v Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan hardiness pada ibu yang memiliki anak autis dengan ibu tanpa anak berkebutuhan khusus di Bandung. Metode yang digunakan adalah metode diferensial.Variabel penelitiannya adalah Hardiness. Pemilihan sampling menggunakan accidental sampling.
Alat ukur hardiness disusun berdasarkan teori dari hardiness yang dibuat oleh peneliti. Validitas alat ukur hardiness menggunakan rumus correlation coefficient spearman dan dari perhitungan terdapat delapan item yang dibuang. Reliabilitas menggunakan alpha cronbach. Realibilitas hardiness 0,827.
Berdasarkan pengolahan data secara statistik dengan menggunakan mann whitney, maka didapat koefisien signifikansi untuk hardiness adalah 0,307.
vi Abstract
This study was conducted to determine differences of hardiness to mothers who have children with autism and mother without children with special needs in Bandung. The method used is differential method. The research variables are Hardiness. The sampling selection uses accidental sampling.
Hardiness measuring tools are prepared by the theory of hardiness by researcher. Validity of hardiness measuring instrument using correlation coefficient spearman formula and there is eight items discarded. Reliability using alpha cronbach. Hardiness reliability is 0.827.
Based on statistical data processing by using mann whitney, coefficient of significance for hardiness is 0,307.
vii DAFTAR ISI
Halaman
COVER... i
LEMBAR PENGESAHAN... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI... iii
PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... iv
ABSTRAK... v
ABSTRACT... vi
KATA PENGANTAR... vii
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR TABEL... xii
DAFTAR BAGAN... xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah... 1
1.2Identifikasi Masalah... 9
1.3Maksud dan Tujuan... 10
1.3.1 Maksud... 10
viii
1.4 Kegunaan Penelitian... 10
1.4.1 Kegunaan Teoretis... 10
1.4.2 Kegunaan Praktis... 10
1.5 Kerangka Pikir... 11
1.6 Asumsi Penelitian... 15
1.7 Hipotesis Penelitian... ... 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hardiness... 17
2.1.1 Gambaran umum Hardiness... 17
2.1.2 Pengertian Hardiness... 17
2.1.3 Indikator Stress Pada Hardiness... 19
2.1.4 Dimensi dari Hardiness... 19
2.1.5 Cara Meningkatkan Hardiness... 22
2.2 Autisme... 23
2.2.1 Pengertian Autisme... 23
2.2.2 Ciri-ciri Autisme... 24
2.2.3 Gejala Autisme... 26
ix
2.2.5 Tingkat Kecerdasan Anak Autis... 31
2.3 Mothering pada Anak Autis... 32
2.3.1 Perilaku Mothering... 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Prosedur Penelitian... 36
3.2 Bagan Prosedur Penelitian... 37
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 37
3.3.1 Variabel Penelitian... 37
3.3.2 Definisi Operasional... 38
3.4 Alat Ukur... 39
3.4.1 Alat Ukur Penelitian... 39
3.4.1.1 Prosedur Pengisian... 40
3.4.1.2 Sistem Penilaian... 40
3.4.2 Data Sosiodemografis... 41
3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 41
3.5 Populasi Sasaran dan Teknik Sampling... 42
3.5.1 Populasi Sasaran... 42
x
3.5.3 Teknik Sampling... 43
3.6 Teknik Analisis Data... 43
3.7 Hipotesa Statistik... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Responden... 45
4.1.1 Gambaran Kriteria Responden... 45
4.1.2 Gambaran Usia Responden... 45
4.1.3 Gambaran Tingkat Pendidikan Responden... 45
4.2 Hasil Penelitian... 46
4.2.1 Hasil Uji Beda... 46
4.3 Pembahasan Data Sosiodemografis... 46
4.4 Pembahasan... 47
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan... 52
5.2 Saran Teoritis... 52
5.3 Saran Praktis... 53
DAFTAR PUSTAKA... 54
DAFTAR RUJUKAN... 55
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Gambaran Alat Ukur Hardiness... 39
Tabel 4,1 Gambaran kriteria Responden... 45
Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia... 45
Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 45
Tabel 4.4 Hasil Pengolahan Uji Beda Hardiness... 46
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Kerangka Pikir... 15
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kisi-kisi kuesioner hardiness
Lampiran 2. Kuesioner hardiness
Lampiran 3. Tabel perhitungan try out kuesioner hardiness
Lampiran 4. Hasil olah data
Lampiran 5. Hasil olah data sosiodemografis
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Membentuk sebuah keluarga merupakan salah satu impian bagi setiap individu yang
telah mencapai usia dewasa. Ketika individu menikah maka akan ada peran baru yang
disandang sebagai suami, istri, dan orangtua (Hurlock, 1999). Pasangan yang telah menikah
dan membentuk suatu keluarga, memiliki harapan untuk menghasilkan keturunan yang sehat
baik secara fisik maupun psikis.
Kelahiran anak sebagai anggota keluarga baru akan menjadi penguat identitas dan
peran bagi pasangan suami istri sebagai orangtua (Carr, 2004). Menurut Apperson, dkk
(2002), keterlibatan dan komitmen waktu wanita pada keluarga yang didasari tanggung jawab
terhadap tugas rumah tangga termasuk dalam mengurus suami dan anak dapat menghasilkan
tekanan dalam menjalankan perannya.
