• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi pembeda antara negara maju dan negara berkembang. Perhatian terhadap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi pembeda antara negara maju dan negara berkembang. Perhatian terhadap"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan merupakan salah satu tolok ukur kemajuan dari sebuah negara, menjadi pembeda antara negara maju dan negara berkembang. Perhatian terhadap pentingnya pendidikan bagi suatu bangsa dibuktikan dengan adanya hasil dari konferensi dunia yang membahas Pendidikan Untuk Semua (PUS)atauEducation For All (EFA), 115 negara dan 150 organisasisepakat berjanji untuk mencapai

Pendidikan Untuk Semua (PUS) atau Education For All (EFA) pada tahun 2015.

Pencanangan program ini dimaksudkan sebagai ketetapan sekaligus seruan terhadap bangsa-bangsa di dunia untuk memberikan akses pendidikan seluas- luasnya terhadap semua warga negara dan meningkatkan kerjasama unilateral secara lebih intensif dalam bidang pendidikan.

Adapun sasaran yang harus dipenuhi guna mewujudkan tujuan utama Pendidikan Untuk Semua (PUS), meliputi: (1)Memperluas perawatan dan Pendidikan Anak Usia Dini (2) meyakinkan diperluas dan kesetaraan akses Pendidikan Dasar (3) Memperluas kesempatan belajar seumur hidup(4) Menjamin peningkatan kemampuan aksara dewasa dan pendidikan berkelanjutan (5) Memastikan Kesetaraan Gender di Pendidikan(6) Meningkatan dan menjamin kualitas pendidikan dan standar. (EFA Mid Decade Assessment Indonesia, 2007)

1

(2)

commit to user

Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari peserta konferensi, berkomitmen untuk mewujudkan sasaran-sasaran Pendidikan Untuk Semua (PUS). Hal itu dibuktikan dengan dikeluarkannya RENSTRA 2005/2009, menuju Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang 2025. Di dalam rencana program serta sumber daya yang tersedia pada periode ini, difokuskan kepada : (1) Pemerataan dan Perluasan Akses Pendidikan(2) Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya saing; serta yang tidak kalah pentingnya adalah(3) Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik seluruh jajaran pendidikan di pusat dan daerah.

Pendidikan Untuk Semua (PUS) sebenarnya sudah menjadi arah pembangunan pendidikan nasional jauh sebelum diadakan konferensi dunia yang membahas Pendidikan Untuk Semua (PUS) atau Education For All (EFA). Di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdasakan kehidupan bangsa dan untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Pemerataan dan pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki kemampuan untuk mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila.

Dengan diadakannya konferensi dunia yang membahas mengenai Pendidikan Untuk Semua (PUS), seharusnya semakin meningkatkan komitmen pemerintah Indonesia untuk mampu menjamin terwujudnya pemerataan

(3)

commit to user

pendidikan tanpa diskriminasi bagi seluruh rakyat Indonesia. Upaya tersebut harusmenjadi agenda utama dalam kehidupan bernegara. Untuk mewujudkan cita- cita tersebut, setiap penyelenggara negara diharapkan dapat bersikap responsif terhadap masalah yang dikhawatirkan kedepan dapat menggagalkan tujuan tersebut.

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam mewujudkan pemerataan pendidikan tanpa diskriminasi bukanlah hal yang mudah. Seperti pada Tahun Ajaran 2013/2014, masih saja ditemukan bentuk kecurangan dalam penerimaan siswa didik. Kondisi ini didasarkan pada hasil temuan posko pengaduan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2013 yang dibentuk Ombudsman pada bulan Mei 2013. Jumlah laporan yang masuk dari 23 perwakilan Ombudsman di 23 Provinsi di Indonesia ada 387 pengaduan. Dari jumlah itu, 63 persen pelapor merupakan korban langsung dan 17,1 persen melalui pemberitaan media.(m.hukumonline.com)

Secara umum, bentuk kecurangan yang paling banyak terjadi lebih kepada maladministrasi berkaitan dengan pungutan uang, barang dan jasa kepada siswa yang mendaftarkan ke sekolah. Seperti yang terjadi di NTB pada saat penerimaan siswa baru Tahun Ajaran 2013, dimana jumlah kuota untuk menerima siswa baru di sekolah hanya 100, namun siswa yang diterima mencapai 200 orang. Kapasitas dan fasilitas sekolah yang tidak mampu menampung siswa, dijadikan peluang pihak sekolah mengenakan pungutan kepada siswa dengan dalih menambah kapasitas dan fasilitas sekolah. (m.hukumonline.com)

(4)

commit to user

Selain itu, juga ditemukan penyimpangan prosedur dalam menerima siswa baru. Dimana dalam penerimaan SD terdapat tes penerimaan yang sebenarnya tidak sesuai dengan standar kemampuan calon siswa baru yaitu tes masuk Calistung (membaca, menulis, dan berhitung) saat masuk SD. Kebijakan tes masuk Calistung belakangan banyak diterapkan sejumlah sekolah dalam proses seleksi penerimaan peserta didik baru. Tes masuk Calistung menjadi hal wajib yang harus diikuti anak saat penerimaan siswa baru.

