1
Banyak hal yang terjadi di dunia ini yang tidak dapat ditentukan oleh manusia. Sehingga manusia harus siap menerima apa yang terjadi dalam hidupnya, seperti manusia yang dilahirkan dalam keadaan normal maupun tidak normal. Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan, dan tanpa ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki tubuh dan alat indera yang lengkap untuk dapat melakukan berbagai kegiatan, melihat, mendengar, merasakan indahnya dunia agar merasakan kepuasan didalam hidup dan percaya diri dengan bentuk tubuh yang dimiliki. Terlebih disaat usia remaja sebuah kepercayaan diri sangat penting untuk dibangun sebagai gambaran menghargai diri sendiri.
Santrock (2014) mengartikan remaja sebagai individu yang berusia 10 hingga 13 tahun dan berakhir antara usia 18 hingga 22 tahun, dimana usia tersebut adalah masa transisi masa anak dengan dewasa dan terdapat perubahan kognitif, biologis, emosional maupun sosial. Remaja kerap kali dituntut untuk melakukan berbagai aktivitas sesuai dengan peran sosialnya sehingga mereka diharapkan untuk selalu produktif.
Remaja yang produktif membutuhkan kondisi fisik yang optimal untuk melakukan kegiatan sehari-hari, menjalin relasi, bersosialisasi dengan sesama, mempersiapkan karier di masa yang akan datang (Santrock, 2014). Namun tidak semua remaja dapat melakukan aktivitas
dan tugas-tugas perkembangannya karena kondisi kekurangan pada anggota dan fungsi tubuh, seperti yang dialami oleh remaja tunadaksa.
Tuna daksa atau cacat tubuh atau cacat fisik adalah individu yang lahir dengan cacat fisik bawaan, seperti anggota tubuh yang tidak lengkap, individu yang kehilangan anggota badan karena amputasi, individu dengan gangguan neuro maskular seperti cerebral palsy, individu dengan gangguan sensori motorik (alat penginderaan) dan individu yang menderita penyakit kronik, Mangunsong (2008, dalam Yanuaristi Riza dkk, 2015:2).
Fenomena yang muncul bagi anak tuna daksa di SLB Negeri Prof.
Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH, Kota Jambi berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa-siswi tuna daksa diperoleh infromasi bahwa beberapa siswa siwi penyandang tuna daksa di SLB memiliki permasalahan yang sulit untuk diungkapkan secara terbuka kepada orang lain, diantaranya adalah permasalahan kondisi fisik yang dialami seringkali menimbulkan rasa rendah diri, merasa terasingkan, merasa kurang beruntung dan tidak percaya diri dengan apa yang dilakukan cenderung pesimis. Sehingga keadaan seperti ini membuat penyandang tuna daksa kurang memiliki keberanian untuk melakukan sesuatu dan ragu terhadap masa depannya. Namun terdapat juga beberapa siswa siswi yang memiliki rasa percaya diri terhadap kondisi fisiknya dan tidak putus asa berdasarkan wawancara yang dilakukan diperoleh berbagai macam alasan yang melatar belakangi individu untuk percaya diri yaitu individu percaya
bahwa rasa percaya diri dapat menerima kondisinya yang apa adanya, dukungan saudara-saudaranya dan keluarga dapat menimbulkan rasa percaya pada individu bisa menerima kondisinya. Sebagaimana hasil wawancara yang dilakukan oleh siswa-siswi bahwa kepercayaan diri merupakan hal yang positif untuk individu karena kepercayaan diri membantu individu untuk bersaing dengan teman di SLB maupun teman yang normal.
Alasan yang kedua melatarbelakangi individu lebih percaya diri bahwa individu bisa lebih mandiri dan tanpa bantuan untuk menyiapkan peralatan sekolah sudah di ajarkan untuk kemandirian oleh orang tua sehingga membuat remaja lebih mandiri, dalam proses belajar mengajar disekolah mampu bersaing untuk mengikuti perlombaan yang diselenggarakan sekolah maupun luar sekolah. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan menyatakan bahwa individu yang memiliki rasa percaya diri akan mudah menjalin relasi dengan orang yang ada disekitarnya dan merasa nyaman ketika harus bertemu dengan orang lain.
