• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERAPI MUSIK BERNADA LEMBUT UNTUK MENURUNKANDEPRESI PADA PENYANDANG TUNADAKSA DI BALAI BESAR Terapi Musik Bernada Lembut Untuk Menurunkan Depresi Pada Penyandang Tunadaksa Di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Prof. Dr. Soeharso.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TERAPI MUSIK BERNADA LEMBUT UNTUK MENURUNKANDEPRESI PADA PENYANDANG TUNADAKSA DI BALAI BESAR Terapi Musik Bernada Lembut Untuk Menurunkan Depresi Pada Penyandang Tunadaksa Di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Prof. Dr. Soeharso."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

TERAPI MUSIK BERNADA LEMBUT UNTUK MENURUNKAN DEPRESI PADA PENYANDANG TUNADAKSA DI BALAI BESAR

REHABILITASI SOSIAL BINA DAKSA Prof. Dr. SOEHARSO

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan memperoleh Gelar Magister Psikologi Profesi

Di Bidang Psikologi Klinis

Oleh :

VERA IMANTI, S.Psi

T100 006 059

MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)

TERAPI MUSIK BERNADA LEMBUT UNTUK MENURUNKAN DEPRESI PADA PENYANDANG TUNADAKSA DI BALAI BESAR

REHABILITASI SOSIAL BINA DAKSA Prof. Dr. SOEHARSO

T E S I S

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan memperoleh Gelar Magister Psikologi Profesi

Di Bidang Psikologi Klinis

Oleh :

VERA IMANTI, S.Psi

T100 006 059

MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(3)
(4)

TERAPI MUSIK BERNADA LEMBUT UNTUK MENURUNKAN DEPRESI PADA PENYANDANG TUNADAKSA DI BALAI BESAR

REHABILITASI SOSIAL BINA DAKSA Prof. Dr. SOEHARSO

ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek terapi musik bernada lembut terhadap penurunan depresi pada penyandang tunadaksa. Hipotesis yang diajukan adalah terapi musik berpengaruh terhadap penurunan depresi pada penyandang tunadaksa. Penelitian ini melibatkan 8 penyandang tunadaksa yang tinggal di asrama BBRSBD Prof. Dr. Soeharso Surakarta sebagai sampel penelitian, yang terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu (1) kelompok eksperimen yang diperdengarkan musik bernada lembut serta diskusi, (2) kelompok kontrol, kelompok yang tidak diperdengarkan musik bernada lembut serta diskusi.

(5)

PENDAHULUAN

Manusia tidak selamanya terlahir di dunia dengan kesempurnaan fisik. Banyak anak yang terlahir dengan keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental. Keterbatasan-keterbatasan fisik tersebut meliputi tunadaksa (cacat tubuh), tuna rungu (cacat telinga), tuna grahita (cacat mata), dan tuna wicara (tidak bisa bicara). Sekretaris Jenderal Depsos RI bersama Kepala Badiklit Kesos dan Direktur PT.Surveyor Indonesia pada saat Expose Data Penyandang Cacat Tahun 2009 mengemukakan bahwa berdasarkan, jumlah penyandang cacat di 9 provinsi sebanyak 299.203 jiwa dan 10,5% (31.327 jiwa) diantranya merupakan penyandang cacat berat yang mengalami hambatan dalam kegiatan sehari-hari

atau activity daily living/ADL (Indarwati , 2009).

Peneliti melakukan pra survei di tahun 2010 pada 70 siswa BBRSB untuk mengetahui gangguan psikis yang dialami. Peneliti memberikan skala emosi positif, skala stres, skala kecemasan, skala depresi, dan skala trauma pada mereka. Hasilnya menunjukkan bahwa gangguan terbanyak adalah depresi, dengan rincian 14 siswa menunjukkan tingkat depresi yang tinggi, 14 siswa menunjukkan tingkat depresi sedang dan 42 siswa menunjukkan tingkat depresi yang rendah.

(6)

siswa baru yang masuk BBRSBD, 15 siswa tidak mampu baca tulis dan 18 siswa telah masuk vokasional. Peneliti hanya memberikan skala pada 23 siswa yang belum masuk vokasional. Hasilnya menunjukkan bahwa 39,5% mengalami depresi berat dan sedang.

