• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH INTERNALISASI NILAI BUDAYA SI TOU TIMOU TUMOU TOU, MAPALUS DAN TORANG SAMUA BASUDARA DALAM PEMBELAJARAN PKn TERHADAP PENINGKATAN SIKAP TOLERANSI SISWA: Penelitian Survey Terhadap Siswa SMA di Kota Tomohon-Sulawesi Utara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH INTERNALISASI NILAI BUDAYA SI TOU TIMOU TUMOU TOU, MAPALUS DAN TORANG SAMUA BASUDARA DALAM PEMBELAJARAN PKn TERHADAP PENINGKATAN SIKAP TOLERANSI SISWA: Penelitian Survey Terhadap Siswa SMA di Kota Tomohon-Sulawesi Utara."

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

Theodorus Pangalila, 2013

PENGARUH INTERNALISASI NILAI BUDAYA SI TOU TIMOU TUMOU TOU, MAPALUS DAN TORANG SAMUA BASUDARA DALAM PEMBELAJARAN PKn TERHADAP PENINGKATAN SIKAP

TOLERANSI SISWA

(Penelitian Survey Terhadap Siswa SMA di Kota Tomohon-Sulawesi Utara)

T E S I S

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan

Oleh

THEODORUS PANGALILA NIM. 1104285

(2)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(3)
(4)

PENGARUH INTERNALISASI NILAI BUDAYA SI TOU TIMOU TUMOU TUO, MAPALUS, DAN TORANG SAMUA BASUDARA DALAM

PEMBELAJARAN PKn TERHADAP PENINGKATAN SIKAP TOLERANSI SISWA

(Penelitian Survey Terhadap Siswa SMA Kota Tomohon-Sulawesi Utara)

Oleh

Theodorus Pangalila

S.Fils STF-SP Pineleng-Manado, 2007

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan

Indonesia Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan

© Theodorus Pangalila 2013

Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

(5)

Theodorus Pangalila, 2013

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(6)

ABSTRAK

Tesis ini berisi penelitian tentang pengaruh internalisasi nilai budaya Si Tou

Timou Tumou Tou, Mapalus dan Torang Samua Basudara dalam pembelajaran

PKn terhadap peningkatan sikap toleransi siswa. Penelitian ini dilakukan di kota Tomohon-Sulawesi Utara terhadap siswa SMA kelas XI. Masalah pokok penelitian ini adalah bagaimana pengaruh internalisasi nilai budaya Si Tou Timou

Tumou Tou, Mapalus dan Torang Samua Basudara dalam pembelajaran PKn

terhadap peningkatan sikap toleransi siswa. Adapun pertanyaan penelitian untuk penelitian ini dirinci sebagai berikut: 1. Adakah pengaruh nilai budaya Si Tou

Timou Tumou Tou terhadap pembelajaran PKn? 2. Adakah pengaruh nilai budaya Mapalus terhadap pembelajaran PKn? 3. Adakah pengaruh nilai budaya Torang Samua Basudara terhadap pembelajaran PKn? 4. Adakah pengaruh nilai budaya Si Tou Timou Tumou Tou, Mapalus, Torang Samua Basudara secara

bersama-sama terhadap pembelajaran PKn? 5. Adakah pengaruh signifikan nilai budaya Si

Tou Timou Tumou Tou terhadap pengembangan sikap toleransi siswa, 6. Adakah

pengaruh signifikan nilai budaya Mapalus terhadap pengembangan sikap toleransi siswa, 7. Adakah pengaruh signifikan nilai budaya Torang Samua Basudara terhadap pengembangan sikap toleransi siswa, 8. Adakah pengaruh signifikan pembelajaran PKn terhadap pengembangan sikap toleransi siswa, 9. Adakah pengaruh signifikan internalisasi nilai budaya Si Tou Timou Tumou Tou, Mapalus,

Torang Samua Basudara, dan pembelajaran PKn secara bersama-sama terhadap

pengembangan sikap toleransi siswa. Adapun teori pendukung dari penelitian ini adalah teori tentang internalisasi, budaya, nilai budaya (kearifan lokal/local

wisdom), pembelajaran PKn dan teori tentang toleransi. Untuk menjawab masalah

penelitian, maka data yang digunakan adalah data berupa angka-angka yang diperoleh dari hasil angket dengan pengukuran menggunakan skala Likert untuk variabel Si Tou Timou Tumou Tou, Mapalus, Torang Samua Basudara, dan sikap toleransi siswa, sementara itu untuk variabel pembelajaran PKn menggunakan skala SSHA (Survey of Study Habits and Attitudes). Selain itu data pendukungnya diperoleh melalui wawancara dan studi dokumentasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel rumpun (cluster sampling) dengan sumber data primernya adalah siswa kelas XI (120 siswa) dari lima sekolah sampel. Untuk pengolahan dan analsis data, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan pengujian hipotesis menggunakan analisis jalur (path analisis) untuk melihat hubungan antar variabel yang diteliti. Adapun dari hasil analisis data penelitian diperoleh bahwa: 1. Pengaruh nilai budaya Si Tou Timou Tumou Tou tidak signifikan terhadap pembelajaran PKn, 2. Pengaruh nilai budaya Mapalus tidak signifikan terhadap pembelajaran PKn, 3. Pengaruh nilai budaya Torang Samua Basudara tidak signifikan terhadap Pembelajaran PKn, 4. Pengaruh nilai budaya Si Tou Timou

Tumou Tou, Mapalus, dan Torang Samua Basudara secara bersama-sama tidak

signifikan terhadap pembelajaran PKn, 5. Pengaruh nilai budaya Si Tou Timou

Tumou Tou signifikan terhadap sikap toleransi siswa, 6. Pengaruh nilai budaya Mapalus signifikan terhadap sikap toleransi siswa, 7. Pengaruh nilai budaya Torang Samua Basudara signifikan terhadap sikap toleransi siswa, 8. Pengaruh

(7)
(8)

ABSTRACT

This thesis contains study about the influence of internalization of cultural values

Si Tou Timou Tumou Tou, Mapalus and Torang Samua Basudara in civic

education towards the development of students’ tolerance. This study was conducted on eleventh grade students of senior high school in Tomohon-North Sulawesi. The central issue of this study is how the influence of internalization of cultural values Si Tou Timou Tumou Tou, Mapalus and Torang Samua Basudara in civic education towards the development of students’ tolerance. The questions of this study are detailed as follows: 1. Is there any influence of cultural values Si

Tou Timou Tumou Tou on civic education? 2. Is there any influence of cultural

values Mapalus on civic education? 3. Is there any influence of cultural values

Torang Samua Basudara on civic education? 4. Is there any influence of cultural

values Si Tou Timou Tumou Tou, Mapalus, and Torang Samua Basudara jointly on civic education? 5. Is there a significant influence of cultural values Si Tou

Timou Tumou Tou on the development of students’ tolerance, 6. Is there a significant influence of cultural values Mapalus on the development of studentstolerance, 7. Is there a significant influence of cultural values Torang Samua

Basudara on the development of students’ tolerance, 8. Is there a significant influence of civic education on the development of students’ tolerance, 9. Is there a significant influence of internalization of cultural values Si Tou Timou Tumou

Tou, Mapalus, Torang Samua Basudara, and civic education jointly on the

development of students’ tolerance. The proponents theories of this study are theory of internalization, culture, cultural values (local wisdom), civic education, and tolerance. To answer the problems of this study, the data used are the numbers obtained from the questionnaire with Likert scale for measuring variables Si Tou

Timou Tumou Tou, Mapalus, Torang Samua Basudara, and students’ tolerance, while variable civic education SSHA scale (Survey of Study Habits and Attitudes). Besides that, the supporting data were obtained from interview and documentary study. Sampling technique used was cluster sampling with the source of primer data were eleventh grade students (120 students) of five sample schools. In analyzing and processing the data, the approach used in this study was quantitative with path analysis as the hypothesis testing to examine the relationship between the variables. The results of data analysis showed that: 1. The influence of cultural values Si Timou Tumou Tou was not significant on civic education, 2. The influence of cultural values Mapalus was not significant on civic education, 3. The influence of cultural values Torang Samua Basudara was not significant on civic eduation, 4. The influence of cultural values Si Tou Timou

