanja

Subsidi-Belanja BH)

– Proporsi Belanja berdasarkan SKPD & Urusan

– Identifikasi Program-program pro poor

Relevansi, Efektivitas Alokasi, Efisiensi Teknis

– Program/kegiatan menyelesaikan masalah kemiskinan

& Gender gap

Trend indikator APS, Buta Huruf Vs

Anggaran Pendidikan, Angka Kematian Ibu, Angka

Kematian Bayi Vs Trend Anggaran Kesehatan

– Relevansi Kelompok Sasaran & Lokasi program

kegiatan

RKA SKPD 2.2.1

(8)

Oligarki Politik Anggaran

?

Oligarki

Oligarki

Anggaran

Anggaran

Partai Politik DPR/DPRD Pemerintah Kroni Bisnis APBD/APBN 1 3 4 2 5

Rakyat

?

(9)

Alokasi Belanja Daerah dalam APBN

0 10 20 30 40 50 60 70 Persen Belanja Pusat 68.4 66.2 67.5 Belanja Daerah 31.5 33.8 32.5 Belanja DAU 20.8 21.6 21.1

APBN/P 2006 APBN/P 2007 RAPBN 2008

(10)

DAU adalah kewajiban pemerintah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah untuk menghindari kesenjangan pembangunan antar daerah.

DAU sebagaimana yang dijelaskan dalam UU No.33/2004, adalah dana yang diberikan dengan tujuan pemerataan

kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU

bertujuan untuk menghindari kesenjangan ekonomi dan pembangunan dalam pelaksanaan otonomi daerah.

DAU selama ini didasarkan pada celah fiskal dan kebutuhan alokasi dasar pemerintah daerah. Alokasi dasar sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan gaji PNS di daerah.

Masih tingginya alokasi belanja pemerintah pusat yang hampir mencapai 70% dari total anggaran negara dalam 3 tahun ini, menunjukkan masih rendahnya komitmen pemerintah pusat mengimplementasikan otonomi daerah yang bertujuan

meningkatkan kesejahteraan rakyat.

DAU adalah kewajiban pemerintah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah untuk menghindari kesenjangan pembangunan antar daerah.

DAU sebagaimana yang dijelaskan dalam UU No.33/2004, adalah dana yang diberikan dengan tujuan pemerataan

kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU

bertujuan untuk menghindari kesenjangan ekonomi dan pembangunan dalam pelaksanaan otonomi daerah.

DAU selama ini didasarkan pada celah fiskal dan kebutuhan alokasi dasar pemerintah daerah. Alokasi dasar sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan gaji PNS di daerah.

Masih tingginya alokasi belanja pemerintah pusat yang hampir mencapai 70% dari total anggaran negara dalam 3 tahun ini, menunjukkan masih rendahnya komitmen pemerintah pusat mengimplementasikan otonomi daerah yang bertujuan

(11)

(2 0 0 ) (1 0 0 ) -1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 ,0 0 0 1 ,1 0 0 1 ,2 0 0 1 ,3 0 0 1 ,4 0 0 1 ,5 0 0 1 ,6 0 0 R ib u r u p ia h Prop SUMUT Prop Sumsel Kab Bandung Kab Brebes Kota Bandung Kab Tuban Kab Lamongan Kab Sumedang Kab Wonosobo Kab Sergei Kab Bone Kab Gowa Kota Surakarta Kab Polman Kab Jepara Kab Tana Toraja Kab Pesisir Selatan

Kab Kebumen Kota Palu Kota Binjai Kab Donggala Kab Karo Kab Dompu Kab Tabalong Kota Kendari Kota Salatiga Kota Lhokseumawe Kota Kediri Kab Pekalongan P e rb a n d in g a n K e m a m p u a n K e u a n g a n p e rk a p it a d i 2 9 D a e ra h t a h u n 2 0 0 7 D A U p e rk a p it a F is k a l G a p p e rk a p it a K a p a s it a s F is k a l P e rk a p it a

(12)

