• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGETAHUAN MEREK INDUK DAN PERSEPSI KUALITAS TERHADAP SIKAP BRAND EXTENSION DAN DAMPAKNYA PADA INTENSI MEMBELI PRODUK KECAP SEDAAP DI SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENGETAHUAN MEREK INDUK DAN PERSEPSI KUALITAS TERHADAP SIKAP BRAND EXTENSION DAN DAMPAKNYA PADA INTENSI MEMBELI PRODUK KECAP SEDAAP DI SURABAYA."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN MEREK INDUK DAN PERSEPSI

KUALITAS TERHADAP SIKAP BRAND EXTENSION DAN

DAMPAKNYA PADA INTENSI MEMBELI PRODUK

KECAP SEDAAP DI SURABAYA

S K R I P S I

Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Manajemen

Oleh :

0512010170 / FE / EM RICO DIMAZ ANDRIANTO

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN

JAWA TIMUR

(2)

S K R I P S I

Oleh :

0512010170 / FE / EM RICO DIMAZ ANDRIANTO

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN

JAWA TIMUR

(3)

i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengetahuan Merek Induk dan Persepsi Kualitas Terhadap Sikap Brand Extension Pada Intensi Membeli Kecap Sedaap di Surabaya” dengan baik.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi satu syarat penyelesaian Program Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi, Jurusan Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya.

Dalam penyusunan skripsi, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menghaturkan rasa terima kasih yang mendalam kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MT, selaku Rektor UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS, selaku Ketua Program Studi Manajemen UPN “Veteran” Jawa Timur.

(4)

ii

menghargai jasa Bapak dan Ibu. Namun teriring do’a semoga apa yang sudah diberikan kepada kami akan terbalaskan dengan berkah dari sang Ilahi.

6. Yang terhormat Bapak dan Ibu, sembah sujud serta ucapan terima kasih atas semua do’a, restu, dukungan, nasehat yang diberikan kepada penulis.

Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, Desember 2009

(5)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAKSI ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 12

2.2. Landasan Teori ... 14

2.2.1. Pengertian Pemasaran ... 14

2.2.1.1. Konsep Pemasaran ... 15

2.2.2. Merek ... 16

2.2.2.1. Pengertian Merek ... 16

2.2.2.2. Manfaat Merek ... 17

(6)

iv

2.2.4. Perluasan Merek (Brand Extension) ... 22

2.2.4.1. Pengertian Perluasan Merek ... 22

2.2.4.2. Keunggulan dan Kelemahan Perluasan Merek 24 2.2.5. Persepsi Kualitas (perceived quality) ... 25

2.2.5.1. Pengertian persepsi kualitas ... 25

2.2.5.2. Persepsi Kualitas Menghasilkan Nilai ... 26

2.2.6. Sikap Brand Extension ... 27

2.2.7. Intensi atau niat membeli (purchase intension) ... 29

2.2.7.1. Pengertian Intensi atau Niat Membeli ... 29

2.2.8. Pengaruh Pengetahuan Merek Induk Terhadap Sikap Brand Extension... 30

2.2.9. Pengaruh Persepsi Kualitas (perceived quality) terhadap Sikap Brand Extension ... 31

2.2.10 Pengaruh Sikap Brand Extension terhadap niat atau intensi membeli ... 32

2.3. Kerangka Konseptual ... 34

2.4. Hipotesis ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 35

3.1.1. Definisi Operasional Variabel ... 35

3.1.2. Pengukuran Variabel ... 37

(7)

v

3.4. Teknik Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 40

3.4.1. Teknik Analisis ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 52

4.1.1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 52

4.1.2. Deskripsi Pengetahuan Merek Induk (X1 4.1.3. Deskripsi Persepsi Kualitas / Perceived Quality (X ) ... 53

2) ... 54

4.1.4. Deskripsi Sikap Brand Extension (Y1) ... 55

4.1.5. Deskripsi Intensi Membeli Konsumen / Purchase Intension (Y2) ... 56

4.2. Analisis Data ... 58

(8)

vi

4.2.4. Evaluasi Construct Reliability dan Variance

Extracted ... 61

4.2.5. Evaluasi Normalitas ... 63

4.2.6. Analisis Model One – Step Approach to SEM ... 64

4.2.7. Uji Kausalitas ... 67

4.3. Pembahasan ... 68

4.3.1. Pengujian Hipotesis Hubungan Kausalitas Pengetahuan Merek Induk (Main Brand) Terhadap Brand Extension Attitude ... 68

4.3.2. Pengujian Hipotesis Hubungan Kausalitas Persepsi Kualitas (Quality Perception) Terhadap Brand Extension Attitude ... 69

4.3.3. Pengujian Hipotesis Hubungan Kausalitas Brand Extension Attitude Terhadap Intensi Membeli (Purchase Intention) ... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 72

5.2. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA

(9)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data ICSA Index 2008 ... 4

Tabel 1.2 Data Indonesia Promising Brand (Merek yang Menjanjikan) ... 5

Tabel 1.3 Data customer satisfaction / CS (ICSA) ... 8

Tabel 1.4 Data Penjualan Kecap Sedaap di Sidoarjo ... 9

Tabel 3.1 Goodness of Fit Indeks ... 51

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 53

Tabel 4.3. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Pengetahuan Merek Induk (X1) ... 54

Tabel 4.4. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Persepsi Kualitas / Perceived Quality (X2) ... 55

Tabel 4.5. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Sikap Brand Extention (Y1) ... 56

Tabel 4.6. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Intensi / Niat Membeli Konsumen (Y2)... 57

Tabel 4.7. Uji Outliers Multivariate ... 59

Tabel 4.8. Reliabilitas Data ... 60

Tabel 4.9. Validitas Data ... 61

Tabel 4.10. Construct Reliability dan Variance Extracted ... 62

Tabel 4.11. Normalitas Data ... 63

Tabel 4.12. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Model One- Step Approach – Base Model ... 65

(10)

viii

(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Contoh Model Pengukuran Faktor Pengetahuan Merek Induk . 41 Gambar 3.2 Contoh Model Pengukuran Faktor Persepsi Kualitas ... 42 Gambar 3.3 Contoh Model Pengukuran Faktor Sikap Brand Extension ... 43 Gambar 3.4 Contoh Model Pengukuran Faktor Intensi Membeli ... 44 Gambar 4.1. Model Pengukuran & Struktural Pengetahuan Merek Induk,

Persepsi Kualitas, Sikap Brand Extension dan Intensi

Membeli, Model: One Step Approach – Base Model ... 64 Gambar 4.2. Model Pengukuran & Struktural Pengetahuan Merek Induk,

Persepsi Kualitas, Sikap Brand Extension dan Intensi

(12)

x Lampiran 1. Kuesioner

Lampiran 2. Data Tanggapan Responden Terhadap Pengetahuan Merek Induk (X1), Persepsi Kualitas / Perceived Quality (X2), Sikap Brand

Extension (Y1) dan Intensi / Niat Membeli Konsumen ( Purchase

Intension ) (Y2)

(13)

PENGARUH PENGETAHUAN MEREK INDUK DAN PERSEPSI KUALITAS TERHADAP SIKAP BRAND EXTENSION DAN DAMPAKNYA

PADA INTENSI MEMBELI PRODUK KECAP SEDAAP DI SURABAYA

Oleh :

Rico Dimaz Andrianto

Abstraksi

Fenomena pada merek Sedaap adalah berhubungan dengan kepuasan pelanggan. Dari tabel tentang data customer satisfaction (ICSA) menunjukkan bahwa tingkat kepuasan konsumen terhadap merek sedaap cukup rendah jika dibandingkan dengan tingkat kepuasan konsumen terhadap merek selain sedaap. Hal ini dapat diketahui dari nilai TSS (Total Satisfaction Score) dari merek Sedaap sebesar 3,470, dimana nilai TSS tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai TSS merek lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengetahuan merek induk dan persepsi kualitas terhadap sikap brand extension

pada intensi membeli Kecap Sedaap di Surabaya.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data dikumpulkan melalui kuesioner yang dibagikan kepada responden yaitu konsumen yang sedang melakukan pembelian kecap Sedaap Di Surabaya Selatan. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval dengan teknik pengukuran dengan jenjang 1 - 5. Teknik non probability sampling tepatnya

accidental sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang tersebut memiliki ciri-ciri yang cocok sebagai sumber data, mengenai kriterianya adalah responden sebelumnya pernah melakukan pembelian kecap sedaap di Surabaya Selatan. Pengambilan sampel didasari asumsi SEM bahwa besarnya sampel yaitu 5 – 10 kali parameter yang diestimasi. Pada penelitian ini ada 12 indikator, sehingga jumlah sampel yang diestimasi yaitu antara 60-120. Adapun jumlah sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebesar 120 responden. Teknik analisis yang digunakan adalah SEM diagram yang akan mempermudah untuk melihat pengaruh pengetahuan merek induk dan persepsi kualitas terhadap sikap brand extension

dan pengaruh sikap brand extension terhadap intensi membeli yang akan diuji. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pengetahuan merek induk tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap brand extension, sedangkan persepsi kualitas berpengaruh positif terhadap sikap brand extension Kecap Sedaap di Surabaya, dan sikap brand extension berpengaruh positif terhadap intensi membeli Kecap Sedaap di Surabaya.

