Ekstraksi Titanium Dioksida (Tio2) Berbahan Baku Limbah Peleburan Pasir Besi (Slag) Dengan Metode Kaustik
Titik Indrawati1, Siswanto1, Nurul Taufiqu Rochman2
1 Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga 2Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Email :
Abstract.
Slag was a waste of iron sand forging that contains titanium. Compound identification result by using XRD shown that there was titanium element as an ilmenit compound. It needs a reagens mixing during the roasting process to help decomposition in order to get titania (TiO2). In this research, the slag sized is 325 mesh is reacted with Na2CO3 with comparation 1:2, then roasted in varieties temperature, they are 600oC, 700oC, 800 oC, and 900 oC for 1 hour. Roasting result is leached by using aquades and 8 M sulfuric acid solution. Formed Titania showed an increasing concentration pattern from 600oC to 700 oC, but showed a decreasing concentration at temperature above 700oC. A decreasing concentration of titania is because the decomposition process during roasting was not doing well and sulfuric acid that is used cannot incessant all of the iron contained in the slag. So, 700oC is the most optimum roasting temperature for forming titania equal to
76,54 %.
Abstrak.
Slag merupakan limbah peleburan pasir besi yang mengandung titanium. Hasil identifikasi senyawa dengan menggunakan XRD pada slag menunjukkan adanya unsur titanium dalam bentuk senyawa ilmenit. Untuk memperoleh titania (TiO2) dari slag maka diperlukan campuran suatu reagen pada saat roasting (pemanggangan) untuk membantu proses dekomposisi ilmenite. Pada penelitian ini, slag berukuran 325 mesh direaksikan dengan Na2CO3 dengan rasio berat 1 : 2 kemudian dipanggang pada suhu pemanggangan yang variatif yaitu 600oC, 700oC, 800oC, dan 900oC selama 1 jam. Sampel hasil pemanggangan dileaching dengan aquades dan larutan asam sulfat 8 M. Titania yang terbentuk menunjukkan pola kenaikan dari suhu 600oC ke 700oC, namun terjadi penurunan kadar titania pada suhu pemanggangan diatas 700oC. Penurunan kadar titania disebabkan karena proses dekomposisi pada saat pemanggangan tidak berlangsung dengan baik dan asam sulfat yang digunakan tidak mampu melarutkan semua besi yang terkandung pada slag. Jadi, hasil pemanggangan pada suhu 700oC menunjukkan terbentuknya titania paling optimum sebesar 76,54 %.
Pendahuluan
Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Salah satu hasil sumber daya alam di bidang pertambangannya adalah pasir besi. Pasir besi merupakan pasir yang di dalam senyawanya banyak mengandung senyawa magnetit atau besi oksida yang terdiri dari kombinasi besi dan oksigen diantaranya hematit (Fe2O3), magnetit (Fe3O4) dan titanium dioksida (TiO2). Keberadaan pasir besi sebagai bahan tambang dapat dijumpai di beberapa wilayah Indonesia antara lain, di pesisir selatan pulau Jawa serta di beberapa daerah di pulau Kalimantan, Sulawesi dan Papua [1].
Salah satu kandungan dari pasir besi adalah titanium dioksida. Pada umumnya titanium jarang ditemukan dalam bentuk logam murni. Kebanyakan titanium ditemukan dalam bentuk rutile yang mengandung sekitar 95% TiO2. Titanium Dioksida (TiO2) merupakan bahan kimia anorganik yang dapat diaplikasikan terutama pada pembuatan pigmen putih yang berkualitas terbaik, sebagai filler pada pabrik kertas, pabrik plastik dan pabrik karet serta sebagai fluk pada industri gelas. Konsumsi TiO2 terbesar digunakan oleh industri pigmen dan hanya sekitar 6% TiO2 yang kemudian diolah menjadi logam titanium [2].
