103 1. Sensor: merupakan suatu alat yang berfungsi untuk mendeteksi apabila terjadi suatu penyimpangan atau perubahan terhadap variabel proses yang diukur. Sensor bekerja dengan mengukur besaran fisik yang mengalami perubahan dan mengubahnya menjadi besaran lain yang setara dengan perubahan pada proses.
Contoh: level sensor, temperature sensor, dan flow sensor.
2. Transmitter: merupakan suatu alat yang bertugas untuk memproses serta memodifikasi sinyal input yang diberikan agar dapat ditransmisikan sesuai dengan kanal yang diinginkan. Transmitter bertugas untuk menerjemahkan sinyal yang dikirimkan dari sensor agar dapat dibaca oleh controller.
3. Controller: merupakan alat yang berfungsi untuk mengatur besarnya variabel proses supaya berada pada kondisi operasi yang sesuai dan menjaga peralatan untuk dapat beroperasi secara optimum. Controller akan mengirimkan sinyal yang dapat berupa sinyal pneumatik ke final controller yang biasanya berupa control valve berjenis diaphragm valve. Contoh: level controller, temperature controller, dan flow controller.
4. Transducer: berfungsi untuk menerjemahkan sinyal elektrik yang dikirimkan controller menjadi sinyal pneumatik yang dapat diterima oleh final control valve.
5. Final Controller: berfungsi untuk mewujudkan sinyal kendali dari controller menjadi aksi yang dapat bertujuan untuk mengembalikan nilai variabel proses ke set point. Final controller ini berupa controller valve yang dapat membuka atau menutup sesuai dengan sinyal kendali yang dikirimkan oleh controller.
Instrumentasi yang digunakan pada pabrik Asam Formiat
Pada pabrik asam formiat ini, digunakan beberapa control loop pada sistem pengendalian yaitu : level control loop, temperture control loop, pressure control loop, dan flow control loop.
104
Pengendali temperatur :
Sistem pengendali temperatur terdiri dari :
1. Temperatur Indikator (TI) : Berfungsi untuk mendeteksi temperature.
2. Temperatur Controller (TC) : Mengatur besarnya temperature supaya berada pada kondii operasi yang sesuai .
3. Temperatur Transmitter (TT) : Berfungsi untuk menerjemahkan sinyal yang akan dikirimkn sensor ke sinyal yang dapat di proses oleh controller.
Pengendali Tekanan :
Sistem pengendali tekanan terdiri dari :
1. Pressure Indicator (PI) : Berfungsi untuk mendeteksi apabila terjadi perubahan tekanan yang tidak sesuai set point.
2. Pressure Transmitter (PT) : Berfungsi untuk menerjemahkan sinyal yang dikirimkan sensor ke sinyal yang dapat diproses oleh controller.
3. Pressure Controller (PC) :Mengatur besarnya temperatur supaya berada pada kondisi operasi yang sesuai.
Pengendali Level
Sistem pengendali level terdiri dari :
1. Level Control (LC) : Mengatur besarnya level supaya berada pada kondisi operasi yang sesuai. LC dihubungkan dengan FC (Flow Control) yang akan mengatur besarnya laju alir.
2. Level Indicator (LI) : Berfungsi untuk mendeteksi apabila terjadi perubahan level yang tidak sesuai dengan set point.
Pengendali Laju Alir
Sistem pengendali laju alir terdiri dari :
1. Flow Control (FC) : Mengatur besarnya aliran supaya berada pada kondisi operasi yang sesuai.
2. Flor Transmitter (FT) : Berfungsi untuk menerjemahkan sinyal yang dikirimkan sensor ke sinyal yang di peroleh oleh controller.
105
6.1.1 Sistem Pengaliran Bahan
Perancangan unit operasi pada sistem pengaliran bahan untuk unit pompa berdasar perhitungan kebutuhan pada setiap pompa.
Perpipaan menyesuaikan dengan kebutuhan dari pipa sehingga sistem pengaliran dapat berjalan dengan sesuai. Pada sistem pengendalian, pengendalian dilakukan agar aliran, level, tekanan dan temparatur mencapai kondisi yang sesuai. Sistem pengaliran bahan dapat dibagi menjadi dua yaitu system pompa dan system perpipaan yang dapat dilihat pada Tabel 6.1 dan Tabel 6.2.
Tabel 6.1 Sistem Pengendalian Pompa
No. Pompa Sumber Tujuan Tipe Vendor Model Daya
(Watt)
Kecepatan Putar (rpm)
Kebutuhan
P-101 TK-101 M-101 Sentrifugal Hyundai HDSP 2.0 HP 1500 2850 1
P-102 Air Proses M-101 Sentrifugal Hyundai HDSP 2.0 HP 1500 2850 1
P-103 M-101 E-101 Sentrifugal Hyundai HDSP 2.0 HP 1500 2850 1
P-104 R-101 D-101 Sentrifugal Hyundai HDSP 2.0 HP 1500 2850 1
P-105 D-101 D-102 Sentrifugal Hyundai HDSP 2.0 HP 1500 2850 1
P-106 D-101 D-103 Sentrifugal Hyundai HDSP 2.0 HP 1500 2850 1
P-107 D-102 M-101 Sentrifugal Hyundai HDSP 2.0 HP 1500 2850 1
106
Tabel 6.2 Sistem perpipaan Nomor
Aliran
Sumber Tujuan Schedule Number
Ukuran Pipa
OD (mm)
Ketebalan (mm)
ID (mm)
Panjang (m)
Material Alat Pengatur Aliran
1 TK-101 M-101 40 1,25” 42 7 35 18 CS Gate Valve
2 Air Proses M-101 40 0,75” 26 6 20 20 CS Gate Valve
3 M-101 E-101 40 1,5” 48 8 40 8 CS Gate Valve
4 R-101 D-101 40 2” 60 8 52 25,0 CS Gate Valve
5 D-101 D-102 40 1,25” 42 7 35 15 CS Gate Valve
6 D-101 D-103 40 1” 33 7 26 20 CS Gate Valve
7 D-102 M-101 40 0,5” 21 6 15 35 CS Gate Valve
8 E-106 TK-102 40 1,25” 42 7 35 15 CS Gate Valve
9 E-108 UPL 40 0,125 10 4 6 18 CS Gate Valve
10 E-110 TK-103 40 0,75 26 6 20 8 CS Gate Valve
107
6.2 Sistem Pengendalian Pada Alat 6.2.1 Sistem Pengendalian pada Tangki 1. Tangki Penyimpanan Metil Formiat
T-102 LI
V-101 Metil
Formiat
LT LC
P-101 FC
FT
Gambar 6.1 P&ID Tangki Metil Formiat
Tangki penyimpanan metil formiat digunakan untuk menyimpan bahan baku metil formiat dalam fase cair. Kondisi operasi pada tangki penyimpanan metil formiat pada temperatur dan tekanan ruangan, yaitu 30oC dan 1 atm. Oleh karena itu, tangki penyimpanan metil formiat harus di lengkapi dengan sistem pengendalian temperatur, tekanan, laju alir dan level. Pengendalian proses pada tangki penyimpanan metil formiat berfungsi untuk mengontrol cairan metil formiat di dalam tangki. Laju alir fluida yang keluar dari tangki diatur dengan Flow Control (FC) yang sebelumnya Flow Transmitter (FT) mengirimkan sinyal terlebih dahulu ke FC agar dapat membuka valve, sehingga laju alir dapat dikontrol.
108
2. Tangki Penyimpanan Metanol
P-105
T-102 LI
FC
V-105
FT METANOL
LT LC
Gambar 6.2 P&ID Tangki Metanol
Tangki penyimpanan metanol digunakan untuk menyimpan produk samping metanol dalam fase cair. Kondisi operasi pada tangki penyimpanan metanol pada temperatur dan tekanan ruangan, yaitu 30oC dan 1 atm. Oleh karena itu, tangki penyimpanan metil formiat harus di lengkapi dengan sistem pengendalian temperatur, tekanan, laju alir dan level. Pengendalian proses pada tangki penyimpanan metanol berfungsi untuk mengontrol cairan metanol di dalam tangki.
