• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. (3) medan makna, (4) Jenis makna, (5) prinsip-prinsip makna, (6) Makna verba,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. (3) medan makna, (4) Jenis makna, (5) prinsip-prinsip makna, (6) Makna verba,"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II KAJIAN TEORI

Bab ini diuraikan tentang (1) penelitian yang relevan, (2) teori semantik, (3) medan makna, (4) Jenis makna, (5) prinsip-prinsip makna, (6) Makna verba, (7) Makna verba‟jatuh‟dalam bahasa Jawa.

2.1 Penelitian yang relevan

Penelitan yang dilakukan oleh Haryadi (1992) dalam penelitianya yang berjudul Teori Medan Makna dan Keberagamanya dalam Pengajaran Kosakata pada sisawa kelas 1 Sekolah Dasar. Penetian tersebut membahas tentang teori medan makna dengan kata yang bersinonim. Penelitian ini memilki hasil pnerapan teori medan makna dalam pengajaran kosakata pada anak di sekolah dasar. Pada penelitianya Haryadi menemukan berbagai kosakata yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan ajar untuk diterapkan dalam SD atau sekolah dasar.

Penelitan tentang medan makna terbilang cukup menarik untuk dijadikan sebagai topik dalam sebuah penelitian. Seperti halnya penelitian dari Cahyani (2013) dengan judul skripsi yaitu Medan makna berunsur makna voller

“mencuri”dalam bahasa Perancis.. Dalam penelitanya tersebut Makna verba mencuri dalam bahsa Perancis memilki kata yang bersinonim sesuai dngan konteks yang digunakan. Dalam kedua contoh penelitian tersebut menjadi reverensi yang sangat membantu peenulis untuk mmahami tentang bagaimana komponen sebuah makna, penulis juga dapat memahami lebih detail tentang bentuk-bentuk Makna verba khususnya Makna verba jatuh dalma bahasa

(2)

Jawa,selain itu penulis juga mendapatkan wawasan yang membuak pikiran terkait tentang teori semantik.

2.2 Teori Semantik

Semantik berasal dari bahasa Yunani yaitu memaknai atau mengandung makna. karena keluwesan teori,semantik juga berhubungan dengan disiplin ilmu yang lain seperti semantik dengan filsafat yang disimpulkan bahwa ilmu tentang kebijaksanaan,pengetahuam,dan juga prinsip,semantik dengan psikologi yag disimpulkan bahwa hubungan bahasa dengan aspek kejiwaan memilki kaitan yang erat,selanjutnya semantik dengan linguistik yaitu aspek yang berkaitan dengan aspek bunyi yang diperkuat oleh pendapat dari Saeed (dalam Gunanto,2017 2003:3) bahwa semantik dalam pengertian bahasa Indonesia adalah ilmu yang mempelajari makna kata dan kalimat. Pemikiran tersebut juga sejalan dengan pendapat Chaer (2013:2), menjelaskan bahwa semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau arti,yaitu tiga dari salah satu tataran analisis bahasa yang meliputi fonologi,gramatika,dan semantik. Semantik bermula dari masa tahap pertumbuhan dan berkembang dari beberapa pemikir tersohor,seperti Aristoteles bahwa makna kata dibedakan atas makna yang dari kata itu sendiri dan makna yang terhubung dengan gramatikal. Semantik mengunggkapkan konsep tentang grammar yang memilki tiga unsur tentang semasiology (tanda),sintaksis (telaah kalimat),etimologi (perubahan bentuk makna kata). Makna merupakan salah satu komponen dari sebuah bahasa.

Kebanyakan orang berpendapat bahwa makna bersinonim dengan maksud,padahal merupakan hal yang berbeda namun tetap berkesinambungan.

Jika makna adalah hubungan resiprokal antarakata dengan konsepnya. Sedangkan

(3)

maksud merupakan sesuatu yang luar-ujaran dapat dikaitkan dengan pelibat.

Biasanya maksud digunakan dalam beberapa gaya bahasa seperti metafora,ironi,litotes dll. Semantik memilki beberapa jenis yaitu :

1. Semantik behavioris yang merupakan sebuah kajian semantik tentang - sebuah proses pemahaman makna melalui pngalaman dan data.

