• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Pelayanan Sosial UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong bagi Lanjut Usia Di Kabupaten Tapanuli Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektivitas Pelayanan Sosial UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong bagi Lanjut Usia Di Kabupaten Tapanuli Utara"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS PELAYANAN SOSIAL

UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA DI KECAMATAN SIBORONG-BORONG KABUPATEN TAPANULI UTARA BAGI LANJUT USIA

SKRIPSI

DIAJUKAN GUNA MELENGKAPI TUGAS DAN MEMENUHI SYARAT UNTUK MENCAPAI GELAR SARJANA SOSIAL PADA FAKULTAS ILMU

SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DIAJUKAN OLEH:

IRON MARITO SIMANGUNSONG 050902045

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2011

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

050902045

ABSTRAK

Efektivitas Pelayanan Sosial UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong bagi Lanjut Usia Di Kabupaten Tapanuli Utara

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 71 halaman, 19 tabel, 2 gambar dan 5 lampiran)

Lanjut usia merupakan salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial yang eksis berada di tengah-tengah masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial yang menjadi penyebab keterlantaran lanjut usia, misalnya masalah sosial ekonomi, dan keluarga yang tidak bertanggung jawab akan kewajiban memenuhi kebutuhan para orang lanjut usianya. Sangat diakui bahwa sebagian besar keterlantaran lanjut usia berkaitan langsung dengan lemahnya kondisi sosial ekonomi keluarga, sehingga para anak atau keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan orang tua lanjut usia. Keterlantaran ini yang menyebabkan para lanjut usia tidak dapat menikmati hari tuanya secara wajar sebagaimana para lanjut usia yang masih memiliki keluarga yang berkecukupan serta memiliki keadaan ekonomi yang baik. Penanganan masalah kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar sudah banyak dilakukan oleh pemerintah maupun swasta baik melalui sistem sosial panti dan non-panti. Salah satu cara yang dilakukan untuk menanggulangi hal ini adalah dengan adanya Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong yabg bersedia menampung para lanjut usia yang terlantar, dimana fasilitas yang diberikan sama seperti lanjut usia lainnya.

Penelitian ini dilakukan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Lanjut usia yang berkedudukan di Jalan Pacuan No.100 Kecamatan Siborong-borong Kabupaten Tapanuli Utara. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, dimana suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum pelayanan sosial yang dijalankan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong bagi lanjut usia sangat membantu dan bermamfaat untuk kehidupan dan masa-masa hari tua para lanjut usia tersebut. Walaupun masih ada sedikit beberapa kekurangan yang belum terealisasi dengan baik, namun secara keseluruhan pelayanan sosial di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong sudah baik dalam memenuhi pelayanan sosial bagi lanjut usia.

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK ……… i

DAFTAR ISI………. ii

DAFTAR TABEL……… v

DAFTAR GAMBAR………... vi

BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1.Latar Belakang……… 1

1.2.Perumusan Masalah……… 8

1.3.Tujuan dan Mamfaat Penelitian……….. 9

1.4.Sistematika Penulisan………. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….... 11

2.1. Efektifitas……… 11

2.1.1 Pengertian Efektifitas………. 11

2.1.2 Pendekatan Terhadap Efektifitas……… 13

2.1.3 Masalah Dalam Pengukuran Efektifitas………. 14

2.2 Pelayanan Sosial……….. 17

2.2.1 Fungsi Pelayanan Sosial………. 19

2.2.2 Peranan Pekerja Sosial dalam Menangani Masalah Sosial. 22 2.3 Orang Lanjut Usia……….. 27

2.4 Kerangka Pemikiran………... 30

2.5 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional………... 32

2.5.1 Defenisi Konsep………... 32

(4)

BAB III METODE PENELITIAN……….. 35

3.1. Tipe Penelitian……….. 35

3.2. Lokasi Penelitian……….. 35

3.3. Populasi dan Sampel………. 36

3.4. Teknik Pengumpulan Data……… 36

3.5. Teknik Analisa Data………. 37

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN……….. 38

4.1. Latar Belakang Lembaga……….. 38

4.2. Visi dan Misi UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong. 39 4.3. Letak dan Dasar Hukum Berdirinya UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong……….. 39

4.4. Tujuan dan Fungsi UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong………. 40

4.4.1 Tujuan Lembaga………. 40

4.4.2 Fungsi Lembaga………. 40

4.5. Sarana dan Prasarana UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong………. 42

4.6. Struktur Organisasi UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong………. 43

BAB V ANALISIS PENELITIAN……….. 44

5.1. Analisis Identitas Responden………. 45

5.2. Analisis Data Penelitian………. 48

5.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Apakah Mendapat Dampingan Berupa Bimbingan………. 48

(5)

5.2.3 Distribusi Responden BerdasarkanRespon Saat Mereka

Sakit………. 49

5.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Perawatan Kesehatan Yang diberikan Oleh UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong………. 51

5.2.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kelayakan UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong Sebagai Tempat Bimbingan Rohani………. 55

5.2.6 Distribusi Responden Berdasarkan Perhatian Yang diberikan Oleh Lembaga………. 59

5.2.7 Distribusi Responden Berdasarkan Keinginan Berbagi Kesulitan………. 61

5.2.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kunjungan Pihak Lembaga………. 65

5.2.9 Distribusi Responden Berdasarkan Mamfaat Bimbingan Bagi Para Lanjut Usia………. 66

5.2.10 Distribusi Responden Berdasarkan Konsultasi Dengan Pihak Lembaga……….... 67

5.2.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan Terhadap Bimbingan Dari Pihak Lembaga………... 67

BAB VI PENUTUP………. 69

6.1. Kesimpulan………... 69

6.2. Saran………. 71

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sarana dan Prasarana UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia

Siborong-borong………. 42

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur………. 45

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………... 46

Tabel.4 Distribusi Responden Berdasarkan Agama………... 46

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Tinggal di Panti Asuhan….. 47

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Respon Mereka Saat Mereka Sakit Parah………... 50

Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Pihak Khusus Yang Dihadirkan Panti………... 51

Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapat Pelayanan Kesehatan… 52

Tabel 9. Intensitas Pemeriksaan Kesehatan di Prasarana UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong……… 53

Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Dampingan dari Pihak Panti dalam Sebulan……… 54

Tabel 11. Distribusi Responden Berdasarkan Kehadiran Pihak Khusus Dalam Bimbingan Rohani……….. 56

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Bagan Alir Pemikiran

(8)

050902045

ABSTRAK

Efektivitas Pelayanan Sosial UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong bagi Lanjut Usia Di Kabupaten Tapanuli Utara

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 71 halaman, 19 tabel, 2 gambar dan 5 lampiran)

Lanjut usia merupakan salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial yang eksis berada di tengah-tengah masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial yang menjadi penyebab keterlantaran lanjut usia, misalnya masalah sosial ekonomi, dan keluarga yang tidak bertanggung jawab akan kewajiban memenuhi kebutuhan para orang lanjut usianya. Sangat diakui bahwa sebagian besar keterlantaran lanjut usia berkaitan langsung dengan lemahnya kondisi sosial ekonomi keluarga, sehingga para anak atau keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan orang tua lanjut usia. Keterlantaran ini yang menyebabkan para lanjut usia tidak dapat menikmati hari tuanya secara wajar sebagaimana para lanjut usia yang masih memiliki keluarga yang berkecukupan serta memiliki keadaan ekonomi yang baik. Penanganan masalah kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar sudah banyak dilakukan oleh pemerintah maupun swasta baik melalui sistem sosial panti dan non-panti. Salah satu cara yang dilakukan untuk menanggulangi hal ini adalah dengan adanya Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong yabg bersedia menampung para lanjut usia yang terlantar, dimana fasilitas yang diberikan sama seperti lanjut usia lainnya.

Penelitian ini dilakukan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Lanjut usia yang berkedudukan di Jalan Pacuan No.100 Kecamatan Siborong-borong Kabupaten Tapanuli Utara. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, dimana suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum pelayanan sosial yang dijalankan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong bagi lanjut usia sangat membantu dan bermamfaat untuk kehidupan dan masa-masa hari tua para lanjut usia tersebut. Walaupun masih ada sedikit beberapa kekurangan yang belum terealisasi dengan baik, namun secara keseluruhan pelayanan sosial di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong sudah baik dalam memenuhi pelayanan sosial bagi lanjut usia.