Tumou Tou, Mapalus, and Torang Samua Basudara jointly were not significant

on civic education, 5. The influence of cultural values Si Tou Timou Tumou Tou was significant on students’ tolerance, 6. The influence of cultural values Mapalus was significant on students’ tolerance, 7. The influence of cultural values Torang

Samua Basudara was significant on students’ tolerance, 8. Civic education had significant influence on students’ tolerance, 9. The influence of cultural values Si

Tou Timou Tumou Tou, Mapalus, Torang Samua Basudara, and civic education

(9)
(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

1. Manfaat Teoretis ... 10

2. Manfaat Praktis ... 10

E. Struktur Organisasi Tesis ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

A. Ruang Lingkungkup Internalisasi Nilai-nilai Sosial Budaya ... 12

1. Pengertian Internalisasi ... 12

2. Pengertian Nilai ... 14

3. Hierarki Nilai ... 17

4. Pengertian Budaya ... 19

5. Kearifan Lokal / Local Wisdom ... 24

6. Proses Transformasi Budaya ... 27

7. Pendidikan sebagai Proses Transformasi Budaya ... 28

B. Nilai-nilai Budaya Sulawesi Utara ... 30

(11)

Theodorus Pangalila, 2013

2. Mapalus (Gotong-royong) ... 36

3. Torang Samua Basudara (Kita Semua Bersaudara) ... 40

C. Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan ... 41

1. Sejarah Lahirnya Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 41

2. Perkembangan PKn di Indonesia ... 45

3. Tujuan dan Misi PKn di Sekolah Menengah Atas (SMA) ... 47

4. Komponen-komponen Pembelajaran PKn ... 49

a). Materi Pembelajaran PKn ... 49

b). Metode Pembelajaran PKn ... 51

c). Media Pembelajaran PKn ... 51

d). Sumber Pembelajaran PKn ... 52

e). Evaluasi Pembelajaran PKn ... 53

D. Sikap Toleransi Siswa ... 53

E. Hasil Penelitian Terdahulu ... 56

F. Kerangka Pemikiran ... 61

G. Hipotesis Penelitian ... 62

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 63

A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ... 63

1. Lokasi ... 63

2. Populasi ... 63

3. Sampel ... 64

B. Pendekatan Metode Penelitian ... 65

1. Pendekatan ... 65

2. Metode ... 65

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 66

1. Variabel Penelitian ... 66

a. Nilai Budaya Si Tou Timou Tumou Tou ... 66

b. Nilai Budaya Mapalus ... 66

c. Nilai Budaya Torang Samua Basudara ... 67

d. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ... 67

e. Sikap Toleransi Siswa ... 68

2. Keterkaitan Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 68

D. Instrumen Penelitian ... 69

E. Proses Pengembangan Instrumen ... 72

(12)

4. Hasil Uji Reliabilitas ... 79

G. Analisis dan Interpretasi Data ... 82

1. Persyaratan Penggunaan Statisti Parametrik ... 83

2. Analisis Korelasi ... 84

3. Analisi Regresi Linier Ganda ... 84

4. Teknik Path Analysis atau Analisis Jalur ... 85

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 86

A. Hasil Penelitian ... 86

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 86

a. SMA Negeri 1 Tomohon ... 87

b. SMA Negeri 2 Tomohon ... 90

c. SMA Katolik Karitas Tomohon ... 92

d. SMA Kristen 1 Tomohon ... 93

e. SMA Kosgoro Tomohon ... 96

2. Hasil Penelitian Deskriptif ... 98

a. Deskripsi Variabel Si Tou Timou Tumou Tou (X1) ... 98

b. Deskripsi Variabel Mapalus (X2) ... 100

c. Deskripsi Variabel Torang Samua Basudara (X3) ... 103

d. Deskripsi Variabel Pembelajaran PKn (X4) ... 105

e. Deskripsi Variabel Sikap Toleransi Siswa (Y) ... 108

B. Hasil Uji Analisis Jalur ... 110

1. Perhitungan Untuk Model Hubungan Sub-Struktural 1 (Dependen Variabel Pembelajaran PKn) ... 111

a. Uji Linearitas dan Normalitas ... 111

b. Multikolinearitas ... 113

c. Homogenitas dan Heteroskedastisitas ... 114

d. Pengujian Secara Simultan (Keseluruhan) Model Jalur Sub-Struktural 1 ... 115

e. Koefisien Determinasi Multiple ... 117

f. Pengaruh Variabel-Variabel Lain ... 117

g. Koefisien Jalur ... 118

h. Kesimpulan Hasil Analisis Jalur Model Sub-Struktural 1 ... 119

2. Perhitungan untuk Model Hubungan Sub-Struktural 2 (Dependen Variabel Sikap Toleransi Siswa) ... 120

(13)

Theodorus Pangalila, 2013

b. Multikolinearitas ... 123

c. Homogenitas dan Heteroskedastisitas ... 124

d. Pengujian Secara Simultan (Keseluruhan) Model Jalur Sub-Struktural 2 ... 125

e. Pengujian Secara Individual Model Jalur Sub-struktural 2 ... 126

1. Pengaruh Signifikan Nilai Budaya Si Tou Timou Tumou Tou (X1) Terhadap Sikap Toleransi Siswa ... 127

2. Pengaruh Signifikan Nilai Budaya Mapalus (X2) Terhadap Sikap Toleransi Siswa ... 127

3. Pengaruh Signifikan Nilai Budaya Torang Samua Basudara (X3) Terhadap Sikap Toleransi Siswa ... 128

4. Pengaruh Signifikan Pembelajaran PKn (X4) Terhadap Sikap Toleransi Siswa ... 129

f. Koefisien Determinasi Multiple ... 131

g. Pengaruh Variabel-Variabel Lain ... 131

h. Koefisien Jalur ... 131

i. Kesimpulan Hasil Analisis Jalur Model Sub-Struktural 2 ... 134

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 136

a. Pengaruh Nilai Budaya Si Totu Timou Tumou Tou, Mapalus, Torang Samua Basudara terhadap Pembelajaran PKn ... 136

b. Pengaruh Nilai Budaya Si Tou Timou Tumou Tou terhadap Pembelajaran PKn ... 140 c. Pengaruh Nilai Budaya Mapalus terhadap Pembelajaran PKn ... 142

d. Pengaruh Nilai Budaya Torang Samua Basudara terhadap Pembelajaran PKn ... 143

e. Pengaruh Nilai Budaya Si Tou Timou Tumou Tou terhadap Sikap Toleransi Siswa ... 146

f. Pengaruh Nilai Budaya Mapalus terhadap Sikap Toleransi Siswa ... 148

g. Pengaruh Nilai Budaya Torang Samua Basudara terhadap Sikap Toleransi Siswa ... 149

h. Pengaruh Pembelajaran PKn terhadap Sikap Toleransi Siswa ... 154

(14)
(15)

Theodorus Pangalila, 2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia ditinjau dari aspek manapun merupakan sebuah bangsa yang

majemuk. Kemajemukan ini tampak dalam manifestasi kebudayaan bangsa

Indonesia yang tidak “satu.” Kemajemukan sosial dan budaya Indonesia ditandai

dengan banyaknya budaya dan agama di Indonesia. Sebagai contoh budaya Jawa,

Sunda, Minahasa, Batak, dan lain-lain. Dari segi agama di Indonesia terdapat

enam agama yang diakui secara resmi oleh pemerintah: Islam, Kristen Protestan,

Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu.

Tokoh pertama yang melukiskan tentang kemajemukan bangsa Indonesia

adalah Furnivall. Furnivall (1939) sebagaimana dikutip oleh Wirutomo, dkk.

