• Tidak ada hasil yang ditemukan

Temperature and Humidity Distribution Study of Mocaf Chip Hybrid Dryer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Temperature and Humidity Distribution Study of Mocaf Chip Hybrid Dryer"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI SEBARAN SUHU DAN RH MESIN PENGERING HYBRID CHIP MOCAF

Temperature and Humidity Distribution Study of Mocaf Chip Hybrid Dryer

Bambang Susilo*dan Rahartina W. Okaryanti

Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Brawijaya Jl. Veteran - Malang 65145

*Penulis Korespondensi: email [email protected] ABSTRAK

Pengering hybrid merupakan pengering yang menggunakan dua atau lebih sumber energi untuk proses penguapan air. Pengering hybrid pada penelitian ini menggunakan sumber energi matahari dan energi biomassa. Teknologi ini merupakan alternatif teknologi untuk pengeringan produk pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk menguji parameter teknis yang terkait dengan keragaan mesin pengering hybrid meliputi perubahan serta sebaran suhu dan Relative Humidity (RH) berdasarkan konveksi alami dan konveksi paksa menggunakan kipas mekanik. Pengujian kinerja mesin pengering hybrid menggunakan metode tanpa kipas (konveksi alami) dan menggunakan kipas (konveksi paksa) dimulai pada jam 09.00 WIB sampai 18.00 WIB.

Data diambil setiap 1 jam meliputi suhu pada bagian mesin pengering, suhu bola basah suhu bola kering, dan kecepatan angin. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah chips Mocaf hasil fermentasi dengan ketebalan 1–1.5 mm. Hasil penelitian menunjukkan sebaran suhu dan kelembaban terbaik pada mesin pengering hybrid menggunakan kipas dengan perlakuan panas matahari, yaitu sebaran suhu antara 33.2 °C sampai dengan 34.2 °C dan sebaran kelembaban antara 33.8% sampai dengan 53.5%. Mesin pengering hybrid dengan sistem konveksi energi matahari memiliki hasil terendah dengan sebaran suhu antara 28 °C sampai dengan 31.9 °C dan sebaran kelembaban antara 37.85% sampai dengan 54.6%. Intensitas cahaya matahari pada saat pengujian mesin rata-rata sebesar 400.7 lux dan kecepatan angin 0.16 m/s. Dari kedua perlakuan di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja mesin pengering hybrid menggunakan kipas lebih baik daripada mesin pengering hybrid tanpa kipas. Mesin pengering hybrid tetap membutuhkan input energi listrik untuk membangkitkan konveksi paksa.

Kata kunci: pengering hybrid, intensitas cahaya, suhu, kelembaban ABSTRACT

Hybrid dryer is a dryer that uses two or more sources of energy for the evaporation. Hybrid dryer in this experiment use solar energy and biomass energy. This technology is an alternative technology for drying of agricultural products. The purpose of this study is to examine the technical parameters associated with the hybrid dryer include changes in temperature and the distribution of temperature and RH, based on natural convection and forced convection using mechanical fan. The performance test of both method starts at 09.00 pm until 18.00 pm. Data taken every 1 hour includes temperature in the dryer, temperature of wet bulb and dry bulb, and the speed of wind. Materials used in this study is Mocaf fermentation chips with 1-1.5 mm thickness. The result of the research shows that the dryer with solar energy with force convection has the best performance. The temperature of this hybrid dryer spreads in the range between 33.2 °C and 34.2 °C and the Relative humidity (RH) spreads between 33.8% and 53.5%. The temperature and RH distribution of hybrid dryer machine with natural convection of solar energy was relative low. The temperature spreads between 28 °C and 31.9 °C, and the relative humidity spreads between 37.85% and 54.6%. Light intensity during drying with sun-heat was 400.7 lux and wind velocity was 0.16 m/s. The hybrid dryer with electrical fan was better than that without fan. Hybrid dryer still need electrical energy input to generate forced convection.

Keywords: hybrid dryer, light intensity, temperature, humidity, water content

(2)

PENDAHULUAN

Pengeringan merupakan cara penga- wetan makanan dengan biaya rendah.