Laju alir fluida yang keluar dari tangki diatur dengan Flow Control (FC) yang sebelumnya Flow Transmitter (FT) mengirimkan sinyal terlebih dahulu ke FC agar dapat membuka valve, sehingga laju alir dapat dikontrol.
109
3. Tangki Penyimpanan Asam Formiat
P-110
T-103 LI
FC
V-110
FT
Asam Formiat
LT LC
Gambar 6.3 P&ID Tangki Asam Formiat
Tangki penyimpanan asam formiat digunakan untuk menyimpan produk samping asam formiat dalam fase cair. Kondisi operasi pada tangki penyimpanan metanol pada temperatur dan tekanan ruangan, yaitu 30oC dan 1 atm. Oleh karena itu, tangki penyimpanan asam formiat harus di lengkapi dengan sistem pengendalian temperatur, tekanan, laju alir dan level. Pengendalian proses pada tangki penyimpanan asam formiat berfungsi untuk mengontrol cairan asam formiat di dalam tangki. Laju alir fluida yang keluar dari tangki diatur dengan Flow Control (FC) yang sebelumnya Flow Transmitter (FT) mengirimkan sinyal terlebih dahulu ke FC agar dapat membuka valve, sehingga laju alir dapat dikontrol.
110
4. Tangki Berpengaduk (Mixer)
M-101
TI XC
FT FC
Recycle
FT FC Air Proses
E-101
Metil Formiat
FC FT
XT
XT
XT
Gambar 6. 4 P&ID Mixer
Mixer digunakan untuk homogenasi bahan baku dan hasil dari recycle dari destilat kolom destilasi II pada fasa cair. Kondisi operasi pada mixer pada temperatur dan tekanan ruangan, yaitu 30oC dan 1 atm. Oleh karena itu, tangki penyimpanan metil formiat harus di lengkapi dengan sistem pengendalian temperatur, tekanan, laju alir dan level. Pengendalian proses dengan menggunakan Level Control (LC) dengan menerjemahkan dari Flow Transmitter (FT) kepada Flow Controller (FC) guna menutup valve agar tidak terjadi overflow dari setiap aliran bahan baku berupa metil formiat, air proses dan aliran recycle.
111
6.2.2 Sistem Pengendalian Pada Reaktor Reaktor Continuous Stirred-Tank Reactor (CSTR)
P-22
V-103
R-101
P-103 TC
LC
FT FC Metil Formiat
Metanol
Air Metil Formiat
Metanol Air Air Pendingin
Steam
TT
P-1
Steam
Gambar 6.5 P&ID Reaktor
Reaktor sebagai tempat terjadi nya reaksi pembentukan asam formiat dari hidrolisis metil formiat.Kondisi operasi dari reaktor yaitu 60oC dan tekanan 1 atm.
Reaktor yang digunakan adalah tipe continuous stirred-tank reactor (CSTR). Reaksi yang erjadi adalah eksotermis, oleh karena itu membutuhkan jaket pemanas.
Pengendalian proses pada reaktor meliputi Temperatur, dan level. Temperatur reaksi dijaga dengan mengendalikan temperatur yang masuk dari aliran air pendingin dan steam oleh Temperatur Controller (TC) . Level cairan dijaga oleh Level Controller (LC) diterjemahkan oleh Flow Transmitter (FT) kepada Flow Controller (FC) untuk menutup valve agar tidak overflow.
112
6.2.3 Sistem Pengendalian pada Alat Penukar Panas 1. Heater I
E-101
Steam
Air Metil Formiat
Metanol Asam Formiat
FC
TT
TI
Air Metil Formiat
Metanol Asam Formiat
Steam
Gambar 6. 6 P&ID Heater
Proses pengendalian pada heater berfungsi untuk mengontrol temperatur pada heater. Pengendalian temperatur output dilakukan agar temperatur fluida mencapai temperatur yang sesuai. Temperatur fluida dijaga dengan mengendalikan laju alir fluida pemanas steam. Temperature indicator (TI) mengendalikan temperatur dengan mengirimkan sinyal pada temperature transmitter (TT) yang kemudian TT akan mengirim sinyal pada Flow Controller (FC) untuk membuka valve. Sehingga laju alir fluida yang keluar dari heater sesuai.
113
2. Cooler I
COOLER
TC
V-16
E-51 FC FT
Bottom Destilasi Cooling water,
in
Cooling water,out Produk
FT
Gambar 6.7 P&ID Cooler
Proses pengendalian pada cooler berfungsi untuk mengontrol temperatur pada cooler. Pada cooler I digunakan untuk menurunkan temperatur produk samping berupa metanol. Pengendalian temperatur output dilakukan agar temperatur fluida mencapai temperatur yang sesuai. Temperatur fluida dijaga dengan mengendalikan laju alir fluida keluaran cooler menggunakan Temperature Controller (TC).
Selanjutnya Flow Transmitter (FT) memberikan sinyal kepada Flow Controller (FC) untuk membuka valve jika keadaan fluida sudah berada pada suhu yang sesuai.
114
3. Cooler II
COOLER
TC
V-16
E-51 FC FT
Destilat Cooling water,
in
Cooling water,out Menuju UPL
FT
Gambar 6. 8 P&ID Cooler II
Proses pengendalian pada cooler berfungsi untuk mengontrol temperatur pada cooler. Pada cooler II digunakan untuk menurunkan temperatur destilat dari destilasi II sebelum dibuang menuju UPL. Pengendalian temperatur output dilakukan agar temperatur fluida mencapai temperatur yang sesuai. Temperatur fluida dijaga dengan mengendalikan laju alir fluida keluaran cooler menggunakan Temperature Controller (TC). Selanjutnya Flow Transmitter (FT) memberikan sinyal kepada Flow Controller (FC) untuk membuka valve jika keadaan fluida sudah berada pada suhu yang sesuai.
115
4. Cooler III
COOLER
TC
V-16
E-51 FC FT
Bottom destilasi Cooling water,
in
Cooling water,out Produk
FT
Gambar 6. 9 P&ID Cooler III
Proses pengendalian pada cooler berfungsi untuk mengontrol temperatur pada cooler. Pada cooler III digunakan untuk menurunkan temperatur produk utama berupa asam formiat. Pengendalian temperatur output dilakukan agar temperatur fluida mencapai temperatur yang sesuai. Temperatur fluida dijaga dengan mengendalikan laju alir fluida keluaran cooler menggunakan Temperature Controller (TC). Selanjutnya Flow Transmitter (FT) memberikan sinyal kepada Flow Controller (FC) untuk membuka valve jika keadaan fluida sudah berada pada suhu yang sesuai.
116
6.2.4. Sistem Pengendalian pada Kolom Destilasi 1. Kolom Destilasi I
MD-101
CD-101
ACC-101
RB-101
V-105 P-105
V-106 P-106 TC
LC
PI TI
FC
FC
Feed
Cooling Water, in
PT PC
TI TT
Cooling water, out
Produk Atas
Produk Bawah Steam in
FC TT
S-5
Steam out
FC
FT LC
Gambar 6. 10 P&ID MD I
Proses pengendalian pada destilasi berfungsi untuk mengontrol level dan temperatur pada destilasi. Pengendalian temperatur input dilakukan agar temperatur fluida mencapai temperatur yang sesuai. Temperatur fluida dijaga dengan mengendalikan laju alir fluida pemanas steam dan laju alir. Temperatur indicator (TI) mengendalikan temperatur dengan mengirimkan sinyal pada temperature transmitter (TT) yang kemudian TT akan mengirim sinyal pada Flow Controller (FC) untuk membuka valve. Sehingga laju alir fluida yang keluar dari coolersesuai.
