• Tidak ada hasil yang ditemukan

Plagiarism Checker X Originality Report

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Plagiarism Checker X Originality Report"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Plagiarism Checker X Originality Report

Similarity Found: 9%

Date: Thursday, May 03, 2018

Statistics: 235 words Plagiarized / 2615 Total words

Remarks: Low Plagiarism Detected - Your Document needs Optional Improvement.

--- REAKTUALISASI KEARIFAN TRADISI RITUAL TUMPEK WARIGA DALAM MELESTARIKAN LINGKUNGAN Dewa Nyoman Oka Fakultas Pendidikan MIPA IKIP Saraswati Tabanan ABSTRAK Tradisi perayaan ritual Tumpek Wariga memberi isyarat dan makna mendalam agar manusia mengasihi dan menyayangi tumbuh-tumbuhan dan lingkungan yang telah berjasa menopang hidup dan penghidupannya. Hingga tahun 2003 kerusakan hutan di Bali sudah mencapai 50% dari tegalan ideal, sehingga luas hutan di Bali hanya sekitar 18%.

Dari tahun 2007 sampai dengan 2011 alih fungsi lahan di Bali mencapai 600 hektar pertahun. Hal ini disebabkan oleh (1) tradisi ritual itu berhenti pada wujud fisik upacara semata; (2) pemaknaan yang tidak total terhadap ritual-ritual yang ada. Oleh karena itu yang mesti dilakukan saat ini adalah upaya untuk memaknai ritual-ritual itu secara lebih kontekstual dan total sekaligus menyegarkannya dalam tataran laku tradisi. Perlu ada reaktualisasi terhadap kearifan-kearifan tradisi yang dimiliki Bali, sehingga

lingkungannya tetap lestari.

Kata kunci: reaktualisai, tumpek wariga, lingkungan ABSTRACT The traditional ritual of Tumpek Wariga demonstrates and strongly implies the message that human beings should love and take care of plants and environment that have greatly contributed to the life and livelihoods. Until 2003, the forest destruction in Bali has reached 50% of the ideal dry land faihestre il iy a 18% of t whol Bai mainland.

From 2007 to 2011, the land conversion in Bali has reached 600 hectares per year. This phenomenon takes place for two reasons: (1) the traditional ritual has just performed as something physical, (2) people do not dig deeper to the essential meaning of the rituals.

(2)

Therefore, what people need to do is to perform the traditional ritual of Tumpek Wariga more contextually as well as to practice the essential meaning of the ritual in their daily life. In line with this, the local wisdoms in Bali need to be reactualized so that the

environment is continuously preserved. Key words: reactualization, tumpek wariga, environment 1. Pendahuluan Pola penataan pekarangan tradisional Bali dilandasi oleh falsafah Tri Hita Karana.

Hakikat mendasar Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu bersumber pada keharmonisan hubungan antara Manusia dengan Tuhan, Manusia dengan sesamanya dan Manusia dengan alam lingkungannya. Dalam hal hubungan manusia dengan lingkungannya manusia harus menyadari bahwa hidupnya sangat tergantung kepada lingkungannya.

Oleh karena itu manusia harus selalu memperhatikan situasi dan kondisi lingkungannya.

Lingkungan harus selalu dijaga dan dipelihara serta tidak dirusak. Lingkungan harus selalu bersih dan rapi. Lingkungan yang ditata dengan rapi dan bersih akan

menciptakan keindahan. Keindahan lingkungan dapat menimbulkan rasa tenang dan tenteram dalam diri manusia.

Kasih sayang masyarakat tradisional Bali terhadap lingkungan (tumbuh-tumbuhan) diwujudkan dalam bentuk tradisi ritual Tupek Wariga. Saat Tumpek Wariga dihaturkan persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasi sebagai Hyang Sangkara, Dewa Penguasa Tumbuh-tumbuhan yang dikonkretkan dengan mengupacarai tumbuh-tumbuhan.

