6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Block Hebel (Bata Ringan)
Bata ringan merupakan material menyerupai beton yang mempunyai sifatnya yang kuat, berat yang ringan, harga ekonomis, mempunyai ukuran yang akurat, juga ramah lingkungan, kemampuan umur tahan lama, tahan terhadap panas dan api, dan kedap terhadap suara, pada produksinya dengan menggunakan mesin. Bata ringan dibuat ditujukan untuk membuat beban konstruksi menjadi lebih ringan, bisa membuat pelaksanaan menjadi lebih cepat, dan dapat meminimalkan sisa penggunaan material pada pemasangan dinding. Bata ringan merupakan Autoclaved Aerated Concrete (AAC) kegunaannya untuk alternatif lain bagian dari smart building, dengan bahan dasar yang memiliki kualitas tinggi dan standar Deutsche Indutrie Norm (DIN) yang produksinya di Indonesia dengan menggunakan teknologi Jerman, menjadikan bata ringan ini memiliki harga yang ekonomis daripada produk sejenisnya. Pemasangan bata ringan yang menggunakan semen khusus berupa semen instan. Bata ringan pada penelitian ini sebagai material utama untuk membandingkan pasta pengikat yang baik untuk hebel terhadap uji kuat tekan dan uji kuat lenturnya, pasta yang digunakan sebagai perbandingan yaitu pasta semen “Crona Mortar”, pasta semen “Tiga Roda”, dan pasta geopolimer 8 M.
2.1.1 Kelebihan Bata Ringan
a. Bata ringan dengan ukurannya yang seragam dapat menghasilkan dinding yang rapi dan kualitas yang baik.
b. Dalam penggunaan siar yang tipis dapat meminimalisir penggunaan perekat.
c. Beban bata yang ringan dapat memperkecil beban struktural.
d. Dalam pengangkatannya juga lebih mudah.
e. Pelaksanaan pemasangan bata ringan lebih cepat daripada batu bata.
f. Bata ringan juga mempunyai sifat kedap suara.
7 g. Kuat tekan tinggi.
h. Ketahanan pada gempa bumi.
i. Dalam pemasangannya tidak perlu spasi yang tebal, hanya 2,5 mm umumnya.
2.1.2 Kekurangan Bata Ringan
a. Ukurannya yang besar saat untuk pemasangan dengan ukuran yang tanggung dapat membuang sisa bata ringan yang cukup banyak.
b. Penggunaan perekat pada bata ringan harus khusus jadi tidak bisa sembarang untuk penggunaan perekatnya, umunya semen yang instan.
c. Dalam pemasangan batu bata harus yang mempunyai keahlian karena sangat kelihatan saat hasil akhir pemasangannya.
d. Bata ringan yang terkena air harus dikeringkan sampai nutuh waktu yang lama daripada batu bata, jika dipaksakan diplester akan timbunya bercak kuning. Jika hebel terkena air, untuk menjadi benar-benar kering dibutuhkan waktu yang lumayan lama dibandingkan bata biasa.
e. Dengan ukuran hebel yang lebih besar didbandingkan dengan batu bata maka harganyapun lebih mahal.
2.2 Batu Bata
Dalam pembuatan struktur dinding menggunakan bahan yang salah satunya yaitu batu bata, bahan dasar pembuatan batu bata yaitu dari tanah liat dengan proses pembakaran sampai tanah menjadi kemerah-merahan.
Menurut SNI-2094-1991 batu bata adalah unsur material bangunan untuk pelaksanaann pembuatan bangunan, yang terbuat dari campuran bahan tanah atau dengan tanpa tanah, yang diproses dengan pembakaran suhu tinggi sampai dengan tanah yang dibakar tidak hancur bila tanah direndam didalam air. Penilitian ini menggunakan dua pengujian yang berkaitan dengan batu bata yang dilapisi pasta yaitu pengujian kuat tekan dan pengujian kuat lentur.
8 2.3 Geopolimer
Material geopolimer termasuk ramah lingkungan dan bisa menjadi alternatif sebagai pengganti bahan semen pada pengikat hebel dan batu bata.