Pengendalian Tekanan destilasi dilakukan agar tekanan pada destilasi sesuai pada kondisi operasi 1 atm. Pressure Transmitter (PT) akan mengirimkan sinyal pada pressure control (PC) untuk membuka valve.
117
2. Kolom Destilasi II
MD-102
CD-102
ACC-102
RB-102
P-108 V-107
V-108 TC
LC
PI TI
FC
FC
Feed
Cooling Water, in
PT PC
TI TT
Cooling water, out
REACYCLE
Produk Bawah Steam in
FC TT
Steam out
FC
FT LC
Gambar 6. 11 P&ID MD II
Proses pengendalian pada destilasi berfungsi untuk mengontrol level dan temperatur pada destilasi. Pengendalian temperatur input dilakukan agar temperatur fluida mencapai temperatur yang sesuai. Temperatur fluida dijaga dengan mengendalikan laju alir fluida pemanas steam dan laju alir. Temperature indicator (TI) mengendalikan temperatur dengan mengirimkan sinyal pada temperature transmitter (TT) yang kemudian TT akan mengirim sinyal pada Flow Controller (FC) untuk membuka valve. Sehingga laju alir fluida yang keluar dari cooler sesuai.
Pengendalian Tekanan destilasi dilakukan agar tekanan pada destilasi sesuai pada kondisi operasi 1 atm. Pressure Transmitter (PT) akan mengirimkan sinyal pada pressure control (PC) untuk membuka valve.
118
3. Kolom Destilasi III
MD-103
CD-103
ACC-101
RB-103
V-109 P-109
V-110 P-110 TC
LC
PI TI
FC
FC
Feed
Cooling Water, in
PT PC
TI TT
Cooling water, out
UPL
ASAM FORMIAT Steam in
FC TT
Steam out
FC
FT LC
Gambar 6. 12 P&ID C-103
Proses pengendalian pada destilasi berfungsi untuk mengontrol level dan temperatur pada destilasi. Pengendalian temperatur input dilakukan agar temperatur fluida mencapai temperatur yang sesuai. Temperatur fluida dijaga dengan mengendalikan laju alir fluida pemanas steam dan laju alir. Temperature indicator (TI) mengendalikan temperatur dengan mengirimkan sinyal pada temperature transmitter (TT) yang kemudian TT akan mengirim sinyal pada Flow Controller (FC) untuk membuka valve. Sehingga laju alir fluida yang keluar dari cooler sesuai.
Pengendalian Tekanan destilasi dilakukan agar tekanan pada destilasi sesuai pada kondisi operasi 1 atm. Pressure Transmitter (PT) akan mengirimkan sinyal pada pressure control (PC) untuk membuka valve.
119
6.3 Sistem Pengendalian Pabrik
Berdasarkan system pengendalian yang ada pada Perancangan Pabrik Asam Formiat yang disajikan pada Tabel 6.1 Tabel 6.1 Sistem Pengendalian Pabrik Asam Formiat[9]
Unit Target/Set Poin Variabel
Kontrol
Sensor Aktuator Tipe
Pengendalian T-101 Level Fluida metil formiat dalam tangki Laju Output Radar Level Indicator LI
M-101 Level fluida campuran homogen dari air, metil formiat dan methanol
Laju Output Radar Level Controller
LC
E-101 Temperatur Outlet Laju Steam Thermocouple Flow
Controller
TI
R-101 Temperatur Outlet Laju steam Orificemeter Temperatur
Controller
TC
R-101 Level Fluida Laju input Radar Level
Controller
LC
C-101 Level fluida feed Laju Input Radar Level
Controller
LC
C-101 Temperatur Inlet Laju input Orificemeter Temperature
Controller
TC
C-101 Pressure Outlet Pressure
Destilation
Fiber Optic Pressure
Pressure Controller
PC
E-104 Temperatur Outlet Laju input Orificemeter Temperature
Controller
TC
C-102 Level fluida feed Laju Input Radar Level
Controller
LC
C-102 Temperatur Inlet Laju input Orificemeter Temperature
Controller
TC
120
Unit Target/Set Poin Variabel
Kontrol
Sensor Aktuator Tipe
Pengendalian
C-102 Pressure Outlet Pressure
Destilation
Fiber Optic Pressure
Pressure Controller
PC
E-105 Temperatur Outlet Laju input Orificemeter Temperature
Controller
TC
C-103 Level fluida feed Laju Input Radar Level
Controller
LC
C-103 Temperatur Inlet Laju input Orificemeter Temperature
Controller
TC
C-103 Pressure Outlet Pressure
Destilation
Fiber Optic Pressure
Pressure Controller
PC
E-106 Temperatur Outlet Laju input Orificemeter Temperature
Controller
TC T-102 Level Fluida metil formiat dalam tangki Laju Output Radar Level
Indicator
LI T-103 Level Fluida metil formiat dalam tangki Laju Output Radar Level
Indicator
LI
121
122
BAB VII
SISTEM UTILITAS, PENGOLAHAN LIMBAH, SAFETY, HEALTH & ENVIRONMENT (SHE)
7.1 Sistem Utilitas
Sistem utilitas merupakan bagian penting untuk menunjang proses produksi asam formiat dalam pabrik. Utilitas di pabrik asam formiat yang dirancang meliputi unit pengadaan air untuk memenuhi kebutuhan air pada air proses, air pendingin, air umpan boiler, air konsumsi umum dan sanitasi. Kemudian unit pengadaan steam untuk memenuhi kebutuhan pada media pemanas reaktor dan heat exchanger.
Selanjutnya unit pengadaan udara tekan untuk memenuhi udara tekan di bengkel dan memenuhi kebutuhan umum yang lainnya. Terdapat unit pengadaan listrik sebagai penggerak untuk peralatan proses, keperluan pengolahan air, peralatan- peralatan elektronik maupun penerangan yang lainnya. Serta terdapat unit pengadaan bahan bakar untuk kebutuhan boiler dan generator.
PT. Indo Chemical Acid merupakan pabrik yang memproduksi asam formiat dengan kapasitas 10.000 ton/tahun yang terletak di Kelurahan Pidada, Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi asam formiat ialah metil formiat dan air.
Pengendalian proses pada pabrik ini dilakukan guna menjaga kestabilan proses yang sedang berlangsung nantinya. Pengendalian yang dilakukan antara lain untuk menjaga keselamatan pekerja, menjaga kondisi peralatan, kualitas dan spesifikasi produk serta mencegah gangguan atau kontaminasi lainnya. Pengendalian proses yang dilakukan pada area proses produksi asam formiat antara lain pengendalian laju alir umpan, laju alir produk, laju alir uap jenuh serta cooling water dan tingkat kemurnian produk akhir yang diinginkan.
Sistem uilitas yang digunakan pada PT.Indo Chemical Acid meliputi air, steam, udara tekan, listrik serta refirgerant yang akan digunakan pada proses produksi asam formiat. Air akan digunakan sebagai bahan pendingin, pembersih, pembangkit kukus (steam). Kukus akan digunakan dalam pemanasan berbagai
123
media yaitu pada alat heat exchanger dan reaktor. Sedangkan untuk limbah yang dihasilkan dari pabrik asam formiat dapat diklasifikasi yaitu bahan buangan cair dan bahan buangan padatan. Pedoman keselamatan kerja dibuat untuk memberikan informasi yang lengkap tentang tata tertib dalam bekerja, agar kesehatan dan keselamatan pekerja selama melakukan tugasnya terjamin sesuai dengan peraturan yang telah diterapkan.
7.1.1 Pengolahan Air
Air yang digunakan adalah air sungai Way Lunik yang tidak jauh dari lokasi pabrik. Untuk menghindari fouling yang terjadi pada alat-alat penukar panas maka perlu diadakan pengolahan air sungai. Pengolahan dilakukan secara fisis dan kimia.
