• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keefktifan Relaksasi Otot Progresif untuk Menurunkan Tingkat Depresi Lansia di Panti Jompo Tresna Werdha Mulia Dharma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keefktifan Relaksasi Otot Progresif untuk Menurunkan Tingkat Depresi Lansia di Panti Jompo Tresna Werdha Mulia Dharma"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Cerebellum. Volume 3. Nomor 4. November 2017 Keefktifan Relaksasi Otot Progresif untuk Menurunkan Tingkat Depresi Lansia

di Panti Jompo Tresna Werdha Mulia Dharma

Siti Aulia Rahmah1; Wilson2; Effiana3 1

Program Studi Pendidikan Dokter, FK UNTAN 2

Bagian Psikiatri, Rumah Sakit Jiwa Singkawang, Kalimantan Barat. 3

Departemen Mikrobiologi, Program Studi Pendidikan Dokter, FK UNTAN

Abstrak

Latar belakang. Depresi merupakan gangguan emosional yang ditandai dengan kemurungan atau kesedihan yang berkelanjutan dan salah satu kelompok yang sering mengalami depresi adalah lansia. Relaksasi otot progresif merupakan salah satu bentuk terapi yang bertujuan untuk menurunkan tingkat depresi dengan cara menenangkan pikiran dan melepaskan ketegangan. Metode. Desain penelitian yang digunakan adalah desain quasi experimental pretest-posttest control group. Sebanyak 28 responden menjadi sampel dalam penelitian ini yang dibagi menjadi 14 responden kelompok intervensi dan 14 responden kelompok kontrol secara acak. Hasil penelitian diuji dengan uji statistik Uji T Tidak Berpasanngan dengan bantuan program SPSS 23.0. Hasil. Sebelum pemberian terapi, kelompok intervensi mengalami depresi sedang yaitu 12 orang (85,7%), 1 orang (7,1%) mengalami depresi ringan dan 1 orang (7,1%) mengalami depresi berat. Sedangkan kelompok kontrol, lansia yang mengalami depresi ringan sebanyak 8 orang (57,1%) dan depresi sedang sebanyak 6 orang (42,9%). Setelah terapi, kelompok intervensi yang mengalami depresi sedang sebanyak 5 orang (35,7%) dan ringan sebanyak 9 orang (64,3%). Sedangkan kelompok kontrol, depresi sedang menjadi 9 orang (64,3%), depresi ringan 4 orang (28,6%) dan 1 orang (7,1%) mengalami depresi berat. Berdasarkan analisis statistik diperoleh nilai p= 0,047 (<0,05).Kesimpulan. Relaksasi otot progresif efektif dalam menurunkan tingkat depresi lansia di Panti Jompo Tresna Werdha Mulia Dharma Kabupaten Kubu Raya.

Kata Kunci: Depresi, lansia, relaksasi otot progresif

Background. Depression was a form of mental disorder, characterized by feeling melancholy or sadness continuously and older was one of the groups who suffered depression most. Progressive muscle relaxation was one of the therapies that intended to lower the level of depression by soothing the mind and reducing stress. Method. The method of was used in this research was quasi experimental with pretest – posttest control group. There were 28 subjects, that were later divided into 2 groups, 14 subjects were in the control group. While another 14 were included in experimental group, and the subject from each group was chosen randomly. The data was analyzed by T-test Independent in spss 23.0 Result. Before the admission of therapy, there were 12 people suffering moderate depression (85,7%), 1 person (7,1%) was suffering from mild depression and 1 person (7,1%) with severe depression. While the control group, there were 8 people (57,1%) suffering moderate depression and 6 people (42,9) suffering mild depression. After the admission of therapy, the experimental group who suffering moderate depression were 5 people ( 35,7 % ) and suffering mild depression were 9 people ( 64,3 % ). While the control group, the older person who suffering mild depression were 4 people ( 28,6 % ), suffering moderate depression were 9 people (64,3%) and 1 person (7,1%) was suffering severe depression. T-test independent showed the value of p=0,047 (<0,05). Conclusion. Progressive muscle relaxation is effective for lowering the level of depression in older people in Panti Jompo Tresna Werdha Mulia Dharma Kabupaten Kubu Raya.