Geopolimer yang ditambahi aktivator bisa menjadi pasta pengikat geopolimer. Bahan utama pada pembuatan geopolimer adalah yang mengandung dua unsure yaitu unsure alumunium dan unsur silikon. Unsur seperti itu bisa didapatkan dari limbah industri seperti abu terbang dari hasil limbah pembakaran batu bara PLTU Tanjung Jati B Jepara.
Davidovits (1998) yang mencetuskan “Geopolimer” dengan gambaran mineral polimer merupakan hasil ilmu geokimia. Geopolimer yaitu polimer alumina-silika anorganik, yang terbentuk dari sebagian unsur silikon (Si) dan alumunium (Al). (Davidovits, 1999)
Terjadinya reaksi pasta pengikatan geopolimer dengan adanya reaksi polimerisasi bukan reaksi hidrasi seperti beton konvensional. Pasta geopolimer memiliki dua kandunga komponen solid saat proses polimerisasi yaitu alkali aktivator sodium hidroksida (NaOH) dan sodium silika (Na2SiO3) dengan perbandingan campurannya 1 NaOH : 2 Na2SiO3
molaritas 8 Mol yang mengandung banyak unsur alumuniun dan silika yang ditujukan untuk direaksikan dengan unsur Si dan Al dalam kandungan fly ash, jadi dalam campuran tersebut terbentuk pasta geopolimer pengganti semen dalam pembuatan pasta pengikat hebel dan batu bata.
2.4 Fly Ash
Fly ash yaitu limbah sisa pembakaran batubara dari industri PLTU berwarna keabu-abuan dapat difungsikan untuk campuran material tambahan pada beton. Fly ash termasuk dalam material dasar pembuatan geopolimer yang mempunyai unsur silika dan alumunium (Ekaputri dan Triwulan 2007). Fly ash mempunyai unsur CaO cukup rendah tetapi kandungan silika dan alumunium dalam fly ash lebih dari 50%. Fly ash memiliki tiga kelas yaitu kelas F, kelas C, dan kelas N. Menurut ASTM C618 yang memenuhi syarat yaitu antara kelas C dan kelas F. Perbedaan antara kelas F dan kelas C yaitu kelas F memiliki tanda kegunaan spesifikasi
9 asal produk batubara kadar CaO, dan kelas C lebih banyak mengandung unsur kalsium, silika, alumunium, dan kadar besi.
Fly ash mempunyai sifat-sifat antara lainnya yaitu dapat menurunkan dan memperlambat perubahan panas pada proses hidrasi, fly ash yang memiliki kandungan kalsium aluminat hidrat dapat memberi ruang-ruang yang telah ditinggalkan oleh larutan Ca(OH) bersamaan dengan air pada proses pengeringan beton jadi kerapatan beton akan lebih baik, dan dengan meningkatnya kerapatan beton karna terisi oleh fly ash maka ketahanan pada serangan sulfat menjadi lebih kuat. Menurut ASTM C618 klasifikasi fly ash sebagai berikut :
a. Kelas C
1. Memiliki kadar CaO < 10% hasil dari pembakaran bitumen batubara.
2. Kadar yang dimiliki yaitu (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) lebih dari 70 % b. Kelas F
1. Kadar yang dimiliki CaO > 10 %, hasil dari pembakaran sub bitumen batubara.
2. Memiliki kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) lebih dari 50 %.
c. Kelas N
Hasil pembakaran didapatkan golongan tanah diatomic, tuff dan abu vulkanik, opalinechertz dan shales, yang bisa diproseskan melalui pembakaran yang memiliki sifat pembakaran yang baik.
2.5 Aktivator
Untuk pembuatan pasta geopolimer dibutuhkan larutan alkali yaitu sodium silikat (Na2SiO3) dan sodium hidroksida (NaOH). Aktivator yaitu senyawa yang digunakan untuk pereaksi polimerisasi pada pasta geopolimer. Penggunaan aktivator ini dapat menghasilkan setting time yang optimum.