Slag merupakan limbah padat hasil peleburan pasir besi. Slag mengandung senyawaan oksida dari Fe dan Ti. Slag yang memiliki massa jenis yang lebih ringan akan berada di atas permukaan besi cair, sehingga memiliki kandungan titanium yang lebih tinggi karena unsur besinya sebagian besar telah terpisah [3]. Slag dapat diperoleh dari pengolahan pasir besi dalam suatu tungku peleburan menghasilkan pig iron atau besi kasar. Pada bidang industri pemanfaatan slag kurang begitu maksimal. Biasanya limbah (slag) hanya dibuang begitu saja, padahal limbah ini memilki dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini dikarenakan slag mengandung logam berat dan ada kemungkinan logam berat tersebut dapat terlepas ke lingkungan, sehingga akan mencemari air dan tanah.
Penelitian proses perolehan TiO2 pernah dilakukan oleh Royani, Ahmad (2010). Dalam penelitiannya TiO2 diperoleh dengan meleburkan pasir besi
titan dengan suhu 16500C dan dilakukan variasi komposisi antara berat besi sponge, berat scrap dan kapur bakar. Dari penelitiannya tersebut dihasilkan slag dengan kandungan TiO2 terbaik dengan konsentrasi 70,91%. Namun pada penelitian tersebut belum dilakukan ekstraksi, TiO2 masih dalam bentuk slag. Dari pemaparan penelitian-penelitian diatas, hal ini menunjukkan jika slag memiliki kandungan titanium dioksida cukup tinggi, sehingga dapat diambil kandungan TiO2 dengan cara melakukan ekstraksi.
Beberapa metode telah digunakan dalam ekstraksi titania, diantaranya metode pirometalurgi dan hidrometalurgi. Metode pirometalurgi merupakan proses ekstraksi dengan menggunakani energi panas sehingga besi pada ilmenit dapat tereduksi dan menghasilkan TiO2 yang cukup tinggi. Namun, metode ini memiliki kelemahan bahwa tidak semua besi dapat terpisah dengan TiO2 sehingga dibutuhkan kondisi pemanasan yang mampu melelehkan besi. Sedangkan pada proses hidrometalurgi adalah proses pelarutan logam/bijih pelarut berair. Seperti yang pernah dilakukan oleh T.A. Lashen. Pada penelitiannya digunakan slag yang berasal dari Rosetta Ilmenit. Ekstraksi yang dilakukan menggunakan metode kaustik yang merupakan bagian dari metode pirometalurgi. Dengan menvariasikan komposisi slag dan soda ash, sehingga diperoleh keadaan optimum yang menghasilkan TiO2 dengan konsentrasi 97% .
Pada penelitian ini akan digunakan kombinasi dari kedua metode yaitu pirometalurgi dan hirometalurgi. Untuk mendapatkan konsentrasi TiO2 yang tinggi maka diperlukan suhu roasting (pemanggangan) yang tepat. Besar kecilnya suhu roasting yang diberikan akan mempengaruhi konsentrasi TiO2 yang dihasilkan. Oleh sebab itu pada penelitian ini akan dilakukan variasi suhu roasting untuk mencari keadaan optimum konsentrasi TiO2 yang dihasilkan. Untuk mengetahui hasil perolehan (TiO2) yang dihasilkan maka dilakukan karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD), sehingga dapat diketahui baik secara kualitatif maupun kuantitatif senyawa-senyawa yang terkandung dan X-Ray Fluorescence (XRF) digunakan untuk mengetahui kandungan unsur. Kedua karakterisasi ini juga diperlukan untuk mengetahui berapa persen senyawa yang
mengandung titanium dapat diperoleh setelah tahapan roasting dan leaching.
Metode Penelitian
Pada penelitian “Ekstraksi Titanium Dioksida (TiO2) Berbahan Baku Limbah Peleburan Pasir Besi (Slag) dengan Metode Kaustik” ini akan dilakukan dengan beberapa langkah. Sebagai langkah awal slag yang masih dalam bentuk bongkahan-bongkahan dihaluskan dengan menggunakan discmill. Setelah diperoleh slag dalam bentuk serbuk kemudian dilakukan pemisahan dengan menggunakan separator magnetik. Dari separator magnetik diperoleh 2 macam slag dalam bentuk; concentrate dan tailing. slag yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu slag dalam bentuk tailing yang merupakan hasil pemisahan yang tertarik lemah oleh magnet. Hal ini bersesuaian dengan karakteristik titanium dioksida yang bersifat paramagnetik. Selanjutnya sampel diayak dengan menggunakan ayakan 325 mesh dan dikarakterisasi dengan menggunakan XRF dan XRD untuk mengetahui kandungan awal yang terdapat pada sampel.