Tujuan pengeringan adalah menghilangkan air, mencegah fermentasi atau pertumbuhan jamur dan memperlambat perubahan kimia pada makanan (Gunasekaran et al., 2012).

Selama pengeringan dua proses terjadi secara simultan seperti transfer panas ke produk dari sumber pemanasan dan perpindahan massa uap air dari bagian dalam produk ke permukaan dan dari permukaan ke udara sekitar. Esensi dasar dari pengeringan adalah mengurangi kadar air dari produk agar aman dari kerusakan dalam jangka waktu tertentu, yang biasa diistilahkan dengan periode penyimpanan aman (Rajkumar dan Kulanthaisami, 2006).

Penggunaan bahan bakar minyak atau listrik untuk pengeringan hasil pertanian jarang diadopsi oleh petani/

pengusaha skala kecil karena biaya operasi yang mahal. Optimasi pengering memerlukan pengetahuan lengkap tentang pengeringan seluruh proses sehingga mengarah ke penghematan energi dan menghindari pencemaran lingkungan dengan menggunakan sumber energi terbarukan (Rajkumar dan Kulanthaisami, 2006). Penggunaan energi terbarukan untuk pengeringan telah menjadi perhatian dan diterapkan untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar di banyak negara (Akanbi dan Adeyemi, 2006). Penggunaan energi terbarukan saat ini lebih diutamakan karena kebanyakan sumber energi tak terbarukan berpengaruh buruk pada lingkungan.

Pada beberapa kasus, penggunaan energi tak terbarukan lebih mahal, oleh karena itu perlu dikembangkan pengering hybrid dengan input kombinasi energi matahari dan biomassa (Basunia dan Abe, 2001). Energi matahari merupakan salah satu energi alternatif dengan pemanfaatan yang tinggi disebabkan ketersedianya di daerah tropis tak terbatas (Prasad et al., 2006). Sementara

Pengering mekanis sistem hybrid pada prinsipnya sama seperti pengeringan mekanis pada umumnya. Radiasi matahari diubah menjadi energi panas, dikombinasikan dengan energi panas hasil pembakaran biomassa apabila radiasi matahari berkurang atau tidak ada. Mesin pengering sistem hybrid secara umum terdiri atas media penangkap radiasi, ruang pengering, tungku pembakaran, dan cerobong. Mesin pengering sistem hybrid juga menggunakan bantuan alat lain untuk membantu sirkulasi udara panas yang ditangkap dan disebar di dalam ruang pengering. Distribusi suhu pada ruang pengering sangat berpengaruh dalam mengeringkan bahan pangan yang dikeringkan (Dhanika, 2010). Apabila kondisi cuaca cerah pada siang hari maka pengeringan memanfaatkan penuh sumber energi matahari, sedangkan pada malam hari atau pada kondisi cuaca hujan atau mendung maka sumber energi dikombinasikan dengan energi hasil pembakaran bio-massa.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji parameter teknis yang terkait dengan keragaan mesin pengering hybrid meliputi perubahan suhu serta sebaran suhu dan RH mesin berdasarkan konveksi alami dan konveksi paksa menggunakan kipas mekanik. Penelitian ini bermanfaat untuk peningkatan efektivitas penggunaan kombinasi energi surya dan energi biomassa untuk proses pengeringan.

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah chips Modified Cassava Flour (Mocaf) hasil fermentasi dengan ketebalan 1–1.5 mm, yang telah ditiriskan dengan mesin spinner. Bahan yang digunakan untuk fermentasi chip Mocaf adalah mikroba Bakteri asam laktat (BAL), larutan garam, dan air. Mikroba BAL menghasilkan enzim pektolitik dan selulotik yang dapat menghancurkan

(3)

Peralatan yang digunakan adalah mesin pengering sistem hybrid dengan sumber energi kombinasi pembakaran biomassa dan sinar matahari, termometer batang untuk mengukur suhu dalam ruang pengering, anemometer untuk mengukur kecepatan aliran udara, termometer bola basah, dan termometer bola kering untuk mengukur kelembaban udara (RH), stopwatch digunakan untuk melacak waktu pada mesin pengering berkaitan dengan parameter teknis mesin pengering, moisture test (%) untuk mengetahui kadar air dalam bahan, timbangan untuk mengukur massa (chips Mocaf).