Penelitian dengan menggunakan intervensi musik untuk menurunkan depresi cukup banyak dilakukan. Dewi (2006), melakukan penelitian pada kelompok eksperimen yang dikenai terapi gending. Hasilnya menunjukkan mereka mengalami penurunan pada manifestasi ekspresi gejala depresi dengan proses yang cepat, dominan pada aspek emosi dan segera diikuti oleh aspek perilaku, motivasi, kognitif dan vegetatif. Selanjutnya pada penelitian Maratos, dkk (2005), melakukan penelitian dengan

menggunakan terapi musik yang terbukti dapat diterima oleh orang-orang depresi yang berhubungan dengan perbaikan suasana hati. Penelitian yang dilakukan oleh Siedliecki dan Good (2006), menunjukkan hasil pada kelompok eksperimen yang dikenai perlakuan musik memiliki kekuatan lebih dalam mengurangi rasa sakit, depresi, serta cacat. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Perez dkk (2010), menyatakan bahwa grup musik-terapi menunjukkan berkurangnya gejala depresi dari kelompok psycohterapy, dan ini terbukti signifikan secara statistik dengan uji Friedman.

(7)

menghibur. Musik bisa didengarkan dimana saja dalam kondisi apapun. Menurut Djohan (2006), musik dan pertukaran verbal, baik dalam bentuk komunikasi atau munculnya kata-kata kunci yang membantu menggali masalah-masalah terdalam klien adalah pendukung utama keberhasilan terapi ini. Pertukaran verbal saja belum dianggap memadai, karena masih dimungkinkan adanya hambatan-hambatan untuk mengungkapkan perasaan. Musik diperlukan sebagai penguat, musik juga menjadi sarana utama karena komunikasi dengan musik dapat diungkap lebih terbuka dan tidak ragu-ragu, serta lebih simultan. Musik sangat bisa mempengaruhi kondisi perasaan seseorang yang mendengarnya. Musik dengan kategori positif (ceria, semangat, atau bahagia) dapat

menimbulkan suasana hati yang positif. Sedangkan musik yang sedih dapat menimbulkan suasana hati yang negatif. Menurut Gardner (dalam Safaria dan Saputra, 2009), sering kali orang dengan kebutuhan khusus lebih efektif belajar melalui musik karena bagian dari otak musik adalah bagian tertua dari struktur otak yang paling sedikit mengalami kerusakan akibat cacat lahir atau kecelakaan.

Oleh karena itu dapat dirumuskan suatu masalah, apakah terapi musik dapat menurunkan depresi pada penyandang tuna daksa.

LANDASAN TEORI

(8)

berdaya, rasa bersalah dan rasa berdosa. Apabila makin berat maka akan sampai pada rasa putus asa dan tak jarang akan timbul pikiran ingin mati, bahkan tindakan bunuh diri.

Beberapa teori tentang depresi dijelaskan oleh Nevid, dkk (2005), yaitu:

a. Teori Psikoanalisa. Depresi merupakan akibat dari perasaan marah terhadap diri sendiri, bukan pada orang-orang yang dikasihi. Perasaan marah tersebut diakibatkan dari adanya ancaman kehilangan atau kehilangan yang sebenarnya pada orang-orang yang dianggap penting.

b. Teori Humanistik. Depresi adalah ketika seseorang tidak dapat menemukan kebermaknaan hidupnya. Perasaan bersalah disebabkan karena individu tersebut tidak bisa menemukan /

memunculkan potensi-potensi yang mereka miliki.

c. Teori Belajar. Depresi merupakan ketidakseimbangan antara output perilaku dan input reinforcement. Individu yang menarik diri dari lingkungan sosialnya akan menutup kesempatan mendapatkan reinforcement. Kurangnyareinforcement tersebut juga akan menurunkan motivasi. d. Teori Kognitif. Depresi adalah

(9)

lingkungan adalah ketika individu merasa ditolak oleh lingkungan, lingkungan dianggap menuntut secara berlebihan, lingkungan adalah hambatan, serta lingkungan dianggap dapat mengakoibatkan kehilangan / kegagalan. Cara berfikir negatif terhadap masa depan adalah ketika individu menganggap bahwa masa depan tidak mungkin untuk diraih, merasa tidak memiliki kekuatan untuk merubah hal-hal menjadi lebih baik, tidak memiliki harapan dan sangat sulit untuk dilalui.

