• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori

Pada bagian ini peneliti akan membahas beberapa kajian-kajian teori diantaranya ialah tentang hakikat matematika,pembelajaran matematika,tujuan pembelajaran matematika di SD dan juga mengenai belajar dan hasil belajar. Pada bagian ini juga akan membahas teori tentang model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) yang dikemukakan oleh para ahli yang akan mendukung penelitian.

2.1.1 Hakikat Matematika

Matematika, menurut Ruseffendi (dalam Heruman 2007:1) adalah bahasa simbol, ilmu dedukatif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dar unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, keaksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi (dalam Heruman 2007;1) matemtika yatitu memiliki objek tujuan abtrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang dedukatif.

Menurut Mulyono (2010:252) matematika adalah bahasa simbol yang berfungsi praktisnya untuk meengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif keruangan sedangkan funsi teortisnya adalah untuk memudahkan berfikir.

Pengertian matematika menurut Glover (2006) yaitu Matematika merupakan suatu pelajaran mengenai angka-angka, pola-pola, dan bangun. Kita biasanya menggunakan matematika untuk menyelesaikan beragam masalah. Dari pernyataan ini terlihat bahwa matematika adalah suatu ilmu yang secara khusus mempelajari tentang angka, pola dan bagun. Ilmu ini sangat perlu dipelajari karena kita bisa menggunakannya untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan kita.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian matematika adalah suatu pembelajaran yang tidak hanya berfikir bagaimana

(2)

menyelesaikan masalah mengenai simbol namun juga dapat berfikir bagaimana menyelesaikan berbagai masalah yang ada pada kehidupan kita.

2.1.2 Pembelajaran Matematika di SD

Heruman (2007:4) mengatakan dalam pembelajaran di tingkat SD, diharapkan terjadi reinvenion (penemuan kembali). Penemuan kembali adalah menentukan suatu cara penyelesain secara informal dalam pembelajaran dikelas. Walaupun penemuan tersebut sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah mengetahui sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan suatu hal yang baru.

Menurut Piaget siswa Sekolah Dasar (SD) umumnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun, yang berada pada fase operassional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengopersikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terkait dengan objek yang bersifat konkret (Heruman,2007: 1).

Bruner (dalam Heruman, 2007: 4) dalam metode penemuan mengungkapkan bahwa dalam pembelajran matematika, siswa harus menemukan sendiri sebagai pengetahuan yang diperlukan. ‘Menemukan’ disini terutama adalah ‘menemukan lagi’ (discovery), atau dapat juga menemukan yang sama sekali baru (invention). Oleh karena itu, kepada siswa materi disajikan bukan dalam bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesaiannya. Dalam pembelajaran ini guru harus lebih banyak berperan sebagai pembimbing dibandingkan sebagai pemberi tahu.

Tujuan dari metode penemuan adalah untuk memperoleh pengetahuan dan suatu cara yang dapat melatih berbagai kemampuan intelektual siswa, meransang keingintahuan dan memotivasi kemampuan mereka. Adapun tujuan mengajar hanya dapat diuraikan sebagai garis besar, dan dapat dicapai dengan cara yang tidak perlu sama bagi setiap siswa. Pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebalumnya dengan konsep yang akan diajarkan.

(3)

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matemaika di SD merupakan suatu pembelajaran yang dimana guru berperan penting untuk membimbing dalam proses pembelajaran matematika ini, dimana pembelajaran matematika adalah pembelajaran melatih intelektual siswa dan merangsang keingintahuan pada setiap siswa dan pembelajaran matematika juga merupakan suatu yang sering siswa hadapi dalam lingkungan sehar-hari.

Tujuan mata pelajaran matematika menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 adalah sebagai berikut:

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh

4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut diatas. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan ide atau gagasan dengan menggunakan ide atau gagasan dengan menggunakan symbol, tabel, diagram, dan media lain. Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam

(4)

pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran Matematika yang ditujukan bagi siswa kelas IV SD disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika Kelas 4 Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 8. Memahami sifat bangun ruang

sederhana dan hubungan antar bangun datar

8.1 Menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana

2.1.4 Belajar dan Hasil Belajar a. Belajar

Menurut Winkel (dalam Anwar, k. 2011) belajar adalah akivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan tingkat pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.