Sebaran Suhu dan Kelembaban Pada Mesin Pengering

Prinsip kerja mesin pengering hybrid adalah pemanfaatan dua sumber energi, yaitu pancaran sinar matahari dan energi pembakaran biomassa. Gelombang pendek energi dari pancaran sinar matahari memenuhi ruang pengering melalui struktur transparan polikarbonat. Gelombang ini diteruskan ke seluruh bagian ruang pengering. Seluruh komponen di dalam ruang pengering juga meradiasikan energi akan tetapi dengan gelombang panjang sehingga tidak bisa menembus plastik polikarbonat. Dengan demikian terjadi akumulasi energi di dalam ruang pengering dan menyebabkan suhu meningkat.

Kenaikan suhu ruang akan menguapkan air yang terkandung dalam bahan. Biomassa sebagai sumber energi kedua, berasal dari pembakaran kayu bakar dalam tungku

yang berada di luar ruang pengering. Energi pembakaran yang dihasilkan disalurkan melalui pipa-pipa yang ada di dalam ruang pengering dan akan memanaskan ruangan untuk mengeringkan bahan.

Pelaksanaan Penelitian

Macam perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Pengujian kinerja mesin pengering hybrid menggunakan metode tanpa kipas (konveksi alami) dan menggunakan kipas (konveksi paksa) dimulai pada jam 09.00 sampai 18.00 WIB.

Sumber energi yang digunakan dalam penelitian adalah sinar matahari dan kombinasi sinar matahari dan pembakaran biomassa. Pengambilan data untuk setiap perlakuan dilakukan setiap 1 jam meliputi suhu pada bagian mesin pengering, suhu bola basah dan bola kering, dan kecepatan angin.

Pengukuran berat bahan dilakukan untuk mendapatkan perubahan kadar air bahan sebagai fungsi waktu. Posisi termometer, termometer bola basah dan termometer bola kering pada ruang pengering dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Laju perubahan parameter teknis dihitung dengan metode beda maju Newton. Notasi yang dipakai dalam metode beda maju Newton adalah sebagai berikut:

f0 = ∆f1 - ∆f0 ; ∆f1 =D f2 - D f1 dan seterusnya, secara umum ditulis: ∆fm = ∆fm+1 - ∆fm. Dengan cara yang sama dapat dinotasikan beda- beda maju ketiga, keempat, dan seterusnya.

Bentuk umumnya: ∆n+1fm = ∆nfm+1 - ∆nfm untuk n = 0,1,2,... (Sutarno dan Rachmatin, 2008).

Pembentukan beda maju dari semua tingkat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Perlakuan dalam penelitian

Perlakuan Input tunggal matahari Kombinasi energi matahari dan pembakaran biomassa

Tanpa kipas TM TB

Menggunakan kipas KM KB

Tabel 2. Pembentukan beda maju dari semua tingkat

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas Cahaya Matahari

Intensitas cahaya matahari maksimum

tetapi tidak terjadi hujan. Intensitas cahaya matahari semakin siang semakin tinggi hingga mencapai puncaknya pada pukul 13.00 dan menurun pada jam-jam berikutnya seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Skema letak termometer (T1, T2, T3, T4 dan T5) pada ruang pengering

Gambar 2. Skema letak pasangan termometer bola basah dan bola kering (K1, K2 dan K3) untuk pengukuran kelembaban pada ruang pengering

(5)

yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan pergerakan bumi pada sebuah orbit elips dan dari arah miring (dalam hubungannya dengan orbit elips) atau sumbu putarnya. Orbit elips adalah suatu posisi/koordinat dari benda- benda di luar angkasa baik planet maupun satelit atau benda angkasa lainnya yang berbentuk elips. Selain itu juga disebabkan perubahan sudut timpa (deklinasi) sinar matahari sepanjang tahun. Secara alami, nilai radiasi matahari dipengaruhi oleh sudut dan arah jatuh matahari pada permukaan bumi.

(Ferenc et al., 2002).

