• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 10. No. 1 April 2022 P - ISSN : E - ISSN : , Hal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 10. No. 1 April 2022 P - ISSN : E - ISSN : , Hal"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

494

Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 10. No. 1 April 2022 P - ISSN : 2503-4413

E - ISSN : 2654-5837, Hal 494 - 501

PENENTUAN PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DAN IDENTIFIKASI INTERAKSI EKONOMI SEKTORAL PADA KAWASAN SEGITIGA EMAS TAHUN 2016-2020

Oleh :

Risma Amelia,

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Program Studi S1 Ekonomi Ilmu Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya Email :

risma.18012@mhs.unesa.ac.id P.S. Prabowo

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Program Studi S1 Ekonomi Ilmu Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya Email :

prayudiprabowo@unesa.ac.id

Article Info Abstract

Article History :

Received 10 April - 2022 Accepted 24 April - 2022 Available Online 30 April - 2022

The reason of this study became to decide the center of economic growth and to identify sectoral economic interactions in the Golden Triangle Region (Lamongan, Tuban and Bojonegoro Regencies). The analytical tools used are scalogram analysis, shift-share and gravity analysis. The effets of the scalogram analysis display that Bojonegoro Regency is the center of growth, with the number of facility units being 1969. Based at the effects of the shift-share evaluation calculating, it is found that Lamongan Regency has the highest competitive advantage, namely the manufacturing sector has differential shift calculation of 662289.02 and makes the processing industry has the best value compared to other elements.

Bojonegoro Regency has the highest competitive advantage, namely the mining and quarrying region, with fee of 6287922.64, Tuban Regency with the highest competitive advantage is the agriculture, forestry and fishery sector with value of 91334.11. And base totally at the calculation of gravity evaluation, it indicates that the very best attractiveness is between Bojonegoro Regency and Lamongan Regency.

Keyword :

Scalogram, Shif-Share, Gravity Analysis, Golden Triangle Area

1. PENDAHULUAN

Pembangunan yang diukur dari sisi pertumbuhan ekonomi riil secara terus menerus menyebabkan semakin melebarnya kesenjangan atau ketimpangan antar wilayah. Adanya ketimpangan menyebabkan antar kelompok penduduk dan ketimpangan antar wilayah. Adanya ketimpangan menyebabkan garis kemiskinan karena pendapatan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar. Ketimpangan dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan peningkatan kesenjangan ekonomi. Ketimpangan yang semakin meningkat dalam pembangunan dapat diatasi melalui konsep pemerataan pembangunan dan hasil pembangunan pada semua lapisan masyarakat dan seluruh wilayah (Adisasmita, 2005).

Tabel 1. Kemiskinan Kabupaten Lamongan, Tuban dan Bojonegoro Tahun 2020.

No Kabupaten Persentase Kemiskinan % 1 Lamongan 13,85

2 Tuban 15,91

3 Bojonegoro 12,87 (BPS Jawa Timur, 2020)

Berdasarkan perekonomian masyarakat yang dilihat melalui persentase kemiskinan menunjukkan bahwa pada tahun 2020 nilai persentase Kabupaten yang memiliki angka kemiskinan terkecil terdapat di Kabupaten Bojonegoro dengan persentase terbesar 12,87 persen dan persentase terbesar terdapat di Kabupaten Tuban dengan persentase sebesar 15,91 persen.

Data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur pada tahun 2019 nilai persentase IPM

(2)

495 terkecil pada tahun 2019 dan 2020 terdapat di Kabupaten Tuban dan persentase terbesar pada tahun 2019 dan 2020 terdapat di Kabupaten Lamongan. Berdasarkan nilai IPM mengalami peningkatan setiap tahun, Kabupaten Lamongan pada tahun 2019 nilai IPM sebesar 72,67 persen dan pada tahun 2020 sebesar 72,58 persen.

Kabupaten Tuban pada tahun 2019 nilai IPM sebesar 68,37 persen dan pada tahun 2020 sebesar 68,0 persen, dan Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2019 nilai IPM sebesar 68,75 persen dan pada tahun 2020 sebesar 69,04 persen.

Tabel 2. IPM Kabupaten Lamongan, Tuban dan Bojonegoro Tahun 2020.

No Kabupaten IPM

% (2019)

IPM

% (2020)

1 Lamongan 72,57 72,58

2 Tuban 68,37 68,0

3 Bojonegoro 68,75 69,04 (BPS, 2021)

Berdasarkan (RKPD) Provinsi Jawa Timur tahun 2016 arah kebijakan pengembangan wilayah Provinsi Jawa Timur adalah dengan menetapkan cluster kewilayahan sebagai sarana kebijkan pengembangan wilayah dalam rangka meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi, infrastruktur, sosial serta budaya di seluruh daerah Jawa Timur salah satu cluster tersebut adalah cluster Segitiga Emas. Kawasan Segitiga Emas merupakan berdasarkan arahan daerah agroindustri Gresik-Lamongan dan Daerah Perbatasan Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah sisi utara maka cluster Segitiga Emas ditetapkan di Kabupaten Tuban dengan industri semen, Kabupaten Lamongan dengan letak geografis serta Kabupaten Bojonegoro dengan industri minyak dan gas, ketiga wilayah inti pengembangan cluster Segitiga Emas.

