• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hal ini menandakan bahwa penambahan komposisi kitosan dapat meningkatkan nilai kuat tarik edible film

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Hal ini menandakan bahwa penambahan komposisi kitosan dapat meningkatkan nilai kuat tarik edible film"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

5

4

3

2

1

0

1 2 3

Kitosan

4 5

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Sifat Mekanik Edible film

Sifat mekanik edible film dapat dilihat dari nilai kuat tarik dan elongasinya. Gambar di bawah ini menujukkan nilai kuat tarik dan elongasi edible film dengan adanya kitosan.

(a)

(b)

Gambar 4.1 Uji Sifat Mekanik Edible film (a) Kuat Tarik (b) Elongasi

Berdasarkan gambar 4.1(a) menujukkan bahwa nilai kuat

5

4

3

2 1

0

1 2 3

Kitosan

4 5

ElongasiKuat Tarik

(2)

25

tarik edible film yang dihasilkan pada variasi kitosan 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4 gram dan 5 gram masing-masing sebesar 3,73 Mpa; 3,91 Mpa; 3,98 Mpa; 4,14 MPa dan 4,53 Mpa. Hal ini menandakan bahwa penambahan komposisi kitosan dapat meningkatkan nilai kuat tarik edible film. Peningkatan nilai kuat tarik disebabkan karena kitosan membentuk ikatan hidrogen antar molekul yang menyebabkan edible film lebih padat, kuat dan sulit untuk dipecah (Fathanah et al., 2018).

Komposisi kitosan yang semakin besar membuat ikatan hidrogen dalam edible film semakin banyak, sehingga memerlukan energi yang besar untuk memutus ikatan tersebut yang mengakibatkan nilai kuat tarik edible film akan semakin besar juga (Coniwanti et al., 2014)

Sementara itu, pada gambar 4.1(b) nilai elongasi edible film yang dihasilkan pada penelitian ini untuk variasi kitosan 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4 gram dan 5 gram masing-masing sebesar 4,46%;

3,68%; 1,99%; 1,32% dan 0,81%. Hal ini menandakan bahwa penambahan komposisi kitosan membuat nilai elongasi edible film semakin kecil. Penambahan komposisi kitosan dapat membuat edible film yang dihasilkan lebih rapat dan padat karena adanya ikatan hidrogen antar rantai polimer sehingga edible film yang dihasilkan semakin kaku dan sifat elastisitas dari edible film akan menurun (Setiani, 2013).

4.2 Uji Swelling

Uji swelling dilakukan untuk mengetahui kemampuan edible film dalam menyerap air. Edible film yang baik adalah edible film yang dapat menyerap sedikit air yang ditandai dengan nilai presentasi swelling yang kecil.

(3)

26

ini menandakan bahwa nilai swelling dari edible film menurun seiring dengan penambahan komposisi kitosan karena kitosan memiliki sifat yang tak larut dalam air sehingga jika semakin besar komposisi kitosan, maka nilai swellingnya akan semakin kecil yang menunjukkan bahwa kemampuan edible film dalam menyerap air

(a)

Gambar 4.2 Uji Swelling Edible film

Berdasarkan gambar 4.2 didapatkan nilai swelling edible film dengan komposisi kitosan 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4 gram dan 5 gram masing-masing sebesar 1,56%; 1,18%; 0,94%; 0,73% dan 0,53%. Hal

(Sanjaya dan Tyas, 2011).

Menurut Kusumawati dan Widya (2013), Semakin banyak kitosan yang ditambahkan maka kadar air akan semakin menurun, menurunnya kadar air edible film disebabkan oleh sifat kitosan yang hidrofobik atau tidak menyukai air. Hidrofobik adalah ketidakmampuan suatu senyawa untuk mengikat air, sehingga edible film dengan penambahan kitosan yang lebih tinggi menyebabkan kandungan air dalam bahan menurun dan kadar air yang dihasilkan edible film menjadi rendah. Menurut (Anward, dkk. 2013) Konsentrasi yang semakin tinggi menandakan pori film berkurang, sehingga cairan yang dapat terakumulasi di dalam film semakin sedikit. Inilah yang menyebabkan nilai swelling nya semakin rendah.

1,80

% 1,60

% 1,40

% 1,20

% 1,00

% 0,80

1 2 3

Kitosan

4 5

semakin kecil juga

%

(4)

27 4.3 Uji Susut Bobot

Pada penelitian ini, edible coating diaplikasikan permukaan buah tomat dilakukan dengan cara pencelupan. Metode ini paling banyak diaplikasikan pada buah dan sayur.