Sebaran Suhu dan Kelembaban Pada Ruang Pengering

Mesin Pengering Tipe Hybrid Menggunakan Kipas

Perlakuan Input Tunggal Energi Matahari Temperatur tertinggi pada titik T5 sebesar 30.7 °C, sedangkan temperatur terendah yaitu titik T3 sebesar 28.7 °C. Hal ini dikarenakan pada bagian tengah ruang pengering terpisah dengan ruang pengering hybrid lainnya dan tidak ada penangkap panas, misalnya seng berwarna hitam. Sedangkan pada bagian atas ruang pengering terdapat polycarbonate yang meneruskan gelombang pendek matahari dan menghalangi radiasi gelombang panjang dari bahan di dalam ruang pengering sehingga suhu dalam ruang pengering menjadi tinggi. Selain itu, terjadi perbedaan suhu tiap bagian rak.

Penggunaan kipas dalam mesin pengering hybrid menyebabkan perbedaan suhu antara satu bagian dengan bagian lainnya menjadi kecil.

Kelembaban pada mesin pengering

hybrid menggunakan kipas diamati selama 10 jam, RH pada bagian bawah yaitu sebesar 45.5 %, bagian tengah sebesar 51.2 %, dan bagian atas sebesar 42.7%. Pada bagian tengah nilai rata-rata suhu didapatkan paling rendah dibandingkan bagian-bagian lainnya.

Pada bagian atas nilai kelembabannya paling rendah sedangkan suhunya paling tinggi.

Konveksi alami selalu terjadi pada mesin pengering, dimana udara dengan suhu tinggi akan bergerak ke bagian atas. Dengan demikian bagian atas dari ruang pengering suhunya menjadi tinggi. Semakin besar suhu pada suatu bagian rak maka kelembaban pada bagian itu akan semakin rendah, sedangkan apabila energi yang diterima pada bagian rak tersebut rendah, maka kelembaban pada bagian tersebut juga akan semakin tinggi. Hubungan antara waktu pengamatan terhadap sebaran suhu dan kelembaban pada perlakuan sinar matahari dapat dilihat pada Gambar 4.

Kombinasi Energi Matahari dan Pembakaran Biomassa

Hasil penelitian menunjukkan suhu rata-rata tertinggi pada T5 sebesar 31.9 °C, dan suhu rata-rata terendah pada T1 sebesar 28 °C. Distribusi suhu tampak lebih merata pada pengeringan biomassa menggunakan kipas. Perbedaan temperatur antar titik tidak terlalu jauh. Hal ini disebabkan karena pergerakan udara dalam mesin merata dengan adanya kipas sehingga kombinasi dan energi pembakaran biomassa bisa terdistribusi merata.

Suhu meningkat pada setiap titik antara jam 09.00 sampai dengan jam 12.00 dan kembali menurun setelah jam 12.00.

Hal ini dipengaruhi oleh banyak sedikitnya

Gambar 3. Intensitas cahaya matahari pada berbagai waktu pengamatan

(6)

sinar terkonsentrasikan yang diterima oleh permukaan dinding mesin pengering.

Keadaan cuaca juga mempengaruhi kenaikan dan penurunan suhu. Suhu udara lingkungan sebagai suhu masukan juga menurun secara lambat akibat keseimbangan suhu bumi dengan udara yang berada di atasnya.

Hubungan waktu pengamatan terhadap suhu dan kelembaban dapat dilihat pada Gambar 5.

Kelembaban yang diperoleh pada titik

pada kondisi kelembaban rendah. Pada titik K3 akan terjadi laju pengeringan yang lebih tinggi karena kelembaban paling rendah dibandingkan pada titik bagian lainnya.

Mesin Pengering Tipe Hybrid Tanpa Kipas Input Tunggal Energi Matahari

Suhu rata-rata tertinggi pada perlakukan panas matahari terjadi pada titik T sebesar 34.2 Gambar 4. Hubungan waktu pengamatan terhadap suhu dan kelembaban pada perlakuan input tunggal energi matahari dengan menggunakan kipas

Gambar 5. Hubungan waktu pengamatan terhadap suhu dan kelembaban pada perlakukan kombinasi energi matahari dan pembakaran biomassa dengan menggunakan kipas

(7)

dapat dilihat pada Gambar 6.

RH pada titik K1 didapatkan 50.3%, titik K2 sebesar 54.6% dan titik K3 sebesar 37.85%

menunjukkan sebaran RH yang tidak merata.