Menurut (Anwar, 2005), perkembangan wilayah suatu daerah dapat dipengaruhi oleh perkembangan wilayah disekitarnya. Posisi Kabupaten Tuban, Lamongan dan Bojonegoro yang merupakan wilayah eks Karesidenan Bojonegoro dan termasuk dalam Kawasan Segitiga Emas. Wilayah Kawasan ini berkontribusi PDRB sebesar 13,31 persen terhadap total PDRB Jawa Timur. Kabupaten Tuban memiliki PDRB ADHB sebesar Rp. 65.016.024 yang merupakan PDRB ADHB terbesar kedua dari Kabupaten Bojonegoro dengan PDRB ADHB sebesar Rp. 78.07.312 dan kabupaten dengan PDRB ADHB terendah adalah Kabupaten Lamongan dengan PDRB ADHB sebesar Rp. 39.733.816 (BPS, 2015).

Pengembangan sentra pertumbuhan yang menyebar merupakan salah satu strategi untuk mengatasi kesenjangan (Santoso, 2014). Penentuan

pusat pertumbuhan Segitiga Emas bertujuan dapat memicu pembangunan daerah-daerah, khususnya dalam pengembangan daerah-daerah yang belum berkembang. Fungsi Kawasan yang merupakan konsentrasi kegiatan ekonomi dan dapat mendorong lebih lanjut Kawasan lain.

Pembangunan yang diharapkan tidak bersifat sementara, tetapi dapat berdampak jangka panjang, seperti revitalisasi sektor basis yang merupakan keunggulan daerah.

Beberapa hasil penelitian mengenai penentuan pusat pertumbuhan ekonomi dan identifikasi interaksi ekonomi sektoral telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti, dalam penelitian (Priyadi &

Atmadji, 2017) menggunakan analisis skalogram menunjukkan bahwa sarana-sarana yang tersedia untuk mendukung pertumbuhan ekonomi telah terdistribusi secara merata. (Fudhail et al., 2021) berdasarkan analisis skalogram pusat pertumbuhan ekonomi dapat berubah setiap tahunnya.

Berubahnya pusat pertumbuhan ini dikarenakan berubahnya sarana dan prasarana yang ada.

(Diartho & Pratama, 2020) menggunakan analisis skalogram, indeks sentralis, analisis gravitasi dan pemetaan menggunakan metode GIS, menunjukkan bahwa Kecamatan Pare merupakan daerah pusat pertumbuhan dan mempunyai 29 jenis fasilitas dengan Kecamatan Badas sebagai daerah interaksi terkuat. Dan Kecamatan Ngasem menjadi pusat pertumbuhan kedua dengan keberadaan 27 jenis fasilitas dengan Kecamatan Pagu sebagai interaksi terkuat. (Ulfa et al., 2020) menggunakan analisis gravitasi menunjukkan bahwa Kabupaten Bondowoso memiliki nilai interaksi tertinggi dibandingkan Kabupaten lainnya. (Nurlina &

Ginting, 2018) menggunakan analisis skalogram, analisis gravitasi dan indeks sentral menunjukkan bahwa Aceh Tenggara, Banda Aceh, dan Aceh Utara berada di skala I. Hasil interaksi wilayah Kabupaten/Kota untuk pusat pertumbuhan Kabupaten Aceh Tenggara didukung olej Kabupaten Gayo Lues, Kota Subussalam, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Singkil, Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Selatan.

Sektor-sektor utama Segitiga Emas terlihat melalui sektor-sektor yang berpotensi untuk mengeskpor barang dan jasa yang telah dihasilkan.

Terjadinya ekspor barang serta jasa akan terciptanya suatu interaksi hubungan pada beberapa wilayah. Interaksi antara sentra pertumbuhan menggunakan daerah hinterlandnya pada Kawasan Segitiga Emas. Tujuan akhirnya adalah untuk mengetahui daerah mana yang menjadi pusat pertumbuhan dan mengetahui interaksi antar Kabupaten Lamongan, Tuban dan Bojonegoro pada Kawasan Segitiga Emas.

(3)

496 2. KAJIAN PUSTAKA

Konsep teori Hirschman yang dipaparkan oleh (Sjafrizal, 2008), menyatakan bahwa fokus pada pertumbuhan daerah yang tidak seimbang. Ketika pertumbuhan ekonomi di satu wilayah secara geografis dipengaruhi oleh kemajuan di satu wilayah, untuk mengembangkan lokasi. Teori Hirschman mengandaikan bahwa tingkat perkembangan di suatu wilayah mencapai titik pertumbuhan tertentu. Kegiatan ekonomi terkonsentrasi di daerah dibandingkan dengan tempat lain karena ketersediaan dan integritas fasilitas layanan. Hal ini akan berdampak pada peningkatan migrasi dari pusat pertumbuhan (growing center).

Menurut (Adisasmita, 2005), strategi pembangunan ekonomi adalah kebijakan pemerintah yang menitikberatkan pada berbagai hal, antara lain infrastruktur, investasi pemerintah, keseimbangan antar sektor dan daerah, serta peran yang dihasilkan dari perdagangan antar sektor dan kegatan yang diberikan daerah.