Key Words: Pengetahuan Merek Induk, Persepsi Kualitas, Sikap Brand

(14)

1

1.1.Latar Belakang

Semakin tingginya tingkat persaingan di bisnis lokal maupun global dan

kondisi ketidakpastian memaksa perusahaan untuk mencapai keunggulan

kompetitif (competitive advantage) agar mampu memenangkan persaingan.

Mencermati hal tersebut, tidak mudah bagi perusahaan untuk mempertahankan

produknya dipasaran. Menurut Rangkuti (2002;1) langkah pertama dalam

menyusun pemasaran adalah dengan membuat analisis mengenai segmentasi dan

targeting. Dalam mengembangkan strategi, perusahaan harus menghadapi

keputusan pemberian merek (branding). Pemberian merek merupakan masalah

utama dalam strategi produk. Diperlukan keahlian untuk menciptakan,

memelihara, melindungi dan peningkatan merek.

Merek merupakan komponen yang penting karena merek merupakan

sumber informasi bagi konsumen dalam mengidentifikasi suatu produk sekaligus

membedakannya dengan produk pesaing. Jika perusahaan mampu memilih merek

yang tersebut untuk memperkenalkan produk baru kepada pelanggannya, maka

akan dinyatakan sebagai perluasan merek (brand extension) (Keller, 2003 dalam

Barata ,2007;64).

Perluasan merek (brand extension) adalah situasi dimana sebuah

perusahaan untuk menggunakan sebuah merek yang ada guna meluncurkan

(15)

2

perluasan merek adalah pengetahuan merek induk, persepsi kualitas (perceived

quality) (Barata, 2007;63).

Perluasan merek merupakan strategi alamiah bagi perusahaan yang sedang

berusaha tumbuh dengan mengeksploitasi asetnya. Tak bisa disangkal, aset yang

paling nyata dan bisa dipasarkan bagi kebanyakan perusahaan adalah merek yang

telah mereka kembangkan. Karena itu, salah satu opsi pertumbuhan strategi

adalah mengeksploitasi aset tersebut dengan cara menggunakan aset itu untuk

melakukan penetrasi pada kategori produk baru atau memberi lisensinya kepada

produk-produk lain yang ada di sana. Opsi lainnya adalah mengakuisisi sebuah

perusahaan yang mempunyai merek yang bisa dijadikan landasan bagi

pertumbuhan masa depan lewat perluasan merek.

Pada awal 2003 Wings (Wingsfood) sedang gencar-gencarnya

mempromosikan produk mie sedaap. Awal memperkenalkan diri mie sedaap

hanya tersedia untuk pulau Jawa dan Bali, saat ini mie sedaap telah menembus

pasar ekspor ke beberapa Negara. Hal ini menjadi sangat menarik dilihat dari

kemampuan penetrasi pasar yang termasuk cepat, apalagi adanya indofood yang

telah mengakar kuat di pasar mie istan dan telah puluhan tahun. Pasar mie instant

di Indonesia memang menggiurkan. Ketergantungan masyarakat Indonesia

terhadap mie cepat saji ini cukup besar. Tidak heran jika dari waktu ke waktu

banyak perusahaan baru melirik pasar mie instant.

Strategi mie sedaap dalam menembus pasar yang telah dikuasai lama oleh

indofood sehingga dapat menjadi pemimpin pasar. Strategi yang dapat kita lihat

(16)

sedaap launching (sekitar satu bulan) PT.Sayap Mas Utama (Wingsfood) telah

memasang iklan diberbagai media dengan iklan yang sangat gencar namun tanpa

menyebutkan identitas produk tersebut. Hasil dari iklan tersebut adalah seluruh

konsumen di Indonesia menunggu hadirnya produk dan akan tersugesti untuk

mencoba produk baru tersebut. Untuk promosi PT.Sayap Mas Utama berani

mengeluarkan budget yang besar.

Strategi lain yang ditempuh mie sedaap adalah bermain di harga pasaran

yang sangat ekonomis. Diberlakukan pula strategi klasik dengan memberi hadiah

berupa piring dan gelas.Distribusi yang dilakukan mie sedaap membangun

jaringan merata dari tingkat grosir sampai tim motor yang menjelajahi

warung-warung kecil, dalam distribusi ini tentunya tidak terlalu sulit mengingat mereka

telah memiliki jaringan yang sangat kuat dalam memasarkan produk-produk

Wings sebelumnya. Strategi lain yang belum pernah dilakukan oleh kompetitor

lain dari mie sedaap adalah makan bersama di tempat-tempat strategis seperti

sekolah,kampus,dan lain-lain. Pada kesempatan tersebut konsumen diberikan

kesempatan untuk menikmati mie sedaap seacra gratis sekaligus diminta untuk

memberikan masukan atas taste dari mie sedaap. Langkah ini sangat strategis

bukan hanya sebagai sarana promosi namun juga sarana pengembangan mie

sedaap.

Dalam tempo dua tahun produk yang relatif baru itu diperkirakan sudah

menggaet pasar mie instant sebesar 15%-20%. Padahal Indofood sang pemimpin

pasar adalah penguasa yang amat dominant dan bertahan puluhan tahun di posisi

(17)

4

mie instant mencapai 90% dengan nilai sekitar Rp.8 triliun. Evelyn L. Atmaja,

General Manager Pemasaran dan Penjualan PT.Indofood Sukses Makmur hanya

mengklaim kini pangsa pasarnya mencapai 80% dengan pendapatan per tahunnya

menembus angka Rp.6 triliun. Namun diakuinya tidak semua konsumennya loyal.

Dari 80% pangsa pasar yang dikuasainnya, diperkirakan 10% konsumen suka

“berpaling” dengan pesaingnya. Indofood masih dominan dan diperkirakan punya

76% pangsa pasar mie instant di Indonesia. Sementara pangsa pasar mie sedaap di

Indonesia timur baru mencapai 16%, sedangkan di Jakarta hanya 11%.

Persaingan produk kategori mie instant berlangsung sangat ketat karena

dalam kategori ini penguasa Indofood terhadap pasar mie instant menurun tajam

setelah lahirnya mie sedaap. Dan data ICSA Index 2008 dalam kategori mie instan

adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1

Data ICSA Index 2008

No. Merek QSS VSS PBS ES TSS

Sumber : SWA Sembada / edisi peringkat merek-merek paling memuaskan berdasarakan ICSA index / 18 september-8 oktober 2008.

QSS : Quality Satisfaction Score

VSS : Value Satisfaction Score

PBS : Perceived Best Score

ES : Expectation Score

(18)

Tabel ICSA index 2008 menunjukkan bahwa terdapat dua perusahaan

yang unggul di pasar mie instant nasional adalah Indomie dan Mie Sedaap. Survei

tentang kepuasan pelanggan (customer satisfaction) tentu punya manfaat yang

besar bagi dunia bisnis. Terlebih, survey ICSA dilakukan terhadap konsumen,

bukan perusahaan (pemilik merek). Survei ICSA juga bisa mendorong perusahaan

bersaing dari segi kepuasan. Sehingga perusahaan tak hanya bersaing dalam hal

dana promosi.

Beberapa tahun terahir ini kedua merek bersaing ketat, walaupun Indomie

hingga kini tetap memimpin pasar kategori mie instant tapi posisinya sebagai

pemimpin pasar mie instant semakin di dekati oleh Mie Sedaap yang sekarang

posisinya di no dua menurut ICSA index 2008 yang penilaianya dibagi dalam

lima kategori yaitu (QSS) 3,877, (VSS) 3,780, (PBS) 3,824, (ES) 3,542, (TSS)

3,759.

Setelah berhasil mengorbitkan Mie Sedaap, Wingsfood kembali

menggebrak pasar. Kali ini produk andalannya adalah kecap manis yang diberi

merek Sedaap. Brand Extension yang dilakukan Wingsfood cukup berani

mengingat diferensiasi produk kecap cukup sulit, karena rasa dan warna kecap

hampir sama. Berbekal strategi jitu yang telah diuji ketika melawan Indofood, dan

merek Sedaap yang sudah dikenal luas, Wingsfood dengan percaya diri akan

mengobrak-abrik pasar kecap manis yang saat ini didominasi oleh kecap Bango

milik Unilever, Kecap ABC produksi Heinz, dan Kecap Indofood.