(2011:20) dalam hal ini melukiskan kemajemukan bangsa Indonesia pada masa

Hindia-Belanda yang ditandai oleh perbedaan etnik yang tinggal bersama dalam

suatu wilayah, namun tidak membaur dan masing-masing memiliki suatu

perangkat pranata sosial (sistem keluarga dan kekerabatan, agama, pendidikan,

ekonomi, dan sebagainya) yang khas; tapi secara formal terpisah dan memenuhi

kebutuhannya sendiri (self contained) serta tidak memiliki cita-cita yang sama

(common social will). Menurut Nasikun (2006:34-35), struktur masyarakat

Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang bersifat unik. Secara horizontal, ia

ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan

perbedaan-perbedaan suku-bangsa, perbedaan-perbedaan-perbedaan-perbedaan agama, adat serta perbedaan-perbedaan

kedaerahan. Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya

perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup

tajam.

Tak bisa dipungkiri, Indonesia memang merupakan suatu bangsa yang

(16)

proses kehidupan bermasyarakat di tengah perbedaan dan keanekaragaman ini

(suku bangsa, budaya, ras, agama, dan sejenisnya) tidaklah semudah apa yang

dipikirkan. Pergeseran antar kelompok agama maupun suku, budaya ataupun adat

istiadat yang berbeda seolah menjadi pemicu terjadinya suatu perpecahan

horizontal antar masyarakat yang berlainan tersebut. Sejak tahun 1997 negara kita

dilanda berbagai macam konflik. Konflik terjadi di berbagai daerah di Indonesia,

misalnya di Ambon, Papua, Kalimantan, Posso, dan di daerah-daerah lain di

Indonesia. Konflik antar golongan dalam masyarakat seakan-akan tak terelakkan

lagi di berbagai daerah di negara kita ini. Di Ambon misalnya, konflik awalnya

hanya terjadi antara sekelompok orang akhirnya berkembang menjadi konflik

antar agama dan menyebar ke daerah-daerah sekitar. Konflik yang terjadi di

berbagai daerah ini mengakibatkan banyaknya korban jiwa dan bahkan korban

materi. Dengan adanya konflik ini banyak orang dibunuh dan saling membunuh;

banyak orang kehilangan tempat tinggal karena dirusak massa, ada pula yang

mengungsi ke pulau-pulau lain. Konflik-konflik ini memang sungguh ironis bagi

negara Indonesia yang menganut paham Bhinneka Tunggal Ika. Tepatlah apa

yang dikatakan Syaqiq A. Mughni bahwa meskipun secara formal bangsa ini

mengakui keragaman, namun dalam kenyataannya tidak (Mahfud, 2009:xi).

Menurut Wirutomo, dkk. (2011:114-115) beberapa faktor utama yang

memungkinkan konflik etnis muncul ke permukaan atau menjadi konflik terbuka

adalah:

Pertama, perubahan konstelasi politik pada masa reformasi dan iklim

(17)

Theodorus Pangalila, 2013

dapat dipungkiri bahwa dalam masyarakat Indonesia, identitas etnik, dalam hal ini kesukuan termasuk di dalamnya nilai-nilai budaya dan adat istiadat, masih menjadi faktor penting dalam kehidupan bermasyarakat terutama di pedesaan.

Fenomena-fenomena konflik yang terjadi di Indonesia dewasa ini

mengindikasikan kurangnya toleransi; baik toleransi terhadap agama lain maupun

terhadap budaya lain. Toleransi pada hakikatnya adalah sikap dan tindakan yang

menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang

lain yang berbeda dari dirinya (Kementrian Pendidikan Nasional, 2010:9).

Kontras dengan apa yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia yang

dilanda berbagai konflik horizontal, kerukunan masyarakat Sulawesi Utara justru

tetap terjaga dengan baik; masyarakatnya tetap tenang, aman, dan damai dalam

keharmonisan. Sulawesi Utara tampak tanpa masalah, padahal warga provinsi ini

juga beraneka ragam suku, agama, ras dan bahasa.

Berdasarkan data hasil sensus penduduk pada tahun 2010, jumlah penduduk

yang berada di Provinsi Sulawesi Utara berjumlah 2.270.059 jiwa dengan

perincian 1.159.903 laki-laki dan 1.110.693 berjenis kelamin perempuan.

Sulawesi Utara didominasi oleh Suku Minahasa (33,2%), diikuti Suku Sangir

(19,8%), Suku Bolaang Mangondow (11,3%), Suku Gorontalo (7,4%) lalu Suku

Totemboan (6,8%) dan Tionghoa (3%). Selain itu terdapat pula Suku Jawa, Bali,

Batak, Arab, Maluku, Makasar dan sebagainya. Sementara itu dari segi agama:

Protestan (75%), Islam (13%), Katolik (10%), Konghuchu (1%), Budha dan

Hindhu (1%). Dari data di atas, nampak jelas bahwa Sulawesi Utara sangat

beragam dalam hal suku, agama, bahkan ras.

Karena keharmonisan yang ditunjukkan oleh masyarakat Sulawesi Utara di

tengah keberagaman suku, agama, ras dan bahasa, maka tidaklah mengherankan

jika Sulawesi Utara menjadi barometer dalam hal kerukunan dan dialog antar

umat beragama di Indonesia. Banyak pemimpin daerah yang secara khusus datang

(18)

umat beragama. Menurut Gara (2009:67) kerukunan umat beragama di Sulawesi

Utara adalah realita. Hal ini diakui baik di tingkat lokal, nasional dan bahkan

internasional. Fakta berbicara bahwa ketika daerah-daerah lain di sekitar Sulawesi

Utara (SULUT) terbakar emosi untuk berkonflik dengan mengatasnamakan

agama (etnis), ternyata SULUT sulit disulut dan tetap hidup dalam kerukunan.

Fenomena kerukunan yang ditampilkan masyarakat Sulawesi Utara

memunculkan pertanyaan mendasar: apa faktor yang menyebabkan sehingga

Sulawesi Utara yang secara suku, etnis, agama, bahasa beragam bisa hidup dalam

situasi harmonis? Nilai-nilai sosial budaya apa saja yang ada di dalam masyarakat

SULUT yang menjadi perekat sehingga sulit untuk diprovokasi?

Kesimpulan awal yang diperoleh mengapa masyarakat Sulawesi Utara

hidup dalam kerukunan ialah kuatnya nilai-nilai sosial budaya lokal (local

wisdom) yang menjadi perekat masyarakatnya. Nilai-nilai sosial budaya dominan

di Sulawesi Utara adalah budaya Si Tou Timou Tumou Tou, Mapalus dan Torang

Samua Basudara. Budaya Si Tou Timou Tumou Tou dan Mapalus adalah budaya

Minahasa yang paling menonjol menjiwai hidup masyarakat Sulawesi Utara. Si

Tou Timou Tumou Tou (manusia hidup untuk memanusiakan orang lain)

merupakan filosofi Sam Ratulangi. Pemikiran filosofis ini mengilhami kehidupan

masyarakat Minahasa bahkan seluruh masyarakat Sulawesi Utara untuk hidup

dalam kerukunan dengan tujuan untuk memanusiakan orang lain dan bukan

menjadi musuh bagi orang lain (homo homini lupus). Sementara itu budaya

Mapalus merupakan sebuah tradisi budaya suku Minahasa, dimana dalam

mengerjakan segala sesuatu dilakukan secara bersama-sama atau secara gotong

royong (misalnya dalam mengerjakan kebun). Dalam konsep Mapalus yang lebih

modern, penerapannya bisa dilihat dalam kegiatan-kegiatan keagamaan; dimana

pada waktu orang Kristen merayakan hari raya Natal atau Paskah yang menjaga

gereja-gereja adalah pemuda-pemuda Muslim. Begitu pula sebaliknya ketika

(19)

Theodorus Pangalila, 2013

menjaga di sekitar Masjid adalah pemuda-pemuda Kristen. Bahkan di Sulawesi

Utara ada satu lembaga yang berperan untuk menjaga kerukunan antar agama,

yaitu: BKSAUA (Badan Kerja Sama Antar Umat Beragama). Kedua budaya ini

dalam perkembangannya dikombinasikan menjadi semboyan masyarakat

Sulawesi Utara Torang Samua Basudara (kita semua bersaudara). Semboyan ini

dengan jelas menggambarkan bagaimana masyarakat Sulawesi Utara hidup dalam

suasana harmonis, penuh persaudaraan.