Sodium hidroksida murni merupakan basa berbentuk putih paling umum digunakan pada laboratorium kimia, memiliki sifat lembab cair dan dapat menyerap karbondioksida pada udara bebas dan sifatnya sangat mudah larut dalam air dan panasnya akan dilepaskan.
10 Pasta geopolimer dengan penggunaan molaritas yang tinggi juga menghasilkan kuat tekan yang tinggi daripada yang menggunakan molaritas rendah. Semakin tingginya molaritas jumlah pori akan semakin sedikit tetapi pori dapat ditutup semakin banyak karena kekentalan yang dimiliki oleh NaOH didalam campuran. Beton geopolimer yang menggunakan Na2SiO3 sedikit dalam larutan NaOH tidak akan mencapai kuat tekan yang tinggi karena alkali mempengaruhi kerja beton saat pengadukan menjadi tidak padat (Ekaputri dan Triwulan, 2013).
Sodium silikat atau water glass berbentuk jell sedikit lengket dengan warnanya yang keabu-abuan, fungsinya sebagai mempercepat proses polimerisasi dengan campuran sodium hidroksida. Batas maksimal pencampuran antara sodium silikat dengan sodium hidroksida yaitu 24 jam dari saat pencampuran telah homogen, jika lewat dari waktu itu maka akan menjadi kristal dan tidak bisa digunakan.
2.6 Semen Portland
Semen portland merupakan semen hidrolis dihasilkan dengan proses menghaluskan klinker yang terdiri unsur-unsur silikat calsium yang sifatnya hidrolis dengan tambahan gips. Dengan pembakaran secara bersama-sama pada suatu campuran yang berasal dari calcareous (kandungannya alumina) dengan prosentase tertentu. Dengan mudahnya kandungan yang terdapat pada semen portland yaitu kapur, silika, dan alumina. Bahan-bahan tersebut dicampur dan dibakar dengan suhu mencapai 1550 derajat celcius dan menjadi klinker. Setelah dibakar dan dikeluarkan dari tempat pembakaran kemudian didinginkan dan dihaluskan sampai dengan halus seperti berbentuk bubuk. Setelah itu klinker digiling halus secara mekanis ditambah dengan gips atau kalsium sulfat (CaSO4) sebagai pengontrol waktu dibutuhkan kira-kira 2-4 % waktu ikatnya. Untuk semen khusus terkadang ditambahkan tambahan bahan lainnya (Tjokrodimuljo, 1996).
Fungsi semen portland sebagai pengikat ketika antara semen dan air bereaksi maka butiran-butiran agregat menjadi massa yang kompak. Dengan dicampurnya semen dan air hanya selang beberapa waktu akan terjadi
11 pengerasan. Jika semen dan air dicampur dan diaduk maka akan menjadi pasta semen (Sutarno, 2017).
Pada penelitian ini semen digunakan sebagai pasta konvensional perbandingan kuat tekan dan kuat lentur pasta pengikat pada material hebel.
Semen portland akan dibandingkan dengan pasta semen khusus pengikat hebel.
2.7 Semen “Crona Mortar”
Penelitian ini menggunakan Semen Instan Crona Mortar Thin Bed Adhesive yaitu perekat untuk bata ringan yang pada pembuatannya menggunakan bahan dari pasir silica, semen, bahan additive, dan juga ada kandungan polimer yang pilihan. Produk Crona Thin Bed Adhesive ditujukan untuk perekat saat pemasangan hebel dengan sangat baik, tahan getaran, dan kuat. Keunggulan produk ini yaitu :
a. Pada pengaplikasiannya mampu menghasilakan daya rekat sampai dengan ketebalan 3 mm.
b. Pengerjaan yang cepat dapat menghemat biaya dan waktu.
c. Penggunaannnya lebih hemat, hanya ditambah air saja.
d. Menghasilkan pemasangan yang lebih rata, kuat, dan rapi.
Untuk mix design semen “Crona Mortar” memiliki standar perbandingan tersendiri yaitu 1 : 4 setiap 1 liter air dicampur dengan semen 4 kg. Saat pencampuran diaduk sampai dengan rata, jangan sampai ada yang masih menggumpal, lalu didiamkan kurang lebih 10 menit dan kemudian diaplikasikan.