Pusat pertumbuhan (growth pole) didefinisikan dalam dua cara; fungsional serta geografis. Secara fungsional, sentra pertumbuhan artinya suatu cabang di mana kelompok usaha atau cabang industri terkonsentrasi (wilayah belakang) sebab mempunyai karakteristik hubungan yang dinamis untuk menghidupkan kehidupan ekonomi baik secara internal maupun eksternal. Secara geografis, sentra pertumbuhan dilihat dengan adanya daerah yang mempunyai fasilitas serta kemudahan sehingga menjadi daya tarik (pole of attraction), ini menyebabkan berbagai jenis usaha ke daerah tersebut, dan masyarakat akan senang menggunakan fasilitas ini meskipun tidak ada interaksi di antara usaha-usaha tersebut (Tarigan, 2010).

Proses pertumbuhan ekonomi perlu konsisten dengan teori spasial, dimana industri penggerak adalah titik awal dan bagian integral dari pembangunan masa depan. Teori Perroux fokus pada aspek konsentrasi pertumbuhan (Adisasmita, 2005). Ciri-ciri industri penggerak adalah sebagai berikut (Adisasmita, 2005): a) industri penggerak harus relatif mampu untuk memiliki dampak langsung atau tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi, b) industri penggerak harus menjadi sektor yang dapat berkembang pesat, c) jumlah dan kekuatan interaksi dengan sektor lain harus menjadi penting agar efeknya dapat diterapkan pada unit ekonomi lainnya.

Pusat pertumbuhan memiliki empat fungsi (Tarigan, 2010): a) ada hubungan internal antara berbagai jenis kegiatan yang benrilai ekonomi.

Terdapat keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya, dimana pertumbuhan satu sektor

mempengaruhi sektor lainnya, b) memiliki efek pengganda (multiplier effect). Sektor terkait akan menghasilkan efek pengganda, c) ada konsentrasi geografis. Menyatukan berbagai sektor dan institusi untuk meningkatkan efesiensi sektor- sektor yang saling membutuhkan dan menjadi daya tarik utama kota, d) pengembangan wilayah yang mendorong pertumbuhan konsentrasi kegiatan ekonomi dapat dikatakan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baik secara internal maupun eksternal.

Jumlah penduduk merupakan indicator dari struktur hieraki kota. Kota-kota besar umumnya memiliki jumlah penduduk lebih besar dibandingkan kota-kota kecil, tingkat kegiatan ekonominya lebih tinggi dibandingkan kota-kota lain, fasilitas pelayanan yang tersedia relatif lengkap, terutama dalam hal fasilitas distribusi, memiliki kemakmuran yang tinggi dan potensi pembangunan yang tinggi (Adisasmita, 2005).

(Tarigan, 2010) menegaskan bahwa suatu konsentrasi ekonomi dapat disebut sebagai kota atau tidak, jika dilihat dari jumlah fasilitas perkotaan yang tersedia dan sejauh mana fungsi kota dapat dipenuhi. Fungsi dan fasilitas perkotaan meliputi: a) pusat perbelanjaan yang dapat melayani kota itu sendiri atau daerah lain, b) pusat layanan untuk layanan perusahaan atau pribadi, c) pusat pelayanan Lembaga sisuak seperti Pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan lembaha lainnya, d) pemerintah pusat, e) kontrol transportasi dengan pusat komunikasi dan fungsi pendukung yang tersedia seperti internet, telepon dan transportasi (bus, kereta api, pesawat dan kapal laut), f) tersedianya fasilitas perkotaan seperti jalan, listrik, pasar dan air minum, g) perumahan dan air minum.

Ada dua faktor yang mengarah pada fokus dimana keuntungan terkonsentrasi yaitu skala ekonomi (economic of scale) dan manfaat lokalisasi (economic of localization). Economic of scale berarti bahwa manfaat spesialisasi produktifitas tinggi dan biaya digunakan lebih efesien. Memilih lokasi di kota dapat menciptakan keahlian produk khusus secara besar dengan modal yang sama. Economic of localization adalah pemilihan lokasi yang memanfaatkan ketersediaan terkait kebutuhan pemilihan lokasi, tersedianya keperluan dan fasilitas yang diperlukan. Pemilihan lokasi ini pada akhirnya akan meningkatkan efesiensi perusahaan (Tarigan, 2010).

Keunggulan kompetitif yaitu untuk menganalisa kemampuan suatu wilayah untuk menjual produknya di luar pasar regional atau global (Tarigan, 2005). Berdasarkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif, pembangunan ekonomi akan optimal. Keunggukan

(4)

497 komparatif lebih menekankan kepemilikan sumber daya ekonomi, sosial, politik dan kelembagaan.

Sedangkan keunggulan kompetitif lebih menekankan pada manajemen, perencanaan, implementasi dan pemantauan penggunaan sumber daya dalam produksi atau efesiensi manajemen.

Keunggulan komparatif secara umum mengarah pada keunggulan kompetitif, yaitu dengan memiliki faktor produksi yang melimpah, dapat menjadi dasar dalam keunggulan bersaing. Namun, keunggulan kompetitif dapat dicapai tanpa memiliki keunggulan komparatif, yaitu Ketika sumber daya yang langka di daerah dapat digunakan secara efesien (Tri Widodo, 2006).

