Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-45 UNS Tahun 2021
“Membangun Sinergi antar Perguruan Tinggi dan Industri Pertanian dalam Rangka Implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka”
Eksplorasi Bakteri Endofit Indigenos untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit Prenusery
Yulmira Yanti1, Winarto1, dan Arfan Arief Lubis2
1 Program studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Limau Manih, Padang 251623
2. Programa studi agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Andalas Limai Manis Padang 25163
Abstrak
Bakteri endofit hidup di dalam jaringan tanaman yang sehat dan berperan antara lain di dalam memacu pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan senyawa-senyawa zat pengatur tumbuh, seperti IAA, GA3, dan Sitokinin. Tujuan penelitian untuk mendapatkan bakteri endofit indigenos untuk meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit prenusery. Penelitian bersifat eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan yang terdiri 2 tahap yaitu 1.) Isolasi dan karakterisasi bakteri endofit indigenos asal Dharmasraya (Kecamatan Kota Besar, Asam Jujuhan, Kota Salak, Tiumang, Padang Laweh, Sitiung) dengan metode deskriptif. 2.) Seleksi isolat bakteri endofit indigenos sebagai pemacu pertumbuhan pada pembibitan awal kelapa sawit yang terdiri dari 16 perlakuan (BEA 1.2, BEA 1.3, BEA 2.1, BEA 2.2, BEA 3.2, BEA 3.3, BEB 1.1, BEB 3.1, BEC 2.1, BEC 3.1, BED 1.1, BEE 1.1, BEE 3.1, BEF 3.2. Hasil penelitian menunjukkan Isolat BEF 3.2 dan BEB 3.1, paling baik dalam memacu pertumbuhan bibit kelapa sawit dengan efektivitas 55,12% dan 65,78%.
Kata kunci : bakteri endofit, bibit kelapa sawit, efektivitas, pembibitan, prenusery
Pendahuluan
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang memiliki peranan penting di bidang pertanian. Prospek pengembangan kelapa sawit dapat menyumbang devisa negara yang cukup tinggi dan menjadi bahan baku yang sangat diperlukan dibidang industri (Sunarko, 2014). Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun 2018 mencapai 14,02 juta ha dengan produksi 37,8 juta ton CPO/th dan produktivitasnya 3,6 ton/ha/th (Direktorat Jendral Perkebunan, 2018). Produktivitas tersebut
masih sangat rendah dibandingkan dengan produktivitas optimal kelapa sawit yang dapat mencapai 7-8 ton/ha/th (Pahan, 2011).
Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman komoditas ekspor penghasil minyak sawit yang dimanfaatkan baik sebagai minyak goreng, sabun, bahan bakar, pelumas dan lain-lain.
Minyak sawit memiliki nilai ekspor tinggi dan berkontribusi besar dalam meningkatkan devisa negara (Fajriani et al., 2015). Peningkatan produksi kelapa sawit yang paling memungkinkan dan terus dilakukan adalah dengan peningkatan menejemen pengelolaan kelapa sawit.
Bakteri endofit adalah bakteri yang hidup dalam jaringan tanaman dan tidak menimbulkan kerugian pada tanaman inangnya (Azevedo et al., 2000; Kobayashi and Palumbo 2000). Bakteri endofit ini biasanya menghasilkan senyawa yang sama seperti yang dihasilkan oleh tanaman inangnya, yang mengandung senyawa bioaktif dan dapat menghambat pertumbuhan organisme lain (Juwita, 2010). Hubungan antara tanaman dan bakteri endofit merupakan interaksi yang saling menguntungkan dimana tanaman menyediakan nutrien bagi bakteri endofit dan bakteri endofit dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bakteri endofit sebagai bakteri yang indigenous dalam jaringan tanaman akar merupakan cara yang tepat untuk menekan patogen-patogen di dalam tanah. Hal ini karena bakteri endofit memiliki kemampuan yang lebih baik dalam hal kolonisasi jaringan dalam (Bivi et al., 2010). Bakteri endofit juga memiliki banyak kemampuan di antaranya menghasilkan fitohormon yang dapat meningkatkan pertumbuhan tananam, meningkatkan penyerapan mineral, fiksasi nitrogen, mengurangi kerusakan akibat perubahan cuaca dan meningkatkan ketahanan tanaman dari penyakit serta mampu mengeluarkan senyawa protein untuk mempermudah dalam proses kolonisasi (Setiawati et al., 2000). Bakteri endofit yang memiliki kemampuan dalam melakukan dan membantu proses penambatan nitrogen secara biologis disebut dengan bakteri diazotrof endofit (Aryantha et al.,2012).