Faktor penting yang turut mempengaruhi kuatnya nilai-nilai budaya lokal

(local wisdom) Sulawesi Utara adalah pewarisan nilai-nilai budaya secara turun

temurun atau yang lebih dikenal dengan proses enkulturasi. Koentjaraningrat

(2002:233), menyatakan bahwa “dalam proses enkulturasi seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-adat,

sistem norma, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.” Selanjutnya proses enkulturasi dilakukan oleh orang tua atau orang yang dianggap

dituakan dalam komunitas itu, seperti pewarisan nilai tata krama, adat istiadat,

keterampilan suatu suku/keluarga yang diwariskan kepada generasi berikutnya.

Proses enkulturasi biasanya terjadi secara formal melalui pendidikan untuk

disampaikan kepada orang lain yang belum mengenal, penyampaian informasi

sekaligus sebagai bentuk penyadaran akan keberadaan suatu budaya, dan

kemudian mengadopsi budaya tersebut untuk dijadikan sebagai budayanya.

Sementara itu menurut Tilaar (2002:54), salah satu proses yang luas dikenal

mengenai kebudayaan adalah transmisi kebudayaan. Artinya kebudayaan itu

ditransmisikan dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Bahkan banyak ahli

pendidikan yang merumuskan proses pendidikan tidak lebih dari proses transmisi

kebudayaan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kebudayaan dan

pendidikan ibarat mata uang yang memiliki dua sisi tapi merupakan satu kesatuan

utuh yang tidak bisa dipisahkan. Hidup dan matinya suatu kebudayaan ditentukan

(20)

Di Indonesia pendidikan yang berorientasi pada internalisasi nilai-nilai

sosial budaya masyarakat secara tersirat telah diamanahkan pada implementasi

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan

bahwa “pendidikan diselenggarakan secara demokratis dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”, lebih lanjut dinyatakan bahwa “pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses

pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang

hayat”.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (Sisdiknas) pasal 37, Pendidikan Kewarganegaraan ditempatkan sebagai

nama mata pelajaran wajib untuk kurikulum pendidikan dasar dan menengah dan

mata kuliah wajib untuk kurikulum pendidikan tinggi. Dalam bagian penjelasan

hal ini dipertegas lagi bahwa “Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk

membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan

cinta tanah air.”

Jika kita mencermati pasal 37 dalam UU Sisdiknas tersebut, maka

pendidikan kewarganegaraan memegang peranan sentral dalam mendidik manusia

Indonesia menjadi warga negara yang baik yang menghargai perbedaan suku,

agama, rasa, dan bahasa. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang

tertuang dalam UU Sikdisnas pasal 1 ayat 1:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan Kewarganegaraan adalah sarana yang tepat untuk

menginternalisasikan nilai-nilai sosial budaya masyarakat. Menurut Winataputra

(21)

Theodorus Pangalila, 2013

Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) merupakan subjek pembelajaran yang mengemban misi untuk membentuk kepribadian bangsa, yakni sebagai upaya sadar dalam “nation and character building.” Dalam konteks ini peran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) bagi keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara sangat strategis. Suatu negara demokratis pada akhirnya harus bersandar pada pengetahuan, keterampilan dan kebajikan dari warga negaranya dan orang-orang yang mereka pilih untuk menduduki jabatan publik. Pendidikan kewarganegaraan bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga negara yang baik (to be good and smart

citizens) yang memiliki komitmen yang kuat dalam mempertahankan

kebinnekaan di Indonesia dan mempertahankan integritas nasional.

Selanjutnya menurut Budimansyah dan Suryadi (2008:68), Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu bidang kajian yang mengemban

misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor

“value-based education”. Konfigurasi atau kerangka sistematik PKn dibangun atas dasar paradigma sebagai berikut: Pertama, PKn secara kurikuler dirancang

sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi

individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulai, cerdas,

partisipatif, dan bertanggung jawab. Kedua, PKn secara teoretik dirancang sebagai

subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan

psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi

dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan

yang demokratis, dan bela negara. Ketiga, PKn secara programatik dirancang

sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung

nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (learning experience)

dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan

sehari-hari dan merupakan tuntutan hidup bagi warga negara dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide,

nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela

(22)

Tujuan yang hendak dicapai lewat internalisasi nilai-nilai budaya Sulawesi

Utara dalam konteks pembelajaran PKn di sini adalah untuk pengembangan sikap

toleransi siswa agar mereka mampu menyikapi keberagaman secara positif.

Sehubungan dengan upaya peningkatan sikap toleransi siswa, Raihani (2011:23)

berpendapat:

Education is seen as the most effective means, in the long term, to enable tolerance to flourish amongst people in a diverse society. School as an educational institution plays a pivotal role in promoting tolerance. It is where children learn and internalize values important to their life. Governments, educationists, and researchers have made some tremendous efforts to ensure that school is a place of effective tolerance education.

Pendidikan dipandang sebagai cara yang paling efektif, dalam jangka

panjang, yang memungkinkan berkembangnya toleransi antara orang-orang dalam

masyarakat yang beragam. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan

memainkan peran penting dalam mempromosikan toleransi. Sekolah adalah

tempat di mana anak belajar dan menginternalisasikan nilai-nilai penting untuk

kehidupan mereka. Pemerintah, pendidik, dan peneliti telah membuat beberapa

upaya luar biasa untuk memastikan bahwa sekolah adalah tempat yang efektif

untuk pendidikan toleransi.

Hasil observasi awal menunjukkan bahwa sikap toleransi siswa SMA di

Sulawesi Utara dan khususnya kota Tomohon benar-benar terpelihara dengan

baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya saling pengertian antara para siswa yang

berasal dari latar belakang budaya, etnis, agama dan bahasa yang berbeda. Sampai

sekarang tidak pernah ada kejadian yang menunjukkan adanya konflik antar para

siswa yang diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan latar belakang siswa.

Dari latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk

secara khusus meneliti tentang Pengaruh Internalisasi Nilai Budaya Si Tou

(23)

Theodorus Pangalila, 2013

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka diidentifikasi masalah penelitian

adalah: Bagaimana Pengaruh Internalisasi Nilai Budaya Si Tou Timou Tumou

Tou, Mapalus dan Torang Samua Basudara dalam Pembelajaran PKn terhadap

Pengembangan Sikap Toleransi Siswa?

Mengingat luas dan kompleksnya penelitian ini, maka peneliti mengadakan

pembatasan masalah penelitian. Adapun penelitian ini dibatasi pada pengaruh

internalisasi nilai-nilai budaya dominan Masyarakat Sulawesi Utara, yaitu nilai

budaya Si Tou Timou Tumou Tou, Mapalus dan Torang Samua Basudara dalam

pembelajaran PKn terhadap pengembangan sikap toleransi siswa.

Berdasarkan masalah penelitian di atas, maka dirumuskan pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Adakah pengaruh nilai budaya Si Tou Timou Tumou Tou terhadap

pembelajaran PKn?

2. Adakah pengaruh nilai budaya Mapalus terhadap pembelajaran PKn?

3. Adakah pengaruh nilai budaya Torang Samua Basudara terhadap

pembelajaran PKn?

4. Adakah pengaruh nilai budaya Si Tou Timou Tumou Tou, Mapalus, dan

Torang Samua Basudara terhadap pembelajaran PKn?

5. Adakah pengaruh signifikan nilai budaya Si Tou Timou Tumou Tou terhadap

pengembangan sikap toleransi siswa?

6. Adakah pengaruh signifikan nilai budaya Mapalus terhadap pengembangan

sikap toleransi siswa?

7. Adakah pengaruh signifikan nilai budaya Torang Samua Basudara terhadap

pengembangan sikap toleransi siswa?