2. Semantik deskriptif yang mengkaji makna yang sedang berlaku.

3. Semantik gramatikal yang mengkaji makna yang ada pada satuan kalimat.

4. Semantik historis merupakan semantik yang mengkaji sistem makna dalam suatu rangkaian waktu tertentu.

5. Semantik leksikal adalah kajian semantik yang lebih menfokuskan pada sistem makna yang terdapat dalam kata.

Dalam bahasa Jawa,semantik juga memilki pengertiam yang sama. Bahasa Jawa memilki keunikan dan keberagaman dalam budaya,hingga pada linguistknya. Pada Linguistik bahasa Jawa ada beberapa perbrdaan dari penulisan,pengertian,dan pengucapanya.

2.3 Medan Makna

Bidang linguistik yang mempelajari tentang hubungan antara tanda atau lambang dengan hal yang ditandainya,lazim disebut makna adalah semantik. Charles Morris (dalam Parera, 1990 : 12) mengatakan,“Bahasa adalah sistem sign, signal, dan simbol”. Menurutnya,sign adalah substitusi untuk hal-hal lain, oleh karena itu sign memerlukan interpretasi. Signal adalah suatu stimulus pengganti,sedangkan symbol adalah sebuah sign yang dihasilkan oleh bahasa. Dari penjelasan Morris,hanya menjelaskan tentang sign,signal,dan symbol. Sebuah pemikiran tentang makna juga

(4)

dikemukakan oleh Ogden dan Richards (dalam Parera, 2004 : 29) mengembangkan konsep dari makna dengan menghubungkan tiga hal yaitu symbol,reference,refent.

Symbols menurutnya adalah kata yang dengan sebuah fakta,hal tersebut dapat dicontohnya sebagai bahasa simbolik. Bahasa simbolik adalah bahasa yang cocok dan dekat pada laporan ilmuwan. Sedangakan reference adalah Konsep yang terdapat pada setiap kata. Setiap konsep mewakili berbagai citra konsep atau biasa disebut benda.. Referent merupakan sebuah istilah yang diciptakan Ogden dan Richards,referent merujuk pada apa itu,di mana itu,kapan itu,siapa itu. Dengan begitu Odgen dan Richards menghubungkan antara symbol - reference – referent, yang jika disebut sebagai makna.

Teori tentang makna yang telah dikemukakan semua orang,seperti pemikiran dari Ferdinand de Saussure (dalam Chaer 2012 : 286 ),berpendapat tentang komponen-komponen penanda dari linguistic seperti penanda pengertian dengan konsepnya atau sering dikenal dengan signifie,dan penanda yang memberi arti atau sering dikenal dengan signifian. Sebuah kata dapat ditentukaan maknanya haruslah berada dalam sebuah konteks kalimat. Seperti salah satu contoh berikut ini

1. Muna mengetuk pintu kamar mandi karena dia sudah terlalu lama menunggu.

2. Eko mengetuk dengan keras kening temanya karena menyebalkan.

3. Santi berhasil mengetuk pintu hati Wildan agar mau menjalankan ibadah sembahyang.

Dalam bahasa Jawa Makna verba juga dijadikan sarana komunikasi bagi orang Jawa,dan bahasa Jawa yang sering digunakan adalah bahasa yang cenderung bahasa ngoko. Penggunaan bahasa ngoko sering kali didengar dan diucapkan oleh orang Jawa,karena penggunaan bahasa tersebut mmepunyai

(5)

maksud dan tujuan. Penggunaan bahasa ngoko sendiri dilakukan bagi orang yang sudha akrab atau dibicarakan oleh orang yang lebih muda. Misalnya pada contoh pacelathon „dialog‟ bahasa Jawa berikut.

Juki : lho,Parno kate nandhi kok kesusu wae ?

Parno : oalah Juki ta. Iyo aku arepe nang peken iki,kon melu ta juk ? Juki : la lapo aku melu,wong aku mek takon tok (haha)

Parno : alah-alah,arek arek edan,yowes aku tak budhal sek yo juk.

Juki : yowes no,ati-ati awas lo dalane peken saiki podo rusak mari kudhanan dek wingi, akeh sing nggeblag wingi jare wong-wong.

Parno : iyo juk,dhisik yo.

Juki : yo.

