• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TAK MONOTON.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TAK MONOTON."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan setiap makhluk hidup tidak dapat terlepas dengan yang namanya interaksi. Interaksi merupakan suatu jenis tindakan yang terjadi ketika dua atau lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Salah satu interaksi yang terjadi adalah interaksi antara mangsa dan pemangsa, yang sering disebut dengan interaksi predator prey. Pada interaksi predator (pemangsa) mengkonsumsi prey (mangsa) agar dapat bertahan hidup dan fungsi predator (pemangsa) terhadap prey (mangsa) adalah sebagai pengendali populasi prey (mangsa).

Dalam cabang ilmu matematika, setiap fenomena yang dijumpai dalam kehidupan sehari hari dapat dibuat dalam model matematika. Begitu juga dengan hubungan antara predator dan prey dapat dibuat model matematika. Hal tersebut berfungsi agar stabilitas jumlah populasi mangsa dan pemangsa yang ada dalam sebuah lingkungan dapat diamati dalam bentuk perumusan yang sistematis sehingga dapat digunakan oleh peneliti untuk mengendalikan populasi mangsa agar tidak terjadi kepunahan.

Penelitian terhadap model predator prey ini mulai terkenal saat diperkenalkan oleh Alfred Lotka dan Vito Volterra pada tahun 1926, namun dalam model predator prey yang meraka perkenalkan masih sederhana, asumsi dasar dari model mangsa pemangsa ini adalah bahwa setiap populasi mengalami pertumbuhan atau peluruhan secara eksponensial dimana factor-faktor lain ditiadakan. Kemudian model mangsa pemangsa Lotka Volterra dimodifikasi dengan menambahkan asumsi bahwa jumlah populasi juga dipengaruhi oleh adanya tingkat kompetisi di dalam populasi tersebut. Persamaan predator prey Lotka Voltera adalah sebagai berikut, (Verhulst,1990:180 )

� = (� − ) ………(1.1)

(2)

2 Pada tahun 1953 Holling memperkenalkan fungsi respon. Fungsi respon predator adalah tingkat predasi (daya makan) predator terhadap jumlah makanan/prey. Sehingga fungsi respon berkaitan erat dengan peningkatan populasi predator atau pengurangan populasi prey saat saling berinteraksi. Holling memperkenalkan 3 fungsi respon, yaitu fugsi respon tipe I, fungsi respon tipe II dan fungsi respon tipe III.

Fungsi respon tipe I adalah fungsi linear, dimana ketika populasi mangsa meningkat daya konsumsi predator pun meningkat, sehingga jumlah populasi predator semakin meningkat pula. Contoh interaksi yang bersesuaian dengan fungsi respon ini adalah interaksi antara laba-laba sebagai predator dan mangsanya. Persamaan dari fungsi respon tipe I ini adalah (Ruan,S dan Xiao,D, 2001)

� = � +

Pada fungsi respon tipe II lebih kompleks dari fungsi respon tipe I karena pada fungsi respon ini memperhatikan waktu predator dalam mencerna mangsa. Contoh interaksi yang bersesuaian dengan fungsi ini adalah interaksi antara serigala sebagai pemangsa dan karibu sebagai mangsanya. Persamaan dari fungsi respon tipe II ini adalah (Ruan,S dan Xiao,D, 2001)

� = 2� 2 + +

Fungsi respon tipe III adalah fungsi sigmoidal dimana predator yang cenderung akan mencari populasi prey yang lain ketika populasi prey yang dimakan mulai berkurang. Contoh interaksi yang bersesuaian dengan fungsi ini adalah interaksi antara rusa tikus (mice deer) sebagai pemangsa dan kepompong kupu-kupu sebagai mangsanya. Persamaan dari fungsi respon tipe III ini adalah (Ruan,S dan Xiao,D, 2001)

� = � 2 + 2

(3)

3 kelompoknya pun meningkat. Contoh interaksi seperti ini adalah interaksi antara serigala dan banteng, ketika jumlah banteng hanya sedikit maka tingkat konsumsi serigala cenderung meningkat, namun ketika jumlah banteng meningkat pertahanan hidup kelompok bantengpun meningkat, sehingga tingkat predasi serigala cenderung menurun.

Contoh lainnya adalah proses pada penjernihan air. Salah satu cara menjernihkan air adalah dengan memasukkan tawas ke dalam air tersebut untuk membunuh sejumlah bakteri dalam air. Ketika bakteri dalam jumlah tertentu, tawas dengan jumlah tertentu, dapat dengan mudah membunuh (memangsa) bakteri tersebut. Namun, ketika bakteri semakin banyak tawas akan semakin sulit membunuh bakteri, dan saat bakteri mencapai jumlah tertentu daya predasi tawas terhadap bakteri cenderung semakin menurun. (Ruan,S dan Xiao,D, 2001

Fenomena ini telah diteliti oleh Monod dan Haldane sehingga diperkenalkan olehnya fungsi respon tak monoton yang juga sering disebut fungsi respon Monod Haldane atau fungsi respon tipe IV. Fungsi ini merupakan modifikasi dari fungsi respon tipe II. Persamaan dari fungsi respon tipe IV Monod Haldane ini adalah (Ruan,S dan Xiao,D, 2001)

� = 2

+ +

Sokol and Howell juga meneliti tentang interaksi predator prey yang memiliki sifat tak monoton ini pada phenol dan pseudomonas putida, dia mengajukan fungsi Monod-Haldane yang lebih sederhana, dan menyatakan bahwa, model fungsi respon tak monoton yang baru ini meghasilkan nilai yang lebih baik dan lebih sederhana. Fungsi respon yang dia ajukan merupakan pengembangan dari fungsi respon tipe III. Persamaan dari fungsi respon tipe IV ini adalah (Ruan,S dan Xiao,D, 2001)

� = � + 2

(4)

4 ini kestabilan) suatu sistem yang terjadi akibat perubahan nilai parameter. (Guckenheimer, 1985: 151-152)

Ada macam-macam jenis bifurkasi, bifurkasi yang terjadi pada sistem dengan menggerakkan satu parameter, ada bifurkasi saddle node, bifurkasi transcritical, bifurkasi pitchfork, dan bifurkasi hopf. Sedangkan jika 2 parameter yang digerakkan ada jenis bifurkasi hysteresis, supercritical pitchfork, dan subcritical pitchfork.