Anak yang dilahirkan diharapkan sempurna baik secara fisik dan psikis. Harapan dari
pasangan suami istri dapat berubah menjadi kekecewaan jika anak yang lahir tidak sesuai
dengan harapan, misalnya terlahir kurang sempurna secara fisik atau psikis contohnya, anak
memiliki kebutuhan khusus seperti autisme.
Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan saraf yang kompleks ditandai
dengan adanya kelainan dalam perilaku sosial, bahasa dan berkomunikasi serta menunjukkan
ketertarikan yang tidak biasa terhadap suatu hal tertentu misalnya tertarik pada suatu suara
mobil dan ketakutan saat mendengarlagu anak-anak (Mash & Wolfe, 2010). Anak autis juga
akan menampilkan beberapa karakterisitik diantaranya gangguan intelektual, gangguan
2
Universitas Kristen Maranatha Menurut Mash & Wolfe (2012) terdapat tiga faktor yang berkontribusi pada spektrum
autisme, yaitu kemampuan anak dengan autisme memiliki perbedaan dengan anak tanpa
kebutuhan khusus mulai dari mengalami kecacatan hingga memiliki kecerdasan diatas
rata-rata, gangguan yang dialami anak autis memiliki tingkatan yang berbeda begitupula dengan
kemampuan anak autis dalam berkomunikasi, dan perilaku anak autis akan berubah seiring
dengan pertumbuhan usia. Faktor spektrum yang ditampilkan oleh anak autis berbeda pada
setiap individunya.
Autisme ditandai dengan perbedaan yang mendalam terhadap hubungan sosial yang
tidak biasa seperti perilaku stereotip (perilaku berulang dan tidak bertujuan), gangguan
komunikasi dan gangguan emosional. Gangguan ini biasanya bersifat kronis dan menetap
(Otlmanns & Emery, 2012). Gejala pada anak autis yang menetap sepanjang kehidupan anak,
dapat di kategorikan dalam autis ringan (mild), sedang (moderate), dan berat (severe).
Menurut para ahli, autisme dengan tingkat intelegensi dan kognitif yang rendah, tidak
memiliki kemampuan dalam berbicara, menunjukkan perilaku menyakiti diri sendiri dan
adanya keterbatasan minat dan rutinitas yang dikategorikan sebagai low functioning autism.
Autisme dengan fungsi kognitif dan intelegensi yang tinggi akan mampu untuk
berkomunikasi dan berbicara secara efektif serta menunjukkan kemampuan mengikuti
rutinitas yang umum, dikategorikan sebagai high functioning autism.
Menyadari bahwa anak yang dilahirkan tidak sesuai dengan harapan, tidak jarang
membuat orangtua sulit untuk menerima kekurangan yang dimiliki oleh anaknya. Terlebih
jika sedikitnya pengetahuan dan informasi yang dimiliki terhadap permasalahan yang
dihadapi, orangtua yang memiliki anak autis merasa tidak ada bantuan bagi dirinya untuk
mengurus anak. Reaksi orangtua pada umumnya ketika mengetahui anaknya memiliki
kebutuhan khusus adalah terkejut, menolak, merasa bersalah, putus asa, depresi, dan kecewa.
3
Universitas Kristen Maranatha sebelum akhirnya dapat mencapai fase penerimaan atas keberadaan anaknya. Ada masa
orangtua merenung dan tidak mengetahui tindakan tepat apa yang harus diperbuat.(Puspita
dalam Zulkaida, 2007. Diakses melalui http://ejournal.umm.ac.id pada tanggal 22 April
2015).
Berdasarkan hasil survey awal pada lima orang Ibu dengan anak autis, tiga dari lima
ibu berkata merasa lelah baik secara fisik maupun psikis karena harus menjaga anak yang
mengalami autis. Anak mengalami kesulitan untuk tidur pada malam hari sehingga ibu harus
menunggu anak hingga tidur sebelum beristirahat disamping itu anak sering
membentur-benturkan tubuh ke dinding rumah jika ada keinginannya yang tidak terpenuhi atau
mengacak-acak peralatan yang ada di rumah. Ibu merasa harus selalu bersikap waspada dan
cemas setiap hari saat mengawasi anak, karena ibu takut jika anak ‘mengamuk’.
Kondisi anak yang membutuhkan pengasuhan dan perhatian membuat ibu
memutuskan untuk berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga sehingga ibu bisa
memantau aktivitas anak secara terus menerus. Ibu berpendapat jika bekerja akan sulit bagi
ibu untuk mengasuh dan mendidik anak karena ibu akan kelelahan secara fisik dan psikis
dalam menangani pekerjaannya.
Dua dari lima ibu berkata bahwa dirinya lebih banyak menarik diri dari lingkungan
sosial seperti lingkungan sekitar rumah dan lingkungan pertemanan karena saat berada di luar
rumah ibu merasa bahwa orang-orang memandang ke arah anaknya dengan mengejek atau
mengatakan suatu hal yang negatif terhadap anaknya. Disamping itu, ibu juga merasa cemas
jika berada di luar rumah karena anak sering berlari tanpa arah dan sangat sulit untuk
mengejarnya sehingga ibu berpendapat jika lebih baik berada di dalam rumah serta mengunci
seluruh pintu dan pagar rumah.