(2)

Jurnal Cerebellum. Volume 3. Nomor 4. November 2017 LATAR BELAKANG

Lanjut usia atau lansia merupakan keadaan yang pasti akan dialami oleh setiap individu yang memiliki harapan hidup tinggi. Menurut World Health Organization (WHO) batasan usia lansia dibagi dalam beberapa kelompok, yakni usia pertengahan (middle age): 45 hingga 59 tahun, lanjut usia (elderly): 60 hingga 74 tahun, lanjut usia tua (old): 75 hingga 90 tahun, dan usia sangat tua (very old): > 90 tahun.1

Depresi adalah bentuk gangguan mental yang berkaitan dengan gangguan perasaan (mood) atau emosional yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang berkelanjutan. Kondisi ini ditandai dengan hilangnya kegairahan hidup sehingga menganggu produktivitas penderita tetapi tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas.2 Lansia di Amerika Serikat hampir sekitar 6% (2 juta jiwa) mengalami depresi.3 Depresi merupakan salah satu gangguan jiwa yang dipengaruhi oleh stressor psikososial. Timbulnya

depresi sebagai suatu gejala, sindrom dan diagnosis tergantung dari sejauh mana stresor psikososial dapat mencetuskan gangguan jiwa.4 Depresi yang dialami oleh seseorang sangat menganggu kehidupannya dimana mereka telah kehilangan minat terhadap apa yang mereka sukai karena depresi sendiri dapat mempengaruhi suasana hati, kondisi fisik dan pikiran. Dampak depresi yang paling berbahaya adalah dimana seseorang berkeinginan untuk melakukan suicide

(bunuh diri).5

Salah satu terapi depresi adalah teknik relaksasi dengan menggunakan metode relaksasi otot progresif atau

Progresive Muscle Relaxation (PMR).6 Relaksasi ini bertujuan untuk menenangkan pikiran dan melepaskan ketegangan. Relaksasi otot progresif merupakan teknik relaksasi yang dilakukan dengan cara pasien menegangkan dan melemaskan otot secara berurutan dan memfokuskan perhatian pada perbedaan perasaan yang dialami antara saat otot

(3)

Jurnal Cerebellum. Volume 3. Nomor 4. November 2017

rileks dan saat otot tegang.7 Berbagai manfaat dilakukannya terapi relaksasi otot progresif adalah latihan ini dapat memberikan pemijatan halus pada kelenjar-kelenjar di tubuh, dapat menurunkan produksi kortisol dalam darah, dan mengembalikan produksi keluaran hormon yang secukupnya sehingga dapat memberikan kesimbangan emosi dan ketenangan pikiran.8

Panti Tresna Werdha Mulia Dharma merupakan salah satu panti yang terdapat di Kubu Raya, Kalimantan Barat. Berdasarkan data Dinas Sosial Pontianak, panti ini merupakan panti yang memiliki lansia terbanyak yaitu sekitar 70 orang. Panti ini juga memiliki 12 wisma yang di dalamnya dihuni oleh 7-8 orang lansia.

METODE

Desain penelitian yang digunakan adalah desain quasi experimental pretest-posttest control group. Pada penelitian ini akan dilakukan observasi awal, selanjutnya akan dilanjutkan dengan perlakuan, dan diakhiri dengan observasi kembali. Tempat

yang akan digunakan sebagai sasaran dalam penelitian ini adalah Panti Jompo Tresna Werdha Mulia Dharma Kabupaten Kubu Raya. Sampel pada penelitian ini adalah lansia di Panti Jompo Tresna Werdha Mulia Dharma di Kabupaten Kubu Raya dengan jumlah responden sebanyak 28 orang.

Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner pengukuran GDS

(Geriatric Depression Scale) untuk

mendapatkan gambaran tingkat depresi lansia pada waktu sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Kuesioner tersebut berisi 15 pertanyaan dalam bentuk pertanyaan tertutup dengan format jawaban “ya” atau “tidak”. Dalam penilaiannya, responden akan mendapatkan skor 1 jika menjawab pertanyaan dengan benar, skor 0 jika responden menjawab pertanyaan dengan salah. Untuk mengetahui perubahan tingkat depresi pada lansia maka dalam penelitian ini menggunakan uji t tidak berpasangan.

(4)

Jurnal Cerebellum. Volume 3. Nomor 4. November 2017 HASIL

Analisis Univariat

Usia

Jumlah lansia yang berusia

prasenium (40 – 65 tahun) sebanyak 8 orang (28,6%) dan lansia yang berusia

senium (> 65 tahun) sebanyak 20 orang (71,4%).

Jenis Kelamin

Jumlah lansia dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 15 orang (53,6%) dan jumlah lansia dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 13 orang (46,4%).