Terjadinya bifurkasi saddle node ditandai oleh penambahan titik ekuilibrium pada saat nilai parameter tertentu. Misalkan parameter yang digerakkan adalah dan nilai parameter tertentu tersebut 0. Ketika < 0

terdapat 2 titik ekuilibrium, ketika = 0 terdapat 3 titik ekuilibrium, dan ketika

> 0 terdapat 4 titik ekuilibrium pada sistem.

Bifurkasi transcritical ditandai oleh persilangan dari dua cabang ekuilibrium dalam suatu diagram bifurkasi yang mana ekuilibrium setiap cabang mengalami perubahan kestabilan ketika = 0.

Sedangkan bifurkasi hopf terjadi pada suatu sistem jika ada titik ekuilibrium yang memiliki sepasang nilai eigen imaginer murni dan memenuhi kondisi transversal ( (� ( ))≠ 0). (Guckenheimer, 1985: 151-152)

Pada skripsi ini akan dibahas tentang analisis bifurkasi model predator prey dengan fungsi respon tak monoton, berparameter μ, μ adalah tingkat perbandingan penambahan populasi pemangsa terhadap banyaknya pengurangan jumlah mangsa. Dipilih fungsi respon tak monoton dengan model yang diperkenalkan oleh Sokol dan Howell karena bagi penulis fungsi respon tak monoton memiliki permasalahan yang lebih menarik untuk dibahas dibandingkan dengan fungsi respon yang lain dan menurut Sokol dan Howell model ini menghasilkan nilai yang lebih baik dan sederhana dibandingkan fungsi respon tak monoton Monod Haldane.

Model sistem predator prey dengan fungsi respon tipe IV pada saat nilai

(5)

5 sama dengan 0,372(1+1,8092)

1,809 diperkirakan terjadi bifurkasi hopf, dan pada saat nilai

μ sama dengan 0,767808 diperkirakan terjadi bifurkasi transcritical.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dirumuskan dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagaimana membentuk model matematika dari sistem predator prey dengan fungsi respon tak monoton?

2. Bagaimana pengaruh perubahan parameter μ (tingkat perbandingan penambahan populasi pemangsa terhadap banyaknya pengurangan jumlah prey) terhadap keadaan dinamik dari sistem predator prey dengan fungsi respon tak monoton?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui pembentukan model matematika dari sistem predator prey dengan fungsi respon tak monoton.

2. Untuk mengetahui pengaruh perubahan parameter terhadap keadaan dinamik dari sistem predator prey dengan fungsi respon tak monoton.

D. Batasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian skripsi ini tidak meluas, maka penulis perlu memberikan batasan yaitu sistem dinamik yang digunakan untuk memodelkan sistem predator prey di sini adalah sistem dinamik dimensi 2 dengan 1 parameter.

E. Manfaat Penelitian

(6)

6 1. Bagi Mahasiswa

Menambah wawasan dan kemampuan dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu matematika, dalam bidang biologi yaitu tentang keseimbangan interaksi antar makhluk hidup khususnya model predator prey.

2. Bagi Peneliti

a. Memberikan informasi kepada peneliti tentang keseimbangan suatu ekosistem khususnya model predator prey.

b. Dapat digunakan untuk memprediksi seberapa besar populasi predator dan populasi prey agar terjadi keseimbangan ekosistem. 3. Bagi Universitas

a. Menambah koleksi buku referensi yang ada di Perpustakaan Universitas Negeri Yogyakarta.

(7)

BAB II KAJIAN TEORI

Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema dari nilai eigen, vektor eigen, dan diagonalisasi, sistem persamaan differensial, model predator prey lotka-voltera, model logistic, fungsi respon, titik ekuilibrium, linearisasi sistem persamaan nonlinear, analisis kestabilan, bifurkasi, dan manifold center yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada bab III.

A. Nilai Eigen, Vektor Eigen, dan Diagonalisasi

Aplikasi dari aljabar linear terhadap matriks dengan persamaan dan variabel didefinisikan sebagai berikut:

Definisi 2.1: (J.Hale, H.Kocak : 267)

Nilai � disebut nilai eigen dari matriks yang berukuran × jika ada vektor bukan nol sedemikian sehingga,

= � ...(2.1) Vektor disebut vektor eigen dari ketika berkorespondensi dengan nilai eigen

�.

Untuk mencari nilai eigen dari matriks Persamaan (2.1) dapat ditulis kembali menjadi,

=��

− �� = 0

− �� = 0……….………(2.2)

Karena merupakan vektor bukan nol, maka − �� = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika,

− �� = 0

Berikut adalah definisi dari determinan matriks dengan ukuran × . Definisi 2.2 : (Anton, 1988: 63)

(8)

Contoh 2.1 : (nilai eigen real berbeda)

Akan dicari nilai eigen dan vektor eigen dari matriks berikut :

= 5 −4

4 −5

Penyelesaian :

− �� = 5 −4 4 −5 − �

0 0 � − �� = 5− � −4

4 −5− �

Persamaan karakteristiknya adalah

det⁡(A−Iλ) = 5− � −5− � − −4 4 = 0 

�225 + 16 = 0

�2 = 9

�1 = 3,�2 = −3

Sehingga diperoleh nilai eigen dari matriks adalah 3 dan -3 Selanjutnya akan dicari vektor eigen dari matriks

Misalkan vektor eigen dari adalah

= 1

2

untuk �1 = −3

− �� = 5−(−3) −4

4 −5−(−3)

1

2 =

8 −4

4 −2

1

2 =

0 0

diperoleh,

8 1−4 2 = 0

4 1−2 2 = 0  2 = 2 1

sehingga diperoleh vektor eigen

1

2 1

untuk �1 = 3

− �� = 5−(3) −4

4 −5−(3)

1

2 =

2 −4

4 −8

1

2 =

(9)

diperoleh,

2 1−4 2 = 0

4 1−8 2 = 0  1 = 2 2

sehingga diperoleh vektor eigen

2

1 2

Contoh 2.2 : (nilai eigen kompleks dan berbeda)

Akan dicari nilai eigen dan vektor eigen dari matriks berikut :

= 0 −4

1 0

Penyelesaian :

− �� = 0 −4 1 0 − �

0 0 � − �� = −� −4

1 −�

Persamaan karakteristiknya adalah

det⁡(A−I�) = −� −� − −4 1 = 0 2+ 4 = 0

2 = 4

1 = 2 atau �2 =−2

Sehingga diperoleh nilai eigen dari matriks adalah 2 dan −2 . Selanjutnya akan dicari vektor eigen dari matriks .