(19)

6

Jika dilihat dari merek (brand)-nya, kecap ini memakai merek sedaap yang

sudah digunakan oleh produk mie yang dihasilkannya. Pertimbangan efisiensi dan

efektivitas manajemen bisnis Wingsfood dalam memilih merek sedaap sangat

kuat. Sebab merek sedaap yang diusung Mie Sedaap sudah cukup kuat

‘menancap’ di benak konsumen. Sehingga kalau produk baru kecap menggunakan

merek sedaap, pertimbangan manajemen adalah tidak perlu waktu lama dalam

konsumen untuk mengenali kecap sedaap ini sebagai produk Wingsfood. Sebagai

produk pelengkap bagi kebutuhan memasak (termasuk memasak mie sedaap),

maka kecap sedaap tidak akan merusak merek Sedaap, justru akan memperkuat

merek Sedaap yang sudah dipakai mie sedaap. Keselarasan penggunaan merek

sedaap bagi produk mie dan kecap dari Wingsfood ‘memenuhi syarat’ karena

antara kedua produk tersebut dalam satu kategori produk.

Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi sikap brand extension dari

suatu produk yaitu pengetahuan merek induk dan persepsi kualitas (perceived

quality), yang selanjutnya dapat mempengaruhi intensi atau niat membeli

konsumen terhadap produk tersebut. Menurut Keller (2003) dalam Barata,

(2007:65) Pengetahuan merek sebagai adanya informasi tentang merek dalam

ingatan (memory) konsumen, beserta dengan assosiasi-assosiasi yang berkaitan

dengan merek tersebut. Merek inti membantu perluasan, dimana merek inti

mendukung merek-merek yang mengalami perluasan (Durianto, 2004: 149).

Zeithaml (1998 dalam Barata, 2007: 65) mendefinisikan persepsi kualitas

sebagai gambaran umum dari penilaian konsumen tentang keunggulan atau

(20)

dengan atribut tertentu dari produk baru yang dikenalkan dengan menggunakan

brand extension dari merek induk yang sebelumnya telah dikenal, perusahaan

ingin mendapatkan persepsi kualitas yang baik dari konsumen.

Schifman dan Kanuk (2004) dalam Barata (2007:66), menyatakan bahwa

dalam konteks perilaku konsumen, sikap adalah suatu kecenderungan

pembelajaran untuk berperilaku secara konsisten untuk menyukai atau tidak

menyukai sebuah obyek dalam kaitanya dengan brand extension tersebut, yang

memiliki atribut yang diinginkannya, sikap konsumen tersebut akan positif dan

dapat mengarah ke niat membeli.

Assael (1998) dalam Barata (2007: 67) menayatakan bahwa intensi

membeli adalah tahap terakhir dari rangkaian proses keputusan pembelian

konsumen tersebut. Proses ini dimulai dari munculnya kebutuhan akan suatu

produk atau merek (need arousal), dilanjutkan dengan pemrosesan informasi oleh

konsumen (consumer information processing). Selanjutnya konsumen akan

mengevaluasi produk atau merek tersebut. Hasil evaluasi ini yang akhirnya

memunculkan niat atau intensi untuk membeli, sebelum akhirnya konsumen

benar-benar melakukan pembelian.

Persaingan produk kategori kecap manis berlangsung sangat ketat, karena

dalam kategori ini banyak sekali perusahaan baik dari kecap nasional maupun

kecap lokal. Dan data ICSA (Indeks Customer Satisfaction Awards) 2008 dalam

(21)

8

Sumber : Majalah SWA / edisi peringkat merek-merek paling memuaskan berdasarakan ICSA index / 18 september-8 oktober 2008.

QSS : Quality Satisfaction Score

VSS : Value Satisfaction Score

PBS : Perceived Best Score

ES : Expectation Score

TSS : Total Satisfaction Score

Dari tabel ICSA Index 2008 menunjukkan bahwa Kecap Sedaap masih

berada di posisi sembilan pasar kecap nasional. Penilaian ICSA Index 2008

meliputi lima kategori yaitu (QSS) 3,554, (VSS) 3,584, (PBS) 3,577, (ES) 3,197,

(TSS) 3,470. Posisi Kecap Sedaap masih jauh dibawah kecap ABC dan Bangao,

persaingan tidak hanya datang dari merek nasional namun juga dari merek lokal.

Berdasarkan tabel 1.2 dapat diketahui bahwa terdapat fenomena pada

merek Sedaap yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan. Dari tabel tersebut

menunjukkan bahwa tingkat kepuasan konsumen terhadap merek sedaap cukup

rendah jika dibandingkan dengan tingkat kepuasan konsumen terhadap merek

selain sedaap. Hal ini dapat diketahui dari nilai TSS (Total Satisfaction Score)

dari merek Sedaap sebesar 3,470, dimana nilai TSS tersebut lebih rendah jika

(22)

Fenomena tersebut didukung oleh semakin menurunnya tingkat Penjualan

Kecap Sedaap di Surabaya Selatan. Berikut ini adalah data penjualan produk

Kecap Sedaap di Surabaya Selatan mulai bulan Maret sampai dengan Agustus

2009, adalah sebagai berikut:

Tabel 1.3

Data Penjualan Kecap Sedaap di Surabaya Selatan

No Ukuran Harga

Sumber : Data Diolah

Berdasarkan tabel 1.3, dapat diketahui pada bulan Maret – April 2009

telah terjadi penurunan penjualan produk Kecap Sedaap dari 3276 botol menjadi

3024 botol, selanjutnya pada bulan April – Juni 2009 penjualan produk Kecap

Sedaap mengalami kenaikan dari 3024 botol menjadi 3798 botol, tetapi pada

bulan Juni – Agustus 2009 penjualan produk Kecap Sedaap mengalami penurunan

kembali dari 3798 botol menjadi 2754 botol.

Data tersebut mengindikasikan atau menunjukkan bahwa terdapat adanya

masalah ketidakberhasilan perluasan merek oleh produk merek sedaap sehingga

intensi untuk membeli produk rendah.

Penurunan intensi membeli produk kecap sedaap disebabkan faktor-faktor

sikap brand ekstension. Hasil penelitian Barata (2007; 69) menyatakan bahwa

(23)

10

sikap brand extension, serta terdapat pengaruh signifikan persepsi kualitas dan

konsistensi konsep merek terhadap sikap brand extension. Sedangkan terdapat

pengaruh signifikan sikap brand extension terhadap intensi membeli.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka peneliti

tertarik melakukan penelitian tentang : “ Pengaruh Pengetahuan Merek Induk

dan Persepsi Kualitas Terhadap Sikap Brand Extension Pada Intensi

Membeli Kecap Sedaap di Surabaya”

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang diatas perumusan masalah yang dapat

diambil adalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh antara pengetahuan merek induk terhadap sikap

brand extension pada produk kecap sedaap di Surabaya ?

2. Apakah terdapat pengaruh antara persepsi kualitas (perceived quality)

terhadap sikap brand extension pada produk kecap sedaap di Surabaya ?

3. Apakah terdapat pengaruh sikap brand extension terhadap intensi membeli

produk kecap sedaap di Surabaya ?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan peneliti ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan merek induk terhadap sikap brand

(24)

2. Untuk mengetahui pengaruh persepsi kualitas (perceived quality) terhadap

sikap brand extension pada produk kecap sedaap di Surabaya.

3. Untuk mengetahui pengaruh sikap brand extension terhadap intensi membeli

pada produk kecap sedaap di Surabaya.

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat :

1. Bagi Perusahaan

Memberikan informasi bagi perusahaan yang diamati yaitu dapat mengetahui

seberapa besar kekuatan perluasan mereknya, sehingga nantinya sebagai dasar

dalam membuat strategi pemasaran yang lebih baik dan dapat lebih

meningkatkan perluasan mereknya sehingga mampu mengahadapi persaingan

global.

2. Bagi Universitas

Dapat bermanfaat sebagai informasi bagi yang akan melakukan penelitian

lebih lanjut berkaitan dengan masalah perluasan merek.