Satu dari lima Ibu merasa berjuang sendiri dalam mengasuh anak yang mengalami
4
Universitas Kristen Maranatha meminta bantuan suami karena merasa berat jika harus mengasuh anak seorang diri dan hal
ini sering memicu pertengkaran antar suami istri. Ibu juga dituduh oleh anggota keluarga
suami mengonsumsi obat terlarang sebelum hamil sehingga melahirkan anak autis.
Dua dari lima ibu pada awalnya merasa marah, bingung, dan benci terhadap nasib
yang menimpa dirinya karena memiliki anak autis. Setelah merasa lebih tenang, ibu mencoba
untuk mencari tahu semua informasi yang diperlukan dalam mengasuh anak autis. Ibu tidak
ingin berhenti berjuang dalam mengasuh anaknya agar mampu untuk mandiri dan akan
mencoba berbagai bantuan yang ditawarkan bagi anaknya sekalipun perkembangan yang
ditunjukkan oleh anak tergolong lambat.
Ibu banyak mengandalkan bantuan dari pihak sekolah yang menyediakan
sekolah-sekolah khusus untuk anak autis dan disabilitas lainnya. Menurut ibu, hal ini membantu dalam
menanggulangi beban yang dirasakan oleh ibu karena adanya pihak sekolah yang juga ikut
membantu dalam memberikan pendidikan kepada anak.
Rangkaian proses terapi yang dijalani berkonsekuensi pada tingginya biaya yang harus
dikeluarkan kerap memberikan tekanan tersendiri bagi orangtua dengan anak autis. Padahal,
selain masalah finansial, gejala autis juga cukup membuat orang tua stres seperti, sulitnya
merangkul anak secara emosional, sulitnya berkomunikasi, dan juga berinteraksi, misalnya
anak autis tidak merespon sama sekali isyarat verbal dan non verbal yang ditunjukkan oleh
orangtua yang akhirnya keduanya menjadi frustrasi. Dampak dari kesulitan komunikasi ini
membuat anak sulit masuk sekolah dan bersosialisasi di lingkungannya. Masalah bertumpuk,
belum lagi perbedaan pendapat dengan pasangan mengenai penanganan anak, membuat
hubungan dengan pasangan memburuk.
(http://www.ayahbunda.co.id/balita-gizi-kesehatan/jika-anak-autis2c-terimalah diakses tanggal 28 Agustus 2015.)
Pada ibu tanpa anak berkebutuhan khusus dalam mendidik dan mengasuh anak
5
Universitas Kristen Maranatha tanpa anak berkebutuhan khusus, empat dari lima ibu mengatakan bahwa pendidikan dasar
dan terpenting pada anak berasal dari keluarga terutama dari ibu yang sehari-hari bersama
anak.
Seiring dengan perkembangan teknologi, ibu harus dapat mengikuti perkembangan
teknologi misalnya pada bidang internet. Anak dapat mengakses semua informasi yang tidak
sesuai dengan usianya, memulai pertemanan dunia maya yang akhir-akhir ini sering
dimanfaatkan untuk menjerat anak misalnya mengajak anak bertemu dengan teman dunia
mayanya yang ternyata merupakan sindikat penculik anak. Kemudahan untuk dapat
mengakses berita melalui berbagai media saat ini menjadi keresahan bagi ibu karena dengan
mudahnya dapat mengakses berbagai informasi membuat anak dapat menonton atau membaca
berita yang tidak sesuai dengan umurnya seperti membaca konten berisi pornographi atau
menonton adegan kekerasan.
Ibu juga khawatir bahwa jika anak terlalu larut bermain dengan teknologi maka anak
akan menjadi anti sosial, memiliki ketergantungan pada teknologi sehingga tidak peduli
terhadap hal lain selain teknologi yang dimilikinya dan anak juga akan menjadi konsumtif.
Sedangkan jika ibu tidak mengizinkan anak menggunakan berbagai peralatan teknologi maka
anak akan dianggap kuno oleh teman-temannya yang juga menggunakan teknologi.
Dua dari lima ibu menyatakan bahwa anaknya menjadi korban bullying oleh
teman-temannya di sekolah karena kesulitan mengikuti kegiatan belajar mengajar. Pada awalnya
guru sering memarahi anak karena sulit untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar kemudian
teman-teman sekelas mulai mengejek anak. Ibu mulai melihat perubahan pada anak dengan
sering mengurung diri di dalam kamar, sering melamun, jarang berbicara sedangkan
6
Universitas Kristen Maranatha Ibu mencoba untuk bertanya apakah anak memiliki masalah namun anak tidak
mengatakan apapun. Hal ini berlanjut hingga anak mengatakan bahwa dirinya tidak ingin
sekolah lagi dan menceritakan bahwa dirinya sering diejek oleh teman-teman lain berupa
tindakan verbal dan fisik. Tindakan verbal yang dilakukan berupa ejekan sebagai anak idiot
sedangkan tindakan fisik berupa tendangan pada bagian kaki, menempelkan kertas bertuliskan
ejekan, dan memukul kepala anak. Ibu terkejut mendengar cerita anak dan berusaha untuk
mendapat penjelasan dari pihak sekolah namun pihak sekolah berusaha untuk menutupi
kejadian tersebut sehingga tidak diketahui oleh orangtua lainnya. Saat ini anak masih sering
merasa ketakutan setiap kali ada orang yang mendekatinya, hal ini membuat orangtua
terutama ibu merasa cemas terhadap kondisi anak.