Misalkan vektor eigen dari adalah

= 1

2

untuk �1 = 2

− �� = (−2 ) −4

1 (−2 )

1

2 =

0 0

diperoleh,

(10)

2 = −1

2 1

sehingga diperoleh vektor eigen

1 −1

2

1

untuk �1 = −2 − �� = 2 −4

1 2

1

2 =

0 0

diperoleh,

2 1−4 2 = 0 1+ 2 2 = 0  1 =−2 2

sehingga diperoleh vektor eigen

12 2

Contoh 2.3 : (nilai eigen kembar)

Akan dicari nilai eigen dan vektor eigen dari matriks berikut :

= 3 0

0 3

Penyelesaian :

− �� = 3 0 0 3 − �

0

0 � =

0 0

− �� = 3− � 0

0 3− � =

0 0

Persamaan karakteristiknya adalah

det⁡( − ��) = 3− � 3− � = 0 (3− �)2 = 0

1,2 = 3

Sehingga diperoleh nilai eigen dari matriks adalah 3. Selanjutnya akan dicari vektor eigen dari matriks . Misalkan vektor eigen dari adalah

= 1

2

(11)

− �� = 3−3 0

0 3−3

1

2 =

0 0

diperoleh,

3.0 + 0. 2 = 0

sehingga diperoleh vektor eigen

1

0 1dan 0

1 2

Definisi 2.3: (Anton,1991:281)

Matriks A berukuran × dapat didiagonalisasi jika terdapat matriks P yang dapat di-invers sedemikian sehingga �−1 � adalah matriks diagonal. Sehingga dapat dikatakan bahwa matriks � mendiagonalisasi mariks .

Teorema 2.1 : (Anton, 1991:285)

Jika adalah matriks × , maka kedua pernyataan berikut ini ekuivalen, (i) dapat didiagonalisasi.

(ii) mempunyai vektor eigen bebas linear. Bukti:

(i) ⇒ (ii)

Karena dapat didiagonalisasi maka terdapat matriks � yang memiliki invers, misal,

�=

11 1

1

sehingga �−1 �= adalah matriks diagonal, dimana

=

�1 0

0 �

maka,

(12)

�=

11 1

1

�1 ⋱ 0

0 �

=

�1 11 � 1

�1 1 �

……….(2.3)

Jika dimisalkan 1, 2,…, menyatakan vektor-vektor kolom �, maka bentuk (2.3) kolom-kolom � yang berurutan merupakan �1 1,�2 2,…,� . Kolom

� yang berurutan adalah 1, 2,…, . Sehingga diperoleh

1 = �1 1, 2 =�2 2,…, =� ………...(2.4) Karena matriks � memiliki invers, maka vektor-vektor kolomnya tidak bernilai nol semuanya, jadi berdasarkan Definisi 2.1, �1,�2,…,� adalah nilai-nilai eigen

, dan 1, 2,…, adalah vektor-vektor eigen yang bersesuaian. Karena � memiliki invers maka diperoleh bahwa 1, 2,…, bebas linear. Jadi memiliki

vektor eigen bebas linear. (ii)⇒ (i)

Karena mempunyai vektor eigen bebas linear, misalkan 1, 2,…, maka terdapar nilai-nilai eigen yang bersesuaian yaitu �1,�2,…,� , dan misalkan

�=

11 1

1

adalah matriks yang vektor-vektor kolomnya adalah 1, 2,…, . Karena 1, 2,…, merupakan vektor eigen dari matriks dan kolom-kolom dari hasil kali � adalah 1, 2,…, , maka

1 =�1 1, 2 =�2 2,…, =�

sehingga diperoleh,

�=

�1 11 � 1

�1 1 �

=

11 1

1

�1 ⋱ 0

0 �

= �

matriks D adalah matriks diagonal yang memiliki nilai-nilai eigen �1,�2,…,� pada diagonal utamanya. Karena vektor-vektor kolom � bebas linear, maka matriks � memiliki invers. Jadi dapat didiagonalisasi.

Contoh 2.4:

(13)

Berdasarkan Contoh 2.1 matriks A mempunyai 2 vektor eigen yaitu

1 = 1

2 dan 2 = 2

1 . Matriks � dapat dibentuk dari vektor-vektor eigen

yaitu

�= 1 2

2

1 , dengan �−

1= 1/3

2/3

2/3 −1/3

Matriks D didefinisikan sebagai berikut.

=�−1 �

�−1 =1/3

2/3

2/3 −1/3

5 −4

4 −5 1 2

2 1

= 1 −2

2 −1 1 2

2 1 = −3

0 0 3

= −3 0

0

3 adalah matriks diagonal dengan nilai eigen matriks pada

diagonal utamanya. Sehingga dapat ditunjukkan bahwa matriks dapat didiagonalisasi oleh matriks �.∎

Contoh 2.5:

Tunjukkan bahwa matriks pada Contoh 2.2 dapat didiagonalisasi. Penyelesaian:

Berdasarkan Contoh 2.2 matriks A mempunyai 2 vektor eigen yaitu

1 = 1

−0,5 dan 2 = − 2

1 . Matriks � dapat dibentuk dari vektor-vektor

eigen yaitu

�= 1

−0,5 − 2

1 , dengan �

−1 = 1/2

/4 1/2

Matriks D didefinisikan sebagai berikut.

=�−1 �

�−1 = 1/2

/4 1/2

0 −4

1 0

1 −0,5 −

2 1

= −2

1/2 − 1 −0,5 −

(14)

= 2 0

0 −2

= 2

0 0

−2 adalah matriks diagonal dengan nilai eigen matriks pada

diagonal utamanya. Sehingga dapat ditunjukkan bahwa matriks dapat didiagonalisasi oleh matriks �.∎

Contoh 2.6:

Tunjukkan bahwa matriks pada Contoh 2.3 dapat didiagonalisasi. Penyelesaian:

Berdasarkan Contoh 2.3 matriks A mempunyai 2 vektor eigen yaitu

1 = 1

0 dan 2 = 0

1 . Matriks � dapat dibentuk dari vektor-vektor eigen

yaitu

�= 1 0

0

1 , dengan �−

1= 1

0 0 1

matriks D didefinisikan sebagai berikut,

=�−1 �

�−1 = 1

0 0 1

3 0

0 3 1 0

0 1

= 3 0

0 3

= 3 0

0 3 adalah matriks diagonal dengan nilai eigen matriks pada diagonal

utamanya. Sehingga dapat ditunjukkan bahwa matriks dapat didiagonalisasi oleh matriks �.∎

B. Sistem Persamaan Differensial

(15)

Persamaan differensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya untuk pemodelan yang membutuhkan solusi dari sebuah permasalahan. Misalnya seperti pemodelan matematika dalam bidang biologi khususnya untuk pertumbuhan suatu populasi. Pada dasarnya sistem persamaan differensial terdiri dari sistem persamaan differensial yang linear maupun nonlinear.