Pengolahan tersebut antara lain meliputi screening, pengendapan, penggumpalan, klorinasi, demineralisasi, dan deaerasi. PFD mengenai pengolahan air sungai menjadi air yang siap digunakan untuk pabrik asam formiat dapat dilihat pada Gambar 7.1
124
CV
D-201
P-201
BU-101
P-202
BU-102
P-203
P-204 Tawas Kapur
TF-101
CL-101
Blow Down SP-101
P-205
P-206 BU-103
Klorin
TU-101
Air Konsumsi dan sanitasi
Air Pendingin
KE-101 KE-102 AE-101 AE-102
P-207 P-208
TU-102
P-209 Steam
Gas buang
Hidrazine
P-210
TU-103
P-212 P-211
BOILER
Air proses
EQUIPMENT LIST Item No. Service
P-201 Pompa
BU-101 Bak Utilitas
P-202 Pompa
BU- 102 Bak Utilitas
P-203 Pompa
TF-101 Flokulator
P-204 Pompa
CL-101 Clarifier SP-101 Saringan Pasir
P-205 Pompa
BU-103 Bak Utilitas
P-206 Pompa
TU-101 Tangki Utilitas KE-101 Kation Exchanger KE-102 Kation Exchanger
P-207 Pompa
AE-101 Anion Exchanger AE-102 Anion Exchanger
P-208 Pompa
TU-102 Tangki Utilitas
P-209 Pompa
D-201 Deaerator
P-210 Pompa
TU-103 Tangki Utilitas
P-211 Pompa
P-212 Pompa
CT-101 Cooling Tower Boiler
CT-101 Condenser &
Cooler
Gambar 7.1 Process Flow Diagram Flow Diagram Pengolahan Air
125
. Air yang berasal dari Sungai Way Lunik akan diolah diunit pengolahan air dengan tahapan sebagai berikut:
1. Screening
Pengambilan air dari sungai dilakukan dengan cara pemompaan yang kemudian dialirkan ke penyaringan (screening) dan langsung dimasukkan ke dalam reservoir.
2. Penyaringan (Screening)
Pada screening, partikel-partikel padat yang besar akan tersaring tanpa bantuan bahan kimia. Sedangkan partikel-partikel yang lebih kecil akan terikut bersama air menuju unit pengolahan selanjutnya. Penyaringan dilakukan agar kotoran-kotoran bersifat kasar atau besar tidak terikut ke sistem pengolahan air, maka sisi hisap pompa di pasang saringan (screen) yang dilengkapi dengan fasilitas pembilas apabila screen kotor.
3. Penampungan (Reservoir)
Air dalam penampungan di reservoir terdapat kotoran yang seperti lumpur dan akan mengendap.
4. Koagulasi
Koagulasi merupakan proses penggumpalan akibat adanya penambahan zat kimia atau bahan koagulan ke dalam air. Koagulan yang digunakan biasanya adalah tawas atau aluminium sulfat, yang merupakan garam yang berasal dari basa lemah dan asam kuat. Sehingga jika dalam air yang mempunyai suasana basa akan mudah terhidrolisa. Untuk memperoleh sifat alkalis agar proes flokulasi dapat berjalan efektif, sering ditambahkan larutan kapur di dalam air.
Selain itu, kapur juga berfungsi untuk mengurangi atau menghilangkan kesadahan karbonat dalam air untuk membuat suasana basa sehingga mempermudah proses penggumpalan. Endapan yang dihasilkan kemudian akan diendapkan dalam bak utilitas I dan II. Kemudian air yang keluar dari bak utilitas II yang masih mengandung padatan tersuspensi selanjutnya dilewatkan filter untuk difiltrasi.
126
5. Bak Penampung Air Bersih
Air dari proses filtrasi merupakan air bersih, ditampung di dalam bak penampung air bersih. Air bersih kemudian digunakan secara langsung untuk air pendingin dan air layanan (service water). Air bersih kemudian digunakan juga untuk air domestik yang terlebih dahulu di deinfektanisasi, dan umpan boiler yang terlebih dahulu di demineralisasi.
6. Proses Demineralisasi
Air untuk umpan yang digunakan untuk produksi asam formiat harus murni dan bebas dari garam-garam terlarut yang terdapat didalamnya. Untuk itu perlu dilakukan proses demineralisasi. Alat demineralisasi terdiri atas penukar kation (kation exchanger) dan penukar anion (anion exchanger). Unit ini berfungsi untuk menghilangkan mineral-mineral yang terkandung di dalam air seperti Ca-
2, Mg2+, So42-, Cl- dan mineral lainnya. Adapun tahapan dalam pengolahan air umpan boiler adalah sebagai berikut:
a) Cation Exchanger
Pada cation exchanger berisi resin pengganti kation dimana pengganti kation-kation yang dikandung di dalam air diganti dengan ion H+ sehingga air yang akan keluar dari kation exchanger adalah air yang mengandung anion dan ion H+.
Reaksi:
CaCO3 Ca2+ + Ca3- (1) MgCl2 + R – SO3 MgRSO3 + Cl- + H+ (2) Na2SO4 Na2+ + SO42- (3) Setelah dalam jangka waktu tertentu, kation resin akan jenuh sehingga diperlukan regenerasi kembali dengan H2SO4.
Reaksi:
Mg + RSO3 + H2SO4 R2SO3H + MgSO4 (4)
127
b) Anion Exchanger
Proses ini memiliki fungsi untuk mengikat ion-ion negatif (anion) yang terlarut di dalam air, dengan resin yang bersifat basa, maka anion-anion seperti CO32- dan SO42- akan membantu garam resin tersebut.
Reaksi :
CO3- CO3 (5)
Cl- + RNOH RNOH + NaCl (6) Dalam waktu tertentu, anion resin akan jenuh, sehingga perlu diregenerasikan kembali dengan NaOH.
Reaksi:
(R4N)2SO4 + NaOH 2R4NOH + Na2SO4 (7) c) Deaerasi
Air yang telah mengalami demineralisasi masih mengandung gas-gas terlarut terutama O2 dan CO2. Gas tersebut dihilangkan terlebih dahulu, karena dapat menimbulkan korosi. Unit daerator inilah akan diinjeksikan bahan kimia berupa hidrazin (N2H4) yang berfungsi menghilangkan sisa-sisa gas yang terlarut terutama oksigen sehingga nantinya tidak terjadi korosi.
Reaksi:
2N2H2 + O2 2H2O + 2N2 (8) Air yang keluar dari daerator ini ajan dialirkan menggunakan pompa sebagai air umpan boiler. Unit pengadaan air pada bagian ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu dengan penjelasan sebagai berikut:
Kebutuhan air total secara umum untuk produksi asam formiat disajikan pada Gambar 7.1 menunjukkan Kebutuhan pada penggunaan air.
128
Gambar 7.1 Total Penggunaan Air a. Air Proses
Air proses yang digunakan adalah air sungai yang diperoleh dari sungai Way Lunik yang tidak jauh dari lokasi pabrik. Alasan digunakan air sungai sebagai air proses adalah karena faktor-faktor sebagai berikut:
Air sungai dapat diperoleh dalam jumlah yang besar dengan biaya yang murah
Mudah dalam pengaturan dan pengolahannya
Tahapan proses pengolahan air proses adalah dengan proses penyaringan, dimana air yang diiambil akan melewati alat penyaring dengan tujuan menyaring kotoran yang berukuran besar agar tidak terbawa ke proses selanjutnya. Kemudian air yang telah melalui proses penyaringan akan dialirkan ke bak pengendap awal dan selanjutnya akan dilanjutkan ke sebuah tangki yang disebut dengan Tangki Flokulator (TF). Tangki ini berfungsi untuk mencampurkan air dengan tawas 5%
dan kapur (CaOH) 5%. Selanjutnya tahapan menuju ke Clarifier (CL), untuk mengendapkan flok-flok yang terbentuk akibat penambahan tawas dan CaOH.