Tiga dari lima ibu menyatakan bahwa merasa serba salah dalam mengasuh dan
membesarkan anak karena ibu mendapat komentar negatif dari ibu lainnya yang menganggap
bahwa cara ibu mengasuh anak salah sehingga akan berdampak pada perkembangan fisik dan
psikis anak. Ibu juga mendapat kritikan dari ibu mertua yang menganggap ibu terlalu
memberi kebebasan pada anak dan tidak mampu mengajarkan sopan santun pada anak. Ibu
merasa bahwa lingkungan memojokkan dirinya sehingga ibu menjadi tidak percaya diri dalam
mengasuh anak. Ibu lebih banyak mengikuti perintah suami agar tidak disalahkan oleh orang
lain meskipun hal tersebut tidak sesuai dengan keinginan ibu dalam mengasuh anak.
Satu dari lima orang ibu menyatakan bahwa mengasuh anak merupakan pekerjaan
yang paling melelahkan secara fisik dan psikis namun, hal tersebut juga menjadi tantangan
agar dapat melewatinya hingga berhasil membesarkan anak menjadi anak-anak yang sukses.
Tantangan yang dihadapi oleh ibu diantaranya harus sering terjaga pada malam hari ketika
anak keduanya menangis kemudian mengecek penyebab anak menangis, dan pada pagi hari
menyiapkan sarapan untuk keluarga serta bekal makanan bagi anak pertama yang berada di
7
Universitas Kristen Maranatha yang diperoleh anak disekolah, ibu memelajari keadaan emosional dan pertumbuhan psikis
anak melalui buku dan media sosial sehingga yakin dapat membantu pertumbuhan anak baik
secara fisik dan psikis secara maksimal dan tidak memaksakan keinginan ibu pada anak.
Tiga dari lima ibu menyatakan bahwa membutuhkan perhatian ekstra dalam mengasuh
anak terutama ketika anak berada disekolah atau ditempat umum. Ibu menanyakan secara
mendetail apa saja kegiatan anak, siapa saja yang ditemui, siapa yang bermain dengan anak
dan siapa orang dewasa yang bersama dengan anak. Ibu juga berkali-kali menjelaskan pada
anak bahwa ada bagian dari tubuhnya yang tidak boleh disentuh oleh orang lain dan harus
melaporkan pada ibu jika ada yang menyentuhnya, ibu juga membatasi jam bermain anak
dengan hanya boleh bermain satu sampai dua jam diluar rumah dan jika anak belum kembali
setelah jam yang ditentukan, ibu merasa gelisah dan menjemput anak dari tempat bermain.
Menyaksikan berita yang beredar tentang kejahatan seksual, penculikan dan pembunuhan
pada anak membuat ibu harus memberikan perhatian ekstra ketika anak berada di luar rumah.
Tiga dari lima ibu menyatakan bahwa memiliki anak menjadikan beban bagi dirinya
karena rasa bersaing dan gengsi yang dimiliki ibu untuk menjadikan anak berprestasi baik
dalam bidang akademik maupun non akademik agar menjadi yang terbaik dari anak
sebayanya. Ibu memberikan banyak tambahan les pelajaran diluar jam sekolah dan les non
akademik untuk menunjang kemampuan anak. Ibu tidak ikut membantu dalam mengajarkan
pelajaran-pelajaran tersebut pada anak dan menyerahkannya kepada guru pembimbing, bagi
ibu yang terpenting anak dapat meraih nilai terbaik disetiap aspek. Jika anak tidak berhasil
meraih nilai yang diharapkan oleh ibu maka akan mendapatkan hukuman.
Dua dari lima ibu menyatakan bahwa kesulitan dalam menangani perilaku anak yang
suka berbohong dan berperilaku kasar kepada orang lain. Ibu telah menerapkan berbagai cara
8
Universitas Kristen Maranatha namun, belum efektif terhadap perilaku anak. Hal ini juga menyebabkan ibu sering dipanggil
oleh pihak sekolah terkait dengan perilaku anak yang mengganggu suasana belajar mengajar.
Tekanan yang dialami oleh ibu tanpa anak berkebutuhan khusus dapat memengaruhi
kehidupan ibu baik secara fisik maupun psikis (Chapplin, 1999). Menurut Bowlby (dalam
Papalia, Old &Feldman,2008) bahwa orangtua yang paling dominan dalam mengasuh anak
adalah ibu hal ini dikarenakan ibu merupakan orang terdekat bagi anak dalam kegiatan
sehari-harinya. Di sisi lain, ibu juga memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dalam mengasuh anak,
kecemasan yang tinggi mendorong ibu untuk bersikap waspada dan khawatir secara
berlebihan terhadap keselamatan anak.
Ibu tanpa anak berkebutuhan khusus perlu memahami karakter anak sehingga dapat
menerapkankan cara mendidik yang tepat agar perkembangan fisik dan psikis anak dapat
berjalan normal, ibu perlu memahami pola tumbuh kembang anak dengan mencari informasi
yang dibutuhkan agar dapat menangani permasalahan anak sesuai dengan tingkat
perkembangan usianya serta menyediakan apa yang dibutuhkan anak untuk sesuai dengan
masa pertumbuhannya
(http://mediaumat.com/konsultasi/2599-51-mengasuh-anak-tanpa-stres.html diakses tgl 8 September 2015)
Kesulitan yang dihadapi oleh orangtua terutama ibu yang mengasuh anak dapat
berdampak pada stres yang berasal dari tekanan dalam hidup. Hardiness muncul sebagai pola
sikap dan strategi yang memfasilitasi penanggulangan keadaan stres yang berpotensi ‘merusak’ individu menjadi sebuah kesempatan untuk pertumbuhan diri. Perlawanan terhadap
tekanan atau kemampuan untuk menangani stres menjadi suatu bentuk pertumbuhan dalam
diri sehingga dapat mengembangkan kemampuan diri (Khoshaba & Maddi, 1977).
