commit to user
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MELUKIS
DI POINT EDUCATION CENTER SURAKARTA
JURNAL
Oleh :
EVI ROCKYANTININGSIH
K3210025
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MELUKIS
DI POINT EDUCATION CENTER SURAKARTA
Evi Rockyantiningsih
Program Studi Pendidikan Seni Rupa
JPBS FKIP Universitas Sebelas Maret
Alamat korespondensi: Jl. Raya Solo No. 162 RT 13/03 Jiwan, Madiun
Hp. 085742074012
Abstract
The objective of research was to find out: (1) the objective of painting learning, 2) learning model applied, 3) the material used in painting learning process,4) learning method applied, 5) learning media used in painting learning process, 6) evaluation system of student learning outcome, 7) painting learning process, and 8) constraints in painting learning.
This study was a single embedded case study. The data sources employed were informant, place and event, archive and document. Techniques of collecting data used were semi-structured interview, observation, document analysis, and archive. The sampling technique used was purposive sampling. Data validation was carried out using data triangulation and informant review. Technique of analyzing data used was an interactive model of analysis encompassing data reduction, data display and conclusion drawing.
From the result of research, the following conclusions could be drawn. 1) The objective of painting learning in point education center of Surakarta was to help formal education institution provide painting learning for the children based on the attempt of balancing the right and the left brain performances. 2) The painting learning model was similar to that in formal education institution, namely contextual and quantum learning models. 3) Learning material included knowledge, sketching skill, and picture coloring. In addition, appreciative attitude was also instilled to the children. 4) The learning methods used were lecturing, debriefing, demonstration, exercise, and assignment. 5) In contrast to formal education institution, no learning media found in Point Education Center of Surakarta. The sample sketch from instructor was only limited to visual aid. 6) Evaluation system included the one in the form of student work appreciation and report. 7) The learning process in point education center of Surakarta was non-formal in nature, lying between formal and informal. 8) The obstacles experienced in painting learning including internal and external ones. The obstacles might be because the point education center of Surakarta was non-formal education rather than a more binding formal education institution.
commit to user Abstrak
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui: 1) Tujuan pembelajaran melukis, 2) Model pembelajaran yang diterapkan, 3) Materi yang digunakan dalam proses pembelajaran melukis, 4) Metode pembelajaran yang diterapkan, 5) Media pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran melukis, 6) Sistem evaluasi hasil belajar siswa, 7) Proses pembelajaran melukis, dan 8) Kendala dalam pembelajaran melukis.
Bentuk penelitian ini adalah studi kasus tunggal terpancang. Sumber data yang digunakan berupa informan, tempat dan peristiwa, arsip dan dokumen. Teknik pengumpulan data yang digunakan wawancara semi terstruktur, observasi, analisis dokumen dan arsip. Teknik sampling yang digunakan purposive sampling. Keabsahan data menggunakan triangulasi data dan review informan. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis mengalir yang proses tahapannya meliputi reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) Tujuan pembelajaran melukis di Point Education Center Surakarta yaitu membantu lembaga pendidikan formal dalam memberikan pembelajaran melukis bagi anak-anak atas dasar berusaha menyeimbangkan kinerja otak kanan dan kiri. 2) Model pembelajaran melukis hampir sama dengan model pembelajaran di lembaga pendidikan formal, yaitu model pembelajaran kontekstual dan quantum. 3) Materi pembelajaran meliputi pengetahuan, keterampilan membuat sketsa dan mewarnai gambar. Selain itu ada juga penanaman sikap apresiatif pada anak. 4) Pembelajaran disampaikan dengan metode ceramah, tanya jawab, demonstrasi, latihan dan pemberian tugas. 5) Berbeda dengan lembaga pendidikan formal, di Point Education Center Surakarta tidak ditemukan media pembelajaran. Contoh sketsa dari instruktur hanya sebatas alat peraga pembelajaran. 6) Sistem evaluasi meliputi evaluasi dalam bentuk apresiasi karya siswa dan bentuk report. 7) Proses pembelajaran di Point Education Center Surakarta, bersifat nonformal yaitu berada diantara formal dan informal. 8) Kendala yang dialami dalam pembelajaran melukis antara lain kendala intern dan ekstern. Kendala yang ada dapat muncul dikarenakan Point Education Center Surakarta adalah pendidikan nonformal bukan lembaga pendidikan formal yang lebih mengikat.
Kata kunci : Nonformal, melukis, pembelajaran, pendidikan.
PENDAHULUAN
Kebutuhan manusia akan pendidikan
semakin hari semakin meningkat.