Semakin besar Kapasitas Fiskal suatu Daerah,

semakin kecil mendapatkan alokasi DAU atau celah

fiskal

Dibandingkan Kab/Kota, propinsi (Sumut dan

Sumsel) mendapat alokasi DAU lebih kecil, karena

memiliki celah fiskal yang kecil dan kapasitas Fiskal

yang besar. Hal ini terjadi karena, komponen pajak

daerah potensial masih berada di propinsi

Semakin besar Kapasitas Fiskal suatu Daerah,

semakin kecil mendapatkan alokasi DAU atau celah

fiskal

Dibandingkan Kab/Kota, propinsi (Sumut dan

Sumsel) mendapat alokasi DAU lebih kecil, karena

memiliki celah fiskal yang kecil dan kapasitas Fiskal

yang besar. Hal ini terjadi karena, komponen pajak

daerah potensial masih berada di propinsi

(13)

P

e

rb

a

n

d

in

g

a

n

P

A

D

d

a

n

D

A

U

2

0

0

7

0 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 0 1 0 0 P ro p S um se l P ro p S um ut re B be s ba Tu n P al u P al an gk ar ay a ol P m an W on os ob o er S ge i da en K ri du an B ng Le ba k S ur ak ar ta K ar o G ow a P es is ir S el at an To ra ja La m on ga n at al S ig a B on e om D pu on D gg al K ed iri ba Ta lo ng K ot a B an du ng Lh ok se m aw e P ek al on ga n K eb um en S um ed an g Je pa ra B in ja i Pe rs en P e n d a p a ta n A s li D a e ra h D a n a A lo k a s i U m u m S u m b e r: S e kn a s F IT R A d io la h d a ri A P B D

(14)

1. 84 % sumber pendapatan daerah masih bergantung pada pos

dana perimbangan sedangkan sektor PAD rata-rata hanya

menyumbang dibawah 40%.

2. Dari 31 daerah, pos Dana Alokasi Umum rata-rata menempati

urutan pertama dalam kontribusi pendapatan daerah.

3. Daerah belum mampu mengelola kekayaan sumberdaya

alam, menyediakan iklim investasi yang menarik dan potensi

lainnya untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD).

4. Besarnya PAD dari Propinsi dikarenakan belum

proporsionalnya komposisi Pajak Daerah sebagai sumber

PAD antar propinsi dan Kab/Kota. C/: Pajak Kendaran

Bermotor dan Hotel masih berada di Propinsi

1. 84 % sumber pendapatan daerah masih bergantung pada pos

dana perimbangan sedangkan sektor PAD rata-rata hanya

menyumbang dibawah 40%.

2. Dari 31 daerah, pos Dana Alokasi Umum rata-rata menempati

urutan pertama dalam kontribusi pendapatan daerah.

3. Daerah belum mampu mengelola kekayaan sumberdaya

alam, menyediakan iklim investasi yang menarik dan potensi

lainnya untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD).

4. Besarnya PAD dari Propinsi dikarenakan belum

proporsionalnya komposisi Pajak Daerah sebagai sumber

PAD antar propinsi dan Kab/Kota. C/: Pajak Kendaran

(15)

K o m p o s is i B e la n ja p a d a A P B D 2 0 0 7 d i 2 9 D a e ra h -10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 (%) Prop SUMUT Prop Sumsel Kota Kediri Kab Tabalong Kota Lhokseumawe Kab Pesisir Selatan

Kab Bone Kab Jepara Kab Karo Kab Sergei Kab Kebumen Kab Tana Toraja Kab Lamongan Kab Tuban Kab Bandung Kab Polman Kota Surakarta Kab Brebes Kab Wonosobo Kota Palu Kab Gowa Kota Binjai Kab Donggala Kota Bandung Kab Dompu Kota Salatiga Kab Pekalongan Kab Sumedang Kota Kendari Bantuan Keuangan

Barang dan Jasa

Modal

(16)

Hasil analisis, dari 27 daerah untuk anggaran 2007, sektor

belanjanya sebagian besar digunakan untuk pemenuhan

kebutuhan birokrasi. Ini dapat dilihat dalam tabel dimana

belanja pegawai menempati urutan pertama dan tertinggi.