Titik K2 memiliki nilai yang lebih tinggi daripada titik K1 dan titk K3. Hal ini dipengaruhi oleh letak mesin yang terhalang oleh mesin pengering hybrid lainnya, sehingga panas matahari yang diterima oleh rak tengah tidak dapat terserap secara maksimal dan tidak terdapat penangkap panas, misalnya logam yang dicat hitam seperti yang terletak di luar rak bagian bawah.

Pengaruh panas yang diterima tersebut akan mempengaruhi suhu kelembaban pada tiap-tiap titik dalam mesin pengering tipe hybrid.

Kombinasi Energi Matahari dan Pemba- karan Biomassa

Sebaran suhu pada penggunaan

biomassa seperti terlihat pada Gambar 7.

Percobaan pengering hybrid tanpa kipas menunjukkan titik T2 dan titik T3 merupakan 2 titik terendah sedangkan pada titik T4 dan titik T5 merupakan 2 titik tertinggi suhu dalam ruang pengering. Hal ini disebabkan pengaruh banyak sedikitnya sinar terkonsentrasikan yang diterima oleh dinding mesin pengering hybrid. Suhu mengalami kenaikan pada jam 09.00 sampai jam 13.00 dan mengalami penurunan pada jam-jam berikutnya. Perubahan suhu pada pagi hingga malam hari perbedaannya tidak terlalu jauh karena pembakaran biomassa yang dilakukan secara kontinyu. Terjadi perbedaan suhu yang signifikan antara titik karena sirkulasi udara yang tidak sempurna akibat tidak digunakannya kipas.

Distribusi suhu yang tidak merata juga Gambar 6. Hubungan waktu pengamatan dengan suhu dan kelembaban pada perlakuan input tunggal energi matahari tanpa kipas

Gambar 7. Hubungan waktu pengamatan terhadap suhu dan kelembaban pada perlakuan kom- binasi energi dan pembakaran biomassa tanpa kipas

(8)

mempengaruhi kelembaban ruang pengering.

Titik K2 memiliki nilai kelembaban tertinggi daripada titik-titik lainnya. Penurunan kelembaban pada masing-masing titik terjadi pada jam 13.00 kemudian tejadi kenaikan nilai kelembaban pada jam-jam berikutnya.

Hal ini dipengaruhi oleh penerimaan cahaya matahari pada bagian-bagian rak dan suhu yang dihasilkan pada setiap bagiannya.

M

esin pengering hybrid sistem konveksi alami dengan kombinasi input energi matahari dan pembakaran biomassa memiliki suhu yang kurang merata dibanding dengan 3 perlakuan lainnya. Pada penelitian dengan sistem konveksi paksa dengan input tunggal energi matahari didapatkan suhu paling merata dibandingkan 3 perlakuan lainnya (Gambar 8). Hal ini disebabkan

didapatkan sebaran suhu tidak merata. Hal ini diakibatkan karena pada kedua perlakuan tidak ada penyirkulasi udara panas dalam ruang pengering, tidak ada tenaga yang berfungsi untuk mendorong udara dengan massa jenis rendah ke bagian bawah mesin pengering.

Sebaran kelembaban mesin pengering sistem konveksi paksa dengan kombinasi energi matahari dan pembakaran biomassa menunjukkan performansi paling buruk, sementara pengering hybrid sistem konveksi paksa dengan input energi tunggal energi matahari menunjukkan performansi terbaik (Gambar 9).

SIMPULAN Gambar 8. Standart deviasi sebaran suhu pada mesin pengering hybrid

Gambar 9. Standart deviasi sebaran kelembaban pada mesin pengering hybrid

(9)

yang terbaik, sedangkan pada mesin pengering tipe hybrid tanpa kipas perlakuan panas matahari memiliki sebaran suhu dan kelembaban yang tidak merata dengan nilai kelembaban tertinggi pada rak tengah sebesar 54.6%. Mesin pengering tipe hybrid menggunakan kipas memiliki efektivitas lebih tinggi daripada mesin pengering tipe hybrid tanpa kipas.