Didalam PP (Peraturan Pemerintah) No 17 Tahun 2010, sebagai penjabaran UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, telah dengan jelas mengatur perihal mengenai penerimaan peserta didik. Bab tersebut diatur di dalam pasal 69 dan 70 yang mana tidak dibenarkan atau bahkan dilarang melakukan tes seleksi penerimaan siswa baru melalui tes masuk Calistung. Dalam proses penerimaan siswa baru SD, seleksi seharusnya dilakukan berdasarkan pada usia siswa yang paling tua. Apabila belum terpenuhi, dilakukan seleksi berdasar jarak tempat tinggal calon peserta didik yang paling dekat dengan satuan pendidikan. Sebagai langkah terakhir, dilakukan seleksi berdasar peserta didik yang mendaftar lebih awal diprioritaskan.

Selain dari sisi aturan yang memang sudah menyimpang, fakta lain yang patut menjadi perhatian adalah dampak besarnya terhadap proses belajar mengajar di TK. Akibat kebijakan tes Calistung nyatanya membuat sebagian TK yang berada satu wilayah dengan sekolah favorit tersebut ikut mengajarkan ilmu membaca, menulis dan berhitung yang tersirat dipaksakan bagi anak yang memang belum waktunya bisa membaca, menulis dan berhitung. Temuan ini

(5)

commit to user

didukung adanya jam tambahan bagi anak yang ingin belajar menguasai ilmu Calistung.

Kondisi tersebut tidak terlepas dari peran orang tua yang menuntut TK supaya benar-benar mempersiapkan anaknya untuk bisa masuk ke SD favorit.

Padahal dilihat dari sisi anak, pada masa kanak-kanak, anak mempunyai hak untuk bermain. Hak anak tersebut adalah bagian dari hak asasi manusia yang seharusnya wajib dimajukan, dilindung, dipenuhi, dan dijamin oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Namun adanya tuntutan untuk bisa lolos tes masuk Calistung, membuat orang tua lupa akan hak anak tersebut dan cenderung melanggarnya.

Dampak jangka panjangnya, selain melanggar hak asasi manusia, kebijakan ini telah membuat anak menjadi korban diskrimasi. Hal itu mengingat anak yang terdaftar di penerimaan siswa didik SD favorit hanya anak-anak yang kompeten mengerjakan tes masuk, sedangkan anak yang tidak kompeten terpaksa

mencari sekolah lainnya yang kualitas .

Mengambil teori psikologi kognitif (Jean Piaget, 1896-1980), sebenarnya anak pada usia 5-7 Tahun memasuki tahap Pra-operasional. Pemikiran pra- operasional dalam teori piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dalam tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai.Pada masa ini, anak masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis seperti menghitung maupun menggabungkan huruf satu dengan yang lain. Apabila pada tahap ini anak dipaksakan untuk memiliki

(6)

commit to user

kemampuan logis maka akan sangat berdampak pada perkembangan emosionalnya. Dimana anak cenderung bersifat pendiam, pencemas, dan tidak bersemangat, bahkan akan menjadi stress tersendiri bagi sang anak.

Berdasarkan teori tersebut, praktik tes masukCalistung merupakan suatu bentuk barukekerasan simbolik kepada anak (Chamboredon dan Prevot,1975) karena anak dipaksa mencapai kompetensi yang tidaksesuai dengan tingkatan umur dan kemampuannya.

Surakarta, sebagai kota percontohan Kota Layak Anak, ternyata juga tidak terlepas dari permasalahan dalam penerimaan siswa baru SD.Hal ini dibuktikan masih ditemukannya kebijakan tes masuk Calistung saat penerimaan siswa baru SD. Menurut Kepala Bidang Pendidikan Dasar dan Anak Usia Dini (Dikdas AUD), Supraptiningsih, walaupun larangan tes masuk Calistung sudah diterapkan Disdikpora, tetapi kenyataannya masih ada beberapa sekolah yang melakukan proses seleksi dengan jalur itu. Meski demikian, belum ada sanksi yang diberikan kepada sekolah yang melakukan seleksi calistung (www.solopos.com).

Persoalan lain yang muncul dalam penerimaan siswa di tingkat sekolah dasar di Surakarta adalah adanya pungutan biaya yang tidak murah untuk bisa mengakses sekolah yang berkualitas. Biaya masuk sekolah untuk beberapa sekolah dasar di Surakarta, bisa mencapai jutaan bahkan puluhan juta rupiah.

