• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Coping Strategy Industri Kecil Konveksi di Masa Krisis Keuangan Nasional T2 092010006 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Coping Strategy Industri Kecil Konveksi di Masa Krisis Keuangan Nasional T2 092010006 BAB I"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAH ULUAN

Latar Belakang

Sektor industri kecil semakin potensial menjadi tumpuan kehidupan ekonomi masyarakat. Industri kecil dikatakan semakin potensial karena pertama, sektor ini dikelola langsung oleh pemiliknya sehingga lebih fleksibel dalam berbagai pengambilan keputusan (Kuncoro, 2007). Kedua, Sektor Industri kecil dan menengah tidak membutuhkan modal besar untuk memulai usaha baru, sehingga gampang dimasuki oleh semua lapisan masyarakat (Kuncoro, 2007). Ketiga, IKM merupakan usaha kecil yang telah membuktikan kemampuan bertahannya di tengah krisis moneter pada masa lalu (Kristiyanti, 2012).

Posisi industri yang semakin potensial terhadap ekonomi masyarakat nampak dengan semakin pesatnya pertumbuhan industri kecil dari tahun ke tahun. Pertumbuhan industri kecil dan menengah di Salatiga, nampak dalam tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1.1

Perkembangan Industri kecil dan menengah di Salatiga Tahun Jumlah unit usaha Tenaga kerja

2006 1875 12.449

2007 1871 12.850

2008 1870 12.360

2009 1893 12.857

2010 1904 12.385

(2)

Industri kecil konveksi di Tingkir lor merupakan strategi livelihood warga setempat. Sejak tahun 1960-an1 hingga kini

masyarakat Tingkir Lor menggantungkan kehidupannya pada IK konveksi di Tingkir Lor. Penelitian Bank Indonesia menyebutkan bahwa di tahun 1980-an hingga 1990-an hampir semua rumah melakukan produksi kain limbah menjadi produk bernilai (BI : 2010). Tumbuhnya jumlah unit usaha berimplikasi pada terserapnya tenaga kerja. Ada yang menjadi pengusaha, buruh jahit, pedagang pasar, pembantu rumah tangga, sopir, semuanya terkait dengan kehadiran industri konveksi di Tingkir Lor.2

Namun pertumbuhan itu mengalami penurunan pada tahun-tahun krisis, yakni sejak tahun-tahun 20003 hingga krisis keuangan global

terjadi di tahun 2008 hingga 2010. Jumlah usaha konveksi menurun hingga 34 unit usaha di tahun 2010 (Profil Kota Salatiga: 2010). Pada tahun 2011, penulis menghitung jumlah unit usaha yang masih eksis adalah 15 unit usaha. Penurunan ini berimplikasi pula pada kehidupan banyak orang yang menggantungkan hidupnya selama ini pada usaha konveksi tersebut.

M enarik meneliti industri kecil konveksi di Tingkir Lor karena mereka memiliki karakteristik khas yang potensial untuk menghadirkan usaha, menjalankan usaha dan mempertahankan usaha selama minimal 1 dekade dan maksimal 4 dekade.4 Karakterisik ini ada

pada semua unit usaha di Tingkir Lor.

1 Terkait dengan kehadiran Damatex di salatiga pada tahun 1961

2 Hasil wawancara dengan pak Budi tokoh masyarakat Tingkir Lor pada tanggal 5

Maret 2011

3 Menurut semua pengusaha yang menjadi informan, mereka mulai merasakan krisis

pada tahun 2000.

4 Lihat tabel informan di bab III tulisan ini, ada keberagaman tahun kemunculan usaha

(3)

Karakteristik khas yang dimaksudkan adalah pertama, industri Konveksi Tingkir Lor adalah anak kandung dari industri tekstil Damatex yang berperan melahirkan dan membekalinya dengan ketrampilan, modal dan tekhnologi. Andil Damatex yang besar ini bisa ada karena relasi mutualis yang terjalin antara industri tekstil dan masyarakat Tingkir Lor. Pertanyaannya kenapa harus Tingkir Lor? Ternyata Tingkir Lor merupakan daerah Belanda5 yang letaknya dekat dengan sungai/kali Cengek, jalur pembuangan limbah Damatex. M enurut data yang terekam bahwa pada tahun 2006-2007 terjadi kebocoran pipa limbah di sungai Cengek yang otomatis berdampak terhadap sungai Cengek yang menjadi sumber mata air masyarakat Tingkir Lor. Pembinaan Damatex merupakan tindakan bina lingkungan terhadap masyarakat Tingkir Lor (BI, 2008). Kedua, industri kecil konveksi di Tingkir Lor mengolah kain limbah produksi industri tekstil dan garmen menjadi produk bernilai. Ketiga, industri kecil Konveksi embedded dengan keluarga yang memiliki jaringan untuk menjangkau modal, bahan baku dan pasar. Keempat, IK Konveksi di Tingkir Lor memiliki aktor pengusaha yang cerdas membangun jaringan suplai bahan baku, modal dan pemasaran. Pengusaha juga tangguh untuk terjun langsung untuk mengelola usaha dan mengolah kain limbah menjadi produk bernilai.