Diberikan sebuah sistem persamaan differensial sebagai berikut :

1 = 1 1, 2,…,

2 = 2 1, 2,…,

= 1, 2,…,

dengan kondisi awal 0 = 0

dimana,

:� ⊆ ℝ → ℝ , = , = 1,2,…, dan 1, 2,…, ∈ � ⊆ ℝ . Sistem Persamaan (2.5) dapat ditulis sebagai berikut :

= �( )………..……….(2.6)

dengan = 1, 2,…, ∈ � ⊆ ℝ dan � = 1( ), 2( ),…, ( ) , dan syarat awal 0 = 10, 20,…, 0 = �.

Sistem persamaan differensial (2.6) disebut sistem autonomous karena pada sistem ini bergantung pada waktu secara implisit, sedangkan sistem yang bergantung pada waktu secara explisit disebut sistem non-autonomous.

Sistem (2.6) disebut sistem persamaan differensial linear jika 1( ), 2( ),…, ( ) masing-masing linear dalam = 1, 2,…, . Sistem dapat ditulis sebagai

= ……….………(2.7)

dengan ∈ R , matriks berukuran × dan

= =

1

(16)

Dengan kondisi awal 0 = 0, solusi dari Persamaan (2.8) adalah

( ) = 0…………...….………(2.9)

Bukti :

( ) = 0

= ( ) = 0

! ∞

=0 0

 0 +

! ∞

=1 0

 0 + . . −1

! ∞

=1 0

 −1 ( −1)! ∞

=1 0

 1 0 0! +

2 1

1! + 3 2

2! + 0

 + 2 + 3 2

2! + 0

 (1 + + 2 2

2! ) 0

 (

! ∞

=0 ) 0

( )

= 0

( ) = ( )

= ∎

Ada tiga kemungkinan bentuk yang berkaitan dengan nilai, yaitu

1. Jika matriks berukuran × , memiliki nilai eigen real dan berbeda maka bentuk menjadi (Perko L,2001:7)

= � [ � ]�−1,

Dengan �= [ 1, 2,… ] adalah matriks yang memiliki invers, dan � adalah nilai eigen dari matriksks , dengan 1 , ∈ � dan

=

�1 0

0 �

, sehingga Persamaan (2.9) menjadi

(17)

2. Jika matriks berukuran × , memiliki nilai eigen kompleks yang berbeda maka bentuk menjadi (Perko L,2001:29)

= � cos( ) −sin( )

sin( ) cos( ) �−

1,

Dengan �= [ 1 1, 2 2,… ] adalah matriks yang memiliki invers, dan � = ± adalah nilai eigen dari matriks , dengan 1

2,

∈ �, sehingga Persamaan (2.9) menjadi

( ) =� cos( ) −sin( )

sin( ) cos( ) �−

1

0…...(2.11)

3. Jika matriks berukuran × , memiliki nilai eigen real yang berulang maka bentuk menjadi (Perko L,2001:33)

= � � 1 +� + +� −1 −1

−1 ! �−1,

Dengan �= [ 1 1, 2 2,… ] adalah matriks yang memiliki invers, dan � adalah nilai eigen dari matriks ,dan � adalah matriks nilpotent berorde k dimana �= − , = � [� ]�−1, dengan syarat � −1 ≠

0 dan � = 0, untuk . Sehingga Persamaan (2.9) menjadi

( ) =� � 1 +� + +� −1 −1

−1 ! �−1 0……..(2.12)

Selanjutnya jika Sistem (2.6) tidak dapat dinyatakan dalam bentuk Sistem (2.7) maka Sistem (2.6) tersebut disebut sistem persamaan differensial nonlinear. Berikut adalah contoh sistem persamaan differensial linear, yaitu

=−

=

sedangkan contoh persamaan differensial nonlinear adalah

= 2

=− 2

Contoh 2.7a:

Tunjukkan bahwa matiks � = 3 0

0 0 adalah matriks nilpotent!

(18)

Matrik � dikatakan matriks nilpotent jika matriks �memiliki sifat � −1 ≠0 dan

� = 0, untuk .

�= 3 0

0 0

�2 =×= 3 0

0 0

3 0

0 0 =

0 0

0 0

Jadi telah tertunjukkan bahwa matriks N adalah matriks nilpotent dengan orde 2.

Contoh 2.7:

Akan dicari solusi dari = , dimana = 5 −4

4 −5

Berdasarkan Contoh 2.1 matriks memiliki 2 nilai eigen real yang berbeda yaitu

�1 = 3 dan �2 = −3 dengan 2 vektor eigen yang bersesuaian yaitu

1 = 1

2 dan 2 = 2

1 . Sehingga diperoleh matriks � yang dibentuk dari

vektor-vektor eigen yaitu

�= 1 2

2

1 , dengan �−

1= 1/3

2/3

2/3 −1/3

Solusi dari sistem tersebut adalah

=

=� [ � ]�−1 0

= 1 2 2 1 3 0 0

−3 −

1/3 2/3

2/3 −1/3 0

= 3

2 3

2 −3

−3 −

1/3 2/3

2/3 −1/3 0

= −

3

3 +

4 −3 3

−233 +2 −3

3

2 −3 3 −2 −

3 3 4 3 3 − −3 3 0 Contoh 2.8:

Akan dicari solusi dari = , dimana = 0 −4

1 0

(19)

13

1 = 1

−0,5 dan 2 = − 2

1 . Sehingga diperoleh matriks � yang dibentuk dari

vektor-vektor eigen yaitu

�= 1

−0,5 − 2

1 , dengan �−

1 = 1/2

/4 1/2

�−1 = 2

0 0 −2

Solusi dari sistem tersebut adalah

=

=� −2 cos( ) −sin( )

sin( ) cos( ) �−

1 0 = 1 −0,5 −2 1

2 cos(0 ) 0. sin(0 )

0. sin(0 ) −2 cos(0 )

1/2

/4 1/2 0

= 1

−0,5 − 2 1

2 0

0 −2

1/2

/4 1/2 0

=

2 2 −2

−0,5 2 −2 1/2

/4 1/2 0

= 0,5

2 0,5 2

−0,25 2 + 0,25 −2 0,5 −2 0

Contoh 2.9:

Akan dicari solusi dari = , dimana = 3 0

0 3

Berdasarkan Contoh 2.3 matriks memiliki nilai eigen kembar yaitu �1 = �2 =

3 dengan 2 vektor eigen yang bersesuaian yaitu 1 = 1

0 dan 2 = 0 1 .