Pendidikan dipandang berperan besar dalam
kemajuan bangsa dan dapat mengakomodir
masyarakat agar suatu negara memiliki
manusia-manusia yang berkualitas. Sumber
belajar pun dapat diperoleh dari pendidikan
formal, informal bahkan non formal. Tak
dapat dipungkiri bila semakin
berkembangnya jaman, kelembagaan
pendidikan non formal semakin banyak
yang berdiri dan berkembang di lingkungan
masyarakat. Pendidikan non formal pada
umumnya dilaksanakan tidak dalam
lingkungan sekolah dan dapat diidentikkan
dengan Pendidikan Luar Sekolah (PLS).
commit to user
“Pendidikan Luar Sekolah
memegang peranan untuk memfasilitasi pendidikan masyarakat melalui pelatihan, kursus, ataupun magang yang akan berlangsung berhubungan dengan pemenuhan kecakapan hidup sehingga para peserta didik mampu memberdayagunakan diri, mandiri dan dapat meningkatkan taraf
hidupnya.”
Dengan kata lain, pendidikan non formal
diharapkan mampu meningkatkan kualitas
sumber daya manusia dan mampu meraih
totalitas dalam rangka memanusiakan
manusia melalui sebuah keterampilan
maupun kecakapan. Dalam pelaksanaan
pendidikan, adanya interaksi antara
pendidik dan peserta didik yang mana
interaksi tersebut terangkum dalam sebuah
proses yaitu proses pembelajaran.
Pada dasarnya masing-masing bidang
pelajaran memiliki tanggung jawab
tersendiri dalam mengembangkan keilmuan,
keterampilan dan kecakapan. Pendidikan
seni merupakan salah satu sarana yang
dapat digunakan untuk mengembangkan
daya keilmuan, keterampilan, dan
kecakapan yang mampu menumbuhkan
kreativitas peserta didik dalam sebuah
kelembagaan. Seperti yang dikemukakan
Herbert Read (1958), sejak awal Plato
menyarankan “Art should be the basis of
education” (dalam Kasiyan, 2002: 36).
Hadirnya pendidikan seni tidak bertujuan
agar terciptanya seniman, namun mampu
membentuk keseimbangan kecerdasan,
koordinasi otak dan rasa yang dipadukan
melalui kecerdasan visual, melatih
penalaran melalui pengamatan terhadap
lingkungan sekitar. Bukan hanya sekedar
mengasah kemampuan berkarya dan
mencipta, namun mampu menyeimbangkan
kecerdasan dari otak kanan dan kiri. Seperti
hal nya seni lukis, seni lukis merupakan
salah satu bidang seni yang terus
berkembang sesuai kemajuan jaman.
Namun pada kenyataannya, seiring
perkembangan zaman peranan pendidikan
seni sebagaimana mestinya tidak seperti
yang diharapkan. Sebagian besar
masyarakat menganggap seni tidak bisa
menunjang kehidupan masa depan.
Masyarakat hanya memandang bahwa
mempelajari seni hanya sebagai kegiatan
sampingan saja untuk sekedar menambah
pengetahuan dan hiburan. Oleh karena itu,
banyak sekali orang tua anak yang kurang
berminat untuk mendukung anak-anak
mereka dalam bidang seni, seperti halnya
memasukkan anak-anak mereka ke
Lembaga Pendidikan Non Formal yang
berbau seni. Hal ini juga berpengaruh pada
eksistensi Lembaga Pendidikan Non Formal
commit to user
tempat les melukis khususnya di daerah
Surakarta. Adapun yang
berbondong-bondong mengajak anak mereka untuk les
menggambar hanya terdorong agar anak
mereka menjadi juara dalam lomba-lomba
menggambar. Selain itu, perkembangan seni
rupa anak khususnya di Surakarta sangat
memerlukan kebebasan dan sifat murni
ekspresif dari anak-anak, karena selama ini
telah melekat sebuah fenomena yaitu
adanya keseragaman warna dan coretan
sehingga karya anak-anak berkarakter sama.
Seperti yang dijelaskan dalam
http://sanggarkubobbo.blogspot.com
(diakses pada tanggal 12 Juli 2014), seni
lukis di Surakarta tertinggal jauh dari
Yogyakarta dan Bali dimana originalitas
anak masih kurang diperhatikan. Anak-anak
yang mengikuti les melukis, sebagian besar
memiliki karya yang serupa dan berorientasi
pada prestasi semata.
Disinilah peran lembaga pendidikan
sangat diperlukan dalam memberikan
pembelajaran seni bagi anak, khususnya
dalam pembelajaran melukis agar karya seni
anak-anak di Surakarta bukan karya instan
yang telah kemasukan imajinasi orangtua
maupun pembimbing sanggar. Jika dilihat
dari kenyataan yang ada faktor pembimbing
lukis di sanggar atau tempat les lah yang
sangat berpengaruh dalam pembentukan
karya lukis anak, yaitu dalam hal
pelaksanaan pembelajarannya mulai dari
pemberian materi dan metode yang
digunakan.
