BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Di negara demokrasi tuntutan masyarakat akan keterbukaan informasi
semakin besar. Perkembangan Teknlogi Informatika (telematika) ini telah
melahirkan penyimpangan-penyimpangan bagi lingkungan sekitarnya termasuk
didalamnya manusia. Perubahan sosial yang timbul sebagai implikasi
berkembangnya ranah telematika haruslah menempatkan hukum sebagai sandaran
kerangka untuk mendukung usaha-usaha perubahan yang terjadi dalam
masyarakat1. Pada masa sekarang ini kemajuan akan teknologi informasi, media elektronika dan globalisasi terjadi hampir disemua bidang kehidupan. Komputer
merupakan salah satu penyebab munculnya perubahan sosial pada masyarakat,
yaitu mengubah perilakunya dalam berinteraksi dengan manusia lainnya,
yang terus menjalar kebagian lain dari sisi kehidupan manusia, sehingga muncul
adanya norma baru, nilai-nilai baru, dan sebagainya2.
Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik,
optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan
penyimpan3. Pesatnya perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi, menyebabkan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang
secara langsung dan mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan
1
Maskun, Kejahatan Ciber Cyber Crime Suatu Pengantar, Kencana, Jakata, 2013, hal., 9.
2
Dikdik M. Arif mansyur, dan Elisatris Gultom, CYBER LAW Aspek Hukum Teknologi Informasi, Refika Aditama, Bandung, 2005, hal., 3.
3
hukum baru. Penggunaan dan pemamfaatan teknologi informasi harus
terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh
persatuan dan kesatuan nasional. Berdasarkan peraturan
perundang-undangan demi kepentingan nasional, disamping itu pemamfaatan
teknologi informasi berperan penting dalam perdagangan dan
pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat4.
Perkembangan teknologi komputer khususnya yang berbasis
telekomunikasi, mengenal suatu hal baru yang popular dengan sebutan
internet. Internet diartikan sebagai jaringannya jaringan yang telah
berkembang di seluruh dunia dan menjadi suatu fenomena yang
mengasyikkan dengan tantangan baru tersendiri. Dalam konteks yang
sangat kompleks, fenomena internet kemudian lebih dikenal dengan cyber
space 5 .Yang mana dengan perkembangan fenomena internet ini kemuadian menimbulkan banyaknya konflik yang terjadi antara manusia
yang satu dengan manusia lainnya yang menyebabkan banyaknya terjadi
kasus-kasus di media sosial misalnya pencemaran nama baik seseorang.
Dengan munculnya internet ini juga dapat mengudang tangan-tangan
kriminal dalam beraksi baik untuk mencari keuntungan materi maupun
sekunder dan melampiaskan keisengan dari sipelaku internet itu sendiri.
Suatu teori menyatakan, criem is product of society its self 6. Adanya
4
Siswanto Sunarso, Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik Studi Kasus : Prita Mulya Sari,
Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hal., v.
5
Maskun , Op, Cit., hal., 2.
6
pengaruh globalisasi dengan penggunaan sarana teknologi informasi dan
komunikasi telah mengubah pola hidup masyarakat dan berkembang pada
tatanan kehidupan baru dan mendorong terjadinya perubahan sosial,
ekonomi, budaya, pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum.
Perkembangan teknologi juga telah dimamfaatkan dalam kehidupan sosial
masyarakat, dan telah memasuki berbagai sektor kehidupan baik dalam
pemerintahan, sektor bisnis, perbankan, pendidikan ,kesehatan, dan
kehidupan pribadi.
Selain berdampak positif, perkembangan teknologi komunikasi juga
menimbulkan dampak negatif yakni menimbulkan peluang untuk
melakukan kejahatan-kejahatan baru atau sering disebut (ciber crime)
sehingga diperlukan upaya protektif dari pemerintah. Sehingga dapat juga
dikatakan bahwa teknologi Informasi dan Komunikasi bagaikan pedang
bermata dua dimana selain memberikan dampak positif bagi peningkatan
kesejahteraan, kemajuan, dan peradapan manusia, juga menjadi sarana
potensial dan sarana efektif untuk melakukan perbuatan melawan hukum7. perbuatan melawan hukum di dunia maya merupakan fenomena yang
sangat menghawatirkan mengingat tindakan carding, hacking, penipuan,
terorisme dan penyebaran informasi destriktif telah menjadi bagian dari
aktivitas pelaku kejahatan di dunia maya8.