Kotoran – kotoran yang telah mengendap akan berada di blow down/bagian bawah CL, sedangkan air yang keluar dari atas akan mengalir menuju Sand Filter. Bak ini merupakan saringan pasir untuk menyaring sisa-sisa kotoran dalam air yang masih
5%
62%
1%
27%
Air Proses Air Pendingin Air Umpan Boiler Air Sanitasi
129
berukuran kecil dan tidak dapat mengendap ke Clarifier. Kemudian akan dialirkan ke bak penampung sementara (BU-103).
Tahapan selanjutnya adalah proses penghilangan kadar – kadar mineral yang terkandung dalam air, seperti Ca++, Mg2+, Cl-, dan lain-lainnya dengan menggunakan resin. Proses ini dilanjutkan dengan mengalirkan air dari BU-103 menuju proses pengikatan ion-ion positif yang terlarut dalam air yang terjadi di dalam Kation Exchanger (KE) dan kemudian diikuti dengan proses pengikatan ion- ion negatif dalam Anion Echanger (AE). Proses daerasi merupakan proses penghilangan kandungan gas yang kemungkinan masih terdapat dalam air setelah proses demineralisasi. Penghilangan kandungan gas tersebut dilakukan untuk menghindari sifat korosi pada air dan kemudian di tampung pada Tangki Utilitas (TU-103) dan kemudian air ini dapat digunakan sebagai air proses pada perancangan pabrik asam formiat dengan hidrolisis metil formiat. Air proses yang akan digunakan merupakan air yang sudah melalui proses agar terbebas dari mineral pengotor dan memiliki pH yang netral sehingga dapat dilakukan dalam proses pengolahan produk asam formiat yang akan dilakukan. Kualitas air proses yang dapat digunakan disajikan pada Tabel 7.1
Tabel 7. 1 Kualitas De-Mineralized Water
No. Parameter Satuan Nilai
1 Keadaan
1.1 Bau - Tidak berbau
1.2 Rasa - Normal
1.3 Warna Unit Pt-Co maks. 5
2 pH - 5,0 - 7,5/ 4,0 – 5,0*)
3 Kekeruhan NTU maks. 1,5
4 Zat yang terlarut mg/L maks. 10
5 Total organik karbon mg/L maks. 0,5
6 Bromat mg/L maks. 0,01
7 Perak (Ag) mg/L maks. 0,025
8 Kadar karbon dioksida (CO2) bebas
mg/L 3 000 - 5 890 9 Kadar oksigen (O2) terlarut awal mg/L min. 40,0 10 Kadar oksigen (O2) terlarut akhir mg/L min. 20,0
130
No. Parameter Satuan Nilai
11 Cemaran logam:
11.1 Timbal (Pb) mg/L maks.0,005
11.2 Tembaga (Cu) mg/L maks. 0,5
11.3 Kadmium (Cd) mg/L maks. 0,003
11.4 Merkuri (Hg) mg/L maks. 0,001
12 Cemaran Arsen (As) mg/L maks.0,01
Adapun parameter air sungai yang terdekat pada Lampung Selatan disajikan pada Tabel 7.2 dan kebutuhan air proses disajikan pada Tabel 7.3.
Tabel 7. 2 Parameter Air Way Sekampung
Parameter Nilai Satuan
Temperatur 30,20 ℃
pH 7,61 mg/L
TDS 56,33 mg/L TDS
Air Raksa 0,007 mg/L Hg
BOD 3,60 mg/L KOB
COD 5,90 mg/L KOK
limbahAmonia 0,195 mg/L NH3
Nitrit 0,017 mg/L NO2
Nitrat 0,274 mg/L NO3
Sianida 0,0037 mg/L CN
Sulfat 6,037 mg/L SO4
Collifarm Tinja 1.000.000 JPT/100 ml Total Collifarm 1.400.000 JPT/100 ml
Tabel 7. 3 Kebutuhan Air Proses Nama Alat Jumlah (Kg/Jam)
Mixer 958,2439
Maka kebutuhan total air proses dengan termasuk loss factor dengan asumsi loss factor sebanyak 10% ialah sebagai berikut:
Total Air Proses = Jumlah total x 1,1 = 958,2439 x 1,1 = 1.054,0682 Kg/Jam
131
b. Air Pendingin
Media pendingin yang digunakan adalah air. Berdasarkan KEP- 49/MENLH/11/2010 air pendingin adalah air limbah yang berasal dari aliran air yang digunakan untuk menghilangkan panas dan tidak berkontak langsung dengan bahan baku, produk samping dan produk akhir. Media pendingin yang digunakan adalah air sungai Way Lunik, Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung.Alasan digunakan air sungai sebagai media pendingin adalah karena faktor-faktor sebagai berikut:
Air sungai dapat diperoleh dalam jumlah yang besar dengan biaya yang murah
Mudah dalam pengaturan dan pengolahannya
Tidak mudah menyesut
Dapat menyerap jumlah panas yang relatif tinggi dalam per satuan volume Tahapan proses pengolahan air pendingin adalah dengan proses penyaringan, dimana air yang diiambil akan melewati alat penyaring dengan tujuan menyaring kotoran yang berukuran besar agar tidak terbawa ke proses selanjutnya. Kemudian air yang telah melalui proses penyaringan akan dialirkan ke bak pengendap awal dan selanjutnya akan dilanjutkan ke sebuah tangki yang disebut dengan Tangki Flokulator (TF).
Tangki ini berfungsi untuk mencampurkan air dengan tawas 5% dan kapur (CaOH) 5%. Selanjutnya tahapan menuju ke Clarifier (CL), untuk mengendapkan flok-flok yang terbentuk akibat penambahan tawas dan CaOH. Kotoran – kotoran yang telah mengendap akan berada di blow down/bagian bawah CL, sedangkan air yang keluar dari atas akan mengalir menuju Sand Filter. Bak ini merupakan saringan pasir untuk menyaring sisa-sisa kotoran dalam air yang masih berukuran kecil dan tidak dapat mengendap ke Clarifier. Kemudian akan dialirkan ke bak penampung sementara (BU-103) pada bak ini berfungsi untuk mencampur klorin dalam bentuk kaporit ke dalam air agar tidak terdapat banyak kuman sebelum di tampung ke Tangki Utilitas (TU-101). Kemudian air ini diKebutuhankan untuk air pendingin yang didinginkan dengan cooling tower.
132
Sedangkan beberapa parameter yang digunakan dalam sistem air pendingin dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Konduktivitas mencirikan jumlah mineral terlarut dalam air 2. Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman atau kebasaan dari air 3. Alkalinitas yaitu ion karbonat dan ion bikarbonat
4. Hardness menunjukkan jumlah ion kalsium dan magnesium yang ada pada air tersebut
Adapun syarat-syarat air yang digunakan sebagai media pendingin antara lain:
1. Jernih dalam artian tidak mengandung partikel kasar seperti batu dan krikil serta tidak mengandung partikel halus seperti pasir, tanah, dan lumut.