Memang, menurut tradisi susastra Bali, yang menyebabkan tumbuh-tumbuhan hidup dan memberikan hasil kepada manusia adalah Hyang Sangkara. Karenanya, ucapan syukur dan penghormatan kepada Hyang Sangkara mesti dilakukan manusia dengan mengasihi segala jenis tumbuh tumbuhan. Dengan demikian, sejatinya, perayaan ritual Tumpek Wariga memberi isyarat dan makna mendalam agar manusia mengasihi dan menyayangi alam dan lingkungan yang telah berjasa menopang hidup dan

penghidupannya. Pada Tumpek Wariga, momentum kasih dan sayang kepada alam itu diarahkan kepada tumbuh-tumbuhan.

Betapa besarnya peranan tumbuh-tumbuhan dalam memberi hidup umat manusia.

Hampir seluruh kebutuhan hidup umat manusia bersumber dari tumbuh-tumbuhan.

Mulai dari pangan, sandang hingga papan. Walaupun masyarakat Bali moderen telah dibekali tradisi budaya lokal yang adiluhung, namun alam Bali terus dieksploitasi tanpa henti.

(3)

Hingga tahun 2003 kerusakan hutan di Bali sudah mencapai 50% dari tegalan ideal, sehingga luas hutan di Bali hanya sekitar 18%. Padahal, menurut UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, luas hutan yang ditetapkan adalah 39% dari luas Pulau Bali yang mencapai 5.632,86 Km2. Alih fungsi lahan di Bali dari tahun 2007 sampai dengan mencapai 600 Hektar dalam setahun. Akibatnya pada tahun 2012 Bali mengalami krisis air dan kekeringan.

Bukti lapangan yang dapat menjadi petunjuk awal krisis air adalah mengeringnya beberapa sungai di Bali dan tingkat intrusi air laut yang semakin parah. 2. Pembahasan 2.1 Falsafah Tri Hita Karana sebagai Pelestari Budaya dan Lingkungan Dalam alam tradisi (Bali) sudah di kenal adanya peglompokan tata guna tanah yang tercermin dalam Tri Angga (Kepala, badan dan kaki) dan tata letak bangunan seperti tercermin dalam lontar Asta Gumi.

Yang saat ini di masyarakat modern dikenal zonning tata guna tanah/lahan, master plan, detail plan, denah plan dan sebagainya (Mudra, 2011). Tri Angga dalam arti harfiah merupakan tiga bagian badan yang mengandung tiga nilai, yang didasarkan pada garis vertikal, dan garis horizontal; yaitu: utama angga, madya angga, kanista angga.

Berdasarkan garis vertikal umumnya utama angga adalah bagian atas, madya angga bagian tengah, dan kanista angga bagian bawah.

Berdasar pada garis horizontal, maka pada alam semesta umumnya gunung dianggap memiliki nilai utama, dataran dengan nilai madya, dan lautan nilai nista, demikian seterusnya pada lingkungan yang lebih kecil, seperti: desa, banjar, pekarangan, dan sampai pada bangunan. Berdasarkan garis horizontal yang dikaitkan dengan lintasan matahari, maka nilai utama pada arah terbitnya matahari, nilai madya pada titik kulminasinya, dan nilai nista pada arah tenggelamnya.

Ketiga nilai ini juga disetarakan dengan nilai pada tubuh manusia, dengan kepala sebagai nilai utama, badan sebagai nilai madya, dan kaki sebagai nilai nista. Nilai-nilai tradisional Tri Angga ini ditrerapkan oleh masyarakat Bali dalam penataan pekarangan rumahnya. Sehingga pola penataan pekarangan tradisional Bali secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian (Tri Mandala) yaitu utama, madya dan nista mandala.

Utama mandala merupakan bagian kepala/hulu dari pekarangan yang disucikan oleh orang Bali. Di sini dibangun bangunan yang benilai utama seperti pemrajan/pura keluarga. Kalau dikaitkan dengan alam semesta dan lintasan matahari, utama mandala letaknya di arah Gunung/matahari terbit. Madya Mandala merupakan bagian

badan/tengah dari pekarangan disini ditempatkan bangunan yang bernilai madya seperti tempat tinggal penghuni.