8. Adakah pengaruh signifikan pembelajaran PKn terhadap pengembangan

(24)

9. Adakah pengaruh signifikan nilai budaya Si Tou Timou Tumou Tou, Mapalus,

Torang Samua Basudara, dan pembelajaran PKn terhadap pengembangan

sikap toleransi siswa?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan

mendeskripsikan informasi tentang pengaruh internalisasi nilai budaya Si Tou

Timou Tumou Tou, Mapalus serta Torang Samua Basudara dalam pembelajaran

PKn terhadap pengembangan sikap toleransi siswa. Secara khusus, penelitian ini

bertujuan untuk menguji hipotesis dan menemukan:

1. Pengaruh nilai budaya Si Tou Timou Tumou Tou terhadap pembelajaran PKn.

2. Pengaruh nilai budaya Mapalus terhadap pembelajaran PKn.

3. Pengaruh nilai budaya Torang Samua Basudara terhadap pembelajaran PKn.

4. Pengaruh nilai budaya Si Tou Timou Tumou Tou, Mapalus, dan Torang

Samua Basudara terhadap pembelajaran PKn.

5. Pengaruh signifikan nilai budaya Si Tou Timou Tumou Tou terhadap

pengembangan sikap toleransi siswa.

6. Pengaruh signifikan nilai budaya Mapalus terhadap pengembangan sikap

toleransi siswa.

7. Pengaruh signifikan nilai budaya Torang Samua Basudara terhadap

pengembangan sikap toleransi siswa.

8. Pengaruh signifikan Pembelajaran PKn terhadap pengembangan sikap

toleransi siswa.

9. Pengaruh signifikan internalisasi nilai budaya Si Tou Timou Tumou Tou,

Mapalus, Torang Samua Basudara, dan pembelajaran PKn terhadap

pengembangan sikap toleransi siswa.

(25)

Theodorus Pangalila, 2013

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bagi Pendidikan Kewarganegaraan.

Adapun lewat penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoretis dan

praktis.

1. Manfaat Teoretis:

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu

pengetahuan dalam bidang Pendidikan Kewarganegaraan di Universitas

Pendidikan Indonesia, khususnya internalisasi nilai-nilai sosial budaya dalam

pendidikan kewarganegaraan untuk meningkatkan sikap toleransi siswa.

2. Manfaat Praktis:

a. Menurut Poerwanto (2010:87) “Pewarisan kebudayaan makhluk manusia, tidak hanya terjadi secara vertikal atau kepada anak cucu mereka saja;

melainkan dapat pula dilakukan secara horizontal atau manusia yang satu

dapat belajar kebudayaan dari manusia lainnya.” Oleh karena itu manfaat pertama dari penelitian ini adalah diketahuinya nilai-nilai sosial budaya

Minahasa/Sulawesi Utara yang diinternalisasikan dalam pembelajaran PKn.

b. Menurut Budimansyah dan Suryadi (2008:68) “PKn secara programatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang

mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar

(learning experience) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan

dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntutan hidup bagi warga

negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai

penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila,

kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara.” Oleh karena itu manfaat kedua yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh internalisasi nilai-nilai sosial budaya Sulawesi Utara dalam

(26)

c. Menurut Gara (2009:67) “kerukunan umat beragama di Sulawesi Utara adalah realita. Hal ini diakui baik di tingkat lokal, nasional dan bahkan

internasional. Fakta berbicara bahwa ketika daerah-daerah lain di sekitar

Sulawesi Utara (SULUT) terbakar emosi untuk berkonflik dengan

mengatasnamakan agama, ternyata SULUT sulit disulut dan tetap hidup

dalam kerukunan.” Manfaat yang ketiga ialah diketahuinya hasil-hasil internalisasi nilai budaya Si Tou Timou Tumou Tou dan Mapalus serta Torang

Samua Basudara dalam pembelajaran PKn terhadap pengembangan sikap

toleransi siswa.

E. Struktur Organisasi Tesis

Penulisan tesis dengan judul “Pengaruh Internalisasi nilai budaya Si Tou

Timou Tumou Tou, Mapalus dan Torang Samua Basudara dalam Pembelajaran

PKn terhadap Peningkatan Sikap Toleransi Siswa” ini akan terdiri dari lima bab, yaitu:

Bab I: Pendahuluan: berisi latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan

masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur

organisasi tesis.

Bab II: Tinjauan Pustaka: menguraikan kerangka konseptual (conceptual

framework) tentang ruang lingkup internalisasi nilai-nilai sosial budaya Sulawesi

Utara, Hakekat pendidikan kewarganegaraan, sikap toleransi siswa, penelitian

terdahulu yang relevan dengan penelitian, kerangka pemikiran dan hipotesis

penelitian.

Bab III: Metode Penelitian: berisi lokasi, populasi dan sampel penelitian,

pendekatan dan metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian,

proses pengembangan instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, analisis

(27)

Theodorus Pangalila, 2013

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan: berisis temuan-temuan hasil penelitian,

pembahasan dan pengujian hipotesis.

Bab IV Kesimpulan dan Saran

(28)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

1. Lokasi

Lokasi dalam penelitian ini adalah SMA Negeri dan Swasta di Kota

Tomohon Sulawesi Utara.

2. Populasi

Secara umum populasi menurut Sugiyono (2010:61) adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya. Menurut Creswell (2008:151), “A population is a group of

individuals who have the same characteristic.” Jadi secara singkat populasi dapat

diartikan sebagai sebuah kelompok yang terdiri dari individu-individu yang

memiliki karakteristik yang sama.

Berdasarkan pengertian populasi di atas, maka yang menjadi populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa SMA kelas XI di Kota Tomohon Sulawesi

Utara yang meliputi 10 sekolah, yaitu:

1. SMA Negeri 1 Tomohon

2. SMA Negeri 2 Tomohon

3. MAS Mardhatillah Tomohon

4. SMA Kristen 1 Tomohon

5. SMA Kristen 2 Tomohon

6. SMA Katolik Seminari Xaverius Kakaskasen

7. SMA Katolik Karitas Tomohon

8. SMA Kosgoro Tomohon

9. SMA Lokon St. Nicolaus Tomohon

(29)

Theodorus Pangalila, 2013

3. Sampel

Menurut Creswell (208:393), “The sample is the group of participants in a

study selected from the target population from which the researcher generalizes

to the target population.” Jadi sampel secara umum dapat diartikan sebagai sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini dilakukan dengan cara area sampling (kluster sampling), yaitu

teknik sampling yang dilakukan dengan cara mengambil wakil dari setiap wilayah

geografis yang ada (Riduwan dan Kuncoro, 2011:43). Berdasarkan pengertian di

atas, maka yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 5 SMA di kota

Tomohon, yaitu: SMA Negeri 1, SMA Negeri 2, SMA Kristen 1, SMA Katolik

Karitas, SMA Kosgoro. Dari 5 sekolah tersebut kemudian diambil masing-masing

1 kelas dari kelas XI sebagai sampel penelitian, sehingga sampel dalam penelitian

ini berjumlah 120 siswa.

Tabel 3.1

Distribusi Sampel Penelitian

No. Nama Sekolah Jumlah Sampel

1. SMA Negeri 1 Tomohon 33 Siswa

2. SMA Negeri 2 Tomohon 15 Siswa

3. SMA Kristen 1 Tomohon 37 Siswa

4. SMA Katolik Karitas Tomohon 15 Siswa

5. SMA Kosgoro Tomohon 20 Siswa

JUMLAH 120 Siswa

Jumlah keseluruhan siswa kelas XI di 5 SMA yang menjadi sampel adalah

719 siswa, jadi sampel sebanyak 120 orang dianggap mewakili seluruh populasi.

Hal ini sejalan dengan pendapat Riduwan (2012:70) yang mengatakan bahwa jika

subjeknya besar, dapat diambil antara 10%-15% atau 20%-25% atau lebih.

(30)

besarnya sampel, akan tetapi oleh kokohnya dasar-dasar teorinya, oleh desain

penelitiannya (asumsi-asumsi statistik), serta mutu pelaksanaan dan

pengolahannya.