Bakteri endofit selain sebagai penambat nitrogen, juga dapat menghasilkan prekursor tertentu untuk mensintesis fitohormon, dimana fitohormon ini dapat memacu pertumbuhan tanaman. Prekursor spesifik tersebut adalah triptopan (Ltryptophan), yang merupakan salah satu sumber N bagi mikroba yang terdapat dalam eksudat akar dan bahan organik yang dapat diubah menjadi IAA. Hormon IAA berperan sebagai zat pemacu pertumbuhan tanaman karena dapat mengikat sintesis DNA dan RNA (Suriaman, 2010). Peranan hormon IAA selain untuk pertumbuhan tanaman inang, juga digunakan oleh bakteri itu sendiri untuk berinteraksi terhadap tanaman inang sebagai strategi kolonisasi, dan sebagai fitostimulan yang artinya IAA digunakan sebagai molekul signal pada bakteri yang menimbulkan efek langsung terhadap psikologi bakteri (Shapen et al., 2007). Isolasi bakteri endofit penghasil hormon IAA dari akar
tanaman ubi jalar berhasil dilakukan oleh Anggara dan Lisdiana (2014), peneliti mendapatkan 4 isolat bakteri endofit yang menghasilkan hormon IAA tertinggi yang dikarakterisasikan secara morfologi koloni, morfologi sel dan fisiologi biokimia. Pada karakterisasi fisiologi biokimia didapatkan bahwa bakteri endofit tersebut memproduksi memproduksi 2,3 butanadiol, mampu mereduksi nitrat dan memproduksi indol. Penelitian dari Ji et al., (2013) mengisolasi bakteri diazotrof endofit dari beras Korean dari bagian daun, batang dan akar mendapatkan dari 12 isolat yang uji 10 isolat menghasilkan auksin yang paling tinggi.
Koloni bakteri endofit bisa dideteksi atau diisolasi menggunakan metode sterilisasi permukaan yang ditumbuhkan di media agar. Bakteri endofit aktif mengkoloni jaringan tanaman tanpa adanya spesifik organ dan berasosiasi secara alami selama siklus hidup tanaman (Bacon and Hinton, 2006). Dalam penelitian Munif et al. (2012), melaporkan bakteri endofit berpotensi dalam memacu pertumbuhan dan meningkatkan ketahanan tanaman padi gogo.
Kemungkinan terjadi rekombinasi genetik dengan inangnya, sehingga beberapa endofit telah terbukti menghasilkan senyawa alami yang karakteristik bagi inangnya (Sugijanto et al., 2004).
Bakteri endofit diketahui dapat mengikatkan hara nitrogen dan melarutkan fosfat sehingga mengurangi pengggunaan pupuk buatan (Pedraza et al., 2004), memproduksi fitohormon (Puente et al., 2009). Selain itu, bakteri endofit dapat pula meninngkatkan produksi senyawa bioaktif alami (Strobel, 2003 dalam Gusmaini et al., 2013). Menurut Gusmaini et al.