Sampel yang telah berukuran 325 mesh kemudian dicampurkan dengan soda ash (Na2CO3) dengan perbandingan 1 : 2 dimana berat totalnya adalah 60 gram. Selanjutkan sampel diberi perlakuan roasting (pemanggangan) dengan variasi suhu 600-900oC dan ditahan selama 1 jam. Sampel hasil pemanggangan kemudian dileaching (pencucian) dengan menggunakan aquades dan H2SO4 8M dimana perbandingan antara solid dan liquidnya sebesar 1 : 3 dan diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit dengan laju 300 rpm. Endapan yang diperoleh kemudian dicuci dengan menggunakan aquades untuk menghilangkan sisa asam yang terdapat pada sampel. Selanjutnya sampel dikeringkan pada suhu 200oC. Pengeringan ini bertujuan untuk menghilangkan kadar air pada sampel. Sampel yang telah kering kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan XRF dan XRD.
Karakterisasi XRF
Karakterisasi XRF dilakukan di Laboratorium Metalurgi PUSDIKLAT MIGAS Cepu dengan menggunakan instrumen Thermo Scientific tipe Niton
XL3t 900S. Pada pengambilan data dengan menggunakan XRF, sampel dapat berupa serbuk atau padat. Jika sampel dalam bentuk serbuk ukuran partikelnya haruslah kurang dari 400 mesh. Sebelumnya peralatan dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan blok verifikator, Alat uji secara tegak lurus diarahkan ke blok verifikator kemudian menarik pemicunya. Selanjutnya menunggu sampai dengan alat selesai mengidentifikasi (waktu minimum yang direkomendasikan adalah 20 detik). Kemudian membandingkannya dengan sertifikat blok verifikasi. Sampel (serbuk) diletakkan dalam chamber untuk kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan XRF.
Karakterisasi XRD
Karakterisasi XRD dilakukan di Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dengan menggunakan peralatan XRD merk Shimazu. Sampel serbuk diletakkan pada suatu plat kaca, kemudian ditempatkan pada
sampel holder dan disinari dengan sinar- X pada sudut 2θ sebesar 5o-80o. Detektor yang bergerak dengan kecepatan sudut yang konstan untuk mendeteksi berkas sinar-X yang didifraksikan oleh sampel. Data hasil karakterisai XRD dihasilkan pola difraksi berupa spektrum kontinu yang menggambarkan sudut-sudut terjadinya difraksi pada atom-atom bahan (2θ), besar nilai intensitas relatif yang dihasilkan (I/Io) dari jarak antar bidang (d). Kemudian data difraksi tersebut direkam dan dicatat oleh komputer dalam bentuk grafik puncak intensitas. Untuk analisis terhadap spektrum data XRD dapat dilakukan menggunakan program search match dan GSAS.
Hasil Dan Pembahasan Karakterisasi Sampel awal
Karakterisasi awal ini bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa yang terdapat pada bahan baku awal sebelum diberi perlakuan. Hasil karakterisasi awal menunjukkan (hasil dari XRD) terdapat tiga senyawa penyusun diantaranya adalah Ilmenit, Fayalite Magnesian dan Titanomagnetite. Gambar 1 adalah puncak yang dihasilkan dari karakterisasi XRD awal.
Gambar 1 Hasil XRD Slag awal
Hasil identifikasi menunjukkan jika senyawa yang paling dominan adalah Ilmenit (FeTiO3). Dengan menggunakan software GSAS maka dapat diperoleh nilai fraksi beratnya sebesar FeTiO3 74,494%, Fe2SiO4 20,753% dan Fe2.25Ti.75O4 4,755%.