Interaksi spasial merupakan arus gerak yang terjadi antara pusat-pusat pelayanan baik berupa barang, penduduk, uang maupun lainnya. Untuk itu perlu adanya korelasi antar wilayah satu dengan lainnya sebab adanya interaksi antar daerah maka suatu daerah akan saling melengkapi serta bekerja sama untuk mempertinggi laju pertumbuhan ekonomi (Saerofi, 2005). Model gravitasi digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan keruangan antara dua daerah atau lebih.

Berdasarkan hasil penelitian, (Reilly, 1929) berpendapat bahwa kekuatan hubungan antara dua daerah yang tidak sama dapat diukur menggunakan jumlah penduduk serta jarak antara kedua daerah tersebut.

(Fotheringham Hayness, 1984), (Huff, 1963) memodifikasi terhadap contoh gravitasi kedalam konsep hubungan ruang, dimana sebagai jumlah penduduk satu wilayah diklaim menjadi massa benda, jarak antara wilayah disebut menjadi jarak antara dua massa.

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut (Hendryadi dan Suryani, 2005) penelitian kuantitatif pada adasrnya menggunakan data angka-angka dalam mengetahui suatu kejadian. Penelitian ini dilakukan di Kawasan Segitiga Emas yaitu Kabupaten Lamongan, Tuban dan Bojonegoro pada tahun 2016 sampai 2020. Metode pengumpulan data penelitian ini merupakan metode dokumentasi.

Variabel penelitian yang digunakan ini merupakan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), jarak, jumlah penduduk, pusat pertumbuhan, keunggulan kompetitif, daya tarik wilayah dan fasilitas pelayanan seperti sarana fasilitas ekonomi (industry kecil, industry sedang, industry besar, pasar, hotel, bank dan BPR) dan sarana fasilitas sosial (Pendidikan, Kesehatan, tempat peribadatan dan instansi pemerintahan). Penelitian ini memakai data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik Jawa Timur, Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan, Tuban dan Bojonegoro.

Dan beberapa data yang dipergunakan yaitu jumlah fasilitas ekonomi serta sosial, jumlah penduduk, jarak antar Kabupaten pada Kawasan Segitiga Emas (Kabupaten Lamongan, Tuban dan Bojonegoro) dan PDRB Provinsi Jawa Timur dan PDRB Kabupaten Lamongan, Tuban dan Bojonegoro.

Analisis skalogram merupakan alat analisis yang digunakan untuk mencari Kabupaten yang menjadi pusat sentra pada Kawasan Segitiga Emas (Kabupaten Lamongan, Tuban dan Bojonegoro).

Data yang digunakan ialah jumlah sarana fasilitas yang etrsedia pada setiap wilayah tersebut dibandingkan dengan jumlah penduduk yang terdapat di wilayah masing-masing pada tahun 2020. Langkah-langkah yang dilakukan yaitu (Lathiefunnisa, 2014): a) semua fasilitas disusun berdasarkan jenisnya mulai dari fasilitas ekonomi lalu fasilitas sosial dengan melihat jumlah unit pada setiap fasilitas untuk menentukan urutan, b) semua fasilitas yang terdapat akan dijumlahkan dan wilayah yang paling banyak memiliki jumlah fasilitas akan menjadi pusat pertumbuhan, c) jika terjadi kesamaan jumlah fasilitas maka wilayah yang mempunyai penduduk terbesar akan menjadi pusat pertumbuhan.

Analisis shift-share merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui struktur perkembangan ekonomi suatu wilayah (Kabupaten) dalam kaitannya dengan perkembangan ekonomi suatu wilayah yang lebih besar. Menurut (Harahap Erida Suryani, 2014) bentuk umum persamaan untuk menganalisis shift- share dan komponennya adalah:

∆𝐸𝑟𝑛= (𝐸𝑖 + 𝑃𝑖 + 𝐷𝑖) … … … (1)

Artinya tingkat pertumbuhan lapangan kerja sektor I mampu bekerja di sektor I tahun lalu (t) dikurangkan dengan lapangan kerja sektor I pada tahun awal (t-n). Dapat diperinci atas pengaruh dari National-share, Proportional-share dan Differential-share.

∆𝐸𝑟𝑛= (𝐸𝑖 + 𝑃𝑖 + 𝐷𝑖) … … … (2)

𝑁𝑖, = 𝐸, , −𝑛 (𝐸𝑁, 𝑡

𝐸𝑁, 𝑡 − 𝑛) − 𝐸𝑟, 𝑖, 𝑡

− 𝑛 … … … (3) 𝑃𝑖, = {(𝐸𝑁, ,𝐸𝑁

𝐸𝑁, 𝑖, 𝑡 − 𝑛) − (𝐸𝑁, 𝑡

𝐸𝑁, 𝑡 − 𝑛)}

× 𝐸𝑟, 𝑖, 𝑡 − ⋯ (4) 𝐷𝑖, 𝑡 = {𝐸𝑖, 𝑟, 𝑡 − (𝐸𝑁, 𝑖, 𝑡

𝐸𝑁, 𝑖, 𝑡, 𝑛) 𝐸𝑟, 𝑖, 𝑡 − 𝑛} . . (5) Keterangan:

∆ : perubahan tahun akhir (tahun t) dikurangi dengan tahun awal (tahun t-n)

N : Jawa Timur

r : Kabupaten Lamongan, Tuban dan Bojonegoro

e : Total PDRB Kabupaten Lamongan, Tuban dan Bojonegoro

(5)

498 i : sektor

t : Tahun t-n : Tahun awal

analisis gravitasi merupakan model yang digunakan untuk melihat hubungan antara potensi tersebut. Model gravitasi digunakan untuk menghitung derajat interaksi antara dua kota atau wilayah (Tarigan, 2005).

