PENGARUH PENGETAHUAN MEREK INDUK DAN PERSEPSI
KUALITAS TERHADAP SIKAP BRAND EXTENSION DAN
DAMPAKNYA PADA INTENSI MEMBELI PRODUK
KECAP SEDAAP DI SURABAYA
S K R I P S I
Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Manajemen
Oleh :
0512010170 / FE / EM RICO DIMAZ ANDRIANTO
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN
JAWA TIMUR
S K R I P S I
Oleh :
0512010170 / FE / EM RICO DIMAZ ANDRIANTO
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN
JAWA TIMUR
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengetahuan Merek Induk dan Persepsi Kualitas Terhadap Sikap Brand Extension Pada Intensi Membeli Kecap Sedaap di Surabaya” dengan baik.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi satu syarat penyelesaian Program Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi, Jurusan Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya.
Dalam penyusunan skripsi, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menghaturkan rasa terima kasih yang mendalam kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MT, selaku Rektor UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS, selaku Ketua Program Studi Manajemen UPN “Veteran” Jawa Timur.
ii
menghargai jasa Bapak dan Ibu. Namun teriring do’a semoga apa yang sudah diberikan kepada kami akan terbalaskan dengan berkah dari sang Ilahi.
6. Yang terhormat Bapak dan Ibu, sembah sujud serta ucapan terima kasih atas semua do’a, restu, dukungan, nasehat yang diberikan kepada penulis.
Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surabaya, Desember 2009
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
ABSTRAKSI ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 10
1.3. Tujuan Penelitian ... 10
1.4. Manfaat Penelitian ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 12
2.2. Landasan Teori ... 14
2.2.1. Pengertian Pemasaran ... 14
2.2.1.1. Konsep Pemasaran ... 15
2.2.2. Merek ... 16
2.2.2.1. Pengertian Merek ... 16
2.2.2.2. Manfaat Merek ... 17
iv
2.2.4. Perluasan Merek (Brand Extension) ... 22
2.2.4.1. Pengertian Perluasan Merek ... 22
2.2.4.2. Keunggulan dan Kelemahan Perluasan Merek 24 2.2.5. Persepsi Kualitas (perceived quality) ... 25
2.2.5.1. Pengertian persepsi kualitas ... 25
2.2.5.2. Persepsi Kualitas Menghasilkan Nilai ... 26
2.2.6. Sikap Brand Extension ... 27
2.2.7. Intensi atau niat membeli (purchase intension) ... 29
2.2.7.1. Pengertian Intensi atau Niat Membeli ... 29
2.2.8. Pengaruh Pengetahuan Merek Induk Terhadap Sikap Brand Extension... 30
2.2.9. Pengaruh Persepsi Kualitas (perceived quality) terhadap Sikap Brand Extension ... 31
2.2.10 Pengaruh Sikap Brand Extension terhadap niat atau intensi membeli ... 32
2.3. Kerangka Konseptual ... 34
2.4. Hipotesis ... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 35
3.1.1. Definisi Operasional Variabel ... 35
3.1.2. Pengukuran Variabel ... 37
v
3.4. Teknik Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 40
3.4.1. Teknik Analisis ... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 52
4.1.1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 52
4.1.2. Deskripsi Pengetahuan Merek Induk (X1 4.1.3. Deskripsi Persepsi Kualitas / Perceived Quality (X ) ... 53
2) ... 54
4.1.4. Deskripsi Sikap Brand Extension (Y1) ... 55
4.1.5. Deskripsi Intensi Membeli Konsumen / Purchase Intension (Y2) ... 56
4.2. Analisis Data ... 58
vi
4.2.4. Evaluasi Construct Reliability dan Variance
Extracted ... 61
4.2.5. Evaluasi Normalitas ... 63
4.2.6. Analisis Model One – Step Approach to SEM ... 64
4.2.7. Uji Kausalitas ... 67
4.3. Pembahasan ... 68
4.3.1. Pengujian Hipotesis Hubungan Kausalitas Pengetahuan Merek Induk (Main Brand) Terhadap Brand Extension Attitude ... 68
4.3.2. Pengujian Hipotesis Hubungan Kausalitas Persepsi Kualitas (Quality Perception) Terhadap Brand Extension Attitude ... 69
4.3.3. Pengujian Hipotesis Hubungan Kausalitas Brand Extension Attitude Terhadap Intensi Membeli (Purchase Intention) ... 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 72
5.2. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data ICSA Index 2008 ... 4
Tabel 1.2 Data Indonesia Promising Brand (Merek yang Menjanjikan) ... 5
Tabel 1.3 Data customer satisfaction / CS (ICSA) ... 8
Tabel 1.4 Data Penjualan Kecap Sedaap di Sidoarjo ... 9
Tabel 3.1 Goodness of Fit Indeks ... 51
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52
Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 53
Tabel 4.3. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Pengetahuan Merek Induk (X1) ... 54
Tabel 4.4. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Persepsi Kualitas / Perceived Quality (X2) ... 55
Tabel 4.5. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Sikap Brand Extention (Y1) ... 56
Tabel 4.6. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Intensi / Niat Membeli Konsumen (Y2)... 57
Tabel 4.7. Uji Outliers Multivariate ... 59
Tabel 4.8. Reliabilitas Data ... 60
Tabel 4.9. Validitas Data ... 61
Tabel 4.10. Construct Reliability dan Variance Extracted ... 62
Tabel 4.11. Normalitas Data ... 63
Tabel 4.12. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Model One- Step Approach – Base Model ... 65
viii
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Contoh Model Pengukuran Faktor Pengetahuan Merek Induk . 41 Gambar 3.2 Contoh Model Pengukuran Faktor Persepsi Kualitas ... 42 Gambar 3.3 Contoh Model Pengukuran Faktor Sikap Brand Extension ... 43 Gambar 3.4 Contoh Model Pengukuran Faktor Intensi Membeli ... 44 Gambar 4.1. Model Pengukuran & Struktural Pengetahuan Merek Induk,
Persepsi Kualitas, Sikap Brand Extension dan Intensi
Membeli, Model: One Step Approach – Base Model ... 64 Gambar 4.2. Model Pengukuran & Struktural Pengetahuan Merek Induk,
Persepsi Kualitas, Sikap Brand Extension dan Intensi
x Lampiran 1. Kuesioner
Lampiran 2. Data Tanggapan Responden Terhadap Pengetahuan Merek Induk (X1), Persepsi Kualitas / Perceived Quality (X2), Sikap Brand
Extension (Y1) dan Intensi / Niat Membeli Konsumen ( Purchase
Intension ) (Y2)
PENGARUH PENGETAHUAN MEREK INDUK DAN PERSEPSI KUALITAS TERHADAP SIKAP BRAND EXTENSION DAN DAMPAKNYA
PADA INTENSI MEMBELI PRODUK KECAP SEDAAP DI SURABAYA
Oleh :
Rico Dimaz Andrianto
Abstraksi
Fenomena pada merek Sedaap adalah berhubungan dengan kepuasan pelanggan. Dari tabel tentang data customer satisfaction (ICSA) menunjukkan bahwa tingkat kepuasan konsumen terhadap merek sedaap cukup rendah jika dibandingkan dengan tingkat kepuasan konsumen terhadap merek selain sedaap. Hal ini dapat diketahui dari nilai TSS (Total Satisfaction Score) dari merek Sedaap sebesar 3,470, dimana nilai TSS tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai TSS merek lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengetahuan merek induk dan persepsi kualitas terhadap sikap brand extension
pada intensi membeli Kecap Sedaap di Surabaya.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data dikumpulkan melalui kuesioner yang dibagikan kepada responden yaitu konsumen yang sedang melakukan pembelian kecap Sedaap Di Surabaya Selatan. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval dengan teknik pengukuran dengan jenjang 1 - 5. Teknik non probability sampling tepatnya
accidental sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang tersebut memiliki ciri-ciri yang cocok sebagai sumber data, mengenai kriterianya adalah responden sebelumnya pernah melakukan pembelian kecap sedaap di Surabaya Selatan. Pengambilan sampel didasari asumsi SEM bahwa besarnya sampel yaitu 5 – 10 kali parameter yang diestimasi. Pada penelitian ini ada 12 indikator, sehingga jumlah sampel yang diestimasi yaitu antara 60-120. Adapun jumlah sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebesar 120 responden. Teknik analisis yang digunakan adalah SEM diagram yang akan mempermudah untuk melihat pengaruh pengetahuan merek induk dan persepsi kualitas terhadap sikap brand extension
dan pengaruh sikap brand extension terhadap intensi membeli yang akan diuji. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pengetahuan merek induk tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap brand extension, sedangkan persepsi kualitas berpengaruh positif terhadap sikap brand extension Kecap Sedaap di Surabaya, dan sikap brand extension berpengaruh positif terhadap intensi membeli Kecap Sedaap di Surabaya.