Dalam penelitian ini kerangka teori yang akan digunakan adalah teori belajar, dimana individu akan diberikan reinforcement positif yang akan meningkatkan motivasinya.

Depresi dibedakan menjadi beberapa kategori. Masing-masing kategori memiliki derajat depresi yang berbeda-beda pula. Pada

PPDGJ III

(Maslim, 2001), depresi dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu:

a. Depresi ringan (mild), jika terdapat sekurang-kurangnya tiga dari tiga gejala utama ditambah sekurang-kurangnya dua dari gejala tambahan yang sudah berlangsung sekurang-kurangnya selama dua minggu. Dan tidak ada yang boleh ada gejala yang berat diantaranya.

(10)

c. Depresi berat (severe), jika terdapat tiga gejala utama ditambah sekurang-kurangnya empat gejala tambahan, beberapa diantaranya harus berintensitas berat.

Tingkat depresi seseorang dapat dikategorikan sesuai dengan gejala yang ada.

Menurut Nasrun (2000), penatalaksanaan depresi dengan menggunakan kombinasi terapi farmakologis dan psikologis. Semua teknik psikoterapi (psikodinamika, kognitif, behavioral, relaksasi, dan lain-lain) dapat dipergunakan.

Menurut Djohan (2003), depresi dapat dibantu dengan stimulus dari luar diri yaitu dengan menggunakan musik atau ritme tertentu. Ditambahkan pula oleh Merrit (2003) penyakit disebabkan ketidakharmonisan ritme di dalam

tubuh, kondisi batin yang santai yang dipicu oleh musik mampu melambatkan detak jantung dan gelombang otak, sehingga ritme biologis akan kembali alamiah yang akan berdampak pada otak menjadi mampu berfikir jernih dan positif, dan akan tumbuh suasana perasaan yang positif seperti tenang dan gembira.

Penyandang tunadaksa adalah orang-orang yang mengalami kelainan fisik berupa berbagai kelainan bentuk tubuh yang mengakibatkan fungsi tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan. Kelainan mereka berhubungan dengan tulang, sendi, otot, syaraf, dan atau gabungan kelainan dari tulang, otot, sendi dan syaraf (Meidina, 2007).

(11)

kondisi kecacatan penyandang cacat tubuh seperti : kelumpuhan, kelainan pertumbuhan, kelainan koordinasi gerak, kelainan bicara, organ tubuh tidak lengkap, kelainan persepsi menyebabkan penyandang cacat kurang dapat menerima kondisi dirinya sehingga membuat perasaannya minder dan kurang berani, malu, acuh tak acuh, mudah marah, mudah tersinggung, kurang cepat tanggap terhadap rangsang, mudah terpengaruh, emosi tidak stabil sebagai akibat dari persepsi dan pemahaman dirinya dengan kondisi fisiknya yang lain dari orang normal merupakan gambaran dari kondisi psikis pada anak-anak penyandang cacat tubuh.

Intervensi dengan menggunakan musik bisa menjadi salah satu alternatif penanganan depresi pada tunadaksa. Musik bisa

disebut sebagai terapi karena ada alur atau konsep penyembuhan di dalamnya. Penggunaan musik yang tepat pada kondisi yang tepat pula akan membantu memperbaiki kondisi seseorang. Terapi musik ini didasarkan dari suara/ritme, tempo/bit tertentu dengan kondisi tubuh.

(12)

akan mengakui emosi yang dirasakannya dan dapat membiarkan pikiran sadar mengendalikannya.

Menurut Satriadarma (2005) jenis musik untuk terapi adalah musik yang bersifat datar (monophonic) tidak menghentak-hentak, perubahan bentuk nadanya tidak terlalu fluktuatif atau berubah-ubah. Kondisi jenis musik seperti ini bersifat menenangkan dan mengundang energi psikis untuk lebih menyatu dengan irama alam.