Keterbatasan fisik yang dimiliki anak tuna daksa seringkali tidak mampu mengatur kegiatan sehari-hari, mengurus dirinya, tidak mampu mengontrol pengaruh dari luar; kurang memiliki keberartian hidup, sedikit memiliki tujuan hidup, dan tidak memiliki keyakinan dalam hidup;
mengalami personal stagnation, tidak dapat meningkatkan dan mengembangkan diri, merasa jenuh dan tidak tertarik dengan kehidupan, merasa tidak mampu untuk mengembangkan sikap atau tingkah laku yang
baru (Ryff & Singer, 2008). Pengembangan potensi kepribadian penyandang tuna daksa yang terhambat ini, mengakibatkan penyandang cacat tuna daksa menjadi pesimis dalam menghadapi tantangan, takut dan khawatir dalam menyampaikan gagasan, ragu-ragu dalam menentukan pilihan dan memiliki sedikit keinginan untuk bersaing dengan orang lain.
Realitas ini pada gilirannya akan menyebabkan persaan rendah diri atau tidak percaya diri atas kemampuan yang dimilikinya.
Thursan (2022:63) menyatakan kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimiliki oleh individu dan keyakinan tersebut membuat individu merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya. Ginder (dalam Djuwarijah, 2002) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan kepercayaan diri remaja, antara lain adalah interaksi di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Interaksi dalam keluarga salah satunya terwujud dalam bentuk proses pengasuhan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya. Kepercayaan diri terbentuk melalui dukungan sosial dari dukungan orang tua dan dukungan orang sekitarnya. Keadaan keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama dan utama dalam kehidupan setiap orang (Lie, 2003).
Dukungan orang tua, keluarga, teman dan masyarakat pada umumnya sangat berperan penting terhadap pembentukkan kepercayaan diri pada penyandang cacat. Seseorang akan menghargai diri sendiri apabila lingkungannya pun menghargainya, misalnya: orangtua atau
masyarakat yang menunjukkan sikap menolak pada seorang anak yang dianggap oleh masyarakat tidak berdaya akan merasa dirinya bahwa tidak berguna dan dapat mengakibatkan penyandang tuna daksa merasa rendah diri, merasa tidak berdaya, merasa tidak pantas, merasa frustasi, merasa bersalah, merasa benci (Somantri, 2007).
Dukungan keluarga khususnya orang tua sangat dibutuhkan, orang tua menjadi hal yang mendasar dari pembentukan kepercayaan diri seorang individu, dimana dengan peran orang tua individu akan tumbuh menjadi individu yang mampu menilai positif dirinya dan mempunyai harapan yang realistik terhadap diri–seperti orang tuanya meletakkan harapan realistik terhadap dirinya, dengan adanya komunikasi dan hubungan yang hangat antara orang tua dengan anak akan membantu anak dalam memupuk kepercayaan dirinya.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan diatas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih jauh mengenai kepercayaan diri anak berkebutuhan khusus dengan dukungan orang tua dengan judul
“Hubungan Antara Dukungan Orang Tua Dengan Kepercayan Diri Pada Remaja Tuna Daksa Di SLB Negeri Prof Dr Sri Soedewi Masjchun Sofwan S.H, Kota Jambi”.
B. Batasan Masalah
Berdasarkan penjabaran latar belakang diatas, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada :
1. Subjek penelitian yaitu Remaja Tuna daksa di SLB Negeri Prof Dr Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH, Kota Jambi pada tingkat SMA.
2. Kepercayaan diri yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan suatu kemampuan seseorang untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya.
3. Dukungan orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu dukungan yang diperoleh dari keluarga yang sangat diperlukan untuk mendorong rasa percaya diri dan perasaan nyaman.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjabaran Batasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitin ini yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimanakah tingkat dukungan orang tua remaja tuna daksa di SLB Negeri Prof Dr Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH, Kota Jambi?