Status Perkawinan

Jumlah lansia dengan status menikah sebanyak 6 orang (21,4%), jumlah lansia dengan status janda/duda sebanyak 10 orang (35,7%) dan jumlah lansia dengan status tidak menikah sebanyak 12 orang (42,9%).

Distribusi Skor Sebelum dan Sesudah pada Kelompok Intervensi

Sebelum diberi perlakuan jumlah lansia yang mengalami depresi ringan sebanyak 1 orang, depresi sedang sebanyak 12 orang dan depresi berat sebanyak 1 orang. Setelah diberikan perlakuan maka jumlah lansia yang mengalami depresi ringan sebanyak 9 orang dan lansia yang mengalami depresi sedang sebanyak 5 orang, sedangkan untuk lansia yang mengalami depresi berat tidak ada.

Distribusi Skor Depresi Kelompok Kontrol Minggu 1 & VI

Pada minggu pertama kelompok kontrol jumlah lansia yang mengalami depresi ringan sebanyak 8 orang, depresi sedang sebanyak 6 orang. Minggu keenam frekuensi lansia yang mengalami depresi ringan sebanyak 4 orang, depresi sedang sebanyak 9 orang dan depresi berat sebanyak 1 orang.

(5)

Jurnal Cerebellum. Volume 3. Nomor 4. November 2017 Analisis bivariat

Analisis ini dilakukan untuk menjelaskan adanya pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan tingkat depresi. Hasil penelitian di uji dengan Uji T Tidak Berpasangan yang terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas.

Data yang dimiliki oleh peneliti memiliki sifat sebaran yang normal dan memiliki varian antar kelompok yang sama atau homogen. Hal ini dibuktikan dengan angka yang terdapat pada kolom

Sig. pada kedua uji tersebut dimana p > 0,05.

Setelah data terdistribusi normal dan bersifat homogen dilanjutkan dengan melakukan uji T tidak berpasangan dan didapatkan nilai 0,047 pada kolom Sig.(2-tailed). Hal ini menunjukkan bahwa p (0,047) < 0,05 sehingga terdapat pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan skor depresi pada lansia di Panti Jompo Tresna Werdha Mulia Dharma Kabupaten Kubu Raya.

PEMBAHASAN

Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa usia responden yang tergolong dalam kelompok

prasenium (< 65 tahun) sebanyak 28,6% dan usia responden yang tergolong dalam kelompok senium (> 65 tahun) sebanyak 71,4%.

Penelitian yang mendukung dilakukan oleh Suryo (2011) dimana di dalam penelitiannya terdapat 84 responden dan sebanyak 48% lansia mengalami depresi sedang. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tua lansia maka tingkat depresinya cenderung meningkat.9

Penelitian lain yang juga mendukung adalah penelitian yang dilakukan oleh Sari (2012) dimana di dalam penelitiannya memiliki sebaran usia lansia yang cukup tinggi yaitu elderly (60-74 tahun) sebanyak 94 orang, old (75-90 tahun) sebanyak 41 orang, very old (> 90 tahun) sebanyak 8 orang dan dikatakan bahwa semakin tua

(6)

Jurnal Cerebellum. Volume 3. Nomor 4. November 2017

usia, maka terjadi penurunan terhadap keadaan fisik dan fungsional lansia. Hal inilah yang menambah risiko depresi ketika terpapar oleh penyebab dan faktor risiko depresi lainnya.10

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 53,6% dan responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 46,4%. Namun, dari data diatas tidak terdapat perbedaan yang terlalu besar. Penelitian yang mendukung adalah penelitian yang dilakukan oleh Bhayu, dkk (2014) dimana didapatkan bahwa prevalensi laki-laki cenderung mengalami depresi dibandingkan perempuan dengan nilai persentase berturut-turut 52,4% dan 47,6%.11

Beberapa penelitian lain menunjukkan hasil yang berbeda. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nailil (2013) dan

Onya (2013) terdapat hubungan antara jenis kelamin perempuan dengan terjadinya depresi. Ini dilihat dari nilai

p-value yang didapat yaitu masing-masing p=0,034 dan p=0,002.18,19 Selain itu, penelitian yang berbeda juga ditunjukkan oleh Kurniasari (2014) dimana hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jumlah wanita yang mengalami depresi lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki yaitu 33 dan 11.12