(4)

Nista Mandala merupakan bagian kaki/hilir dari pekarangan pada bagian ini

ditempatkan bangunan yang bernilai nista misalnya kandang ternak. Kalau dikaitkan dengan alam semesta dan lintasan matahari, nista mandala letaknya di arah

laut/matahari terbenam. Jika penentuan nilai Tri Angga yang berdasarkan pada

gunung-laut dan terbit - tenggelamnya matahari digabungkan maka untuk Bali selatan akan terdapat sembilan tata nilai yang disebut dengan istilah SangaMandala, yang memiliki sembilan nilai, yaitu nilai utamaning-utama sampai dengan nistaning nista (Adhika, 2004).

Penjabaran konsep tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2 Gambar 1 Konsep Sanga Mandala (Adhika, 2004). Gambar 2 Konsep Tri Angga pada Alam Lingkungan (Adhika, 2004) Pola penataan pekarangan tradisional Bali dilandasi oleh falsafah Tri Hita Karana. Falsafah tersebut memiliki konsep yang dapat melestarikan keaneka ragaman budaya dan lingkungan di tengah hantaman globalisasi dan homogenisasi.

Pada dasarnya hakikat ajaran Tri Hita Karana menekankan tiga hubungan manusia dalam kehidupan di dunia ini. Ketiga hubungan itu meliputi hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan alam sekitar, dan hubungan dengan Tuhan yang saling terkait satu sama lain. Setiap hubungan memiliki pedoman hidup menghargai sesama aspek sekelilingnya. Prinsip pelaksanaannya harus seimbang, selaras antara satu dan lainnya.

Apabila keseimbangan tercapai, manusia akan hidup dengan menghindari diri pada segala tindakan buruk. Hidupnya akan seimbang, tenteram, dan damai (Wikipedia, 2013). Hakikat mendasar Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu bersumber pada keharmonisan hubungan antara Manusia dengan Tuhan nya, Manusia dengan sesamanya dan Manusia dengan alam lingkungannya.

Dalam hal hubungan manusia dengan lingkungannya manusia harus menyadari bahwa hidupnya sangat tergantung kepada lingkungannya. Oleh karena itu manusia harus selalu memperhatikan situasi dan kondisi lingkungannya. Lingkungan harus selalu dijaga dan dipelihara serta tidak dirusak. Lingkungan harus selalu bersih dan rapi. Lingkungan tidak boleh dikotori atau dirusak.

Hutan tidak boleh ditebang semuanya, binatang-binatang tidak boleh diburu seenaknya, karena dapat menganggu keseimbangan alam. Lingkungan justru harus dijaga kerapiannya, keserasiannya dan kelestariannya. Lingkungan yang ditata dengan rapi dan bersih akan menciptakan keindahan. Keindahan lingkungan dapat

menimbulkan rasa tenang dan tenteram dalam diri manusia.

(5)

Mengacu pada konsep Tri Mandala yang dilandasi oleh falsafah Tri Hita Karana masyarakat tradisional Bali Menunjukan hubungan yang sangat harmonis dengan lingkungannya di Nista Mandala. Di Nista Mandala mereka menanam berbagai jenis tanaman hortikultura seperti tanaman mangga, nangka, rambutan, manggis, durian, kelapa, wani, sentul, juwet, jambu biji dan lain-lainnya. Di samping itu di Nista Mandala juga dipelihara berbagai jenis hewan terutama ayam, itik, dolong, babi dan sapi.

Rumput dan tanaman semak merupakan makanan ternak disisi lain kotoran yang dihasilkan ternak dapat menyuburkan tanaman. Ternak disembelih untuk keperluan upakara agama dan menambah gisi keluarga sementara sampah upakara agama dan dapur keluarga dijadikan makan tambahan ternak. Buah tanaman hortikulutara dipetik juga untuk kepentingan upakara agama dan menambah gisi keluarga disisi lain sampah organik dibuang ke Nista Mandala akan menambah kesuburan tanaman. Berbagai proses daur ulang dan hubungan yang harmonis manusia dengan lingkungan berlangsung di sini.

Hal ini dapat memberi manfaat ganda bagi manusia yaitu meningkatkan gisi dan pendapatan keluarga, tempat pembuangan sampah serta sumber oksigen. 2.2 Ritual Tumpek Wariga sebagai Wujud Kasih Sayang pada Tumbuhan Kasih sayang masyarakat tradisional Bali terhadap tumbuhtumbuhan diwujudkan dalam bentuk kearifan budaya lokal Bali yaitu tradisi ritual Tupek Wariga. Tumpek Wariga dikenal juga sebagai Tumpek Bubuh, Tumpek Uduh, Tumpek Pengatag, atau Tumpek Pengarah.