B. Pendekatan dan Metode Penelitian

1. Pendekatan

Sugiyono (2012:3) mengatakan bahwa; penelitian pada dasarnya merupakan

cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu,

cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka

cara ilmiah yang digunakan peneliti dalam memperoleh data dan mencapai tujuan

dan kegunaan penelitian adalah pendekatan kuantitatif.

Menurut Sugiono (2008:7) pendekatan kuantitatif dinamakan metode

tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah

mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode ini disebut sebagai metode

positivistik karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini sebagai

metode ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu

konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional, dan sistematis. Metode ini juga

disebut discovery, karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan

berbagai iptek baru. Metode ini disebut metode kuantitatif karena data penelitian

berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kuantiatif karena tujuan

penelitian ini adalah untuk mengukur banyak variabel, mengetes banyak hipotesis,

dan memberikan kesimpulan dari pertanyaan-pertanyaan mengenai perilaku,

(31)

Theodorus Pangalila, 2013

2. Metode

Metode yang dipilih dalam penelitian ini adalah metode survey. Menurut

Creswell (2008:388) Survey research designs are procedures in quantitative

research in which invetigators administer a survey to a sample or to the entire

population of people to describe the attitudes, opinions, behaviors, or

characteristics of the population.

Dari pengertian di atas, dapat dijelaskan bahwa metode survey adalah

bagian dari proses penelitian kuantitatif dimana peneliti berusaha

mendeskripsikan dengan menggunakan angka-angka

kecenderungan-kecenderungan, perilaku-perilaku, atau opini-opini dari suatu populasi dengan

meneliti sampel populasi tersebut.

Sementara itu menurut Babbie (1990) sebagimana dikutip oleh Creswell

(2008:118) mengatakan bahwa tujuan penggunaan metode survey adalah: “ ... is

to generalize from a sample to a population so that inferences can be made about

some characteristic, attitue, or behavior of this population.” Jadi tujuan dari metode survey adalah untuk menggeneralisasi populasi dari beberapa sampel

sehingga dapat dibuat kesimpulan-kesimpulan / dugaan-dugaan sementara tentang

karakteristik-karakteristik, perilaku-perilaku, atau sikap-sikap dari populasi

tersebut.

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel Penelitian

Variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah variabel bebas (variabel

independen exogenous) dan variabel terikat (dependen endogenous). Variabel

bebas/variabel independen exogenous meliputi: nilai budaya Si Tou Timou Tumou

Tuo (X1), nilai budaya Mapalus (X2), nilai budaya Torang Samua Basudara (X3),

dan pembelajaran PKn (X4). Sedangkan variabel terikat/variabel dependen

(32)

a. Nilai Budaya Si Tou Timou Tumou Tou

Nilai budaya Si Tou Timou Tumou Tou adalah nilai filosofis masyarakat

Sulawesi Utara yang didalamnya terkandung makna bahwa manusia itu hidup

untuk memanusiakan orang lain. Menurut Tilaar (2000:14) nilai budaya Si Tou

Timou Tumou Tou mengandung 4 dimensi penting, yakni (a) si tou (St) (b) si tou

timou tou (St2), (c) si tou timou tumou (St3), Si Tou Timou Tumou Tou (St4).

b. Nilai Budaya Mapalus

Nilai budaya Mapalus adalah budaya lokal masyarakat Sulawesi Utara yang

merupakan pengejawantahan dari nilai filosofis Si Tou Timou Tumou Tou.

Menurut Turang (1997:5-6), nilai budaya Mapalus mengandung beberapa dimensi

penting, yaitu: (a). Azas religious, (b). Azas kekeluargaan, (c). Azas musyawarah

dan mufakat, (d). Azas kerja bersama, (e). Azas persatuan dan kesatuan.

c. Nilai Budaya Torang Samua Basudara

Torang Samua Basudara (Kita Semua Bersaudara) merupakan semboyan

yang dicetuskan oleh tokoh nasional asal Sulut E. E. Mangindaan ketika beliau

menjabat sebagai Gubernur Propinsi Sulawesi Utara. Secara garis besar di dalam

semboyan torang samua basudara ini terkandung aspek-aspek sebagai berikut:

(1) The way of life (cara dan pandangan hidup), (2) Menjunjung tinggi rasa

toleransi, (3) Rasa hormat kepada orang tanpa memandang ras, agama dan

keyakinan, (4) Siap membantu sesama tanpa memandang latar belakang, (5)

Mengedepankan demokrasi.

((http://sulawesiutara.net/kebudayaan-di-sulawesi-utara.html).

(33)

Theodorus Pangalila, 2013

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu bidang kajian

yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia

melalui koridor “value-based education”. Konfigurasi atau kerangka sistematik

PKn dibangun atas dasar paradigma sebagai berikut: Pertama, PKn secara

kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk

mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang

berakhlak mulai, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Kedua, PKn secara

teoretik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi

kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi

dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila,

kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. Ketiga, PKn secara

programatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi

yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar

(learning experience) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan

dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntutan hidup bagi warga negara

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran

lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang

demokratis, dan bela negara. (Budimansyah dan Suryadi, 2008:68).

e. Sikap Toleransi Siswa

Sikap toleransi yang diangkat dalam penelitian ini adalah 1 dari 18 nilai

untuk pengembangan budaya dan karakter bangsa yang diusulkan oleh

Kementrian Pendidikan Nasional Tahun 2010. Menurut Kementrian Pendidikan

Nasional (2010:9), toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai

perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang

berbeda dari dirinya. Dari pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan

(34)

PYX1

(b). Menghargai perbedaan etnis/suku, (c). Menghargai perbedaan bahasa, (d).

menghargai perbedaan pendapat, sikap dan tindakan.

2. Keterkaitan Variabel Bebas dan Variabel Terikat

Untuk memudahkan pemahaman tentang hubungan antara variabel bebas

dan varibel terikat dalam penelitian ini, maka peneliti menggambarkan diagram

jalur antar variabel sebagai berikut sebagai berikut:

Gambar 3.1. Model diagram jalur pengaruh variabel nilai budaya Si Tou Timou

Tumou Tou, Mapalus dan Torang Samua Basudara terhadap sikap toleransi siswa

melalui variabel pembelajaran PKn

[

Si Tou Timou Tumou Tou

(35)

Theodorus Pangalila, 2013

PYX3

Gambar 3.2. Diagram jalur pengaruh variabel nilai budaya Si Tou Timou

Tumou Tou, Mapalus dan Torang Samua Basudara terhadap sikap toleransi

siswa melalui variabel pembelajaran PKn

Keterangan:

X1 = sebagai variabel independen exogenous nilai budaya Si Tou Timou Tumou

Tou

X2 = sebagai variabel independen exogenous nilai budaya Mapalus

X3 = sebagai variabel independen exogenous nilai budaya Torang Samua

Basudara

X4 = sebagai variabel independen exogenous pembelajan PKn

Y = sebagai variabel dependen endogenous sikap toleransi siswa

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitin ini dibuat sendiri dengan kisi-kisi untuk instrumen

sebagai berikut:

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

VARIABEL DIMENSI INDIKATOR NOMOR

(36)

4. Si Tou Timou Tumou

tergantung satu sama lain

1.1. Menghormati pemeluk agama lain

persoalan dengan jalan kekeluargaan

bersama dalam menjaga persatuan dan kesatuan

1.1. Sesama adalah saudara 1.2. Manusia sama di

hadapan Tuhan 1.3. Menghargai orang lain

1,2 3

(37)

Theodorus Pangalila, 2013

1.4. Menghargai pemeluk agama lain

1.5. Bergaul degan siapa saja 1.6. Menghormati orang yang beda agama dengan kita

1.7. Menghormati orang yang berasal dari latar belakang yang berbeda dengan kita

1.8. Membantu orang yang mengalami kesulitan 1.9. Saling tolong menolong 1.10. Menyelesaikan masalah

1.2. Identifikasi nilai-nilai budaya Sulawesi Utara 1.3. Memilih nilai-nilai

budaya Sulawesi Utara 1.4. Internalisasi dalam

pembelajaran PKn 1.5. Efektivitas internalisasi

nilai budaya Sulawesi Utara

1.6. Solusi mengatasi hambatan internalisasi nilai budaya Sulawesi Utara

1.1. Saling menghormati antar pemeluk agama yang berbeda

(38)

4. Menghargai

perbedaan pendapat, sikap, dan tindakan orang lain.

dengan kita

1.6. Menghargai perbedaan bahasa

1.7. Menghargai pendapat orang lain

E. Proses Pengembangan Instrumen

Proses pengembangan instrumen penelitian untuk masing-masing variabel

adalah sebagai berikut: Variabel bebas, nilai budaya Si Tou Timou Timou Tou

(X1), Mapalus (X2), dan Torang Samua Basudara (X3) pengukurannya

menggunakan format Skala Likert (Riduwan, 2011:13) dengan kisaran 1-5 dengan

alternatif jawaban sebagai berikut: (5) = Sangat setuju, (4) = Setuju, (3) = Netral,

(2) = Tidak setuju, (1) = Sangat tidak setuju.