3. Bagi Peneliti Lain

Sebagai referensi tambahan guna meningkatkan kualitas peneliti yang terbaru

(25)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang releven dengan penelitian ini adalah penelitian

yang dilakukan oleh Dion Dewa Barata (2007) yang membahas mengenai

Pengaruh Pengetahuan Merek Induk, Persepsi kualitas (perceived quality),

Inovatif (innovativeness), Konsistensi Konsep Merek Terhadap Sikap Brand

Extension Pada Intensi Membeli Konsumen. Uji analisis yang digunakan adalah

analisis jalur (path anlysis) dengan bantuan paket AMOS 4. Hasil dari penelitian

adalah sebagai berikut:

a. Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel pengetahuan merek induk

terhadap variabel sikap brand extension.

b. Terdapat pengaruh signifikan variabel persepsi kualitas terhadap variabel

sikap brand extension.

c. Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel inovatif terhadap variabel

sikap brand extension.

d. Terdapat pengaruh signifikan antara variabel konsistensi konsep merek

terhadap variabel pengaruh sikap brand extension.

e. Terdapat pengaruh signifikan antara variabel sikap brand extension terhadap

variabel intensi membeli.

Persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini

(26)

sebagai variabel independen dan menggunakan variabel sikap brand extension dan

intensi membeli sebagai variabel dependen.

Sedangkan perbedaannya, (1) Penelitian terdahulu menggunakan variabel

inovatif dan konsistensi konsep merek dalam penelitian ini variabel tersebut tidak

digunakan. (2) Penelitian terdahulu tidak menggunakan contoh produk sedangkan

penelitian ini menggunakan contoh produk kecap sedaap. (3) Penelitian terdahulu

menggunakan pendekatan analisis Path (jalur) sedangkan penelitian ini

menggunakan pendekatan analisis SEM.

Dalam jurnalnya yang berjudul “Studi Mengenai Minat Beli Merek

Ekstensi” (Studi Kasus Produk Merek Sharp di Surabaya) oleh Magdalena

Sutantio, Jurnal Sains Pemasaran Indonesia volume III, No 3, Desember 2004, hal

243-266. Persamaan antara peneliti terdahulu dengan peneliti sekarang sama-sama

menggunakan variabel merek ekstensi (brand extension).

Sedangkan perbedaannya, (1) Penelitian terdahulu menggunakan variabel

persepsi kualitas produk dalam iklan merek induk, kredibilitas perusahaan dan

dalam penelitian ini variabel tersebut tidak digunakan. (2) penelitian terdahulu

menggunakan Sharp sebagai contoh produknya sedangkan penelitian ini

menggunakan kecap sedaap sebagai contoh produknya.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pengertian Pemasaran

Pemasaran telah didefinisikan dalam banyak cara. Definisi pemasaran ini

(27)

14

proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa

yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan

menukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Apabila harus

mendefinisikan pemasaran, hampir semua orang, termasuk beberapa manajer

bisnis menyatakan bahwa pemasaran berarti “menjual” atau “mengiklankan”.

Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang

dilakukan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk

berkembang serta mendapatkan laba. Arti pemasaran sering dikacaukan dengan

pengetian-pengertian penjualan, perdagangan, distribusi. Padahal istilah-istilah

tersebut hanya merupakan satu bagian pemasaran secara keseluruhan. Proses

pemasaran itu semakin jauh sebelum barang-barang di produksi dan tidak berakhir

dengan penjulan, kegiatan pemasaran dimaksudkan untuk menciptakan kepuasan

konsumen jika perusahaan menginginkan usahanya berjalan terus, atau konsumen

mempunyai pandangan yang baik terhadap perusahaan, jadi meliputi marketing

mix yang ada.

Kegiatan pemasaran harus dikoordinasi dan dikelola dengan cara yang

baik, maka dapat diketahui manajemen perusahaan. Adapun definisi dari

manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran,

penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk

menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individu dan organisasi.

(28)

2.2.1.1 Konsep Pemasaran

Menurut Kotler (1997: 17-18), konsep pemasaran menyatakan bahwa

kunci untuk meraih tujuan organisasi adalah menjadi lebih efektif dari pada para

pesaing dalam memadukan kegiatan pemasaran guna menetapkan dan memuaskan

kebutuhan dan keinginan pasar sasaran. Konsep pemasaran bersandar empat pilar

yaitu : pasar sasaran, kebutuhan pelanggan, pemasaran terpadu, dan profitabilitas.

Konsep ini sebenarnya bukan gagasan baru dalam dunia bisnis, telah lama

dikenal. Akan tetapi, sebagaian manager kurang memperhatikan kebutuhan

pelanggan. Para manajer ini masih memiliki orientasi produksi, membuat produk

apa saja yang mudah diproduksi dan kemudiaan berusaha menjualnya. Mereka

beranggapan bahwa pelanggan ada untuk membeli keluaran perusahaan, bukan

sebaliknya bahwa perusahaan ada untuk melayani pelanggan dan lebih luas lagi

melayani kebutuhan masyarakat.

Para manajer yang pandai mengamti orientasi produk ini dengan orientasi

produk ini dengan orientasi pemasaran. Orientasi pemasaran mencoba

memproduksi hal-hal yang dibutuhkan pelanggan. Ada tiga pokok yang tercakup

dalam definisi konsep pemasaran yaitu: orientasi pelanggan, upaya perusahaan

secara menyeluruh dan sebagai tujuan bukan penjualan.

2.2.2 Merek

2.2.2.1 Pengertian Merek

Pemberian merek telah menjadi masalah penting dalam strategi produk.

(29)

16

yang memiliki kesetiaan konsumen yang kuat. Perusahaan yang mampu

mengembangkan merek dengan “fraicaiz” konsumen akan mampu

mempertahankan serangan para pesaing. Bila kembali ke definisi dari merek

mengambil dari pemaparan American Marketing Association dalam Kotler dan

Keller (2007:332) Merek adalah nama, istilah , tanda, simbol atau rancangan

kombinasi dari semuanya, yang di maksudkan untuk mengidentifikasi barang atau

jasa para penjual atau kelompok penjual dan untuk mendiferensiasikan dari

produk atau jasa lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama.

Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda

berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau

kombinasi dari unsur-unsur tersebut yangt memiliki daya pembeda dan digunakan

dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. (Tjiptono, 2005:2).

Menurut Kotler (1997: 63) merek sebenarnya merupakan janji penjual

untuk memberi feature, manfaat, dan jasa tertentu pada pembeli. Merek-merek

terbaik memberikan jaminan kualitas. Tetapi merek lebih dari sekedar simbol.

Merek dapat memiliki enam tingkat pengertian:

a. Atribut: Merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu.

b. Manfaat: Suatu merek lebih dari serangkain atribut, mereka membeli manfaat.

c. Nilai: Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen.

d. Budaya: Merek juga mewakili budaya tertentu.

e. Kepribadian: Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu.

f. Pemakai: Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau

(30)

2.2.2.2 Manfaat Merek

Merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Bagi produsen, merek

berperan penting sebagai (Keller, 2003; Tjiptono,2005: 20-21):

a. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan

produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian persediaan dan

pecatatan akuntansi.

b. Bentuk produksi hukum terhadap atau aspek produk yang unik. Merek bisa

mendapatkan perlindungan properti intelektual.

c. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa

dengan mudah memilih dan membeli lagi dari waktu ke waktu. Loyalitas

merek seperti ini menghasilkan predictability dan security permintaan bagi

perusahaan dan menciptakan hambatan masuk yang menyulitkan perusahaan

lain untuk memasuki pasar.

d. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari

pesaing.

e. Sumber keuntungan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum,

loyalitas pelanggan dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen.

f. Sumber finansial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang.

Manfaat bagi konsumen, merek memberikan macam nilai melalui

sejumlah fungsi dan manfaat potensial. (Vasquez, et al 2002; Tjiptono,2005: 21)

misalnya, mengklalifikasikan dimensi manfaat atau utilitas dalam merek ke dalam

sembilan kategori: utilitas fungsional produk, pilihan (choice), inovasi,

(31)

18

personal. Keller (2003) didalam Tjiptono (2005: 21) menemukakan tujuh manfaat

pokok merek bagi konsumen, yaitu sebagai identifikasi sumber produk, penetapan

tanggung jawab pada manufaktur atau distributor tertentu, pengurangan resiko,

penekan biaya pencarian (search costs) internal dan eksternal, janji atau ikatan

khusus dengan produsen, alat simbolis yang memproyeksuikan citra diri, dan

signal kualitas. Kesemua nilai atau manfaat tersebut difasilitasi oleh konsep

ekuitas merek (brand equity).

2.2.2.3 Strategi Merek

Menurut Kotler, (1997: 71) perusahaan memiliki lima pilihan strategi

merek yaitu:

1. Perluasan lini

Terjadi jika perusahaan memperkenalkan unit produk tambahan dalam

kategori produk yang sama dengan merek yang sama, biasanya dengan

tampilan baru seperti rasa, bentuk, warna baru, tambahan, ukuran kemasan

dan lainnya.