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang

dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun, namun manusia

dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya. Ada tiga aspek yang perlu

dipertimbangkan dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia, yaitu aspek

biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (Al-Isawi, 2002).

Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses

penuaan secara terus – menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik

yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan

kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,

jaringan, serta sistem organ.

Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada

sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi

memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan

masa tua, sering kali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan

masyarakat.

Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri.

Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda.

(10)

terhadap pengambilan keputusan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun,

akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang

harus dihormati oleh warga muda.

Banyak orang merasa takut memasuki masa lanjut usia, karena mereka sering

mempunyai kesan negatif atas orang yang lanjut usia. Menurut mereka lanjut usia itu

adalah tidak berguna, lemah, tidak punya semangat hidup, penyakitan, pelupa, pikun,

tidak diperhatikan oleh keluarga dan masyarakat, menjadi beban orang lain, dan

sebagainya.

Memang pada masa lanjut usia orang mengalami berbagai perubahan, secara

fisik maupun mental. Tapi perubahan-perubahan ini dapat diantisipasi sehingga tidak

datang lebih dini. Proses penuaan pada setiap orang berbeda-beda, tergantung pada

sikap dan kemauan seseorang dalam mengendalikan atau menerima proses penuaan itu.

Beberapa Negara menetapkan usia kronologis yang berbeda bagi orang lanjut

usia. Di Amerika Serikat, seseorang dikategorikan sebagai lanjut usia pada usia 77

tahun, yang didahului masa pra lanjut usia 69- 76 tahun. Bagi orang jepang kesuksesan

justru dimulai pada usia 60 tahun ke atas. Sedangkan WHO (Organisasi Kesehatan

Dunia) menetapkan usia 60 tahun sebagai titik awal seseorang memasuki masa lanjut

usia. Karena itu tidak ada tolak ukur yang jelas kapan seseorang memasuki masa lanjut

usia (Hardywinoto: 1999).

Secara alamiah, setiap manusia akan menjadi tua atau mengalami proses

penuaan, proses ini tidak dapat dihindari, apapun usaha yang dilakukan. Di Indonesia

usia lanjut adalah mereka yang berumur 60 tahun atau lebih dan merupakan kelompok

(11)

belasan tahun terakhir ini. Jumlah usia lanjut terus meningkat baik di Indonesia maupun

di dunia dan membawa serta berbagai permasalahan yang harus diantisipasi dan

dicarikan jalan keluarnya.

Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan membawa dampak terhadap

sosial ekonomi baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam pemerintah. Implikasi

ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam

ratio ketergantungan usia lanjut (old age ratio dependency).

Setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakin banyak penduduk

usia lanjut. Wirakartakusuma dan Anwar (1994) memperkirakan angka ketergantungan

usia lanjut pada tahun 1995 adalah 6,93% dan tahun 2015 menjadi 8,74% yang berarti

bahwa pada tahun 1995 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 7 orang

usia lanjut yang berumur 65 tahun ke atas sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 100

penduduk produktif harus menyokong 9 orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke

atas. Ketergantungan lanjut usia disebabkan kondisi orang lanjut usia banyak

mengalami kemunduran fisik maupun psikis, artinya mereka mengalami perkembangan

dalam bentuk perubahan-perubahan yang mengarah pada perubahan yang negatif.

Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia

mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa perubahan :

1. Perubahan penampilan pada bagian wajah, tangan, dan kulit,

2. Perubahan bagian dalam tubuh seperti sistem saraf : otak, isi perut : limpa, hati,

3. Perubahan panca indra : penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan

(12)

keterampilan baru.

Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada kemunduruan

kesehatan fisik dan psikis yang akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi

dan sosial. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan

sehari-hari.

Penurunan kondisi fisik lanjut usia berpengaruh pada kondisi psikis. Dengan

berubahnya penampilan, menurunnya fungsi panca indra menyebabkan lanjut usia

merasa rendah diri, mudah tersinggung dan merasa tidak berguna lagi. Pada umumnya

masalah kesepian adalah masalah psikologis yang paling banyak dialami lanjut usia.

Beberapa penyebab kesepian antara lain :

1. Longgarnya kegiatan dalam mengasuh anak-anak karena anak-anak sudah

dewasa, dan bersekolah tinggi sehingga tidak memerlukan penanganan yang

terlampau rumit

2. Berkurangnya teman/relasi akibat kurangnya aktifitas di luar rumah

3. Kurangnya aktifitas sehingga waktu luang bertambah banyak

4. Meninggalnya pasangan hidup

5. Anak-anak yang meninggalkan rumah karena menempuh pendidikan yang lebih

tinggi.

6. Anak-anak telah dewasa dan membentuk keluarga sendiri.

Beberapa masalah tersebut akan menimbulkan rasa kesepian lebih cepat bagi

orang lanjut usia. Dari segi inilah lanjut usia mengalami masalah psikologis, yang

banyak mempengaruhi kesehatan psikis, sehingga menyebabkan orang lanjut usia

(13)

Kondisi kesehatan mental lanjut usia pada umumnya menunjukkan bahwa

mereka tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari, mereka mengeluh mengalami

gangguan tidur. Mereka merasa tidak senang dan bahagia dalam masa tuanya, karena

berbagai kebutuhan hidup dasar tidak terpenuhi, dan merasa sangat sedih, sangat

kawatir terhadap keadaan lingkungannya. Dalam sosialisasi dalam urusan di masyarakat

kurang aktif.

Ketergantungan lanjut usia terjadi ketika mereka mengalami menurunnya fungsi

luhur/pikun atau mengidap berbagai penyakit, dapat dikemukakan hasil kelompok ahli

dari WHO pada tahun 1959 (Hardywinoto: 1999) yang menyatakan bahwa mental yang

sehat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Dapat menyesuaikan diri dengan secara konstruktif dengan kenyataan/realitas,

walau realitas tadi buruk

2. Memperoleh kepuasan dari perjuangannya

3. Merasa lebih puas untuk memberi daripada menerima

4. Secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas

5. Berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan

6. Menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran untuk hari depan

7. Menjuruskan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif

8. Mempunyai daya kasih sayang yang besar

Dari uraian diatas menunjukkan bahwa beberapa kondisi kesehatan mental lanjut

usia mempengaruhi berbagai kondisi lanjut usia yang lain seperti kondisi ekonomi, yang

menyebabkan orang lanjut usia tidak dapat bekerja untuk mencukupi kebutuhan

hidupnya dan kondisi sosial yang menyebabkan kurangnya hubungan sosial antara

(14)

Masalah ekonomi yang dialami orang lanjut usia adalah tentang pemenuhan

kebutuhan hidup sehari-hari seperti kebutuhan sandang, pangan, perumahan, kesehatan,

rekreasi dan sosial. Dengan kondisi fisik dan psikis yang menurun menyebabkan

mereka kurang mampu menghasilkan pekerjaan yang produktif.

Di sisi lain mereka dituntut untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup

sehari-hari yang semakin meningkat dari sebelumnya, seperti kebutuhan akan makanan

bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perawatan bagi yang menderita

penyakit ketuaan dan kebutuhan rekreasi. Sedangkan penghasilan mereka antara lain

dari pensiun, tabungan, dan bantuan keluarga. Bagi lanjut usia yang memiliki asset dan

tabungan cukup, tidak terlalu banyak masalah. Tetapi bagi lanjut usia yang tidak

memiliki jaminan hari tua dan tidak memiliki aset dan tabungan yang cukup maka

pilihan untuk memperoleh pendapatan jadi semakin terbatas. Jika tidak bekerja berarti

bantuan yang diperoleh mereka dapatkan dari bantuan keluarga, kerabat atau orang lain.

Dengan demikian maka status ekonomi orang lanjut usia pada umumnya berada dalam

lingkungan kemiskinan. Keadaan tersebut akan mengakibatkan orang lanjut usia tidak

mandiri, secara finansial tergantung kepada keluarga atau masyarakat bahkan

pemerintah.

Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan pada bagian

terdahulu. Maka beberapa masalah utama yang dihadapi lanjut usia adalah Menurunnya

daya tahan fisik, kondisi kesehatan mental, dan kurangnya dukungan dari keluarga

lanjut usia yang akhirnya lebih memilih untuk menitipkan kepada suatu lembaga yang

dapat memberikan pelayanan sosial guna menunjang kehidupan yang baik bagi lanjut

(15)

Untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia lanjut usia perlu mengetahui

kondisi lanjut usia di masa lalu dan masa sekarang sehingga orang lanjut usia dapat

diarahkan menuju kondisi kemandirian. Sehubungan dengan kepentingan tersebut perlu

diketahui kondisi lanjut usia yang menyangkut kondisi kesehatan, kondisi ekonomi, dan

kondisi sosial.

Dengan mengetahui kondisi itu, maka keluarga, pemerintah, masyarakat atau

lembaga sosial lainnya dapat memberikan perlakuan sesuai dengan masalah yang

menyebabkan orang lanjut usia tergantung pada orang lain. Jika lanjut usia dapat

mengatasi persoalan hidupnya maka mereka dapat ikut serta mengisi pembangunan

salah satunya yaitu tidak tergantung pada orang lain. Dengan demikian angka ratio

ketergantungan akan menurun, sehingga beban pemerintah akan berkurang.

Untuk mengatasi salah satu dari berbagai permasalahan orang lanjut usia,

pemerintah dalam hal ini Departemen Sosial mengupayakan suatu wadah atau sarana

untuk menampung orang lanjut usia dalam satu institusi. Maka dinas sosial Kabupaten

Tapanuli Utara melalui UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong memiliki

tujuan dalam memberikan pelayanan sosial kepada orang lanjut usia agar mereka

mampu berfungsi secara sosial.

Warga binaan sosial yang ada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia

Siborong-borong terdiri dari orang lanjut usia yang rentan terhadap masalah kemiskinan, yang

datang dengan kemauan sendiri, diserahkan oleh keluarga, pada awalnya warga binaan

sosial diproses oleh para pegawai UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong,

(16)

lengkap. Setelah data diperoleh, warga binaan sosial baru biasa menempati UPT

Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong.

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka peneliti tertarik untuk

melihat bagaimana efektivitas pelayanan UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia

Siborong-borong yang terangkum dalam skripsi dengan judul : “Efektivitas Pelayanan Sosial

UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Di Kecamatan Siborong-borong Kabupaten Tapanuli Utara Bagi Lanjut Usia”.

1.2 Perumusan Masalah

Masalah merupakan bagian yang sangat penting atau bagian pokok dari suatu

kegiatan penelitian (Arikunto : 47). Berdasarkan latar belakang masalah yang telah

diuraikan, maka penulis dapat merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah :

“Bagaimanakah efektivitas pelayanan sosial UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Di

Kecamatan Siborong-borong Kabupaten Tapanuli Utara Bagi Lanjut Usia?”

1.3 Tujuan dan Mamfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pelayanan sosial UPT Pelayanan

Sosial Lanjut Usia Di Kecamatan Siborong-borong Kabupaten Tapanuli Utara Bagi

(17)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam rangka

pengembangan konsep-konsep, teori-teori dan model-model pemecahan masalah

(18)

1.4 Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai

berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan

mamfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan

objek yang diteliti.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sample,

teknik pengumpulan data serta teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang sejarah singkat berdirinya UPT Pelayanan

Sosial Lanjut Usia, struktur organisasi dan gambaran umum lokasi

penelitian.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian

dan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran penulis dari hasil

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efektivitas

2.1.1 Pengertian Efektivitas

Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang

telah ditentukan dalam setiap organisasi. Efektivitas disebut juga efektif, apabila

tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditemukan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan

pendapat soewarno yang mengatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti

tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pendapat yang sama juga

dikemukakan oleh Caster I. Bernard, efektivitas adalah tercapainya sasaran yang telah

disepakati bersama (Bernard, 1992:207).

Menurut Cambel J.P, Pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling

menonjol adalah :

1. Keberhasilan program

2. Keberhasilan sasaran

3. Kepuasan terhadap program

4. Tingkat input dan output

5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel, 1989:121)

Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional

dalam melaksanakan program-program kerjayang sesuai dengan tujuan yang telah

(20)

kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua

tugas-tugas pokonya atau untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Cambel,

1989:47). Sementara itu, menurut Richard M. Steers, efektivitas merupakan suatu

tingkatan kemampuan organisasi untuk dapat melaksanakan seluruh tugas-tugas

pokoknya atau pencapaian sasarannya.

Efektivitas dalam dunia riset ilmu-ilmu social dijabarkan dengan penemuan atau

produktivitas, dimana bagi sejumlah sarjana social efektivitas seringkali ditinjau dari

sudut kualitas pekerjaan atau program kerja. Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat

disimpulkan pengertian efektivitas, yaitu keberhasilan suatu aktivitas atau kegiatan

dalam mencapai tujuan (sasaran) yang telah ditentukan sebelumnya.

Mengingat keanekaragaman pendapat mengenai sifat dan komposisi dari

efektivitas, maka tidaklah mengherankan jika terdapat sekian banyak pertentangan

pendapat sehubungan dengan cara meningkatnya, car mengatur dan bahkan cara

menentukan indicator efektivitas, sehingga, dengan demikian akan lebih sulit lagi

bagaimana cara mengevaluasi tentang efektivitas.

Pengertian yang memadai mengenai tujuan ataupun sasaran organisasi,

merupakan langkah pertama dalam pembahasan efektivitas, dimana seringkali

berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam usaha mengukur efektivitas yang

pertama sekali adalah memberikan konsep tentang efektivitas itu sendiri.

Dari beberapa uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa efektivitas merupakan

kemampuan untuk melaksanakan aktifitas-aktifitas suatu lembaga secara fisik dan non

(21)

2.1.2 Pendekatan Terhadap Efektivitas

Pendekatan efektivitas dilakukan dengan acuan berbagai bagian yang berbeda

dari lembaga, dimana lembaga mendapatkan input atau masukan berupa berbagai

macam sumber dari lingkungannya. Kegiatan dan proses internal yang terjadi dalam

lembaga mengubah input menjadi output atau program yang kemudian dilemparkan

kembali pada lingkungannya.

1. Pendekatan sasaran (Goal Approach)

Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan

sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai

dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi

dalam mencapai sasaran tersebut (Price, 1972:15).

Sasaran yang penting diperhatikan dalam pengukuran efektivitas dengan

pendekatan ini adalah sasaran yang realistis untuk memberikan hasil maksimal

berdasarakan sasaran resmi “Official Goal” dengan memperhatikan permasalahan yang

ditimbulkannya, dengan memusatkan perhatian terhadap aspek output yaitu dengan

mengukur keberhasilan programdalam mencapai tingkat output yang direncanakan.

Dengan demikian, pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana organisasi atau

lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai.

2. Pendekatan Sumber (System Resource Approach)

Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga

dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga harus

dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan system

(22)

Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu

lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata

dalam lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang terdapat

pada lingkungan seringkai bersifat langka dan bernilai tinggi.

3. Pendekatan Proses (Internal Process Approach)

Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari

suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan

lancer dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi.

Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian

terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang

menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga.

2.1.3 Masalah dalam Pengukuran Efektivitas

Efektivitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktivitas dan laba. Seperti

ada beberapa rancangan tentang memandang konsep ini dalam kerangka kerja dimensi

satu, yang memusatkan perhatian hannya kepada satu kriteria evaluasi (contoh,

produktivitas).

Pengukuran efektivitas dengan menggunakan sasaran yang sebenarnya dan

memberikan hasil daripada pengukuran efektivitas berdasarkan sasaran resmi dengan

memperhatikan masalah yang ditimbulkan oleh beberapa hal berikut:

1. Adanya macam-macam output

Adanya bermacam-macam output yang dihasilkan menyebabkan pengukuran

efektivitas dengan pendekatan sasaran menjadi sulit untuk dilakukan. Pengukuran juga

(23)

Efektivitas tidak akan dapat diukur hannya dengan menggunakan suatu indikator atau

efektivitas yang tinggi pada suatu sasaran yang seringkali disertai dengan efektivitas

yang rendah pada sasaran lainnya.