(2013), bakteri endofit berpotensi meningkatkan pertumbuhan, produksi, dan kandungan Androgdrafolid pada tanaman Sambiloto. Peningkatan pertumbuhan tertinggi ditunjukkan pada tinggi tanaman dan jumlah cabang primer yaitu masing-masing 24,7% (20 CD) dan 42,2%
(20 BB). Produksi herba kering meningkat 25-82,81%, sejalan dengan meningkatnya serapan hara N (64,7-158,8%), P(50-100%), dan K (65-155%).
Bahan dan Metode
Penelitian dilaksanakan pada September 2019-Maret 2020. Pengambilan sampel tanah dilakukan di kebun rakyat Kabupaten Dharmasraya Sumatera Barat, isolasi dan karakterisasi antagonis bakteri endofit dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, dan uji in planta dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah akar tanaman kelapa sawit yang sehat, sumber inokulum G.
Boninense dari PPKS Marihat, benih kelapa sawit varietas (Tenera), Alkohol 70%, NaOCl2%, KOH 3%, Aquadest, medium Potato Dextrosa Agar (PDA), medium Nutrient Agar (NA), medium Nutrient Both (NB), medium Triptic Soy Agar (TSA), larutan McFarland, polybag
volume 2 kg dengan ukuran 22 x 14 cm, tebal 0,07 mm, tanaman bunga pukul empat (Mirabilis jalapa), kertas saring, tisu, allumunium foil, tanah steril, air kelapa, kayu karet, plastik polipropilen dan kertas label. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah cawan petri, gelas piala, gelas ukur, pinset, botol schott, pipet tetes, mikro pipet, spatula, cork borer, erlenmeyer, stir bar, microtube, hotplate stirer, rotary shaker horizontal, suntik injeksi 1 ml, autoclave, laminar air flow, timbangan analitik, jangka sorong, vortex, kompor listrik, cangkul, batang pengaduk, tabung reaksi, gelas penutup, mikroskop, bunsen, korek api, mortar, jarum ose, pisau, alat dokumentasi dan alat tulis.
Pengambilan sampel akar sawit menggunakan metode acak terpilih (Purposive Random Sample) berdasarkan daerah sentra perkebunan kelapa sawit dan daerah endemik penyakit busuk pangkal batang di Kabupaten Dharmasraya (Kecamatan Kota Besar, Asam Jujuhan, Kota Salak, Tiumang, Padang Laweh, Sitiung), Sumatera Barat. Karakterisasi bakteri endofit dilakukan menggunakan metode deskriptif yaitu dengan mengamati ciri-ciri morfologis, fisiologis (uji Gram), dan reaksi Hipersensitif.
Morfologi Bakteri
Tipe morfologi koloni bakteri yang diamati yaitu; bentuk koloni (bulat, tidak beraturan, Rhizoid, benang), elevasi (datar, cembung, Umbunate, Crateriform, setengah lingkaran), bentuk permukaan koloni (Entire, Undulate, Fillform, Curl, lobate) ukuran dan warna koloni (Klement et al., 1990).
Uji Gram
Pengamatan uji Gram dengan mengamati perubahan koloni bakteri yang telah ditetesi larutan KOH 3%, jika terjadi penggumpalan pada koloni yang diangkat termasuk Gram negatif dan jika tidak terjadi penggumpalan maka tergolong dalam Gram positif (Schaad et al., 2001).
Reaksi Hipersensitif (HR)
Pengamtan HR dilakukan dengan melihat perubahan yang terjadi pada bagian daun yang telah diinjeksikan ditandai dengan munculnya bagian yang nekrotik dalam waktu 2 x 24 jam setelah injeksi bakeri. Reaksi positif terlihat jika pada bagian yang diinfiltrasi supensi bakteri terjadi nekrosis.
Produksi Senyawa Indole Acetic Acid (IAA)
Bakteri diamati setelah ditetesi reagen Salkowski lalu ditunggu hingga 30-60 menit.
Apabila isolat berubah warna kemerahan maka isolat BEI tersebut memproduksi senyawa IAA.
Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit
Pertumbuhan bibit kelapa sawit yang diamati yaitu tinggi bibit, jumlah helaian daun bibit, bobot berangkasan berat basah dan kering. Dihitung efektivitasnya menggunakan rumus :
𝐸 = 𝑃−𝐾
𝐾 𝑥 100%
Keterangan : E = Efektivitas P = Perlakuan K = Kontrol
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik Koloni Bakteri Endofit
Bakteri endofit indigenos yang diisolasi dari akar tanaman kelapa sawit sehat diantara tanaman yang terserang busuk pangkal batang di daerah Kabupaten Dharmasraya sebanyak 43 isolat. Hasil isolasi dari akar sawit dapat dilihat pada gambar 10 dan kemudian dimurnikan (Lampiran 5). Ciri-ciri morfologi yang didapatkan sebagai berikut: bentuk bulat (14), tidak beraturan (21), rhizoid (6) dan benang (2). Elevasi yang didapatkan dominan dengan datar (24) dan cembung (18) serta didapatkan satu elevasi umbunate. Tepi koloni bakteri yang di dapatkan undulate (13), curl (6), fillform (3), entire (16), dan lobate (5). Warna koloni bakteri yang didapatkan berwarna putih (23), merah (13), merah muda (5), dan ungu (2). Ukuran koloni bakteri berkisar antara 0,2-1,2 cm. Hasil uji Gram didapatkan sebelas bakteri Gram negatif dan tiga puluh dua bakteri Gram positif (Tabel 1). Reaksi Hipersensitif pada tanaman Mirabilis jalapa di peroleh enam belas HR negatif dan dua puluh tujuh HR positif dimana isolat dengan HR negatif yang akan digunakan pada pengujian selanjutnya.
Tabel 1. Karakter morfologis, uji Gram dan reaksi Hipersensitif isolat BEI dari akar kelapa sawit Dharmasraya
Isolat Bentuk Elevasi Tepi Ukuran diameter
(Cm) Warna HR Gram
BEA 1.1 Tidak
beraturan Cembung Undulate 0.9 Putih - -
BEA 1.2 Rhizoid Cembung
Curl 0.7 Merah
muda - -
BEA 1.3 Rhizoid Cembung Curl 0.5 Ungu - -
BEA 2.1 Tidak beraturan
Cembung
Undulate 0.4 Merah
muda - -
BEA 2.2 Tidak beraturan
Datar
Entire 0.7 Putih - -
BEA 3.2 Tidak beraturan
Datar
Undulate 0.8 Putih - -
BEA 3.3 Tidak beraturan
Datar
Undulate 0.5 Merah - -
BEB 1.1 Benang Cembung Fillform 0.6 Putih - -
BEB 3.1 Rhizoid Cembung Curl 0.5 Merah - -
BEC 2.1 Tidak beraturan
Cembung
Entire 0.4 Merah
muda - -
BEC 3.1 Tidak beraturan
Cembung
Undulate 1.1 Putih - -
BED 1.1 Bulat Datar Entire 1 Putih - +
BEE 1.1 Rhizoid Cembung
Curl 0.4 Merah
muda - -
BEE 3.1 Rhizoid Datar Curl 0.2 Merah - -
BEF 2.1 Bulat Datar Entire 0.2 Putih - +
BEF 3.2 Tidak beraturan
Cembung
Fillform 1 Putih - -
BEA 2.3 Bulat Datar Entire 0.9 Putih + -
BEA 3.1 Tidak beraturan
Datar
Undulate 0.5 Putih + -
BEB 1.2 Bulat Cembung Entire 0.8 Merah + -
BEB 2.1 Tidak beraturan
Datar
Undulate 0.4 Merah + -
BEB 2.2 Tidak beraturan
Datar
Undulate 0.9 Putih + -
BEB 2.3 Tidak beraturan
Datar
Lobate 1.2 Putih + +
BEC 1.1 Benang Datar Fillform 0.9 Putih + +
BEC 1.2 Bulat Cembung Entire 1.1 Putih + +