2. Perluasan merek

Terjadi jika perusahaan memutuskan untuk menggunakan merek yang sudah

ada pada produknya dalam satu kategori baru. Perluasan merek memberikan

keuntungan karena merek baru tersebut umunya lebih cepat diterima. Hal ini

memudahkan perusahaan memasuki pasar dengan kategori produk baru.

Perluasan merek dapat menghemat banyak biaya iklan yang biasanya

(32)

3. Multi merek

Terjadi bila perusahaan memperkenalkan beberapa merek tambahan dalam

kategori produk yang sama. Tujuannya adalah untuk membuat kesan, feature

serta daya tarik yang lain kepada konsumen sehingga lebih banyak pilihan.

4. Merek baru

Dapat dilakukan bila perusahaan tidak memiliki satu pun merek yang sesuai

dengan produk yang akan dihasilkan atau citra merek tersebut tidak dapat

membantu untuk produk baru tersebut.

5. Merek bersama

Kecenderungan yang terjadi saat ini adalah meningkatkan strategi

Co-Branding dan hal ini terjadi apabila merek ini terkenal atau lebih digabung

dalam satu penawaran dengan tujuan agar merek yang satu dapat memperkuat

merek yang lain sehingga dapat menarik minat konsumen.

2.2.3 Pengetahuan Merek Induk

2.2.3.1 Pengertian Pengetahuan Merek Induk

Menurut Keller, (2003) didalam Barata, (2007: 65) Pengetahuan merek

didefinisikan sebagai adanya informasi tentang merek dalam ingatan (memory)

konsumen, beserta dengan assosiasi-assosiasi yang berkaitan dengan merek

tersebut. Informasi yang direkam dalam ingatan konsumen itu dapat berbentuk

informasi verbal, visual, abstrak atau contextual. Magdalena (2004; 245)

menyatakan bahwa sebuah merek yang telah ada melahirkan suatu brand

(33)

20

didalam Barata, (2007: 65) juga menyatakan bahwa pengetahuan merek dapat

terbagi menjadi dua komponen yaitu brand awareness dan brand images.

Dengan demikian pengetahuan konsumen tentang merek dibutuhkan untuk

mengevaluasi merek tersebut. Dalam kaitannya dengan brand extension,

consumer dapat lebih mudah mengevaluasi dan menilai persepsi kecocokan dari

produk yang menggunakan brand extension dengan memiliki pengetahuan tentang

merek induknya.

Strategi brand extention berfokus pada pentingnya asosiasi yang sesuai

serta adanya persepsi kecocokan antara merek induk dengan merek extentionnya,

namun demikian tetap terdapat perbedaan-perbedaan dalam menentukan dimensi

dari kecocokan itu sendiri. Persepsi kecocokan ini terdiri dari beberapa komponen

yaitu kemiripan (similarity), kesamaan tipe (typically), keterkaitan (relatedness)

dan konsistensi konsep merek atau brand concept consistency (Aaker dan Keller

dalam Barata 2007; 66). Adanya perbedaan-perbedaan ini seringkali

menyebabkan kerancuan dalam penggunaan istilah, walaupun sebenarnya

perbedaan diantara istilah-istilah tersebut tidak terlalu signifikan, kecuali pada

brand concept consistency.

Bagi merek induk, brand extension dapat menikmati manfaat seperti:

peningkatan citra merek, menambah basis pelanggan merek, meningkatkan

cakupan pasar dari merek, revilitasi merek. Keuntungan ini tidak diraih begitu saja

agar berpeluang lebih besar untuk berhasil, brand extension harus memenuhi

(34)

dibenak konsumen, (2) Terdapat kesesuian antara merek induk dengan produk

extension-Nya.

Indikator pengetauhan merek induk dalam jurnal Barata (2007; 69), yaitu :

a. Brand Awareness (kesadaran merek): kesanggupan seorang calon pembeli

untuk mengenali,mengingat kembali suatu merek sebagian bagian dari suatu

kategori produk tertentu.

b. Brand Image (citra merek): bagaimana merek dipersepsikan oleh konsumen.

c. Brand Atitude (sikap merek): sikap konsumen positif atau negative terhadap

suatu merek.

2.2.4 Perluasan Merek (Brand Extension)

2.2.4.1 Pengertian Perluasan Merek

Menurut Aaker, (1997: 225) perluasan merek adalah penggunaan sebuah

merek yang telah mapan pada suatu kelas produk untuk memasuki kelas produk

lain. Perluasan merek merupakan strategi alamiah bagi perusahaan yang sedang

tumbuh dean mengeksploitasi asetnya, perluasan merek dapat dilakukan dengan

cara menggunakan aset tersebut untuk penetrasi pada kategori produk baru atau

memberi lisensinya kepada produk lain atau mengakuisisi perusahaan yang

mempunyai merek yang bisa dijadikan landasan bagi perusahaan.

Perluasan merek secara umum dapat dibedakan menjadi dua kategori

(35)

22

1. Perluasan lini

Perusahaan membuat produk baru dengan menggunakan merek lama yang

terdapat pada merek induk, meskipun target pasar produk yang baru tersebut

berbeda, tetapi kategori produknya sudah dilayani oleh merek induk.

2. Perluasan kategori

Perusahaan tetap menggunakan merek induk yang lam untuk memasuki

kategori produk yang sdama sekali berbeda dari yang sedang dilayani merek

induk.

Konsep dampak perluasan merek menurut Aaker, (1991) didalam Durianto

(2004: 147):

a. More Good:

Perluasan membantu dalam meningkatkan image dari merek inti,

dengan cara menyediakan dasar yang kuat untuk membangun merek.

b. Good:

Merek inti membantu perluasan, di mana merek inti endorse

(mendukung) merek-merek yang mengalami perluasan.

c. Bad:

Merek inti gagal membantu perluasan merek, dimana merek inti tidak

memberikan added value (nilai tambah) kepada perluasannya, asosiasi

atributnya negatif dan tingkat kesesuainnya (related) rendah.

d. Ugly:

Perluasan merek membuat merek inti dan keseluruhan merek menjadi

(36)

tidak dikehendaki, sehingga asosiasi merek yang sudah terbentuk

menjadi lemah dan terusiknya “Quality image”.

e. More Ugly:

Perluasan merek akan sangat berbahaya apabila kesempatan

menciptakan brand equity tidak dapat dilakukan, akibatnya kehancuran

suatu merek.

2.2.4.2 Keunggulan dan Kelemahan Perluasan Merek

Keunggulan dari perluasan merek menurut Freddy Rangkuti, (2004:121)

adalah:

a. Mengurangi persepsi risiko ditolaknya produk tersebut oleh pelanggan.

b. Memanfaatkan saluran distribusi yang sudah ada.

c. Meningkatkan efisiensi biaya promosi.

d. Mengurangi biaya perkenalan produk baru serta program tindak lanjut

pemasaran.

e. Mengurangi biaya pengembangan produk baru.

f. Meningkatkan efisiensi desain logo dan kemasan

g. Menyediakan variasi pilihan produk kepada pelanggan.

Kelemahan perluasan merek adalah:

a. Dapat membingungkan pelanggan dalam memilih produk mana yang

paling baik.

b. Dapat merusak merek induk yang sudah ada.

(37)

24

d. Dapat merusak arti merek.

e. Dapat membatalkan kesempatan mengembangkan merek baru

f. Dapat sukses tapi merusak citra merek asal.

Menurut Aaker (1997: 340) didalam Freddy Rangkuti, (2004: 115)

strategi perluasan merek membutuhkan tiga tahap, yaitu:

a. Mengidentifikasi asosiasi-asosiasi merek.

b. Mengidentifikasi produk-produk yang berkaitan dengan

asosiasi-asosiasi tersebut.

c. Memilikin calon yang terbaik dari daftar produk tersebut untuk

dilakukan uji konsep dan pengembangan produk baru.

2.2.5 Persepsi Kualitas (perceived quality)

2.2.5.1 Pengertian persepsi kualitas

Persepsi kualitas adalah customer’s perception of the overall quality or

superiority of a product or service with respect to its intended purpose, relatives

to alternatives (Aaker, 1991: 85) persepsi pelanggan merupakan persepsi

pelanggan atas atribut yang dianggap penting baginya. Persepsi kualitas

merupakan suatu perasaan yang tak nampak dan menyeluruh mengenai suatu

merek. Akan tetapi, biasanya persepsi kualitas di dasarkan pada dimensi-dimensi

yang termasuk dalam karakteristik prodeuk tersebut dimana merek dikaitkan

dengan hal-hal seperti keandalan dan kinerja. (Aaker et. al,1997: 126).