𝑇𝑖𝑗 =𝑃𝑖𝑃𝑗

𝑑2𝑖𝑗 ……… (6) Dimana:

Tij : Daya tarik-menarik antar daerah dengan j Pi : Jumlah penduduk di daerah i

Pj : Jumlah penduduk di daerah j Dij : Jarak antara I dan j

Semakin tinggi Tij maka daya tarik antar wilayah I dan j semakin kuat dan dapat dikatakan aktivitas sosial ekonomi antara keduanya sangat erat hubungannya. Semakin menurunnya nilai Tij maka daya tarik antar wilayah I dan j semakin

menurun dan dapat dikatakan aktivitas sosial ekonomi antara keduanya sangat rendah.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis skalogram adalah sebuah analisis yang dipergunakan dalam mencari pusat pertumbuhan pada sebagian daerah. Menurut Blakely (1994) dalam (Gita Triya Ratnasari, 2019) menjelaskan bahwa analisis skalogram dipergunakan dalam melihat fasilitas perkotaan yang dimiliki sebagai salah satu indicator suatu wilayah menjadi pusat pertumbuhan.

Tabel 3 mengenai perhitungan skalogram menunjukkan Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2016, mempunyai fasilitas terbanyak sejumlah 9532 unit. Sesuai dengan penelitian (Priyadi &

Atmadji, 2017) Kabupaten/Kota yang mempunyai jumlah fasilitas terbanyak akan menjadi pusat pertumbuhan. Urutan kedua ditempati Kabupaten Tuban dengan jumlah unit fasilitas 9532 dan terakhir adalah Kabupaten Lamongan sejumlah 8866.

Tabel 3. Hasil Perhitungan Skalogram Segitiga Emas (Kabupaten Lamongan, Bojonegoro Dan Tuban) Tahun 2016-2020

Kabupaten 2016 2020

Jumlah penduduk

Jumlah fasilitas

Jumlah unit

Jumlah penduduk

Jumlah fasilitas

Jumlah unit

Bojonegoro 1243906 17 1763 1301635 17 19694

Tuban 1163614 16 9532 1198612 17 9973

Lamongan 118878 17 8866 1344165 15 9900

Sumber: data diolah, 2021

Pada tahun 2020 Kabupaten Bojonegoro masih tetap menjadi pusat pertumbuhan, hal ini diketahui dari perhitungan skalogram tahun 2020. Kabupaten Bojonegoro mempunyai fasilitas terbanyak dengan sejumlah 19694 unit, posisi kedua Kabupaten Tuban dengan sejumlah 9973 fasilitas dan terakhir adalah Kabupaten Lamongan sejumlah 9900 fasilitas. Kabupaten Bojonegoro unggul di 7 jenis fasilitas dari 17 jenis fasilitas sebagai obyek penelitian. Kabupaten Bojonegoro memiliki kelebihan yaitu mempunyai jumlah penduduk lebih besar dibandingkan daerah lain. Salah satu faktor yang berpengaruh pada penetapan orde atau peringkat suatu daerah salah satunya adalah faktor jumlah penduduk (Tarigan, 2005).

Berdasarkan hasil perhitungan analisis skalogram pada tabel 3, dapat ditarik kesimpulan yaitu seluruh Kabupaten mengalami kenaikan jumlah penduduk pada tahun 2016 ketahun 2020.

Hal ini sejalan dengan pendapat Adam Smith bahwa pertambahan penduduk dipandang menjadi faktor yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka diharapkan adanya peningkatan jumlah unit fasilitas dan dalam memenuhi kebutuhan

masyarakat diperlukan peningkatan jumlah jenis fasilitas yang ada. Tetapi hal tersebut berbanding negatif pada jumlah fasilitas di setiap Kabupaten atau daerah. Perbandingan negatif juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh (Priyadi & Atmadji, 2017). Salah satu Kabupaten mengalami penurunan jumlah fasilitas yang dimiliki, seperti Kabupaten Lamongan yang jumlahnya turun dari 17 fasilitas menjadi 15 fasilitas. Kabupaten Bojonegoro memiliki jumlah yang tetap, yaitu 17 jenis fasilitas. Namun pada Kabupaten Tuban mengalami peningkatan jumlah fasilitas, pada tahun 2016 jumlah jenis fasilitas di Kabupaten Tuban adalah 16 jenis fasilitas, namun di tahun 2020 Kabupaten Tuban memiliki total jenis fasilitas sebanyak 17 jenis fasilitas. seperti Kabupaten Bojonegoro yang jumlahnya naik dari 17643 menjadi 19694 unit, Kabupaten Tuban dari 9532 menjadi 9973 unit. Dan Kabupaten Lamongan dari 8866 menjadi 9900 unit.