Terdapat tiga dimensi dari hardiness, yaitu control, commitment dan challenge. Ketiga
9
Universitas Kristen Maranatha ketiga dimensi dari hardiness berarti akan mampu untuk menerima kondisi yang dialaminya.
Hal ini akan membantu ibu untuk mampu menanggapi hambatan dalam mengasuh anak
sebagai suatu tantangan dibandingkan sebagai beban atau sumber masalah, berkomitmen
dalam mengasuh anak serta memiliki kontrol terhadap lingkungan sekitarnya. Adanya
hardiness menjadi cara individu dalam memandang kehidupannya yang stressful menjadi
suatu kesempatan untuk mengembangkan potensi diri.
Hardiness memengaruhi bagaimana ibu akan mengasuh, mendidik dan menerapkan
disiplin pada anak. Pada ibu yang memiliki anak autis, dibutuhkan adaptasi terhadap kondisi
anak yang berbeda dari anak lainnya sehingga ibu akan berusaha untuk mencari informasi
mengenai keadaan anaknya, bagaimana menerapkan pola asuh pada anak autis, mencari
lembaga pendidikan dan para profesional yang dapat membantu perkembangan anaknya. Hal
ini juga membantu ibu untuk meyeimbangkan peran sebagai istri, ibu dan wanita karir jika ibu
bekerja. (http://link.springer.com/article/10.1007/s10882-007-9034-z diakses tanggal 22
April 2015).
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan pada ibu yang memiliki anak autis dan
ibu tanpa anak berkebutuhan khusus terdapat gambaran hardiness. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian hardiness pada ibu yang memiliki anak autis dan
hardiness pada ibu tanpa anak berkebutuhan khusus.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari penelitian ini ingin mengetahui perbedaan derajat hardiness Ibu dengan anak
10
Universitas Kristen Maranatha 1.3Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Memperoleh gambaran mengenai hardiness pada ibu yang memiliki anak autis dengan
ibu tanpa anak berkebutuhan khusus di Bandung.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui derajat hardiness pada ibu yang memiliki
anak autis dengan ibu tanpa anak berkebutuhan khusus di Bandung berdasarkan tiga dimensi
yaitu control, commitment dan challenge.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoretis
1) Memperkaya ruang lingkup penelitian mengenai hardiness pada ibu dengan anak autis
dan pada ibu tanpa anak berkebutuhan khusus.
2) Sebagai referensi bagi penelitian lain dengan bidang kajian serupa mengenai hardiness
pada ibu yang memiliki anak autis dengan ibu tanpa anak berkebutuhan khusus.
1.4.2 Kegunaan Praktis
1) Memberikan informasi agar dapat mengetahui gambaran dari hardiness ibu yang
memiliki anak autis dengan ibu tanpa anak berkebutuhan khusus sehingga dapat
menjadi bahan pertimbangan dalam mendidik anak autis dan anak tanpa kebutuhan
khusus.
2) Memberikan informasi hardiness pada orangtua yang memiliki anak autis dan ibu
11
Universitas Kristen Maranatha 1.5Kerangka Pemikiran
Seorang wanita yang telah menikah memiliki tantangan dalam menjalankan peran
sebagai seorang istri dan ibu dalam kehidupan rumah tangga. Tantangan pada ibu tanpa anak
berkebutuhan khusus diantaranya kewaspadaan ibu dalam penggunaan teknologi yang dapat
dimanfaatkan oleh anak baik secara sengaja maupun tidak sengaja untuk mengakses konten
yang tidak sesuai dengan usia anak, lingkungan tempat tinggal dan lingkungan sosial tempat
anak berada, hubungan dengan teman-teman sebaya yang dapat memengaruhi sikap dan
tindakan anak dalam berperilaku, dan mencari informasi yang sesuai dengan perkembangan
zaman dalam menerapkan pola asuh yang tepat bagi anak serta mengikuti perkembangan
zaman sehingga dapat mengetahui kegiatan anak.
Tantangan menjadi ibu dengan anak autis diantaranya kesulitan dalam pengasuhan
anak autis yang membutuhkan perhatian dan kesabaran, pengeluaran biaya untuk sekolah
khusus, terapi, serta biaya konsultasi dokter serta perhatian dalam pemberian makanan yang
diperbolehkan dan yang dilarang dimakan oleh anak autis, perhatian ibu yang harus mendidik
anak jika memiliki anak selain anak yang didiagnosis menderita autis, tantangan lainnya ibu
harus menghadapi masyarakat yang menjauhi anak autis serta kurangnya informasi yang
dimiliki untuk membantu ibu dalam mengasuh anak autis.