Dan dalam persepsi kualitas berarti mengukur persepsi pelanggan terhadap

(38)

kualitas dari atribut-atribut yang dimiliki oleh produk tersebut. Menurut David

Garvin yang dikutip Vincent Gaspers dalam Husein Umar (2002:37) dan dalam

jurnal Barata, (2007:69) indikator yang mempengaruhi didalam pembentukan

persepsi kualitas yaitu:

a. Performance (kinerja): Hal ini berkaitan dengan aspek fungsional suatu

barang dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan

dalam membeli barang tersebut.

b. Feature (tambahan dari produk): Performansi yang berguna untuk menambah

fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembanganya.

c. Appearance (penampilan): Yang menunjukkan desain, ukuran, kemasan pada

suatu produk.

2.2.5.2 Persepsi Kualitas Menghasilkan Nilai

Persepsi kualitas mempunyai peran yang penting dalam membangun suatu

merek, dalam banyak konteks persepsi kualitas sebuah merek dapat menjadi

alasan yang penting pembelian suatu merek yang akan dibeli.

Menurut Aaker et.al (1997: 126) persepsi merek memberikan nilai dalam

beberapa bentuk antara lain:

a. Alasan untuk membeli: Karena terkait dengan keputusan-keputusan pembeli,

maka persepsi kualitas mampu mengefektifkan semua elemen program

pemasaran. Apabila persepsi kualitas itu tinggi, kemungkinan besar

(39)

26

b. Diferensiasi/ posisi: Suatu karakteristik yang penting dari merek adalah

posisinya dalam dalam dimensi persepsi kualitas, apakah merek tersebut

merupakan merek terbaik, atau sama baiknya dengan merek lain.

c. Harga premium: Keuntungan persepsi kualitas memberikan pilihan-pilihan

dalam menetapkan harga premium.

d. Perluasan saluran distribusi: Mempunyai arti penting bagi para pengecer,

distributor, dan saluran distribusi lainnya.

e. Perluasan merek: Suatu merek dengan persesi kualitas kuat dapat

dieksploitasi kearah perluasan merek.

2.2.6 Sikap Brand Extension

Schiffman dan Kanuk (2004) dalam Barata (2007: 66), menyatakan

bahwa dalam konteks perilaku konsumen, sikap adalah suatu kecenderungan

pembelajaran untuk beperilaku secara konsisten untuk menyukai atau tidak

menyukai sebuah obyek. Obyek dari sikap yang berhubungan dengan konsep

pemasaran antara lain adalah : produk, merek, kategori produk, posisi produk,

jasa, iklan, dan harga.

Sikap diketahui merupakan sesuatu yang dipelajari. Sebagai contoh

sikap yang berkaitan dengan perilaku pembelian dibentuk oleh pengalaman

menggunakan produk, pertukaran informasi mulut ke mulut ( word of mouth)

dengan orang lain atau informasi melalui kampanye iklan. Schiffman dan Kanuk

(2004) dalam Barata (2007: 67) juga menyatakan bahwa salah satu karakteristik

(40)

jika dihadapkan pada stimulus yang berbeda dari sebelumnya, sikap konsumen

dapat berubah. Karakteristik lain dalah sikap cenderung mengarah pada suatu

perilaku. Walaupun begitu apabila konsumen dihadapakaqn pada situasi tertentu,

sikap bisa saja berbeda dengan perilaku.

Dalam kaitannya dengan brand extension, konsumen akan

menghendaki produk yang memiliki atribut yang dapat memenuhi kebutuhannya.

Dan konsumen berharap kualitas kinerja dari produk baru tersebut mencerminkan

kualitas merek induknya. Dengan demikian konsumen dapat mengurangi resiko

rendahnya kualitas produk baru dengan pengetahuannya tentang merek induk

produk tersebut. Maka terhadap brand extension tersebut, yang memiliki atribut

yang diinginkannya, sikap konsumen tersebut akan positif dan dapat mengarah ke

niat membeli.

Indikator sikap Brand Extention dalam jurnal Barata (2007; 69) dan jurnal

Dharmayanti (2006: 65-73), yaitu :

a. Kesukaan terhadap merek: Seberapa suka konsumen pada merek produk

setelah adanya perluasan merek yaitu merek tersebut mudah disukai, diminati

dan menjadi merek favorit.

b. Tanggapan terhadap konsumen: tanggapa dalam membeli dan memakai

produk.

c. Keyakinan terhadap merek: keyakinan terhadap merek setelah adanya

(41)

28

2.2.7 Intensi Membeli (Purchase Intension)

2.2.7.1 Pengertian Intensi Membeli

Intensi membeli, menurut Assael (1998) didalam Barata (2007: 67) adalah

tahap terakhir dari rangkaian proses keputusan pembelian konsumen tersebut.

Proses ini dimulai dari munculnya kebutuhan akan suatu produk atau merek (need

arousal), dilanjutkan dengan pemrosesan informasi oleh konsumen (consumer

information processing). Selanjutnya konsumen akan mengevaluasi produk atau

merek tersebut. Hasil evaluasi ini yang akhirnya memunculkan niat atau intensi

untuk membeli, sebelum akhirnya konsumen benar-benar melakukan pembelian.

Pembelian sendiri merupakan fungsi dari dua determinan yaitu: (1) niat

atau intensi dan (2) pengaruh lingkungan dan perbedaan individu. Intensi membeli

dapat digolongakn dalam dua kategori yaitu produk atau merek dan kelas

produknya saja Engel, Blackwel dan Miniard, (2003) didalam Barata, (2007: 67).

Intensi membeli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana

konsumenn untuk mermbeli produk tertentu, serta berapa banyak unit produk

yang dibutuhkan pada periode tertentu, sehungga dapat dikatakan pula bahwa

intensi membeli adalah pernyataan mental konsumen yang merekflesikan rencana

pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu.

Pengetahuan akan intensi membeli dibutuhkan perusahaan untuk

mengetahui intensi konsumen terhadap suatu produk maupun dalam memprediksi

perilaku konsumen di masa mendatang. Indikator niat membeli dalam jurnal

(42)

a. Niat membeli: keinginan konsumen untuk melakukan pembelian.

b. Konsiderasi untuk membeli: pertimbangan konsumen untuk melakukan

pembelian.

c. Kemungkinan untuk membeli: kemungkinan konsumen untuk membeli

kembali dan memakai produk.

2.2.8. Pengaruh Pengetahuan Merek Induk Terhadap Sikap Brand Extension

Logika yang mendasari perluasan merek adalah penularan kekuatan merek

induk ke dalam produk baru yang akan diluncurkan. Karena merek induk sudah

memiliki ekuitas dan mempunyai komunitas konsumen, pasar lebih siap untuk

menerima produk baru dengan merek induk muncul di pasar, merek tersebut akan

memicu jaringan memori untuk mengenalinya. Semua kesan yang berkaitan

dengan merek induk tersebut juga akan terpanggil dalam ingatan konsumen.

Menurut Magdalena, (2004: 244) salah satu faktor penentu keberhasilan

suatu perluasan merek adalah kekuatan (ekuitas) merek induknya. Menurut

Broniarczyk dan Alba (1994) dalam Phang (2004) didalam Barata (2007: 68)

apabila konsumen diminta untuk menentukan sikap brand extension maka

dibutuhkan pengetahuan merek induk. Menurut Aaker (1991) didalam Durianto

(2004: 148) merek inti membantu perluasan, dimana merek inti mendukung

(43)

30

2.2.9 Pengaruh Persepsi Kualitas (perceived quality) terhadap Sikap Brand

Extension

Pada produk baru yang dikenalkan dengan menggunakan brand extension

dari merek induk yang sebelumnya telah dikenal, perusahaan ingin mendapatkan

persepsi kualitas yang baik dari konsumen. Hal ini dapat dicapai karena konsumen

diasumsikan telah mengetahui dengan baik dan memiliki informasi yang cukup

tentang kualitas merek induk. Menurut Barata, (2007: 65) dan dengan persepsi

kecocokan yang tepat antara merek induk dengan extension nya, diharapkan

konsumen juga mengevaluasi dan membentuk penilain yang positif, yang berkitan

dengan kualitas produk, dari extension tersebut.

Persepsi kualitas (perceived quality), menurut Zeithaml (1998) didalam

Barata, (2007: 68) adalah gambaran umum dari penilaian konsumen tentang

keunggulan atau kesempurnaan dari suatu produk. Menurut Barata (2007: 68)

penilaian konsumen tentang kualitas merek induk ini sendiri dapat mempengaruhi

pandangannya terhadap brand extension nya.

Suatu merek produk dengan perceived quality kuat dapat dieksploitasi kea

rah perluasan merek perluasan merek. Merek dengan persepsi kualitas kuat dapat

digunakan untuk memperkenalkan kategori produk baru, yang beraneka macam.