(a)

(b)

Gambar 4.3 Buah Tomat (a) Tanpa Coating (b) Dengan Coating

Analisa caoting yang dilakukan dengan buah tomat segar dilapisi dengan larutan edible coating dengan variasi yang berbeda dan dibiarkan pada suhu ruangan hingga 7 hari. Gambar di atas menunjukkan kondisi buah tomat tanpa pelapisan edible coating dan buah tomat dengan edible coating setelah 7 hari massa penyimpanan.

(5)

28

timbulnya bercak hitam yang diduga sebagai tanda pembusukan, sedangkan buah tomat dengan coating pada permukaan kullit buah terlihat masih segar dan menunjukkan tidak ada perubahan warna pada buah tomat, sehingga warna buah tomat tetap kemerahan.

Pelapisan buah tomat mampu menghambat degradasi klorofil dan

kematangan mampu mempertahankan tingkat kecerahan warnanya.

Dari struktur kulit buah tomat tanpa coating nampak terlihat

pembentukan karoten. Selain itu, buah tomat yang berada pada

Menurut (Krochta et al. 1994), Edible coating berbahan dasar jamur tiram yang memiliki polisakarida berperan sebagai membran permeabel yang selektif terhadap pertukaran gas O2 dan CO2 sehingga dapat menurunkan tingkat respirasi pada buah dan sayuran. Aplikasi coating polisakarida dapat mencegah dehidrasi, oksidasi lemak, dan pencoklatan pada permukaan serta mengurangi laju respirasi dengan mengontrol komposisi gas CO2 dan O2 dalam atmosfer internal. Keuntungan lain coating berbahan dasar polisakarida adalah memperbaiki flavor, tekstur, dan warna, meningkatkan stabilitas selama penjualan dan penyimpanan, memperbaiki penampilan, dan mengurangi tingkat kebusukan

Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan kualitas buah tomat. Susut bobot pada buah dapat terjadi karena proses penurunan berat buah akibat proses respirasi, transpirasi dan aktivitas bakteri. Nilai susut bobot buah dihitung berdasarkan selisih berat awal buah dengan berat pada saat dilakukan pengukuran. Pada penelitian ini dilakukan dua perlakuan yang berbeda yaitu penambahan konsentrasi rice bran wax dan waktu sonikasi kitosan-rice bran wax agar dapat mengetahui pengaruhnya terhadap susut bobot buah tomat.

(6)

29

Hal ini terjadi karena edible coating memiliki sifat barrier yang dalam menahan laju respirasi dan transmisi uap air dari buah tomat sehingga uap air yang terkandung di dalam buah tomat akan tertahan oleh edible coating.

Selain itu, susut bobot pada buah tomat juga mengalami peningkatan (a)

(b)

(b)

Gambar 4. 4 Susut Bobot (a) Konsentrasi Rice bran wax (b) Waktu Sonikasi Pada penelitian ini konsentrasi rice bran wax divariasikan yaitu 1%, 2%, 3%, 4% dan 5%. Gambar di atas menunjukan bahwa pelapisan edible coating mampu menurunkan susut bobot buah sawo dibandingkan tanpa adanya pelapisan edible coating.

14,00

% 12,00

% 10,00

% 8,00

% 6,00

%

Tanpa Coating 1%

2%

3%

4%

1 2 3 4 5 6 7 Waktu Penyimpanan

7,00

% 6,00

% 5,00

% 4,00

% 3,00

%

10 menit 30 menit

1 2 3 4 5 6 7

Waktu Penyimpanan (Hari) Susut Bobot Susut Bobot

(7)

30

seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Peningkatan tersebut disebabkan karena proses transpirasi dimana air yang terdapat di dalam buah tomat akan berpindah ke lingkungan. Kenaikan Susut bobot terjadi karena buah tomat merupakan buah klimaterik yang dapat mengalami peningkatan respirasi seiring dengan pematangan buah (Kismaryanti, 2007dalam Lathifa, 2013).