Oleh karena itu, untuk menjamin kepastian hukum pemerintah
berkewajiban untuk melakukan regulasi terhadap aktivitas terkait dengan
pemamfaatan teknologi informasi dan komunikasi tersebut. Oleh sebab itu
7
(log), Op, Cit., hal., 39-41.
8
Pemerintah mengundangkan Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Teknologi Elektronika sebagai wujud dari tanggung
jawab yang harus diemban oleh Negara. Untuk memberikan perlindungan
maksimal bagi masyarakat pengguna media sosial agar terlindungi dengan
baik dari potensi penyalahgunaan teknologi tersebut.
Pada saat sekarang ini telah ada regulasi atau Undang Undang yaitu
Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Elektronik atau
yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan UU ITE. Sanksi hukum atas
perbuatan yang dikategorikan sebagai suatu kejahatan atau tindak pidana
didalam dunia maya tersebut dengan perbuatan yang dilarang diatur
sebanyak 11 pasal yaitu dari pasal 27 sampai dengan pasal 37 dengan
sanksi hukum yang bervariasi, dari sanksi hukum pidana penjara paling
lama enam tahun sampai dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
Sebagaimana yang diatur dalam pasal 45 sampai pasal 52
Undang-Undang Informasi dan Transakai Elektronika (UU ITE). Diantara
perbuatan yang dilarang didalam ketentuan UU ITE tersebut yang paling
menarik dan paling banyak mendapatkan perhatian masyarakat adalah
ketentuan sebagaimana yang diatur dalam pasal 27 ayat (3) jo pasal 45
ayat (1) UU ITE mengatur sebagai berikut9.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
9
Demikian adanya UU ITE ini marak diberitakan tentang tuduhan
pencemaran nama baik oleh berbagai pihak penyebabnya beragam, mulai
dari penulisan dimaling list (milis), meneruskan (forward) email,
melaporkan korupsi, memberitakan suatu informasi yang kurang penting
dan merugikan orang lain di media sosial, mengungkapkan hasil
penelitian, serta sederet tindakan lainnya.
Dalam perspektif KUHP, seseorang dianggap telah melakukan
penghinaan, pencemaran atau telah mencemarkan nama baik orang lain
yaitu, ketika seseorang tersebut dengan sengaja dan dengan bertujuan
untuk sesuatu hal yang berkaitan dengan kehormatan atau nama baik
seseorang yang diketahuinya itu supaya diketahui oleh orang lain. R.
Soesilo menerangkan apa yang dimaksut dengan “menghina”, yaitu
“menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Yang diserang
biasanya merasa “malu”. Kehormatan yang diserang disini hanya
mengenai kehormatan tentang “nama baik”, bukan “kehormatan” dalam
lapangan seksual10.
Kehormatan atau nama baik merupakan hal yang dimiliki oleh
manusia yang masih hidup. Karena itulah tindak pidana terhadap
kehormatan dan nama baik pada umumnya ditujukan terhadap seseorang
yang masih hidup. Demikian halnya dengan badan hukum, pada
hakikatnya tidak mempunyai kehormatan, tetapi KUHP menganut
10
bahwa badan hukum tertentu, antara lain: Presiden atau Wakil
Presiden, Kepala Negara, Perwakilan Negara Sahabat,
Golongan/Agama/Suku, atau badan umum, memiliki kehormatan dan
nama baik.
Delik pencemaran nama baik bersifat subjektif, yaitu penilaian
terhadap pencemaran nama baik tergantung pada pihak yang diserang
nama baiknya. Pencemaran nama baik hanya dapat diproses oleh
polisi apabila ada pengaduan dari pihak yang merasa dicemarkan nama
baiknya11. Tindak pidana yang oleh KUHP dalam kualifikasi pencemaran atau penistaan (smaad) dirumuskan didalam Pasal 310, yaitu :
Ayat 1: barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhka sesuatu hal, yang maksutnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidan penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Ayat 2 : jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, ditunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Ayat 3 : tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri12.
KUHP menguraikan secara jelas tentang pencemaran nama baik
yang merupakan delik aduan, yaitu seperti tercantum dalam pasal 310 ayat
1 sampai dengan 3. Peristiwa pidana yang merupakan penghinaan adalah
perbuatan fitnah yang menjatuhkan kedudukan, martabat dan nama baik
11
Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Kehormatan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal., 47.
12
seseorang dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya
hal tersebut diketahui umum dan seluruh masyarakat.
Perbuatan penghinaan ini diancam pidana penjara paling lama
sembilan bulan dan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupi13. Sementara dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI
1945) jelas dinyatakan bahwa kemerdekaan meyampaikan pendapat
dimuka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh pasal 28
Undang Undang Dasar 1945 yang menyatak14. “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan Undang Undang.”
Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 19 deklarasi Univesal
Hak-hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat dimuka umum. Pengertian
kemerdekaan mengemukakan pendapat dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, bahwa kemerdekaan
menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk
menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas
dan bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Upaya membangun sosial dan menjamin hak asasi
manusia diperlukan adanya suasana aman, tertib, dan damai, dan
13
Yuli yusuffisyam, ”pencemaran nama baik antara hukum islam” 07/2011,
http://yuliyusufisyam..com, dikunjungi pada, 17 juni 2015, pukul 13:00.
14
dilaksanakan secara bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang undangan yang berlaku15.
Namun bertolak dari UUD 1945 dan pada ketentuan pasal
deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia banyak
pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di dunia maya dan banyak pula diantara mereka
yang harus sampai berurusan kepengadilan yaitu, tersangkut pada UU No
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika16.
Seperti halnya Kasus pencemaran nama baik yang menimpa Prita
Mulyasari dengan rumah sakit Omni Internasional. Dasar penahanan
Prita adalah karena dianggap melanggar Pasal 310 KUHP dan Pasal
27 ayat (3) UU ITE, dengan ancaman hukuman enam tahun penjara
dan denda Rp. 1 Miliar.
Berdasarkan kasus yang dialamami Prita Mulyasari, Emeritus
sebagai guru besar Sosiologi Hukum Undip Semarang Satjipto Raharjo,
mengkaji kasus Prita Mulyasari dengan pendekatan sosiologis hukum.
Prita Mulyasari adalah perempuan biasa, ibu rumah tangga, ibu dari dua
anak balita yang berusia tiga tahun dan satu tahun tiga bulan. Prita bukan
koruptor, atau penjahat. Namun hanya tersandung email ia harus berurusan
dengan polisi, jaksa, bahkan masuk tahanan. Prita itu hanya ingin curhat
kepada teman-temannya layanan rumah sakit terhadap dirinya melalui
email.
15
https://www.google.co.id/#q=contoh+proposal+skripsi+tentang+prinsip+pengaturan+uu+ite di kunjungi pada tanggal 08 juli 2015, pukul,10.47.
16
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronika (ITE) dikatakan UU ITE itu dibuat antara lain
untuk memberikan semacam hak untuk mengumumkan informasi. Justru
prita tersandung saat ingin berbagi informasi dengan teman-temannya.
Masalah itu berkisar pada konsep hukum apa guna hukum, dan cara
berhukum dengan membahas hal-hal itu, diharapkan akan menurangi,
syukur meniadakan timbulnya kejadian seperti kasus prita pada kemudian
hari17.
Bila melihat dari kasus ini pertanggungjawaban pidana hanya dapat
dilakukan terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana saja. Dapat
dicelanya si pembuat justru bersumber dari celaan yang ada pada tindak
pidana, yang dilakukan sipembuat, Oleh karena itu ruang lingkup
pertanggungjawaban pidana mempunyai kolerasi penting dengan struktur
tindak pidana. Suatu perbuatan dipandang sebagai tidak pidana merupakan
cerminan penolakan masyarakat terhadap perbuatan itu, dan karenanya
perbuatan tersebut kemudian dicela. Pertaggungjawaban pidana pada
hakekatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum
untuk bereaksi terhadap pelanggaran atas kesepakatan menolak suatu
perbuatan tertentu.
Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan pelaku
dengan maksut untuk menentukan apakah orang yang melakukan perbutan
pidana dipertanggung jawabkaan atas suatu tindakan pidana yang terjadi
atau tidak terjadi. Maka pertanggung jawaban hanya apat terjadi setelah
17
seseorang melakukan tindak pidana. Agar dapat dipidanya si pelaku,
tindak pidana yang dilakukannya itu harus memenuhi unsur-unsur yang
telah ditentukan dalam Undang-undang. Seseorang akan diminta
pertaggungjawaban atas tidakan-tindakannya apabila tindakan tersebut
melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar atau peniadaan sifat
melawan hukum untuk pidana yang diakukannya.
Dengan melihat latar belakang masalah di atas maka penulis
tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang Bagaimanakah prinsip
pengaturan Undang-Undang Informasi dan Teknologi Elektronika (ITE)
terhadap pencemaran nama baik.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis
merumuskan masalah yang ada, sebagai berikut :
Bagaimanakah prinsip pengaturan Undang-Undang Informasi dan
Teknologi Elektronika (ITE) terhadap pencemaran nama baik?