Variabel pembelajaran PKn (X4) pengukurannya menggunakan kuesioner

skala SSHA (Survey of Study Habits and Attitudes) dari Brown dan Holtzman

dengan skala sebagai berikut: (5) = Selalu, (4) = Sering, (3) = Kadang-kadang (2)

= Jarang, dan (1) = Tidak Pernah

Variabel sikap toleransi siswa (Y) pengukurannya menggunakan format

Skala Likert, dengan kisaran 1-5 dengan alternatif jawaban sebagai berikut: (5) =

Sangat baik, (4) = Baik, (3) = Sedang, (2) = Buruk, (1) = Buruk Sekali.

Setelah instrumen penelitian dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan

terbentuk dengan baik, maka akan diadakan pengujian instrumen/kuesioner yang

akan dilakukan di SMA Katolik Karitas Tomohon, terhadap siswa kelas XI (2

kelas). Tujuan uji coba ini adalah untuk mengukur validitas dan realibilitas

instrumen penelitian.

1. Validitas

Menurut Singarimbun dan Effendi (1989:211) validitas instrumen

(39)

Theodorus Pangalila, 2013

diukur. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi,

sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.

Sementara itu menurut Sugiyono (2011:168) instrumen yang valid berarti alat

ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti

instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.

Dalam penelitian ini, agar instrumennya valid, maka peneliti akan

mengadakan validitas internal dan eksternal. Adapun untuk menguji validitasnya

akan digunakan korelasi Pearson product moment (Uji r).

rhitung=

�(Ʃ )− Ʃ (Ʃ )

�Ʃ 2(Ʃ )2 {�Ʃ 22}

Keterangan:

Rhitung = Koefisien korelasi

N = Jumlah responden

X = Jumlah skor item

Y = Jumlah skor total (seluruh item)

Dengan kriteria pengujian validitas instrumen sebagai berikut:

1. Item pertanyaan diteliti dikatakan valid jika rhitung > rtabel

2. Item pertanyaan yang diteliti dikatakan tidak valid jika rhitung < rtabel

2. Hasil Uji Validitas

a. Variabel Si Tou Timou Tumou Tou (X1)

Validitas konstruk (construct validity) instrumen variabel X1 (Si Tou Timou

Tumou Tou). Data variabel Si Tou Timou Tumou Tou (X1) diperoleh dari angket

dan uji coba validitas angket dilakukan melalui uji validitas butir menggunakan

koefisien korelasi product moment dari Pearson dengan bantuan SPSS versi 16

(40)

Adapun kaidah keputusannya adalah jika rhitung > rtabel maka butir soal berarti

valid dan sebaliknya jika rhitung  rtabel maka butir soal berarti tidak valid dan

angket tidak bisa dijadikan alat ukur untuk mengetahui variabel Si Tou Timou

Tumou Tou. Adapun hasil penghitungan ada pada tabel berikut:

Tabel 3.3

Hasil Uji Coba Validitas Komponen Variabel Si Tou Timou Tumou Tou (X1)

No

Item rhitung

rtabel (α = 0,10;

n = 60; dk = 58) Keputusan

1 0,498 0,214 Valid

2 0,467 0,214 Valid

3 0,566 0,214 Valid

4 0,559 0,214 Valid

5 0,467 0,214 Valid

6 0,657 0,214 Valid

7 0,632 0,214 Valid

8 0,432 0,214 Valid

9 0,297 0,214 Valid

10 0,529 0,214 Valid

11 0,371 0,214 Valid

12 0,351 0,214 Valid

13 0,292 0,214 Valid

14 0,594 0,214 Valid

15 0,624 0,214 Valid

Sumber: Hasil Penghitungan Validitas Dilakukan Terhadap 60 Orang Responden

dengan SPSS 16

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa 15 item pertanyaan

untuk variabel Si Tou Timou Tumou Tou (X1) adalah valid jadi bisa digunakan

(41)

Theodorus Pangalila, 2013

b. Variabel Mapalus (X2)

Validitas konstruk (construct validity) instrumen variabel X2 (Mapalus).

Data variabel Mapalus (X1) diperoleh dari angket. Sebelum digunakan angket

harus diuji coba validitasnya dan uji coba validitas angket dilakukan melalui uji

validitas butir menggunakan koefisien korelasi product moment dari Pearson

dengan bantuan SPSS versi 16 yaitu korelasi antara skor setiap butir dengan skor

total.

Adapun kaidah keputusannya adalah jika rhitung rtabel maka butir soal berarti

valid dan sebaliknya jika rhitung  rtabel maka butir soal berarti tidak valid dan

angket tidak bisa dijadikan alat ukur untuk mengetahui variabel Mapalus. Adapun

hasil penghitungannya bisa dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.4

Hasil Uji Coba Validitas Komponen Variabel Mapalus (X2)

No

Sumber: Hasil Penghitungan Validitas Dilakukan Terhadap 60 Orang Responden

(42)

Berdasarkan hasil dari tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa 15 item

pertanyaan untuk variabel Mapalus (X2) adalah valid jadi bisa digunakan untuk

penelitian.

c. Variabel Torang Samua Basudara (X3)

Validitas konstruk (construct validity) instrumen variabel X3 (Torang

Samua Basudara). Data variabel Torang Samua Basudara (X3) diperoleh dari

angket dan uji coba validitas angket dilakukan melalui uji validitas butir

menggunakan koefisien korelasi product moment dari Pearson dengan bantuan

SPSS versi 16 yaitu korelasi antara skor setiap butir dengan skor total.

Adapun kaidah keputusannya adalah jika rhitung rtabel maka butir soal berarti

valid dan sebaliknya jika rhitung  rtabel maka butir soal berarti tidak valid dan

angket tidak bisa dijadikan alat ukur untuk mengetahui variabel Torang Samua

Basudara. Adapun hasil penghitungannya bisa dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.5

Hasil Uji Coba Validitas Variabel Torang Samua Basudara (X3)

(43)

Theodorus Pangalila, 2013

14 0,647 0,214 Valid

15 0,437 0,214 Valid

Sumber: Hasil Penghitungan Validitas Dilakukan Terhadap 60 Orang Responden

dengan SPSS 16

Berdasarkan hasil perhitungan rhitung, rtabel di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa dari 15 item pertanyaan untuk variabel Torang Samua Basudara (X3)

semuanya valid dan bisa digunakan dalam penelitian ini.

d. Variabel Pembelajaran PKn (X4)

Validitas konstruk (construct validity) instrumen variabel X4 (pembelajaran

PKn). Data variabel pembelajaran PKn (X4) diperoleh dari angket dan uji coba

validitas angket dilakukan melalui uji validitas butir menggunakan koefisien

korelasi product moment dari Pearson dengan bantuan SPSS versi 16 yaitu

korelasi antara skor setiap butir dengan skor total.