Key Words: Pengetahuan Merek Induk, Persepsi Kualitas, Sikap Brand
1
1.1.Latar Belakang
Semakin tingginya tingkat persaingan di bisnis lokal maupun global dan
kondisi ketidakpastian memaksa perusahaan untuk mencapai keunggulan
kompetitif (competitive advantage) agar mampu memenangkan persaingan.
Mencermati hal tersebut, tidak mudah bagi perusahaan untuk mempertahankan
produknya dipasaran. Menurut Rangkuti (2002;1) langkah pertama dalam
menyusun pemasaran adalah dengan membuat analisis mengenai segmentasi dan
targeting. Dalam mengembangkan strategi, perusahaan harus menghadapi
keputusan pemberian merek (branding). Pemberian merek merupakan masalah
utama dalam strategi produk. Diperlukan keahlian untuk menciptakan,
memelihara, melindungi dan peningkatan merek.
Merek merupakan komponen yang penting karena merek merupakan
sumber informasi bagi konsumen dalam mengidentifikasi suatu produk sekaligus
membedakannya dengan produk pesaing. Jika perusahaan mampu memilih merek
yang tersebut untuk memperkenalkan produk baru kepada pelanggannya, maka
akan dinyatakan sebagai perluasan merek (brand extension) (Keller, 2003 dalam
Barata ,2007;64).
Perluasan merek (brand extension) adalah situasi dimana sebuah
perusahaan untuk menggunakan sebuah merek yang ada guna meluncurkan
2
perluasan merek adalah pengetahuan merek induk, persepsi kualitas (perceived
quality) (Barata, 2007;63).
Perluasan merek merupakan strategi alamiah bagi perusahaan yang sedang
berusaha tumbuh dengan mengeksploitasi asetnya. Tak bisa disangkal, aset yang
paling nyata dan bisa dipasarkan bagi kebanyakan perusahaan adalah merek yang
telah mereka kembangkan. Karena itu, salah satu opsi pertumbuhan strategi
adalah mengeksploitasi aset tersebut dengan cara menggunakan aset itu untuk
melakukan penetrasi pada kategori produk baru atau memberi lisensinya kepada
produk-produk lain yang ada di sana. Opsi lainnya adalah mengakuisisi sebuah
perusahaan yang mempunyai merek yang bisa dijadikan landasan bagi
pertumbuhan masa depan lewat perluasan merek.
Pada awal 2003 Wings (Wingsfood) sedang gencar-gencarnya
mempromosikan produk mie sedaap. Awal memperkenalkan diri mie sedaap
hanya tersedia untuk pulau Jawa dan Bali, saat ini mie sedaap telah menembus
pasar ekspor ke beberapa Negara. Hal ini menjadi sangat menarik dilihat dari
kemampuan penetrasi pasar yang termasuk cepat, apalagi adanya indofood yang
telah mengakar kuat di pasar mie istan dan telah puluhan tahun. Pasar mie instant
di Indonesia memang menggiurkan. Ketergantungan masyarakat Indonesia
terhadap mie cepat saji ini cukup besar. Tidak heran jika dari waktu ke waktu
banyak perusahaan baru melirik pasar mie instant.
Strategi mie sedaap dalam menembus pasar yang telah dikuasai lama oleh
indofood sehingga dapat menjadi pemimpin pasar. Strategi yang dapat kita lihat
sedaap launching (sekitar satu bulan) PT.Sayap Mas Utama (Wingsfood) telah
memasang iklan diberbagai media dengan iklan yang sangat gencar namun tanpa
menyebutkan identitas produk tersebut. Hasil dari iklan tersebut adalah seluruh
konsumen di Indonesia menunggu hadirnya produk dan akan tersugesti untuk
mencoba produk baru tersebut. Untuk promosi PT.Sayap Mas Utama berani
mengeluarkan budget yang besar.
Strategi lain yang ditempuh mie sedaap adalah bermain di harga pasaran
yang sangat ekonomis. Diberlakukan pula strategi klasik dengan memberi hadiah
berupa piring dan gelas.Distribusi yang dilakukan mie sedaap membangun
jaringan merata dari tingkat grosir sampai tim motor yang menjelajahi
warung-warung kecil, dalam distribusi ini tentunya tidak terlalu sulit mengingat mereka
telah memiliki jaringan yang sangat kuat dalam memasarkan produk-produk
Wings sebelumnya. Strategi lain yang belum pernah dilakukan oleh kompetitor
lain dari mie sedaap adalah makan bersama di tempat-tempat strategis seperti
sekolah,kampus,dan lain-lain. Pada kesempatan tersebut konsumen diberikan
kesempatan untuk menikmati mie sedaap seacra gratis sekaligus diminta untuk
memberikan masukan atas taste dari mie sedaap. Langkah ini sangat strategis
bukan hanya sebagai sarana promosi namun juga sarana pengembangan mie
sedaap.
Dalam tempo dua tahun produk yang relatif baru itu diperkirakan sudah
menggaet pasar mie instant sebesar 15%-20%. Padahal Indofood sang pemimpin
pasar adalah penguasa yang amat dominant dan bertahan puluhan tahun di posisi
4
mie instant mencapai 90% dengan nilai sekitar Rp.8 triliun. Evelyn L. Atmaja,
General Manager Pemasaran dan Penjualan PT.Indofood Sukses Makmur hanya
mengklaim kini pangsa pasarnya mencapai 80% dengan pendapatan per tahunnya
menembus angka Rp.6 triliun. Namun diakuinya tidak semua konsumennya loyal.
Dari 80% pangsa pasar yang dikuasainnya, diperkirakan 10% konsumen suka
“berpaling” dengan pesaingnya. Indofood masih dominan dan diperkirakan punya
76% pangsa pasar mie instant di Indonesia. Sementara pangsa pasar mie sedaap di
Indonesia timur baru mencapai 16%, sedangkan di Jakarta hanya 11%.
Persaingan produk kategori mie instant berlangsung sangat ketat karena
dalam kategori ini penguasa Indofood terhadap pasar mie instant menurun tajam
setelah lahirnya mie sedaap. Dan data ICSA Index 2008 dalam kategori mie instan
adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1
Data ICSA Index 2008
No. Merek QSS VSS PBS ES TSS
Sumber : SWA Sembada / edisi peringkat merek-merek paling memuaskan berdasarakan ICSA index / 18 september-8 oktober 2008.
QSS : Quality Satisfaction Score
VSS : Value Satisfaction Score
PBS : Perceived Best Score
ES : Expectation Score
Tabel ICSA index 2008 menunjukkan bahwa terdapat dua perusahaan
yang unggul di pasar mie instant nasional adalah Indomie dan Mie Sedaap. Survei
tentang kepuasan pelanggan (customer satisfaction) tentu punya manfaat yang
besar bagi dunia bisnis. Terlebih, survey ICSA dilakukan terhadap konsumen,
bukan perusahaan (pemilik merek). Survei ICSA juga bisa mendorong perusahaan
bersaing dari segi kepuasan. Sehingga perusahaan tak hanya bersaing dalam hal
dana promosi.
Beberapa tahun terahir ini kedua merek bersaing ketat, walaupun Indomie
hingga kini tetap memimpin pasar kategori mie instant tapi posisinya sebagai
pemimpin pasar mie instant semakin di dekati oleh Mie Sedaap yang sekarang
posisinya di no dua menurut ICSA index 2008 yang penilaianya dibagi dalam
lima kategori yaitu (QSS) 3,877, (VSS) 3,780, (PBS) 3,824, (ES) 3,542, (TSS)
3,759.