Jatuh pada hari sabtu kliwon, wuku wariga, atau 25 hari sebelum hari raya Galungan.

Berikut seklumit doa yang dilantunkan secara lisan oleh tetua kita tatkala mereka

mempersembahkan sesajen pada tumbuhan. Bentuyung, titiang mapangarah, buin selae dina Galungan, mabuah nyen apang nged, nged, ngeeed! Sekelumit doa sederhana itu mengandung penghargaan agar sang pohon bisa berbuah lebat (nged) adalah kosa kata bahasa Bali yang berarti berbuah banyak = lebat) sehingga bisa digunakan untuk keperluan upacara hari raya Galungan yang jatuh 25 hari berikutnya (Parisada, 2007).

Dalam konsepsi Hindu, saat Tumpek Wariga dihaturkan persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasi sebagai Hyang Sangkara, Dewa Penguasa Tumbuhtumbuhan yang dikonkretkan dengan mengupacarai

tumbuh-tumbuhan. Memang, menurut tradisi susastra Bali, yang menyebabkan tumbuhtumbuhan hidup dan memberikan hasil kepada manusia adalah Hyang Sangkara.

Karenanya, ucapan syukur dan penghormatan kepada Hyang Sangkara mesti dilakukan

(6)

manusia dengan mengasihi segala jenis tumbuh tumbuhan. Dengan demikian, sejatinya, perayaan ritual Tumpek Wariga memberi isyarat dan makna mendalam agar manusia mengasihi dan menyayangi alam dan lingkungan yang telah berjasa menopang hidup dan penghidupannya. Pada Tumpek Wariga, momentum kasih dan sayang kepada alam itu diarahkan kepada tumbuh-tumbuhan.

Betapa besarnya peranan tumbuh-tumbuhan dalam memberi hidup umat manusia.

Hampir seluruh kebutuhan hidup umat manusia bersumber dari tumbuh-tumbuhan.

Mulai dari pangan, sandang hingga papan. Karena itu pula, tradisi perayaan Tumpek Wariga sering disepadankan sebagai peringatan Hari Bumi ala Bali. Tumpek Wariga merupakan momentum untuk merenungi jasa dan budi Ibu Bumi kepada umat manusia.

Selanjutnya, dengan kesadaran diri menimbang-nimbang perilaku tak bersahabat

dengan alam yang selama ini dilakukan dan memulai hari baru untuk tidak lagi merusak lingkungan. Sampai di sini, dapat disimpulkan bahwa para tetua Bali di masa lalu telah memiliki visi futuristik untuk menjaga agar Bali tak meradang menjadi tanah gersang dan kering-kerontang akibat alam lingkungan yang tak terjaga. Bahkan, kesadaran yang tumbuh telah pula dalam konteks semesta raya, tak semata Bali.

Visi dari segala tradisi itu bukan semata menjaga kelestarian alam dan lingkungan Bali, tetapi juga kelestarian alam dan lingkungan seluruh dunia. Istimewanya, segala kearifan itu muncul jauh sebelum manusia modern saat ini berteriak-teriak soal upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan. Jauh sebelum dunia menetapkan Hari Bumi,

tradisi-tradisi Bali telah lebih dulu mewadahinya dengan arif.

Tindak lajut tradisi ritual Tumpek Wariga ini adalah orang Bali tradisional melakoninya setiap hari dengan menyayangi tumbuh-tumbuhan, tidak melakukan penebangan tumbuhan sembarangan dan tidak merabas hutan seenaknya. Andaikata mereka menebang tumbuhan mereka selalu memberi sawen (tanda) berupa ranting atau cabang tumbuhan yang di tebang.

Sawen berupa ranting atau cabang tumbuhan itu, ditancapkan di area bekas tumbuhan yang mereka tebang. Penulis memaknai sawen itu sebagai wujud kasih sayang mereka pada tumbuhan dan sekaligus sebagai isyarat kepada kita bahwa kita harus segera menanam tumbuhan baru sebagai pengganti tumbuhan yang telah ditebang. 2.3 Reaktualisasi Kearifan Tradisi Ritual Tumpek Wariga Walaupun masyarakat Bali modern telah dibekali tradisi budaya lokal yang adiluhung, alam Bali tiada henti tereksploitasi.