2.8 Air
Air adalah termasuk dalam komponen terpenting pada campuran pasta, karena dengan adanya air yang dapat bereaksi dengan semen sebagai pasta konvensional, untuk fas air yang digunakan tidak terlalu tinggi karna akan mempengaruhi kekentalan pasta dan dapat mempengaruhi pengikatan pada hebel dan batu bata. Kemurnian dan kualitas air perlu diperhatikan karna untuk pembuatan pasta tidak boleh mengandung unsur-unsur yang tidak
12 diperlukan seperti minyak, asam alkali, garam, bahan-bahan organik karna itu merusak mutu pasta. Dalam pembuatan pasta harus menggunakan air yang bersih, tidak berbau, tidak keruh dan berasa, dan bisa diminum.
Adapun persyaratan air menurut SNI-03 2847-2002 yaitu : a. Air harus bersih.
b. Tidak ada kandungan lumpur, minyak, dan benda terapungnya.
c. Tidak diperbolehkan terkandung benda-benda tersuspensi > 2 gr/liter.
d. Tidak adanya kandungan garam dan kandungan yang dapat merusak beton (asam-asam, zat organik, dan lain-lain) > 15 gr/liter. Kandungan klorida (Cl), tidak > 500 p.p.m dan senyawa sulfat tidak > 1000 p.p.m sebagai SO3.
e. Dan semua air yang kualitasnya diragukan harus dianalisa terlebih dahulu secara kimia dan dievaluasi.
2.9 Setting Time (Waktu Ikat)
Setting time yaitu pasta akan mengalami proses pengikatan, setelah pasta mengikat kemudian akan mengeras. Lama pengikatan pasta tergantung dari komponen komposisi senyawa dalam pasta termasuk dengan suhu udara disekelilingnya, waktu yang dibutuhkan pasta untuk menjadi keras terhitung sejak mulai reaksi pada saat pencampuran semua material sehingga menjadi pasta dan kuat menahan tekanan. Tujuan setting time yaitu untuk menentukan jumlah aktivator (air) yang digunakan sebagai penghasil pasta. Ada dua jenis setting time, berikut penjelasannya :
a. Waktu ikat awal adalah lama waktu saat material pasta dicampur dari keadaan plastis menjadi tidak plastis. Pada jangka waktu awal pencampuran sampai dengan kondisi setengah keras yang ditandai setting bereaksi setengah atau sebagian.
b. Waktu ikat akhir adalah waktu yang terbentuk saat pasta keadaan plastis sampai dengan pasta sudah dalam keadaan mengeras. Pada jangka waktu pencampuran sampai dengan pasta sudah mengeras dan dapat dilepaskan dari cetakan. Setting time berakhir dengan ditandai selesainya reaksi hydration dan panas dilepaskan. ASTM C191-04a
13 Menurut SNI waktu ikat awal minimum 45 menit, sedangkan waktu ikat akhir maksimal 360 menit. Tercapainya waktu ikat awal apabila jarum vicat masuk kedalam benda uji dengan waktu 30 detik sudah masuk sedalam 25 mm dan waktu ikat akhir apabila masuknya jarum vicat diletakkan diatas benda uji sampai dengan waktu 30 detik dengan permukaan benda uji tidak ada bekas atau tercetak. Mencatat waktu ikat akhir yang telah tercapai pada saat pengujian pada pasta konvensional, terkadang kurang dari 10 menit pasta konvensional sudah mengalami waktu ikat awal dengan ditandai jarum vicat sudah memasuki kurang dari 20 mm. Waktu ikat awal bukan waktu ikat sebenarnya atau waktu ikat palsu (false setting) karena gips alam dalam semen berubah menjadi gips hemihidrat karena panas yang mengakibatkan gips alam asal mulanya stabil menjadi tidak stabil sehingga menyebabkan mempercepat reaksinya dengan air.