Adapun kaidah keputusannya adalah jika rhitung rtabel maka butir soal berarti

valid dan sebaliknya jika rhitung  rtabel maka butir soal berarti tidak valid dan

angket tidak bisa dijadikan alat ukur untuk mengetahui variabel pembelajaran

PKn. Adapun hasil penghitungannya bisa dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.6

Hasil Uji Coba Validitas Komponen Variabel Pembelajaran PKn (X4)

(44)

9 0,670 0,214 Valid

Sumber: Hasil Penghitungan Validitas Dilakukan Terhadap 60 Orang Responden

dengan SPSS 16

Berdasarkan hasil perhitungan rhitung, rtabel di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa 15 item pertanyaan untuk variabel pembelajaran PKn (X4) adalah valid jadi

bisa digunakan untuk penelitian.

e. Variabel Sikap Toleransi Siswa (Y)

Validitas konstruk (construct validity) instrumen variabel Y (sikap toleransi

siswa). Data variabel sikap toleransi siswa (Y) diperoleh dari angket. Sebelum

digunakan angket harus diuji coba validitas dan reliabilitasnya. Uji coba validitas

angket dilakukan melalui uji validitas butir menggunakan koefisien korelasi

product moment dari Pearson dengan bantuan SPSS versi 16 yaitu korelasi antara

skor setiap butir dengan skor total.

Adapun kaidah keputusannya adalah jika rhitung rtabel maka butir soal berarti

valid dan sebaliknya jika rhitung  rtabel maka butir soal berarti tidak valid dan

angket tidak bisa dijadikan alat ukur untuk mengetahui variabel sikap toleransi

siswa. Adapun hasil penghitungan sebagaimana tabel berikut:

Tabel 3.7

Hasil Uji Coba Validitas Komponen Variabel Sikap Toleransi Siswa (Y)

(45)

Theodorus Pangalila, 2013

4 0,607 0,214 Valid

5 0,581 0,214 Valid

6 0,468 0,214 Valid

7 0,692 0,214 Valid

8 0,633 0,214 Valid

9 0,544 0,214 Valid

10 0,514 0,214 Valid

11 0,403 0,214 Valid

12 0,390 0,214 Valid

13 0,545 0,214 Valid

14 0,691 0,214 Valid

15 0,491 0,214 Valid

Sumber: Hasil Penghitungan Validitas Dilakukan Terhadap 60 Orang Responden

dengan SPSS 16

Berdasarkan hasil perhitungan rhitung, rtabel di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa 15 item pertanyaan untuk variabel sikap toleransi siswa (Y) adalah valid

jadi bisa digunakan untuk penelitian.

3. Reliabilitas

Selain valid instrumen penelitian juga harus reliabel. Menurut Purwanto

(2010:161) reliabilitas berasal dari kata dalam bahasa Inggris rely, yang berarti

percaya, dan reliable yang artinya dapat dipercaya. Dengan demikian reliabilitas

dapat diartikan sebagai kepercayaan. Kepercayaan berhubungan dengan ketetapan

dan konsistensi. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995:122) realibilitas

instrumen adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil

pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih.

Untuk mengukur reliabilitas instrumen digunakan analisis Alpha Cronbach

dengan ketentuan jika nilai Alpha Cronbach lebih besar dari 0.60, maka

instrumennya dinyatakn reliabel.

4. Hasil Uji Reliabilitas

(46)

Pengujian reliabilitas angket dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha

Cronbach. Berdasarkan hasil penghitungan koefisien reliabilitas variabel Si Tou

Timou Tumou Tou adalah  = 0,840, sehingga  > 0,60. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa setiap komponen pertanyaan untuk variabel Si Tou Timou

Tumou Tou adalah reliabel. Agar lebih jelas perhatikan tabel berikut:

Tabel 3.8

Hasil uji coba reliabilitas Si Tou Timou Tumou Tou

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

,840 15

Sumber: Pengolahan Reliabilitas Angket Variabel Si Tou Timou Tumou Tou

dengan SPSS 16

b. Variabel Mapalus (X2)

Pengujian reliabilitas angket dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha

Cronbach. Berdasarkan hasil penghitungan koefisien reliabilitas variabel Mapalus

adalah  = 0,875 sehingga  > 0,60. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

setiap komponen pertanyaan untuk variabel Si Tou Timou Tumou Tou adalah

reliabel. Agar lebih jelas perhatikan tabel berikut:

Tabel 3.9

Hasil Uji Coba Reliabilitas Variabel Mapalus

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

,875 15

(47)

Theodorus Pangalila, 2013

c. Variabel Torang Samua Basudara (X3)

Pengujian reliabilitas angket dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha

Cronbach. Berdasarkan hasil penghitungan koefisien reliabilitas variabel Torang

Samua Basudara adalah  = 0,875 sehingga  > 0,60. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa setiap komponen pertanyaan untuk variabel Torang Samua

Basudara adalah reliabel. Agar lebih jelas perhatikan tabel berikut:

Tabel 3.10

Hasil Uji Coba Reliabilitas Variabel Torang Samua Basudara

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

,875 15

Sumber: Pengolahan Reliabilitas Angket Torang Samua Basudara dengan

SPSS 16

d. Variabel Pembelajaran PKn (X4)

Pengujian reliabilitas angket dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha

Cronbach. Berdasarkan hasil penghitungan koefisien reliabilitas variabel

pembelajaran PKn adalah  = 0,935 sehingga  > 0,60. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa setiap komponen pertanyaan untuk variabel pembelajaran

PKn adalah reliabel. Agar lebih jelas perhatikan tabel berikut:

Tabel 3.11

Hasil Uji Coba Reliabilitas Variabel Pembelajaran PKn

(48)

Cronbach's

Alpha N of Items

,935 15

Sumber: Pengolahan Reliabilitas Angket Pembelajaran PKn dengan SPSS 16

e. Variabel Sikap Toleransi Siswa (Y)

Pengujian reliabilitas angket dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha

Cronbach. Berdasarkan hasil penghitungan koefisien reliabilitas variabel

Pembelajaran PKn adalah  = 0,888 sehingga  > 0,60. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa setiap komponen pertanyaan untuk variabel sikap toleransi

siswa adalah reliabel. Agar lebih jelas perhatian tabel berikut:

Tabel 3.12

Hasil Uji Coba Reliabilitas Variabel Sikap Toleransi Siswa

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

,888 15

Sumber: Pengolahan Reliabilitas Angket Sikap Toleransi Siswa dengan SPSS 16

F. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiono (2008:224), teknik pengumpulan data merupakan langkah

yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti

tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.

Berkaitan dengan hal ini, maka teknik pengumpulan data yang akan digunakan

Gambar

Tabel 3.1 Distribusi Sampel Penelitian
Gambar 3.1. Model diagram jalur pengaruh variabel nilai budaya Si Tou Timou
 Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
Hasil Uji Coba Validitas Komponen Variabel Tabel 3.3 Si Tou Timou Tumou Tou (X1)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penulisan dokumen ini adalah untuk menjelaskan secara umum pilihan beasiswa jika ingin melanjut sekolah di Taiwan, dokumen apa saja yang dibutuhkan, bagaimana cara

Penetapan Lulus Wawancara Calon Anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) Kabupaten Aceh Besar pada Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019.. KECAMATAN :

di station ini, tentang pasien yang datang dengan luka iris dan instruksinya kalau ga salah, di station ini, tentang pasien yang datang dengan luka iris dan instruksinya kalau ga

Pada penelitian ini neonatus yang menjadi suspek inkompatiilitas ABO adalah bayi yang mengalami ikterus yang timbul pada 24 jam pertama setelah lahir, ibu yang bergolongan darah O

Whistle blowing merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan kecurangan baik yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya

Profil orangtua tunggal adalah pada umumnya orangtua tunggal ini memiliki ekonomi yang rendah. Karena orangtua tunggal dengan tingkat pendidikan pada umumnya hanya tamatan SMA,

Keterampilan dalam mengidentifikasi dan mengontrol variabel merupakan capaian keterampilan dengan kriteria baik secara keseluruhan oleh kelompok MIA maupun IIS (Gambar 2).

seperti berkelahi, pada awalnya mereka selesaikan sendiri tanpa harus diselesaikan oleh pengasuh. Kondisi ini menunjukkan perilaku dapat menyelesaikan masalah sendiri