Contoh daerah tertinggi alokasi belanja pegawainya yang

hampir mencapai 60% dari total anggaran daerah adalah

Kendari, Sumedang dan Salatiga (3 peringkat atas)

Tingginya belanja yang dipergunakan untuk memenuhi

kebutuhan aparatur/birokrasi dapat dijadikan sbg indikator awal

tidak berpihaknya anggaran terhadap rakyat miskin.

Tingginya belanja pegawai mengartikan “kebutuhan dasar

rakyat telah dikalahkan oleh kebutuhan birokrasi”.

(17)

- 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0 50.0 55.0 60.0 (%) Kab Jepara Kab Karo Kota Salatiga Kab Pesisir Selatan

Kab Donggala Kota Surakarta Kab Gowa Kota Kediri Kab Bandung Kota Binjai Kab Tuban Kab Brebes Kab Polman Kota Palu Kab Lamongan Kab Wonosobo Kab Dompu Kab Pekalongan Kota Bandung Kab Sergei Kab Tana Toraja

Prop Sumsel Prop SUMUT Kota Lhokseumawe Kab Bone P o rs i b e la n ja m e n u ru t U ru s a n d i 2 5 D a e ra h p a d a A P B D T a h u n 2 0 0 7 K e s e h a ta n P e k e rj a a n U m u m P e n d id ik a n P e m e ri n ta h a n U m u m

(18)

Porsi belanja dalam urusan pemerintahan yang

paling tinggi hingga mencapai angka 35 – 60% dari

total anggaran adalah di 6 daerah dari 25 daerah

yaitu antara lain: Bone, Lhokseumawe, Propinsi

Sumut, sumsel Tana Toraja, dan Sergei.

Untuk urusan pendidikan hampir semua daerah

alokasi belanja/porsi belanjanya rata-rata sampai

mencapai 30 – 40%

Sedangkan pada sektor kesehatan, hampir semua

daerah alokasi belanja/porsi belanjanya masih

berkisar antara 3 – 8% dari total anggaran, kecuali 2

daerah yang telah megalokasikan/memporsikan

belanjanya hingga mencapai angka 12% yaitu

Salatiga dan Pekalongan

(19)

---- 5.05.05.05.0 1 0 .0 1 0 .0 1 0 .0 1 0 .0 1 5 .0 1 5 .0 1 5 .0 1 5 .0 2 0 .0 2 0 .0 2 0 .0 2 0 .0 2 5 .0 2 5 .0 2 5 .0 2 5 .0 3 0 .0 3 0 .0 3 0 .0 3 0 .0 3 5 .0 3 5 .0 3 5 .0 3 5 .0 (% ) (% ) (% ) (% ) K a b Pe k alon g an K a b Pe k alon g an K a b Pe k alon g anK a b Pe k alon g an K ot a Bandung K ot a Bandung K ot a Bandung K ot a Bandung Pr op S UM UT Pr op S UM UT Pr op S UM UTPr op S UM UT K ot a Binjai K ot a Binjai K ot a Binjai K ot a Binjai K ab K ar o K ab K ar o K ab K ar o K ab K ar o K ot a K e ndar i K ot a K e ndar i K ot a K e ndar iK ot a K e ndar i K ab Dong g ala K ab Dong g ala K ab Dong g alaK ab Dong g ala K ab Tuban K ab Tuban K ab Tuban K ab Tuban K ab Gowa K ab Gowa K ab GowaK ab Gowa K ab Bandung K ab Bandung K ab Bandung K ab Bandung K a b Bone K a b Bone K a b Bone K a b Bone K ab Polm an K ab Polm an K ab Polm an K ab Polm an K ab S e r g e i K ab S e r g e i K ab S e r g e i K ab S e r g e i K ot a S ur ak ar t a K ot a S ur ak ar t a K ot a S ur ak ar t a K ot a S ur ak ar t a K ab W onosobo K ab W onosobo K ab W onosoboK ab W onosobo K ab Pe sisir S e lat an K ab Pe sisir S e lat an K ab Pe sisir S e lat anK ab Pe sisir S e lat an K ab K e bum e n K ab K e bum e n K ab K e bum e nK ab K e bum e n K ab L am on g an K ab L am on g an K ab L am on g an K ab L am on g an K ab Br e be s K ab Br e be s K ab Br e be sK ab Br e be s K ot a S alat ig a K ot a S alat ig a K ot a S alat ig aK ot a S alat ig a K ab Je par a K ab Je par a K ab Je par a K ab Je par a K ab Tana Tor aja K ab Tana Tor aja K ab Tana Tor aja K ab Tana Tor aja K ab Dom pu K ab Dom pu K ab Dom puK ab Dom pu K ot a K e dir i K ot a K e dir i K ot a K e dir i K ot a K e dir i K ota L hok se um awe K ota L hok se um awe K ota L hok se um aweK ota L hok se um awe Pr op S um se l Pr op S um se l Pr op S um se l Pr op S um se l K ab S um e dang K ab S um e dang K ab S um e dang K ab S um e dang L a n g s u n g L a n g s u n g L a n g s u n g L a n g s u n g T d k L a n g s u n g T d k L a n g s u n g T d k L a n g s u n g T d k L a n g s u n g D A K D A K D A K D A K P O T R E T K E B IJ A K A N A N G G A R A N P E N D ID IK A N D I 2 7 D A E R A H P A D A A P B D T H N 2 0 0 7