2. Tidak menyebabkan korosi
3. Tidak menyebabkan fouling karena adanya pasir, mikroba, dan zat-zat organik Maka berdasarkan Maka berdasarkan KEP-49/MENLH/11/2010 standar air pendingin industri dijelaskan pada Tabel 7.4 dan nilai-nilai parameter yang digunakan pada air pendingin disajikan pada Tabel 7.5
Tabel 7. 4 Standar Air Pendingin Industri No. Jenis Air
Limbah
Parameter Kadar Magnesium (mg/L) 1. Air Pendingin Residu Klorin
2
Karbon Organik Total 5
Tabel 7.5 Parameter Air Pendingin
No. Parameter Nilai
1. Konduktivitas (mhos/cm) <1000
2. Turbiditas (ppm) <10
3. Suspended Solid (ppm) <10
4. Total Hardness (ppm as CaCO3) <100 5. Total Iron (ppm as Fe) <1,0 6. Residual Chlorine (ppm as Cl2) 0,5-1,0 7. Silicate (ppm as SiO2) <150 8. Total Chromate (ppm as CrO4) 1,5-2,5
9. pH 6,5-7,5
133
Air pendingin ini digunakan sebagai media pendingin pada heat exchanger. Data kebutuhan air pendingin dapat dilihat pada Tabel 7.6
Tabel 7. 6 Kebutuhan Air Pendingin
Nama Alat Kode Alat Jumlah (Kg/Jam)
Cooler 1 E-104 1.521,9237
Cooler 2 E-105 4.038,0375
Cooler 3 E-106 1.440,6100
Kondensor 1 E-102 2.732,4025
Kondensor 2 E-103 778,0456
Kondensor 3 E-107 661,1067
Total 11.172,126
134
Maka kebutuhan total air pendingin dengan termasuk loss factor dengan asumsi loss factor sebanyak 10% ialah sebagai berikut:
Total Air Pendingin = Jumlah total x 1,1 = 11.172,126 x 1,1 = 12.289,338 Kg/Jam Kebutuhan make up cooling water ditentukan sebagai berikut (M.Awwaluddin et al.,2012)
Evaporation Loss (We) = 0,00085 x Wc.(T2-T1) x 1,8
= 0,00085 x 13,44 m3/jam x (40 – 30)℃ x 1,8 = 0,2056 m3/jam
Dirft Loss (Wd) = 0,1 % x 13,44 m3/jam = 0,0134 m3/jam
BloBlowdown (Wb), nilai s = 3-5 dipilih s = 3 Wb = 𝑊𝑒
𝑆−1 = 0,2056
3−1 = 0,1028 m3/jam
Maka total kebutuhan untuk make up cooling water = 0,3218 m3/jam
14%
36%
13%
0,02 7%
6%
Cooler I Cooler II Cooler III Kondensor I Kondensor II Kondensor III 24%
Gambar 7.2 Distribusi Pemakaian Air Pendingin
135
c. Air Umpan Boiler
Untuk kebutuhan umpan boiler sumber air yang digunakan adalah air sungai. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan air umpan boiler adalah sebagai berikut:
Kandungan yang dapat menyebabkan korosi, dimana korosi yang terjadi di dalam boiler disebabkan karena air mengandung larutan-larutan asam dan gas-gas yang terlarut.
Kandungan yang dapat menyebabkan kerak (Scale Forming), pembentukan kerak disebabkan karena adanya kesadahan dan temperatur tinggi, yang biasanya berupa garam-garam karbonat dan silikat.
Kandungan yang dapat menyebabkan pembusaan (foaming), dimana air yang diambil dari proses pemanasan bisa menyebabkan foaming pada boiler dan alat penukar panas karena adanya zat-zat organik, anorganik, dan zat-zat yang tidak larut dalam jumlah besar. Pada umumnya efek pembusaan terjadi pada alkalinitas yang tinggi.
Sehingga tahapan proses pengolahan dari air sungai menjadi air pembangkit steam tidak jauh berbeda dengan pengolahan air menjadi air proses yang digunakan pada air bahan baku pabrik asam formiat. Tahapan proses ini air yang telah melewati saringan pasir dan clarifier akan dilanjutkan dengan proses penghilangan kadar – kadar mineral yang terkandung dalam air, seperti Ca++, Mg2+, Cl-, dan lain-lainnya dengan menggunakan resin. Proses ini dilanjutkan dengan mengalirkan air dari BU-103 menuju proses pengikatan ion-ion positif yang terlarut dalam air yang terjadi di dalam Kation Exchanger (KE) dan kemudian diikuti dengan proses pengikatan ion-ion negatif dalam Anion Echanger (AE). Proses daerasi merupakan proses penghilangan kandungan gas yang kemungkinan masih terdapat dalam air setelah proses demineralisasi.
Penghilangan kandungan gas tersebut dilakukan untuk menghindari sifat korosi pada air dan kemudian di tampung pada Tangki Utilitas (TU-103) dan kemudian akan dipompakan menuju ke boiler. Kebutuhan air untuk pembangkit steam dilihat pada Tabel 7.7
136
Tabel 7. 7 Kebutuhan Air Pembangkit Steam
Nama Alat Kode Alat Jumlah (Kg/Jam)
Heater E-101 83,8866
Reaktor R-101 2,9085
Reboiler 1 E-105 27,4266
Reboiler 2 E-107 16,5834
Reboiler 3 E-109 65,6158
Total 196,421
Gambar 7.3 Kebutuhan Pemakaian Air Umpan Boiler Steam yang di supply berlebih yang diperhitungkan berdasarkan:
Steam Traps = 20% dari jumlah steam = 38,7025 kg/jam Blowdown Boiler = 10% dari jumlah steam = 19,3512 kg/jam Maka kebutuhan steam yang dibutuhkan = 251,5662 kg/jam Persyaratan air umpan boiler dapat dilihat pada Tabel 7.8
43%
14%
8%
33%
2%
Heater Reboiler I Reboiler II Reboiler III Reaktor
137
Tabel 7. 8 Persyaratan Air Umpan Boiler No Tekanan
Boiler (psig)
Padatan Total (ppm)
Alkalinitas (ppm)
Padatan Tersuspensi
(ppm)
Silika (ppm)
1 0-300 3.500 700 300 125
2 301-450 3.000 600 250 90
3 451-600 2.500 500 150 50
4 601-750 2.000 400 100 35
5 751-900 1.500 300 60 20
6 901-1000 1.250 250 40 8
7 1.001-1.500 1.000 200 20 2,5
8 1.501-2.000 750 150 10 1
9 Di atas 2000 500 100 5 0,5
d. Air Konsumsi dan Sanitasi
Sumber air untuk keperluan konsumsi dan sanitasi juga berasal dari air sungai.
Air ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum, laboratorium, kantor, perumahan, dan pertamanan. Tahapan proses pengolahan air sanitasi dan konsumsi ini tidak jauh berbeda dengan pengolahan air pendingin dengan dimulai proses penyaringan dan selanjutnya akan dilanjutkan ke sebuah tangki yang disebut dengan Tangki Flokulator (TF).
Kotoran – kotoran yang telah mengendap akan berada di blow down/bagian bawah CL, sedangkan air yang keluar dari atas akan mengalir menuju Sand Filter.
Bak ini merupakan saringan pasir untuk menyaring sisa-sisa kotoran dalam air yang masih berukuran kecil dan tidak dapat mengendap ke Clarifier. Kemudian akan dialirkan ke bak penampung sementara (BU-103) pada bak ini berfungsi untuk mencampur klorin dalam bentuk kaporit ke dalam air agar tidak terdapat banyak kuman sebelum di tampung ke Tangki Utilitas (TU-101). Kemudian air ini diKebutuhankan untuk air konsumsi dan sanitasi pada pabrik asam formiat. Air konsumsi dan sanitasi harus memenuhi beberapa syarat, yaitu meliputi syarat fisik, syarat kimia dan syarat bakteriologis.
138
Syarat fisik :
Suhu di bawah suhu udara luar
Warna jernih
Tidak mempunyai rasa dan tidak berbau Syarat kimia :
Tidak mengandung zat organik
Tidak beracun
Syarat bakteriologis:
Tidak mengandung bakteri-bakteri, terutama bakteri yang pathogen.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.32 Tahun 2017, parameter kimia air sebagai air sanitasi disajikan pada Tabel 7.9.