Menurut Djohan (2003), metode terapi musik bisa dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya sebagai berikut: (1) Bernyanyi, untuk membantu gangguan perkembangan artikulasi pada kemampuan bahasa, irama, dan kontrol pernafasan; (2) Bermain musik, membantu pengembangan dan koordinasi kemampuan motorik; (3) Gerakan

ritmis, komponen ritmis sangat membantu untuk meningkatkan motivasi, minat, perhatian dan kegembiraan, sebagai alat nonverbal untuk mendorong individu; (4) Mendengarkan musik, dapat mengembangkan keterampilan kognisi, seperti memori dan konsentrasi. Mendengarkan musik juga merupakan proses serta syarat untuk menghadapi persoalan yang sulit dengan menyediakan lingkungan yang kreatif untuk mengekspresikan diri.

DEFINISI OPERASIONAL Terapi musik bernada lembut

(13)

nadanya terprediksi dan tidak hingar bingar. Metode yang digunakan adalah dengan cara mendengarkan musik bernada lembut yaitu dengan sengaja dan sepenuh hati. Adapun jenis musik yang digunakan adalah jenis musik instrumen piano oleh Richard Clayderman. Instrument dan lagu tersebut dipilih karena temponya sesuai dengan detak jantung, nadanya terprediksi dan tidak hingar bingar.

Terapi musik bernada lembut pada penelitian ini digunakan untuk melihat pengaruh musik bernada lembut pada partisipan yang tidak menyukai musik bernada lembut. Dari hasil survey kesukaan musik, terdapat dua jenis musik yang disukai oleh partisipan, yaitu dangdut dan pop rock.

Depresi

(14)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan eksperimen yang disebut dengan

Pretest – Posttest Control Group Design (Seniati, 2006), yaitu menggunakan randomisasi sebagai kontrol terhadap proactive history

(pretest menginformasikan kemampuan awal partisipan sebelum dilakukan penelitian) untuk menyetarakan KE dan KK.

Desain eksperimen pretest-posttest control group design

Peneliti akan membentuk dua kelompok eksperimen yang disebut KE dan KK. Dimana pada kelompok eksperimen (KE) akan diberikan perlakuan mendengarkan musik dan lagu, serta diskusi lirik. Sedangkan kelompok kontrol (KK)

tidak mendapatkan perlakuan apapun selama terapi berlangsung (waiting list).

Selain itu, untuk mengontrol variabel sekunder, maka dilakukan beberapa prosedur sebagai berikut: a. Jenis musik: dikontrol dengan

teknik blocking, yaitu jumlah subjek / partisipan yang menyukai jenis musik pop rock dan yang menyukai jenis musik dangdut sama pada setiap kelompok.

b. Kemampuan baca tulis: dikontrol dengan teknik konstansi, yaitu memilih subjek / partisipan yang mampu untuk baca tulis.

c. Kebisingan: dikontrol dengan teknik eliminasi, yaitu menggunakan ruangan yang jauh dari kebisingan.

(KE) O₁XO₂  O₃

(15)

d. Kecacatan: dikontrol dengan teknik randomisasi, yaitu secara acak memasukkan subjek ke dalam KE dan KK.

PENGOLAHAN DATA

Untuk pengolahan data dilakukan beberapa kegiatan, yaitu: 1. Untuk membuktikan bahwa ada

penurunan skor BDI pada masing-masing kelompok berbeda, termasuk hasil skor selama pengukuran (pretes – posttest -masa didiamkan selama 1 minggu) digunakan Uji U Mann-Whitney.

2. Untuk membuktikan ada perubahan skor BDI sebelum perlakuan, sesudah perlakuan, dan masa didiamkan selama satu minggu, digunakan Uji Wilcoxon. Uji Wilcoxon digunakan untuk menguji signifikansi hipotesis

komparatif uji dua sampel berhubungan (berpasangan). 3. Dengan menggunakan analisis

deskriptif, untuk menganalisa perubahan tingkat depresi yang dialami oleh masing-masing partisipan.

HASIL

Pada kolom Asymp. Sig

terdapat angka sebesar 1,000 yang berada di atas 0,05, sehingga Ho diterima. Hal ini berarti tidak ada perbedaan skor depresi antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol pada fasepretest.