Autisme merupakan gangguan perkembangan dalam interaksi sosial dan komunikasi
dan terdapat keterbatasan pada aktivitas tertentu. Anak yang mengalami gangguan autistik
memiliki pola perilaku, minat, dan aktivitas yang berulang-ulang. Hal ini mencakup gangguan
dalam fokus perhatian, tidak fleksibel terhadap suatu kegiatan atau sering dikatakan memiliki
ritual tertentu dan pengulangan dalam gerakan motorik (DSM IV TR,2000).
Tantangan dalam mengasuh dan mendidik yang dihadapi oleh ibu tanpa anak
12
Universitas Kristen Maranatha kehidupan. Hardiness diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam melawan permasalahan
yang berasal dari tekanan hidup atau dapat dikatakan kemampuannya dalam menghadapi stres
dalam kehidupan. Hardiness hadir sebagai sumber pelindung bagi diri ketika berada dalam
situasi yang stressful. Individu yang hardiness akan terhindar dari stres yang berasal dari
tekanan hidup sedangkan individu yang non hardiness maka akan lebih mudah terserang stres
yang berasal dari tekanan hidup.
Individu yang dikatakan hardiness, ketika berada dalam keadaan psikologis yang
secara umum adalah individu yang yang memiliki sikap dapat melawan stres akibat situasi
yang menekan dalam menjalani kehidupannya dengan memandang potensi yang dapat
menyebabkan stres sebagai suatu potensi positif dan menampilkan kemampuannya untuk
dapat menangani stressor secara efektif. Pada individu yang non hardiness maka akan
memandang suatu potensi stressor lebih terlihat mengancam kehidupannya dan memiliki
pikiran yang lebih negatif dibandingkan dengan individu yang hardiness.
Hardiness terdiri dari tiga dimensi, yaitu control, commitment, dan challenge. Pada
individu yang tinggi dalam dimensi control maka akan mengarahkan individu untuk
membalikkan suatu keadaan yang berpotensi merusak individu dan lingkungannya menjadi
keadaan yang menguntungkan. Pada individu yang tinggi dalam dimensi commitment maka
akan percaya untuk ikut terlibat dalam suatu keadaan disekitarnya meski seburuk apapun
keadaan tersebut daripada mengasingkan diri dari lingkungannya. Jika individu yang tinggi
dalam dimensi challenge maka akan menerima stressor sebagai bagian dari kehidupan dan
melihat keadaan stressful sebagai kesempatan untuk berubah, bersikap bijaksana, dan
mencoba untuk mengubah hal yang dipandang sebagai masalah menjadi suatu keuntungan.
Individu akan berpikir untuk memelajari berbagai hal positif maupun negatif dari hal yang
13
Universitas Kristen Maranatha Pada ibu dengan dimensi control yang tinggi maka akan ditandai dengan berusaha
untuk mengubah keadaan yang buruk menjadi lebih menguntungkan, melihat masalah sebagai
bagian dari pengalaman dan proses belajar. Ibu dengan dimensi control yang rendah maka
akan ditandai dengan mudah menyerah pada keadaan sehingga melihat suatu masalah sebagai
suatu beban dan alasan untuk berhenti dalam belajar.
Ibu tanpa anak berkebutuhan khusus maka akan berusaha untuk menerapkan pola asuh
dan disiplin yang sesuai bagi anak, membantu dan mendampingi anak dalam menghadapi fase
perkembangan, serta ikut terlibat dalam kegiatan anak baik di lingkungan rumah maupun di
luar lingkungan rumah. Ibu akan memilih untuk terlibat dalam kegiatan mengasuh anak dan
terus menggali informasi dalam cara menangani anak.
Ibu dengan anak autis maka akan menunjukkan kesabaran dalam menangani dan
mengasuh anak, berupaya untuk memenuhi jadwal dari kegiatan anak terutama kegiatan yang
dapat membantu perkembangan fisik dan psikis. Ibu tidak menyerah pada keadaan yang
sedang terjadi melainkan berusaha untuk menanganinya.
Pada ibu dengan dimensi commitment yang tinggi maka akan ditandai dengan
berusaha untuk melibatkan diri di lingkungannya sekalipun keadaannya sangat buruk,
berusaha untuk menunjukkan dukungan dan belajar dari keadaan yang buruk tersebut
sehingga menjadi menguntungkan jika dibandingkan dengan ibu dengan dimensi commitment
yang rendah maka akan ditandai dengan mengasingkan diri dan tidak berusaha untuk terlibat
dari suatu keadaan yang buruk.
Ibu tanpa anak berkebutuhan khusus akan berusaha untuk tidak hanya mengetahui
jadwal kegiatan anak melainkan ikut terlibat didalamnya misalnya mengetahui jadwal ujian
anak dan membantu anak belajar serta mencari jalan keluar ketika anak menghadapi kesulitan.
14
Universitas Kristen Maranatha terapis, ibu terlibat dalam terapi dan pendidikan pada anak. Ibu berusaha untuk menyesuaikan
diri dengan keadaan anak sehingga dapat menunjang tumbuh kembang anak baik secara fisik
maupun psikis.
Pada ibu dengan dimensi challenge yang tinggi maka akan ditandai dengan
menganggap bahwa stressor merupakan bagian dari kehidupan dan menjadikan sumber
masalah sebagai bahan pembelajaran untuk bersikap bijaksana dan mengubah masalah
menjadi keuntungan jika dibandingkan dengan ibu yang memiliki dimensichallengeyang
rendah maka ibu akan melihat sebuah stressor sebagai hal yang menghentikan dirinya untuk
belajar serta menganggapnya sebagai sebuah halangan yang sulit untuk dilalui.