Produk dengan merek yang persepsi kulitas-nya kuat akan mempunyai

kemungkinan sukses yang lebih besar dibandingkan dengan merek yang persepsi

kulitas-nya lema, sehingga perluasan produk dari merek dengan persepsi kualitas

(44)

Durianto, (2004: 103) dalam hal ini perceived quality merupakan jaminan yang

signifikan atas perluasan-perluasan merek tersebut.

2.2.10 Pengaruh Sikap Brand Extension Terhadap Intensi Membeli

Setelah seorang konsumen melakukan evaluasi terhadap suatu merek atau

produk maka selanjutnya konsumen akan memasuki tahap niat membeli. Menurut

Barata (2007: 69) dengan sikap yang lebih positif dari konsumen terhadap brand

extension maka kemungkinan konsumen untuk berniat membeli produk dengan

merek itu akan semakin tinggi.

Konsumen berharap kualitas kinerja dari produk baru tersebut

mencerminkan kualitas merek induknya. Dengan demikian konsumen dapat

mengurangi resiko rendahnya kualitas produk baru dengan pengetahuannya

tentang merek induk produk tersebut. Menurut Barata (2007: 67) Maka terhadap

produk brand extension tersebut, yang memiliki atribut yang diinginknnya, sikap

konsumen tersebut akan positif dan dapat mengarah ke niat membeli.

Dalam usahawan No.09 tahun XXXII September 2003, dalam Magdalena

(2004: 253) dikatakan bahwa dalam perluasan merek, apabila calon pembeli sudah

mempunyai cukup informasi mengenai merek induk dan sudah membentuk

persepsi mereka dan apabila persepsi tersebut positif maka calon pembeli tersebut

(45)
(46)

2.4 Hipotesis

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi dan landasan teori yang telah

diuraikan diatas, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut:

1. Diduga terdapat pengaruh positif antara pengetahuan merek induk terhadap

sikap brand extension pada produk kecap sedaap di Surabaya.

2. Diduga terdapat pengaruh positif persepsi kualitas (perceived quality)

terhadap sikap brand extension pada produk kecap sedaap di Surabaya

3. Diduga terdapat pengaruh positif sikap brand extension terhadap intensi

(47)

34

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

3.1.1 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel penelitian adalah untuk memberikan

petunjuk tentang bagaimana suatu variabel-variabel penelitian diukur. Variabel

beserta definisi operasional yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini

adalah sebagai berikut :

A. Pengetahuan Merek Induk (X1)

Pengetahuan merek induk adalah sebagai adanya informasi tentang merek

utama dari sebuah produk Mie Sedaap dalam ingatan (memory) konsumen. Di

bawah ini adalah indikator dari pengetahuan merek induk dalam jurnal Barata

(2007: 69) yakni antara lain :

X1-1 Kesadaran Merek merupakan kemampuan pelanggan mengingat merek

Sedap.

X1-2 Citra Merek merupakan keyakinan konsumen terhadap merek Sedaap.

X1-3 Sikap Merek merupakan perilaku yang mencerminkan pengguna dari

merek Sedaap.

B. Persepsi Kualitas (X2)

Persepsi kualitas berarti mengukur persepsi pelanggan terhadap

(48)

Garvin yang dikutip Vincent Gaspers dalam Husein Umar (2002: 37) dan dalam

jurnal Barata (2007: 69) variabel persepsi kualitas diukur dengan menggunakan

tiga indikator yaitu :

X2-1 Kinerja merupakan konsistensi dari kinerja yang dihasilkan dari satu

pembelian ke pembelian berikutnya.

X2-2 Keunggulan produk merupakan keunggulan yang dimiliki merek Sedaap.

X2-3 Penampilan merupakan kemampuan konsumen untuk mengenali tampilan

logo dari merek Sedaap

C. Sikap Brand Extension (Y)

Sikap brand extention adalah sikap konsumen terhadap merek baru dari

hasil perluasan merek induknya.. Dalam jurnal Barata (2007; 69) dan dalam jurnal

Dharmayanti (2006: 65-73), variabel sikap brand extention diukur dengan

menggunakan tiga indikator, yaitu :

Y1 Kesukaan terhadap merek merupakan seberapa suka konsumen pada

merek produk setelah adanya perluasan merek yaitu merek tersebut mudah

disukai, diminati dan menjadi merek favorit.

Y2 Tanggapan terhadap merek merupakan tanggapan konsumen dalam

membeli dan memakai produk dari merek Sedaap.

Y3 Keyakinan terhadap merek merupakan Merupakan tingkat kepercayaan

(49)

36

D. Intensi Membeli Konsumen (Z)

Intensi membeli konsumen adalah hal yang berkaitan dnegan

kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau tahap terakhir dari

rangkaian proses keputusan pembelian. Dalam jurnal Barata (2007; 69) variabel

intensi / niat membeli diukur dengan menggunakan tiga indikator, antara lain :

Z1 Niat membeli merupakan usaha untuk mendorong niat konsumen untuk

memiliki produk kecap Sedaap.

Z2 Konsiderasi untuk membeli merupakan pertimbangan konsumen terhadap

tingkat pemilihan merek kecap Sedaap untuk membeli.

Z3 Kemungkinan untuk membeli merupakan kemungkinan konsumen untuk

membeli merek kecap Sedaap.

3.1.2. Pengukuran Variabel

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval dengan teknik

pengukuran menggunakan semantic differential scale. Skala ini digunakan untuk

mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi

tersusun dala satu garis kontinum yang jawaban “sangat positifnya” terletak di

bagian kanan garis, dan jawaban “sangat negatifnya” terletak di bagian kiri garis,

atau sebaliknya. Skala ini mengikuti pola sebagai berikut :

Responden dapat memberi jawaban, pada rentang jawaban yang positif

sampai dengan negatif. Hal ini tergantung pada persepsi responden kepada yang

dinilai. Responden yang memberi penilaian dengan angka 5, berarti persepsi

1 5

(50)

responden terhadap pemimpin itu sangat positif, sedangkan bila memberi jawaban

pada angka 3, berarti netral, dan bila memberi jawaban pada angka 1, maka

persepsi responden Respondenterhadap pemimpinnya sangat negatif.

3.2. Teknik Penentuan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek atau subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2008:80).

Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen yang sedang melakukan

pembelian kecap Sedaap Di Surabaya Selatan.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut (Sugiyono, 2008:80).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non probability

sampling tepatnya accidental sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan

kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat

digunakan sebagai sampel bila dipandang orang tersebut memiliki ciri-ciri yang

cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2008: 85). Mengenai kriterianya adalah

Responden sebelumnya pernah melakukan pembelian kecap Sedaap Di

Surabaya Selatan.

Pengambilan sampel didasari oleh asumsi SEM bahwa besarnya jumlah

(51)

38

Pada penelitian ini ada 12 indikator, sehingga jumlah sampel yang diestimasi

yaitu antara 60-120. Adapun jumlah sampel yang ditetapkan dalam penelitian

ini adalah sebesar (12 x 10) = 120 responden. Hal ini dilakukan agar dapat

memenuhi persyaratan jumlah minimal sampel yang dikehendaki oleh alat

analisis kuantitatif yang ditetapkan.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

3.3.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitan ini adalah jenis data primer

yaitu jenis yang diperoleh dengan jalan penyebaran kuisioner secara langsung

pada konsumen yang sedang melakukan pembelian kecap Sedaap Di Surabaya

Selatan untuk mengetahui pendapat mereka secara langsung.

3.3.2. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah diperoleh dari

konsumen yang sedang melakukan pembelian pembelian kecap Sedaap Di

Surabaya Selatan.

3.3.3. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan riset lapangan yaitu

kegiatan penelitian dengan tujuan langsung ke obyek penelitian dengan :

a. Kuesioner

yaitu cara pengumpulan data dengan jalan memberikan pertanyaan-pertanyaan

(52)

b. Interview

yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan mengadakan wawancara secara

langsung terhadap responden untuk mengetahui pendapat mereka secara

langsung.

3.4. Teknik Analisis dan Pengujian Hipotesis

3.4.1. Uji Reliabilitas dan Validitas

Variabel atau dimensi yang diukur melalui indikator-indikator dalam daftar

pertanyaan perlu dilihat reliabilitasnya dan validitasnya, dimana hal ini dijelaskan

sebagai berikut :

a. Uji Validitas

Validitas yang digunakan adalah validitas konstruk (construct validity) yang

merujuk pada sejauh mana uji dapat mengukur apa yang sebenarnya kita ukur.