Selain itu, masalah itu juga muncul karena adanya bagian-bagian dalam suatu

lembaga yang mempunyai sasaran yang berbeda-bedasecara keseluruhan, sehingga

pengukuran efektivitas seringkali terpaksa dilakukan dengan memperhatikan

bermacam-macam secara simultan. Dengan demikian, yang diperoleh dari pengukuran

efektivitas adalah profil atau bentuk dari efek yang menunjukkan ukuran efektivitas

pada setiap sasaran yang dimilikinya. Selanjutnya hal lain yang sering dipermasalahkan

adalah frekuensi penggunaan criteria dalam pengukuran efektivitas seperti yang

dikemukakan oleh R.M Steers yaitu bahwa kriteria dan penggunaan hal-hal tersebut

dalam pengukuran efektivitas adalah :

a. Adaptabilitas dan Fleksibilitas

b. Produktifitas

c. Keberhasilan

d. Keterbukaan dalam berkomunikasi

e. Keberhasilan pencapaian program

f. Pengembangan program (Steers,1985:546)

2. Subjektifitas dalam adanya penelitian

Pengukuran efektivitas dengan menggunakan pendekatan sasaran seringkali

mengalami hambatan, karena sulitnya mengidentifikasi sasaran yang sebenarnya dan

juga karena kesulitan dalam pengukuran keberhasilan dalam mencapai sasaran. Hal ini

terjadi karena sasaran yang sebenarnya dalam pelaksanaan. Untuk itu ada baiknya bila

(24)

mempelajari sasaran yang sebenarnya karena informasi yang diperoleh hannya dari

dalam suatu lembaga untuk melihat program yang berorientasi ke luar atau masyarakat,

seringkali dipengaruhi oleh subjektifitas.

Untuk sasaran yang dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, unsure subjektif itu

tidak berpengaruh tetapi untuk sasaran yang harus dideskripsikan secara kuantitatif,

informasi yang diperoleh akan sangat tergantung pada subjektifitas dalam suatu

lembaga mengenai sasarannya. Hal ini didukung oleh pendapat Richard M Steers yaitu

bahwa lingkungan dan keseluruhan elemen-elemen kontekstual berpengaruh terhadap

informasi lembaga dan menentukan tercapai tidaknya sasaran yang hendak dicapai

(Steers, 1985:558)

2.2 Pelayanan Sosial

Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai tindakan

yang dilakukan manusia untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Menurut Walter Friedlander dalam Muhidin, Kesejahteraan Sosial adalah sistem yang

terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk

membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar hidup dan kesehatan yang

memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka untuk

mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan

kesejahteraannya selarah dengan kebutuhan keluarga dan masyarakatnya (Friedlander,

dalam Muhidin, 1992:1)

Sementara Elizabeth Wickenden dalam Muhidin mengemukakan bahwa

(25)

dan pelayanan yang menjamin atau memperkuat pelayanan untuk memenuhi kebutuhan

sosial yang mendasar dari masyarakat serta menjaga ketentraman dalam masyarakat

(Wickenden, dalam Muhidin, 1992:1).

Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi dapat terlihat dari rumusan

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Kesejahteraan Sosial pasal 2 ayat 1 : “Kesejahteraan Sosial adalah suatu tata kehidupan

dan penghidupan sosial materil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan,

kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga

negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah,

sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjungjung

tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila”(Muhidin,

1992:5).

Dari berbagai pengertian diatas dapat terlihat luas lingkup pengertian

kesejahteraan sosial yang sebenarnya sangat meluas dan melingkupi berbagai aspek

kehidupan. Dalam kesejahteraan sosial juga terdapat usaha kesejahteraan sosial, dimana

pelayanan sosial juga termasuk dari salah satu didalamnya. Pelayanan sosial diartikan

dalam dua macam, yaitu:

a. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup fungsi

pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan,

perumahan, tenaga kerja dan sebagainya.

b. Pelayanan sosial dalam arti sempit atau disebut juga pelayanan kesejahteraan sosial

(26)

beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin, cacat, tuna

sosial dan sebagainya (Muhidin, 1992:41).

Maka dapat diartikan bahwa efektivitas pelayanan sosial adalah tercapainya

tujuan yang sudah ditetapkan berdasarkan makna dari pelayanan sosial itu sendiri.

Dikatakan efektif apabila hasil yang dicapai dari pelayanan sosial yang diberikan telah

sesuai dengan apa tujuan awal yang telah ditetapkan. Kebanyakan pengertian pelayanan

sosial di Negara-negara maju sama dengan point pertama, sedangkan di Negara-negara

berkembang umumnya sama dengan point kedua.

Di Negara Amerika Serikat, pelayanan sosial diartikan sebagai suatu aktifitas

yang terorganisir yang bertujuan untuk menolong orang-orang agar terdapat suatu

penyesuaian timbal balik antara individu dengan lingkungan sosialnya. Tujuan ini dapat

dicapai melalui teknik dan metode yang diciptakan untuk memungkinkan individu,

kelompok dan masyarakat dan melalui tindakan-tindakan kooperatif untuk

meningkatkan kondisi-kondisi sosial dan ekonomi. Sedangkan di Inggris, pelayanan

sosial mencakup suatu peralatan luas untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan

dimana mereka hidup dalam keseluruhan yang mempunyai tanggung jawab untuk

menolong masyarakat yang lemah dan kurang beruntung dan memberikan perlindungan

dengan pelayanan-pelayanan yang tidak mungkin dipenuhi oleh mereka sendiri secara

perseorangan.

Pada umumnya baik kualitas maupun kuantitas daripada pelayanan sosial akan

berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemakmuran suatu Negara dan

juga sesuai dengan faktor sosiokultural dan politik yang juga menentukan masalah

(27)

social, maka pelayanan social cenderung menjadi pelayanan yang ditujukan kepada

golongan masyarakat yang membutuhkan pertolongan khusus.

2.2.1 Fungsi-Fungsi Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial dapat dikategorikan dalam berbagai cara tergantung dari tujuan

klasifikasi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan fungsi pelayanan sosial

sebagai berikut :

1. Peningkatan kondisi kehidupan masyarakat.

2. Pengembangan sumber-sumber manusiawi.

3. Orientasi masyarakat terhadap perubahan-perubahan sosial dan penyesuaian

sosial.

4. Mobilisasi dan pencipta sumber-sumber masyarakat untuk tujuan

pembangunan.

5. Penyediaan dsan penyelenggaraan struktur kelembagaan untuk tujuan agar

pelayanan-pelayanan yang terorganisasi dapat berfungsi (Muhidin, 1992:42).

Richard M. Titmuus dalam Muhidin (1992:43) mengemukakan fungsi pelayanan

social ditinjau dari perspektif masyarakat sebagai berikut :

1. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk lebih

meningkatkan kesejahteraan individu, kelompok dan masyarakat untuk masa

sekarang dan untuk masa yang akan dating.

2. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk

(28)

3. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai program

kompensasi bagi orang-orang yang tidak mendapat pelayanan sosial misalnya,

kompensasi kecelakaan industri dan sebagainya.

4. pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai suatu

investasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial.

Alfred J. Khan dalam Muhidin (1992:43) menyatakan fungsi pelayanan sosial

adalah:

1. Pelayanan sosial untuk pengembangan

2. Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi

3. Pelayanan akses

Pelayanan sosial untuk sosialisasi dan pengembangan dimaksudkan untuk

mengadakan perubahan-perubahan dalam diri anak dan pemuda melalui

program-program pemeliharaan, pendidikan (non formal) dan pengembangan. Pelayanan sosial

untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi mempunyai tujuan untuk

melaksanakan pertolongan kepada seseorang, baik secara individual maupun didalam

kelompok/keluarga dan masyarakat agar mampu mengatasi masalah-masalahnya.