(20)

P O T R E T K E B IJ A K A N A N G G A R A N K E S E H A T A N D I 2 8 D A E R A H P A D A A P B D T H N 2 0 0 7 ---- .01.01.01.01 2.02.0.02.02 .03.03.0.033 4.04.04.04.0 .05.0.05.055 .0.066.06.06 .07.07.07.07 88.0.0.08.08 9.09.09.09.0 (% ) Prop Su msel Prop Su msel Prop Su msel Prop Su msel Kota Lhokseu mawe Kota Lhokseu mawe Kota Lhokseu mawe Kota Lhokseu mawe Kota Surakarta Kota Surakarta Kota Surakarta Kota Surakarta Prop SUMUT Prop SUMUT Prop SUMUT Prop SUMUT Kota Kendari Kota Kendari Kota KendariKota Kendari Kab Tu ban Kab Tu ban Kab Tu ban Kab Tu ban Kota Binjai Kota Binjai Kota BinjaiKota Binjai Kota Palu Kota Palu Kota Palu Kota Palu Kab Sergei Kab Sergei Kab Sergei Kab Sergei Kab Polman Kab Polman Kab PolmanKab Polman Kab Bandu ng Kab Bandu ng Kab Bandu ngKab Bandu ng Kab Tana Toraja Kab Tana Toraja Kab Tana Toraja Kab Tana Toraja Kab Brebes Kab Brebes Kab BrebesKab Brebes Kab Gowa Kab Gowa Kab GowaKab Gowa Kab Bone Kab Bone Kab Bone Kab Bone Kab Lamongan Kab Lamongan Kab Lamongan Kab Lamongan Kab Pesisir Selatan Kab Pesisir Selatan Kab Pesisir Selatan Kab Pesisir Selatan Kab Dompu Kab Dompu Kab DompuKab Dompu Kab Kebu men Kab Kebu men Kab Kebu men Kab Kebu men Kab Karo Kab Karo Kab Karo Kab Karo Kab Donggala Kab Donggala Kab Donggala Kab Donggala Kab Wonosobo Kab Wonosobo Kab Wonosobo Kab Wonosobo Kota Bandu ng Kota Bandu ng Kota Bandu ng Kota Bandu ng Kab Jepara Kab Jepara Kab Jepara Kab Jepara Kab Pekalongan Kab Pekalongan Kab Pekalongan Kab Pekalongan Kab Su medang Kab Su medang Kab Su medang Kab Su medang Kota Salatiga Kota Salatiga Kota SalatigaKota Salatiga Kota Kediri Kota Kediri Kota KediriKota Kediri

L a n g s u n g L a n g s u n g L a n g s u n g L a n g s u n g T id a k L a n g s u n g T id a k L a n g s u n g T id a k L a n g s u n g T id a k L a n g s u n g D A K D A K D A K D A K

(21)

Walaupun sebagian besar anggaran pendidikan telah mencapai 20% di beberapa daerah ternyata sebagian besar belanja masih dihabiskan untuk memenuhi kebutuhan aparatur berupa gaji,

honor dan tunjangan (lihat tabel mengenai tingginya belanja tidak langsung).