Hal ini terjadi karena semakin lama waktu sonikasi maka ukuran partikel lebih homogen serta penggumpalan campuran semakin berkurang sehingga edible coating yang dihasilkan tercampur merata sehingga

Gambar 4.4 (a) menunjukkan nilai susut bobot tertinggi pada konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4% dan 5% berturut-turut sebesar 7,88%;

7,71%; 5,8%; 4,57% dan 4,33%. Hal ini menandakan bahwa penambahan konsentrasi rice bran wax mengakibatkan penurunan nilai susut bobot buah tomat. Semakin besar penambahan konsentrasi rice bran wax dalam melapisi buah maka pori-pori buah semakin kecil sehingga kehilangan air pada buah tomat semakin kecil juga yang mengakibatkan penurunan nilai susut bobot (Wills, 1981).

Selain itu, dari gambar 4.4 (b) terlihat bahwa waktu sonikasi campuran kitosan dan rice bran wax mampu menurunkan nilai susut bobot buah tomat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Eric Gustavo et al., 2020 menjelaskan bahwa perlakuan waktu sonikasi berpengaruh terhadap susut bobot dimana semakin lama waktu sonikasi maka susut bobot yang dihasilkan semakin kecil.

edible coating dapat bekerja secara optimal pada saat diaplikasikan (Delmifiana dan Astutui, 2013).

(8)

31

4.4 Uji Produksi Gas Etilen

Buah tomat merupakan buah klimaterik yang akan mengalami kenaikan laju respirasi serta kenaikan gas etilen. Konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah pasca panen yang tinggi dapat mempercepat proses pembusukan pada buah. Produksi gas etilen dapat memicu munculnya tanda-tanda kerusakan pada buah serta dapat memicu enzim-enzim hidrofobik yang berperan dalam pelunakan dan menghasilkan warna yang tidak diinginkan oleh konsumen (Jumeri et al., 1997). Etilen merupakan salah satu senyawa yang bersifat volatil atau mudah menguap yang diproduksi pada saat proses pematangan. Pada penelitian ini dilakukan dua perlakuan yang berbeda pada saat pengujian gas etilen yaitu penambahan konsentrasi rice bran wax dan waktu sonikasi kitosan-rice bran wax agar dapat mengetahui pengaruhnya terhadap laju produksi gas etilen yang dihasilkanbuahtomat.

(a)

10 8

6 4 2

%

Tanpa 1 2

3

1 2 3 4 5 6 7

4 5 Waktu Penyimpanan

Gas Etilen

(9)

32

(b)

Gambar 4.5 Produksi Gas Etilen (a) Konsentrasi Rice bran wax (b) Waktu Sonikasi

Gambar 4.5(a) menunjukkan produksi gas etilen dimana buah tomat tanpa pelapisan edible coating memiliki produksi gas etilen yang lebih besar dibandingkan dengan buah tomat yang dilapisi oleh edible coating. Hal tersebut karena edible coating bersifat barrier yang mampu menahan dan mengendalikan laju respirasi dan produksi gas etilen. Penambahan konsentrasi rice bran wax terbukti mampu menurunkan laju produksi gas etilen buah tomat karena semakin besar konsentrasi rice bran wax maka pori-pori tomat akan semakin kecil sehingga hal tersebut dapat menahan laju produksi gas etilen. Selain itu, waktu sonikasi campuran kitosan dan rice bran wax pu mempengaruhi produksi gas etilen dimana semakin lama waktu sonikasi maka produksi gas etilen yang dihasilkan akan semakin kecil karena pencampuran menggunakan sonikasi dengan bantuan gelombang ultrasonik mampu membuat campuran lebih homogen sehingga edible coating yang dihasilkan lebih optimal ketika diaplikasikan.

7 6 5 4 3 2 1 0

10

menit 30 menit

1 2 3 4 5 6 7

Waktu Penyimpanan

Gas Etilen

(10)

33

4.5 Uji PH Tomat

PH buah merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas tomat (Araguez et al., 2020). PH buah selalu naik selama pematangan karena konsumsi asam organik untuk proses metabolisme selama respirasi (Wu et al., 2016; Tumwesigye, et al., 2017).