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian skripsi ini adalah untuk mengkaji
dan menganalisis pengaturan dalam Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronika (UU ITE) terhadap pencemaran nama baik.
Adapun mamfaat penulisan proposal ini bagi penulis merupakan
salah satu syarat wajib untuk memperoleh gelar sarjana hukum.
a. Hasil penelitian ini bermamfaat bagi kajian ilmu pengetahuan
khususnya di bidang hukum pidana dibidang elektronika atau
media sosial, dan dapat menambah literature terutama yang
berkaitan dengan pertanggungjawaban dalam tindak pidana
pencemaran nama baik melalui media elektronika dikaitkan dengan
Undang–Undang Informasi dan Tansaksi Elektronik.
b. Melatih dan mempertajam daya analisis terhadap persoalan
dinamika hukum yang terus berkembang seiring perkembangan
Zaman dan teknologi, bagaimanakah pengaturan UU ITE
memenuhi tuntutan perkembangan teknologi dalam
Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
1.5
Metode Penelitian
penelitian ini digunakan untuk memahami mengenai pengaturan
prinsip pengaturan Undang-Undang ITE, oleh karena itu dalam metode
penelitian, penulis akan melakukan penelitian yuridis normatif yang di
dukung dengan pendekatan konsep (conceptual approach), pendekatan
perUndang-Undangan (statue approach), dan pendekatan kasus (case
approach)18. Maksud dari pendekatan tersebut adalah bahwa dalam penelitian penulis mencoba memahami masalah dengan melalui beberapa
18
pendekatan. Pendekatan koseptual dilakukan dengan maksut, dengan
prisip pengaturan undang-undang ITE secara koseptual, pendekatan
perundang-undangan dilakukan untuk membantu memahami masalah
melalui pasal-pasal yang berhubungan, dan pendekatan kasus digunakan
untuk membantu memahami prinsip pengaturan undang-undang ITE.
Data-data penunjang metode penelitian tersebut didapatkan dengan
menggunakan metode pengumpulan data yang berupa studi dokumen
(leterature study) yang dimana menghasilkan data sekunder yang terdiri
dari berbagai jenis bahan hukum, bahan-bahan tersebut dapat dijabarkan
sebagai berikut19.
a. Bahan hukum primer, yaiu bahan-bahan hukum yang
merupakan putusan pengadilan Kitap Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP), KItap Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), Undang-Undng Nomor 11 Tahun 2008 tentan
Informasi dan Transaksi Elektronika, dan perauran
perudang-undangan lainnya yag berkaitan dengan penelitian.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberi
penjelasan mengenai bahan hukum primer yang mana berupa
buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan.
c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang dapat
memberikan petunjuk maupun penjelasan mengenai bahan
hukum primer, dan bahan hukum sekunder yang mana berupa
kamus besar dan ensiklopedi
19
1.5.1
Metode Analisis
Dalam skripsi ini penulis menggunakan analisis kualitatif
dilakukan secara yuridis normatif. Data dalam skripsi ini diperoleh dari
studi kepustakaan, aturan perundang – undangan dan hasil-hasil karya
ilmiah. Kemudian penulis menguraikan dan menghubungkan sedemikian
rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna
menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.
1.5.2 Unit Amatan
a) Undang – Undang Dasar 1945.
b) Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP).
c) Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
d) Undang – Undang No. 39 Tahun1999 tentang Hak Asasi
Manusia.
e) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
1.5.3 Unit Analisa
Dalam skripsi ini yang menjadi unit analisa penulis adalah
Bagaimanakah prinsip pengaturan Undang-Undang Informasi dan
1.6 Sistematika Penulisan
Sistem pembahasan penelitian yang akan disajikan dalam
penelitian ini terdiri atas tiga bab, yang secara terinci sebagai berikut :
Bab I : Bab ini memuat tentang Latar Belakang Permasalahan yang
menguraikan hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan
dibuatnya tulisan ini. Dalam bab ini juga dapat dibaca Pokok
Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode
Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
Bab II : Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai
a. Kajian pustaka terkait pengaturan Undang-Undang
Informasi dan Teknologi Elektronika sebagai wujud
memenuhi tuntutan perkembangan teknologi sehingga
terwujudnya penggunaan media elektronika secara tertib?
b. Teori Hukum terkait Jaminan UU ITE terhadap
penggunaan Media Social Elektronika menurut pendapat
– pendapat para ahli hukum
Bab III : Bab ini merupakan bab terakhir, dalam bab ini penulis akan