Kecuali Kab. Sumedang yang mengalokasikan belanja langsung pendidikan sampai 20%, daerah lain hanya mengalokasi belanja langsung pendidikan antara 3% - 12%

Di sektor kesehatan, alokasi anggarannya masih berkisar antara 5 s/d 10% dari total belanja. Belum ada daerah yang sampai

mencapai 15% sebagaimana program MDG’s.

Seperti halnya sektor pendidikan, di sektor kesehatan sebagian besar belanjanya juga dihabiskan untuk memenuhi kebutuhan birokrasi yang ditunjukkan dari tingginya belanja tidak langsung. Besarnya alokasi anggaran untuk pendidikan dan kesehatan tidak menjamin besarnya komitmen daerah pada sektor ini, karena

(22)

Catatan:

• Peningkatan prosentase anggaran bidang pendidikan dan

kesehatan sampai mencapai target konstitusi dan MDG’s

(pendidikan 20% dan kesehatan 15%) harus diimbangi

dengan kerja-kerja advokasi di sektor belanja, agar

menjamin efektifitas alokasi yang dianggarkan.

• Dalam belanja langsung, juga perlu dianalisis lebih lanjut

dengan mengklasifikasi ulang program/anggaran yang

bersifat pemborosan, atau tidak berkaitan langsung

dengan kebutuhan dasar masyarakat. Analisis ini perlu

karena biasanya banyak program-program yang

sebenarnya masih masuk dalam kategori belanja tidak

langsung (belanja aparatur) namun “sengaja” dimasukkan

ke belanja langsung (pelayanan publik) agar tampak

(23)

Aktor-aktor Penyimpangan APBD Tahun 2005-2006

Sumber : Seknas FITRA, diolah dari HAPSEM BPK semester II tahun 2006 N

N N N

oooo Prop/RegionProp/RegionProp/RegionProp/Region

Aktor Aktor Aktor Aktor Total Total Total Total Temuan Temuan Temuan

Temuan JumlahJumlahJumlahJumlah Eksekutif

Eksekutif Eksekutif

Eksekutif LegislatifLegislatifLegislatifLegislatif Swasta/PDAMSwasta/PDAMSwasta/PDAMSwasta/PDAM Jml Jml Jml Jml Temuan Temuan Temuan

Temuan NilaiNilaiNilaiNilai TemuanTemuanTemuanTemuanJml Jml Jml Jml NilaiNilaiNilaiNilai TemuanTemuanTemuanTemuanJml Jml Jml Jml NilaiNilaiNilaiNilai 1 Prop Papua dan

Irjabar 75 3.630.095,88 14 91.431,39 26 30.748,83 115 3.752.276,11 2 Prop Bali, NTB dan NTT 62 55.726,09 12 2.699,57 111 69.025,86 185 127.451.52 3 Region Sulawesi 231 24.025.671,23 32 529.541,67 199 5.154.282,74 462 29.709.495,65 4 Prop DI Yogyakarta 15 2.990.190,49 - - 2 2.053,56 17 2.992.244,05 5 Prop DKI Jakarta 12 1.183,10 - - 85 31.351,93 97 32.535,04 6 Prop Maluku dan Maluku Tengah 62 101.342,30 19 19.460,58 40 15.776,99 121 136.579,89 7 Kalimantan 402 1.398.957,27 46 41.964,52 267 496.620,64 715 1.937.542,45 JUMLAH JUMLAH JUMLAH JUMLAH 859859859859 32.203.166,40 32.203.166,40 32.203.166,40 32.203.166,40 123 123 123 123 685.097,75 685.097,75 685.097,75 685.097,75 730 730 730 730 5.799.860,58 5.799.860,58 5.799.860,58 5.799.860,58 1,712 1,712 1,712 1,712 38.688.124,7438.688.124,7438.688.124,7438.688.124,74 Dalam Juta

(24)

Aktor Penyimpangan

Anggaran 2005-2006

50%

43%

7%

Eksekutif Swasta/BUMD Legislatif

Dari total temuan sebanyak 1712 kasus, eksekutif memiliki peran besar dalam pelanggaran

pengelolaan keuangan daerah yaitu sebanyak 859 temuan, kemudian disusul pihak ketiga dan BUMD sebanyak 730 temuan serta legislatif (DPRD) sebanyak 123 temuan dengan total nilai sebesar Rp 38,68 triliun.