Dengan adanya latar belakang yang
telah dijelaskan, penulis membuat rumusan
masalah sebagai berikut: 1) Apa tujuan
pembelajaran melukis di Point Education
Center Surakarta, 2) Bagaimana model
pembelajaran yang diterapkan dalam proses
pembelajaran melukis di Point Education
Center Surakarta, 3) Materi apa yang
diberikan dalam proses pembelajaran
melukis di Point Education Center
Surakarta, 4) Bagaimana metode
pembelajaran yang diterapkan dalam proses
pembelajaran melukis di Point Education
Center Surakarta, 5) Media pembelajaran
apa saja yang digunakan dalam proses
pembelajaran melukis di Point Education
Center Surakarta, 6) Bagaimana sistem
evaluasi hasil belajar siswa pada Point
Education Center Surakarta, 7) Bagaimana
proses pembelajaran melukis di Point
Education Center Surakarta, dan 8) Apa
saja kendala atau hambatan dalam
pembelajaran melukis di Point Education
Center Surakarta.
UU No. 20 tahun 2003 dalam Abu
Ahmadi & Nur Uhbiyati (1991: 69)
commit to user
“Pendidikan merupakan usaha
sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.”
Faktor yang mempengaruhi pendidikan
menurut Hasbullah (2001) dalam
http://www.lintasjari.com/2013/05.html
(diakses pada tanggal 16 September 2014)
adalah ideologi, sosial ekonomi, sosial
budaya, perkembangan IPTEK, dan
psikologi.
Di satu pihak ada sistem pendidikan
sekolah dan di pihak lain ada sistem
pendidikan luar sekolah atau sering disebut
sebagai pendidikan nonformal. Menurut
Sihombing dalam Tri Hariyanto (2007: 28) :
“Pendidikan non formal adalah
usaha sadar yang dirahkan untuk
menyiapkan, meningkatkan dan
mengembangkan sumber daya
manusia agar memiliki pengetahuan,
ketrampilan, sikap dan daya saing
untuk merebut peluang yang tumbuh
dan berkembang, dengan
mengoptimalkan penggunaan
sumber-sumber yang ada di lingkungannya.”
Pembelajaran bertujuan membantu siswa
agar memperoleh berbagai pengalaman dan
dengan pengalaman itu tingkah laku siswa
yang meliputi pengetahuan, keterampilan,
dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai
pengendali sikap dan perilaku siswa
menjadi bertambah. Apabila hanya fisik
peserta didik saja yang aktif, tetapi pikiran
dan mentalnya kurang aktif, maka
kemungkinan besar tujuan pembelajaran
tidak tercapai.
Komponen- komponen dalam
pembelajaran antara lain: 1) Pendidik, 2)
Peserta didik, 3) Model Pembelajaran, 4)
Metode Pembelajaran, 5) Materi
Pembelajaran atau Sumber Pembelajaran, 6)
Media Pembelajaran, dan 7) Evaluasi
Pembelajaran.
Menurut Sudjojono, seni adalah jiwa
ketok, maksudnya adalah seni adalah jiwa
yang menyembul ke luar. Mulanya
diformulasikan oleh Eugene Veron dalam
bukunya L’Esthetique dimana ia
menyebutkan bahwa
“The merit of a work of art, can be finally measured by the power
with which it manifests or interprets
commit to user
innermost and supreme unity.” Yang
mana secara singkat menjelaskan
bahwa seni adalah ekspresi emosi.
(dalam Soedarso Sp, 2006: 54- 55).
Salah satu klasifikasi seni yang bertahan
lama dan bersifat tetap bentuknya adalah
seni rupa. Seni lukis merupakan hasil dari
seni rupa yang masuk dalam seni rupa dua
dimensi dan merupakan cabang dari seni
murni. Media dan teknik untuk melukis
antara lain dapat menggunakan: kanvas, cat
air, cat minyak, cat acrilik, pewarna batik,
kolase, grafis seni, grafis komputer dan
sebagainya. Dalam sejarah seni lukis
dikenal berbagai macam aliran, antara lain:
lukisan primitifisme, naturalisme, realisme,
surealisme, klasikisme, romantisme,
impresionisme, kubisme, ekspresionisme,
dadaisme, pop art, dan sebagainya.
Pelajaran seni budaya merupakan
salah satu aspek penting terkait dengan
upaya pematangan subjek didik, yakni
memupuk kemandirian anak agar lebih
matang baik secara jasmani maupun rohani.
Menurut Affandi (1994 : 77), seni budaya
dapat ditegaskan sebagai hasil atau produk
dari cerminan kejiwaan (dalam Slamet
Subiyantoro, 2011: 80). Tidak dapat
dipungkiri bila pembelajaran seni akan
mengarah pada pembelajaran yang santai
dan tidak bisa mengikat, karena kebebasan
akan memunculkan cerminan kejiwaan anak
sehingga selalu adanya ketidakteraturan
dalam prosesnya namun hal ini sangatlah
wajar.