Rumus yang digunakan sebagai mencari waktu yang dibutuhkan pada saat membaca skala telah mencapai angka penurunan 25 mm. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
... Rumus (2.1) Kerangan :
x = Waktu ikat awal
x1 = Waktu penurunan sebelum 25 mm x2 = Waktu penurunan setelah 25 mm y = Penurunan waktu ikat (25 mm) y1 = Penurunan sebelum 25 mm y2 = Penurunan setelah 25 mm
2.10 Kuat Tekan
Kuat tekan yaitu seberapa mampu beton menerima tekanan persatuan luas. Kuat tekan menunjukkan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi kuat struktur maka semakin tinggi mutu beton yang dihasilkan. (Mulyono, 2004)
14 Pada pembuatan benda uji hebel yang telah dilapisi pasta perlu dilakukan pengujian kuat tekan sebagai pertimbangan antara pasta konvensional dan pasta geopolimer. Rumus kuat tekan dengan berdasarkan SNI M 14-1989-F yaitu :
Fc’ = ... Rumus (2.2) Keterangan :
Fc’ = Kuat tekan (MPa) P = Beban tekan (N)
A = Luas penampang benda uji (mm2)
2.11 Kuat Lentur
Kuat lentur yaitu seberapa mampu beton pada dua perletakannya agar dapat menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu benda uji sampai dengan benda uji yang diuji patah dan dinyatakan pada Mega Pascal (Mpa) gaya tiap satuan. (SNI 03-4431-2011)
Rumus yang digunakan untuk kuat lentur dengan menggunakan 2 titik pembebanan berdasarkan pada SNI 4431-2011 yaitu :
a. Pengujian dengan bidang patah terletak pada daerah pusat benda uji (1/3jarak titik letak bagian tengah) maka menggunakan rumus
=
……….. Rumus (2.3)
b. Pengujian dengan letak patahannya berada diluar pusat benda uji (1/3 jarak titik perletakkan bagian tengah) dan jarak antara titik pusat dan titik patahan kurang < 5 % dari jarak antara titik perletakkan maka menggunakan rumus
=
………. Rumus (2.4)
Keterangan :
σ = Kuat lentur benda uji (MPa)
P = Beban tertinggi yang terbaca pada mesin uji (pembacaan dalam ton sampai 3 angka dibelakang koma)
L = Jarak (bentang) antara dua garis perletakkan (mm)
15 b = Lebar tampang lintang patah arah horizontal (mm)
h = Lebar tampang lintang patah arah vertikal (mm)
a = Jarak rata-rata antara tampang lintang patah dan tumpuan luar yang terdekat, diukur pada 4 tempat pada sudut dari bentang (mm)
Catatan : Untuk benda uji yang patahannya diluar pusat daerah hasil pengujian tidak digunakan.
Berdasarkan pada ASTM C 78-84 perhitungan kuat lentur menggunakan 1 titik pembebanan dapat dihitung menggunakan rumus : Fr =
……….. Rumus (2.5)
Fr = Kuat lentur (kg/cm2) P = Beban maksimum (N) L = Panjang bentang (cm) b = Lebar balok (cm) d = Tinggi balok (cm)
2.12 Standar Deviasi
Standar deviasi adalah metode analisa tingkat mutu dengan mengukur nilai deviasi (penyimpangan) pada beton. Jika penyimpangan (deviasi) pada beton nilainya besar maka nilai kuat tekan beton akan semakin kecil.