Dengan karakteristik IK konveksi yang khas itu, mereka dapat menjalankan usaha dan melalui berbagai krisis sebelum ini. Hal ini terbukti dengan melihat tahun kelahiran usaha konveksi di Tingkir Lor yang diteliti, paling muda tahun 1990 dan paling tua tahun 1975 (lihat tabel informan di bab I II tulisan ini). Itu berarti semua usaha telah mengalami dan melewati badai krisis moneter di tahun 1998 dan krisis kenaikan BBM di tahun 2004. Apakah karakteristik khas ini masih menjadi kekuatan usaha konveksi dalam menghadapi krisis keuangan global di tahun 2008 hingga 2010?

5 Belanda singkatan dari Belakang Damatex, dipakai sebagai sebutan terhadap

(4)

Tahun 2008 hingga 2010 adalah tahun krisis keuangan global bagi dunia. Krisis Keuangan Global yang terjadi di belahan dunia Amerika dan zona eropa sejak tahun 2008 hingga kini, perlahan-lahan memberi pengaruh bagi industry di Indonesia lebih jauh lagi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia6. Berdasarakan

laporan ekonomi Indonesia tahun 2008 oleh Bank Indonesia bahwa Indonesia mulai terpukul oleh krisis global pada triwulan IV tahun 2008. Hal itu tercermin pada perlambatan ekonomi secara signifikan terutama karena anjloknya kinerja ekspor. Perekonomian Indonesia masih dapat tumbuh sebesar 6,1% pada 2008. Sementara kondisi fundamental dari sektor eksternal, fiskal dan industri perbankan juga cukup kuat untuk menahan terpaan krisis global. M eski demikian, dalam perjalanan waktu ke depan, dampak krisis terhadap perekonomian Indonesia akan semakin terasa. (Laporan ekonomi Indonesia dari Bank Indonesia : 2009)

Industri merasakan dampak yang cukup tajam karena pasar ekspor di negara-negara yang dilanda krisis, menurun drastis sebagai implikasi dari daya beli yang menurun pula, akibat krisis ekonomi. Bahkan yang lebih ekstrim lagi majalah media industri mencatat adanya pembatalan transaksi ekspor yang sudah dilakukan. Adapula yang melakukan proses bargaining baru terhadap harga yang sudah ditetapkan. Harga bahan baku melonjak tinggi, yang berimplikasi naiknya cost produksi industry. Sejauh ini, dampak krisis global masih memporak-porandakan industri-industri besar dan di sisi lain industri kecil masih menunjukan kemampuan bertahan. Namun, tetap saja terjadi efek domino terhadap industri kecil. Dampak terhadap industri besar akan berkaitan dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan oleh industri besar terhadap karyawannya sebagai strategi bertahan melemahnya daya beli di pasar lokal.

M ajalah M edia Industri mencatat pendapat Inspektur Jenderal Departemen Perindustrian Sakri W idhianto Dalam rapat dengar

(5)

pendapat dengan Komisi VI DPR RI tentang dampak krisis keuangan global terhadap industri yaitu:

1. Terganggunya pasar dalam negeri.

2. M elemahnya pasar ekspor khususnya di AS, UE, Jepang, RRC dan lain-lainnya sebagai tujuan ekspor. Akibat melemahnya pasar ekspor maka pasar akan diarahkan ke Indonesia yang dianggap cukup potensial. Persaingan yang sangat ketat akan terjadi di pasar Indonesia. Bahkan Industri dalam negeri akan sangat dirugikan.

3. Terganggunya rencana perluasan dan investasi oleh industri-industri di dalam negeri. Akibat krisis keuangan global ini mereka diperkirakan akan menunda rencana perluasan dan investasi. Industri dimaksud diantaranya adalah industri baja, semen, petrokimia, alas kaki, otomotif dan komponennya, serta terganggunya program restrukturisasi industri TPT.7

Secara makro krisis keuangan global berefek terhadap pertumbuhan ekonomi di Salatiga menurut data ekonomi dan keuangan yang dimuat dalam profil kota salatiga (2010). Dampak krisis global terhadap pertumbuhan ekonomi kotamadya Salatiga yakni terjadi penurunan angka pertumbuhan di tahun 2008 = 4,98 % dan mengalami penurunan di tahun 2009 = 4,48 %. Penurunan angka pertumbuhan ini secara eksplisit dikatakan sebagai dampak krisis keuangan global oleh Pemerintah kota Salatiga. (Profil Kota Salatiga, 2010).