Hasil analisis skalogram menunjukkan bahwa adanya perubahan peringkat di dua Kabupaten, antara Kabupaten Tuban dan Kabupaten Lamongan. Kabupaten Lamongan pada tahun 2016 berada pada peringkat dua, pada tahun 2020 jenis fasilitas mengalami penurunan maka tahun 2020

(6)

499 Kabupaten Lamongan berada pada peringkat tiga.

Sedangkan Kabupaten Tuban pada tahun 2016 berada pada peringkat tiga, dengan terjadinya peningkatan jumlah jenis fasilitas tahun 2020 Kabupaten Tuban berada pada peringkat dua. Hal ini sejalan dengan penelitian (Fudhail et al., 2021), terjadi perubahan kelas pada wilayah yang menjadi obyek penelitian pada tahun 2009 ke tahun 2019.

Setiap daerah harus mampu bersaing dengan daerah lain untuk pengembangan wilayah lebih lanjut. Sektor yang berdaya saing adalah sektor yang sama di daerah lain. Untuk mengelihat keunggulan kompetitif dimasing-masing daerah pada Kawasan Segitiga Emas menggunakan analisis shift-share.

Tabel 4. Hasil perhitungan differential shift Kawasan segitiga emas tahun 2016-2020

No Lapangan Usaha Bojonegoro Lamongan Tuban

1 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

(47829.89) (196130.37) 9133.11 2 Pertambangan dan Penggalian 6287922.64 17107.92 (88350.54)

3 Industri Pengolahan 5419.39 662289.02 (1059390.22)

4 Pengadaan Listrik dan Gas 1383.56 3195.85 3478.07

5 Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah

(412.09) 1347.79 (1514.03)

6 Konstruksi 128879.95 59044.00 (896863.49)

7 Perdagangan Besar dan Eceran 3659.39 (132296.73) (1995753.80) 8 Transportasi dan Pergudangan 69076.72 29724.51 41538.79 9 Penyediaan Akomodasi dan

Makan Minum

31678.49 28776.09 5115.41

10 Informasi dan Komunikasi 230712.21 78882.10 6424.48 11 Jasa Keuangan dan Asuransi 47015.87 11108.03 14701.71

12 Real Estate 43151.10 33604.47 (13786.88)

13 Jasa Perusahaan 2565.59 879.44 1104.83

14 Adm. Pemerintahan (1164.50) 16039.74 (5872.29)

15 Jasa Pendidikan 6168.49 30350.65 (14015.85)

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

(5195.68) 10513.41 2542.70

17 Jasa Lainnya (17554.06) (3645.30) 6589.95

Sumber: data diolah, 2021.

Berdasarkan tabel 4, Kabupaten Lamongan mempunyai keunggulan kompetitif terbanyak. Dari tujuh belas sektor terdapat tiga sektor yang tidak memiliki keunggulan kompetitif, diantaranya sektor pertanian dengan nilai sebesar -196130.37, sektor perdagangan besar serta eceran memiliki nilai sebesar -3645.30. terdapat empat belas sektor dalam kategori memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) diantaranya sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik dan gas, sektor pengadaan air, pengolahan sampah, limbah dan pergudangan, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, sektor informasi dan komunikasi, sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor real estate, sektor jasa perusahaan, sektor jasa adminitrasi pemerintah, sektor pendidikan, dan sektor industri pengolahan mempunyai perhitungan differential shift sebesar 662289.02 dan menjadikan sektor industri pengolahan memiliki nilai terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya, sektor jasa perusahaan merupakan sektor yang memiliki nilai 879.44 menjadikan sektor jasa perusahaan sebagai angka terkecil dari empat belas

sektor yang memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage).

Kabupaten Bojonegoro memiliki dua belas sektor keunggulan kompetitif, diantaranya adalah sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, sektor konstruksi, sektor perdagangan besar dan eceran, sektor transportasi dan pergudangan, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, sektor informasi dan komunikasi, sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor real estate, sektor jasa perusahaan dan jasa Pendidikan. Sektor yang mempunyai nilai paling besar dibandingkan sektor lainnya yaitu sektor pertambangan serta penggalian, memiliki nilai 6287922.64. sektor pengadaan listrik dan gas mempunyai angka paling kecil dari dua belas sektor dengan keunggulan kompetitif dengan nilai 1383.56.

Kabupaten Tuban mempunyai sektor keunggulan kompetitif (competitive advantage), Sembilan sektor dengan keunggulan kompetitif diantaranya sektor pertanian, sektor pengadaan listrik dan gas, sektor transportasi dan komunikasi, sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor jasa

(7)

500 perusahaan, sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial dan sektor jasa lainnya. Sektor yang mempunyai angka paling besar dibandingkan sembilan sektor lainnya adalah sektor pertanian, kehutanan serta perikanan memiliki angka sebesar 91334.11. Sedangkan sektor jasa kesehatan serta kegiatan sosial mempunyai angka paling kecil dari sembilan sektor keunggulan kompetitif dengan angka sebesar 2542.70.

Kawasan Segitiga Emas tahun 2016-2020 dilihat pada tabel 4. Hasil perhitungan differential shift sektor perekonomian Kawasan Segitiga Emas (Kabupaten Bojonegoro, Lamongan dan Tuban) selama tahun 2016-2020, terdapat beberapa sektor yang positif dan negatif. Hal ini sejalan dengan penelitian (Amalia, 2012), dimana nilai perhitungan sektor perekonomian Kabupaten Bone Bolango pada tahun 2006-2010 ada yang positif dan negatif. Nilai negatif dalam perhitungan differential shift diartikan bahwa perekonomian akan tumbuh relatif lambat (Ulfa et al., 2020), dan nilai positif diartikan bahwa perekonomian akan tumbuh relatif cepat dibandingkan sektor yang sama di wilayah tersebut.