Kejadian depresi lebih sering dialami oleh sebagian besar wanita dibanding pria mungkin disebabkan karena perubahan fisiologis yang dialami, misalnya early onset menopuase atau post menopause. Saat terjadi post menopause maka hormon ekstrogen dan androgen yang berfungsi menekan depresi pada wanita akan berkurang. Selain itu juga, ovarium tidak mampu lagi merespon sinyal hormonal yang dikirim dari otak sehingga menyebabkan hormon ekstrogen menjadi berkurang yang menyebabkan wanita pada

(7)

Jurnal Cerebellum. Volume 3. Nomor 4. November 2017

fase post menopause lebih rentan mengalami depresi.12,20

Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa responden yang menikah sebanyak 21,4%, responden yang sudah janda/duda sebanyak 35,7% dan responden yang tidak menikah sebanyak 42,9%. Penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari (2014) yang memiliki data responden lansia yang janda / duda / tidak menikah lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang menikah.12 Penelitian serupa lainnya juga didukung oleh penelitian Sari (2012) dimana lansia yang hidup sendiri baik itu janda / duda atau tidak menikah memiliki prevalensi tinggi yaitu 90,9% dibandingkan dengan prevalensi lansia yang menikah yaitu 9,1%.10

Pada umumnya, sebagian besar lansia yang berada di panti sudah hidup sendiri

baik disebabkan oleh perceraian ataupun kematian pasangan hidup mereka. Hidup sendiri yang dialami oleh lansia di waktu tua dapat memberikan dampak psikologis tersendiri bagi mereka karena tidak adanya lagi dukungan dari pasangan baik itu emosional maupun penghargaan. Keadaan seperti inilah yang dapat memicu terjadinya depresi pada lansia.10

Karakteristik Berdasarkan Tingkat Depresi Lansia di Panti Jompo Tresna Werdha Mulia Dharma Kabupaten Kubu Raya

Sebagian besar lansia dalam kelompok intervensi ini mengalami depresi sedang yaitu 12 orang (85,7%), 1 orang mengalami depresi ringan (7,1%) dan 1 orang mengalami berat (7,1%). Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan bahwa lansia yang mengalami depresi ringan sebanyak 8 orang (57,1%) dan depresi sedang sebanyak 6 orang (42,9%).

Kelompok intervensi yang mendapatkan perlakuan berupa terapi

(8)

Jurnal Cerebellum. Volume 3. Nomor 4. November 2017

relaksasi otot progresif selama 6 minggu mengalami penurunan skor depresi yaitu depresi sedang menjadi 5 orang (35,7%) dan depresi ringan menjadi 9 orang (64,3%). Sedangkan, pada kelompok kontrol tidak terjadi penurunan skor depresi, sebaliknya terjadi peningkatan pada depresi sedang menjadi 9 orang (64,3%), depresi ringan sebanyak 4 orang (28,6%) dan depresi berat sebanyak 1 orang (7,1%). Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa terapi relaksasi otot progresif berpengaruh dalam menurunkan tingkat depresi (p=0,047).

Pengaruh Relaksasi Otot Progresif dalam Menurunkan Tingkat Depresi Lansia di Panti Jompo Tresna Werdha Mulia Dharma Kabupaten Kubu Raya

Secara fisiologis, stres atau depresi akan menggerakkan serangkaian reaksi biokomia dan merangsang kerja saraf. Pada awalnya, depresi akan merangsang aktifitas di hipotalamus sehingga mengeluarkan cortico thropic hormone

yang kemudian akan mengirim pesan melalui dua jalur. Pertama, melalui saraf di batang otak dan tulang belakang yang kemudian akan merangsang inti kelenjar adrenal. Inti kelenjar adrenal akan mengeluarkan epinefrin dan norepinefrin yang berakibat pada peningkatan denyut jantung, frekuensi pernapasan, kewaspadaan dan respon otot. Reaksi ini lebih dikenal dengan sebutan “fight or flight”.

Kedua, akan merangsang kelenjar pituitary di dasar otak untuk mengeluarkan

Adreno Cortico Thropic Hormone

(ACTH) yang selanjutnya akan merangsang kulit kelenjar adrenal untuk menghasilkan kortisol. Kortisol ini akan masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan peningkatan metabolisme tubuh. Kedua jalur ini akan memberikan umpan balik kembali ke kelenjar pituitary. Relaksasi yang dilakukan memberikan efek sensasi menenangkan anggota tubuh. Perubahan-perubahan yang terjadi selama maupun setelah relaksasi memengaruhi

(9)