Kebutuhan akan program pelayanan akses disebabkan oleh karena :

a. Adanya birokrasi moderen

b. Perbedaan tingkat pengetahuan dan pemahamam masyarakat terhadap hal-hal dan

kewajiban/tanggung jawabnya

c. Diskriminasi

d. Jarak geografi antara lembaga-lembaga pelayanan dari orang-orang yang

(29)

Dengan adanya berbagai kesenjangan, maka pelayanan sosial disini mempunyai

fungsi sebagai “akses” untuk menciptakan hubungan bimbingan yang sehat antara

berbagai program, sehingga program-program pelayanan tersebut dapat berfungsi dan

dimamfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkannya. Pelayanan sosial bukanlah

semata-mata memberikan informasi, tetapi juga termasuk menghubungkan seseorang

dengan sumber-sumber yang diperlukan dengan melaksanakan program-program

referral.

Fungsi tambahan dari pelayanan sosial adalah menciptakan partisipasi anggota

masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah sosial. Tujuannya dapat berupa terapi

individual dan sosial (untuk memberikan kepercayaan pada diri individu dan

masyarakat) dan untuk mengatasi hambatan-hambatan sosial dalam pembagian politis,

yaitu untuk mendistribusikan sumber-sumber dan kekuasaan.

Partisipasi mungkin merupakan konsekuensi dari bagaimana program itu

diorganisir, dilaksanakan dan disusun. Partisipasi terkadang merupakan alat, terkadang

merupakan tujuan. Ada yang memandang bahwa partisipasi dan pelayanan merupakan

dua fungsi yang selalu konflik, karenanya harus dipilih salah satu. Karena itu harus

dipilih partisipasi sebagai tanggung jawab masyarakat dan pelayanan sebagai tanggung

jawab program. Pada umumnya suatu program sulit untuk meningkatkan kedua-duanya

sekaligus.

2.2.2 Peranan Pekerja Sosial dalam Menangani Masalah Sosial

Menurut Walter A Friedlander dalam Muhidin (1992:7), Pekerjaan Sosial adalah

suatu pelayanan professional yang dilaksanakan pada ilmu pengetahuan dan

(30)

perorangan maupun didalam kelompok untuk mencapai kepuasan dan

ketidaktergantungan secara pribadi dan sosial.

Pekerjaan sosial berusaha untuk membantu individu, kelompok dan masyarakat

mencapai tingkat kesejahteraan sosial, mental dan psikis yang setinggi-tingginya.

Permasalahan dalam bidang pekerjaan sosial erat kaitannya dengan masalah fungsi

sosial, yaitu kemampuan seseorang untuk menjalankan peranannya sesuai dengan

tuntutan lingkungannya. Oleh karena itu, usaha-usaha untuk memberikan pelayanan

social, baik secara langsung maupun tidak langsung, juga diarahkan untuk membantu

individu, kelompok maupun masyarakat dalam menjalankan fungsi sosialnya.

Pekerja-pekerja sosial menyediakan pelayanan-pelayanan pertolongan dalam arti

yang dikenal dalam praktek pekerja sosial. Praktek pekerjaan sosial ini merupakan

realisasi daripada tugas fungsional didalam system kesejahteraan sosial guna membantu

orang-orang dalam usaha mereka memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Praktek

pekerjaan sosial dapat didefinisikan sebagai kontelasi nilai, tujuan, pengetahuan dan

metoda. Praktek pekerjaan sosial dikembangkan dari perangkat tujuan-tujuan

professional sebagai yang diyakini dan diakui oleh masyarakat umum dan para pekerja

sosial. Dari kerangka teori pengetahuan praktek, profesi pekerjaan social, yaitu yang

berhubungan dengan metoda-metoda petolongan, proses-proses dan peranan-peranan.

Ada beberapa defenisi praktek pekerjaan sosial :

1. Kegiatan interventif yang diarahkan pada tujuan-tujuan dan dibimbing/didasari oleh

nilai-nilai, pengetahuan, dan teknik yang secara kolektif diakui, diterima serta

(31)

2. Praktek pekerjaan sosial merupakan penerapan ilmu pengetahuan mengenai tingkah

laku yang ditujukan untuk mengadakan perubahan perencana pada

individu-individu, kelompok-kelompok serta system-sistem sosial.

Tindakan-tindakan yang ditujukan kearah perubahan didasari oleh nilai-nilai

metoda serta teknik-teknik yang diakui, diterima dan dikembangkan oleh profesi

pekerja sosial. Jadi, pekerjaan sosial merupakan praktek professional dalam pengertian

bahwa tindakan serta pelayanan-pelayanan yang diberikannya dilaksanakan oleh

anggota-anggota yang berpendidikan khusus dan secara formal diakui dan diterima oleh

dan didalam profesi pekerjaan sosial. Para pekerja social mampu melakukan penilaian

yang kompleks yang diperlukan bagi pemecahan masalah-masalah manusia didalam

suatu bidang kompetensi yang telah ditentukan.

Seorang pekerja sosial, mempunyai pemahaman tentang pribadi dan tingkah

laku manusia serta lingkungan sosialnya atau kondisi dimana manusia itu hidup.

Menurut pandangan Zastrow, setidaknya ada beberapa peranan yang biasa dilakukan

oleh pekerja sosial, yaitu :

1. Enabler

Sebagai Enabler, seorang pekerja social membantu masyarakat agar dapat

mengartikulasikan pola sikap kebutuhan mereka, mengidentifikasi masalah

mereka dan mengembangkan kapasitas mereka agar dapat menangani masalah

yang mereka hadapi secara lebih efektif.

2. Broker

Peranan sebagai Broker, yaitu berperan dalam menghubungkan individu ataupun

(32)

masyarakat (community service). Broker dapat juga dikatakan menjalankan

peran sebagai mediator yang menghubungkan pihak yang satu dengan pemilik

sumber daya.

3. Expert

Sebagai expert (tenaga ahli), ia lebih banyak memberikan saran dan dukungan

informasi dalam berbagai hal. Misalnya saja, seorang tenaga ahli dapat

memberikan usulan mengenai bagaimana struktur organisasi yang biasa

dikembangkan dalam masyarakat tersebut dan kelompok-kelompok mana saja

yang harus terwakili. Seorang expert harus sadar bahwa usulan dan saran yang

diberikan bukanlah mutlak harus dijalankan masyarakat, usulan dan saran

tersebut lebih merupakan masukan gagasan untuk menjadi pertimbangan

masyarakat ataupunorganisasi dalam masyarakat tersebut.

4. Social Planner

Seorang social planner mengumpulkan data mengenai masalah social yang

terdapat dalam masyarakat tersebut, menganalisanya dan menyajikan alternative

tindakan yang rasional untuk menangani masalah tersebut. Setelah itu perencana

sosial mengembangkan program, mencoba mencari alternative sumber dan

mengembangkan consensus dalam kelompok yang mempunyai berbagai minat

maupun kepentingan.

Peran expert dan sosial planner saling tumpang tindih. Seorang expert lebih

memfokuskan pada pemberian usulan dan saran, sedangkan social planner lebih

memfokuskan tugas-tugas terkait dengan pengembangan dan

(33)

5. Advocate

Peran advocate merupaka peran yang aktif dan terarah. Dimana community

worker menjalankan fungsi sebagai advocate yang mewakili kelompok

masyarakat yang membutuhkan suatu bantuan atau layanan. Tetapi, institusi

yang seharusnya memberikan bantuan atau layanan tersebut tidak diperdulikan.

Peran advokasi dapat dilihat dari apa yang dilakukan oleh lembaga

non-pemerintah yang menyampaikan tuntutan pada non-pemerintah agar non-pemerintah

menyediakan ganti-rugi yang memadai bagi mereka yang terpuruk, atau agar

pemerintah meringankan biaya pendidikan.

6. Activist

Sebagai activist, seorang community worker melakukan perubahan institusional

yang lebih mendasar dan sering kali tujuannya adalah pengalian sumber daya

ataupun kekuasaan pada kelompok yang kurang mendapatkan keuntungan.

Seorang activist biasanya memperhatikan isu-isu tertentu, seperti

ketidaksesuaian dengan hokum yang berlaku, ketidakadilan dan perampasan

hak. Seorang activist biasanya mencoba menstimulasikan kelompok-kelompok

yang kurang diuntungkan tersebut untuk mengorganisir diri dan melakukan

tindakan melawan struktur kekuasaan yang ada.