Hingga tahun 2003 kerusakan hutan di Bali sudah mencapai 50% dari tegalan ideal, sehingga luas hutan di Bali hanya sekitar 18%. Padahal, menurut UU No. 41 tahun 1999

(7)

tentang Kehutanan, luas hutan yang ditetapkan adalah 39% dari luas Pulau Bali yang mencapai 5.632,86 Km2.

Alih fungsi lahan di Bali dari tahun 2007 sampai dengan 2011 ada kecenderungan meningkat. Rata-rata alih fungsi lahan di Bali mencapai 600 Hektar dalam setahun.

Tentu saja yang paling besar menjadi korban dari alih fungsi lahan tersebut adalah lahan pertanian produktif. Lahan pertanian produktif tersebut dalam sekejap berubah menjadi bangunan beton. Akibatnya pada tahun 2012 Bali mengalami peristiwa krisis air dan kekeringan.

Krisis air di Bali sebenarnya sudah diperkirakan Penelitian yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup pada 1997 silam menyebutkan jika Bali akan mengalami krisis air bersih pada 2013 sebanyak 27 miliar liter. Maraknya pembangunan akomodasi pariwisata seperti hotel dan villa di Bali tidak saja mengeksploitasi penggunaan air permukaan tetapi juga air bawah tanah, penggunaan air di Bali kini telah melebihi

kapasitas siklus hidrologi, sehingga secara kuantitas volume dan kualitas air, di Bali telah mengalami krisis.

Selain itu bukti lapangan yang dapat menjadi petunjuk awal krisis air adalah

mengeringnya beberapa sungai di Bali dan tingkat intrusi air laut yang semakin parah.

Data Badan Lingkungan Hidup (BLH) Bali menunjukkan bahwa 200 lebih atau 60 persen daerah aliran sungai di Bali mengering. Sungai yang pada mulanya mengalir sepanjang tahun cenderung berubah menjadi sungai tadah hujan. BLH juga menemukan ada 13 pantai di Bali yang tercemar limbah.

Diduga limbah tersebut berasal dari hotel atau tempat usaha lainnya di sekitar pantai. Di pantai-pantai tersebut BLH menemukan beberapa zat pencemar, seperti zat nitrat, zat dari detergen, minyak, dan timbal. Akibat dari pencemaran tersebut sektor pariwisata dapat terganggu, sebab beberapa pantai yang tercemar merupakan pantai andalan pariwisata di Bali, seperti Pantai Kuta dan Sanur.

Pantai lainnya yang tercemar adalah Pantai Serangan, Benoa, Tanjung Benoa, Mertasari, Lovina, Soka, Candidasa, Tulamben, Pengambengan, Gilimanuk, dan Padangbai. Dari uraian di atas jelas bahwa lingkungan di Bali sekarang tak terjaga secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh (1) tradisi ritual itu berhenti pada wujud fisik upacara semata; (2) pemaknaan yang tidak total atau tanggung terhadap ritual-ritual yang ada.

Oleh karena itu yang mesti dilakukan saat ini adalah upaya untuk memaknai ritual-ritual itu secara lebih kontekstual dan total sekaligus menyegarkannya dalam tataran laku tradisi. Perlu ada reaktualisasi terhadap kearifan-kearifan tradisi yang dimiliki Bali

(8)

sehingga lingkunan Bali tetap lestari. Akan menjadi indah dan menawan, bila Tumpek Wariga tak semata diisi dengan menghaturkan banten pengatag kepada

tumbuh-tumbuhan, tapi juga diwujud-nyatakan dengan menanam pohon, moratorium terhadap akomodasi perhotelan serta menghentikan tindakan merusak alam

lingkungan.

Dengan begitu, Tumpek Wariga yang memang dilandasi kesadaran pikir visioner menjadi sebuah perayaan Hari Bumi yang paripurna. Bahkan, manusia Bali bisa lebih berbangga, karena peringatan Hari Bumi-nya dilakonkan secara nyata serta indah menawan karena diselimuti tradisi kultural bermakna kental. 3. Simpulan 1.