Sedangkan hasil karakterisasi XRF yang terdapat pada sampel awal menunjukkan unsur-unsur dominan seperti Fe (besi) dan Ti (titanium). Diperoleh prosentase Fe dan Ti masing-masing sebesar 76,92% dan 19,94%, sisanya merupakan senyawa-senyawa minor seperti Sb, Sn, Nb, Zr, Zn, Mn dan V yang memiliki prosentase kecil. Berikut adalah tabel 1 hasil karakterisasi XRF sampel awal :
Hasil dari kedua karakterisasi tersebut menunjukkan adanya kandungan titanium pada slag (tailing) sehingga proses ekstraksi dapat dilakukan.
Hasil dari Proses Roasting dan Leaching
Pada proses pemangangan antara slag dengan soda ash (Na2CO3) terjadi reaksi :
FeTiO3 + Na2CO3 Na2TiO3 + FeO + CO2 (1) Penambahan reagen berupa soda ash pada saat pemanggangan membantu proses dekomposisi senyawa serta membentuknya menjadi senyawa yang cukup berpori sehingga memudahkan sampel untuk dileaching (dicuci) [4]. Reaksi yang terjadi pada proses pemanggangan menunjukkan adanya pemutusan ikatan oksigen antar atom Fe dan Ti dengan hadirnya natrium (Na+) sehingga dapat membentuk natrium titanat pada saat pemanggangan. Ilmenit akan terdekomposisi menjadi senyawa Na2TiO3 dan FeO.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 2 Sampel setelah pemanggangan secara berurutan a, b, c dan d pada suhu 600oC, 700oC, 800oC dan 900oC
Pada gambar 2 menunjukkan adanya perbedaan warna yang dihasilkan seiring dengan kenaikan suhu. Pada suhu 600 oC dan 700 oC sampel terlihat berwarna merah. Perubahan fisik ini terjadi akibat dekomposisi ilmenit, terbentuknya senyawa FeO inilah yang mengakibatkan warna pada sampel
menjadi merah. Sedangkan untuk sampel pada suhu 800oC dan 900oC diperoleh warna merah kecoklatan. Warna yang diperoleh kemungkinan diakibatkan karena proses reduksi berakhir karena kehabisan karbon sehingga akan terbentuk besi oksida seperti Hematit (Fe2O3) yang memiliki karakteristik warna merah kecoklatan. Mekanisme pembentukannya yaitu FeO yang terbentuk akan tereduksi menjadi Fe bila karbon masih tersedia. Selanjutnya jika Fe bereaksi langsung dengan oksigen maka Fe akan teroksidasi membentuk besi oksida [5].
FeO + CO Fe + CO2 (2)
4Fe + 3O2 2Fe2O3 (3)
Untuk memperoleh TiO2, sampel yang sudah dipanggang kemudian proses dilanjutkan dengan pencucian dengan menggunakan aquades dan H2SO4 8M. Reaksi yang terjadi pada saat slag hasil pemanggangan dicuci aquades dan asam sulfat menghasilkan reaksi sebagai berikut:
Na2TiO3 + 2H2O H2TiO3 + 2NaOH (4) FeO + H2O Fe(OH)2 (5) Pada proses pencucian dengan menggunakan aquades diperoleh larutan berwarna kuning yang disebabkan oleh adanya ion Fe3+ yang terlarut. Senyawa Na2TiO3 terdekompossisi menjadi H2TiO3 dan larut membentuk senyawa NaOH. Gambar 3 merupakan larutan hasil pemisahan pada saat pencucian dengan aquades.