Sehingga diperoleh matriks � yang dibentuk dari vektor-vektor eigen yaitu

�= 1 0

0 1 dengan�

−1 = 1 0

0 1

Solusi dari sistem tersebut adalah

=

=� � 1 +� + +� −1 −1

−1 ! �−1 0

= 1 0

0 1

3 0

0 3

1 0

0 1 0

= 3 0

(20)

14 Perilaku pada sistem persamaan differensial dapat dilihat dari medan arah, orbit, dan potret fase dari sistem tersebut, berikut penjelasan tentang medan arah orbit, dan potret fase.

1. Medan Arah

Setiap titik pada ruang ( , ) dimana �( ) terdefinisi, ruas kanan Persamaan (2.7) memberikan nilai-nilai dari turunan yang dianggap sebagai gradien dari ruas garis pada titik tertentu. Kumpulan dari ruas garis tersebut disebut medan arah dari Persamaan (2.7).

Grafik solusi Persamaan (2.7) yang melalui 0 merupakan kurva pada ruang dimensi ( , ) yang didefinisikan oleh ,� , 0 : ∈ � 0 .

Contoh 2.9 :

Diberikan sistem persamaan differensial sebagai berikut :

=

=− ……..………..……..(2.12a) Grafik solusi dari Sistem (2.12a) dengan nilai awal pada titik (1,2) berbentuk spiral yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Pada Gambar 2.1 terlihat bahwa untuk kenaikan waktu( ), kurva akan berputar mengelilingi sumbu menjauhi bidang-xy. Gambar 2.1 dibuat menggunakan aplikasi Maple 15 dengan perintah pada lampiran 10.

Gambar 2. 1. Grafik solusi sistem (2.12a) pada ruang (�, , )

(21)

15 Gambar 2.1 menunjukkan bahwa ketika t terus bertambah kurva membentuk spiral, dimana nilai x dan y berulang pada periode 2П.

2. Orbit

Orbit menurut Hale dan Kocak merupakan proyeksi dari grafik solusi pada bidang-xy. Pada orbit diberi panah untuk mengindikasikan arah dimana

� , 0 mengalami perubahan untuk yang semakin meningkat. Gambar 2.2 merupakan orbit dari Sistem (2.12a) yang dibuat menggunakan aplikasi Maple 15 dengan perintah pada lampiran 10.

Gambar 2. 2 Orbit sistem (2.12a)

Gambar 2.2 menunjukkan bahwa pada kuadran I dan IV ketika nilai x membesar maka nilai y mengecil, sedangkan pada kuadran II dan III ketika nilai x membesar maka nilai y juga membesar, dan nilai solusi (x,y) dari Sistem (2.12a) dengan nilai awal (1,2) memiliki jarak yang sama terhadap titik pusat (0,0), sehingga membentuk suatu lingkaran.

3. Potret Fase

Potret fase dari persamaan differensial menurut Hale dan Kocak merupakan kumpulan dari semua orbit, dengan kata lain potret fase juga merupakan proyeksi dari grafik solusi pada bidang-xy. Pada potret fase juga diberi panah berarah. Gambar 2.1 merupakan potret fase dari sistem (2.12a) yang dibuat menggunakan aplikasi Maple 15 dengan perintah pada lampiran 10.

y

x

(0,0)

(22)

16 Gambar 2. 3 Potret fase sistem 2.12a

Gambar 2.3 merupakan kumpulan dari grafik solusi pada bidang-xy dengan nilai awal (1;2), (1;1,5), (1;1), dan (1;0,5).

C. Model Predator Prey Lotka-Voltera, Model Logistik, dan Fungsi Respon

Persamaan Lotka-Volterra, juga dikenal sebagai sistem persamaan predator prey, yang merupakan sepasang persamaan differensial orde pertama dan non-linear. Persamaan ini adalah persamaan yang masih sederhana. Asumsi dasar dari persamaan Lotka-Voltera bahwa populasi mengalami pertumbuhan dan peluruhan secara exponensial, dimana faktor lain ditiadakan. Berikut sistem persamaan Lotka-Voltera: (Verhulst,1990:180 )

= ( − )………(2.13)

= (− + )……….(2.14)

(23)

17 suatu nilai tertentu. Pada masa tertentu jumlah populasi akan mendekati titik kesetimbangan (ekuilibrium), pada titik ini jumlah kelahiran dan kematian dianggap sama.

Ketika diasumsikan laju populasi akan tumbuh cepat mendekati eksponensial dan tak terbatas maka dapat ditulis model laju pertumbuhan populasi sebagai berikut:

= ……….. (2.15)

Namun karena keterbatasan sumber daya alam, Persamaan (2.15) dapat ditulis sebagai persamaan berikut,

= −

= 1−

� ………..….... (2.16) Persamaan (2.16) disebut model logistik.

Pada tahun 1953 Holling memperkenalkan fungsi respon. Fungsi respon predator adalah tingkat predasi (daya makan) predator terhadap jumlah makanan/mangsa. Sehingga fungsi respon berkaitan erat dengan peningkatan populasi predator atau pengurangan populasi prey saat saling berinteraksi. Misal fungsi respon dinotasikan dengan maka haruslah fungsi nonlinear dan terbatas.

Holling memperkenalkan 3 fungsi respon, yaitu fugsi respon tipe I, fungsi respon tipe II dan fungsi respon tipe III.

Persamaan dari fungsi respon tipe I ini adalah =

+ . Pada fungsi respon tipe I, ketika populasi mangsa meningkat daya konsumsi predator pun meningkat, sehingga jumlah populasi predator semakin meningkat pula. Persamaan dari fungsi respon tipe II ini adalah = 2 2

+ + . Pada fungsi respon tipe II lebih kompleks dari fungsi respon tipe I karena pada fungsi respon ini memperhatikan waktu predator dalam mencerna mangsa. Sedangkan Persamaan dari fungsi respon tipe III ini adalah = 2

(24)

18 populasi prey yang lain ketika populasi prey yang dimakan mulai berkurang. (Ruan,S dan Xiao,D, 2001)

Ketiga fungsi respon tersebut merupakan fungsi monoton naik. Namun ada interaksi predator prey yang memiliki sifat yang tidak monoton, yaitu ketika pada jumlah populasi mangsa tertentu, tingkat konsumsi pemangsa menurun karena ada sifat bertahan dari mangsa, yaitu ketika mangsa meningkat tingkat pertahanan kelompoknya pun meningkat.