Pola penataan pekarangan dan pola interaksi dengan lingkungan, masyarakat Bali tradisional dilandasi oleh falsafah Tri Hita Karana dan nilai budaya tradisional seperti tradisi ritual Tumpek Wariga yang selalu menanamkan pentingnya keharmonisan hubungan manusia dengan lingkungannya. 2. Masyarakat Bali modern telah dibekali tradisi budaya lokal yang adiluhung, namun alam Bali terus dieksploitasi. 3.

Lingkungan Bali diekploitasi secara terus menerus karena, tradisi ritual itu berhenti pada wujud fisik upacara semata, dan pemaknaan yang tidak total terhadap ritual-ritual yang ada. 4. Perlu ada reaktualisasi terhadap kearifan-kearifan tradisi yang dimiliki Bali, sehingga lingkungannya tetap lestari. DAFTAR PUSTAKA Adhika, I M. 2004. Pola Penataan Ruang Unit Pekarangan di Desa Bongli Tabanan. Jurnal Pemukiman Natah, 2 (1): 1 – 55 Gunung, I.P. 2013.

Pesan untuk Tumpek Wariga (online), (http://idapedanda

gunung.com/viewtopic.php?f=1&t=464), diakses 15 April 2013. Mudra. I W. 2010.

Rumah Tinggal Tradisional Bali dari Aspek Budaya dan Antropometri. Jurnal Seni Budaya, 26 (1): 95 – 106. Parisada Hindu Indonesia. 2013. Tumpek Wariga (online), (http://www.parisada.

org/index.php?Itemid=29&id=368&option=com_content&task=view), diakses 15 April 2013. Sumiartha, A. 2013.

Refleksi Lingkungan Hidup Akhir Tahun (online), (http://

walhibali.org/terbaru%20/refleksi-lingkungan-hidup-akhir-tahun. html), diakses 18 April 2013. Wikipedea. 2013. Tri Hita Karana (online),

(http://id.wikipedia.org/wiki/Tri_Hita_Karana), diakses 9 April 2013.

INTERNET SOURCES:

--- 0% - Empty

(9)

9% - https://kelompokternakpucakmanik.blogspo 4% - http://batulepang.blogspot.com/

7% - http://adisumiartha.blogspot.com/2012/

3% - https://nince.wordpress.com/2009/01/23/a 1% - http://pandumanis.blogspot.com/

2% - http://niwayanmariaseh.blogspot.com/feed 0% - https://steemit.com/love/@communitycoin/

0% - https://link.springer.com/article/10.100 0% - https://home.ubalt.edu/ntsbarsh/stat-dat 0% - http://www.nusapenida.nl/index.php/histo 0% - https://0.r.bat.bing.com/?ld=d3zTFh95MWO 0% - https://www.scribd.com/doc/162388015/Jur 3% - https://www.youtube.com/watch?v=HGPSUDQb 1% - https://ekofitriyanto.wordpress.com/2011

1% - http://bagusizza.blogspot.com/2013/04/hu 5% - https://id.wikipedia.org/wiki/Tri_Hita_K 1% - https://konsen.wordpress.com/2010/08/06/

5% - https://id.wikipedia.org/wiki/Tri_Hita_K 0% - https://wimerta.wordpress.com/2013/01/pa 2% - http://hindu-bali-and-its-culture.blogsp 3% - https://nince.wordpress.com/2009/01/23/a 1% - https://awanrahedeniel.wordpress.com/201 0% - https://www.scribd.com/doc/50783920/IF-B 1% - http://repo.isi-dps.ac.id/1678/1/Bali_Tr 0% - http://www.academia.edu/4462793/print_2 0% - http://jegegbagus-jegegbagus.blogspot.co 0% - https://www.scribd.com/document/32824562 0% - https://bliexperience.wordpress.com/cate 0% - http://manyul83.blogspot.com/2010/03/tug 0% - https://www.scribd.com/document/24664412 1% - http://rachmat-arsitektur.blogspot.com/2 0% - http://www.komangputra.com/stuktur-makna 0% - http://cakepane.blogspot.co.id/2015/02/a 0% - https://bliexperience.wordpress.com/2016 0% - https://nurul071644249.wordpress.com/201 0% - http://asosiasitradisilisan.blogspot.com 0% - https://34003493.r.bat.bing.com/?ld=d3m_