Gambar 3 Larutan hasil pemisahan pencucian aquades
Selanjutnya sampel dicuci dengan menggunakan H2SO4 8M. Pencucian dengan menggunakan asam bermanfaat untuk meningkatkan kemurnian sampel dengan melarutkan logam Fe. Pengunaan larutan asam sulfat dikarenakan larutan asam sulfat dapat melarutkan semua bahan logam sehingga dengan perlakuan ini dapat menambahkan kemurnian dari titania [6]. Reaksi kimia yang
terbentuk adalah :
Fe(OH)2 + H2SO4 FeSO4 + 2H2O (6) H2TiO3 + H2SO4 TiOSO4 + 2H2O (7) TiOSO4 + 2H2O TiO.H2O + 2H2SO4 (8) Hasil dari pencucian asam, Fe terlarut membentuk FeSO4 sehingga dapat mengurangi kandungan Fe yang terdapat pada sampel. Hasil endapan yang diperoleh kemudian dicuci dengan air untuk menghilangkan sisa asam. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses pengeringan dan memisahkan dari senyawa yang tidak diinginkan. Reaksi yang terjadi saat pengeringan :
TiO.H2O TiO2 + H2O (9)
Hasil dari seluruh proses ekstraksi seperti yang ditunjukkan pada gambar 4. Endapan yang telah kering kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan XRF.
Gambar 4 Hasil ekstraksi Hasil Karakterisasi Sampel Akhir
Karakterisasi XRF
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat dua unsur dominan yaitu Fe dan Ti pada masing-masing suhu dari 600-900oC. Tabel 2 menunjukkan prosentase Fe dan Ti hasil karakterisasi XRF. Berdasarkan karakterisasi XRF yang telah dilakukan kadar titanium paling optimum pada suhu 700oC..
Tabel 2. Perolehan Ti dan Fe
Karakterisasi XRD
Puncak-puncak khas yang dihasilkan dari setiap sampel dianalisa
menggunakan progam search match yang dilengkapi dengan COD. Hasil identifikasi senyawa ditunjukkan pada gambar 5.
Suhu 600oC
Suhu 800oC
Suhu 900oC
Gambar 5 hasil identifikasi senyawa
Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan menunjukkan adanya senyawa Romboclas (Iron Hidrogen Sulfat Hydrat) pada sampel, hal ini dikarenakan masih adanya asam sulfat yang terkandung.
Untuk mendapatkan nilai fraksi berat dari senyawa-senyawa yang telah teridentifikasi maka dilakukan analisa menggunakan GSAS (General Structur Analysis System). Parameter input untuk analisa GSAS adalah data kristalografi dari senyawa hasil identifikasi search match [1]. Dari analisa GSAS diperoleh nilai fraksi berat TiO2 untuk masing-masing suhu ditunjukkan pada gambar 6.
Gambar 6 Perolehan TiO2 terhadap suhu roasting
Berdasarkan pada gambar 6 menunjukkan perolehan TiO2 terhadap suhu roasting optimal pada suhu 700oC sebesar 76.54%.
Pengaruh suhu Roasting terhadap Perolehan TiO2
Berdasarkan pada gambar 6 menunjukkan adanya pola kenaikan perolehan TiO2 pada suhu 600 oC ke 700 oC, kemudian mengalami penurunan pada suhu pemanggangan diatas 700 oC.
Pada suhu 600 oC diperoleh TiO2 sebesar 17,26%. Perolehan TiO2 yang kurang optimum ini disebabkan karena proses dekomposisi ilmenit tidak berlangsung dengan baik. Reagen yang digunakan belum bereaksi secara maksimal, Hal ni ditunjukkan pada hasil akhir masih teridentifikasinya senyawa ilmenit yang belum terdekomposisi.