Menurut Yogi K dan Priyanto S, 2012 Kecilnya nilai standar deviasi hanya dipengaruhi oleh tingkat pengawasan. Jika tingkat pengawasannya makin baik maka nilai standar deviasinya akan semakin kecil, begitu pula sebaliknya jika tingkat pengawasannya tidak baik maka nilai standar deviasinya akan besar. Hal ini dapat dipahami bahwa jika pengawasan pelaksanaan pekerjaan beton semakin baik maka komposisi campuran akan sesuai dengan rencana, dan pada saat pemadatan akan tercapai pemadatan yang semakin baik sehingga kuat tekan yang direncanakan akan makin tercapai. Jika tingkat pengawasan dikaitkan dengan faktor-faktor yang menentukan kuat tekan beton maka standar deviasi hasil pengujian tekan akan makin mengecil bila tingkat pengawasan terhadap faktor air semen, faktor rasio agregat, gradasi, kekasaran permukaan, bentuk agregat dan
16 ukuran maksimum agregat kasar terawasi dengan semakin baik. Rumus yang digunakan untuk menghitung Standar deviasi :
S =
………... Rumus (2.6)
S = Standar deviasi
xi = Data kuat tekan dari setiap benda uji (x1, x2, x3, dst) xrt = Data kuat tekan rata-rata dari semua benda uji n = Jumlah benda uji
2.13 Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang sebelumnya membahas dan berkaitan tentang pasta konvensional sebagai berikut :
2.13.1 R. Arianto, Alex Kurniawandy, Ermiyanti, 2013
Penelitian yang dilakukan yaitu Kuat Tekan dan Waktu Ikat Semen Portland Pozzolan, dengan hasil sebagai berikut :
Dengan alat vicat yang digunakan untuk pengujian penelitian ini terhadap waktu ikat, Semen Tipe 1 dan PCC menghasilkan bahwa Semen Tipe 1 waktu ikatnya lebih cepat daripada Semen PCC dengan waktu ikat awal 28.5 menit dan waktu ikat akhir 30 menit.
Dengan ini Semen Tipe 1 campurannya mengikat dengan baik daripada Semen PCC.
2.13.2 Resti Nur Arini, Triwulan dan Juniarti Jaya Ekaputri, 2013
Penelitian yang dilakukan Pasta Geopolimer Berbahan Dasar Lumpur Bakar Sidoarjo dan Fly Ash Perbandingan 3:1 dengan Tambahan Alumunium Powder dan Serat Alam, dengan hasil sebagai berikut :
Berdasarkan penelitian yang didapatkan hasil yaitu pembuatan pasta dasar dengan memperoleh superplasticier pada penggunaannya sebanyak 3.5 % dan kuat tekan yang dihasilkan maksimal 49.50 MPa. Pada penelitian yang kedua pembuatan pasta ringan memperoleh penambahan alumunium powder 0.25 % dan
17 kuat tekan yang dihasilkan maksimal 2.13 MPa. Penelitian yang ketiga yaitu pasta ringan berserat memperoleh tambahan 1.5 % serat dan kuat tekan yang dihasilkan maksimal 5.65 MPa.
2.13.3 Febrina E.S, Alvina A.W, Antoni, Djwantoro H, 2014
Penelitian yang dilakukan Pembuatan Pasta Ringan Geopolimer Celluler Lighweight Concrete (CLC) Berbasis campuran Lumpur Sidoarjo dan Fly Ash, dengan hasil sebagai berikut :
Mix design pada kadar sodium silikat menggunakan 30 persen, 40 persen, 50 persen, dan 60 persen dengan mix campuran dengan fly ash, dan mempertimbangkan larutan sodium silikat degan NaOH.
Molaritas yang digunakan yaitu 5 M, 6 M, 7 M, dan 8 M.
Penggunaaan foam agent berfungsi sebagai penghasil berat jenis lebih kecil, dengan perbandingan air dengan foam agent 1 : 50.
Setiap penelitian diberikan foam agent 0.5 lt, 1 lt, dan 1.5 lt dikonversikan perbandingan foam agent dengan binder (lumpur Sidoarjo, NaOH padat, sodium silikat, fly ash, dan air). Pada penelitian ini menggunakan tes uji berat jenis dan kuat tekan dengan ukuran benda uji 5 x 5 x 5 cm3. Penelitian ini penghasil campuran terbaik yaitu fly ash dengan larutan sodium silikat 480 gr (60 persen), NaOH 5 M, dan dengan penambahan foam agent 1.5 lt dan kuat tekan pada umur ke 7 hari 1.44 MPa dengan berat jenis 0.61 gr/cm3.