0% - https://nimadesriandani.wordpress.com/ca 0% - https://bliexperience.wordpress.com/cate 0% - http://kreatifitassmpwisatasanur.blogspo

(10)

0% - http://balisustain.blogspot.com/feeds/po 1% - http://ronentalmedia.blogspot.com/2012/1 0% - https://ibgwiyana.wordpress.com/2012/04/

0% - http://www.ilmuternak.com/2014/12/sistem 0% - http://mujiono12.blogspot.com/2012/12/pe 0% - http://semilirsenja.blogspot.com/2009_12 2% - http://niwayanmariaseh.blogspot.com/feed 0% - https://34003470.r.bat.bing.com/?ld=d3RW 1% - http://jurusapuh.com/rangkaian-hari-raya 2% - http://hindu-bali-and-its-culture.blogsp 0% - https://www.facebook.com/notes/i-gde-ris 9% - https://kelompokternakpucakmanik.blogspo 9% - https://kelompokternakpucakmanik.blogspo 0% - http://azharsmakid.blogspot.com/2013/02/

2% - http://niwayanmariaseh.blogspot.com/feed 3% - https://nince.wordpress.com/2009/01/23/a 1% - http://www.academia.edu/13820873/AIR_BER 1% - https://www.voaindonesia.com/a/eksploita 1% - http://www.kemenpar.go.id/userfiles/JKI%

0% - https://mafiadoc.com/pendidikan-pusaka-i 1% - http://www.kemenpar.go.id/userfiles/JKI%

1% - https://www.water-sport-bali.com/pantai- 0% - http://blog.unnes.ac.id/suparno/

0% - http://pandutomo88.blogspot.com/

9% - https://kelompokternakpucakmanik.blogspo 9% - https://kelompokternakpucakmanik.blogspo 9% - https://kelompokternakpucakmanik.blogspo 0% - http://tavongkusuma.blogspot.com/2012/11 0% - https://www.scribd.com/doc/162388015/Jur 2% - http://niwayanmariaseh.blogspot.com/feed 2% - http://niwayanmariaseh.blogspot.com/feed 0% - http://docplayer.info/244166-Pola-peruma 0% - http://kondosapatak.blogspot.com/feeds/p 0% - http://infohindu.blogspot.com/2013/01/

0% - http://pendidikangurumudabali.blogspot.c

Referensi

Dokumen terkait

Strategi dan pendekatan yang dapat diterapkan di Kawasan Wisata Danau Ranau Lumbok Seminung dengan pendekatan Community Based Tourism (CBT) diantaranya, melibatkan

Kandungan Cr pada organ ikan di Dayeuhkolot cukup tinggi dengan rata-rata 12,38 ppm namun masih lebih rendah dibandingkan ikan di Situ Cisanti (stasiun 1) dan Sapan

Sehingga, oli peredam Shock Absorber dengan menggunakan oli CPO dengan nilai viskositas sebesar 1.28 Poise dapat dikatakan bisa digunakan sebagai oli peredam dari Shock

Dewan Kehortmatan IAI Jakarta layak mendapat apresiasi akan diumumkan pada Malam Penghargaan IAI Jakarta 2018 pada bulan Maret 2018  Karya dalam kategori Anugerah harus sudah

Penelitian yang mendukung adalah penelitian yang dilakukan oleh Sholihah (2011) dimana hasil penelitiannya menunjukkan perubahan yang signifikan (adanya penuruna

Dari data hasil pengukuran krom tersebut, dapat dibuat grafik hubungan antara konsentrasi krom dengan jarak untuk setiap interval 3 jam yang dapat dilihat pada gambar B.l sampai

Al-Raghib Al-Isfahani menjelaskan bahwa hikmah adalah perolehan kebenaran dengan perantara ilmu dan akal, yang berasal dari Allah atau manusia. Jika berasal dari

memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka berarti suatu Kekuasaan yang berdiri sendiri dan tidak dalam intervensi dari kekuasaan lainya dalam menjalankan