Jurnal Cerebellum. Volume 3. Nomor 4. November 2017

kerja saraf otonom. Respon ini akan mengubah fisiologi dominan simpatis menjadi dominan parasimpatis. Dalam keadaan ini, peningkatan sekresi katekolamin dan kortisol akan diturunkan dan meningkatkan hormon parasimpatis serta neurotransmitter seperti DHEA (Dehidroepinnandosteron) dan dopamine atau endorfin. Regulasi sistem parasimpatis ini akhirnya menimbulkan efek ketenangan.13

Selain peningkatan hormon endorfin, juga terjadi peningkatan hormon serotonin dan melatonin.21 Ketiga hormon ini mampu memberikan perasaan tenang, nyaman, dan rileks sehingga tingkat stres atau depresi dapat diturunkan. Perubahan gelombang otak menjadi gelombang alfa akan menyebabkan peningkatan serotonin. Serotonin dalam tubuh kemudian akan diubah menjadi hormon melatonin yang memiliki efek regulasi terhadap relaksasi tubuh yang pada akhirnya depresi yang dirasakan oleh responden dapat menurun sebagai akibat dari perubahan mood.14

Serotonin dapat memberikan dorongan bagi sistem limbik untuk meningkatkan perasaan nyaman, rasa bahagia, rasa puas, nafsu makan yang baik, keseimbangan psikomotor dan dorongan seksual yang sesuai. Endorfin berperan dalam menekan sinyal nyeri yang masuk ke dalam sistem saraf yaitu dengan cara mengaktifkan sistem pengaturan nyeri dan memberikan efek relaksasi. Sedangkan melatonin dapat membuat otot menjadi relaks, mengurangi ketegangan dan kegelisahan dan memberikan perasaan nyaman15.

Penelitian yang mendukung adalah penelitian yang dilakukan oleh Sholihah (2011) dimana hasil penelitiannya menunjukkan perubahan yang signifikan (adanya penuruna tingkat depresi) pada responden setelah dilakukan terapi relaksasi otot progresif yaitu p=0,000 (p<0,05).16 Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Windarwati, dkk (2011) di UPT pelayanan Sosial Lanjut Usia Pandaan Kabupaten Pasuruan juga menunjukkan hasil yang sama (adanya

(10)

Jurnal Cerebellum. Volume 3. Nomor 4. November 2017

penurunan tingkat depresi) yaitu p=0,000.17

KESIMPULAN

1. Jumlah lansia pada kelompok intervensi pretest yang mengalami depresi ringan sebanyak 1 orang (7,1%), depresi sedang sebanyak 12 orang (85,7%), dan 1 orang (7,1%) mengalami depresi berat. Jumlah lansia pada kelompok kontrol pretest yang mengalami depresi ringan sebanyak 8 orang (57,1%) dan sebanyak 6 orang (42,9%) mengalami depresi sedang. 2. Jumlah lansia pada kelompok

intervensi posttest yang mengalami depresi ringan menjadi 9 orang (64,3%) dan depresi sedang sebanyak 5 orang (35,7%). Sedangkan jumlah lansia pada kelompok kontrol posttest

yang mengalami depresi ringan sebanyak 4 orang (28,6%), depresi sedang menjadi 9 orang (64,3%) dan lansia yang mengalami depresi berat sebanyak 1 orang (7,1%).

3. Pemberian terapi relaksasi otot progresif efektif dalam menurunkan tingkat depresi pada lansia di Panti Jompo Tresna Werdha Mulia Dharma Kabupaten Kubu Raya tahun 2016 yang dibuktikan dengan nilai p=0,047 (< 0,05).

DAFTAR PUSTAKA

1. Endang. Menuju Lansia Paripurna. Available

from URL:

http://www.bkkbn.go.id/ViewArtikel.aspx?Ar tikelID=123 Accessed January 15, 2016. 2. Hawari, Dadang. Manajemen Stres Cemas

dan Depresi. Jakarta: FKUI. 2006

3. Papalia, Diane E.; Old, Sally W.; Feldman, Ruth D. Human Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008

4. Machira, R.C., dkk. Pengaruh Faktor-Faktor Psikososial & Insomnia Terhadap Depresi pada Lansia di Kota Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat. Volume 23 Nomor 1. 2007

5. Riset Aktual Psikologi Volume 4 Nomor 2. Universitas Negeri Padang. 2013. (Jurnal)

Available from URL:

mpsi.umm.ac.id/files/file/jurnal%20%20RAP-1.pdf. Accessed 15 January, 2016

6. Setyoadi & Kushariyadi. Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika. 2011

7. Kozier, Erb, Berman & Synder. Buku Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Volume I. Jakarta: EGC. 2011 8. Ita, S. Pengaruh Latihan Relaksasi Otot

Progresif Terhadap Kualitas Tidur pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2010. 2010. 9. Suryo, H. Gambaran Depresi Pada Lansia di

Panti Werdha Dharma Bhakti Surakarta. (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta). 2011

10. Sari, K. Gambaran Tingkat Depresi pada Lanjut Usia (Lansia) di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 dan 03 Jakarta Timur. Skripsi. 2012.