Tabel 7. 9 Standar Baku Mutu Air Sanitasi
No. Parameter Unit Standar Baku Mutu
(Kadar Maksimum) Wajib
1 pH mg/L 6,5 – 8,5
2 Besi mg/L 1
3 Flourida mg/L 1,5
4 Kesadahan (CaCO3) mg/L 500
5 Mangan mg/L 0,5
6 Nitrat, sebagai N mg/L 10
Wajib
7 Nitrit, sebagai N mg/L 1
8 Sianida mg/L 0,1
9 Deterjen mg/L 0,05
10 Pestisida total mg/L 0,1
Tambahan
1 Air raksa mg/L 0,001
2 Arsen mg/L 0,05
3 Kadmium mg/L 0,005
4 Kromium (valensi 6) mg/L 0,05
5 Selenium mg/L 0,01
6 Seng mg/L 15
139
Tambahan
7 Sulfat mg/L 400
8 Timbal mg/L 0,05
9 Benzene mg/L 0,01
10 Zat organik (KmnO4) mg/L 10
Menurut peraturan Menteri Kesehatan No.32 Tahun 2017, parameter fisika air sebagai sanitasi disajikan pada Tabel 7.10.
Tabel 7. 10 Parameter Fisika Air Sebagai Air Sanitasi
No Parameter Unit Standar Baku Mutu
(Kadar Maksimum)
1 Kekeruhan NTU 25
2 Warna TCU 50
3 Zat padat terlarut (Total Dissolved Solid)
mg/L 1000
4 Temperatur ℃ Temperatur udara ± 3
5 Rasa Tidak berasa
6 Bau Tidak berbau
Menurut peraturan Menteri Kesehatan No.32 Tahun 2017, parameter biologi air sebagai sanitasi disajikan pada Tabel 7.11.
Tabel 7. 11 Parameter Biologi Air Sebagai Sanitasi
No. Parameter Unit Standar Baku Mutu
(Kadar Maksimum)
1 Total Coliform CFU/100 ml 50
2 E.Coli CFU/100 ml 0
Kebutuhan air sanitasi pada perancangan pabrik asam formiat ini disajikan pada Tabel 7.12 dan Gambar 7.4
Tabel 7. 12 Kebutuhan Pemakaian Air Sanitasi
No Kebutuhan Air Sanitasi Jumlah (m3/jam)
1 Kebutuhan Karyawan 0,3125
2 Kebutuhan Laboratorium dan Taman 0,0416
3 Air Kantin dan Tempat Ibadah 0,002
4 Kebutuhan Air Untuk Poliklinik 0,0167
Total 0,3561
140
Gambar 7.4 Kebutuhan Pemakaian Air Sanitasi 7.2 Unit Penyediaan Kukus (Steam)
Unit ini bertujuan untuk mencukupi kebutuhan steam pada proses produksi.
Steam yang diproduksi pada pabrik asam formiat ini digunakan sebagai media pemanas heat exchanger dan reaktor. Steam yang dihasilkan dari satu buah boiler ini adalah 120℃ dan tekanan 1 atm. Jumlah steam yang dibutuhkan sebesar 47,8886 kg/jam, untuk menjaga kemungkinan kebocoran steam pada saat diKebutuhankan maka jumlah steam dilebihkan 10%. Sehingga jumlah steam yang dibutuhkan adalah 52,6774 kg/jam. Dengan jenis boiler yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan steam ini adalah water tube boiler. Batasan air yang digunakan pada steam disajikan pada Tabel 7.13.
Tabel 7. 13 Batasan Air Pada Steam
Parameter Satuan Pengendalian Batas
pH Unit 10,5-11,5
Konduktivitas 𝜇mhos/cm 5000, max
TDS ppm 3500, max
P-Alkalinitas ppm -
M-Alkalinitas ppm 800, max
O-Alkalinitas ppm 2,5 x SiO2, min
T. Hardness ppm -
Silika ppm 150, max
Besi ppm 2, max
Residu Fosfat ppm 20-50
Residu Sulfat ppm 20-50
pH Kondensat Unit 8,0-9,0
84%
11%
1%
4%
Kebutuhan Karyawan
Kebutuhan Laboratorium dan Taman
Kebutuhan Air Kantin dan Tempat Ibadah
Kebutuhan Air Untuk Poliklinik
141
7.3 Sistem Utilitas Penyedia Udara Tekan
Kebutuhan udara tekan untuk perancangan pabrik asam formiat ini diperkirakan sebesar 172 m3/jam, tekanan 4 atm dan temperatur 30℃. Unit ini bertugas untuk menyediakan udara tekan untuk kebutuhan instrumentasi pneumatic, untuk penyediaan udara tekan di bengkel.
7.4 Sistem Utilitas Penyedia Listrik
Kebutuhan tenaga listrik di pabrik asam formiat ini dipenuhi oleh PLN dan generator diesel pabrik. Hal ini bertujuan untuk memenuhi pasokan tenaga listrik dapat berlangsung kontinyu meskipun ada gangguan pasokan dari PLN. Generator yang digunakan adalah generator arus bolak-balik dengan pertimbangan:
Tenaga listrik yang dihasilkan cukup besar
Tegangan dapat dinaikkan atau diturunkan sesuai kebutuhan
Kebutuhan pemakaian listrik pada perancangan pabrik asam formiat ini disajikan pada Tabel 7.14
Tabel 7. 14 Kebutuhan Pemakaian Listrik[9]
No Kebutuhan Listrik Tenaga Listrik
(KW)
1 Listrik untuk keperluan proses dan utilitas 15,434
2 Listrik untuk keperluan penerangan 185,570
3 Listrik untuk AC 15,000
4 Listrik untuk PC 8,000
5 Listrik untuk laboratorium dan instrumentasi 10,000
Total 234,004
Sedangkan untuk persebaran pemakaian kebutuhan listrik pada perancangan pabrik ini disajikan pada Gambar 7.5.
142
Gambar 7.5 Kebutuhan Pemakaian Listrik[9]
7.5 Sistem Utilitas Penyedia Bahan Bakar
Unit ini bertujuan untuk menyediakan bahan bakar yang digunakan pada generator dan boiler. Bahan bakar yang digunakan untuk generator adalah solar (Industrial Diesel Oil) yang diperoleh dari PT. Pertamina dan distributornya.
Sedangkan untuk bahan bakar boiler adalah fuel oil yang juga diperoleh dari PT.
Pertamina. Bahan bakar boiler menggunakan solar sebanyak 57,8375 liter/jam.
Pemilihan IDO sebagai bahan bakar didasarkan pada alasan sebagai berikut:
Mudah didapat
Lebih ekonomis
Mudah dalam penyimpanan
Bahan bakar IDO yang digunakan mempunyai spesifikasi sebagai berikut:
Specific gravity : 0,8124 N/m3
Heating value : 19.346,535 Btu/lb
Efisiensi bahan bakar : 85%
Densitas : 5,057 x 10-20 g/cm3
7%
79%
6%
4% 4%
Proses dan Utilitas Penerangan AC
PC
Lab & Instrumentasi
143
7.6 Sistem Pengolahan Limbah
Limbah yang dihasilkan dari proses di pabrik ini berupa limbah padat dan limbah cair. Sebelum dibuang ke lingkungan, limbah-limbah tersebut diolah terlebih dahulu hingga memenuhi baku mutu lingkungan. Hal ini dilakukan agar limbah yang dibuang tersebut tidak mencemari lingkungan sekitar lokasi pabrik.
7.6.1 Pengolahan Limbah Cair
Limbah proses ini merupakan keluaran dari cooler II dari top destilate.
Limbah cair yang akan diolah diperkirakan sebesar
Air buangan sanitasi = 0,3728 m3/jam = 372,8 L/jam = 8.947,2 L/hari
Limbah proses = 440,9558 kg/jam = 20.440,4928 kg/hari = 20.440,4928 L/hari
Maka total limbah yang akan diolah sebanyak 29.387,6928 L/hari. Untuk pengolahan limbah dapat dilihat pada Gambar 7.6 mengenai alur proses pengolahan limbah cair.