Pada perhitungan skor BDI fase pretest dan posttest kelompok eksperimen, terlihat hasil

perhitungan nilai z adalah -2,023. posttest – pretest

Z -2,023(a)

Asymp. Sig.

(16)

Skor tersebut berada di atas -1,96 yang artinya Ho ditolak. Kesimpulannya adalah ada pengaruh terhadap pemberian terapi musik bernada lembut untuk menurunkan depresi pada penyandang tuna daksa.

Pada perhitungan skor fase

posttest dan follow up kelompok eksperimen, terlihat hasil perhitungan nilai z adalah -0,135.

Skor tersebut berada di bawah -1,96 yang artinya Ho diterima. Kesimpulannya adalah tidak ada pengaruh pemberian musik bernada lembut pada penyandang tunadaksa setelah didiamkan selama satu minggu.

PEMBAHASAN

Hasil analisis statistik non parametrik dengan menggunakan uji

U, menunjukkan bahwa; ada perbedaan tingkat penurunan skor depresi pada kelompok yang dikenai terapi musik bernada lembut (kelompok eksperimen) dengan kelompok yang tidak dikenai terapi (kelompok kontrol).

Selain itu hasil analisis statistik non parametrik uji Wilcoxon, juga menunjukkan; 1) ada pengaruh pemberian terapi musik bernada lembut untuk menurunkan depresi pada penyandang tuna daksa pada fase pretest danposttest, 2) ada pengaruh terhadap pemberian terapi musik bernada lembut untuk menurunkan depresi pada penyandang tuna daksa pada fase

posttestdanfollow up.

Terapi musik bernada lembut efektif untuk menurunkan gejala depresi pada semua kategori. Kategori depresi berat paling banyak followup - posttest

Z -,135(a)

Asymp. Sig.

(17)

mengalami penurunan. Dari hasil penelitian, partisipan yang mau terbuka menceritakan tentang dirinya dan aktif berdiskusi, menunjukkan penurunan skor dan menetap hingga fase follow up. Berbeda dengan partisipan yang kurang berkenan untuk menceritakan tentang dirinya atau permasalahannya, skor BDI mengalami sedikit penurunan. Mereka membutuhkan ruang tersendiri dengan jumlah partisipan lebih sedikit atau bisa jadi terapi individu, dan lebih intens. Selain itu waktu pelaksanaan juga mempengaruhi. Ketika penelitian diadakan siang hari, kondisi partisipan sudah lelah sehingga tidak maksimal dalam menerima informasi.

Menurut Soemantri (2007), awalnya penderita tunadaksa yang baru mengalami ketunaan

menolak, namun lambat laun ia akan menyesuaikan diri lebih baik lagi dengan lingkungannya. Pada penelitian ini WRT mendapatkan skor BDI dengan kategori berat. Hal ini diduga karena peristiwa kecelakaan baru 2 tahun ia alami, sehingga ia masih belum bisa menyesuaikan kondisinya.

(18)

yang paling dalam, tubuh harus berada dalam kondisi seimbang setengah bermeditasi, yaitu ketika semua fisik melambat, teratur, atau tidak kacau. Musik dapat membawa seseorang dari kondisi otak beta (terjaga) menuju kondisi alpha (meditatif) sementara individu yang bersangkutan tetap sadar dan terjaga.

Pada hasil evaluasi hari pertama, setelah mendengarkan musik bernada lembut tampak beberapa perasaan yang muncul. Perasaan-perasaan tersebut antara lain: terharu, bersyukur, tenang, rileks, bisa mengendalikan emosi, tabah dan sabar. Seperti yang diungkapkan oleh Verny (dalam Merrit, 2003) bahwa detak jantung lebih stabil dan melambat dengan jenis musik lambat dengan nada tinggi atau panjang.

Dari hasil evaluasi, catatan harian dan observasi pada hari kedua, juga tampak beberapa perasaan. Perasaan tersebut antara lain: merasakan optimis, sabar, mampu memunculkan peristiwa menyenangkan, dan merasa sedih karena teringat masa lalu. Hal tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Djohan (dalam Safaria dan Saputra, 2009), bahwa metode mendengarkan musik memiliki banyak aplikasi terapi karena dapat mengembangkan keterampilan kognisi, seperti memori dan konsentrasi.