Ibu dengan anak autis akan berkonsultasi pada guru, terapis, dokter, dan bertukar
informasi dengan orangtua lainnya sehubungan dengan perkembangan anak. Hal ini akan
berguna bagi ibu untuk mengembangkan kemampuan mengasuh, mendidik dan memahami
anak. Ibu akan secara akif mencari informasi dan bantuan yang dibutuhkan bagi anak agar
dapat mengembangkan potensi anak secara maksimal.
Ibu tanpa anak berkebutuhan khusus dengan hardiness tinggi maka akan berusaha
untuk terus belajar, mencari informasi dari berbagai sumber seperti media sosial, membaca
buku, melakukan diskusi dengan ibu lainnya dan berkonsultasi dengan guru terkait
perkembangan dan pola asuh yang tepat bagi anak. Ibu bersedia untuk melibatkan diri secara
aktif dalam membimbing, mengasuh dan melindungi anak serta menjadikan kegiatan
mengasuh anak sebagai suatu proses pembelajaran yang baru dan tantangan untuk terus
menggali potensi diri dalam melaksanakan peran sebagai ibu.
Ibu dengan anak autis dengan hardiness tinggi maka akan berusaha untuk mencari
informasi yang dibutuhkan bagi anak, menentukan tempat terapi yang sesuai dengan
15
Universitas Kristen Maranatha penangan pada anak serta melakukan aktivitas yang dapat membantu dalam merangsang saraf
motorik dan kognitif. Kegiatan dalam mengasuh anak menjadi suatu kesempatan untuk
belajar dan menggali potensi diri untuk menjalankan peran sebagai ibu. Selain hardiness
sebagai data utama, penelitian ini juga akan menjaring data sosiodemografis berupa usia,
tingkat pendidikan dan status pekerjaan ibu untuk melengkapi data utama. Selanjutnya data
sosiodemografis ini akan diuji hubungannya dengan data utama, yaitu hardiness.
Berikut adalah bagan penjelasan di atas:
Bagan 1.1 Kerangka Pikir
1.6Asumsi Penelitian
Adapun asumsi yang mengaitkan fenomena ini dengan teori yang dimiliki, yaitu:
1) Dalam pengasuhan anak pada ibu dengan anak autis dan ibu tanpa anak berkebutuhan
khusus di Bandung senantiasa terbuka peluang adanya tekanan yang dihadapi.
2) Kuat atau lemahnya hardiness pada ibu dengan anak autis maupun tanpa anak
berkebutuhan khusus dibentuk oleh kepribadian yang dimiliki
16
Universitas Kristen Maranatha
3) Commitment, control, dan challenge akan diekspresikan oleh kedua kelompok ibu dalam
membesarkan anak-anaknya.
1.7Hipotesis Penelitian
Terdapat perbedaan hardiness pada ibu dengan anak autis dan ibu dengan anak tanpa
kebutuhan khusus di Bandung.
Terdapat perbedaan control pada ibu dengan anak autis dan ibu dengan anak tanpa
kebutuhan khusus di Bandung.
Terdapat perbedaan commitment pada ibu dengan anak autis dan ibu dengan anak
tanpa kebutuhan khusus di Bandung.
Terdapat perbedaan challenge pada ibu dengan anak autis dan ibu dengan anak tanpa
52 BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini peneliti akan memaparkan hasil interpretasi dan analisis yang telah
dilakukan pada bab sebelumnya beserta saran yang terarah sesuai dengan hasil penelitian.
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hardiness beserta dimensi-dimensinya terhadap
ibu dengan anak autis dan ibu tanpa anak berkebutuhan khusus di Bandung dapat disimpulkan
sebagai berikut:
Tidak terdapatnya perbedaan hardiness beserta dimensi-dimensinya pada ibu dengan
anak autis dan ibu tanpa anak berkebutuhan khusus dalam mengasuh, membesarkan dan
mendidik anak di lingkungan sekitar. Pengasuhan pada ibu dengan anak autis dan ibu tanpa
anak berkebutuhan khusus senantiasa terbuka peluang untuk berkembang atau sebaliknya saat
dibawah situasi-situasi lain yang masih memerlukan penelitian mendalam.
5.2 Saran Teoretis
Dapat dijadikan masukan kepada para peneliti yang ingin meneliti studi diferensial
tentang hardiness beserta dimensi-dimensinya pada ibu dengan anak autis dan ibu tanpa anak
53
Universitas Kristen Maranatha 5.3 Saran Praktis
Kelompok ibu dengan anak autis menunjukkan kecenderungan persentase lebih besar
(65% dan 62%) pada dimensi challenge dan control sedangkan pada dimensi
commitment 60% nya rendah. Temuan ini menunjukkan, ibu perlu menunjukkan
komitmen yang lebih kuat dalam upaya mendidik dan memberikan ketertampilan kepada
anak autis agar dapat mandiri dalam perkembangannya.
Kelompok ibu tanpa anak berkebutuhan khusus, persentase rendah berada pada dimensi
commitment (55%) dan challenge (64%) sedangkan pada dimensi control tinggi (62%).