Persamaan dari fungsi respon tipe IV Monod Haldane yang merupakan pengembangan dari fungsi respon tipe II adalah = 2

+ + . Sedangkan fungsi respon tipe IV Sokol and Howell yang merupakan pengembangan dari fungsi respon tipe III adalah =

+ 2. (Ruan,S dan Xiao,D, 2001) D. Titik Ekuilibrium

Solusi dari suatu sistem yang tidak mengalami perubahan terhadap waktu disebut titik ekuilibrium atau titik tetap. Berikut adalah definisi dari titik ekuilibrium pada suatu sistem persamaan differensial,

Definisi 2.4 : (Perko, 2001: 102)

Diberikan suatu sistem persamaan differensial = = ( ), , ( ) ∈ . Titik

∈ disebut titik ekuilibrium jika dan hanya jika = 0.

Contoh 2.10

Akan dicari titik ekuilibrium dari Sistem (2.13) dan (2.14) Penyelesaian :

Misal : = = ( − ) dan = = (− + ) ( ) = 0 dan = 0

Sehingga didapat persamaan-persamaan berikut :

0 = ( − )……….…...….……(2.17)

0 = (− + )…………....…….……..(2.18)

(25)

19

( ) = 0 jika dan hanya jika = 0 ………...……..(2.19) atau

− = 0

= ………..………..…(2.20)

Selanjutnya jika kita subtitusikan (2.19) ke (2.18) maka diperoleh

(− + . 0) = 0

= 0………….……….….(2.21) Kemudian subtitusikan Persamaan (2.20) ke Persamaan (2.18)

(− + . ) = 0

= 1( + )……….……...……..(2.22)

Sehingga diperoleh dua titik ekuilibrium yaitu T1 = (0,0) dan T2 = (

1

( + ), )

E. Linearisasi Sistem Persamaan Nonlinear

Linearisasi adalah proses melinearkan fungsi nonlinear. Linearisasi dilakukan untuk melihat perilaku sistem di sekitar titik ekuilibrium. Dengan linearisasi pada sistem nonlinear akan diperoleh pendekatan yang baik.

Definisi 2.5 : (J.Hale, H.Kocak : 267)

Jika adalah titik ekuilibrium dari = ( ), maka persamaan differensian linear

= ( )

Disebut persamaan linearisasi dari vektor field pada titik ekuilibrium . Dimana,

�= ( 1, 2) dan

=

� 1 � 1( )

� 1 � 2( ) � 2

� 1( ) � 2 � 2( )

………(2.23)

Matriks disebut sebagai matriks Jacobian. Contoh 2.11 :

Akan dicari bentuk linear dari Sistem (2.13) dan (2.14) dengan pusat

(26)

20 Misalkan :

= − ∗

= − ∗

1 = = ( − )

2 = = (− + )

Maka,

� 1

� = − ………..………...…..(2.24) � 1

� =− ……….……(2.25)

� 2

� = ………(2.26)

� 2

� =− + ………..……(2.27)

Berdasarkan (2.24), (2.25), (2.26), (2.27), diperoleh

= � 1

� (0,0)

� 1

� (0,0)

� 2

� (0,0)

� 2

� (0,0)

∗∗

= 0

0 −

Sehingga,

=

=−

Selain linearisasi menggunaka matriks Jacobian, deret Taylor dan deret Maclaurin juga merupakan salah satu cara untuk melinearisasi.

Definisi 2.6: (Thomas dan Ross, 1996: 672)

Misalkan ( ) dapat diturunkan hingga kali pada = , maka ( ) dapat dinyatakan sebagai deret kuasa,

= + ′ + ′′( ) 2

2! + +

( )

(27)

21 Definisi 2.7: (Yuri A. Kuznetsov, 1998: 93)

Misalkan ( , ) dapat diturunkan hingga kali pada , = ( , ), maka

( , ) dapat dinyatakan sebagai deret kuasa,

, = , +� ′ ,

� +

� ′

� +

� ′′ ,

� � + +

1 ! !

� + ,

� � (2.29)

Persamaan (2.28) merupakan deret Taylor dengan satu variabel menggunakan pusat = , sedangkan Persamaan (2.29) merupakan deret Taylor dengan dua variabel menggunakan pusat , = ( , ), jika pusat = 0 atau , = 0,0

disebut dengan deret Maclaurin.

Contoh 2.12:

Akan dicari deret Taylor dari , = ( − ) dengan pusat , = 0,0 . Penyelesaian :

Dicari : 0,0 = 0,� ′ 0,0 = ,� ′ 0,0 = 0,�� �′′ 0,0 = − ………(2.30)

Sehingga diperoleh deret Taylor dari , dengan mensubtitusikan (2.30) ke (2.28) yaitu

, = − +

F. Analisis Kestabilan Definisi 2.8: Olsder:2003:53

Diberikan sebuah sistem persamaan differensial = ( ), dengan kondisi awal

0 = 0, dan penyelesaian pada waktu dinotasikan dengan ( , 0), maka (i) Sebuah vektor yang memenuhi = 0 disebut titik ekuilibrium. (ii) Sebuah titik ekuilibrium disebut stabil jika untuk setiap > 0 ada

> 0 sedemikian sehingga, jika 0− < , maka , 0 −

< untuk setiap 0.

(iii) Sebuah titik ekuilibrium disebut stabil asimtotik jika stabil dan ada sebuah 1 > 0 sedemikian sehingga lim →∞ , 0 − = 0 bila

(28)

22 (iv) Sebuah titik ekuilibrium x tidak stabil jika untuk setiap > 0 ada

> 0 sedemikian sehingga, jika x0−x < , maka x t, x0 −x < untuk setiap t 0.

Berikut gambar ilustrasi kestabilan titik ekuilibrium yang stabil, stabil asimtotik, dan tidak stabil.

Stabil Stabil Asimtotik Tidak Stabil Gambar 2. 4 Kestabilan Titik Ekuilibrium

Pada Gambar 2.1 terlihat bahwa titik ekuilibrium stabil jika tiap solusi pada waktu memiliki jarak yang dekat dengan titik ekuilibrium. Titik ekuilibrium stabil asimtotik jika tiap solusi pada waktu dan pada setiap diambil titik awal, solusi mendekati titik ekuilibrium. Sedangkan titik ekuilibrium dikatakan tidak stabil apabila tiap solusi pada waktu dan pada setiap diambil titik awal, solusi menjauhi titik ekuilibrium.