Slameto (dalam Anwar, dkk. 2011) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, berupa hasil pengalamannnya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Sadirman (dalam Anwar, dkk. 2011) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku. Belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga bentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, hara diri, minat, watak dan penyesuaian diri.

(5)

Menurut Slameto, (2010:2) dalam bukunya “Belajar dan Faktor-faktor yang Menpengaruhi” belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

W.S. Winkel (dalam Suyono dan Hariyanto 2011:14) seorang kognitivis, menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses terbentuknya perubahan pada diri siswa dimana siswa dapat menemukan kemampuan yang dimiliki dari proses pembelajaran.

b. Hasil Belajar

Menurut Suprijono (2013:5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Setiap guru pasti memiliki keinginan agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang dibimbingnya. Maka dari itu, guru harus memiliki hubungan dengan siswa yang dapat terjadi melalui proses belajar mengajar.

Menurut Sudjana, (2011:22), menjelaskan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar . Belajar merupakan segenap kemampuan, keberhasilan dan keterampilan yang dimiliki individu melalui kegiatan belajar yang ditempunya.

Menurut Prof. Dr. Oemar Hamalik (2001:30) Hasil dan bukti belajar ialah adanya perubahan tingkah laku. Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan tidak mengerti menjadi mengerti.Tingkah laku memiliki unsur subjektif dan unsur motoris.Unsur subjektif adalah unsure rohaniahsedangkan unsure motoris adalah unsure jasmaniah.Bahwa seseorang sedang berfikir dapat dapat dilihat dari raut mukanya, sikapnya dalam rohaniahnya tidak bisa kita lihat.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa dalam perubahan tingkah laku dari pemahaman

(6)

yang sulit menjadi mudah dipahami ditujukan dalam kemampuan melakukan pembelajaran.

2.2 Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran koperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan pembelajaran dengan kelompok-kelompok kecil secara berkolaborasi yang anggotanya terdiri dari empat sampai dengan 6 orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Pada hakikatnya pembelajran kooperatif sama degan kerja kelompok.

Menurut Salvin (dalam Rusman 2012), mengatakan pembelajaran kooperlaif menggalak siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Ini membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam suasana yang tidak terencana, sesuai dengan falsafah konstruktivisme, dan memberikan dorongan untuk dapat mengopimalkan dan membangkitkan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas serta daya cipta (kreativitas), serta akan menjamin akan terjadinya dinamika dalam proses pembeajaran.

Pembelajaran kooperaif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan parispasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi Nurulhayati (dalam Rusman 2012)

Cooperative learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rancangan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan peembelajaran yang telah dirumuskan (sanjaya dalam rusman 2013

Tom V, Savage mengemukakan bahwa cooperative learning suatu pendekatan yang menekankan kerjasama dalam kelompok.

Cooperative learning adalah teknik mengelompokkan yang didalamnya siswa bekerja terarah pada tujuanbbelajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-5 orang. Belajar cooperative adalah pemamfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama

(7)

untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainya dalam dalam kelompok tersebut (Jenson dalam hasan dalam Rusman, 2013).

2.2.1 Group Investigation (GI)

Secara umum perencanaan perorganisasian dalam menggunakan teknik kooperatif GI adalah kelompok dibentuk siswa itu sendiri dengan beranggotakan 2-6 orang, tiap klompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan dan kemudian membuat atau menghasilkan laporan kelompok. Selanjutnya, setiap kelompok mempersentasikan atau memamerkan lapornnya kepada seluruh kelas unuk berbagi dan saling tukar informasi temuan mereka (Burns dalam Rusman, 2013)