Secara mikro IK konveksi di Tingkir lor terkena efek domino dari dampak krisis keuangan global terhadap Damatex, sehingga mengalami kelangkaan bahan baku. Damatex yang pasarnya berorientasi ekspor ke eropa, mengalami kemacetan yang signifikan karena krisis global menghantam negara-negara tujuan ekspor

(6)

Damatex. Akibat kemacetan ini, produksi Damatex menurun hingga 40 % menurut manajernya Andy sanang Romawi dalam suara merdeka tahun 2008. Secara gamblang beliau mengatakan : ini merupakan dampak krisis keuangan global yang tidak terelakan. Stok benang yang biasanya diekspor ke Jepang dan M alaysia menumpuk di gudang. Barang yang diekspor ke Eropa masih menumpuk di Turki karena tidak ada pembeli.8Penurunan produksi yang dialami Damatex berefek pada

penurunan limbah produksi yang selama ini digunakan oleh industri kecil konveksi di Tingkir Lor sebagai bahan baku produksi. (Suara M erdeka Cetak : 19/11/2008).

Industri kecil konveksi di Tingkir Lor dalam masa krisis keuangan global mengalami penurunan baik dalam jumlah industri yang eksis maupun pada prosentase hasil pemasaran. Jumlah industri kecil konveksi menurut data tahun 2010 sebanyak 34 (Profil daerah Salatiga, 2010) namun dalam hasil penelitian awal penulis di tahun 2011, ternyata industri kecil yang masih tetap eksis jumlahnya 15 unit usaha. M enurut pengakuan salah satu pengusaha kecil konveksi, mengalami penurunan pada hasil yang diperoleh9. Pengusaha yang

lainnya baru tumbuh kembali dengan bantuan modal dari Bank, sekitar 2 tahun yang lalu10. Sedangkan pengusaha yang paling lama eksis pak

shodiq, justru belum membeli bahan baku sudah sekitar 6 bulan. Beliau menggunakan bahan baku yang tersisa meskipun sudah terlihat tua, untuk melakukan produksi.11

Kondisi yang dialami beberapa unit usaha konveksi di Tingkir Lor pada masa krisis keuangan global memberi signal adanya efek krisis global terhadap perjalanan usaha kecil. M enarik untuk dikaji bagaimana dampak krisis global terhadap industri kecil konveksi di Tingkir Lor, serta bagaimana pelaku usaha berstrategi untuk

8

http://www.suaramerdeka.com/v2/index.php/read/cetak/2008/11/20/40013/PT-Damatex-Rumahkan-250-Karyawan

9 Hasil wawancara penulis dengan mas Susilo 5 Juni 2011

10 Hasil wawancara dengan pak Abidin 8 Maret 2011

(7)

mengatasinya. Tentunya dengan membandingkan dengan dinamika usaha yang terjadi sebelum krisis.

M asalah Penelitian

Dengan mengacu pada latar belakang di atas, maka masalah penelitian yang diteliti adalah:

1. Bagamainakah dinamika aktivitas usaha konveksi sebelum masa krisis keuangan global?

2. Bagaimanakah dampak krisis keuangan global terhadap usaha konveksi termasuk produksi dan pemasarannya?

3. Bagaimanakah coping strategy aktor untuk tetap menjalankan usaha konveksi di masa krisis keuangan global?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. M endeskripsikan dinamika aktivitas usaha konveksi sebelum masa krisis keuangan global.

2. M endeskripsikan dampak krisis keuangan global terhadap usaha konveksi termasuk proses produksi dan pemasarab usaha.

(8)

M anfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk :

1. M emberikan pemahaman tentang dampak krisis keuangan global terhadap secara mikro terhadap industri kecil konveksi di Tingkir Lor.

2. M emberikan sumbangan terhadap diskursus sekitar konsep jaringan sosial dalam kaitannya dengan embeddedness.

Sistematika Penyajian H asil Penelitian

Bab I : Pendahuluan

Bab II : Kajian Pustaka

Bab III : M etodologi Penelitian

Bab IV : Dinamika industri kecil konveksi sebelum masa krisis

keuangan global

Bab V : Dampak Krisis Keuangan Global dan Coping Strategy

Industri Kecil Konveksi di Tingkir Lor

Gambar

Tabel 1.1 Perkembangan Industri kecil dan menengah di Salatiga

Referensi

Dokumen terkait