BEC 2.2 Tidak beraturan
Datar
Lobate 0.7 Putih + -
BEC 2.3 Tidak beraturan
Datar
Lobate 0.3 Merah + -
BEC 3.2 Bulat Cembung Entire 0.8 Merah + -
BED 1.2 Tidak beraturan
Cembung
Lobate 1.5 Merah + -
BED 1.3 Tidak beraturan
Datar
Lobate 0.4 Merah + -
BED 2.1 Rhizoid Datar Curl 0.7 Putih + -
BED 3.1 Bulat Datar Entire 0.2 Putih + +
BED 3.2 Bulat Datar Entire 0.6 Merah + -
BEE 1.2 Tidak beraturan
Umbunate
Undulate 0.5 Putih + +
BEE 1.3 Tidak beraturan
Cembung
Undulate 0.8 Merah
muda + -
BEE 2.1 Bulat Cembung Entire 0.3 Putih + +
BEE 2.2 Bulat Datar Entire 0.3 Merah + -
BEE 2.3 Bulat Datar Entire 0.7 Ungu + -
BEF 1.1 Tidak beraturan
Cembung
Undulate 0.9 Putih + -
BEF 1.2 Bulat Cembung Entire 0.4 Putih + +
BEF 2.2 Bulat Datar Entire 0.8 Putih + +
BEF 2.3 Tidak beraturan
Datar
Undulate 1.1 Merah + -
BEF 3.1 Bulat Datar Entire 0.7 Merah + -
BEF 3.3 Tidak beraturan
Datar
Undulate 1.2 Putih + +
Produksi Senyawa Indole Acetid Acid (IAA)
Hasil Uji IAA secara kualitatif dapat dilihat pada Tabel 3. Isolat yang dinyatakan positif (+) mengandung senyawa IAA adalah Isolat yang berubah warna menjadi lebih pekat dan merah. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terdapat sebelas isolat (BEA 1.2, BEA 1.3, BEA 2.1, BEA 3.2, BEB 1.1, BEB 3.1, BEC 3.1, BED 1.1, BEE 3.1, BEF 2.1, BEF 3.2) yang memperlihatkan mampu menghasilkan senyawa IAA. Terdapat dua isolat (BEE 3.1 dan
BEF 3.2) yang memperlihatkan kemampuan menghasilkan senyawa IAA dengan tinggi.
Pengujian senyawa IAA isolat BEI dapat dilihat pada Gambar 1.
Tabel 2. Produksi senyawa Indole Acetid Acid (IAA)
Isolat Hasil
BEA 1.1 -
BEA 1.2 +
BEA 1.3 +
BEA 2.1 +
BEA 2.2 -
BEA 3.2 +
BEA 3.3 -
BEB 1.1 +
BEB 3.1 +
BEC 2.1 -
BEC 3.1 +
BED 1.1 +
BEE 1.1 -
BEE 3.1 ++
BEF 2.1 +
BEF 3.2 ++
Keterangan. ++ : Tinggi. + : Sedang. - : Tidak ada
Gambar 1. Produksi senyawa IAA isolat bakteri endofit indigenos pada medium TSA + Tryptophan (a) isolat BEF 3.2 sebelum ditetesi reagen Salkowski (b) isolat BEF 3.2 setelah ditetesi reagen Salkowski
Tinggi Bibit (cm)
Isolat BEE 3.1 menunjukan pengaruh berbeda nyata dengan BEA 3.2 dan isolat BEA 3.2 berbeda nyata dengan isolat BEA 3.3. Berdasarkan hasil yang didapatkan, diperoleh dua isolat (BEB 3.1 dan BEE 3.1) terbaik yang menunjukan pengaruh berbeda nyata dibanding kontrol dengan rata-rata tinggi bibit 41,140 cm dan 42,020 cm serta efektivitas 12,59% dan 15%. Selain itu terdapat tujuh isolat (BEE 1.1, BEF 2.1, BEC 2.1, BEA 2.1, BEB 1.1, BEA 1.1 dan BEA 3.3) yang menunjukan efektivitas di bawah kontrol. Tinggi bibit kelapa sawit terendah terdapat pada isolat BEA 3.3 dengan rata-rata tinggi 32,700 cm dan efektivitasnya -10,51%.
a b
Perbandingan pertumbuhan tinggi bibit kelapa sawit yang diintroduksi dengan kontrol dapat dilihat pada Gambar 2.