Setelah berhasil mengorbitkan Mie Sedaap, Wingsfood kembali
menggebrak pasar. Kali ini produk andalannya adalah kecap manis yang diberi
merek Sedaap. Brand Extension yang dilakukan Wingsfood cukup berani
mengingat diferensiasi produk kecap cukup sulit, karena rasa dan warna kecap
hampir sama. Berbekal strategi jitu yang telah diuji ketika melawan Indofood, dan
merek Sedaap yang sudah dikenal luas, Wingsfood dengan percaya diri akan
mengobrak-abrik pasar kecap manis yang saat ini didominasi oleh kecap Bango
milik Unilever, Kecap ABC produksi Heinz, dan Kecap Indofood.
6
Jika dilihat dari merek (brand)-nya, kecap ini memakai merek sedaap yang
sudah digunakan oleh produk mie yang dihasilkannya. Pertimbangan efisiensi dan
efektivitas manajemen bisnis Wingsfood dalam memilih merek sedaap sangat
kuat. Sebab merek sedaap yang diusung Mie Sedaap sudah cukup kuat
‘menancap’ di benak konsumen. Sehingga kalau produk baru kecap menggunakan
merek sedaap, pertimbangan manajemen adalah tidak perlu waktu lama dalam
konsumen untuk mengenali kecap sedaap ini sebagai produk Wingsfood. Sebagai
produk pelengkap bagi kebutuhan memasak (termasuk memasak mie sedaap),
maka kecap sedaap tidak akan merusak merek Sedaap, justru akan memperkuat
merek Sedaap yang sudah dipakai mie sedaap. Keselarasan penggunaan merek
sedaap bagi produk mie dan kecap dari Wingsfood ‘memenuhi syarat’ karena
antara kedua produk tersebut dalam satu kategori produk.
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi sikap brand extension dari
suatu produk yaitu pengetahuan merek induk dan persepsi kualitas (perceived
quality), yang selanjutnya dapat mempengaruhi intensi atau niat membeli
konsumen terhadap produk tersebut. Menurut Keller (2003) dalam Barata,
(2007:65) Pengetahuan merek sebagai adanya informasi tentang merek dalam
ingatan (memory) konsumen, beserta dengan assosiasi-assosiasi yang berkaitan
dengan merek tersebut. Merek inti membantu perluasan, dimana merek inti
mendukung merek-merek yang mengalami perluasan (Durianto, 2004: 149).
Zeithaml (1998 dalam Barata, 2007: 65) mendefinisikan persepsi kualitas
sebagai gambaran umum dari penilaian konsumen tentang keunggulan atau
dengan atribut tertentu dari produk baru yang dikenalkan dengan menggunakan
brand extension dari merek induk yang sebelumnya telah dikenal, perusahaan
ingin mendapatkan persepsi kualitas yang baik dari konsumen.
Schifman dan Kanuk (2004) dalam Barata (2007:66), menyatakan bahwa
dalam konteks perilaku konsumen, sikap adalah suatu kecenderungan
pembelajaran untuk berperilaku secara konsisten untuk menyukai atau tidak
menyukai sebuah obyek dalam kaitanya dengan brand extension tersebut, yang
memiliki atribut yang diinginkannya, sikap konsumen tersebut akan positif dan
dapat mengarah ke niat membeli.
Assael (1998) dalam Barata (2007: 67) menayatakan bahwa intensi
membeli adalah tahap terakhir dari rangkaian proses keputusan pembelian
konsumen tersebut. Proses ini dimulai dari munculnya kebutuhan akan suatu
produk atau merek (need arousal), dilanjutkan dengan pemrosesan informasi oleh
konsumen (consumer information processing). Selanjutnya konsumen akan
mengevaluasi produk atau merek tersebut. Hasil evaluasi ini yang akhirnya
memunculkan niat atau intensi untuk membeli, sebelum akhirnya konsumen
benar-benar melakukan pembelian.
Persaingan produk kategori kecap manis berlangsung sangat ketat, karena
dalam kategori ini banyak sekali perusahaan baik dari kecap nasional maupun
kecap lokal. Dan data ICSA (Indeks Customer Satisfaction Awards) 2008 dalam
8
Sumber : Majalah SWA / edisi peringkat merek-merek paling memuaskan berdasarakan ICSA index / 18 september-8 oktober 2008.
QSS : Quality Satisfaction Score
VSS : Value Satisfaction Score
PBS : Perceived Best Score
ES : Expectation Score
TSS : Total Satisfaction Score
Dari tabel ICSA Index 2008 menunjukkan bahwa Kecap Sedaap masih
berada di posisi sembilan pasar kecap nasional. Penilaian ICSA Index 2008
meliputi lima kategori yaitu (QSS) 3,554, (VSS) 3,584, (PBS) 3,577, (ES) 3,197,
(TSS) 3,470. Posisi Kecap Sedaap masih jauh dibawah kecap ABC dan Bangao,
persaingan tidak hanya datang dari merek nasional namun juga dari merek lokal.
Berdasarkan tabel 1.2 dapat diketahui bahwa terdapat fenomena pada
merek Sedaap yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan. Dari tabel tersebut
menunjukkan bahwa tingkat kepuasan konsumen terhadap merek sedaap cukup
rendah jika dibandingkan dengan tingkat kepuasan konsumen terhadap merek
selain sedaap. Hal ini dapat diketahui dari nilai TSS (Total Satisfaction Score)
dari merek Sedaap sebesar 3,470, dimana nilai TSS tersebut lebih rendah jika
Fenomena tersebut didukung oleh semakin menurunnya tingkat Penjualan
Kecap Sedaap di Surabaya Selatan. Berikut ini adalah data penjualan produk
Kecap Sedaap di Surabaya Selatan mulai bulan Maret sampai dengan Agustus
2009, adalah sebagai berikut:
Tabel 1.3
Data Penjualan Kecap Sedaap di Surabaya Selatan
No Ukuran Harga
Sumber : Data Diolah
Berdasarkan tabel 1.3, dapat diketahui pada bulan Maret – April 2009
telah terjadi penurunan penjualan produk Kecap Sedaap dari 3276 botol menjadi
3024 botol, selanjutnya pada bulan April – Juni 2009 penjualan produk Kecap
Sedaap mengalami kenaikan dari 3024 botol menjadi 3798 botol, tetapi pada
bulan Juni – Agustus 2009 penjualan produk Kecap Sedaap mengalami penurunan
kembali dari 3798 botol menjadi 2754 botol.
Data tersebut mengindikasikan atau menunjukkan bahwa terdapat adanya
masalah ketidakberhasilan perluasan merek oleh produk merek sedaap sehingga
intensi untuk membeli produk rendah.
Penurunan intensi membeli produk kecap sedaap disebabkan faktor-faktor
sikap brand ekstension. Hasil penelitian Barata (2007; 69) menyatakan bahwa
10
sikap brand extension, serta terdapat pengaruh signifikan persepsi kualitas dan
konsistensi konsep merek terhadap sikap brand extension. Sedangkan terdapat
pengaruh signifikan sikap brand extension terhadap intensi membeli.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka peneliti
tertarik melakukan penelitian tentang : “ Pengaruh Pengetahuan Merek Induk
dan Persepsi Kualitas Terhadap Sikap Brand Extension Pada Intensi
Membeli Kecap Sedaap di Surabaya”
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang diatas perumusan masalah yang dapat
diambil adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh antara pengetahuan merek induk terhadap sikap
brand extension pada produk kecap sedaap di Surabaya ?
2. Apakah terdapat pengaruh antara persepsi kualitas (perceived quality)
terhadap sikap brand extension pada produk kecap sedaap di Surabaya ?
3. Apakah terdapat pengaruh sikap brand extension terhadap intensi membeli
produk kecap sedaap di Surabaya ?
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan peneliti ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan merek induk terhadap sikap brand
2. Untuk mengetahui pengaruh persepsi kualitas (perceived quality) terhadap
sikap brand extension pada produk kecap sedaap di Surabaya.
3. Untuk mengetahui pengaruh sikap brand extension terhadap intensi membeli
pada produk kecap sedaap di Surabaya.
1.4.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat :
1. Bagi Perusahaan
Memberikan informasi bagi perusahaan yang diamati yaitu dapat mengetahui
seberapa besar kekuatan perluasan mereknya, sehingga nantinya sebagai dasar
dalam membuat strategi pemasaran yang lebih baik dan dapat lebih
meningkatkan perluasan mereknya sehingga mampu mengahadapi persaingan
global.
2. Bagi Universitas
Dapat bermanfaat sebagai informasi bagi yang akan melakukan penelitian
lebih lanjut berkaitan dengan masalah perluasan merek.