(a)

(b)

Gambar 4.6 pH tomat (a) Konsentrasi Rice bran wax (b) Waktu Sonikasi

Gambar 4.6(a) menunjukkan bahwa buah tomat tanpa edible coating mengalami perubahan pH yang sangat signifikan dibandingkan dengan buah tomat dengan edible film. Pelapisan buah

50,00

% 40,00

% 30,00

% 20,00

1 2 3 4 5 6 7

Waktu Penyimpanan (Hari) Tanpa Coating 1% 2% 3% 4%

15,00

%

10,00

%

5,00

%

1 2 3 4 5 6 7

Waktu Penyimpanan (Hari)

Penurunan PHPenurunan PH

(11)

34

respirasi karena edible coating berperan sebagai membran permiabel yang selektif terhadap pertukaran gas O2 dan CO2 sehingga dapat menurunkan tingkat respirasi pada buah. Nilai pH buah berkaitan dengan asam organik yang terkandung di dalamnya. Penurunan

penurunan pembentukan asam-asam selama penyimpanan.

tomat dengan pelapis edible coating mampu menurunkan laju

keasaman ditandai dengan kenaikan pH yang disebabkan oleh

Tomat merupakan salah satu buah klimaterik yang memiliki laju respirasi 35 – 70 mg CO2/Kg/Jam. Buah tomat dengan laju respirasi yang tinggi maka kandungan total asamnya lebih sedikit.

Peningkatan pH buah tomat selama penyimpanan disebakan berkurangnya asam organik sebagai akibat perombakan asam menjadi cadangan energi dalam respirasi. Saat penyimpanan, buah tomat cenderung mengalami kenaikan kandungan gula yang kemudian diiringi dengan penurunan mutu buah, perubahan kadar gula tersebut mengikuti pola respirasi buah selama penyimpanan.

(Novita, 2015)

Pada gambar 4.6(a) terlihat bahwa penambahan konsentrasi rice bran wax mampu menjaga kestabilan pH tomat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Nuatong, 2011 menjelaskan bahwa penambahan konsentrasi rice bran wax mampu membuat stabil pH. Selain itu, lama waktu sonikasi juga mempengaruhi kestabilan pH tomat. Terlihat pada gambar 4.5(b) menunjukkan bahwa semakin lama waktu sonikasi pH tomat lebih stabil selama massa penyimpanan. Hal ini sesuai dengan penelitian Eric Gustavo et al., 2020 yang menjelaskan bahwa semakin lama waktu sonikasi maka pH akan lebih stabil karena semakin lama waktu sonikasi maka ukuran

(12)

35 partikel lebih homogen serta penggumpalan campuran semakin

berkurang sehingga edible coating yang dihasilkan tercampur merata.

Hal tersebut membuat edible coating dapat bekerja secara optimal pada saat diaplikasikan sehingga dapat menjaga kestabilan pH (Delmifiana dan Astuti, 2013).

4.6 Uji SEM

Uji Scanning Electron Microscope (SEM) dilakukan untuk mengetahui bentuk morfologi permukaan dan homogenitas dari edible film yang dihasilkan. Hasil pengujian ini juga dapa mengevaluasi homogenitas film, struktur lapisan yang terbentuk, halus dan kasarnya permukaan sehingga topografi, lekukan, tonjolan dan pori-pori permukaan dapat terlihat (Ulpa, 2011).

Gambar 4.7 Hasil Uji SEM Perbesaran 1000x

Gambar 4.7 menunjukkan hasil pengujian SEM edible film yang dilakukan pada pembesaran 1000x. Dari gambar tersebut terlihat permukaan edible film tidak berpori dan tidak ada retakan karena pada pembuatan edible film dilakukan penambahan gilserol sebagai plasticizer. Penambahan plasticizer dalam edible film dapat menghindari pori dan retakan (Garcia et al., 1999). Pada gambar 4.6 juga terlihat bahwa permukaan edible film cukup halus namun masih terdapat partikel yang belum tercampur merata karena edible film yang dibuat menggunakan kitosan konvensional yang memiliki struktur kurang halus dan masih kasar sehingga mempengaruhi edible film yang dihasilkan.

(13)

36 4.7 Uji FTIR

Uji FTIR merupakan pengujian berbasis serapan spektroskopi dengan menggunakan sinar infra merah. Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mengindentifikasi gugus fungsi yang terdapat pada edible film.

Gambar 4.8 Spektrum FTIR Edible film variasi 1% 30 menit Pada gambar 4.8 terlihat adanya pita serapan pada bilangan gelombang 3291,88 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus fungsi OH. Pita serapan pada bilangan gelombang 2915,83 cm-1 menunjukkan gugus fungsi C-H, pita serapan pada bilangan gelombang 1643,05 cm-1 menunjukkan gugus fungsi C=O, pita serapan pada bilangan gelombang 1562,05 cm-1 menunjukkan gugus fungsi N-H, pita serapan pada bilangan gelombang 1415,49 cm-1 menunjukkan gugus fungsi CH3 amida dan pita serapan pada bilangan gelombang 1033,65 cm-1 menunjukkan gugus fungsi C-O. Edible film pada penelitian ini tersusun dari dua komponen utama yaitu kitosan dan rice bran wax. Berdasarkan struktur molekulnya, kitosan mengandung gugus fungsi OH, C-H, C=O, N-H dan C-O sementara rice bran wax mengandung gugus fungsi C-H, C=O dan C-O.