Uji validitas diukur ditafsirkan dengan menggunakan Item to Total Correlation,

jika nilai r > 0,5 maka indikator valid, dan jika nilai r < 0,5 maka indikator

tidak valid.

b. Uji Reliabilitas

Uji ini ditafsirkan dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach. Jika nilai

alpha cukup tinggi (berkisar 0,50 – 0,60) dapat ditafsirkan suatu hasil

pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih,

(53)

40

3.4.2. Uji Outlier Univariat dan Multivariat

Outlier adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim baik

secara univariat maupun multivariat yaitu yang muncul karena kombinasi

kharakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dari

observasi-observasi lainnya (Augusty, 2002 : 52).

3.4.2.1. Uji Outlier Univariat

Deteksi terhadap adanya outlier univariat dapat dilakukan dengan

menentukan ambang batas yang akan dikategorikan sebagai outlier dengan cara

mengkonversi nilai data penelitian ke dalam standar score atau yang biasa disebut

dengan z-score, yang mempunyai rata-rata nol dengan standar deviasi sebesar

satu. Bila nilai-nilai itu telah dinyatakan dalam format yang standar (z-score),

maka perbandingan antar besaran nilai dengan mudah dapat dilakukan. Untuk

sampel besar (diatas 80 observasi), pedomana evaluasi adalah nilai ambang batas

dari z-score itu berada pada rentang 3 sampai dengan 4 (Hair dkk, 1995 dalam

Augusty, 2002: 98). Oleh karena itu apabila ada observasi-observasi yang

memiliki z-score > 3,0 akan dikategorikan sebagai outlier.

3.4.2.2. Uji Outlier Multivariat

Evaluasi terhadap multivariat ouliers perlu dilakukan sebab walaupun data

yang dianalisis menunjukkan tidak ada outlier pada tingkat univariat, tetapi

observasi itu dapat menjadi outliers bila sudah saling dikombinasikan. Jarak

(54)

menunjukkan jarak sebuah observasi dari rata-rata semua variabel dalam sebuah

ruang multidimensional. Uji terhadap multivariat dilakukan dengan menggunakan

kriteria Jarak Mahalanobis pada tingkat ρ < 0,001. Jarak Mahalanobis itu dapat

dievaluasi dengan menggunakan nilai χ2 pada derajat kebebasan sebesar jumlah

item yang digunakan dalam penelitian. Apabila nilai Jarak Mahalanobisnya lebih

besar dari nilai χ2Tabel

3.4.3. Uji Normalitas Data

adalah Outlier Multivariat.

Adapun metode yang digunakan untuk mengetahui apakah data tersebut

berdistribusi normal atau tidak adalah menggunakan uji critical ratio dari

Skewness dan Kurtosis dengan ketentuan sebagai berikut :

Kriteria Pengujian :

Pedoman dalam mengambil keputusan apakah sebuah distribusi data

mengikuti distribusi normal adalah :

1. Jika nilai critical yang diperoleh melebihi rentang + 2,58 maka distribusi

adalah tidak normal.

2. Jika nilai critical yang diperoleh berada pada rentang + 2,58 maka distribusi

adalah normal.

3.4.4. Pemodelan SEM (Structural Equation Modeling)

Sebuah pemodelan SEM yang lengkap pada dasarnya terdiri dari

Measurement Model dan Structural Model. Measurement Model atau Model

(55)

42

berdasarkan indikator-indikator empirisnya. Structural Model adalah model

mengenai struktur hubungan yang membentuk atau menjelaskan kausalitas antara

faktor. (Augusty, 2002 : 34)

Untuk membuat pemodelan yang lengkap beberapa langkah berikut ini

yang perlu dilakukan :

a. Pengembangan model berbasis teori.

Langkah pertama dalam pengembangan model SEM adalah pencarian atau

pengembangan sebuah model yang mempunyai justifikasi teoritis yang kuat.

Setelah itu, model tersebut divalidasi secara empirik melalui program SEM.

b. Pengembangan diagram alur untuk menunjukkan hubungan kausalitas.

Pada langkah kedua, model teoritis yang telah dibangun pada langkah pertama

akan digambarkan dalam path diagram. Path diagram tersebut memudahkan

peneliti melihat hubungan-hubungan kausalitas yang ingin diujinya.

c. Konversi diagram alur kedalam persamaan.

Setelah teori / model dikembangkan dan digambarkan dalam sebuah diagram

alur, spesifikasi model dikonversikan kedalam rangkaian persamaan.

d. Memilih Matriks Input dan Estimasi Model.

Perbedaan SEM dengan teknik multivariat lainnya adalah dalam input data

yang akan digunakan dalam pemodelan dan estimasinya. SEM hanya

menggunakan matriks varians kovarians atau matriks korelasi sebagai data

(56)

e. Menilai Problem Identifikasi.

Problem identifikasi pada prinsipnya adalah problem mengenai

ketidakmampuan dari model yang dikembangkan untuk menghasilkan

estimasi yang unik.

Problem identifikasi dapat muncul melalui gejala-gejala berikut ini :

1. Standard error untuk satu atau beberapa koefisien sangat besar.

2. Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang seharusnya

disajikan.

3. Muncul angka-angka yang aneh seperti adanya varians error yang negatif.

4. Muncul korelasi yang sangat tinggi antar korelasi estimasi yang didapat

(misalnya lebih dari 0,9).

f. Evaluasi Model.

Pada langkah ini kesesuaian model dievaluasi, melalui telaah terhadap bebagai

kriteria goodness-of-fit. Kriteria-kriteria tersebut adalah :

1. Ukuran sampel yang digunakan adalah minimal berjumlah 100 dan dengan

perbandingan 5 observasi untuk setiap astimated parameter.

2. Normalitas dan Linieritas.

3. Outliers.

4. Multicolinierity and Singularity.

3.4.5. Uji Hipotesis

Dalam analisis SEM umumnya berbagai jenis fit index yang digunakan

(57)

44

yang disajikan. Berikut ini adalah index kesesuaian dan cut-off valuenya untuk

digunakan dalam menguji apakah sebuah model dapat diterima atau ditolak.

a. χ2

Alat uji yang paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah likehood

ratio Chi-Square Statistic. Model yang diuji akan dipandang baik atau

memuaskan apabila nilai chi-squarenya rendah. Semakin kecil nilai χ

(Chi Square Statistic).

2

b. RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation)

semakin baik model itu dan diterima berdasarkan probabilitas dengan cut-off

value sebesar ρ > 0,05 atau ρ > 0,10.

RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan untuk mengkompensasi

chi-squre statistic dalam yang besar. Nilai RMSEA menunjukkan

goodness-of-fit yang dapat diharapkan bila model diestimasi dalam populasi. Nilai

RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0,08 merupakan index untuk dapat

diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model itu

berdasarkan degree of freedom.

c. GFI (Goodness of Fit Index).

Indeks keseusaian (fit index) ini akan menghitung proporsi tertimbang dari

varians dalam matriks kovarians sampel yang dijelaskan oleh matriks populasi

yang terestimasikan. GFI adalah sebuah ukuran non-statistikal yang

mempunyai rentang nilai antara 0 (poor fit) sampai dengan 1.0 (perfect fit).

Gambar

Tabel 1.1 Data ICSA Index 2008
Tabel 1.2
Tabel 1.3
Gambar 2.1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Anggaran ( budget ) merupakan salah satu bentuk dari berbagai macam rencana yang disusun oleh perusahaan dalam menentukan kegiatan operasional dimasa yang akan datang dengan

ANALISIS PENERAPAN STRATEGI BAURAN PEMASARAN JASA TERHADAP PEMBENTUKAN NILAI JASA PERGURUAN TINGGI (SURVEY PADA SEKOLAH TINGGI SWASTA DI PRIANGAN TIMUR).. Oleh Jajang

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Vivia dan Nashori (2011) diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara kohesivitas kelompok

Artinya, pada masa remaja perilaku altruis yang merupakan salah satu bentuk perilaku moral, seharusnya dapat dilakukan oleh remaja berdasarkan kemampuan pemahaman

Berdasrkan bahan kajian muatan lokal tersebut dapat ditentukan kegiatan pembelajrannya. Kegiatan pembelajran ini pada dasarnya dirancang agar bahan kajian muatan

Dengan modal kerja bersih (WCTA) yang besar perusahaan diharapkan mampu memperlancar kegiatan operasional perusahaan sehingga akan mendapatkan laba yang optimal,

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) penguasaan kompetensi pedagogik guru fisika yang sudah sertifikasi secara keseluruhan masuk dalam kategori baik,

pengamatan terhadap aktivitas afektif siswa yang dilakukan oleh guru terdiri dari lima aspek yakni : aspek menerima (sikap siap siswa untuk menerima materi dengan mematuhi