Analisis gravitasi adalah alat untuk menentukan daya tarik suatu daerah ke daerah lain dengan

membandingkan populasi dengan jarak yang ditempuh. Pergerakan manusia, mobilitas barang serta uang yang berbentuk pelayanan ekonomi dan sosial masyarakat di suatu wilayah merupakan tanda adanya interaksi ekonomi (Ulfa et al., 2020).

Pada penelitian analisis gravitasi akan menunjukkan bahwa pusat pertumbuhan pada Kawasan Segitiga Emas, Kabupaten Bojonegoro sebagai pusat pertumbuhan terhadap Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Tuban.

Tabel 5 menunjukkan hasil perhitungan analisis gravitasi yang sudah dilakukan, analisis menunjukkan bahwa setiap tahunnya terjadi peningkatan besarnya Tij sehingga bisa dikatakan bahwa adanya daya tarik antara sentra pertumbuhan dengan daerah hinterlandnya.

Berdasarkan perhitungan pada tabel 5 diketahui bahwa, daya tarik paling besar terdapat di Kabupaten Bojonegoro sebagai sentra pertumbuhan, dan Kabupaten Lamongan sebagai wilayah hinterland dengan angka 440819402.8 pada tahun 2020. Sedangkan daya tarik dengan perhitungan terkecil terjadi pada Kabupaten Bojonegoro sebagai sentra pertumbuhan dan Kabupaten Tuban sebagai wilayah hinterland dengan angka 369267544.9.

Tabel 5. Hasil Perhitungan Analisis Gravitasi (Tij) di Kawasan Segitiga Emas (Kabupaten Lamongan, Bojonegoro dan Tuban) Tahun 2016-2020.

Kabupaten 2016 2017 2018 2019 2020

Bojonegoro - - - - -

Tuban 342586138.8 34007795.2 3429884835.5 3689379.2 369267533.9 Lamongan 372475413.2 371331418 37155630.8 374405708.1 440819402.8 Sumber: data diolah, 2021

Nilai interaksi yang besar dipengaruhi oleh jarak antara Kabupaten Bojonegoro sebagai pusat pertumbuhan dengan Kabupaten Lamongan sebagai wilayah hinterland, dengan jarak 63 KM membuat Kabupaten Lamongan memiliki nilai interaksi yang besar, sedangkan Kabupaten Tuban dengan Kabupaten Bojonegoro memiliki jarak 65 KM, hal ini berdampak pada perhitungan nilai interaksi yang menjadikan nilai interaksi Kabupaten Tuban kecil. Hal ini sejalan dengan pendapata (Reilly, 1929) bahwa kekuatan hubungan antara dua daerah dapat diukur menggunakan jumlah penduduk serta jarak antara kedua Kabupaten tersebut. Hal ini juga sejalan dengan penelitian (Diartho & Pratama, 2020) bahwa jarak yang sangat dekat akan menciptakan nilai interaksi yang besar. Selain jarak antar Kabupaten kenaikan nilai interaksi berdasarkan penelitian (Fudhail et al., 2021) menjelaskan bahwa kenaikan jumlah penduduk yang terjadi pada tahun 2016 sampai 2020 mempengaruhi kenaikan interaksi.

5. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil perhitungan analisis skalogram di dapatkan bahwa dari 3 Kabupaten atau Kota yang berada pada Kawasan Segitiga Emas, Kabuoaten Bojonegoro adalah Kabupaten yang menjadi pusat pertumbuhan. Dengan terpilihnya Kabupaten Bojonegoro sebagai pusat pertumbuhan diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada Kawasan Segitiga Emas.

Hasil perhitungan analisis shift share didapatkan hasil bahwa Kabupaten Lamongan mempunyai empat belas sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif, Kabupaten Bojonegoro mempunyai dua belas keunggulan kompetitif, sedangkan Kabupaten Tuban mempunyai sembilan keunggulan kompetitif.

Sedangkan analaisis gravitasi menunjukkan angka yang terus meningkat sehingga dapat dikatakan Kabupaten Bojonegoro sebagai pusat pertumbuhan yang memiliki daya tarik untuk Kabupaten pada Kawasan Segitiga Emas. Daya

(8)

501 tarik tertinggi berada diantara Kabupaten Bojonegoro dengan Kabupaten Lamongan.

6. REFERENSI

Adisasmita, R. (2005). Dasar-dasar Ekonomi Wilayah. Yogyakarta: Graha ilmu.

Affendi Anwar. (2005). Ketimpangan pembangunan wilayah dan perdesaan : tinjauan kritis (Cetakan 1). P4W Press.

Amalia, F. (2012). Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Bone Bolango Dengan Pendekatan Sektor Pembentuk Pdrb. Etikonomi, 11(2), 196–207.

https://doi.org/10.15408/etk.v11i2.1893 BPS. (2015). Kabupaten Lamongan Dalam Angka

2015.