Seorang pendidik dituntut mampu
mencermati segala kelebihan unsur
berkesenian pada karya atau proses
aktivitasnya kaitannya dengan fungsi-fungsi
jiwa anak (Slamet Subiyantoro, 2011: 92).
Semua proses peristiwa belajar ini muncul
menjadi karya seni yang mencerminkan
karakter setiap individu. Apapun yang
dihasilkan adalah bentuk ekspresi atau
bahasa khas mereka. Seperti yang dijelaskan
oleh M. Bayu Tedjo (2014: 126), guru
sebagai pendidik harus mengetahui dan
memahami karakter dari masing-masing
peserta didiknya guna mendapatkan hasil
yang maksimal.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan kualitatif deskriptif, yaitu
penelitian yang menghasilkan data diskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati. Penelitian ini dilaksanakan di Point
Education Center Surakarta. Penelitian ini
dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan
November 2014 sampai Januari 2015. Jenis
commit to user
ini adalah studi kasus tunggal terpancang,
yaitu penelitian tersebut terarah pada satu
karakteristik dan peneliti sudah memilih dan
menentukan variable yang menjadi fokus
utamanya sebelum memasuki lapangan
studinya.
Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah informan, tempat dan
peristiwa, dan dokumen. Penelitian ini
menggunakan model analisis mengalir
(Flow Model of Analysis), dimana tiga
komponen analisis (Reduksi data, Sajian
data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi)
dilakukan saling menjalin dengan proses
pengumpulan data dan mengalir bersamaan.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Pelaksanaan pembelajaran melukis
disini dibagi menjadi beberapa pembahasan
yaitu tujuan pembelajaran, model
pembelajaran, materi pembelajaran, media
pembelajaran dan alat bahan melukis,
sistem evaluasi, proses pembelajaran dan
kendala atau hambatan dalam pembelajaran
melukis di Point Education Center
Surakarta.
Tujuan Pembelajaran Melukis
Sama halnya dengan lembaga pendidikan
formal, Point Education Center Surakarta
juga memiliki tujuan pembelajaran dalam
melukis. Namun dalam perumusannya
tujuan pembelajaran ini tidak pernah
tercatat dalam rancangan maupun bank data
lembaga. Tujuan pembelajaran dalam
melukis di Point Education Center
Surakarta juga tidak berubah sejak
berdirinya lembaga. Tujuan tersebut antara
lain Point Education Center Surakarta
melalui pendidikan non formal mencoba
memberikan pembelajaran pendidikan seni
rupa khususnya dalam bidang seni lukis
untuk membantu lembaga pendidikan
formal dalam memberikan pembelajaran
melukis bagi anak-anak, memberikan
pembelajaran melukis atas dasar berusaha
menyeimbangkan kinerja otak kanan dan
kiri anak sehingga kerja motorik dan rasa
anak dapat berkembang baik, berusaha
mencetak anak-anak yang mengalami
perkembangan yang baik dari yang mulanya
tidak bisa menjadi bisa, dan yang bisa
menjadi mahir, bukan mencetak anak-anak
yang harus mengantongi kejuaraan di setiap
perlombaan saja. Sebaiknya tujuan tercapai
dengan baik agar pelaksanaan pembelajaran
berjalan dengan baik pula.
Model Pembelajaran Melukis
Menurut Winataputra (2001) dalam
Sugiyanto (2008: 7), model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam
commit to user
untuk mencapai tujuan belajar, dan
berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar
dalam merencanakan dan melaksanakan
aktivitas pembelajaran. Pada Point
Education Center Surakarta tidak ada
kerangka konseptual dalam model
pembelajaran yang digunakan. Namun
secara tidak langsung peneliti menemukan
beberapa model pembelajaran, walaupun
tidak direncanakan sebelumnya. Model
pembelajaran tersebut antara lain model
pembelajaran kontekstual dan model
pembelajaran quantum.