3. Bagi Peneliti Lain
Sebagai referensi tambahan guna meningkatkan kualitas peneliti yang terbaru
12 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang releven dengan penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan oleh Dion Dewa Barata (2007) yang membahas mengenai
Pengaruh Pengetahuan Merek Induk, Persepsi kualitas (perceived quality),
Inovatif (innovativeness), Konsistensi Konsep Merek Terhadap Sikap Brand
Extension Pada Intensi Membeli Konsumen. Uji analisis yang digunakan adalah
analisis jalur (path anlysis) dengan bantuan paket AMOS 4. Hasil dari penelitian
adalah sebagai berikut:
a. Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel pengetahuan merek induk
terhadap variabel sikap brand extension.
b. Terdapat pengaruh signifikan variabel persepsi kualitas terhadap variabel
sikap brand extension.
c. Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel inovatif terhadap variabel
sikap brand extension.
d. Terdapat pengaruh signifikan antara variabel konsistensi konsep merek
terhadap variabel pengaruh sikap brand extension.
e. Terdapat pengaruh signifikan antara variabel sikap brand extension terhadap
variabel intensi membeli.
Persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini
sebagai variabel independen dan menggunakan variabel sikap brand extension dan
intensi membeli sebagai variabel dependen.
Sedangkan perbedaannya, (1) Penelitian terdahulu menggunakan variabel
inovatif dan konsistensi konsep merek dalam penelitian ini variabel tersebut tidak
digunakan. (2) Penelitian terdahulu tidak menggunakan contoh produk sedangkan
penelitian ini menggunakan contoh produk kecap sedaap. (3) Penelitian terdahulu
menggunakan pendekatan analisis Path (jalur) sedangkan penelitian ini
menggunakan pendekatan analisis SEM.
Dalam jurnalnya yang berjudul “Studi Mengenai Minat Beli Merek
Ekstensi” (Studi Kasus Produk Merek Sharp di Surabaya) oleh Magdalena
Sutantio, Jurnal Sains Pemasaran Indonesia volume III, No 3, Desember 2004, hal
243-266. Persamaan antara peneliti terdahulu dengan peneliti sekarang sama-sama
menggunakan variabel merek ekstensi (brand extension).
Sedangkan perbedaannya, (1) Penelitian terdahulu menggunakan variabel
persepsi kualitas produk dalam iklan merek induk, kredibilitas perusahaan dan
dalam penelitian ini variabel tersebut tidak digunakan. (2) penelitian terdahulu
menggunakan Sharp sebagai contoh produknya sedangkan penelitian ini
menggunakan kecap sedaap sebagai contoh produknya.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Pemasaran
Pemasaran telah didefinisikan dalam banyak cara. Definisi pemasaran ini
14
proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa
yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan
menukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Apabila harus
mendefinisikan pemasaran, hampir semua orang, termasuk beberapa manajer
bisnis menyatakan bahwa pemasaran berarti “menjual” atau “mengiklankan”.
Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang
dilakukan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk
berkembang serta mendapatkan laba. Arti pemasaran sering dikacaukan dengan
pengetian-pengertian penjualan, perdagangan, distribusi. Padahal istilah-istilah
tersebut hanya merupakan satu bagian pemasaran secara keseluruhan. Proses
pemasaran itu semakin jauh sebelum barang-barang di produksi dan tidak berakhir
dengan penjulan, kegiatan pemasaran dimaksudkan untuk menciptakan kepuasan
konsumen jika perusahaan menginginkan usahanya berjalan terus, atau konsumen
mempunyai pandangan yang baik terhadap perusahaan, jadi meliputi marketing
mix yang ada.
Kegiatan pemasaran harus dikoordinasi dan dikelola dengan cara yang
baik, maka dapat diketahui manajemen perusahaan. Adapun definisi dari
manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran,
penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk
menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individu dan organisasi.
2.2.1.1 Konsep Pemasaran
Menurut Kotler (1997: 17-18), konsep pemasaran menyatakan bahwa
kunci untuk meraih tujuan organisasi adalah menjadi lebih efektif dari pada para
pesaing dalam memadukan kegiatan pemasaran guna menetapkan dan memuaskan
kebutuhan dan keinginan pasar sasaran. Konsep pemasaran bersandar empat pilar
yaitu : pasar sasaran, kebutuhan pelanggan, pemasaran terpadu, dan profitabilitas.
Konsep ini sebenarnya bukan gagasan baru dalam dunia bisnis, telah lama
dikenal. Akan tetapi, sebagaian manager kurang memperhatikan kebutuhan
pelanggan. Para manajer ini masih memiliki orientasi produksi, membuat produk
apa saja yang mudah diproduksi dan kemudiaan berusaha menjualnya. Mereka
beranggapan bahwa pelanggan ada untuk membeli keluaran perusahaan, bukan
sebaliknya bahwa perusahaan ada untuk melayani pelanggan dan lebih luas lagi
melayani kebutuhan masyarakat.
Para manajer yang pandai mengamti orientasi produk ini dengan orientasi
produk ini dengan orientasi pemasaran. Orientasi pemasaran mencoba
memproduksi hal-hal yang dibutuhkan pelanggan. Ada tiga pokok yang tercakup
dalam definisi konsep pemasaran yaitu: orientasi pelanggan, upaya perusahaan
secara menyeluruh dan sebagai tujuan bukan penjualan.
2.2.2 Merek
2.2.2.1 Pengertian Merek
Pemberian merek telah menjadi masalah penting dalam strategi produk.
16
yang memiliki kesetiaan konsumen yang kuat. Perusahaan yang mampu
mengembangkan merek dengan “fraicaiz” konsumen akan mampu
mempertahankan serangan para pesaing. Bila kembali ke definisi dari merek
mengambil dari pemaparan American Marketing Association dalam Kotler dan
Keller (2007:332) Merek adalah nama, istilah , tanda, simbol atau rancangan
kombinasi dari semuanya, yang di maksudkan untuk mengidentifikasi barang atau
jasa para penjual atau kelompok penjual dan untuk mendiferensiasikan dari
produk atau jasa lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama.
Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda
berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yangt memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. (Tjiptono, 2005:2).
Menurut Kotler (1997: 63) merek sebenarnya merupakan janji penjual
untuk memberi feature, manfaat, dan jasa tertentu pada pembeli. Merek-merek
terbaik memberikan jaminan kualitas. Tetapi merek lebih dari sekedar simbol.
Merek dapat memiliki enam tingkat pengertian:
a. Atribut: Merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu.
b. Manfaat: Suatu merek lebih dari serangkain atribut, mereka membeli manfaat.
c. Nilai: Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen.
d. Budaya: Merek juga mewakili budaya tertentu.
e. Kepribadian: Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu.
f. Pemakai: Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau
2.2.2.2 Manfaat Merek
Merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Bagi produsen, merek
berperan penting sebagai (Keller, 2003; Tjiptono,2005: 20-21):
a. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan
produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian persediaan dan
pecatatan akuntansi.
b. Bentuk produksi hukum terhadap atau aspek produk yang unik. Merek bisa
mendapatkan perlindungan properti intelektual.
c. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa
dengan mudah memilih dan membeli lagi dari waktu ke waktu. Loyalitas
merek seperti ini menghasilkan predictability dan security permintaan bagi
perusahaan dan menciptakan hambatan masuk yang menyulitkan perusahaan
lain untuk memasuki pasar.
d. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari
pesaing.
e. Sumber keuntungan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum,
loyalitas pelanggan dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen.
f. Sumber finansial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang.
Manfaat bagi konsumen, merek memberikan macam nilai melalui
sejumlah fungsi dan manfaat potensial. (Vasquez, et al 2002; Tjiptono,2005: 21)
misalnya, mengklalifikasikan dimensi manfaat atau utilitas dalam merek ke dalam
sembilan kategori: utilitas fungsional produk, pilihan (choice), inovasi,
18
personal. Keller (2003) didalam Tjiptono (2005: 21) menemukakan tujuh manfaat
pokok merek bagi konsumen, yaitu sebagai identifikasi sumber produk, penetapan
tanggung jawab pada manufaktur atau distributor tertentu, pengurangan resiko,
penekan biaya pencarian (search costs) internal dan eksternal, janji atau ikatan
khusus dengan produsen, alat simbolis yang memproyeksuikan citra diri, dan
signal kualitas. Kesemua nilai atau manfaat tersebut difasilitasi oleh konsep
ekuitas merek (brand equity).