(19)

Merrit (2003) bahwa penyakit disebabkan ketidakharmonisan ritme di dalam tubuh, kondisi batin yang santai dipicu oleh musik mampu melambatkan detak jantung dan gelombang otak, sehingga ritme biologis akan kembali alamiah yang akan berdampak pada otak menjadi mampu berfikir jernih dan positif, dan akan tumbuh suasana perasaan yang positif seperti tenang dan gembira.

Pada hari keempat, dari hasil evaluasi, catatan harian dan observasi muncul perasaan positif yaitu semangat dan optimis. Pemilihan instrument piano yang bernada lembut dengan bit yang sedikit ditingkatkan bertujuan untuk menyemangati partisipan serta membuat bergairah. Seperti dijelaskan oleh Pulepessy (dalam Soejoeti, 2005) tempo musik

didefinisikan sebagai derajat kecepatan irama yang dibagi atas tempo lambat, sedang dan cepat. Tempo dapat disesuaikan dengan perubahan mood dan energy, serta dibuat untuk lebih membangkitkan semangat pada pagi hari dan siang hari (Schultz dan Schultz, dalam Soejoeti, 2005).

Terlihat dari hasil pengukuran, semua peserta merasa dirinya gagal. Takut terhadap kelemahan dan kekurangan diri dialami oleh SGT, WRT, dan SKN.

(20)

mengakibatkan individu tersebut akan menjadi stres dan depresi (Lubis, 2009; Butler, dkk, 1994). Orang yang memiliki penghargaan diri rendah mudah dihinggapi rasa takut, seperti perasaan tidak diterima dan selalu merasa dibenci, selalu merasa gagal, terlalu takut menghadapi kelemahan dan kekurangan dirinya, sangat peka terhadap kritik dan mudah tersinggung, serta cenderung menarik diri dalam pergaulan (Lubis, 2009; Coopersmith, 1967).

KESIMPULAN

Penelitian ini telah membuktikan bahwa terapi musik bernada lembut mempunyai pengaruh terhadap penurunan skor BDI dari fase pretest hingga fase

posttest pada penyandang tuna daksa di BBRSBD. Terlihat pula perbedaan

yang signifikan antara kelompok yang mendapatkan perlakuan terapi musik bernada lembut dengan kelompok yang tidak mendapatkan perlakuan terapi musik bernada lembut. Kelima partisipan yang mengikuti terapi musik bernada lembut, semua mengalami penurunan.

SARAN

1. Untuk penderita gangguan depresi penyandang tunadaksa

Penelitian ini membuktikan bahwa ada pengaruh musik bernada lembut terhadap penurunan gejala depresi pada penyandang tunadaksa. Musik bernada lembut dapat memunculkan atensi dan reinforcement positive

(21)

mendengarkan musik bernada lembut untuk menurunkan depresi bagi penyandang tunadaksa.

2. Untuk peneliti selanjutnya

Penelitian ini masih merupakan penelitian pendahuluan dalam kaitannya mencari modul terapi musik bernada lembut yang efektif untuk menurunkan depresi, sehingga hasil dari penelitian ini dikatakan masih jauh dari sempurna. Penelitian ini menggunakan musik bernada lembut, yaitu bukan merupakan jenis musik yang disukai oleh partisipan. Untuk peneliti selanjutnya bisa menggunakan musik yang disukai dari partisipan.

3. Untuk instansi terkait

Hasil evaluasi dari partisipan setelah mengikuti terapi musik motivasi ini adalah bahwa terapi ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan informasi

(22)

lembut sebagaimana yang telah tercantum dalam modul hendaknya dipenuhi dan diikuti.

DAFTAR PUSTAKA

Alvin, J. 1975. Music Therapy. New York: Basic Book

Bahaudin, T. 1999. Brainware Management: Generasi ke-lima Manajemen Manusia. Gramedia. Jakarta

Baihaqi, M. dkk. 2005. Psikiatri (konsep dasar dan gangguan-gangguan). Refika Aditama. Bandung

Beck, A. T. 1985. Causes and Treatment. University of Pennsylvania Press.