Pembelajaran melukis Point
Education Center Surakarta, ditemukan
adanya beberapa kemiripan dengan
komponen utama model pembelajaran
kontekstual antara lain 1) konstruktivisme,
dapat dilihat melalui hasil belajar melukis
siswa Point Education Center Surakarta
dicapai melalui proses pengamatan dan
pengalaman nyata yang dibangun sendiri, 2)
inkuiri, dilihat saat siswa melalukan
pencarian visual yang akan dilukis melalui
proses berpikir sistematis, 3) bertanya,
ditemukan saat siswa bertanya kepada
instruktur mengenai sketsa maupun
pewarnaan, 4) masyarakat belajar, sering
terjadi komunikasi siswa dengan instruktur,
teman maupun orangtua yng menunggu
dalam mencapai hasil belajar, 5)
pemodelan, dalam pembelajaran adanya
peraga berupa contoh sketsa gambar
instruktur yang dapat ditiru siswa, dan 6)
penilaian nyata, dilihat pada penilaian siswa
yang lebih menekankan pada proses belajar
siswa. Hal ini sama halnya dengan pendapat
Sanjaya (2004) dalam Sugiyanto (2009:
17-20), mengenai tujuh komponen utama
model pembelajaran kontekstual yakni
konstruktivisme, inkuiri, bertanya,
masyarakat belajar, pembelajaran terpadu,
pemodelan, dan penilaian sebenarnya.
Untuk penerapan model
pembelajaran quantum di Point Education
Center Surakarta terlihat jelas pada
instruktur yang selalu memberikan kesan
hangat dan akrab sehingga siswa merasa
nyaman saat mengikuti bimbingan.
Disela-sela pembelajaran pun instruktur juga
memberikan candaan agar pembelajaran
tidak terkesan kaku, ruang kelas di Point
Education Center Surakarta di penuhi oleh
gambaran-gambaran dinding (mural)
dengan visual kartun dan bertema
macam-macam sehingga suasana pembelajaran
sangat menyenangkan dan secara tidak
langsung memotivasi dan menginspirasi
siswa dalam melukis. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa model pembelajaran di
commit to user
model pembelajaran quantum, meskipun
tidak sepenuhnya menggunakan
karakteristik model pembelajaran quantum
tersebut. Hal ini dapat dilihat sesuai dengan
pendapat Sugiyanto (2009: 73-76) tentang
karakteristik umum pembelajaran quantum
antara lain pembelajaran quantum bersifat
konstruktivisme, memusatkan pada interaksi
yang menyenangkan, bermutu dan
bermakna, menekankan pada kealamiahan
dan kewajaran proses pembelajaran,
mengutamakan keberagaman dan
kebebasan, serta mengintegrasikan totalitas
tubuh dan pikiran dalam proses
pembelajaran.
Materi Pembelajaran Melukis
Materi yang diajarkan di Point
Education Center Surakarta meliputi teknik
membuat sketsa dari bentuk geometri dan
teknik mewarnai gambar dengan gradasi
warna yang paling sederhana, semuanya
mengarah pada aspek praktek. Teknik
mewarnai menggunakan teknik kering,
yaitu dengan menggunakan pastel minyak.
Untuk pemberian teknik semua dilakukan
oleh instruktur melukis. Materi dalam
pembelajaran melukis di Point Education
Center Surakarta cenderung mengambil
tema dari lingkungan sekitar, karena
diyakini faktor lingkungan memberi
pengaruh inspirasi yang begitu kuat bagi
siswa, selain itu agar siswa mengenal dan
peka dengan situasi lingkungan sekitar
sehingga melukis disini tidak hanya
mengasah kemampuan otak, namun juga
kemampuan rasa siswa. Seperti halnya yang
dijelaskan oleh Sri Anitah (2009: 127),
sumber belajar adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan dalam memfasilitasi
kegiatan belajar. Penyampaian tema dan
teknik pewarnaan pada siswa dilakukan
instruktur dengan pendekatan personal
sehingga instruktur benar-benar mengerti
karakteristik setiap siswa.
Materi melukis di Point Education
Center Surakarta sebagian besar mengambil
tema yang masih dalam ruang lingkup
lingkungan sekitar anak-anak yang
sederhana agar siswa mengenal dan peka
dengan situasi lingkungan sekitar sehingga
melukis disini tidak hanya mengasah
kemampuan otak, namun juga kemampuan
rasa siswa.
Metode Pembelajaran Melukis
Dalam melaksanakan pembelajaran,
Point Education Center Surakarta
menggunakan beberapa metode
pembelajaran. Metode yang digunakan
antara lain ceramah, demonstrasi, tanya
jawab, latihan atau drill, dan penugasan.
Metode yang selama ini digunakan masih
commit to user
lembaga pendidikan formal. Penggunaan
metode-metode pembelajaran tersebut
menyesuaikan keadaan siswa dan keinginan
instruktur. Penggunaan metode pada proses
pembelajaran sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa metode mengajar adalah
cara-cara pelaksanaan dari proses suatu
pengajaran, atau sebagaimana teknisnya
suatu bahan pelajaran diberikan kepada
siswa- siswa di sekolah (Winarno
Surakhmad, 2002: 148).