Tingginya biaya masuk sekolah tidak terlepas dari label sekolah yangberkualitas sendiri, dimana disematkan pada sekolah-sekolah tertentu dengan fasilitas sekolah yang lengkap dan nilai UN lulusannya di atas rata-rata.

(7)

commit to user

Di Surakarta, menurut data Disdikpora, terdapat 269 sekolah baik SD/MI.

Adapun 10 daftar peringkat teratas sekolah menurut hasil UN Tahun 2013 adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1 Daftar peringkat teratas sekolah menurut hasil UN Tahun 2013

No Peringkat Kode

Sekolah Nama Sekolah BI MAT IPA Jumlah 1 1 03-02-046 SD Muhamadiyah

Program Khusus 9,43 9,69 8,04 27,16

2 2 03-02-014

SDN Mangkubumen

Lor

9,3 9,42 7,95 26,67

3 3 03-02-055 SD AL

AzharSyifa Budi 9,25 9,19 8,1 26,54

4 4 03-02-267 SD Muh 3

Nusukan 9,26 9,2 7,87 26,33

5 5 03-02-048 9,16 9,1 7,98 26,24

6 6 03-02-231 SDN Nusukan 44 9,03 9,28 7,86 26,17

7 7 03-02-001

SDN Mangkubumen

Kidul

9,21 9,11 7,8 26,12

8 8 03-02-249 SDN Cengklik II 8,94 9,3 7,84 26,08 9 9 03-02-096 SDN Dadapsari

No.129 9,01 9,23 7,77 26,10 10 10 03-02-170 SDN Sabranglor 9 9,32 7,68 26 Sumber : Data Disdikpora kota Surakarta Tahun 2013

Dari hasil pengamatan penulis saat pembukaan pendaftaran seleksi

(8)

commit to user

Juta. Biaya tersebut belum termasuk biaya tiap semester yang dibebankan kepada siswa. Bagi sebagian golongan, kondisi ini tentu memberatkan. Tingginya biaya masuk sekolah dasar jelas membatasi akses bagi masyarakat miskin untuk mengakses pendidikan dasar yang berkualitas.

Berdasarkan realitas tersebut, maka proses seleksi Penerimaan Peserta DidikBaru tingkatSD perlu dievaluasi secara mendalam. Hal ini mengingat di dalam konsep Kota Layak Anak, suatu pemerintah di suatu kota diharapkan mampu memberikan suatu jaminan terhadap hak-hak anak seperti: kesehatan, perlindungan, perawatan, pendidikan, tidak menjadi korban diskriminasi,mengenal lingkungan dan budaya dalam arti luas, berpartisipasi dalam merencanakan kota tempat tinggalnya, memiliki kebebasan bermain, dan memperoleh lingkungan yang bebas dari polusi.

Oleh sebab itu, evaluasi yang dapat dilakukan utamanya adalah dalam proses penyelenggaraan pemerintahan (Governance). Sebab, adanya kebijakan yang tidak relevan bisa dikaitkan pemerintahan yang belum menerapkan proses demokrasi dengan baik. Semakin relevan produk kebijakan yang dihasilkan dengan persoalan riil yang berkembang di masyarakat, maka proses demokrasi yang terjadi di masyarakat bisa dikatakan semakin berkualitas dan begitupun sebaliknya. Untuk mewujudkan pola pemerintahan demokratis, Human Governanceterbukti menjadialat yang tepatdansaluranmenujumasyarakat demokratis, di manaketerlibatanwarga negarasangatpenting sesuai dengantingkat mereka,minat dansumber daya (Nasahsh, 2010).

(9)

commit to user

Human Governance sendiri merupakan sebuah konsep tata pemerintahan

yang berfokus padanilai-nilai, normadan pengetahuanbersama dengankarakteristikgood governancedengan titik tekanpemerintahan demokratisyangberlandaskan pada penghargaan Hak Asasi Manusia dan pemenuhan semua kebutuhanwarganya. (Nasahsh, 2010). Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwasanya konsep Human Governance lebih menekankan pada penghargaan Hak Asasi Manusia dan juga pada prinsip-prinsip demokrasi.

Adanya penekanan terhadap HAM dan prinsip demokrasi ditujukan guna peningkatan kualitas masyarakat. Hal ini mengingat, kebutuhan pengembangan kapasitas pemerintah lokal pada abad 21 diproyeksikan perlu fokus pada pelibatan warga dalam mendesain solusi inovatif untuk mengatasi permasalahan publik, inovasi pada pemenuhan dan pendistribusian pelayanan publik ke arah model yang lebih efektif, menjaga keseimbangan akuntabilitas, persamaan, keadilan dan efisiensi(Warner, 2010).