BPS. (2021). Indeks Pembangunan Manusia 2019- 2021. BPS Provinsi Jawa Timur.

https://jatim.bps.go.id/indicator/26/36/1/ipm.

html

BPS Jawa Timur. (2020). Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur (Persen) 2019-2020. BPS Jawa Timur.

https://jatim.bps.go.id/indicator/23/497/1/per sentase-penduduk-miskin-menurut-

kabupaten-kota-di-jawa-timur.html

Diartho, H. C., & Pratama, R. (2020). Analisis Fungsi Kecamatan sebagai Daerah Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan Publik di Kabupaten Kediri (Pendekatan Interaksi Geospasial). Media Trend Berkala Kajian Ekonomi dan Studi Pembangunan, 15(2), 204–216.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.21107/me diatrend.v15i2.5286 2460-7649

Fotheringham Hayness. (1984). Gravity and spatial interaction models. Methods of Interregional and Regional Analysis, 243–280.

https://doi.org/10.4324/9781315249056-6 Fudhail, I., Sambodo, H., & Purnomo, S. D.

(2021). Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Analisis Interaksi Spasial Perekonomian di Provinsi Jawa Timur. J-MAS (Jurnal Manajemen dan Sains), 6(1), 43.

https://doi.org/10.33087/jmas.v6i1.217 Gita Triya Ratnasari, S. W. dan A. H. (2019).

JURNAL EKONOMI EKUILIBRIUM ( JEK ) Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di. 3(2), 1–14.

Harahap Erida Suryani. (2014). Analisis Sektor Unggulan Kabupaten/Kota di Kawasa Mebidangro Sumantera Utara.

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/

38516

Hendryadi dan Suryani. (2005). Metode Riset Kuantitatif Teori dan Aplikasi pada Penelitian Bidang Manajemen dan Ekonomi Islam (Cet.1). Jakarta: Prenadamedia.

Huff, D. L. (1963). A Probabilistic Analysis of Shopping Center Trade Areas. Land

Economics. 39(1), 81–90.

https://doi.org/https://doi.org/10.2307/31445 21

Lathiefunnisa, A. (2014). Analisis Penentapan Pusat-Pusat pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Jombang. Skripsi.

Nurlina, N., & Ginting, A. R. B. (2018). Analisis Identifikasi Pusat-Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pendukungnya dalam Pengembangan Wilayah Aceh. Jurnal Samudra Ekonomi dan Bisnis, 9(1), 60–69.

https://doi.org/10.33059/jseb.v9i1.462 Priyadi, U., & Atmadji, E. (2017). Identifikasi

Pusat Pertumbuhan Dan Wilayah Hinterland Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Ajie, 2(2), 193–219.

https://doi.org/10.20885/ajie.vol2.iss2.art9 Prof. Sjafrizal. (2008). Ekonomi regional : teori

dan aplikasi (Cetakan 1). Baduose Media.

Reilly, W. J. (1929). University of Texas Bulletin METHODS FOR THE STUDY OF RETAIL Publications of the University of Texas. 2944.

RKPD. (n.d.). | Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2016.

Bappeda.

http://bappeda.jatimprov.go.id/dokumen- perencanaan/

Saerofi, M. (2005). “Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Pengembangan Sektor Potensial di Kabupaten Semarang”

(Pendekatan Model Basis Ekonomi dan SWOT). doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang.

Santoso, E. R. dan E. B. (2014). Penentuan pusat- pusat pertumbuhan dalam pengembangan wilayah di kabupaten gunungkidul. Jurnal Teknik POMITS, 3(2).

Tarigan, R. (2005). Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi (Edisis Rev). Bumi Aksara.

Tarigan, R. (2010). Perencanaan Pembangunan Wilayah (Revisi). PT Bumi Aksara.

Tri Widodo. (2006). Perencanaan Pembangunan : aplikasi komputer (era otonomi daerah). UPP STIM YKPN Yogyakarta.

Ulfa, M., Fauzi, A., & Hidayat, M. R. (2020).

IDENTIFICATION OF LEADING SECTOR PRIORITIES AND SPATIAL IN- TERACTIONS AS EFFORT TO INCREASE THE ECONOMIC GROWTH RATE OF BONDOWOSO DISTRICT. 4(2), 162–192.

https://doi.org/10.53572/ejavec.v4i2.33

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Laba Akuntansi, Arus Kas Operasi dan Return On Equity (ROE) Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi yang

Dari hasil penelitian yang di lakukan oleh peneliti dengan Judul Pengaruh Kontrol Diri Dan Literasi Keuangan Terhadap Perilaku Menabung Di Bank Konvensional

Hubungan customer experience terhadap customer loyalty melalui customer satisfaction pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa berdasarkan hasil

Variabel Fitur (X 1 ) dan Citra Merek (X 2 ) secara simultan mempunyai pengaruh yang positif terhadap Keputusan Pembelian (Y) pada anggota komunitas Facebook Mi Fans

Hipotesis satu (H1) menyatakan bahwa kinerja lingkungan berpengaruh terhadap kondisi carbon emission disclosure. Berdasarkan hasil pengujian statistik yang telah dilakukan

2) Takut akan hilangnya zstatus zsosial dalam zmasyarakat. Individuz yangz statusz sosialnyaz hilang akan merasakan jobz insecurityz yangz tinggiz. Seseorang

Hasil uji simultan pada Tabel 4 menunjukkan pertumbuhan ekonomi (Growth) dan kondisi sebelum dan sesudah Covid-19 (Dummy) secara bersama-sama berpengaruh signifikan

Hal ini dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional swasta tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan karena sebuah pengawasan yang dilakukan oleh