Pada contoh pacelathon tersebut bahasa yang digunakan oleh Juki dan Parno menggunakan bahasa ngoko,dikarenakan ada hubungan dekat diantara keduanya yaitu sebagai teman,maka dari itu penggunaan bahasa ngoko sering digunakan pada orang yang lebih muda,orang yang akrab. Namun pada kenyataanya di lingkungan sekitar sendiri bahasa ngoko inilah yang sering diucapkan oleh setiap kalangan dan dicampur dengan menggunakan bahasa krama alus. Hal tersebut bisa terjadi karena bahasa ngoko sudah melekat pada setiap ornag dan pada apa yang diutarakan. Misalkan pada contoh kalimat berikut Bu Hamidah dhawah nggeblag amarga kepleset bungkuse cilok. Pada contoh kalimat tersebut bahasa yang diguankan merupakan bahasa campuran bahasa ngoko dan bahasa krama. Hal tersbeut terjadi karena Makna verba nggeblag merupakan jenis jatuh yang sduah dipahami orang detailnya sedangkan dhawah merupakan bahasa krama alus bahasa Jawa dari Makna verba tiba atau jatuh dalam bahasa Indonesia.

(6)

2.4 Jenis Makna 2.4.1 Makna Leskikal

Makna Leksikal adalah makna yang terlihat tidak dengan unsur gramatikal yang lain. Kata leksikal berate kosa kata dengan satunya yang disebut Makna verba. Misalnya kata berikut ini :

1. Makna verba kuda, makna leksikal sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai.

2. Makna verba air,makna leksikal sjenis barang cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari.

3. Makna verba mobil,makna leksikal sejenis kendaraan beroda empat yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari.

4. Makna verba pensil,makna leksikal sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang.

5. Makna verba hanphone,makna leksikal sejenis alat telekomunikasi praktis biasa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Dengan adanya contoh tersebut,dapat dikerucutkan bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya,makna yang sesuai dengan hasil observasi langsung dan makna yang apa adanya. KBBI (dalam Arnawa, 2001 : 824 – 825) yang tertera berikut ini : juga menuliskan bahwa didalamnya tidak merupakan makna kias saja melainkan seperti kata berikut :

pan-jang 1a berjarak jauh (dari ujung ke ujung)

se-pan-jang n1 sejauh; menurut panjang; 2. selama (seluruh waktu);

3. sesuai dengan, menurut pengetahuan …

panjang akal ki dapat berpikir dengan baik, pandai mencari akal, tidak picik.

(7)

2.4.2 Makna Gramatikal

Makna gramatikal mrupakan makna yang memilki proses gramatikal dengan proses afiksasi,reduplikasi,komposisi,dan kalimatisasi. Pemahaman dari makna gramatikal dapat dilihat sperti contoh berikut :

Afiksasi : pefiks ber- dngan dasar baju melahirkan makna gramatikal mengenakan atau memakai baju, prefiks kata dasar kuda melahirkan makna gramatikal mengendari kuda,Makna verba kata dasar rekrasi melahirkan makna gramatikal melakukan rekreasi, prefiks ayam melahirkan makna gramatikal bahan,Makna verba Madura mlahirkan makna gramatikal asal,Makna verba kata dasar lontong melahirkan makna gramatikal bercampur,Makna verba kata dasar Pak Sabar (nama tukang bakso laris di daerah Kota Batu melahirkan makna garamtikal buatan. Jika diaplikasikan dengan kalimat menjadi sebperti berikut :

Adik menendang bola Pelaku makna aktif sasaran

2.4.3 Makna Kontekstual

Makna kontekstual adalah makna sebuah atau katayang berada di dalam satu konteks. Misalnya makna jatuh seperti contoh pada pembahasan poin definisi medan makna yang dapat dipahami sepeerti contoh berikut ini :

1. Rambut di kepala ibu belum ada yang putih.

2. Sebagai kepala rumah tangga seharusnya menegur anak itu.

3. Nomor teleponya ada pada kepala surat itu.

4. Bras kepala harganya lebih mahal dari beras biasa.

5. Kepala paku dan kepala jarum tidak sama bentuknya.

(8)

Seperti contoh tersebut makna kontekstual Makna verba kepala dapat memiliki makna yang berbeda jika diseuaikan dengan konteks kalimat yang digunakan.

1. Makna Referensial dan Non-referensial

Sebuah Makna verba dapat dikatakan bermakna referensial jika memeliki referensi atau adanya sebuah acuan. Kata-kata seperti gajah, biru,dan pelangi termasuk dalam kata yang bermakna referensial,dikarenakan kata-kata tersebut ada sebuah acuan di dunia nyata dan dapat dibuktikan.