7. Educator

Dalam menjalankan peran sebagai educator (pendidik), pekerja social

diharapkan mempunyai keterampilan sebagai pembicara dan pendidik. Pekerja

social harus mampu berbicara didepan public untuk menyampaikan informasi

(34)

2.3 Orang Lanjut Usia

Pengalaman hidup lanjut usia merupakan pewaris nilai-nilai sosial budaya

sehingga dapat menjadi panutan bagi kesinambungan kehidupan bermasyarakat dan

berbudaya. Walaupun sangat sulit untuk mengukur berapa besar produktivitas budaya

yang dimiliki orang lanjut usia, tetapi produktivitas tersebut dapat dirasakan

mamfaatnya oleh para generasi penerus mereka (Yasa, 1999).

Salah satu produktivitas budaya yang dimiliki lanjut usia adalah sikap suka

memberi, memberi adalah suatu bentuk komunikasi manusia. Dengan hubungan itu

manusia memberikan arti kepada dirinya, dan juga kepada sesamanya (Sumarjo, 1997).

Dasar perbuatan memberi adalah cinta kasih, perhatian, pengenalan, dan simpati

terhadap sesama. Itu berarti seorang peduli kepada orang lain dan ingin menolong orang

lain untuk mengembangkan dirinya. Lanjut usia dapat memberi kepada orang

lain/generasi muda daam wujud pengetahuan, pikiran, tenaga, selain memberikan apa

yang dimiliki.

Bagi lanjut usia, keluarga merupakan sumber kepuasan, dan mereka ingin

tinggal di tengah-tengah mereka, akan tetapi keluarga dapat menjadi frustasi bagi orang

lanjut usia, hal ini terjadi jika ada hambatan komunikasi antara lanjut usia dengan anak

atau cucu dimana perbedaan faktor generasi memegang peranan. Merawat mereka yang

sudah lanjut usia tidak bisa disamakan seperti merawat orang yang muda, apalagi

dianggap seperti kanak-kanak. Sifat yang dibawa semenjak muda akan menjadi sifatnya

diwaktu tua.

Usia tua ditandai oleh suatu proses yang sangat nampak dan bisa dilihat dengan

(35)

yang menandakan menuanya diri seseorang. Misalkan, jalannya tidak secepat dulu, daya

tahan tubuhnya untuk bertahan di cuaca dingin makin berkurang, tulang-tulang mereka

mulai merapuh, urat-urat saraf mereka jadi kaku sehingga mereka tidak selincah orang

yang masih muda.

Sistem pendukung lanjut usia ada tiga komponen menurut Joseph. J Gallo

(1998), yaitu :

1. Jaringan-jaringan informal

2. Sistem pendukung formal

3. Dukungan-dukungan semiformal

Jaringan pendukung informal meliputi keluarga dan kawan-kawan, sistem pendukung

formal meliputi tim keamanan sosial setempat, program-program medikasi dan

kesejahteraan sosial. Dukungan semiformal meliputi bantuan-bantuan dan interaksi

yang disediakan oleh organisasi lingkungan sekitar seperti perkumpulan pengajian,

gereja atau perkumpulan warga lansia setempat.

Dengan demikian lanjut usia harus mengambil langkah awal untuk mengikuti

sumber-sumber dukungan di atas. Dorongan, semangat atau bantuan dari

anggota-anggota keluarga, masyarakat sangat dibutuhkan oleh lanjut usia. Jenis-jenis bantuan

informal, formal dan semiformal apa saja yang tersedia bagi lanjut usia yang terkait

pada masa lampaunya.

Lanjut usia memiliki kriteria mandiri, yang dapat mengaktualisasikan dirinya

dengan tidak menggantungkan kepuasan-kepuasan utama pada lingkungan dan kepada

(36)

perkembangan dan kelangsungan pertumbuhannya. Adapun kriteria orang yang mandiri

menurut Koswara (1991) adalah mempunyai :

1. Kemantapan relatif terhadap pukulan-pukulan, goncangan-goncangan atau

frustasi

2. Kemampuan mempertahankan ketenangan jiwa

3. Kadar arah yang tinggi

4. Agen yang merdeka

5. Bertanggung jawab

Lanjut usia yang mandiri dapat menghindari diri dari penghormatan, status dan

popularitas kepuasan yang berasal dari luar diri mereka anggap kurang penting

dibandingkan pertumbuhan diri.

Orang lanjut usia mempunyai tempat selain tinggal dengan keluarga, yaitu suati

wadah yang disebut dengan Panti Asuhan, dimana keluarga yang memasukkan orang

tuanya ke panti harus tetap menunjukkan kasih sayangnya meski mereka berada di

Panti Asuhan.

Panti Asuhan bisa menjadi pilihan yang baik untuk menikmati hari tua. Akan

tetapi sebagian masyarakat Indonesia memandangnya sebagai suatu yang negatif.

Pandangan masyarakat tentang Panti Asuhan dan orang tua yang dititipkan di sana

agaknya perlu diluruskan. Orang tua yang dititipkan di Panti Asuhan tidak berarti

mereka terbuang, mereka tetap memiliki keluarga yang merupakan bagian penting dari

keberadaannya. Di Panti Asuhan mereka menemukan teman yang relatif seusia

dengannya dimana mereka dapat berbagi cerita. Karena kebereadaan lansia di Panti

(37)

perlu untuk memberikan suatu penanganan khusus sesuai kelebihan serta kekurangan

yang mereka miliki.

2.4 Kerangka Pemikiran

Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota keluarga maupun anggota

masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya. Sejalan dengan peningkatan usia

harapan hidup, orang lanjut usia mengalami ketergantungan, dimana ketergantungan

tersebut disebabkan oleh kondisi orang lanjut usia yang banyak mengalami

perkembangan dalam bentuk-bentuk yang mengarah pada perubahan yang negatif.

Dalam hal ini pemerintah dibutuhkan untuk memberikan perlindungan sosial dalam

pelayanan sosial bagi lanjut usia guna menunjang kehidupan orang lanjut usia agar lebih

baik.

Tidak dipungkiri bahwa panti asuhanlah yang merupakan unit yang paling tepat

untuk memberikan pelayananan terhadap orang tua yang lanjut usia, dan panti asuhan

ini perlu diamaksimalkan guna mensejahterakan kehidupan orang lanjut usia dimanapun

mereka berada.

UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Di Kecamatan Siborong-borong mempunyai

tugas membantu Dinas Sosial dalam pembinaan, sosialisasi dan pengasuhan lanjut usia.

Dalam hal ini UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Di Kecamatan Siborong-borong

menjalankan pelayanan sosial di hari tua para lanjut usia, melalui program

kesejahteraan lanjut usia yang meliputi, bimbingan kesehatan, bimbingan rohani, dan

bimbingan sosial. Dimana melalui program ini, diharapkan warga binaan sosial

(38)
[image:38.595.131.463.147.740.2]

Gambar 1. Bagan Alir Pemikiran

UPT PS Lanjut Usia Siborong-borong

Program Kesejahteraan Lansia:

1. Bimbingan kesehatan

2. Bimbingan rohani

3. Bimbingan sosial

Warga Binaan Sosial

Hasil yang diharapkan :

1. Lanjut usia mendapatkan kesehatan yang

baik

2. Lanjut usia memiliki semangat hidup

3. Lanjut usia mendapat perhatian penuh

dari panti asuhan

(39)

2.5 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional

2.5.1 Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak

kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial

(Singarimbun, 1989:33). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang

digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti

serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

Untuk lebih mengetahui pengertian mengenai konsep-konsep yang akan digunakan,

maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:

1. Efektivitas adalah keberhasilan suatu aktifitas atau suatu kegiatan dalam mencapai

tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, baik yang dilaksanakan secara individu,

kelompok, organisasi, lembaga maupun pemerintah

2. Pelayanan sosial adalah suatu aktifitas yang bertujuan memberikan pertolongan,

bimbingan, perlindungan kepada individu, keluarga, masyarakat agar dapat

melaksanakan fungsi sosial dengan baik

3. Keluarga adalah kelompok orang yang ada hubungan darah atau perkawinan.

Orang-orang yang termasuk dalam keluarga itu adalah Bapak, Ibu dan

anak-anaknya.

4. Orang lanjut usia merupakan tahap akhir dari proses penuaan, dimana lanjut usia

digolongkan dari usia 60 tahun sebagai titik awal seseorang memasuki lanjut usia.

5. UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia adalah unit pelaksana teknis di bidang

(40)

kesejahteraan sosial bagi para lanjut usia terlantar dalam panti, yang berada

dibawah naungan dinas sosial provinsi sumatera utara.

Dengan demikian, dapat kita ambil defenisi konsep secara keseluruhan. Yang

dimaksud dengan efektivitas pelayanan sosial UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Di

Kecamatan Siborong-borong Kabupaten Tapanuli Utara Bagi Lanjut Usia adalah

tercapainya tujuan seluruh aktifitas pemberian pelayanan kepada orang Lanjut usia yang

telah dilakukan oleh UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Di Kecamatan

Siborong-borong Kabupaten Tapanuli Utara.

2.5.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan unsur penelitian yang memberitahukan

bagaimana cara mengukur variabel (Singarimbun, 1989:33). Untuk mengukur variabel

dalam penelitian ini, yaitu dengan melihat berbagai indikator yang akan diteliti sebagai

berikut :

1. Bimbingan kesehatan, meliputi:

a. Pemeriksaan kesehatan

b. Perawatan dan pengobatan kesehatan

2. Bimbingan rohani, meliputi:

a. metode bimbingan rohani

b. intensitas bimbingan

3. Bimbingan sosial

Dari indikator-indikator yang digunakan tersebut, diharapkan dapat disimpulkan

sudah efektifkah upaya-upaya yang dilakukan oleh UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini tergolong penelitian

deskriptif, yaitu suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan

menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga dan

lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagai mana adanya

(Nawawi,1998:63). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu membuat

gambaran kondisi secara menyeluruh tentang efektivitas pelayanan sosial UPT

Pelayanan Sosial Lanjut Usia Di Kecamatan Siborong-borong Kabupaten Tapanuli

Utara Bagi Lanjut Usia.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia yang

berkedudukan di Jalan Pacuan No.100 Siborongborong, yang merupakan salah satu Unit

Pelaksana Teknis (UPT) yang berada di bawah naungan Dinas Sosial Provinsi

Sumatera Utara. Alasan peneliti memilih lokasi ini adalah karena lembaga pemerintah

ini sangat peduli terhadap kehidupan orang lanjut usia khususnya di daerah Tapanuli

(42)

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi adalah kelompok subyek yang hendak dikenai generalisasi hasil

penelitian, kelompok subyek ini harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik

bersama yang membedakannya dari kelompok subyek yang lain. Ciri yang dimaksud

tidak terbatas hanya sebagai ciri lokasi akan tetapi dapat terdiri dari

karakteristik-karakteristik individu (Azwar, 2002). Maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini

adalah semua lanjut usia yang ada di Panti Asuhan Uli Hasonangan Desa Siaro

Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara pada saat ini yang jumlahnya 17

orang.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil datanya dengan

menggunakan cara-cara tertentu (Nawawi 1998:144). Berhubung populasi penelitian

hannya berjumlah 17 orang, maka dalam penelitian ini semua populasi diambil datanya

atau dijadikan sample penelitian.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian, maka peneliti

menggunakan teknik sebagai berikut :

1. Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data atau informasi menyangkut

masalah yang diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku, majalah, tulisan

(43)

2. observasi (pengamatan), yaitu teknik pengumpulan data melalui pengamatan

langsung fakta-fakta yang ada di lokasi penelitian, fakta-fakta akan dicatat

secara cermat dan sistematis oleh peneliti.

3. Kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dengan

menyebarkan angket kepada oang lanjut usia yang menjadi respondennya.

4. wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan interview dan

tanya jawab secara langsung dengan responden yang terkait dengan obyek

penelitian.

3.5 Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini, teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa

deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu dengan menjabarkan hasil penelitian

sebagaimana adanya. Data yang telah diperoleh dari hasil penelitian di lapangan

kemudian dikumpulkan serta diolah dan dianalisis dengan menggambarkan,

(44)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Latar Belakang Lembaga

UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia kecamatan Siborong-borong sebelumnya

disebut Panti Sosial Tresna Werdha Hasonangan. Panti ini mulai dibangun pada tahun

1981/1982, dimana pada tahun tersebut diperkirakan bahwa di kabupaten Tapanuli

Utara terdapat kira-kira 379 jiwa lanjut usia terlantar yang harus mendapat pelayanan

didalam panti. Panti Sosial Tresna Werda adalah Unit Pelaksanaan Teknis di Bidang

Pembinaan Kesejahteraan Sosial lanjut usia, yang memberikan pelayanan kesejahteraan

sosial bagi para lanjut usia terlantar dalam panti, berupa pemberian penampungan,

jaminan hidup seperti makan dan pakaian, pemeliharaan kesehatan, bimbingan sosial,

mental serta agama, sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi

ketentraman lahir bathin.

Kemudian pada tahun 2011, Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera

Utara, mengganti Panti Sosial Tresna Werdha Hasonangan menjadi UPT Pelayanan

Sosial Anak dan Lanjut Usia di Siborong-borong, dimana lembaga ini membagi dua

pelayanan, yaitu pelayanan bagi anak-anak terlantar dan pelayanan bagi orang lanjut

usia, namun pelayanan tersebut tidak menjadi kendala bagi lembaga. Sampai saat ini,

UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia terus melaksanakan pelayanan sosial bagi orang

lanjut usia melalui pekerja sosial dan staf yang ada di lembaga, guna menunjang

(45)

4.2 Visi dan Misi UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong

Untuk menjalankan program dalam pelayanan sosial bagi lanjut usia agar

terwujudnya kesejahteraan hidup para lanjut usia, UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia

Siborong-borong menetapkan Visi dan Misi yaitu sebagai berikut:

1. Visi :“Menuju Lanjut Usia Sejahtera di Hari Tua”

2. Misi :

a. Menciptakan para lanjut usia terlantar agar hidup sejahtera, aman dan

tentram.

b. Meningkatkan pelayanan kepada lanjut usia melalui pemenuhan kebutuhan

sandang, pangan dan papan.

c. Meningkatkan jaminan sosial dan perlindungan kepada lanjut usia.

d. Meningkatkan hubungan yang harmonis antara sesama lanjut usia, lanjut

usia dengan pegawai dan lanjut usia dengan masyarakat.

4.3 Letak danDasar Hukum Berdirinya UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong

UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia berada di alamat Jalan Pacuan Kuda No. 100

A Siborong-borong, desa siborong-borong II, kecamatan Siborong-borong, Kabupaten

Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara.Dimana lembaga ini berdiri di atas tanah

seluas 3.300 m2.

UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia memiliki dasar hukum berdirinya lembaga

tersebut, yaitu :

1. Undang-undang No. 4 Tahun 1965 Tentang pemberian bantuan penghidupan

(46)

2. Undang-undang No. 6 Tahun 1974 Tentang ketentuan pokok Kesejahteraan

Sosial.

3. Keputusan menteri Sosial RI No. 22/HUK/1995 tanggal 24 April 1995.

4.4 Tujuan dan Fungsi UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong 4.4.1 Tujuan Lembaga

Adapun tujuan dari UPT Pelayanan Sosial Anak dan Lanjut Usia

Siborong-borong adalah memberikan pelayanan dan perawatan jasmani dan rohani kepada

orang-orang lanjut usia yang terlantar agar para lanjut usia dapat hidup secara wajar.

4.4.2 Fungsi Lembaga

UPT Pelayanan Sosial Anak dan Lanjut Usia Siborong-borong mempunyai

fungsi untuk pelayanan bagi lanjut usia yang ada di lembaga, yaitu :

a. Pusat pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia.

1. Pemenuhan kebutuhan hidup berupa sandang, pangan dan papan.

2. Pemeliharaan kesehatan

b. Pusat informasi usaha kesejahteraan sosial khususnya dibidang pembinaan

kesejahteraan sosial lanjut usia.

1. Menyiapkan data-data yang ada hubungannya dengan pembinaan

kesejahteraan lanjut usia.

2. Informasi tentang upaya-upaya dibidang kesejahteraan sosial khususnya

lanjut usia.

c. Pusat pengembangan usaha kesejahteraan sosial.