Berdasarkan gambar 6, pada suhu 700oC merupakan suhu optimal perolehan TiO2 yatu sebesar 76,54% dimana proses dekomposisi dan pembentukan natrium titanat berlangsung baik seperti pada persamaan reaksi 1. Sampel yang diperoleh teksturnya menjadi berpori sehingga memudahkan proses leaching aquades dan asam sulfat. Untuk suhu yang lebih tinggi terjadi penurunan perolehan titanium dioksida karena terjadi pembentukan natrium titanat yang berbeda dan cenderung membentuk besi oksida [4]. Seperti yang ditunjukkan pada suhu 800 oC dan 900 oC teridentifikasi senyawa yang terbentuk berupa
garam komplek yang berikatan dengan Fe yaitu secara berturut-turut FeNaTi3O8 (Freudenbergite) dan FeNaTiO4 Sodium (III) Titanate. Pada suhu 900 oC terbentuk pula besi oksida yaitu Fe2O3. Hal ini berkaitan dengan keluarnya CO2 dari Na2CO3. C dalam senyawa Na2CO3 akan lebih cepat habis membentuk CO2 sehingga reaksi reduksi yang berlangsung berubah menjadi oksidasi [2]. Sampel yang dihasilkan akan sulit tercuci dan terpisah dari pengotornya. Hal ini dapat mempengaruhi terhadap perolehan TiO2.Selain dipengaruhi oleh suhu roasting, perolehan TiO2 juga ditentukan pada proses pencucian. Dapat dilihat pada hasil XRD (gambar 6) bahwa terjadi penurunan perolehan TiO2 pada suhu pemanggangan di atas 700oC. Hal ini disebabkan adanya pengotor besi yang ikut mengendap pada proses pencucian asam. Seperti yang ditujukkan hasil XRF pada tabel 2, persentase Fe cenderung meningkat pada suhu diatas suhu 700oC. Penambahan asam sulfat diharapkan dapat membantu mengurangi kadar besi yang terdapat pada sampel. Namun, besi yang terdapat pada sampel tidak semua larut dalam asam sulfat, asam sulfat yang digunakan tidak cukup untuk mengikat Fe sehingga proses ekstraksi tidak berlangsung maksimal [1].
Kesimpulan
Dari serangkaian proses dan analisis pada penelitian ini maka dapat disimpulkan suhu roasting yang tepat untuk memperoleh TiO2 dengan konsentrasi optimum terjadi pada suhu 700oC, dimana diperoleh TiO2 sebesar 76,54%. Pada suhu ini ilmenite terdekomposisi dengan baik dan terbentuk sampel yang berpori sehingga memudahkan sampel terpisah dari pengotornya pada saat pencucian.
Saran
Penelitian ekstraksi titanium dioksida ini merupakan langkah awal untuk memperoleh TiO2 dari bahan baku slag, untuk mendapatkan konsentrasi TiO2 yang lebih tinggi maka dapat dilakukan dengan memvariasi jumlah asam
sulfat yang digunakan untuk mengikat keseluruhan Fe yang terkandung pada sampel, sehingga dapat diperoleh endapan dengan kadar TiO2 yang lebih tinggi.
Ucapan Terima Kasih
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih sedalam-dalamnya kepada LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Alam) dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini serta teman – teman Fisika angkatan 2009 dan semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
Daftar Pustaka
[1] Zulfalina., Manaf, Azwar. 2004. Identifikasi Senyawa dan Ekstraksi Titanium Dioksida dari Pasir Besi Mineral. Jurnal SAins Materi Indonesia Vol.5 No.2 Hal 40-50 : Jakarta.
[2] Rosebaum, J.B. 1982. Titanium technology trend. JOM 76-79 June.
[3] Royani, Ahmad. 2010. Perolehan TiO2 pada Peleburan Pasir Besi Titan. ProsidingSeminar Material Metalurgi 2010.
[4] T.A. Lasheen. 2008. Soda ash roasting of titania slag product from Rosetta ilmenite.Hydrometallurgy vol. 93: 24-128.
[5] Pelton D dan Christopher W. 2000. Direct Reduced Iron Technology and Economics of Productions and Use. Warrendale : The Iron and Steel Societ.
[6] Taufanny, Linda. 2008. Tingkat Perolehan TiO2 dari Pasir Mineral melalui Proses Leaching HCl dengan Reductor Fe, skripsi, FMIPA, Universitas Indonesia : Jakarta
[7] Rahyana, Elda., Manaf, Azwar, 2012, Perolehan TiO2 Dari Iron Ore Mengandung Titanium Melalui Proses Reduksi Karbon dan Pelarutan Asam, Indonesian Journal of Applied Physics Vol.2 No.1 halaman 35: Jakarta.