Philadelphia

Bruscia, K. E. 1987. Improvisational Models of Music Therapy. Springfield. Charles C. Thomas Campbell, D. 2001. Efek Mozart. Memanfaatkan kekuatan musik untuk mempertajam pikiran, meningkatkan kreativitas, dan menyehatkan tubuh. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Chaplin, J. P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. RajaGrafindo Persada. Jakarta

Choiri, S. A. 1987. Ortopadagogik D: Untuk Tuna Daksa.

Universitas Negeri Surakarta. Surakarta

Crowe, B. J & Seovel, M. 1996. An Overview of Sound Healing Practices: Implication for the Profession of Music Therapi I.

Music Therapy Perspective

Vol.14

Davison, G. Neale, J. M dan Kring, A. M. 2006. Psikologi Abnormal. Edisi Ke-9. Rajagrafindo Persada. Jakarta Delphie, B. 2009. Psikologi

Perkembangan (Anak Berkebutuhan Khusus). Intan Sejati. Klaten

De Sousa. 2010. Music therapy in chronic scizophrenia. JPPS. 7(1): 13-17

Djohan. 2006.Terapi Musik. Teori & Aplikasi. Galangpress.Yogyakarta Djohan. 2003. Psikologi Musik. Buku Baik. Yogyakarta

Dewi D. S. E. 2006. Efek terapeutik gending Banyumasan terhadap penurunan depresi pasien stroke di RSUD Banyumas.

Tesis. Pascasarjana Universitas Gajahmada. Yogyakarta

(23)

Hadi, P. 2004. Depresi dan Solusinya. Penerbit Tugu.

Yogyakarta

Hendricks, C. B. 2001. A Study of the Use of Music Therapy Techniques in a Group for the Treatment of Adolscents Depression. Dissertation Abstracts International, 62 (2-A). UMI No.AAT3005267 Heny A. Westra. 2004. Managing

Resistance in Cognitive Behavioral Therapy: the Application of Motivational Interviewing in Mixed Anxiety and Depression. Cognitive Behavior Therapy Vol 33, No 4, pp. 161-175

Ibrahim, A. S. 2006. Mania, Alam Perasaan, Depresi. Penerbit Dua as -as dua.Jakarta

Indarwati, I. 2009. Materi Expose Data PMKS Penca berdasarkan ICF Tahun 2009

Jan S. Purba. 2006. Peran Neuroendokrin pada depresi.

Dexa Media No.3, Vol. 19, Juli-September

Jeffrey L. Kibler, Judith A. Lyons. 2008. Brief Cognition-Focusde Group Therapy for Depressive Symptoms in Chronic Posttraumatic Stress Disorder: A Pilot Study. Journal Of Psychological Trauma. Vol 7 (2)

Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri. Jilid satu. Edisi

ketujuh. Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta

Kate & Mucci, R. 2002. TheHealing Sound of Music. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Lerik, M. D. C dan Prawitasari, J. E. 2005. Pengaruh Terapi Musik Terhadap Depresi Di Antara Mahasiswa. Tesis (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Gajahmada. Yogyakarta

Madsen, C. K; Cotter, V. & Madsen, C. H, Jr. 1968. A Behavioral approach to Music Therapy.

Journal of Music Therapy, S. 70-75

Maratos, A. S., Gold, C., Wang, X., Crawford, M. J. 2008. Music therapy for depression. Cochrane Database of Sistematic Reviews, I. Art. No.:

CD004517. DOI:

10.1002/14651858.CD004517. pub2

Martinah, S. M. 2002. Psikologi Rehabilitasi (hand out). Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta Maslim, R. 2001. Buku Saku

Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Cetakan pertama. Nuli Jaya. Jakarta

Mei-Yueh Chang, Chung-Hey Chen, Kuo-Feng Huang. 2008. Effects of Music Therapy on Psychological Health of Women during Pregnancy.