Menurut Slavin dalam Rusman 2013, mengatakan strategi kooperatif GI sebenarnya dilandasi oleh filosofi John Dewey. Teknik kooperaif ini telah secara meluas digunakan dalam penelitian dan memperhatikan kesuksesannya terutama untuk program-program pembelajaran dengan tugas-tugas spesifik. Pengembangan belajar kooperatif GI didasarkan bahwa proses pembelajarn disekolah meyangkut kawasan dalam domain sosial dan intelektual, dan dan proses yang terjadi merupakan penggabungan nilai-nilai kedua domain tersebut. Oleh karena itu, group investigattion tidak dapat diimplementasikan kedalam lingkungan pendidikan yang tidak bisa mendukung terjadinya dialok interpersonal (atau tidak mengacu pada dimensi afektif pembelajaran). Asperk sosial-afektif kelompok, pertukaran intelekualnya, dan materi yang bermakna, merupakan sumber primer yang cukup penting dalam memberi dukungan terhadap usaha-usaha belajar siswa. Interaksi dan komunikasi yang bersifat kooperatif diantara siswa dalam satu kelas dapat dicapai dengan baik, jika pembelajaran dilakukan lewat kelompok-kelompok belajar kecil.

2.2.2 Langkah-langkah pembelajaran Group Investigation (GI)

Ada beberapa langkah-langkah model pembelajaran GI yang dikemukakan oleh para ahli. Langkah-langkah penerapan model GI (Kiranawati (2007), dapat dikemukakan sebagai berikut:

(8)

1. Seleksi topik

Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang 16 beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.

2. Merencanakan kerjasama

Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah 1) diatas.

3. Implementasi

Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah 2). pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.

4. Analisis dan sintesis

Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah implementasi dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.

5. Penyajian hasil akhir

Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.

6. Evaluasi

Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.

(9)

Pendapat lain, juga dikemukakan oleh Slavin (1995: 113-114) dalam implementasi teknik GI dapat dilakukan melalui 6 (enam) tahap. Tahapan-tahapan ini dan komponenkomponennya dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasikan topik dan mengatur siswa ke dalam kelompok.

a. Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik dan mengkategotikan saran-saran.

b. Para siswa begabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang dipilih.

c. Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat homogen.

d. Guru membantu dalam mengumpulkan informasi dan memfasilitasi pengaturan.

2. Merencanakan tugas yang akan dipelajari para siswa untuk merencanakan bersama mengenai apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajarinya dan pembagian tugas

3. Melaksanakan investigasi

a. Para siswa mengumpulkan informasi, mengenai data dan membuat kesimpulan

b. Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya.

c. Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklasifikasi, dan mensintesis semua gagasan.

4. Menyiapkan laporan akhir

a. Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari tugas yang dikerjakan

b. Anggota kelompok merencanakan apa yang dilaporkan, dan bagaimana membuat presentasinya.

c. Wakil-wakil kelompok membentuk panitia untuk mengkoordinasikan rencanarencana presentasi.

(10)

5. Mempresentasikan laporan akhir

a. Presentasi yang dibuat untuk semua kelas dan berbagai macam bentuk b. Presentasi harus dapat melibatkan peserta secara aktif

c. Para peserta mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.

6. Evaluasi

a. Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut. b. Guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa. c. Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi.

Menurut Agus Suprijono (2009:65) menjelaskan bahwa sintaks pembelajaran kooperatif terdiri dari enam komponen utama yaitu:

Tabel 2.2

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation

Kegiatan Deskripsi

Awal 1. Menyiapkan kelas (Religius, Apersepsi, dan Motivasi). 2. Siswa menyimak penjelasan guru tentang tujuan

pembelajaran yang hendak dicapai.

Inti

Fase 1 Memilih Topik

1. Guru menentukan kelompok siswa yang heterogen dari sisi (jenis kelamin, etnik, dan kemampuan akademik). 2. Konsistensi pembagian tugas kelompok dengan mengundi

materi yang akan dibahas dengan meminta ketua kelompok untuk mengambil undian yang telah disediakan oleh guru.