(14)

37

Tabel 4.1 Puncak Serapan FTIR Kitosan dan Rice bran wax Panjang gelombang (cm-1)

Gugus fungsi

Kitosan Rice bran wax

Literatur (Kusumaningsih,2004)

Hasil penelitian

Literatur (Aminu Ishaka et

Hasil penelitian

al., 2004)

O-H 3452,3 3291,88 - -

C-O 1039,6 1033,65 1170 1033,65

C-H 2875,7 2915,83 2846 2915,83

C=O 1647,1 1643,05 1732 1643,05

N-H 1629,7 1562,05 - -

Berdasarkan perbandingan spektra IR kitosan dan rice bran wax hasil penelitian dengan nilai standar, menunjukkan gugus fungsi pada masing-masing senyawa tidak jauh berbeda dengan standar sehingga dapat disimpulkan bahwa kitosan dan rice bran wax sebagai bahan penyusun edible film tercampur dengan baik.

Gambar 4.9 Spektrum FTIR Edible film Variasi tanpa Rice Bran Wax

(15)

38

Pada gambar 4.8 terlihat adanya pita serapan pada bilangan gelombang 3336,23 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus fungsi OH. Pita serapan pada bilangan gelombang 2935,11 cm-1 menunjukkan gugus fungsi C-H, pita serapan pada bilangan gelombang 1590,98 cm-1 menunjukkan gugus fungsi C=O, pita serapan pada bilangan gelombang 1423,20 cm-1 menunjukkan gugus fungsi N-H, pita serapan pada bilangan gelombang 1031,72 cm-1 menunjukkan gugus fungsi C-O. Edible film pada penelitian ini tersusun dari satu komponen utama yaitu kitosan. Berdasarkan struktur molekulnya, kitosan mengandung gugus fungsi OH, C-H, C=O, N-H dan C-O.

Panjang Gelombang (cm-1) Gugus

Fungsi

Kitosan Rice Bran Wax

Literatur (Kusumaningsih,

2004)

Hasil Penelitian

Literatur (Aminu Ishaka et al,. 2004)

Hasil Penelitian

O-H 3452,3 3336,23 - -

C-O 1039,6 1031,72 1170 -

C-H 2875,7 2935,11 2846 -

C=O 1647,1 1590,98 1732 -

N-H 1629,7 1423,20 - -

Berdasarkan perbandingan spektra IR kitosan hasil penelitian dengan nilai standar, menunjukkan gugus fungsi pada masing- masing senyawa tidak jauh berbeda dengan standar.

Tabel 4.2 Puncak serapan FTIR Kitosan tanpa Rice Bran Wax

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini sejalan dengan penelitian Andari Amelia Aurora (2014) yang melakukan penelitian dengan cara memberikan olahan lidah buaya berupa nata de aloe vera sebanyak 150

Pada era reformasi ide dan ekspresi keislaman terbagi menjadi tiga model; ada yang fundamentalis —seperti pemikiran kelompok radikal di konteks global, ada yang

components) , merupakan komponen yang terdiri dari tiga fasor yang besarnya sama, tetapi terpisah satu dengan yang lain dalam fasa sebesar 120 o , dan mempunyai urutan

membuat bingung pelanggan. Hal ini terjadi dikarenakan pada nama domain, nama yang digunakan tidak boleh sama secara karakter, namun untuk nama yang hanya selisih

Hal ini, membuat Pasal 23 ayat (2) UU ITE memiliki peran penting dalam pencegahan dan penekan hukum atas dilanggarnya hak orang lain dengan memakai nama domainnya untuk

- Upaya tambahan pengawasan yang dilakukan oleh Penyewa yaitu dengan mengirimkan surveyor, loading master, serta mewajibkan Pemilik Kapal untuk melakukan pemasangan

Perbedaan tersebut mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat tentang PJB, di samping edukasi oleh pelayanan kesehatan yang merupakan salah satu program dari rumah sakit