Tabel 3. Tinggi bibit tanaman kelapa sawit yang diintroduksi isolat BEI (16 MST) Isolat Rata-rata Tinggi bibit (cm) Efektivitas (%)
BEE 3.1 42.020 A 15.00
BEB 3.1 41.140 Ab 12.59
BEF 3.2 40.200 Abc 10.01
BEA 1.2 39.680 Abcd 8.59
BEA 1.3 38.700 Abcde 5.91
BEA 3.2 37.400 bcdef 2.35
BEA 2.2 37.220 cdef 1.86
BED 1.1 37.140 cdef 1.64
BEC 3.1 36.960 cdef 1.15
Kontrol + 36.540 cdef 0.00
BEE 1.1 35.940 defg -1.64
BEF 2.1 35.720 efg -2.24
BEC 2.1 35.680 efg -2.35
BEA 2.1 35.640 efg -2.46
BEB 1.1 35.460 efg -2.95
BEA 1.1 34.380 fg -5.91
BEA 3.3 32.700 g -10.51
KK= 8.13
Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada lajur yang sama berbeda tidak nyata menurut LSD pada taraf 5%
Gambar 2. Perbandingan pertumbuhan tinggi bibit kelapa sawit antara yang di introduksi isolat bakteri endofit indigenos dan tidak di introduksi (a). Tanaman tidak diintroduksi (b).
Tanaman diintroduksi isolat BEE 3.1 Jumlah Daun Bibit Kelapa Sawit (helai)
Isolat BEF 3.2 menunjukan pengaruh berbeda nyata dengan BEB 3.1, Isolat BEB 3.1 berbeda nyata dengan BEA 1.3, dan isolat BEA 1.3 berbeda nyata dengan isolat BEA 3.3.
Berdasarkan hasil yang didapatkan, diperoleh enam isolat (BEF 2.1, BEA 1.2, BED 1.1, BEB
a b
3.1, BEE 3.1, dan BEF 3.2) terbaik yang menunjukan jumlah daun berbeda nyata dibanding kontrol dengan rata-rata jumlah daun 6,2-7 helai dan efektivitas 10,71 – 25%. Selain itu terdapat tiga isolat (BEA 2.1, BEA 3.3 dan BEA 1.1) yang menunjukan efektivitas dibawah kontrol. Jumlah daun bibit sawit terendah terdapat pada isolat BEA 1.1 dengan rata-rata jumlah daun 5,2 helai dan efektivitasnya -7,14%.
Tabel 4. Jumlah daun bibit tanaman kelapa sawit yang diintroduksi isolat BEI (16 MST)
Isolat Rata-rata jumlah daun (helai) Efektivtas (%)
BEF 3.2 7.0 a 25.00
BEE 3.1 6.6 ab 17.86
BEB 3.1 6.4 bc 14.29
BED 1.1 6.2 bcd 10.71
BEA 1.2 6.2 bcd 10.71
BEF 2.1 6.2 bcd 10.71
BEA 3.2 6.0 cde 7.14
BEB 1.1 6.0 cde 7.14
BEC 3.1 6.0 cde 7.14
BEA 1.3 5.8 def 3.57
BEA 2.2 5.8 def 3.57
BEC 2.1 5.6 efg 0.00
BEE 1.1 5.6 efg 0.00
Kontrol + 5.6 efg 0.00
BEA 2.1 5.4 fg -3.57
BEA 3.3 5.2 g -7.14
BEA 1.1 5.2 g -7.14
KK= 7.32
Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada lajur yang sama berbeda tidak nyata menurut LSD pada taraf 5%
Bobot Berangkasan Basah Bibit (g)
Isolat BEF 3.2 menunjukan pengaruh berbeda nyata dengan BEA 1.2, Isolat BEA 1.2 berbeda nyata dengan kontrol positif, dan kontrol positif berbeda nyata dengan isolat BEC 2.1.