Fase 2 Perencanaan

Kooperatif

1. Setelah seluruh kelompok mendapat materi, selanjutnya dengan cara pembelajaran kooperatif yang berbasis kelompok investigasi membahas materi.

2. Siswa diminta malakukan diskusi tentang langkah-langkah apa yang akan mereka lakukan dalam menyelesaikan materi yang diperoleh.

(11)

3. Siswa menyiapkan format hasil kegiatan kelompok, (format yang telah disiapkan oleh guru).

Fase 3 Implementasi

1. Siswa melaksanakan kegiatan sesuai dengan yang telah direncanakan.

2. Siswa mencatat atau mendokumentasikan temuan-temun yang diperoleh dalam kegiatan kelompok.

Fase 4 Analisis dan

Sintesis

1. Siswa dalam kelompok membahas dan mendiskusikan hasil yang telah diperoleh dalam kegiatan investigasi/penyelidikan atas materi yang diperoleh.

2. Keputusan-keputusan dalam diskusi kemudian dicatat pada lembar kerja kelompok yang telah disediakan sebelumnya.

Fase 5 Persentasi hasil

final

1. Hasil investigasi/penyelidikan atas materi yang dipoleh kemudian diperetanggung jawabkan oleh kelompok dengan persentasi di depan kelas.

2. Partisipasi kelompok lain dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada kelompok persentasi.

Akhir

Fase 6 Evaluasi

1. Kegiatan interaksi antar siswa dan guru dengan memberikan penjelasan singkat sekaligus penyimpulan materi secara bersama-sama, meluruskan miskonsepsi yang terdapat pada tiap kelompok.

2. Kegiatan evaluasi, pada kegiatan ini siswa diberikan soal evaluasi (tes formatif) untuk dikerjakan secara individu ataupun kelompok sebagai tolak ukur pemahaman siswa terhadap materi.

Pendekatan lain untuk mengevaluasi dapat dengan membuat para siswa merekonstruksi proses investigasi yang telah dilakukan dan memetakan langkahlangkah yang telah diterapkan dalam pembelajaran

(12)

Berdasarkan pemaparan mengenai model pembelajaran GI tersebut, jelas bahwa model pembelajaran GI mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna. Artinya siswa dituntut selalu berfikir tentang suatu persoalan dan mereka siswa mencari sendiri secara penyelesaiannya.

2.3 Kajian Penelitian Yang Relevan

Sugiyanto dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Group Investigation pada Siswa Kelas V SD Negeri 3 Rejosari Kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012” Hal ini dapat dilihat kondisi awal 39%. meningkat pada siklus I diperoleh dari tes yang dilaksanakan pada akhir pertemuan siklus I dengan ketuntasan klasikal 71% atau 38 siswa yang tuntas, meningkat pada siklus 2 yaitu ketuntasan klasikal belajar siswa mencapai 92% atau 35 siswa tuntas dari 38 siswa.

Shinta Kusmiarti dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Group Investigation (GI) Siswa Kelas V SD Negeri Kutoharjo 01 Pati Semester 1 Tahun 2013/2014” Dilihat dari kondisi awal 32% ketuntasan siswa. Meningkat pada pertemuan siklus I dengan ketuntasan 68 %. Kemudian pertemuan siklus II meningkat menjadi 92%.

Mutmainah,2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas V SDIT Bina Insani (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa SDIT Bina Insani Kelas V Semester II Serang-Banten).

Dari hasil penelitian motivasi belajar matematika siswa pada siklus I skor kategori tinggi rata-rata motivasi belajar matematika siswa mencapai 11,11%, kemudian pada siklus II meningkat menjadi 66,67%. Hal ini didukung dengan observasi motivasi belajar matematika selama siklus I mendapat skor rata-rata persentase 53% dan siklus II mendapat skor rata-rata persentase sebesar 74%.

Hasil tes matematika siklus I dan siklus II menunjukan ada peningkatan hasil belajar matematika dilihat dari rata-rata nilai siswa yang mencapai KKM

(13)

yang tertentukan yaitu 75. Pada siklus I rata-rata peresentase nilai matematika dengan capaian KKM 74,07%. Sedangkan pada siklus II capaian KKM meningkat menjadi 92,59%.