2.2.2.3 Strategi Merek
Menurut Kotler, (1997: 71) perusahaan memiliki lima pilihan strategi
merek yaitu:
1. Perluasan lini
Terjadi jika perusahaan memperkenalkan unit produk tambahan dalam
kategori produk yang sama dengan merek yang sama, biasanya dengan
tampilan baru seperti rasa, bentuk, warna baru, tambahan, ukuran kemasan
dan lainnya.
2. Perluasan merek
Terjadi jika perusahaan memutuskan untuk menggunakan merek yang sudah
ada pada produknya dalam satu kategori baru. Perluasan merek memberikan
keuntungan karena merek baru tersebut umunya lebih cepat diterima. Hal ini
memudahkan perusahaan memasuki pasar dengan kategori produk baru.
Perluasan merek dapat menghemat banyak biaya iklan yang biasanya
3. Multi merek
Terjadi bila perusahaan memperkenalkan beberapa merek tambahan dalam
kategori produk yang sama. Tujuannya adalah untuk membuat kesan, feature
serta daya tarik yang lain kepada konsumen sehingga lebih banyak pilihan.
4. Merek baru
Dapat dilakukan bila perusahaan tidak memiliki satu pun merek yang sesuai
dengan produk yang akan dihasilkan atau citra merek tersebut tidak dapat
membantu untuk produk baru tersebut.
5. Merek bersama
Kecenderungan yang terjadi saat ini adalah meningkatkan strategi
Co-Branding dan hal ini terjadi apabila merek ini terkenal atau lebih digabung
dalam satu penawaran dengan tujuan agar merek yang satu dapat memperkuat
merek yang lain sehingga dapat menarik minat konsumen.
2.2.3 Pengetahuan Merek Induk
2.2.3.1 Pengertian Pengetahuan Merek Induk
Menurut Keller, (2003) didalam Barata, (2007: 65) Pengetahuan merek
didefinisikan sebagai adanya informasi tentang merek dalam ingatan (memory)
konsumen, beserta dengan assosiasi-assosiasi yang berkaitan dengan merek
tersebut. Informasi yang direkam dalam ingatan konsumen itu dapat berbentuk
informasi verbal, visual, abstrak atau contextual. Magdalena (2004; 245)
menyatakan bahwa sebuah merek yang telah ada melahirkan suatu brand
20
didalam Barata, (2007: 65) juga menyatakan bahwa pengetahuan merek dapat
terbagi menjadi dua komponen yaitu brand awareness dan brand images.
Dengan demikian pengetahuan konsumen tentang merek dibutuhkan untuk
mengevaluasi merek tersebut. Dalam kaitannya dengan brand extension,
consumer dapat lebih mudah mengevaluasi dan menilai persepsi kecocokan dari
produk yang menggunakan brand extension dengan memiliki pengetahuan tentang
merek induknya.
Strategi brand extention berfokus pada pentingnya asosiasi yang sesuai
serta adanya persepsi kecocokan antara merek induk dengan merek extentionnya,
namun demikian tetap terdapat perbedaan-perbedaan dalam menentukan dimensi
dari kecocokan itu sendiri. Persepsi kecocokan ini terdiri dari beberapa komponen
yaitu kemiripan (similarity), kesamaan tipe (typically), keterkaitan (relatedness)
dan konsistensi konsep merek atau brand concept consistency (Aaker dan Keller
dalam Barata 2007; 66). Adanya perbedaan-perbedaan ini seringkali
menyebabkan kerancuan dalam penggunaan istilah, walaupun sebenarnya
perbedaan diantara istilah-istilah tersebut tidak terlalu signifikan, kecuali pada
brand concept consistency.
Bagi merek induk, brand extension dapat menikmati manfaat seperti:
peningkatan citra merek, menambah basis pelanggan merek, meningkatkan
cakupan pasar dari merek, revilitasi merek. Keuntungan ini tidak diraih begitu saja
agar berpeluang lebih besar untuk berhasil, brand extension harus memenuhi
dibenak konsumen, (2) Terdapat kesesuian antara merek induk dengan produk
extension-Nya.
Indikator pengetauhan merek induk dalam jurnal Barata (2007; 69), yaitu :
a. Brand Awareness (kesadaran merek): kesanggupan seorang calon pembeli
untuk mengenali,mengingat kembali suatu merek sebagian bagian dari suatu
kategori produk tertentu.
b. Brand Image (citra merek): bagaimana merek dipersepsikan oleh konsumen.
c. Brand Atitude (sikap merek): sikap konsumen positif atau negative terhadap
suatu merek.
2.2.4 Perluasan Merek (Brand Extension)
2.2.4.1 Pengertian Perluasan Merek
Menurut Aaker, (1997: 225) perluasan merek adalah penggunaan sebuah
merek yang telah mapan pada suatu kelas produk untuk memasuki kelas produk
lain. Perluasan merek merupakan strategi alamiah bagi perusahaan yang sedang
tumbuh dean mengeksploitasi asetnya, perluasan merek dapat dilakukan dengan
cara menggunakan aset tersebut untuk penetrasi pada kategori produk baru atau
memberi lisensinya kepada produk lain atau mengakuisisi perusahaan yang
mempunyai merek yang bisa dijadikan landasan bagi perusahaan.
Perluasan merek secara umum dapat dibedakan menjadi dua kategori
22
1. Perluasan lini
Perusahaan membuat produk baru dengan menggunakan merek lama yang
terdapat pada merek induk, meskipun target pasar produk yang baru tersebut
berbeda, tetapi kategori produknya sudah dilayani oleh merek induk.
2. Perluasan kategori
Perusahaan tetap menggunakan merek induk yang lam untuk memasuki
kategori produk yang sdama sekali berbeda dari yang sedang dilayani merek
induk.
Konsep dampak perluasan merek menurut Aaker, (1991) didalam Durianto
(2004: 147):
a. More Good:
Perluasan membantu dalam meningkatkan image dari merek inti,
dengan cara menyediakan dasar yang kuat untuk membangun merek.
b. Good:
Merek inti membantu perluasan, di mana merek inti endorse
(mendukung) merek-merek yang mengalami perluasan.
c. Bad:
Merek inti gagal membantu perluasan merek, dimana merek inti tidak
memberikan added value (nilai tambah) kepada perluasannya, asosiasi
atributnya negatif dan tingkat kesesuainnya (related) rendah.
d. Ugly:
Perluasan merek membuat merek inti dan keseluruhan merek menjadi
tidak dikehendaki, sehingga asosiasi merek yang sudah terbentuk
menjadi lemah dan terusiknya “Quality image”.
e. More Ugly:
Perluasan merek akan sangat berbahaya apabila kesempatan
menciptakan brand equity tidak dapat dilakukan, akibatnya kehancuran
suatu merek.
2.2.4.2 Keunggulan dan Kelemahan Perluasan Merek
Keunggulan dari perluasan merek menurut Freddy Rangkuti, (2004:121)
adalah:
a. Mengurangi persepsi risiko ditolaknya produk tersebut oleh pelanggan.
b. Memanfaatkan saluran distribusi yang sudah ada.
c. Meningkatkan efisiensi biaya promosi.
d. Mengurangi biaya perkenalan produk baru serta program tindak lanjut
pemasaran.
e. Mengurangi biaya pengembangan produk baru.
f. Meningkatkan efisiensi desain logo dan kemasan
g. Menyediakan variasi pilihan produk kepada pelanggan.
Kelemahan perluasan merek adalah:
a. Dapat membingungkan pelanggan dalam memilih produk mana yang
paling baik.
b. Dapat merusak merek induk yang sudah ada.
24
d. Dapat merusak arti merek.
e. Dapat membatalkan kesempatan mengembangkan merek baru
f. Dapat sukses tapi merusak citra merek asal.
Menurut Aaker (1997: 340) didalam Freddy Rangkuti, (2004: 115)
strategi perluasan merek membutuhkan tiga tahap, yaitu:
a. Mengidentifikasi asosiasi-asosiasi merek.
b. Mengidentifikasi produk-produk yang berkaitan dengan
asosiasi-asosiasi tersebut.
c. Memilikin calon yang terbaik dari daftar produk tersebut untuk
dilakukan uji konsep dan pengembangan produk baru.