(24)

Merrit, S. 2003. Simfoni Otak. Kaifa. Bandung

Montello, L. 2004. Kecerdasan Musik (Esential Musical Intelligence). Lucky Publisher. Batam

Nasrun, M.W. 2000. Depresi pada Usia Lanjut. Pedoman Pembinaan Kesehatan Jiwa Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan

Nevid, dkk. 2005. Psikologi Abnormal. Edisi kelima. Jilid 1. Penerbit Erlangga. Jakarta Perez, S. C., Perez, V. G., Velasco,

M. C., Campos, E. P., Mayoral, M. A. 2010. Effects of music therapy on depression compared with psychotherapy. The Art ofPsychotherapy

Prasetyo, E. P. 2003. Peran musik sebagai fasilitas dalam praktek dokter gigi untuk mengurangi kecemasan klien. Penelitian Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga

Retnowati, S. 1990. Efektifitas Terapi Kognitif dan Terapi Perilaku pada Penanganan Gangguan Depresi.Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Gajahmada.

Safaria, T dan Saputra, N. E. 2009.

Manajemen Emosi. Penerbit Bumi Aksara.Jakarta

Salampessy, W. 2004.Terapi dengan Musik. Intern Aksara. Batam

Sandra L. Siedlicki. 2006. Effect of Music on Power, Pain, Depression and disability. The Authors. Journal Compilation.

Sarason, I. G. 1989. Abnormal Psychology. Pentice Hall. 6th Ed. New Jersey:

Satriadarma, M. P. 2002. Terapi Musik. Milenia Populer. Jakarta Sergio Castillo, Virginia Gomez,

dkk. 2010. Effect of Music Therapy on Depression Compared with Psychotherapy.

The Art in Psychotherapy

Siedliecki, S. L., Good, M. 2006. Effect music on power, pain, depression, and disability. Journal compilation. Blackwell Publishing Ltd

Seniati, L., Yulianto, A., Setiadi. B. N. 2005. Psikologi Eksperimen. Indeks. Jakarta. Soejoeti, N. K. 2005. Pengaruh

musik pengiring kerja terhadap motivasi kerja, kepuasan kerja, dan produktivitas kerja karyawan stasiun karantina hewan dan tumbuhan tanjung emas Semarang. Tesis.

Universitas Gajahmada. Yogyakarta

(25)

Solso, Macin dan Maclin. 2008.

Psikologi Kognitif. Erlangga. Jakarta Spiritia. 2005. Terapi Alternatif. Yayasan Spiritia. Jakarta

Sulistyorini. W. 2005. Terapi Kognitif Perilaku untuk Depresi pada Penyandang Cacat Tubuh. Tesis. Pascasarjana Universitas Gajahmada

Suryabrata, S. 2003. Metodologi Penelitian. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta

Trepka, A. R. D. A. Shapiro, G. E. H, Barkham. M. 2004. Therapist Competence and Outcome of Cognitive Therapy

for Depression. Cognitive Therapy and Research, Vol. 28, No. 2, April 2004, pp. 143-157

Yulianty, L., Budiman, I. 2009. Perbandingan pengaruh musik relaksasi dan musik yang disukai terhadap persepsi nyeri.

Referensi

Dokumen terkait

Membuat sebuah stream socket dan koneksi ke suatu nomor port pada sebuah komputer yang memiliki alamat IP.. • Socket(String host,

Framework TOGAF ADM di TOGAF 9.1 dipergunakan untuk membangun, merancang dan mengelola arsitektur enterprise khususnya dalam memberikan gambaran dari model arsitektur

Pemanfaatkan Ecocommunity (komunitas penduli lingkungan Hidup) dan Jejaring sosial (Social Networking) sebagai sumber dan media dalam pembelajaran IPS menajdi salah

Hubungan Tingkat Pengetahuan Mengenai Infeksi Menular Seksual (IMS) Dan Perilaku Kesehatan Dengan Timbulnya Infeksi Menular Seksual Pada Komunitas Gay Gessang Surakarta.

Stasiun tangga ikan berada pada gradien yang cukup tinggi dengan arus yang sangat kuat, stasiun Perjaya memiliki tingkat kekeruhan yang lebih tinggi dibandingkan stasiun

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat, hidayah, dan pertolongan-Nya, Sehingga memberikan kesempatan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi

lahir. Kemudian lakukan cara yang sama untuk melahirkan bahu.. dan lengan depan bayi. Menolong dengan metode muller apabila sulit untuk melahirkan bahu. belakang

Adverse effects associated with the use of this device include wound dehiscence, variable rates of absorption over time (depending on such factors as the type of suture used,