Setelah melihat dari hasil dari hasil penelitain-penelitian diatas peneliti tertarik melaksanakan penelitian mengunakan model pembelajaran Group Investigation (GI) untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 di SD Negeri Kumpulrejo 03 tahun ajaran 2015/2016.

2.4 Kerangka Pikir

Menurut Uma Sekaran (dalam Sugiyono 2011) mengatakan bahwa “Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori terhubung dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai hal yang penting jadi dengan demikian maka kerangka berpikir adalah sebuah pemahaman yang melandasi pemahaman-pemhaman yang lainnya, sebuah pemahaman yang paling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran atau bentuk proses dari keseluruhan dari peneliti yang akan dilakukan”

Proses pembelajaran yang dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran yang masih bersifat konvensional akan berdampak pada motivasi dan hasil belajar siswa. Siswa yang memiliki motivasi belajarnya rendah maka hasil belajarnya akan rendah pula, sebaliknya apabila motivasi belajar tinggi maka hasil belajarnya juga akan tinggi.

Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di SD Kumpulrejo 03 Kelas IV Semester II Tahun pelajaran 2015/2016, dari hasil ulanagan yang di lakukan masih terdapat nilai yang di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) 62. Sehingga tindakan yang lakukan oleh peneliti adalah dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation, dimana langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe group Investigation menurut Sharan, dkk (1984) adalah pertama memilih topik, kedua perencanaan kooperatif, ketiga implementasi, keempat analisis dan sintesis, kelima persentasi hasil final, dan keenam evaluasi.

(14)

Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) ini akan dilaksanakan dalam siklus I dan siklus II. Harapan yang diinginkan pada akhir pembelajaran adalah adanya peningkatan motivasi dan hasil belajar pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Kumpulrejo 03.

Kondisi Awal

Model pembelajaran bersifat

konvensional,(Terdapat nilai siswa dibawah KKM)

Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation

Langkah-langkah : 1. memilih topik

2. perencanaan kooperatif 3. Implementasi

4. Analisis dan sintensis 5. Persentasi hasil final 6. Evaluasi

Melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation terdapat peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa.

Gambar 2.1

Skema Kerangka Berpikir

Tindakan

Siklus-I

Siklus-II

(15)

2.5 Hepotesa Tindakan

Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah dipaparkan pada kajian pustaka di atas, maka dapat dikemukakan tindakan dalam penelitian ini yaitu, menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Kumpulrejo 03 tahun ajaran 2015/2016.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) kontribusi pemanfaatan perpustakaaan terhadap hasil belajar auditing,2) kontribusi intensitas belajar terhadap

Rencanakan jumlah dan penempatan baut mutu tinggi pada sistem sambungan di atas agar hasilnya optimum dari sisi penggunaan bahan material, untuk itu kerjakan hal-hal berikut :2.

Bedasarkan sumber pengumpulan data, maka penulis menggunakan sumber data sekunder yaitu laporan penerimaan pajak selama tahun 2015-2016, laporan pencairan tunggakan pajak

Peserta didik dalam kelompoknya masing-masing diminta berdiskusi untuk menemukan tokoh dan wataknya yang disertai bukti dalam kutipan yang terdapat dalam cerpen di

Nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,111 juga menunjukkan nilai yang lebih besar dari nilai pada tingkat signifikansi yang telah ditentukan yaitu sebesar

Faktor penyebab produk cacat Dek yang ada di Mondrian, antara lain kurangnya pengawasan dari pihak perusahaan sehingga dalam bekerja operator kurang memperhatikan hal kebersihan

Dalam penelitian ini uji validitas kuesioner menggunakan analisis faktor dengan program SPSS 16.0 karena untuk mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel

Betul sekali, di kegiatan ASJ#6 ini kami mendapatkan kehormatan untuk bekerja sama dengan kakak-kakak dari komunitas Tangan Di Atas. Seminar entrepreneurship diisi oleh Kak