2.2.5 Persepsi Kualitas (perceived quality)
2.2.5.1 Pengertian persepsi kualitas
Persepsi kualitas adalah customer’s perception of the overall quality or
superiority of a product or service with respect to its intended purpose, relatives
to alternatives (Aaker, 1991: 85) persepsi pelanggan merupakan persepsi
pelanggan atas atribut yang dianggap penting baginya. Persepsi kualitas
merupakan suatu perasaan yang tak nampak dan menyeluruh mengenai suatu
merek. Akan tetapi, biasanya persepsi kualitas di dasarkan pada dimensi-dimensi
yang termasuk dalam karakteristik prodeuk tersebut dimana merek dikaitkan
dengan hal-hal seperti keandalan dan kinerja. (Aaker et. al,1997: 126).
Dan dalam persepsi kualitas berarti mengukur persepsi pelanggan terhadap
kualitas dari atribut-atribut yang dimiliki oleh produk tersebut. Menurut David
Garvin yang dikutip Vincent Gaspers dalam Husein Umar (2002:37) dan dalam
jurnal Barata, (2007:69) indikator yang mempengaruhi didalam pembentukan
persepsi kualitas yaitu:
a. Performance (kinerja): Hal ini berkaitan dengan aspek fungsional suatu
barang dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan
dalam membeli barang tersebut.
b. Feature (tambahan dari produk): Performansi yang berguna untuk menambah
fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembanganya.
c. Appearance (penampilan): Yang menunjukkan desain, ukuran, kemasan pada
suatu produk.
2.2.5.2 Persepsi Kualitas Menghasilkan Nilai
Persepsi kualitas mempunyai peran yang penting dalam membangun suatu
merek, dalam banyak konteks persepsi kualitas sebuah merek dapat menjadi
alasan yang penting pembelian suatu merek yang akan dibeli.
Menurut Aaker et.al (1997: 126) persepsi merek memberikan nilai dalam
beberapa bentuk antara lain:
a. Alasan untuk membeli: Karena terkait dengan keputusan-keputusan pembeli,
maka persepsi kualitas mampu mengefektifkan semua elemen program
pemasaran. Apabila persepsi kualitas itu tinggi, kemungkinan besar
26
b. Diferensiasi/ posisi: Suatu karakteristik yang penting dari merek adalah
posisinya dalam dalam dimensi persepsi kualitas, apakah merek tersebut
merupakan merek terbaik, atau sama baiknya dengan merek lain.
c. Harga premium: Keuntungan persepsi kualitas memberikan pilihan-pilihan
dalam menetapkan harga premium.
d. Perluasan saluran distribusi: Mempunyai arti penting bagi para pengecer,
distributor, dan saluran distribusi lainnya.
e. Perluasan merek: Suatu merek dengan persesi kualitas kuat dapat
dieksploitasi kearah perluasan merek.
2.2.6 Sikap Brand Extension
Schiffman dan Kanuk (2004) dalam Barata (2007: 66), menyatakan
bahwa dalam konteks perilaku konsumen, sikap adalah suatu kecenderungan
pembelajaran untuk beperilaku secara konsisten untuk menyukai atau tidak
menyukai sebuah obyek. Obyek dari sikap yang berhubungan dengan konsep
pemasaran antara lain adalah : produk, merek, kategori produk, posisi produk,
jasa, iklan, dan harga.
Sikap diketahui merupakan sesuatu yang dipelajari. Sebagai contoh
sikap yang berkaitan dengan perilaku pembelian dibentuk oleh pengalaman
menggunakan produk, pertukaran informasi mulut ke mulut ( word of mouth)
dengan orang lain atau informasi melalui kampanye iklan. Schiffman dan Kanuk
(2004) dalam Barata (2007: 67) juga menyatakan bahwa salah satu karakteristik
jika dihadapkan pada stimulus yang berbeda dari sebelumnya, sikap konsumen
dapat berubah. Karakteristik lain dalah sikap cenderung mengarah pada suatu
perilaku. Walaupun begitu apabila konsumen dihadapakaqn pada situasi tertentu,
sikap bisa saja berbeda dengan perilaku.
Dalam kaitannya dengan brand extension, konsumen akan
menghendaki produk yang memiliki atribut yang dapat memenuhi kebutuhannya.
Dan konsumen berharap kualitas kinerja dari produk baru tersebut mencerminkan
kualitas merek induknya. Dengan demikian konsumen dapat mengurangi resiko
rendahnya kualitas produk baru dengan pengetahuannya tentang merek induk
produk tersebut. Maka terhadap brand extension tersebut, yang memiliki atribut
yang diinginkannya, sikap konsumen tersebut akan positif dan dapat mengarah ke
niat membeli.
Indikator sikap Brand Extention dalam jurnal Barata (2007; 69) dan jurnal
Dharmayanti (2006: 65-73), yaitu :
a. Kesukaan terhadap merek: Seberapa suka konsumen pada merek produk
setelah adanya perluasan merek yaitu merek tersebut mudah disukai, diminati
dan menjadi merek favorit.
b. Tanggapan terhadap konsumen: tanggapa dalam membeli dan memakai
produk.
c. Keyakinan terhadap merek: keyakinan terhadap merek setelah adanya
28
2.2.7 Intensi Membeli (Purchase Intension)
2.2.7.1 Pengertian Intensi Membeli
Intensi membeli, menurut Assael (1998) didalam Barata (2007: 67) adalah
tahap terakhir dari rangkaian proses keputusan pembelian konsumen tersebut.
Proses ini dimulai dari munculnya kebutuhan akan suatu produk atau merek (need
arousal), dilanjutkan dengan pemrosesan informasi oleh konsumen (consumer
information processing). Selanjutnya konsumen akan mengevaluasi produk atau
merek tersebut. Hasil evaluasi ini yang akhirnya memunculkan niat atau intensi
untuk membeli, sebelum akhirnya konsumen benar-benar melakukan pembelian.
Pembelian sendiri merupakan fungsi dari dua determinan yaitu: (1) niat
atau intensi dan (2) pengaruh lingkungan dan perbedaan individu. Intensi membeli
dapat digolongakn dalam dua kategori yaitu produk atau merek dan kelas
produknya saja Engel, Blackwel dan Miniard, (2003) didalam Barata, (2007: 67).
Intensi membeli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana
konsumenn untuk mermbeli produk tertentu, serta berapa banyak unit produk
yang dibutuhkan pada periode tertentu, sehungga dapat dikatakan pula bahwa
intensi membeli adalah pernyataan mental konsumen yang merekflesikan rencana
pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu.
Pengetahuan akan intensi membeli dibutuhkan perusahaan untuk
mengetahui intensi konsumen terhadap suatu produk maupun dalam memprediksi
perilaku konsumen di masa mendatang. Indikator niat membeli dalam jurnal
a. Niat membeli: keinginan konsumen untuk melakukan pembelian.
b. Konsiderasi untuk membeli: pertimbangan konsumen untuk melakukan
pembelian.
c. Kemungkinan untuk membeli: kemungkinan konsumen untuk membeli
kembali dan memakai produk.
2.2.8. Pengaruh Pengetahuan Merek Induk Terhadap Sikap Brand Extension
Logika yang mendasari perluasan merek adalah penularan kekuatan merek
induk ke dalam produk baru yang akan diluncurkan. Karena merek induk sudah
memiliki ekuitas dan mempunyai komunitas konsumen, pasar lebih siap untuk
menerima produk baru dengan merek induk muncul di pasar, merek tersebut akan
memicu jaringan memori untuk mengenalinya. Semua kesan yang berkaitan
dengan merek induk tersebut juga akan terpanggil dalam ingatan konsumen.
Menurut Magdalena, (2004: 244) salah satu faktor penentu keberhasilan
suatu perluasan merek adalah kekuatan (ekuitas) merek induknya. Menurut
Broniarczyk dan Alba (1994) dalam Phang (2004) didalam Barata (2007: 68)
apabila konsumen diminta untuk menentukan sikap brand extension maka
dibutuhkan pengetahuan merek induk. Menurut Aaker (1991) didalam Durianto
(2004: 148) merek inti membantu perluasan, dimana merek inti mendukung
30
2.2.9 Pengaruh Persepsi Kualitas (perceived quality) terhadap Sikap Brand
Extension
Pada produk baru yang dikenalkan dengan menggunakan brand extension
dari merek induk yang sebelumnya telah dikenal, perusahaan ingin mendapatkan
persepsi kualitas yang baik dari konsumen. Hal ini dapat dicapai karena konsumen
diasumsikan telah mengetahui dengan baik dan memiliki informasi yang cukup
tentang kualitas merek induk. Menurut Barata, (2007: 65) dan dengan persepsi
kecocokan yang tepat antara merek induk dengan extension nya, diharapkan
konsumen juga mengevaluasi dan membentuk penilain yang positif, yang berkitan
dengan kualitas produk, dari extension tersebut.