Media Pembelajaran Melukis
Media pembelajaran juga sangat
berperan bagi perkembangan pengetahuan
dan kreativitas siswa, semakin menarik
media pembelajaran yang diberikan maka
semakin tercipta pula pembelajaran yang
menyenangkan. Namun di Point Education
Center Surakarta tidak ditemukan adanya
penggunaan media pembelajaran. Instruktur
dalam menyampaikan materi pembelajaran
hanya sebatas menggunakan alat peraga
visual yaitu gambar sketsa yang di gambar
di kertas HVS. Dalam membuat alat peraga
ini instruktur menggunakan bolpoint atau
juga spidol kecil, sedangkan untuk warna
tergantung permintaan siswa. Karena teknik
yang digunakan siswa teknik kering, maka
media lukis yang digunakan siswa adalah
pastel minyak. Di Point Education Center
Surakarta, siswa sebelum masuk
pembelajaran melukis sudah diberi satu set
perlengkapan belajar yang terdiri dari tas
jinjing, sapu tangan, pastel minyak, spidol
hitam besar, dan buku gambar ukuran A3.
Alat bahan melukis yang digunakan
Point Education Center Surakarta juga
masih kurang variatif. Penyampaian materi
hanya bergantung pada alat peraga sehingga
hal ini akan berpengaruh pada kurang
berkembangnya pengetahuan siswa
terhadap seni lukis, terdapat pula
keserupaan hasil karya siswa yang satu
dengan yang lainnya. Seperti menurut
pendapat Daryanto (2013:7) bahwa media
pembelajaran cukup penting sebagai salah
satu komponen pembelajaran, karena tanpa
media, komunikasi tidak akan terjadi dan
pembelajaran juga tidak akan bisa
berlangsung secara optimal.
Evaluasi Pembelajaran Melukis
Proses evaluasi di Point Education
Center Surakarta dilakukan secara
nonformal dan formal. Secara nonformal
evaluasi dilaksanakan kapan saja, beriringan
dengan proses bimbingan melukis. Waktu
pelaksanaan evaluasi dilakukan kapan saja
di sela-sela proses bimbingan, karena
evaluasi melukis di Point Education Center
Surakarta juga mencakup evaluasi
perkembangan siswa. Dan pada akhir
commit to user
memberikan tanda bintang bagi siswa yang
mengalami perkembangan yang baik. Selain
itu ada juga apresiasi bagi siswa dengan
memajang karya siswa terbaik di kaca
depan kantor pada setiap akhir bulan,
dengan apresiasi “The Best Student of …
(nama bulan)…”. Dalam melakukan
evaluasi, Point Education Center Surakarta
tidak mempermasalahkan proporsi maupun
bentuk objek yang digambar oleh siswa
karena apapun bentuk yang dilukis siswa itu
merupakan ekspresi mereka. Di Point
Education Center Surakarta bentuk evaluasi
juga hampir sama dengan lembaga-lembaga
pendidikan formal yaitu menggunakan
angka-angka dan rentang huruf dari A
sampai D, yang kemudian dilaporkan pada
orangtua siswa secara tertulis berupa report.
Adapun point-point yang di evaluasi
oleh Point Education Center Surakarta
antara lain sketsa yang dibuat siswa, bentuk
objek yang dibuat siswa, proses pewarnaan,
kerapian karya, dan perkembangan teknik.
Dari evaluasi diatas bisa dilihat seberapa
jauh keberhasilan Point Education Center
Surakarta dalam pembelajaran melukis. Hal
ini sama halnya seperti yang dijelaskan oleh
Sri Anitah (2009: 95), dalam tahap evaluasi
merupakan tahap penyajian apakah tujuan
pembelajaran tercapai atau belum, selain itu
untuk memantabkan pemahaman materi
yang disampaikan.
Proses Pembelajaran Melukis di Point Education Center Surakarta
Proses pembelajaran di Point
Education Center Surakarta berlangsung
selama 2 jam yaitu antara pukul 15.00-17.00
WIB. Pertemuan bimbingan melukis
diberikan dalam setiap minggunya 2 (dua)
kali pertemuan yaitu Selasa dan Sabtu.
Berbeda dengan yang ada dalam sekolah
formal, dalam hal berpakaian, siswa diberi
kesempatan dengan menggunakan pakaian
bebas tetapi sopan. Proses pembelajaran di
Point Education Center Surakarta, bersifat
nonformal yaitu bersifat antara formal dan
informal. Secara formal terlihat pada
perencanaan pembelajaran, pendidik, waktu
pelaksanaan dan tempat yang terencana oleh
lembaga. Sedangkan secara informal terlihat
dari situasi pembelajaran, siswa dalam
berpakaian dan interaksi pendidik dengan
siswa yang terkesan santai dan bersahabat
namun sopan. Menurut Munardi (1997: 8),
norma-norma yang berlaku dalam proses
pendidikan nonformal dan informal tidak
semua jelas tertulis sebagaimana pada
sekolah formal, akan tetapi mampu
mengendalikan dan membimbing peserta
didik bagaimana harus menjalani proses
commit to user
99). Dalam pembelajaran melukis di Point
Education Center Surakarta, instruktur tidak
memahami lukisan anak sesuai
perkembangan gambar anak menurut V.