Titik ekuilibrium dapat dicari kestabilannya menggunakan nilai eigen pada matriks Jacobiannya ( ( )), jika titik ekuilibrium tersebut hiperbolik. Berikut definisi dari titik ekuilibrium hiperbolik,

Definisi 2.9 (Perko, 2001: 102)

Titik ekuilibrium dikatakan hiperbolik jika semua nilai eigen dari matriks Jacobian ( ) mempunyai bagian real tak nol.

(29)

23 Teorema 2.2 : (Olsder dan Woude, 2003:57)

Diberikan sistem linear = , dengan matriks berukuran × dan memiliki k nilai eigen yang berbeda � untuk = 1,2,… dan , maka

(i) Titik ekuilibrium = 0 dikatakan stabil asimtotik jika dan hanya jika untuk setiap � < 0.

(ii)Titik ekuilibrium = 0 dikatakan tidak stabil jika dan hanya jika ada paling sedikit satu � > 0.

Bukti :

(i) Akan dibuktikan titik ekuilibrium = 0 stabil asimtotik jika dan hanya jika untuk setiap � < 0

Penyelesaian : Pembuktian (ke kanan)

Berdasarkan Definisi (2.8 (ii)), sebuah titik ekuilibrium disebut stabil asimtotik jika lim →∞ , 0 − = 0. Artinya untuk t mendekati∞, maka , 0

akan medekati ke = 0. Karena , 0 merupakan solusi dari sistem persamaan differensial, maka berdasarkan Persamaan (2.11), , 0 selalu memuat � . Sehingga jika � menuju ke = 0, maka � haruslah bernilai kurang dari nol/ negatif.

Pembuktian (ke kiri)

Karena , 0 merupakan solusi dari sistem persamaan differensial, maka

, 0 berdasarkan Persamaan (2.11) selalu memuat � . Jika � < 0

maka untuk → ∞, , 0 akan mendekati = 0, atau dapat ditulis

lim→∞ , 0 − = 0. Berdasarkan Definisi (2.28 (ii)), titik ekuilibrium

= 0 stabil asimtotik. ∎

(ii)Akan dibuktikan titik ekuilibrium tidak stabil jika dan hanya jika untuk setiap � > 0.

(30)

24 Pembuktian (ke kanan)

Titik ekuilibrium = 0 tidak stabil jika untuk mendekati ∞ maka

, 0 mendekati ∞. Karena , 0 solusi dari sistem persamaan differensial maka berdasarkan Persamaan (2.11) , 0 selalu memuat � . Sehingga

, 0 mendekati ∞ akan terpenuhi jika � > 0.

Pembuktian (ke kiri)

Karena , 0 merupakan solusi dari sistem persamaan differensial, maka

, 0 berdasarkan Persamaan (2.11) selalu memuat � . Jika � > 0

mengakibatkan untuk → ∞ maka , 0 mendekati ∞ atau dengan kata lain

, 0 menjauhi titik ekuilibrium = 0. Sehingga = 0 dikatakan tidak stabil.

G. Bifurkasi

Definisi 2.10 : (Guckenhimer dan Holmes :1985:117)

Bifurkasi adalah perubahan kualitatif (dalam hal ini kestabilan) suatu sistem yang terjadi akibat perubahan nilai parameter.

Biasanya bifurkasi terjadi pada penyelesaian titik setimbang yang mempunyai paling sedikit satu nilai eigen sama dengan nol pada bagian realnya. Bifurkasi yang paling sederhana untuk dipelajari adalah bifurkasi dimensi-1 dari ekuilibrium dengan satu parameter. Pada kasus ini, diasumsikan persamaan normal dipelajari disekitar solusi-solusi ekuibrium dari sistem. Bifurkasi ini dikenal dengan bifurkasi satu parameter dari sistem. Beberapa jenis bifurkasi satu parameter adalah bifurkasi saddle node, bifurkasi traskritical, dan bifurkasi hopf.

a. Bifurkasi Saddle Node

(31)

25 bentuk sistem berdimensi-1 yang mengalami bifurkasi saddle node adalah (Wiggins,2003:366)

= + 2 , ∈ 1…………..…………(2.31a)

= − 2 , ∈ 1…………..…………(2.31b)

Titik ekuilibrium dari Sistem (2.31a) dan (2.31b) berturut-turut adalah = ± − dan = ± . Terdapat tiga kondisi yang memenuhi Persamaan (2.31a) dan (2.31b), yaitu saat = 0, < 0, dan > 0. Berikut gambar potret fasenya,

(a) Potret fase Persamaan (2.31a) (b) Potret fase Persamaan (2.31b) Gambar 2. 5 Potret Fase Bifurkasi Saddle Node

Berikut ini diagram bifurkasi saddle node persamaan (2.31a) dan (2.31b)

(a) Diagram Bifurkasi Persamaan (2.31a) (b) Diagram Bifurkasi Persamaan (2.31b) Gambar 2. 6 Diagram Bifurkasi Saddle Node

b. Bifurkasi Transcritical

(32)

26 cabang mengalami perubahan kestabilan ketika = 0. Salah satu bentuk sistem berdimensi-1 yang mengalami bifurkasi transcritical adalah (Wiggins,2003: 370)

= + 2 , ∈ 1…………..…………(2.32a)

= − 2 , ∈ 1…………..…………(2.32b)

Titik ekuilibrium dari Sistem (2.32a) adalah = 0 dan = . Terdapat tiga kondisi yang memenuhi Persamaan (2.32a), yaitu saat = 0, < 0, > 0. (a) Potret fase

Persamaan (2.32a)

(b) Potret fase Persamaan (2.32b)

Gambar 2. 7 Potret Fase Bifurkasi Transcritical

Berikut ini diagram bifurkasi transcritical Persamaan (2.32a) dan (2.32b)

(a) Diagram bifurkasi 2.32a (b) Diagram bifurkasi 2.32b Gambar 2. 8 Diagram Bifurkasi Transcritical

c. Bifurkasi Hopf

(33)

27

( ( 0, 0)) mempunyai sepasang nilai eigen imajiner murni dan tidak ada nilai eigen lain dengan bagian real nol, serta memenuhi kondisi transversal yaitu

( (�( )))≠0. Bentuk normal bifurkasi Hopf adalah sebagai berikut: (Kuznetsov, 1998:100)

= − ± 2+ 2 ,

= + ± 2+ 2 ,

Atau bila diubah dalam koordinat polar adalah sebagai berikut : 2 = 2+ 2

↔2 = 2 + 2 ,

↔ = + ,

↔ = − ±

2+ 2 + ( + ± 2+ 2 )

↔ = 2+ 2 ± 2+ 2

2 ,

↔ = ± 3.