Air buangan Sanitasi
& Lab
Neutralizer
Air Limbah Proses
Clarifier Filters
pH adjustment
Equalizing
Aerasi Desinfection
chamber
Lumpur Aktif Limbah Lumpur
Gambar 7.6 Pengolahan Limbah Cair
144
Air buangan sanitasi yang berasal dari sisa sanitasi dan penggunaan laboratorium dikumpulkan melalui 2 tahapan yaitu proses yaitu physical treatment dengan filtrasi serta chemical treatment dengan menetralkan pH menggunakan pH adjustment. Jika sudah sesuai akan ditampung kedalam kolom equalizing.
Air Libah proses dikumpulkan kedalam kolom equalizing untuk uji stabilisasi menggunakan lumpur aktif kemudian penambahan udara untuk memisahkan dengan lumpur aktif yang akan di buang sebagai limbah lumpur sedangkan limbah yang sudah terpisah dengan lumpur aktif akan ditampung ke dalam clarifier dan disenfektan Calsium Hypoclorite di dalam disinfection chamber.
Pengolahan air limbah dilakukan untuk menurunkan parameter air limbah yang diproduksi sehingga dapat memenuhi baku mutu air limbah yang berlaku. Baku mutu air proses diatur dalam Permen LJ Nomor 5 tahun 2014 tentang baku mutu air limbah lampiran XXXVI yang ditampilkan pada Tabel 7.15 dan baku mutu air limbah domestik diatur dalam Permen LHK Nomor P.86/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 lampiran I dan ditampilkan pada Tabel 7.16.
Tabel 7. 15 Baku Mutu Air Limbah Proses Parameter Kadar Paling Tinggi
(mg/L)
Beban Pencemaran (kg/Ton)
BOD 100 1,5
COD 300 4,5
TSS 100 1,5
Sulfida (Sebagai S) 0,5 0,0075
pH 6,0 – 9,0
145
Tabel 7. 16 Baku Mutu Air Limbah Domestik
Parameter Kadar Maksimum Satuan
pH 6-7
BOD 30 mg/L
COD 100 mg/L
TSS 30 mg/L
Minyak dan lemak 5 mg/L
Amoniak 10 mg/L
Total Coliform 3.000 Jumlah/100 Ml
7.6.2 Pengolahan Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan berasal dari limbah domestik dan IPAL.
Limbah domestic berupa sampah-sampah dari keperluan sehari-hari seperti kertas dan plastik, sampah tersebut ditambung di dalam bak penampungan dan selanjutnya dikirrimkan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Limbah yang berasal dari IPAL berupa lumpur (sludge) yang bersifat tidak berbahaya sehingga dapat digunakan sebagai bakal pupuk. Limbah padat pada sanitasi akan diolah dalam gritch tank.
7.7 Safety, Health, & Environment (SHE)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah kondisi dlam pekerjaan yang sehta dana man bagi para pekerja, perusahaan, maupun masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik Keselamatan dan Kesehatan Kerja juga sebagai upaya untuk mencegah setiap perbuatan atau kondisi yang tidak aman, yang dapat mengakibatkan kecelakaan.
Perusahaan menerapkan sistem spesialisasi pekerjaan untuk meningkatkan produktivitas. Pekerjaan yang berulang- ulang dapat menimbulkan cidera pada awalnya tidak dirasakan sakit, tetapi lama-kelamaan akan terasa sakit atau menimbulkan kelainan fisik. Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan dan kesehatan kerja, undang- undang ini mengatur tentang kewajiban pemimpin tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja.
Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan dan kesehatan kerja,
146
undang- undang ini mengatur tentang kewajiban pemimpin tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja. Berdasarkan PP Nomor 11 Tahun 1979, terdapat 4 jenis kecelakaan kerja, yaitu:
1. Kecelakaan kerja ringan
Kecelakaan kerja ringan adalah jenis kecelakaan yang terjadi tetapi tidak menimbulkan hilangnya jam kerja.
2. Kecelakaan kerja sedang.
Kecelakaan kerja sedang adalah kecelakaan yang terjadi menimbulkan hilangnya jam kerja tetapi tidak menimbulkan cacat jasmani seorang pekerja.
3. Kecelakaan kerja berat
Kecelakaan kerja berat adalah kecelakaan fatal yang berakibat hilangnya jam kerja dan menimbulkan cacat jasmani seorang pekerja.
4. Kecelakaan kerja matir
Kecelakaan kerja matir adalah kecelakaan yang berakibat hilangnya nyawa seseorang.
Perusahaan pada umumnya berpacu pada ISO 14001 sistem manajemen lingkungan yang membantu perusahaan dalam mengidentifikasi, mempriotaskan, dan mengatur risiko-risiko lingkungan sebagai bagian dari praktek bisnis normal.
Manfaat dari penerapan ISO 14001 adalah menguragi biaya, karena ISO 14001 menuntut komitmen perbaikan secara terus-menerus, mengatur kepatuhan terhadap hukum, sertifikasi ISO 14001 membantu dalam mengurangi upaya yang dibutuhkan untuk mengatur kepatuhan hukum dalam manajemen risiko lingkungan, dan mengelola reputasi perusahaan, karena dapat mengurangi risiko terkait biaya atau merusak reputasi perusahaan yang berhubungan dengan pembersihan serta membangun citra publik terhadap klien. Beberapa hal yang menjadi sebuah pertimbangan dalam perancangan suatu pabrik dalam menjamin keselamatan kerja adalah sebagai berikut :
1. Penerangan yang cukup dan sistem ventilasi yang memadai.
2. Jarak antar alat dipastikan cukup luas.
147
3. Meminimalisir pengangkutan bahan menggunakan tenaga manusia.
4. Setiap alat harus dilengkapi dengan alat pencegah kebakaran.
5. Tanda pengaman di setiap lokasi.
Faktor yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja, yaitu lingkungan fisik, sistem manajemen, dan kelalaian manusia. Lingkungan fisik yang dimaksud adalah dimana terjadi proses produksi, kecelakaan ini sering terjadi akibat rusaknya peralatan, kondisi operasi yang tidak terkontrol, lingkungan kerja yang tidak mendukung, dan penyusunan alat yang tidak sesuai. Kesalahan sistem manajemen terjadi akibat, yaitu manajer yang tidak peduli terhadap aktivitas produksi, kurangnya pengawasan pada saat proses, sistem penanggulangan bahaya yang kurang baik, dan pemeriksaan alat yang tidak dilakukan secara berkala. Kelelalaian manusia dapat terjadi kecelakaan, kecelakaan sering terjadi disebabkan oleh kurangnya keterampilan dari pekerja, kurangnya pelatihan terhadap proses produksi, dan kurangnya motivasi kerja dalam diri seorang karyawan.
Kesehatan kerja pada suatu perusahan dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Untuk BPJS Kesehatan sebagai penjamin biaya pengobatan apabila pekerja mengalami sakit, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan sebagai jaminan sosial untuk kecelakaan kerja, kematian, serta hari tua. Mekanisme dalam jaminan ini yaitu memotong dari gaji pekerja.
Dalam perancangan suatu pabrik tentunya perlu dilakukan upaya penerapan K3, yaitu:
1. Pencegahan Terhadap Ledakan dan Kebakaran
Pada proses produksi asetaldehida dengan proses dehidrogenasi etanol dilakukan pada temperature 300 oC dan tekanan 3 atm. Kondisi operasi pada reaktor yang tergolong tinggi, maka bahaya yang akan ditimbulkan adalah terjadinya ledakan. Selain reactor, potensi ledakan dapat terjadi pada boiler.
Fungsi dari boiler adalah untuk membangkitkan steam dan nantinya akan menghasilkan panas, apabila panas tersebut tidak berjalan baik maka akan menimbulkan sebuah kebakaran.beberapa upaya dalam mencegah terjadinya hal tersebut adalah memastikan sistem pengendalian terpasang lengkap dan