Berdasarkan hasil yang didapatkan, diperoleh lima isolat (BEA 1.2, BEB 3.1, BEB 1.1, BEE 3.1, dan BEF 3.2) terbaik yang menunjukan bobot berangkasan basah berbeda nyata dibanding kontrol dengan rata-rata berat basah 41,667-54,167 g dan efektivitasnya 40,29-82,38%. Selain itu terdapat enam isolat (BEC 3.1, BEA 2.2, BEA 1.1, BEE 1.1, BEC 2.1, dan BEA 3.3) yang menunjukan efektivitas di bawah kontrol. Bobot berangkasan basah bibit kelapa sawit terendah terdapat pada isolat BEA 3.3 dengan rata-rata berat basah 14,100 g dan efektivitasnya -52,53%.
Bobot Berangkasan Kering Bibit (g)
Isolat BEF 3.2 (23,033 gram) menunjukan pengaruh berbeda nyata dengan BEA 2.1 (16,467 g) dan Isolat BEA 2.1 berbeda nyata dengan BEA 2.2 (8,500 g). Berdasarkan hasil yang didapatkan, diperoleh tiga isolat (BEA 1.2, BEB 3.1, dan BEF 3.2) terbaik yang menunjukan bobot berangkasan kering berbeda nyata dibanding kontrol dengan rata-rata berat kering 18,633-23.033 g dan evektivitasnya 47,07-81.79%. Selain itu terdapat enam isolat (BEC 3.1, BEA 2.2, BEA 1.1, BEE 1.1, BEC 2.1, dan BEA 3.3) yang menunjukan efektivitas di bawah kontrol. Bobot berangkasan kering bibit kelapa sawit terendah terdapat pada isolat BEA 3.3 dengan rata-rata berat kering 5,467 g dan efektivitasnya -56,85%.
Kesimpulan
54,17 a
48,07 ab 45,17
ab 45,17
ab 41,67 bc 39,00
bcd38,37 bcde33,13
bcde31,47 cdef
31,20 cdef29,70
defg26,97 efg25,00
fgh 16,67
gh 16,30
gh14,63 h14,10
h
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00
RATA-RATA BERAT BASAH BIBIT (g)
ISOLAT
23,03 a 19,23
ab 18,63 abc 18,07
abcd16,47 bcd 15,67
bcd 15,10 bcd
14,87 bcd
14,60 bcde13,87
bcde12,67 cdef 12,20
defg 8,50 efgh 7,30
fgh 6,07 gh
6,03 gh 5,47
h
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00
RATA-RATA BERAT KERING BIBIT (g)
ISOLAT
Hasil penelitian menunjukkan bahwa diperoleh isolat terbaik dalam memacu pertumbuhan bibit kelapa sawit adalah BEF 3.2 dengan efektivitas 52,67. Pada parameter tinggi bibit kelapa sawit isolat terbaik adalah BEE 3.1 dengan efektivitas 15%, sedangakan pada jumlah daun, bobot berangkasan basah, bobot berangkasan kering, dan ratio tajuk akar yaitu isolat BEF 3.1 dengan efektivitas jumlah daun 25%, bobot berangkasan basah 82,38%, bobot berangkasan kering 81,79%.
Saran
Perlu dilakukannya identifikasi isolat bakteri endofit indigenos yang potensial dan juga pengujian introduksi pada tahapan mainnursery bibit kelapa sawit.