Sedangkan kata-kata seperti dan,ke,sebab,jika,karena,atau tidak memeilki makna referensial,karena kata-kata tersebut tidak memilki referensial atau acuanya dalam dunia nyata. Seperti pada contoh kalimat berikut :

“Tadi sore saya bertemu dengan komandan militer”, kata Jefri kepada Ali

“O, ya?” sahut Ali, “Saya juga brtemu beliau tadi pagi.”

“Di mana kalian bertemu beliau ?” tanya Fajar, “Saya tidak pernah bertemu beliau.”

Sudah jelas pada contoh kalimat pertama kata saya mengacu pada Jefri,pada kalimat kedua mengacu kepada Ali,dan pada kalimat terakhir mengacu pada Fajar.

2. Makna Denotatif dan Konotatif

Makna denotatif adalah makna asli atau makna sebenarnya yang dimilki oleh sebuah Makna verba atau kata atau Makna verba. Makna denotatif memiliki pengertian yang sama dengan makna leksikal. Makna denotatif adalah makna yang akan ditunjuk atau dirujuk oleh suatu kata.

Dapat disimpulkan bahwa makna denotasi adalah hubungan kata sebagai simbol dengan rujukan kata itu yang berada di luar bahasa, rujukan kata bisa berwujud benda.dengan bnda berwujud atau abstrak. Pada sebuah contoh kata

(9)

ayam bermakna denotative sejenis binatang yang diternak untuk dimanfaatkan dagingnya dan telurnya. Contoh lainya buntuk memperjelas makna denotasi adalah contoh kata gedung dapat dibuktikan dari bentuk nyatanya yaitu sebuah bangunan gedung di dunia nyata,buku dapat dibuktikan dengan adanya benda tersebut didunia nyata. Sedangkan pada contoh kata atau,yang,kemudian,dan merupakan kata yang tidak dapat dibuktikan secara realistis disunia nyata karena kata tersebut merupakan sebuah kata sambung,dan bukan suatu perwujudan dar suatau benda yang realistis.

Kata gedung,buku merupakan makna denotasi yang merujuk pada sesuatu (benda). Sedangkan kata atau dan yang bukan termasuk dari makna denotasi dikarenakan hanya mempunyai fungsi sintaksis. Jika kata hanya memeilki fungsi sintaksis yang tidak merujuk pada sesuatu maka kata tersebut tidak memilki makna denotasi.

Makna konotatif merupakan makna yang tidak sebnenarnya atau bisa disebut sebagai makna kias.makna konotasi juga nilai rasa,emosi,perasaan.

Dengan kata lain makna konotasi adalah makna lain yang “ditambahkan”

pada makna kata karena nilai rasa. Umpanya kata kurus memiliki makna konotasi yang buruk dan kurang neak bila didengarkan,namun kata ramping akan mudah diterima dan lebih enak didengar, padahal kata kurus dan ramping adalah kata yang bersinonim. Begitu pula kata kerempeng merupakan kata yang berdnotasi buruk. Dari contoh ketiga kata-kata tersebut kata kurus memilki konotasi negatif,krempeng memii konotais negatif dan ramping berkonotasi baik.

(10)

2.5 Prinsip-prinsip Makna

Sehubungan dengan makna, Nida (1975:15-20) mengungkapkan empat prinsip untuk menyatakan hubungan makna. Keempat prinsip itu adalah prinsip inklasi (inclusion), prinsip tumpang tindih (overlapping), prinsip komplementasi (complementation), dan prinsip bersinggungan (contiguity).

1. Prinsip inkasi (inclusion)

Sudah jelas bila makna tercakup atau inkulsi merupakan makna yang sudah terckaup di dalamnya dan tidak perlu diberi sebuah penjelasan atau lebih jelasnya dalah hubungan makna spesifik dan makna generik yang maksudnya adalah hiponimi.Seperti pada contoh kata Kunir,kata tersebut memiliki dua makna,yang pertama adalah kunir merupakan sebuah bahan untuk jamu dan kunir adalah tanaman obat herbal. Seperti pada contoh lainya adalah pedhet “anak sapi,cempe “anak kambing,jaran “kuda”,singo

“singa”. Dari contoh-contoh kata tersebut memiliki makna kedua yaitu hewan tersebut adalah hewan berkaki empat. Makna spesifik merupakan hiponim dari makna generik dan makna gnerik tersebut disebut supordinat Leech (dalam Wedhawati dkk, 1990 : 8).