Banyaknya kasus penyimpangan anggaran yang melibatkan aktor eksekutif menunjukan

dominannya birokrasi anggaran. Region/Daerah yang paling

banyak temuan adalah

Kalimantan sebanyak 715 temuan dan terendah adalah Region

Yogyakarta sebanyak 17 temuan. Besarnya temuan penyimpangan anggaran menunjukan belum akuntabilitasnya dan lemahnya kapasitas pengelolaan keuangan daerah oleh birokrasi, serta

signifikansi gerakan advokasi anggaran di daerah

(25)

REKOMENDASI

1. Dalam pembagian belanja antara pusat dan daerah seharusnya pemerintah perlu memperhatikan komitmen yang berkaitan

dengan otonomi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat

2. Perlu adanya mekanisme perimbangan keuangan pusat dan daerah, proporsi komponen Pajak dan restribusi daerah yang lebih menguntungkan Kab/Kota, mengingat titik otonomi

daerah (Pelayanan Publik) pada level ini.

3. Perlu adanya transparansi mengenai pembiayaan celah fiskal di daerah yang implementasinya selama ini masih tidak sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat terksit dengan pelayanan dasar

4. Efektifitas alokasi kebijakan anggaran untuk birokrasi perlu direstrukturisasi dengan memberikan porsi belanja

(26)

Rekomendasi

5.

Kebijakan 20% alokasi anggaran pendidikan perlu

diperjelas dengan pembagian urusan antar tingkatan

pemerintah, untuk memperjelas efektivitas

penggunaan anggaran

6.

Pegiat advokasi anggaran perlu memiliki kesamaan

irama agar gerakan advokasi anggaran menjadi

gerakan sosial yang lebih membumi

7.

Gerakan advokasi anggaran perlu mengeliminasi

dominansi oligarki politik anggaran yang berakibat

didominasinya perencanaan penganggaran oleh

(27)

”Setiap kue yang dibayar oleh rakyat kepada pemerintah melalui

pajak,retribusi dan pinjaman mestinya dipergunakan untuk

kesejahteraan dan pembangunan dan tidak

dihambur-hamburkan” (Shriman Narayan)

Mari !!

Kembalikan Hak Rakyat

Atas Anggaran

Referensi

Dokumen terkait

Penyediaan jasa surat menyurat 39.000.000 Penyediaan jasa administrasi keuangan 115.100.000 Penyediaan Jasa Kebersihan Kantor 30.000.000 Penyediaan Komponen I

Dari hasil yang positif bisa dilihat dari proses pencucian sampel yang dilakukan, apakah pencucianya sudah benar atau tidak, kebanyakan pedagang yang kurang mengerti tentang

Dimana penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Ahli Madya Analis Kesehatan program studi D3 Analis Kesehatan Fakultas

Pada saat sosialisasi program pendampingan Ketua Gugus menekankan bahwa guru-guru harus bisa mengubah mindset terlebih dahulu agar dapat mengimplemen- tasikan kurikulum 2013

[r]

2 Mahasiswa menyerahkan Surat Tugas dengan dilampiri Proposal Skripsi ke setiap Penguji TASIKMALAYA, 25 Januari 2017 3 Mahasiswa yang menghadiri Seminar Proposal, mengisi Kartu

Dalam penelitian ini, dilakukan teknik asimilasi data nudging FDDA untuk memperbaiki akurasi model cuaca skala meso WRF di lepas pantai selatan Jawa Barat

Sebagai supervisor pustakawan harus; (a) Dapat melaksanakan pembinaan profesional, untuk mengembangkan jiwa kesatuan dan persatuan antar sesama pustakawan, sehingga dapat