Daftar Pustaka
Bacon, C.W. & Hinton, D.M. (2006). Bacterial Endophytes: the Endophitic Niche, its Occupants, and its Utility. Springer, 155-194.
Bivi M, Farhana M, Khairulmazmi, & Idris A, (2010). Control of Ganoderma boninense: A Causal Agent of Basal Stem Rot Disease in Oil Palm with Endophyte Bacteria In Vitro.
Internasional Journal of Agriculture and Biology, 12(6), 833-839.
Direktorat Jendral Perkebunan. (2018). Statistik Perkebunan Indonesia 2017-2019: Kelapa Sawit, Jakarta.
Fajriani M, Bakce D, & Yusri J. (2015). Peranan Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Provinsi Riau Analisis Struktur Input- Output. 2(1), 1-2.
Gusmaini, Sandra, A.A., Munif, A., Sopandie, D. & Bermawie, N. (2013). Potensi Bakteri Endofit dalam Upaya Meningkatkan Pertumbuhan, Produksi, dan Kandungan Andrografolid pada Tanaman Sambiloto. Jurnal Littri. 19(4), 167-177.
Ji S, Gururani M, & Chun S. (2013). Isolation and Characterization of Plant Growth Promoting Endophytic Diazotrophic Bacteria from Korean Rice Cultivars. Microbiological Research, 83-98.
Juwita. (2010). Potensi Bakteri Endofit dalam Meningkatkan Ketahanan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum) Terhadap Serangan Nematoda Sista Kuning (Globodera rostochiensis). [Skripsi]. Universitas Islam Negri (UIN) Maulana Malik Ibrahim, Malang.
Klement, Z., Rudolph, K. & Sand, D.C. (1990). Methods in Phytobacteriology. Academia Kiado, Budapest.
Munif, A., Wiyono, S. & Suwarno. (2012). Pemanfaatan Bakteri Endofit untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Kesehatan Tanaman Padi Gogo Danpotensinya sebagai Agens Biokontrol dan Pemacu Pertumbuhan. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 8(3), 57–65.
Pahan, I. (2011). Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya, Jakarta.
Pedraza, R.O., Mata, A.R., Xiqui, M.L. & Baca, B.E. (2004). Aromatic Amino Acid Aminotransferase Activity and Indole-3-Acetic Acid Production by Associative Nitrogen-Fixng Bacteria. Journal of FEMS Microbiology Letters. 233(1), 15-21.
Puente, M.E., Li C.Y. & Bashan, Y. (2009). Endophytic Bacteria in Cacti Seeds Can Improve the Development of Cactus Seedlings. Journal Environmental and Experimental Botany. 66, 402-408.
Schaad, N.W., Jones, J.B. & Chun, W. (2001). Laboratory Guide for Identification of Plant Pathogenic Bacteria.The American Phytopatology Society, St Paul.
Setiawati M, Suryatmana P, Herdiyantoro D, & Ilmiyati Z. (2000). Karakteristik Pertumbuhan dan Waktu Generasi Isolat Azotobacter Sp. dan Bakteri Endofitik Asal Ekosistem Lahan Sawah. Jurnal Agrotek. 6(1), 12-13.
Strobel, G.A. (1996). Endophytic Fungi: New Sources for Old and New Pharmaceuticals.
Journal of Pharmaceutical News. 3(6), 7-9.
Sugijanto, N. E., Indrayanto G. & Zaini N. C. (2004). Isolasi dan Determinasi Berbagai Jamur Endofit dari Tanaman Aglaia elliptica, Aglaia eusideroxylon, Aglaia odorata, dan Aglaia odoratissima. Jurnal Penelitian Medika, 5(2), 131-141.
Suriaman E. (2010). Potensi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Kentang (Solanum tuberosum) Dalam Memfiksasi N2 di Udara dan Menghasilkan Hormon IAA (Indole Acetid Acid) Secara In Vitro. [Skripsi]. Malang. Universitas Islam Negri (UIN) Maulana Malik Ibrahim, Malang.