2. Prinsip tumpang tindih (overlapping)

Prinsip tumpang tindih merupakan makna yang memilki makna yang berlapis-lapis sehingga dapat memeberikan inforamsi kebahasaaan. Untuk lebih jelasnya makna tumpang tindih merupakan makna yang umum dikneal dnegan sinonim.Dengan menggunakan sebuah metode pnggantian kata-kata tanpa mengubah konteks dari kalimat tersebut. agar lebih jelas coba perhatkan contoh berikut ini :

(11)

Ani memberikan sepotong roti untuk pengemis itu.

Ani membagi sepotong roti untuk pengemis itu.

Berdasarkan contoh dua kalimat tersebut Makna verba memberikan dan Makna verba membagi memiliki prinsip tumpang tindih,dikarenakan dua Makna verba tersebut dapat saling menggantikan dalam satu kalimat yang sama,namun tidak sedikitpun mngubah makna konteks dari kalimat tersebut. Dalam bahasa Jawa adapula Makna verba-Makna verba yang menggunakan prinsip tumpang tindih tersebut,seperti pada Makna verba

“ngapusi” dan Makna verba “nggoroi”. Berikut adalah contoh kalimat dari prinsip tumpang tindih pada bahasa Jawa:

Jono ngapusi adek e,amarga gak gelem mangan.

Jono nggoroi adek e,amarga gak gelem mangan.

Pada contoh kalimat di atas Makna verba ngapusi dan nggoroi merupakan prinsip tumpang tindih dikarnakan kedua Makna verba tersebut dapat menggantikan kedalam satu kalimat yang sama tanpa mengubah konteks dari sebuah kalimat. Banyak sekali contoh-contoh Makna verba tumpang tindih pada sebuah kalimat baik Makna verba dalam bahasa Indonesia ataupun bahasa Jawa,Berikut adalah contoh lain dari Makna verba yang menggunakan prinsip tumpang tindih pada bahasa Jawa :

Dita ora wes-wes lek ngècipris karo kancane.

Isuk-isuk ibuk-ibuk podho ngèwès ngrasani tanggane.

Makna verba ngècipris (tidak berhenti bicara) dan Makna verba ngèwès (tidak berhenti bicara). Kedua Makna verba tersebut memiliki prinsip tumpang tindih.

(12)

3. Prinsip komplementasi (complementassion)

Prinsip komplementer adalah prinsip hubungan makna yang memeilki komponen tetapi menunjukkan komponen kontras secara nyata.

Hubungan makna prinsip komlementasi adalah :

a. Makna yang berlawanan (oposisi) dalam bahasa Indonesia adalah antonimi. Seperti pada contoh Makna verba-Makna verba berikut seperti Makna verba baik-buruk,malas-rajin,panjang-pendek,kecil-besar etc. Sdangkan dalam bahasa Jawa adapun contohnya adalah turu-tangi

„tidur-bangun‟, ,nggawè-complok „pakai-melepas‟,becik-ala „baik- buruk‟. Dari beberapa contoh Makna verba tersebut

b. Makna berbalik atau sebaliknya (reversi).Hubungan makna reversi adlaah hubungan makna yang mengandung kesaman dab perbedaan komponen tidak bersifat polarisasi. Misalnya kata lungguh-ngadeg

„duduk-berdiri‟,Makna verba lungguh berarti keadaan pantat brtumpu pada kursi dan sejenisnya, Makna verba ngadeg berate kondisi tubuh dalam keadaan tegak dan kaki bertumpu pada lantai.

4. Kontiguitas

Tipe hungan kontiguitas yaitu hubungan makna yang mngandung ksamaan makna namun komponenya kontras. Misalnya pada hubungan mkna

„tuku‟memperoleh sesuatu dengan mmeberikan sesuatu dnegan makna

„ngedol‟yang brarti memperoleh sesuatu.

(13)

2.6 Makna verba “jatuh”dalam bahasa Jawa

Makna verba jatuh memilki arti terlpas atau turun atau meluncur ke bawah dengan cepat karna gravitasi bumi baik ketika masih dalam gerakan turun maupun sudah sampai ke tanah dan sebagainya.Dalam bahasa Jawa Makna verba jatuh atau tiba mrupakan bahasa yang digunakan untuk menerangkan sbuah peristiwa jatuh yang terjadi,baik pada seorang manusia maupun pada benda.