Disarankan kelompok ibu tanpa anak berkebutuhan khusus untuk menyadari pentingnya
mendidik dan mendampingi anak dengan kualitas dan kuantitas karena tantangan dalam
membesarkan anak di era modern seperti sekarang ini merupakan tugas yang kompleks
STUDI DIFERENSIAL TENTANG HARDINESS PADA IBU DENGAN
ANAK AUTIS DAN IBU TANPA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI
BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk menempuh sidang sarjana pada Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Maranatha Bandung
Oleh :
SILVIANA ALVINA
NRP: 1030088
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmatnya sehingga peneliti dapat
menyelesaikan tugas Mata kuliah skripsi. Adapun judul dari laporan penelitian ini adalah
studi diferensial tentang hardiness pada ibu dengan anak autis dan ibu tanpa anak
berkebutuhan khusus di Bandung.
Peneliti menyadari hasil dari tugas ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan
pengetahuan, kemampuan, informasi dan pengalaman yang dimiliki peneliti. Oleh karena itu
peneliti ingin mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan, bimbingan dan pengarahan
kepada semua pihak yang membantu peneliti dalam menyelesaikan tugas mata kuliah skripsi
ini, yakni sebagai berikut:
1. Dr. Irene P. Edwina, M.Si., Psikolog, selaku Dekan Psikologi Universitas Kristen
Maranatha.
2. Dra. Ria Wardani, M.Si., Psikolog selaku pembimbing utama yang telah membimbing
melaksanakan penelitian hingga selesai.
3. Dyah titi S. M.Psi selaku pembimbing pendamping yang telah membimbing dalam
melaksanakan penelitian hingga selesai.
4. Dosen penguji dan mahasiswa seminar yang telah membantu dalam memberikan
masukan dalam penelitian.
5. Dosen penguji sidang yang telah membantu dalam memberikan masukan dalam
penelitian.
6. Staf Tata Usaha Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha yang telah
membantu dalam membuat surat menyurat dan administrasi yang diperlukan untuk
ix
Universitas Kristen Maranatha 7. Ibu dengan anak autis dan ibu tanpa anak berkebutuhan khusus yang telah bersedia
membantu dan bekerjasama serta meluangkan waktu kepada peneliti dalam
menjalankan penelitian
8. Orang tua yang telah mendukung dan mendoakan untuk menyelesaikan penelitian.
Semoga Tuhan melimpahkan berkah dan karunianya atas bantuan yang telah diberikan
kepada peneliti. Akhir kata, peneliti berharap agar outline ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca.
Bandung,
54
DAFTAR PUSTAKA
Dr McGrath,Pam, B.Soc.Wk.,Ma.,Ph d.(2006).Psychological Issues in Childhood Autism
Rehabilitation: A Review.International Journal of Psychology Rehabilitation
Graziano M. Anthony.Raulin L. Michael.(2007).Research Methods a Process Inquiry 8th Edition.United State: Allyn & Bacon Publishers, Inc.
Gulo, W.(2002).Metodologi Penelitian.Jakarta:PT. Grasindo
Hans, Selye.(1950).Stress and the General Adaptation Syndrome.London: British Medical Journal
Kobasa, S. C. (1979). "Stressful life events, personality, and health – Inquiry into hardiness". Journal of Personality and Social Psychology. 37 (1): 1–11.
Kobasa, S.C, Maddi,S.R, & Kahn, S. (1982). Hardiness and Health: A Prospective Study.
Journal of Psychology and Social Psychology. Vol. 42, No. 1, 168-177.
Khoshaba, Maddi.2005. Resilience at work : how to succeed no matter what life throws at
you. United State of America : Amacom
Mash, J, Eric & David A. Wolfe(2012) Abnormal Child Psychology Fifth Edition United States of America:Cengage Learning
Salvatore, Maddi.(2006).Hardiness : The Courage to be Resilient.Volume 01. Issue 16,306-321
.(2006) Hardiness: The Courage to Grow From Stresses. The Journal of Positive
Psychology.USA
. (2013)Personal Hardiness as the Basis for Resilience. SpringerBriefs In Psychology.
Sugiyono.(2003).Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Penerbit Alfabeta
Siegel,Sidney.(1997).Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum
Schwartz, E., Gary.The Hardiness and Negative Affectivity Confound as a Function of a
defensive Coping Style
Stoner, B. Julia. (2007) Journal of Developmental and Physical Disabilities.America
55
DAFTAR RUJUKAN
Dra Psi Zulia Ilmawati.(2015)http://mediaumat.com/konsultasi/2599-51-mengasuh-anak-tanpa-stres.html diakses tgl 8 September 2015
Davin.(2014). http://davinplus.blogspot.com/2012/05/macam-macam-sampel-penelitian.html diakses tanggal 19 November 2015
FP-UKM.(2009).Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi: III.Bandung
2014, http://ejournal.umm.ac.id pada tanggal 22 April 2015 Raymundu S Rikang.(2015)
http://metro.tempo.co/read/news/2015/04/14/064657561/brownies-ganja-modus-baru-peredaran-narkoba, diakses tanggal 21 Oktober 2015
Tim penulis parent indonesia.(2015)
http://www.parentsindonesia.com/article.php?type=article&cat=feature&id=2184di akses tanggal 21 Oktober 2015
www.autisme.com, Diakses tanggal 8 Oktober 2015
(2015)http://www.ayahbunda.co.id/balita-gizi-kesehatan/jika-anak-autis2c-terimalah diakses tanggal 28 Agustus 2015