Sehingga diperoleh bentuk standar bifurkasi Hopf pada koordinat polar yaitu

= + 3………..(2.33a) dan

= − 3………..(2.33b) Solusi dari Persamaan (2.33a) ditunjukkan pada Gambar 2.6 (Wiggins, 2003:381)

Gambar 2. 9. Solusi � =��+��

(34)

28 sistem tidak stabil, ditunjukkan dengan ketika diambil titik awal, solusi menjauhi titik ekuilibrium.

Sedangkan solusi dari Persamaan (2.33b) ditunjukkan pada Gambar 2.7. (Wiggins, 2003: 381)

Gambar 2. 10. Solusi � = �� − ��

Ketika < 0 dan = 0 maka sistem stabil asimtotik, ditunjukkan dengan ketika diambil titik awal, solusi mendekati titik ekuilibrium. Ketika > 0 sistem tidak stabil dan membentuk orbit periodik yang stabil, ditunjukkan dengan ketika mengambil titik awal jauh dari titik ekuilibrium solusi mendekati titik sedangkan ketika diambil titik awal dekat dengan titik ekuilibrium solusi menjauhi titik.

H. Manifold Center

Ketika suatu sistem memiliki nilai eigen yang pada bagian realnya adalah nol, maka kestabilan sistem tidak dapat dilakukan dengan melihat kestabilan linearisasi sistemnya. Sehingga, analisis kestabilan sistem dilakukan dengan normalisasi sistem menggunakan teorema manifold center.

Sebuah sistem persamaan differensial didefinisikan sebagai berikut: (Wiggins, 2003: 246)

= + ( , )

= + , , ( , ) ∈ × ……(2.34)

dimana,

0,0 = 0, 0,0 = 0

0,0 = 0, 0,0 = 0

dengan A adalah matriks × dengan nilai eigen tidak hiperbolik, B matriks

(35)

29

( 2). Misalkan Persamaan (2.34) bergantung pada parameter, ∈ ℝ , maka sistem persamaan differensial dapat ditulis sebagai berikut :

= + ( , , )

= + , , , ………..…(2.35)

dimana,

0,0,0 = 0, 0,0,0 = 0

0,0,0 = 0, 0,0,0 = 0

Dengan matriks × dengan nilai eigen tidak hiperbolik, matriks ×

dengan nilai eigen hiperbolik negatif, dimana dan adalah fungsi ( 2). Untuk menyelesaikan Sistem (2.35) kita menyertakan parameter sebagai variabel bebas baru sebagai berikut :

= 0, ( , , ) ∈ ℝ ×ℝ ×ℝ ….(2.36)

= + ( , , )

Dinamik dari (2.35) dibatasi oleh manifold center untuk yang cukup kecil :

( , )∈ ℝ ×ℝ

= + ( , , , )

= 0

Selanjutnya, akan diturunkan persamaan ( ) yang harus dipenuhi sehingga dapat kita menggambarkan manifold center dari (2.35). Misalnya kita memiliki persamaan manifold center :

0 = ( , , )∈ ℝ ×ℝ ×ℝ | = , , < , < ,

0,0 = 0, 0,0 = 0 ,.……2.37)

Untuk dan cukup kecil. Dengan menggunakan invariant dari terhadap Persamaan (2.35), kita dapat menurunkan persamaan differensial parsial yang harus dipenuhi oleh ( , ):

= , + , = , + ( , , , )……….(2.38)

Kemudian dengan mensubtitusi

= + ( , , , )………(2.39)

= 0………(2.40)

(36)

30

�( , = , [ + , , , ) − ( , − , , , =

0 ………..…………..………(2.41)

(37)

89

DAFTAR PUSTAKA

Anton, H. 1991. Aljabar Linear Elementer. Ed ke-5. Pantur Silaban & I Nyoman Susila, penerjemah. Jakarta:Erlangga.

Kreyszig,E.1988.Matematika Teknik Lanjutan.Hutahaean & Nababan, penerjemah. Jakarta:Erlangga.

Guckenheimer, J., & Holmes, P. 1985. Nonlinear Oscillations, Dynamical Sistems, and Bifurcations of Vektor Fields. New York: Springer.

Hale,J., & Kocak,H.1991. Dynamics and Bifurcations. New York: Springer. Kuznetsov, Y. 1998. Elements of Applied Bifurcations Theory. New York:

Springer.

Olsder,G.J & dr.J.W.van der Woude.2004.Mathematical Sistems Theory intermediate third edition. Delft:VVSD.

Perko, L. (2001). Differential Equations and Dynamical Sistem Texts in Applied Mathematics Vol 7. New York: Springer-Verlag.

Ruan, Shigui & Xiao,Dongmei.2001.Global Analysis in a Predator Prey Sistem with Nonmototonic Functional Response. Society for Industrial and Applied Mathematics (Vol. 61 No. 4). Hlm. 1445–1472.

Thomas,George B.Jr. & Ross L. Finney.1996.Calculus and Analytic Geometry. Massachusetts: Addison-Wesley.

Verhulst, F. 1990. Nonlinear Differential Equations and Dynamical Sistems. New York: Springer.

(38)

90

Referensi

Dokumen terkait

hubungan masyarakat dan publisitas tidak berpengaruh positif terhadap preferensi, yakni hanya dapat menaikkan preferensi di STIE Widya Wiwaha Yogyakarta sebesar 3,9% dengan

Proses kegiatan belajar mengajar pada SMA ‘Aisyiyah 1 Palembang telah didukung oleh tekno logi informasi seperti absensi, jadwal, materi, tugas, nilai dan

drg.. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut dari peserta penyuluhan sebesar 49%. Melalui latihan sikat gigi

Oleh bangsa Indonesia, Pangeran Diponegoro yang dikenal dengan sorban dan jubahnya, kemudian diakui sebagai salah satu Pahlawan Nasional, yang sangat besar jasanya bagi

antara peta kesesuaian lahan tanaman mahoni dengan peta kerawanan longsorlahan yang akan menghasilkan peta hubungan kesesuaian lahan tanaman mahoni dengan

Mengajarkan Alquran hendaknya dimulai sejak dini, sebab masa kanak- kanak adalah masa perkembangan manusia sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Alquran

Pengujian model pertumbuhan rusa timor di padang penggembalaan Sadengan tidak dapat dilakukan karena ukuran populasi pada tahun 2005 melebihi kapasitas daya dukung