Persepsi kualitas (perceived quality), menurut Zeithaml (1998) didalam
Barata, (2007: 68) adalah gambaran umum dari penilaian konsumen tentang
keunggulan atau kesempurnaan dari suatu produk. Menurut Barata (2007: 68)
penilaian konsumen tentang kualitas merek induk ini sendiri dapat mempengaruhi
pandangannya terhadap brand extension nya.
Suatu merek produk dengan perceived quality kuat dapat dieksploitasi kea
rah perluasan merek perluasan merek. Merek dengan persepsi kualitas kuat dapat
digunakan untuk memperkenalkan kategori produk baru, yang beraneka macam.
Produk dengan merek yang persepsi kulitas-nya kuat akan mempunyai
kemungkinan sukses yang lebih besar dibandingkan dengan merek yang persepsi
kulitas-nya lema, sehingga perluasan produk dari merek dengan persepsi kualitas
Durianto, (2004: 103) dalam hal ini perceived quality merupakan jaminan yang
signifikan atas perluasan-perluasan merek tersebut.
2.2.10 Pengaruh Sikap Brand Extension Terhadap Intensi Membeli
Setelah seorang konsumen melakukan evaluasi terhadap suatu merek atau
produk maka selanjutnya konsumen akan memasuki tahap niat membeli. Menurut
Barata (2007: 69) dengan sikap yang lebih positif dari konsumen terhadap brand
extension maka kemungkinan konsumen untuk berniat membeli produk dengan
merek itu akan semakin tinggi.
Konsumen berharap kualitas kinerja dari produk baru tersebut
mencerminkan kualitas merek induknya. Dengan demikian konsumen dapat
mengurangi resiko rendahnya kualitas produk baru dengan pengetahuannya
tentang merek induk produk tersebut. Menurut Barata (2007: 67) Maka terhadap
produk brand extension tersebut, yang memiliki atribut yang diinginknnya, sikap
konsumen tersebut akan positif dan dapat mengarah ke niat membeli.
Dalam usahawan No.09 tahun XXXII September 2003, dalam Magdalena
(2004: 253) dikatakan bahwa dalam perluasan merek, apabila calon pembeli sudah
mempunyai cukup informasi mengenai merek induk dan sudah membentuk
persepsi mereka dan apabila persepsi tersebut positif maka calon pembeli tersebut
2.4 Hipotesis
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi dan landasan teori yang telah
diuraikan diatas, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut:
1. Diduga terdapat pengaruh positif antara pengetahuan merek induk terhadap
sikap brand extension pada produk kecap sedaap di Surabaya.
2. Diduga terdapat pengaruh positif persepsi kualitas (perceived quality)
terhadap sikap brand extension pada produk kecap sedaap di Surabaya
3. Diduga terdapat pengaruh positif sikap brand extension terhadap intensi
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
3.1.1 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel penelitian adalah untuk memberikan
petunjuk tentang bagaimana suatu variabel-variabel penelitian diukur. Variabel
beserta definisi operasional yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
A. Pengetahuan Merek Induk (X1)
Pengetahuan merek induk adalah sebagai adanya informasi tentang merek
utama dari sebuah produk Mie Sedaap dalam ingatan (memory) konsumen. Di
bawah ini adalah indikator dari pengetahuan merek induk dalam jurnal Barata
(2007: 69) yakni antara lain :
X1-1 Kesadaran Merek merupakan kemampuan pelanggan mengingat merek
Sedap.
X1-2 Citra Merek merupakan keyakinan konsumen terhadap merek Sedaap.
X1-3 Sikap Merek merupakan perilaku yang mencerminkan pengguna dari
merek Sedaap.
B. Persepsi Kualitas (X2)
Persepsi kualitas berarti mengukur persepsi pelanggan terhadap
Garvin yang dikutip Vincent Gaspers dalam Husein Umar (2002: 37) dan dalam
jurnal Barata (2007: 69) variabel persepsi kualitas diukur dengan menggunakan
tiga indikator yaitu :
X2-1 Kinerja merupakan konsistensi dari kinerja yang dihasilkan dari satu
pembelian ke pembelian berikutnya.
X2-2 Keunggulan produk merupakan keunggulan yang dimiliki merek Sedaap.
X2-3 Penampilan merupakan kemampuan konsumen untuk mengenali tampilan
logo dari merek Sedaap
C. Sikap Brand Extension (Y)
Sikap brand extention adalah sikap konsumen terhadap merek baru dari
hasil perluasan merek induknya.. Dalam jurnal Barata (2007; 69) dan dalam jurnal
Dharmayanti (2006: 65-73), variabel sikap brand extention diukur dengan
menggunakan tiga indikator, yaitu :
Y1 Kesukaan terhadap merek merupakan seberapa suka konsumen pada
merek produk setelah adanya perluasan merek yaitu merek tersebut mudah
disukai, diminati dan menjadi merek favorit.
Y2 Tanggapan terhadap merek merupakan tanggapan konsumen dalam
membeli dan memakai produk dari merek Sedaap.
Y3 Keyakinan terhadap merek merupakan Merupakan tingkat kepercayaan
36
D. Intensi Membeli Konsumen (Z)
Intensi membeli konsumen adalah hal yang berkaitan dnegan
kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau tahap terakhir dari
rangkaian proses keputusan pembelian. Dalam jurnal Barata (2007; 69) variabel
intensi / niat membeli diukur dengan menggunakan tiga indikator, antara lain :
Z1 Niat membeli merupakan usaha untuk mendorong niat konsumen untuk
memiliki produk kecap Sedaap.
Z2 Konsiderasi untuk membeli merupakan pertimbangan konsumen terhadap
tingkat pemilihan merek kecap Sedaap untuk membeli.
Z3 Kemungkinan untuk membeli merupakan kemungkinan konsumen untuk
membeli merek kecap Sedaap.
3.1.2. Pengukuran Variabel
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval dengan teknik
pengukuran menggunakan semantic differential scale. Skala ini digunakan untuk
mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi
tersusun dala satu garis kontinum yang jawaban “sangat positifnya” terletak di
bagian kanan garis, dan jawaban “sangat negatifnya” terletak di bagian kiri garis,
atau sebaliknya. Skala ini mengikuti pola sebagai berikut :
Responden dapat memberi jawaban, pada rentang jawaban yang positif
sampai dengan negatif. Hal ini tergantung pada persepsi responden kepada yang
dinilai. Responden yang memberi penilaian dengan angka 5, berarti persepsi
1 5
responden terhadap pemimpin itu sangat positif, sedangkan bila memberi jawaban
pada angka 3, berarti netral, dan bila memberi jawaban pada angka 1, maka
persepsi responden Respondenterhadap pemimpinnya sangat negatif.
3.2. Teknik Penentuan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2008:80).
Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen yang sedang melakukan
pembelian kecap Sedaap Di Surabaya Selatan.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono, 2008:80).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non probability
sampling tepatnya accidental sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat
digunakan sebagai sampel bila dipandang orang tersebut memiliki ciri-ciri yang
cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2008: 85). Mengenai kriterianya adalah
Responden sebelumnya pernah melakukan pembelian kecap Sedaap Di
Surabaya Selatan.
Pengambilan sampel didasari oleh asumsi SEM bahwa besarnya jumlah
38
Pada penelitian ini ada 12 indikator, sehingga jumlah sampel yang diestimasi
yaitu antara 60-120. Adapun jumlah sampel yang ditetapkan dalam penelitian
ini adalah sebesar (12 x 10) = 120 responden. Hal ini dilakukan agar dapat
memenuhi persyaratan jumlah minimal sampel yang dikehendaki oleh alat
analisis kuantitatif yang ditetapkan.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
3.3.1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitan ini adalah jenis data primer
yaitu jenis yang diperoleh dengan jalan penyebaran kuisioner secara langsung
pada konsumen yang sedang melakukan pembelian kecap Sedaap Di Surabaya
Selatan untuk mengetahui pendapat mereka secara langsung.