Lowenfeld (dalam Muharam dan Warti
Sudaryanti, 1992: 34), tingkat
perkembangan gambar anak dibagi menjadi
6, yaitu: 1) Masa coreng mencoreng, umur 2
- 4 tahun, 2) Masa pra bagan, umur 4 – 7
tahun, 3) Masa bagan, umur 7 – 9 tahun, 4)
Masa permulaan realism, umur 9 – 11
tahun, 5) Masa pseundo realisme , umur
11 – 13 tahun, 6) Masa krisis puber, umur
13 – 17 tahun. Adanya pemahaman
instruktur terhadap tingkatan perkembangan
gambar anak, dapat menjadi acuan untuk
mengetahui tingkat perkembangan anak
dalam berkarya.
Kendala dan pendukung dalam
Pembelajaran Melukis di Point Education
Center Surakarta
Kendala dan hambatan yang dialami
lembaga Point Education Center Surakarta
dalam pembelajaran melukis dibagi antara
lain kendala intern dan ekstern. Kendala
intern meliputi kesulitan dalam menangani
siswa-siswi yang rewel dan belum bisa
memegang pastel minyak dengan baik,
sebagian siswa ada yang tidak selesai dalam
pengerjaan karya, metode pembelajaran
yang terlalu menuntun siswa, dan instruktur
yang tidak memahami psikologi
perkembangan gambar anak. Kendala
ekstern muncul dari luar lembaga antara lain
mengenai kesulitan mencari SDM yang
kompeten saat instruktur mengundurkan diri
bila sudah ada pekerjaan baru, dan adanya
tekanan dari orangtua yang terlalu
berambisi ingin anak mereka mengantongi
juara perlombaan melukis. Selama ini
penanganan kendala yang ada diatasi
lembaga Point Education Center Surakarta
dengan cukup baik.
Kendala yang ada dapat muncul
dikarenakan Point Education Center
Surakarta adalah pendidikan nonformal
bukan lembaga pendidikan formal yang
lebih mengikat. Selain itu pembelajaran
khususnya dalam hal seni yang sudah ditata
baik tidak selalu berlangsung seperti apa
yang diinginkan, karena itu muncul
ketidakteraturan dalam prosesnya. Seperti
pendapat dari Slamet Subiyantoro (2008:
110) yaitu akses formal yang ketat
menimbulkan dampak yang berimbang,
yaitu ketidakformalan itu sendiri karena
sifat-sifat materi kesenian dengan tuntutan
kebebasan.
Pendukung dalam pembelajaran
melukis di Point Education Center
Surakarta antara lain: 1) Sarana prasarana di
commit to user
cukup baik dan lengkap sebagai lembaga
pendidikan nonformal, 2) Lingkungan di
Point Education Center Surakarta
bersahabat bagi siswa. Lingkungan tidak
berisik, bersih, di dekorasi layaknya taman
bermain, dan suasana nyaman membuat
siswa merasa betah dan nyaman dalam
mengikuti pembelajaran. 3) Satu set
perlengkapan lukis dari lembaga yang sudah
lengkap membuat orang tua siswa tidak
kerepotan dalam persiapan anak mereka
masuk bimbingan melukis. 4) Instruktur
yang ceria, ramah dan bersahabat membuat
atmosfer pembelajaran menjadi
menyenangkan. 5) Siswa yang bersemangat
masuk juga mempengaruhi jalannya
pembelajaran di Point Education Center
Surakarta. Sebagian besar siswa datang dan
mengerjakan tugas dari instruktur dengan
semangat dan suka cita
SIMPULAN
Point Education Center Surakarta
merupakan lembaga pendidikan nonformal
yang turut serta dalam penyelenggaraan
pendidikan bahasa inggris dan seni rupa
khususnya bidang seni lukis. Bentuk
bimbingan di Point Education Center antara
lain memberikan pengetahuan pada
anak-anak tentang pembuatan sketsa objek
sampai pewarnaan.
Pelaksanaan pembelajaran melukis
di Point Education Center Surakarta
bersifat nonformal, yaitu berada antara
formal dan informal yang mana
pembelajarannya lebih longgar namun
sebenarnya sedikit mengikat. Hal ini terlihat
jelas pada tujuan pembelajaran, model dan
metode pembelajaran yang tidak tertulis,
model pembelajaran yang secara tidak
langsung masih belum sistematis, belum
adanya penggunaan media pembelajaran,
cara berpakaian siswa yang bebas namun
rapi, situasi pembelajaran yang santai dan
enjoy dihadapkan pada materi, tema
melukis, waktu pembelajaran, tempat
pelaksanaan, alat bahan dan aspek evaluasi
commit to user
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu &Uhbiyati. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Anitah, Sri. 2009. Media Pembelajaran. Surakarta: UNS Press.