1. Sarana pembinaan usaha kesejahteraan sosial yang berdaya guna dan

(47)

2. Sarana pembinaan dalam menciptakan suasana hubungan yang serasi baik

antar sesama lanjut usia di dalam panti maupun dengan para petugas pa

[image:47.595.79.506.244.505.2] [image:47.595.83.504.248.508.2]

4.5 Sarana dan Prasarana UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong Tabel 4.1

Sarana dan Prasarana UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong

No. Nama Bangunan Luas Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Wisma Aula Ruang Kerja Rumah Dinas Dapur Umum Garasi

Menara air, Sumur gali, Sumur bor

Listrik

Telepon

Sanyo, Jet pamp

Kendaraan Roda 4, Kijang

600 m2 (a’120m2)

140 m2

70 m2

50 m2 dan 36 m2

70 m2

24m2 - - - - - 5 Unit 1 Unit 1 Unit 2 Unit 1 Unit 1 Unit 4 Unit 1 Jaringan 1 Unit 3 buah 1 Unit

Sumber : UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong, 2011

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia

Siborong-borong memiliki sarana dan prasarana yang lengkap untuk digunakan oleh warga binaan

(48)

4.6 Struktur Organisasi UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong

Sumber : UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong , 2011.

Struktur Organisasi UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia terdiri dari :

1. Kepala Pimpinan UPT UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia, yaitu Tagor Nainggolan

SH.

2. Kepala urusan Tata Usaha, yaitu Tohap Lumbantoruan S.Sos.

3. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari 3 orang.

4. Staf dan Pekerja Sosial terdiri dari 9 orang.

Total pegawai yang ada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia adalah sebanyak

15 orang.

KA. UPT

KA. TU Kelompok Pejabat Fungsional

(49)

BAB V

ANALISIS HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas tentang analisis data dengan menggunakan analisis

tabel tunggal, dimana data tersebut diperoleh dari hasil penelitian melalui observasi,

wawancara dan kuesioner. Dalam hal ini data hasil penelitian diperoleh langsung dari

UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong.

Dalam penelitian ini jumlah sampel ditentukan berdasarkan teori Arikunto,

dimana jika jumlah populasi kurang dari 100, maka disarankan untuk menentukan

jumlah sampel secara keseluruhan dari jumlah populasi (Arikunto,1993:149). Maka

diperoleh sampel yang berjumlah 15 orang.

Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan cara :

a) Terlebih dahulu penulis mendatangi tiap-tiap ruangan dari responden setelah

mendapatkan izin dari pimpinan lembaga.

b) Penulis memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud kedatangan ke UPT

Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong.

c) Memberikan pengarahan dan menjelaskan tujuan diadakan pengisian angket dan

cara-cara pengisian angket tersebut.

d) Penulis menjelaskan butir-butir soal yang akan diisi oleh responden.

e) Penulis membimbing tiap-tiap responden yang mengalami kesulitan dalam

mengisi angket.

(50)

Pembahasan data dalam penelitian ini dilakukan penulis dengan membagi

dalam dua sub bab, agar penelitian tersusun secara sistematis, yaitu :

1. Analisis identitas responden, meliputi jenis kelamin dan usia responden.

2. Analisis data pembahasan

[image:50.595.81.451.309.398.2]

5.1 Analisis Identitas Responden

Tabel 5.1

Distribusi Responden Berdasarkan Umur

No. Usia ( tahun ) Frekuensi %

1.

2.

60 tahun-kebawah

60 tahun-keatas

1

14

6.67

93.33

Jumlah 15 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa responden dalam penelitian ini

yang berusia dibawah 60 tahun hanya 1 orang atau sekitar 6,67% sedangkan responden

yang berusia di atas 60 tahun berjumlah 14 orang atau sekitar 93,3%. Hal ini

menjelaskan bahwa responden yang berada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia

Siborong-borong ini memiliki fungsi fisik yang semakin menurun sehingga dalam

(51)
[image:51.595.84.487.151.237.2]

Tabel 5.2

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Frekuensi %

1.

2

Laki – Laki

Perempuan

6

9

40

60

Jumlah 15 100

Sumber : Data Primer

Dalam penelitian yang dilakukan terhadap responden di lapangan penelitian

yaitu UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong, penulis memperoleh 15

responden yang diharapkan mampu memberikan informasi lapangan secara

representatif. Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa jumlah responden yang berjenis

kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan yang berjenis kelamin laki-laki.

Responden berjenis kelamin perempuan adalah sebanyak 9 orang atau sekitar 60%

sedangkan responden berjenis kelamin laki – laki berjumlah 6 orang atau sekitar 40%.

Tabel 5.3

Distribusi Responden Menurut Agama

No. Kelas Responden Frekuensi %

1. 2. 3. Islam Kristen Katholik 2 8 5 13.33 53.34 33.33

Jumlah 15 100

(52)

UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong merupakan lembaga sosial

yang berada di daerah kawasan masyarakat Toba suku batak yang mayoritas beragama

Kristen. Namun hal ini tidak menjadi penghalang bagi orang yang berbeda-beda agama

untuk bergabung di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia borong

Siborong-borong ini. Seperti yang dapat kita lihat dari tabel di atas yang menunjukkan bahwa

sebanyak 2 orang atau sekitar 13,33% beragama islam, sebanyak 8 orang atau sekitar

53,33% beragama Kristen dan sebanyak 5 orang atau sekitar 33,33% beragama

[image:52.595.83.483.405.517.2]

Katholik.

Tabel 5.4

Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Tinggal di Panti Asuhan

No. Lama Tinggal Frekuensi %

1.

2.

3.

1-3 tahun

4-6 tahun

Lebih dari enam tahun

3

5

7

20

33.33

46.67

Jumlah 15 100

Sumber: Data Primer

Dari penelitian yang dilakukan penulis di lapangan diperoleh bahwa sebanyak 3

orang atau sekitar 20% telah tinggal selama 3 tahun atau kurang. Sebanyak 5 orang atau

sekitar 33,33% menyatakan telah tinggal selama 4-6 tahun sedangkan 7 orang lainnya

atau sekitar 46,67% telah tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong

ini selama lebih dari 6 tahun.

Hal ini menggambarkan bahwa antara tahun 2009-2011 hanya ada 3 orang yang

bertambah (bertahan) di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong ini.

(53)

dan sebelum tahun 2007 telah ada 7 orang yang tinggal dan bertahan hingga sekarang di

Panti ini.

5.2 Analisis Data Penelitian

Data penelitian ini merupakan hasil-hasil penelitian yang telah diperoleh dari

penelitian di lapangan yang telah dilakukan oleh peneliti.

5.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Apakah Mendapat Dampingan Berupa Bimbingan dari pengurus Panti

Dampingan yang diberikan oleh UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia

Siborong-borong merupakan hal yang sangat berpengaruh bagi para l

Gambar

Gambar 1. Bagan Alir Pemikiran
Tabel 4.1
Tabel 5.1
Tabel 5.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seorang Advokat IKADIN berkewajiban Untuk membela kepentingan kliennya, tanpa rasa takut akan menghadapi segala kemungkinan resiko yang tidak diharapkan sebagai

Perbedaan ini dapat dilihat dari rata-rata nilai respon emosi maupun kecenderungan pembelian impulsif yang diperoleh dari kelompok bentuk media iklan sebagai perlakuan aatau faktor

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi atau langkah yang dilkukan untuk pengembangan pariwisata di Kabupaten samosir.. Adapun metode penelitian ini

Manfaat pelaksanaan Program Kemitraan ini dapat dirasakan oleh kedua belah pihak baik itu perusahaan (PT. Telkom Kandatel Yogyakarta) maupun masyarakat (Mitra Binaan), di

[r]

Tema yang diambil dalam penelitian ini adalah “ Dinamika Kelimpahan Mikroorganisme di Pertanaman Lada pada Lahan Bekas Tambang Timah yang diaplikasi Pupuk Hayati

Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah ibu yang memiliki balita riwayat pneumonia di wilayah kerja UPTD Kesehatan Kecamatan Sananwetan Kota Blitar

1) Keotentikan dari gambar yang digunakan sebagai media. 2) Sederhana, sehingga mudah dipahami siswa. 3) Mempunyai ukuran yang dapat disesuaikan dengan ruangan. 4) Sesuai