Untuk dapat mewujudkan konsep tersebut, suatu pemerintahan atau program harus memenuhi indikator pokok di dalam konsep Human Governanceantara lain tata kelola pemerintahan yang baik, partisipasi,

pemberdayaan, non diskriminasi dan iklusi, akuntabilitas sosial, dan sustainability.

Dalam permasalahan Penerimaan Peserta Didik Baru tingkat SD yang mana dalam realisasinya terjadi pelanggaran HAM dan diskriminasi, akan sangat tepat apabila ditinjau menggunakan prinsip Human Governance guna mencari

(10)

commit to user

alternatif kebijakan baru yang mampu menjamin terwujudnya penegakan HAM dan non-diskriminasi. Dalam kaitannya, Human Governance mampu mengungkapkan pendekatan nyata yang memungkinkan kita menangani masalah dari sudut dan dimensi yang berbeda.(Nasahsh, 2010). Berangkat dari penjelasan tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji evaluasi kebijakan Penerimaan Peserta DidikBaru tingkat SDdi Kota Surakarta dalam perspektif Human Governance.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas maka dapatdirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kepatuhan kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru tingkat SD di kota Surakarta terhadapPP (Peraturan Pemerintah) No 17 Tahun 2010?

2. Faktor faktor apa yang menjadi penghambat dalam implementasi PP (Peraturan Pemerintah) No 17 Tahun 2010 tersebut?

3. Bagaimana kebijakanPenerimaan Peserta DidikBaru tingkat SD di kota Surakarta ditinjau dari prinsip Human Governance?

C. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk mengkaji implementasi kebijakan PPDB tingkat SD di kota Surakarta apakah sesuai dengan PP (Peraturan Pemerintah) No 17 Tahun 2010.

(11)

commit to user

2. Untuk mengkaji faktor faktor apa yang menjadi penghambat implementasi PP (Peraturan Pemerintah) no 17 tahun 2010.

3. Untuk mengkaji evaluasi kebijakanPenerimaan Peserta DidikBaru tingkat SD di kota Surakarta ditinjau dari prinsip Human Governance.

D. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah a) Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian lain tentang evaluasi kebijakanPenerimaan Peserta DidikBaru tingkat SD di kota Surakarta ditinjau dari prinsip Human Governance. Selain itu diharapkan juga menjadi sumbangan bagi

pengembangan ilmu Administrasi Negara b) Manfaat Praktis

1. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah terhadap penyelengaraan Penerimaan Peserta DidikBaru tingkat SD agar sesuai dengan peraturan yang ada dan lebih responsif terhadap hak- hak Anak.

2. Memperluas pengetahuan penulis dan pembaca mengenai pentingnya Human Governancedalam penyelenggaraan program atau kebijakan utamanya terkait Penerimaan Peserta DidikBaru tingkat SD.

(12)

commit to user

3. Meningkatkan kemampuan penulis sebagai mahasiswa Ilmu Administrasi dalam mengkaji problematika Ilmu Administrasi yang berkembang di masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa perlindungan saksi dan korban berazaskan pada: Penghargaan atas harkat dan martabat manusia; Rasa aman; Keadilan;

- Sumber Daya Manusia untuk melaksanakan program dan kegiatan didukung dengan 8 pegawai... Dengan volume Kegiatan Pelaksanaan Pemantauan Disiplinditargetkan 12 kali

Kepemimpinan harus dapat memberikan dorongan dan semangat kerja pada karyawan, komitmen dinilai sebagai suatu yang diperlukan dalam hubungan antar dua belah pihak, komitmen

Jumlah penduduk terlalu tinggi pengelolaan lahan dan tanaman tidak memperoleh hasil maksimal dan tidak berkelanjutan.Sistem pertanian berkelanjutan akan terwujud apabila

Berdasarkan kondisi permasalahan diatas dan betapa pentingnya peran auditor internal di sebuah organisasi guna menjaga keberlanjutan organisasi itu sendiri dalam

Risiko ke'atuhan lampu #agi kar&a)an didalamn&a &ang dapat #eraki#at cidera (isik serius &ang memerlukan pera)atan medis. nstalasi ka#el listrik tidak rapi

Klasifikasi kriteria keadaan kuantum yang dicakup tidak hanya keadaan terpisah keseluruhan (maximally separable state), tetapi juga keadaan terbelit maksimal (maximal

Maka hasil pengukuran nilai nisbah untuk pelet dengan komposisi yang sama dari proses milling baik HEM-SPEX 8000M maupun HEM E3D yang masing-masing mencapai nilai 40% dan 20% pada