2. Bagaimanakah tingkat Kepercayaan diri remaja tuna daksa di SLB Negeri Prof Dr Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH, Kota Jambi?
3. Apakah terdapat hubungan antara dukungan orang tua dengan kepercayaan diri pada remaja tuna daksa di SLB Negeri Prof Dr Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH, Kota Jambi?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tingkat dukungan orang tua remaja tuna daksa di SLB Negeri Prof Dr Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH, Kota Jambi.
2. Untuk mengetahui tingkat kepercayaan diri remaja tuna daksa di SLB Negeri Prof Dr Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH, Kota Jambi.
3. Untuk mengetahui hubungan antara dukungan orang tua dengan kepercayaan diri pada remaja tuna daksa di SLB Negeri Prof Dr Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH, Kota Jambi.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini dijabarkan dalam bentuk manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
Sebagai sumbangan pemikiran ilmiah bagi pengembangan, kemajuan dan khasanah ilmu pengetahuan serta teknologi, terkhusus dalam bidang Bimbingan dan Konseling serta ilmu pendidikan pada umumnya.
2. Manfaat praktis a. Bagi sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan dukungan orang tua dengan kepercayaam diri siswa tuna daksa.
b. Bagi guru
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran akan pentingnya kepercayaan diri bagi siswa tuna daksa dalam kehidupannya, serta
dukungan orang tua dapat berpengaruh terhadap kepercayaan diri siswa tuna daksa.
c. Bagi peneliti
Untuk menambah wawasan, ilmu, dan pengalaman bagi peneliti sebagai calon pendidik dalam membantu siswa untuk mengentaskan permasalahan yang dialami.
F. Anggapan Dasar
Penelitian ini dilakukan dengan adanya dasar pemikiran peneliti, antara lain sebagai berikut :
1. Setiap orang memiliki tingkat kepercayaan diri yang berbeda-beda.
2. Dukungan yang diberikan oleh orang tua oleh setiap orang berbeda- beda.
3. Kepemilikan kepercayaan diri yang tinggi dapat membantu siswa penyandang tuna daksa lebih optimis dalam hidupnya.
G. Hipotesis penelitian
1. Ha : Terdapat Hubungan Yang Signifikan Antara Dukungan Orang Tua Dengan Kepercayaan Diri Pada Remaja Tuna Daksa
2. Ho : Tidak Terdapat Hubungan Yang Signifikan Antara Dukungan Orang Tua Dengan Kepercayaan Diri Pada Remaja Tuna Daksa
H. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam mengartikan maksa variabel dalam penelitian ini, maka dijabarkan definisi operasional dari variabel- variabel yang ada, seperti berikut :
1. Kepercayaan diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu sikap atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri sehingga dalam tindakan-tindakan yang dilakukan tidak merasa terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal yang sesuai keinginan dan bertanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri.
2. Dukungan orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bantuan yang bermanfaat secara emosional dan dapat memberikan pengaruh positif yang berupa bantuan, informasi bantuan instrumental, emosi maupun penilaian yang diberikan anggota keluarga.
3. Tuna daksa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah individu mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah perlakuan, dan akibatnya kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan. Remaja Tuna daksa yang terdapat dalam penelitian ini adalah remaja tuna daksa yang termasuk kedalam tingkat tuna daksa ringan dan sedang.
Menurut Lautser (1997, dalam Ghofron, 2010) terdapat lima aspek kepercayaan diri yaitu :
1. Yakin akan kemampuan yang dimiliki
2. Optimis 3. Objektif
4. Bertanggung jawab 5. Rasional dan realistis
Kepercayaan Diri (Y) Menurut Friedman dan House
(1994, dalam Nurmala, S, 2018) terdapat empat aspek dukungan orang tua yaitu : 1. Dukungan penilaian 2. Dukungan instrumental 3. Dukungan infromasi 4. Dukungan emosional Dukungan Orang Tua (X)
I. Kerangka Konseptual