Bangun, S.C. 2014. Seni Budaya SMA/SMK/MA/MAK XI Semester 1. Jakarta : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud. Diunduh dalam http://bse.kemdikbud.go.id, diakses pada 15 Januari 2015.
Bintari, Bertha. 2006. Strategi Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah. Visi, Jurnal Ilmiah Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal. Vol.1 (1). 91-98.
Chasiyah. dkk. 2009. Perkembangan Peserta Didik. Surakarta: Yuma Pustaka. Daryanto. 2013. Media Pembelajaran: Peranannya Sangat Penting dalam
Mencapai Tujuan Pembelajaran. Cet. II, Yogyakarta : Gava Media.
Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, Sobry. 2007. Strategi Belajar Mengajar melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islam. Cet. II, Bandung: Refika Aditama.
Hadi. A, Soedomo. 2005. Pendidikan (Suatu Pengantar). Surakarta: LPP UNS dan UNS Press.
Hamalik, Oemar. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Hariyanto, Tri. 2007. Peranan Lembaga Pendidikan Non Formal dalam
Menghasilkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas di Surakarta (Kasus di Lembaga Pendidikan Non Formal di Surakarta). Tesis Tidak Dipublikasikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Hasbullah. 2012. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo. Kartika, Dharsono Sony. 2004. Seni Rupa Modern. Bandung: Rekayasa Sains. Kasiyan. 2002. Pendidikan Kesenian dalam Pembangunan Karakter Bangsa.
Cakrawala Pendidikan, Jurnal Ilmiah Pendidikan. Th.XXI (1). 33-40. Kuntoro, Sodiq A. 2006. Pendidikan Nonformal (PNF) bagi Pengembangan
Sosial. Visi, Jurnal Ilmiah Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal. Vol.1 (2). 14-23.
Kwesi, Gideon. dkk. 2013. The Use of Visual Art Forms in Teaching and Learning in Schools for The Deaf in Ghana: Investigating The Practice.
International Journal of Innovatif Research & Development. Vol. 2 Issue 5. 408-422. Dalam www.ijird.com, diunduh pada 19 Desember 2014.
Margono, S. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Meleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:
PT. Rosda Karya.
Muharam & Sudaryanti. 1992. Pendidikan Kesenian II Seni Rupa. Jakarta: Bumi Aksara
Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
commit to user
Nurteti, Lilis. 2010. Paedagogik Pengantar Analisis. Ciamis: IAID.
Sampurno, M. Bayu Tejo. 2014. Belajar dari Lukisan Anak. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Seni #2, Jurusan Pendidikan Seni Rupa, FBS UNESA. 124-131.
Soedarso, Sp. 2006. TRILOGI SENI, Penciptaan, Eksistensi, dan Kegunaan Seni. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.
Subiyantoro, Slamet. 2008. Seni, Pariwisata dan Budaya (Kumpulan Hasil-hasil Penelitian). Karanganyar: CV. Mefi Caraka.
Subiyantoro, Slamet. dkk. 2011. BUNGA RAMPAI, Guru, Pendidikan Karakter, dan Nilai Kebudayaan Jawa. Klaten: CV. Mutiara Ilmu.
Subiyantoro, Slamet. 2011. Antropologi Seni Rupa. Surakarta: UNS Press.
Sugiyanto. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru (PSG) Rayon 13.
Sugiyanto. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru (PSG) Rayon 13.
Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sulistyo, Edy Tri. dkk. 2011. Media Pendidikan dan Pembelajaran di Kelas. Surakarta: UNS Press.
Surakhmad, Winarno. 2002. Pengantar Interaksi Belajar. Bandung: Tarsito. Sutopo, HB. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif : Dasar Teori & Terapannya
dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press.
Syaodih, Nana. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli Definisi, Tujuan, Unsur, Jalur, Faktor
dalam http://www.lintasjari.com/2013/05.html. diakses pada tanggal 16 September 2014.
Mendobrak seni rupa anak-anak dalam http://sanggarkubobbo.blogspot.com, diakses pada tanggal 12 Juli 2014.
Perbedaan Sistem antara Pendidikan Non Formal dan Informal dalam
http://nursekhamaulidapmtkbunisma.blogspot.com/2013/02/makalah-pendidikan-non-formal-dan.html. diakses pada tanggal 18 September 2014. http://belajarpsikolog.com/2011/07/macam-macam-metode-pembelajaran.html.
diakses pada tanggal 2 Oktober 2014.
Macam - macam Metode dalam Mengajar dalam