3.3.2. Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah diperoleh dari
konsumen yang sedang melakukan pembelian pembelian kecap Sedaap Di
Surabaya Selatan.
3.3.3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan riset lapangan yaitu
kegiatan penelitian dengan tujuan langsung ke obyek penelitian dengan :
a. Kuesioner
yaitu cara pengumpulan data dengan jalan memberikan pertanyaan-pertanyaan
b. Interview
yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan mengadakan wawancara secara
langsung terhadap responden untuk mengetahui pendapat mereka secara
langsung.
3.4. Teknik Analisis dan Pengujian Hipotesis
3.4.1. Uji Reliabilitas dan Validitas
Variabel atau dimensi yang diukur melalui indikator-indikator dalam daftar
pertanyaan perlu dilihat reliabilitasnya dan validitasnya, dimana hal ini dijelaskan
sebagai berikut :
a. Uji Validitas
Validitas yang digunakan adalah validitas konstruk (construct validity) yang
merujuk pada sejauh mana uji dapat mengukur apa yang sebenarnya kita ukur.
Uji validitas diukur ditafsirkan dengan menggunakan Item to Total Correlation,
jika nilai r > 0,5 maka indikator valid, dan jika nilai r < 0,5 maka indikator
tidak valid.
b. Uji Reliabilitas
Uji ini ditafsirkan dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach. Jika nilai
alpha cukup tinggi (berkisar 0,50 – 0,60) dapat ditafsirkan suatu hasil
pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih,
40
3.4.2. Uji Outlier Univariat dan Multivariat
Outlier adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim baik
secara univariat maupun multivariat yaitu yang muncul karena kombinasi
kharakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dari
observasi-observasi lainnya (Augusty, 2002 : 52).
3.4.2.1. Uji Outlier Univariat
Deteksi terhadap adanya outlier univariat dapat dilakukan dengan
menentukan ambang batas yang akan dikategorikan sebagai outlier dengan cara
mengkonversi nilai data penelitian ke dalam standar score atau yang biasa disebut
dengan z-score, yang mempunyai rata-rata nol dengan standar deviasi sebesar
satu. Bila nilai-nilai itu telah dinyatakan dalam format yang standar (z-score),
maka perbandingan antar besaran nilai dengan mudah dapat dilakukan. Untuk
sampel besar (diatas 80 observasi), pedomana evaluasi adalah nilai ambang batas
dari z-score itu berada pada rentang 3 sampai dengan 4 (Hair dkk, 1995 dalam
Augusty, 2002: 98). Oleh karena itu apabila ada observasi-observasi yang
memiliki z-score > 3,0 akan dikategorikan sebagai outlier.
3.4.2.2. Uji Outlier Multivariat
Evaluasi terhadap multivariat ouliers perlu dilakukan sebab walaupun data
yang dianalisis menunjukkan tidak ada outlier pada tingkat univariat, tetapi
observasi itu dapat menjadi outliers bila sudah saling dikombinasikan. Jarak
menunjukkan jarak sebuah observasi dari rata-rata semua variabel dalam sebuah
ruang multidimensional. Uji terhadap multivariat dilakukan dengan menggunakan
kriteria Jarak Mahalanobis pada tingkat ρ < 0,001. Jarak Mahalanobis itu dapat
dievaluasi dengan menggunakan nilai χ2 pada derajat kebebasan sebesar jumlah
item yang digunakan dalam penelitian. Apabila nilai Jarak Mahalanobisnya lebih
besar dari nilai χ2Tabel
3.4.3. Uji Normalitas Data
adalah Outlier Multivariat.
Adapun metode yang digunakan untuk mengetahui apakah data tersebut
berdistribusi normal atau tidak adalah menggunakan uji critical ratio dari
Skewness dan Kurtosis dengan ketentuan sebagai berikut :
Kriteria Pengujian :
Pedoman dalam mengambil keputusan apakah sebuah distribusi data
mengikuti distribusi normal adalah :
1. Jika nilai critical yang diperoleh melebihi rentang + 2,58 maka distribusi
adalah tidak normal.
2. Jika nilai critical yang diperoleh berada pada rentang + 2,58 maka distribusi
adalah normal.
3.4.4. Pemodelan SEM (Structural Equation Modeling)
Sebuah pemodelan SEM yang lengkap pada dasarnya terdiri dari
Measurement Model dan Structural Model. Measurement Model atau Model
42
berdasarkan indikator-indikator empirisnya. Structural Model adalah model
mengenai struktur hubungan yang membentuk atau menjelaskan kausalitas antara
faktor. (Augusty, 2002 : 34)
Untuk membuat pemodelan yang lengkap beberapa langkah berikut ini
yang perlu dilakukan :
a. Pengembangan model berbasis teori.
Langkah pertama dalam pengembangan model SEM adalah pencarian atau
pengembangan sebuah model yang mempunyai justifikasi teoritis yang kuat.
Setelah itu, model tersebut divalidasi secara empirik melalui program SEM.
b. Pengembangan diagram alur untuk menunjukkan hubungan kausalitas.
Pada langkah kedua, model teoritis yang telah dibangun pada langkah pertama
akan digambarkan dalam path diagram. Path diagram tersebut memudahkan
peneliti melihat hubungan-hubungan kausalitas yang ingin diujinya.
c. Konversi diagram alur kedalam persamaan.
Setelah teori / model dikembangkan dan digambarkan dalam sebuah diagram
alur, spesifikasi model dikonversikan kedalam rangkaian persamaan.
d. Memilih Matriks Input dan Estimasi Model.
Perbedaan SEM dengan teknik multivariat lainnya adalah dalam input data
yang akan digunakan dalam pemodelan dan estimasinya. SEM hanya
menggunakan matriks varians kovarians atau matriks korelasi sebagai data
e. Menilai Problem Identifikasi.
Problem identifikasi pada prinsipnya adalah problem mengenai
ketidakmampuan dari model yang dikembangkan untuk menghasilkan
estimasi yang unik.
Problem identifikasi dapat muncul melalui gejala-gejala berikut ini :
1. Standard error untuk satu atau beberapa koefisien sangat besar.
2. Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang seharusnya
disajikan.
3. Muncul angka-angka yang aneh seperti adanya varians error yang negatif.
4. Muncul korelasi yang sangat tinggi antar korelasi estimasi yang didapat
(misalnya lebih dari 0,9).
f. Evaluasi Model.
Pada langkah ini kesesuaian model dievaluasi, melalui telaah terhadap bebagai
kriteria goodness-of-fit. Kriteria-kriteria tersebut adalah :
1. Ukuran sampel yang digunakan adalah minimal berjumlah 100 dan dengan
perbandingan 5 observasi untuk setiap astimated parameter.
2. Normalitas dan Linieritas.
3. Outliers.
4. Multicolinierity and Singularity.
3.4.5. Uji Hipotesis
Dalam analisis SEM umumnya berbagai jenis fit index yang digunakan
44
yang disajikan. Berikut ini adalah index kesesuaian dan cut-off valuenya untuk
digunakan dalam menguji apakah sebuah model dapat diterima atau ditolak.
a. χ2
Alat uji yang paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah likehood
ratio Chi-Square Statistic. Model yang diuji akan dipandang baik atau
memuaskan apabila nilai chi-squarenya rendah. Semakin kecil nilai χ
(Chi Square Statistic).
2
b. RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation)
semakin baik model itu dan diterima berdasarkan probabilitas dengan cut-off
value sebesar ρ > 0,05 atau ρ > 0,10.
RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan untuk mengkompensasi
chi-squre statistic dalam yang besar. Nilai RMSEA menunjukkan
goodness-of-fit yang dapat diharapkan bila model diestimasi dalam populasi. Nilai
RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0,08 merupakan index untuk dapat
diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model itu
berdasarkan degree of freedom.
c. GFI (Goodness of Fit Index).
Indeks keseusaian (fit index) ini akan menghitung proporsi tertimbang dari
varians dalam matriks kovarians sampel yang dijelaskan oleh matriks populasi
yang terestimasikan. GFI adalah sebuah ukuran non-statistikal yang
mempunyai rentang nilai antara 0 (poor fit) sampai dengan 1.0 (perfect fit).