2.13.4 Michael A.K, Andre R.W, Handoko S, 2018
Penelitian yang dilakukan Pengaruh Penambahan Fly Ash Terhadap Kuat Tekan dan Tarik Perekat Bata Ringan, dengan hasil sebagai berikut :
Penelitian ini mengganti material semen dengan fly ash. Metode yang dilakukan untuk memperoleh data yaitu dengan compressive test dan pull off test. Penelitian ini menghasilkan pengaruh dengan penambahan bahan fly ash 30 persen mendapatkan hasil paling baik
18 dan lebih ekonomis daripada menggunakan perekat bata ringan tanpa menggunakan fly ash.
2.13.5 Laili S.R, 2018
Penelitian yang dilakukan yaitu Pengaruh Subtitusi Gypsum, Limbah Las Karbit, dan Kapur Padam Pada Setting Time Pasta Konvensional dan Geopolimer, dengan hasil sebagai berikut : Perbandingan pasta konvensional dan pasta geopolimer menunjukkan bahwa waktu ikat awal paling cepat terjadi pada pasta geopolimer 12 M penambahan gypsum 40 % yaitu selama 7 menit, untuk waktu ikat awal paling cepat dengan perbandingan pasta geopolimer 8 M dan 12 M terjadi pada pasta geopolimer 12 M. Sedangkan untuk pengikatan akhir paling cepat pasta geopolimer 12 M dengan penambahan gypsum 8 M yaitu selama 15 menit.
19 Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya
No Peneliti Judul Hasil
1. R. Arianto, Alex
Kurniawandy, Ermiyanti, 2013
Kuat Tekan dan Waktu Ikat Semen Portland Pozzolan
Semen Tipe 1 dan PCC
menghasilkan bahwa Semen Tipe 1 waktu ikatnya lebih cepat daripada
Semen PCC
dengan waktu ikat awal 28.5 menit dan waktu ikat akhir 30 menit.
Dengan ini Semen Tipe 1 campurannya mengikat dengan baik daripada Semen PCC 2. Resti Nur Arini,
Triwulan dan Juniarti Jaya Ekaputri, 2013
Pasta Geopolimer Berbahan Dasar Lumpur Bakar Sidoarjo dan Fly Ash Perbandingan 3:1 dengan Tambahan Alumunium Powder dan Serat Alam
Pembuatan pasta dasar dengan memperoleh superplasticier pada
penggunaannya sebanyak 3.5 % dan kuat tekan yang dihasilkan maksimal 49.50 MPa.
20 3. Febrina E.S,
Alvina A.W, Antoni, Djwantoro H, 2014
Pembuatan Pasta Ringan Geopolimer Celluler Lighweight Concrete (CLC) Berbasis ampuran Lumpur Sidoarjo dan Fly Ash
Penelitian ini penghasil
campuran terbaik yaitu fly ash dengan larutan sodium silikat 480 gr (60 persen), NaOH 5 M, dan dengan penambahan foam agent 1.5 lt dan kuat tekan pada umur ke 7 hari 1.44 MPa dengan berat jenis 0.61 gr/cm3.
4. Michael A.K, Andre R.W, Handoko S, 2018
Pengaruh
Penambahan Fly Ash Terhadap Kuat Tekan dan Tarik Perekat Bata Ringan
Penelitian ini menghasilkan pengaruh dengan penambahan bahan fly ash 30 persen
mendapatkan hasil paling baik
dan lebih
ekonomis daripada menggunakan perekat bata ringan tanpa menggunakan fly ash
21 5. Laili S.R, 2018 Pengaruh Subtitusi
Gypsum, Limbah Las Karbit, dan Kapur Padam Pada Setting Time Pasta Konvensional dan Geopolimer
Perbandingan pasta
konvensional dan pasta geopolimer menunjukkan bahwa waktu ikat awal paling cepat terjadi pada pasta geopolimer 12 M penambahan gypsum 40 % yaitu selama 7 menit, untuk waktu ikat awal paling cepat dengan
perbandingan pasta geopolimer 8 M dan 12 M terjadi pada pasta geopolimer 12 M.
Sedangkan untuk pengikatan akhir paling cepat pasta geopolimer 12 M dengan
penambahan gypsum 8 M yaitu selama 15 menit.