11. Bhayu, WWPSR., dkk Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Depresi

(11)

Jurnal Cerebellum. Volume 3. Nomor 4. November 2017 Pada Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas

Kubu II Januari-Februari 2014. E-Jurnal Medika Udayana, Volume 4. Nomor 1. 2015 12. Kurniasari, N.D. Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Depresi pada Lansia di Dusun Kalimanjung Ambarketawang Gamping Sleman Yogyakarta. Skripsi. 2014. 13. Lestari, K.P dan Yuswiyanti, A. Pengaruh

Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan pada Pasien Pre Operasi di Ruang Wijaya Kusuma RSUD. Dr. R Soeprapto Cepu. 2014.

14. Purbowinoto, S.E dan Kartinah. Pengaruh Terapi Musik Terhadap Perubahan Tingkat Depresi pada Lansia di PSTW (Panti Sosial Tresna Werdha) Unit Budi Luhur, Kasongan, Bantul Yogyakarta. 2011.

15. Sari,N.P.A.R., dkk. Pengaruh Senam Otak Terhadap Tingkat Stress Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati Singaraja. 2015.

16. Sholihah, S. Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat Depresi Lansia di Desa Turigede Kec. Kepohbaru Kabupaten Bojonegara. Jurnal. Volmue 08. Nomor 02. 2015.

17. Windarwati, H. D.,dkk. Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif Jenis Tension Relaxation Terhadap Penurunan Skor Depresi pada Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pandaan Kabupaten Pasuruan. 2012. 18. Muna, N. Hubungan Antara Karakteristik

dengan Kejadian Depresi pada Lansia di Panti Werda Pelkris Pengayoman Kota Semarang. 2013.

19. Onya ON, Stanley PC. Risk Factors for Depressive Illness Among Elderly GOPD Attendees at UPTH. Journal. 2013.

20. Colangelo, LA., et al. Association of Sex Hormones and SHBG with Depressive Symptoms in Post-Menopausal Women: the Multi-Ethnic Study of Atherosclerosis. NIH Public Access, Author Manuscript. 2013. 21. Alfiyanti, N. E., dkk. Pengaruh Relaksasi Otot

Progresif Terhadap Tingkat Depresi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Unit Hemodialisa RS Telogorejo Semarang. Jurnal. 2015.

Referensi

Dokumen terkait

Pada proyek akhir ini dilakukan perancangan dan realisasi Band Pass Filter (BPF) adalah filter yang meloloskan sinyal dengan batas frekuensi tertentu dan mempunyai dua

Kemampuan memahami cerita pendek adalah kemampuan siswa dalam mengetahui atau mengerti isi suatu karya sastra (khususnya cerpen) dengan keterlibatan jiwa, yaitu memahami masalah

Pembinaan dan pelatihan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UKM Kota Tanjungbalai merupakan wujud pemberdayaan sebagai motivasi atau dorongan bagi masyarakat untuk

Manfaat dari tesis ini adalah hasil evaluasi yang telah dilakukan melalui pengujian secara eksperimen maupun parameter model dapat memberikan informasi apakah kapal perang

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sekarang adalah Return On Equity sebagai yang dipilih sebagai indikator kinerja keuangan serta Dewan Komisaris Independen

Khusus untuk pelaksanaan KNS&amp;I2014 di Provinsi Bali oleh STIKOM Bali, yang merupakan institusi pendidikan tinggi TI pertama di Provinsi Bali, konferensi ini diharapkan

)UDVD ³«SHUMDQMLDQ NHUMD ZDNWX WHUWHQWX´ GDODP 3DVDO D\DW GDQ IUDVD ³«SHUMDQMLDQ NHUMD XQWXN ZDNWX WHUWHQWX´ GDODP 3DVDO ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh yang positif dan signifikan antara aktivitas belajar terhadap minat berwirausaha siswa kelas X SMK Negeri 1 Ambal