Untuk mengoptimalkan hasil produksi chips ubi kayu yang dikeringkan dalam mesin pengering tipe hybrid, perlu dilakukan pengembangan dalam proses pengeringan terutama saat cuaca hujan supaya suhu dan kelembaban ruang dapat diatur dengan baik serta pengeringannya merata. Mesin pengering hybrid masih membutuhkan input energi listrik meskipun jumlahnya kecil. Pada mesin yang diterapkan perlu ditambahkan piranti penangkap energi matahari agar keragaan mesin lebih baik.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada DP2M - Direktorat Jenderal Pendi- dikan Tinggi yang telah memberikan kepercayaan dan dana untuk kegiatan tersebut melalui Program Penerapan IPTEK dengan judul Penerapan Mesin Pengering Hybrid Untuk Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Tepung Mocaf (Modified Cassava Flour) pada Koperasi Gemah Ripah Loh Jinawi di Kab. Trenggalek dengan No Kontrak 216/SP2H/PPM/DP2M/IV/2009, sehingga dihasilkan karya ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Akanbi, CT, Adeyemi, RS. 2006. Drying characteristics and sorption isotherm of tomato slices. Journal of Food Engineering 73(2): 157-163

Basunia, MA and Abe, T. 2001. Thin layer solar drying characteristics of rough

rice under natural convection. Journal of Food Sciences 47(4): 295-301

Dhanika, RN. 2010. Studi Keragaan Mesin Pengering Sistem Hybrid pada Pengolahan Mocaf (Modified Cassava Flour). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya.

Malang

Ferenc K, Joszef B, and Marianna V. 2002.

Change In Solar Radiation Energy And Its Relation To Monthly average Temperature. University of Miscole.

Hungary

Gunasekaran K, Shanmugan, V and Suresh, P. 2012. Modelling and Analytical Experimental Study of Hybrid Solar Dryer Integrated with Biomass Dryer for Drying Coleus Forskohlii Stems.

IPCSIT 28: 28-32

Mukaminega D, 2008. Hybrid Dryer (Solar and Biomass Furnace) To Address The Problem of Post Harvest Losses of Tomatoes in Rwanda. Van Hall Larenstein.

Wageningen. Netherland.

Rajkumar, P and Kulanthaisami, S. 2006.

Vacuum Assisted Solar Drying Of Tomatoes Slices. ASABE Annual International Meeting, Portland, Oregon Prasad, J, Vijay, VK, Tiwari, GN, Sorayan,

VPS. 2006. Study on performance evaluation of hybrid drier for tumeric (Curcuma longa L.) drying at village scale. Journal of Food Engineering.

75(4):497-502.

Subagio, Achmad. 2006. Mocal Sebuah Ketahanan Pangan Masa Depan Berbasis Potensi Lokal. Fakultas Teknologi Pertanian-Universitas Jember. Jember

Sutarno, H. dan Rachmatin D. 2008. Metode Numerik. Hands-Out. Universitas Pendidikan Indonesia. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi dengan kerapatan konidia 5 x 10 7 konidia/ml pada ketiga cendawan entomopatogen memberikan hasil yang berbeda dalam mematikan nimfa kutu daun A.. Aplikasi

Hasil uji Mann Whitney didapatkan nilai p = 0,000 maka Ho ditolak Ha diterima artinya ada perbedaan yang signifikan antara sebelum dan setelah dilakukan tindakan perlakuan,

Oleh karena itu, penelitian tentang Studi tingkat penurunan populasi hewan endemik Kekah ( presbytis natunae ) di Desa Ceruk, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau

Pada Peraturan Gubernur nomor 63 tahun 2013 tentang bantuan perbaikan rumah di permukiman kumuh melalui penataan kampung pasal 3 disebutkan bahwa tujuan dari pembangunan

Waktu aplikasi yang dilakukan pada 15 maupun 30 hari sebelum tanam, pemberian pupuk kandang ayam menghasilkan bobot segar akar paling tinggi daripada kompos azolla

c. Penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang

Furthermore, the objectives of the training were (1) to identify knowledge, belief, skills and self-efficacy of oncology nurse in managing psychosexual

Pada soal nomor 5 dengan kompetensi menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan persamaan dan pertidak- samaan linear satu variabel, pengetahuan