Batasan pengertian Makna verba tiba tidak hanya difokuskan pada jatuhnya badan saja,tetapi sesuatu yang trjadi pada anggota badan yang lain dan terkena imbasnya,sperti bagian kaki,lutut,kepala,hingga tangan.

Menurut Keraf (1996 : 25) aspek bahasa yang paling cocok untuk dijadikan bahan studi perbandingan adalah bentuk. Karena bahasa di sluruh bagian dunia memilki ciri khas yang universal. Makna verba tiba dalam bahasa Jawa berbeda dalam bentuk fonem,dalam bentuk fonetik,ataupun pembentukan morfologisnya dengan Makna verba jatuh dalam prngertian bahasa Indonesia. Jika Makna verba jatuh dalam bahasa Indonesia memliki arti terlepas dan turun atau meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi. Dalam bahasa Indonesia Makna verba jatuh mmeilki arti berbda jika bertemu dengan sebuah konteks penyebab yang berbeda. Tidak jauh berbeda dengan Makna verba tiba dalam bahasa Jawa,dalam bahsa Jawa tiba berarti jatuh scara harfiah. Dalam bahasa Jawa dna bahasa Indonesia sebetulnya memeliki arti yang sama,yang mmbedakan hanya bentuk fonemnya,pembentukan morfologisnya dan unsur fonetiknya.

Dalam bahasa Jawa Makna verba tiba juga mmeilki pengertian yang berbeda ssuai dnegna konteks yang digunakan saat trjadinya peristiwa jatuh tersebut.

(14)

Penelitian ini trfokus pada analisis Makna verba ´jatuh´dalam bahasa Jawa´dikarenakan penelitian terbilang fresh dan menarik untuk diteliti. Makna verba jatuh dalam bahasa Jawa memilki banyak sinonim yang mrupakan suatu rumpun yang mempunyai makna suatu kalimat. Berikut merupakan contoh kalimat Makna verba jatuh dalam bahasa Jawa :

1. Bocah sing menek wit kaé tiba nang isor.

Anak yang memanjat pohon itu jatuh ke bawah 2. Sulis kepleset amarga kulité gedhang.

Sulis terpeleset karena kulit pisang

Contoh kalimat pertama dan kalimat kedua memilki makna yang sama.

Pada kalimat pertama Makna verba “tiba” memilki makna jatuh turun kebawah.

Sedangkan kalimat kedua Makna verba kepleset memiliki arti terjatuh ke belakang karena kulit pisang. Dalam hal tersbut kedua Makna verba tersebut sebenarnya memiliki arti yang sama, namun berbeda jika konteks kalimat yang digunakan juga berbeda.

Referensi

Dokumen terkait

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan yang betujuan untuk mempersiapkan peserta didik guna memasuki dunia kerja. Peserta didik dapat memilih

Masyarakat pro hanyalah kelompok kecil yang terbentuk karena ingin mendapat pekerjaan yang lebih baik dengan mengharapkan terjadinya pembangunan pabrik di sekitar lingkungan

Telah dilakukan pengujian terhadap keseluruhan sistem. Pengujian ini membandingkan antara jumlah ideal kebutuhan pakan ayam 50 ekor dengan jumlah pakan yang

-76 sampel untuk konfirmasi primer SCAR, deteksi SNP dan juga mengevaluasi kemampuan analisis multiplex SNuPE. - 48 fragmen RAPD diperoleh - 46 SCARs

Keempat, Fuad prasetyo (2015) yang berjudul “Analisis Portofolio Optimal Model Indeks Tunggal Dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)” Studi kasus Saham Jakarta

The Mastery of Simple Past Tense of the Eighth Grade Students of MTs Matholiul Ulum Banjaragung Bangsri Jepara in Academic Year 2011/2012i. Taught by Using Mistake

Program pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan sosialisasi, pelatihan dan pendampingan teknologi pertanian dengan sistem hidroponik secara keseluruhan mendapatkan

Bentuk kritik sosial Irul S Budianto dalam tujuh cerkak karyanya yang meliputi kritik terhadap penguasa dalam menggunakan kedudukan, kritik terhadap kehidupan